Pelayanan Kefarmasian Sesi 9

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 36

PELAYANAN KEFARMASIAN

apt. Mardatillah, M. Farm

Senin 8 Juni 2021


MEDICATION ERROR
Medical error merupakan kejadian yang menyebabkan atau berakibat pada
pelayanan kesehatan yang tidak tepat atau membahayakan pasien yang
sebenarnya dapat dihindari.

Konsep medication safety mulai menjadi perhatian dunia sejak November


1999 setelah Institute of Medication (IOM) melaporkan adanya kejadian
yang tidak diharapkan (KTD) pada pasien rawat inap di Amerika sebanyak
44.000 bahkan 98.000 orang meninggal karena medical error (kesalahan
dalam pelayanan medis) dan 7.000 kasus karena medication error (ME).

Terjadi atau tidaknya suatu kesalahan dalam pelayanan pengobatan


terhadap pasien telah menjadi indikator penting dalam keselamatan
pasien.

Medication error merupakan jenis medical error yang paling sering dan
banyak terjadi (Kohn L et al., 2000).
Secara umum, faktor yang paling sering mempengaruhi
medication error adalah faktor individu, berupa persoalan
pribadi, pengetahuan tentang obat yang kurang memadai, dan
kesalahan perhitungan dosis obat (Mansouri et al., 2014).
Kesalahan pada salah satu tahap akan menimbulkan kesalahan
pada tahap selanjutnya.
Medication error adalah suatu kejadian yang tidak hanya dapat
merugikan pasien tetapi juga dapat membahayakan
keselamatan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan
khususnya dalam hal pelayanan pengobatan pasien (NCCMERP,
2014). Salah satu faktor penyebab terjadinya ME adalah
kegagalan komunikasi (salah interpretasi) antara prescriber
(penulis resep) dengan dispenser (pembaca resep).

Penulisan resep yang lengkap membutuhkan pengetahuan yang


menyeluruh dan pemahaman patofisiologi penyakit, serta sifat
farmakologis obat yang relevan (Aronson, 2006).
1. Kesalahan Peresepan (prescribing error)
› Hal-hal yang sering terjadi prescribing error adalah penulisan resep
yang sulit dibaca dibagian nama obat,, satuan numerik obat yang
digunakan, bentuk sediaan yang dimaksud, tidak ada dosis sediaan,
tidak ada umur pasien, tidak ada nama dokter, tidak ada SIP dokter,
tidak ada tanggal pemberian (Rahmawati dan Oetari, 2002).
› Tidak adanya bentuk sediaan ini sangat merugikan pasien.
Pemilihan bentuk sediaan ini disesuaikan dengan kondisi pasien
(Susanti, 2013). Dosis merupakan bagian yang sangat penting
dalam resep. Tidak ada dosis sediaan berpeluang menimbulkan
kesalahan oleh transcriber, hal ini karena beberapa obat memiliki
dosis sediaan yang beragam (Chintia, 2016).
2. Kesalahan Penerjemahan Resep (transcribing
erorr)
Tipe-tipe trascribing errors antara lain (Ruchika Garg et al., 2014):
(a) Kelalaian, misalnya ketika obat diresepkan namun tidak diberikan.
(b) Kesalahan interval, misalnya ketika dosis yang diperintahkan tidak
pada waktu yang tepat.
(c) Obat alternatif, misalnya pengobatan diganti oleh apoteker tanpa
sepengetahuan dokter.
(d) Kesalahan dosis, misalnya pada resep 0.125 mg menjadi 0.25 mg pada
salinan.
(e) Kesalahan rute, misalnya pada resep Ofloxacin tablet menjadi
Ofloxacin I.V.
(f) Kesalahan informasi detail pasien, meliputi nama, umur, gender,
registrasi yang tidak ditulis atau salah ditulis pada lembar salinan.
3. Kesalahan Menyiapkan dan Meracik Obat
(dispensing erorr)
Jenis kasus dispensing error yang terjadi pada layanan farmasi adalah
salah obat, salah kekuatan obat, dan salah kuantitas.

Salah obat adalah jenis error paling umum dari dispensing error pada
pelayanan farmasi, sementara error lain adalah kekeliruan kekuatan
obat (wrong medicine), dosis (wrong drug strength), dan jumlah obat
(wrong quantity) (Pitoya Z. A. dkk, 2016).

Penyebab tersebut bisa karena staf tidak mempunyai pengetahuan


atau keterampilan yang benar tentang berbagai ukuran dan
keterampilan kemampuan mengkonversi ke unit pengukuran lain. Hal
ini sangat penting untuk mencegah kekeliruan dosis (Pitoya Z. A. dkk,
2016).
3. Kesalahan Menyiapkan dan Meracik Obat
(dispensing erorr)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yosefin dkk (2016), bahwa faktor
penyebab ME fase dispensing meliputi beban kerja yaitu rasio antara
beban kerja dan SDM tidak seimbang, edukasi yaitu penyiapan obat
yang tidak sesuai permintaan resep, komunikasi yaitu kurangnya
komunikasi mengenai stok perbekalan farmasi, kondisi lingkungan
yaitu tidak adanya ruangan penyiapan obat dan gangguan bekerja
yaitu terganggu dengan dering telepon.
Hal ini selaras dengan hasil penelitian Aldhwaihi et al (2016) yang
menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan
dispensing errors adalah beban pekerjaan tinggi, jumlah staf yang
kurang, obat LASA, kemasan yang mirip, sistem penyimpanan obat
LASA dan gangguan lingkungan antara lain distraksi, interupsi.
4. Kesalahan Penyerahan Obat Kepada Pasien
(administration error)
Kesalahan administrasi pengobatan (MAE) didefinisikan sebagai perbedaan antara
apa yang diterima oleh pasien atau yang seharusnya diterima pasien dengan apa
yang di maksudkan oleh penulis resep (Zed et al., 2008). MAE adalah salah satu
area resiko praktik keperawatan dan terjadi ketika ada perbedaan antara obat
yang diterima oleh pasien dan terapi obat yang ditunjukan oleh penulis resep
(Williams, 2007).
Jenis administration erorr yang terjadi pada saat pelayanan farmasi adalah
kesalahan waktu pemberian obat, kesalahan teknik pemberian obat, dan obat
tertukar pada pasien yang namanya sama (right drug for wrong patient).
Salah satu contoh administration erorr, misalnya obat diberikan informasi
diminum sesudah makan yang seharusnya sebelum makan atau yang seharusnya
siang atau malam diberikan pagi hari.
Contoh lain dokter menuliskan R/ Flunarizin 5 mg signa 1×1 malam, Instalasi
Farmasi memberikan Sinral 5mg, tetapi perawat tidak mengetahui bahwa obat
tersebut komposisinya sama dengan Flunarizin, mungkin juga karena kurang teliti,
sampai terjadi pasien tidak diberikan obat karena di CPO ditulis Flunarizine 5 mg,
signa 1×1 (Sarmalina dkk, 2011).
Untuk menghindari kesalahan pengobatan, Apoteker dapat berperan nyata
dalam pencegahan terjadinya kesalahan pengobatan melalui kolaborasi
dengan dokter, pasien, serta tenaga kesehatan lainnya. Hal yang dapat
dilakukan antara lain (Depkes RI, 2008) :
a. Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan
nomor rekam medik/ nomor resep,
b. Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan
interpretasi resep dokter.
c. Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
1) Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi,
diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui tinggi
dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit
untuk keperluan perhitungan dosis.
2) Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital dan
parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data laboratorium
yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis
dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi Mencegah Kesalahan Obat

Penggunaan Otomatisasi Cara Permintaan Obat

• Penggunaan otomatisasi (automatic • Permintaan obat secara lisan hanya


stop order), sistem komputerisasi dapat dilayani dalam keadaan
(eprescribing) dan pencatatan emergensi dan itupun harus dilakukan
pengobatan pasien. konfirmasi ulang untuk memastikan
obat yang diminta benar, dengan
mengeja nama obat serta
memastikan dosisnya.
• Informasi obat yang penting harus
diberikan kepada petugas yang
meminta/menerima obat tersebut.
• Petugas yang menerima permintaan
harus menulis dengan jelas instruksi
lisan setelah mendapat konfirmasi
Medication Error
Dalam Akreditasi RS
PROBABILITAS/FREKUENSI
DAMPAK KLINIS/SEVERITY
RISK GRADING MATRIX
TINDAKAN
MANAJEMEN RISIKO
Manajemen Risiko

Manajemen risiko merupakan aktivitas pelayanan kefarmasian


yang dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan
risiko terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan
keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu organisasi.
Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien
berkewajiban untuk mengidentifikasi dan mengendalikan
seluruh risiko strategis dan operasional yang penting.

Hal ini mencakup seluruh area baik manajerial maupun


fungsional, termasuk area pelayanan, tempat pelayanan, juga
area klinis.

Manajemen risiko berhubungan erat dengan pelaksanaan


keselamatan pasien rumah sakit dan berdampak kepada
pencapaian sasaran mutu rumah sakit.
Tujuan

1. Meningkatkan mutu layanan


2. Meningkatkan keselamatan pasien
3. Meminimalkan kerugian
Manfaat Manajemen Risiko

a.Bagi Pasien:
- Mendapatkan pelayanan yang bermutu
- Meningkatnya keselamatan

b.Bagi Rumah Sakit:


- Perlindungan reputasi dan kepercayaan
- Mengurangi komplain, tuntutan
- Menghindari/meminimalkan kerugian finansial
Tahapan Implementasi Manajemen Risiko

1. Identifikasi Risiko
2. Analisis Risiko
3. Evaluasi Risiko
4. Pengendalian terjadinya risiko
1. Identifikasi Risiko

Risiko dapat diidentifikasi dari berbagai sumber antara lain:


Laporan medication error, komplain, hasil audit, hasil survey,
capaian indikator, Medical Record review, hasil ronde/tracer,
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), RCA (Root Cause
Analysis). Risiko dapat dikelompokkan menjadi risiko eksternal
serta risiko internal, dimana risiko internal lebih dapat
dikendalikan dibandingkan risiko eksternal. Contoh risiko
internal: organisasi, SDM, Fasilitas dan sarana.
Contoh Identifikasi Risiko pada pengelolaan
sediaan farmasi
a) ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai selama periode
tertentu;
b) pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai tidak melalui jalur resmi;
c) pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang belum/tidak teregistrasi;
d) keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
e) kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk
sediaan) dan kuantitas;
f) ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak
terhadap pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
g) ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya
kerusakan dan kesalahan dalam pemberian;
h) kehilangan fisik yang tidak mampu telusur;
i) pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap; dan
j) kesalahan dalam pendistribusian
Contoh Identifikasi Risiko pada pelayanan farmasi
klinik
a) Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien.
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan
berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor
risiko tersebut adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan,
status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati.
b) Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien. Faktor risiko
yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat
keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan,tingkat
cidera yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
c) Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien. Faktor risiko
yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi: toksisitas,
profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian,
persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian,
dan ketepatan terapi.
Analisis Risiko

Menganalisa Risiko Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi


kuantitatif, dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan
dengan memberikan deskripsi dari risiko yang terjadi.
Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara statistik
berdasarkan data sesungguhnya.
Evaluasi Risiko

Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan kebijakan


pimpinan Rumah Sakit (contoh peraturan perundangundangan,
Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan Direktur) serta
menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi.
Evaluasi dapat dilakukan dengan pengukuran berdasarkan target
yang telah disepakati.
Pengendalian terjadinya risiko

a. melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah


Sakit;
b. mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;
c. menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis);
d. menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan
e. mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi
menghindari risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko,
menahan risiko, dan mengendalikan risiko.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai