Draft Skripsi Tinjauan Yuridis Ps 32 (1) ITE Andreas Jose

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 80

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN UNSUR-UNSUR DALAM PASAL

32 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008


TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP
TINDAK PIDANA SKIMMING

(Studi Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel)

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :
Andreas Jose Panangian Sinaga
NIM: 175010100111157

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN UNSUR-


UNSUR DALAM PASAL 32 AYAT (1) UNDANG-
UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
TERHADAP TINDAK PIDANA SKIMMING

(Studi Putusan Nomor:


869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel)

Identitas Penulis :

a. Nama : Andreas Jose Panangian Sinaga


b. NIM : 175010100111157

Konsentrasi : Hukum Kepidanaan

Jangka Waktu Penelitian : 3 Bulan

Disetujui pada tanggal : 9 April 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping,

Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S. Ardi Ferdian, S.H., M.Kn.


NIP.196111161986011001 NIP. 198309302009121003

Mengetahui :
Ketua Departemen
Hukum Pidana,

Eny Harjati, S.H., M.Hum.


NIP. 195904061986012001

i
HALAMAN PENGESAHAN

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN UNSUR-UNSUR DALAM PASAL


32 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP
TINDAK PIDANA SKIMMING

(Studi Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel)

SKRIPSI

Oleh

ANDREAS JOSE PANANGIAN SINAGA

175010100111157

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Majelis Penguji pada tanggal


(**) (**) 2021 dan disahkan pada tanggal (**) (**) 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping,

Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S. Ardi Ferdian, S.H., M.Kn.


NIP. 196111161986011001 NIP. 198309302009121003

Mengetahui :
Ketua Departemen
Hukum Pidana,

Eny Harjati, S.H., M.Hum.


NIP. 195904061986012001

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Mahaesa yang
senantiasa memberikan kasih dan sukacita, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN UNSUR-
UNSUR DALAM PASAL 32 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP TINDAK
PIDANA SKIMMING (Studi Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel)”. Pada
proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Bapak Rudi Barita Soripada Sinaga, S.E. selaku orang tua penulis yang
selalu memberikan dukungan materiil dan moril. Terimakasih atas doa
dan segala usaha yang telah dilakukan selama ini. Berkat doa dan kasih
sayang tersebut yang membantu penulis menyelesaikan Pendidikan
sarjana;

2. Nicole Louis Brigita selaku adik penulis yang selalu menemani penulis
dalam suka maupun duka. Terimakasih atas doa dan dukungan yang
telah dilakukan selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulis
skripsi;

3. Bapak Dr. Muchammad Ali Safa’at, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya;

4. Ibu Eny Harjati, S.H., M.Hum selaku Kepala Departemen Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya;

5. Bapak Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S. selaku Pembimbing Utama, yang
telah memberikan banyak waktu dan ilmu berharga selama proses
penulisan skripsi. Terimakasih atas segala kesabaran dan motivasi yang
diberikan kepada Penulis;

6. Bapak Ardi Ferdian, S.H., M.Kn selaku Pembimbing Pendamping, yang


selalu sabar dan ramah membimbing penulis. Terimakasih atas segala
kebaikan, kesabaran, saran, dan kritik yang telah Bapak berikan kepada
penulis;

iii
7. Bapak Mandela Ignasius Sinaga, S.H., M.H. selaku abang dan mentor bagi
penulis. Terimakasih atas kebaikan, kesabaran, kritik dan senantiasa
membimbing Penulis;

8. Keluarga Besar Forum Mahasiswa Hukum Peduli Keadilan Fakultas Hukum


Universitas Brawijaya (“FORMAH PK FH UB”), yang telah menjadi rumah
sekaligus tempat penulis untuk belajar dan bermanfaat saat menjadi
mahasiswa;

9. Teman-teman FORMAH PK FH UB Angkatan 2017 atau yang lebih dikenal


dengan sebutan “Sempak Basah” yang telah memberikan pengalaman
luar biasa dan telah menjadi teman bagi penulis (Aldi, Bagas, Adit, Faisal,
Ragil, Ayu, Cervin, Alma) dan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu;

10. Teman-teman kontrakan Dwiga Regency Blok A1.4 atau yang lebih
dikenal dengan sebutan “Warga Kons” yang senantiasa menemani penulis
dapat menjadi teman tinggal penulis saat merantau dan berkuliah di Kota
Malang;

11. Teman-teman Kampak yang senantiasa mendukung penulis untuk


berkuliah di Malang dan mendukung dalam proses penulisan skripsi ini
dari awal hingga akhir;

Semoga segala kebaikan yang diberikan dapat terbalaskan oleh Tuhan


yang mahakuasa. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata
sempurna, baik dari segi materi maupun penulisan. Sehingga masukkan
dan kritik akan sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan skripsi ini.

Bogor, 28 Mei 2021

Penulis,

Andreas Jose Panangian Sinaga

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................v
DAFTAR TABEL........................................................................................vii
RINGKASAN...........................................................................................viii
SUMMARY................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................9
C. Tujuan Kegiatan....................................................................................9
D. Manfaat Penelitian.................................................................................9
E. Metode Penelitian................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................1
A. Kajian Umum tentang Mayantara...........................................................1
1. Definisi Mayantara.............................................................................1
2. Perkembangan Mayantara..................................................................1
B. Tinjauan Umum Kejahatan Mayantara....................................................2
1. Definisi Kejahatan Mayantara..............................................................2
C. Tinjauan Umum Hukum Mayantara.........................................................3
1. Definisi Hukum Mayantara..................................................................3
2. Perkembangan Hukum Mayantara...............................................3
D. Tinjauan Umum Mengenai Pembuktian...................................................4
1. Perkembangan Pembuktian dalam Hukum Pidana Indonesia.................4
2. Pembuktian dalam KUHAP............................................................5
3. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim................................6
4. Kekuatan Pembuktian...................................................................7
E. Tinjauan Umum Mengenai Alat Bukti Sebagai Penerapan Pembuktian.......8
1. Alat Bukti Saksi..............................................................................8
2. Alat Bukti Keterangan Ahli............................................................8
3. Alat Bukti Surat..............................................................................8
4. Alat Bukti Petunjuk........................................................................9
5. Alat Bukti Keterangan Terdakwa..................................................9

v
F. Tinjauan Umum Mengenai Pembuktian Elektronik...................................9
G. Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana Skimming..............................11
1. Definisi Tindak Pidana Skimming.......................................................11
2. Perkembangan Tindak Pidana Skimming di Indonesia.........................11
BAB III TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN UNSUR-UNSUR DALAM
PASAL 32 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP
TINDAK PIDANA SKIMMING...............................................................13
1. Unsur-Unsur dalam Pasal 32 Ayat (1) UU ITE........................................13
1) Unsur Setiap Orang..........................................................................13
2) Unsur Dengan Sengaja dan Tanpa Hak atau Melawan Hukum dengan
cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik..13
2. Unsur-Unsur Perbuatan Pidana dalam Tindak Pidana Skimming..............15
3. Pasal-Pasal Yang Mengatur Dalam Rangkaian Kejahatan Skimming........21
4. Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Tidak Dapat Diterapkan Dalam Kejahatan
Skimming..................................................................................................24
1) Unsur Subyek Hukum.......................................................................24
2) Unsur Dengan Sengaja dan Tanpa Hak atau Melawan Hukum dengan
cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik..24
3) Pembuktian Terhadap Unsur-Unsur Perbuatan Pidana Dalam Pasal 32
Ayat (1).................................................................................................29
5. Penggunaan Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Pada Kasus Tindak Pidana
Skimming Dalam Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel........................30
1) Kronologi Perkara Berdasarkan Berkas Dakwaan................................30
2) Pembuktian Terhadap Perbuatan Skimming Terdakwa...................35
6. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel. 42
7. Hakim Salah Dan Tidak Sesuai Dalam Menerapkan Hukum....................44
1) Dalam Pertimbangan Hakim..............................................................44
2) Dalam Menerapkan Hukum...............................................................50
BAB IV PENUTUP....................................................................................53
A. Kesimpulan.........................................................................................53
B. Saran..................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................57
DAFTAR TABEL

vi
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu……………………………………………………………………18

Tabel 3.1 Matriks Perbandingan Perbuatan Pidana dalam Tindak Pidana


Pembobolan……………………………………………………………………………………………...42

Tabel 3.2. Keterangan Saksi……………………………………………….………………….59

Tabel 3.3 Perbandingan Pertimbangan Hakim dengan Hasil


Pemeriksaan…………………………………….……………………………………………………….70

Tabel 3.4 Pengenaan Pasal Pada Tindak Pidana Skimming Dalam Putusan
Lainnya…………………………………………………………………………………………………….74

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Skema


Skimming……………………………………………………………………………………..….………43

vii
RINGKASAN

Andreas Jose Panangian Sinaga, Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas


Brawijaya, Mei 2021, TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN UNSUR-UNSUR
DALAM PASAL 32 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP TINDAK
PIDANA SKIMMING (Studi Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel).
Dr. Prija Djatmika, S.H., M.S. dan Ardi Ferdian, S.H., M.Kn.

Sulitnya penemuan bukti bersinggungan langsung dengan penerapan unsur-unsur


dalam pasal yang akan dikenakan kepada pelaku Tindak Pidana. Dalam tindak pidana
skimming, pasal-pasal yang umum dikenakan antara lain: pasal 30 ayat (1) UU ITE,
pasal 30 ayat (3) UU ITE, dan pasal 362 KUHP. Contohnya pada Putusan Nomor:
1034/Pid.Sus/2020/Pn.Brt yang dari tingkat pemeriksaan hingga putusan, pasal-pasal
yang didakwakan dan dikenakan adalah pasal-pasal sebagaimana yang telah
disebutkan di atas. Penulis menemukan putusan suatu tindak pidana skimming yang
mengenakan unsur pemidanaan dari pasal 32 ayat (1) UU ITE kepada Terdakwa. Hal
ini terjadi dalam Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel dimana fakta-fakta
hukum dalam putusan tersebut hampir sama dengan Putusan Nomor:
1034/Pid.Sus/2020/Pn.Brt di atas.

Maka rumusan permasalahan hukum yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini
adalah apakah unsur-unsur dalam pasal 32 ayat (1) UU ITE dapat digunakan dalam
tindak pidana skimming dan bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus
perkara dalam Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel. Untuk menjawab
permasalahan hukum tersebut, penelitian yuridis empiris ini menggunakan
pendekatan kasus dan pendekatan perundang-undangan.

Maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur di dalam pasal 32 ayat (1) UU ITE tidak
dapat digunakan dalam tindak pidana skimming. Karena unsur-unsur dalam pasal
tersebut tidak sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Pelaku.
Pertimbangan Hakim dalam mengenakan pasal tersebut ialah keyakinan berdasarkan
keterangan terdakwa dan saksi-saksi yang diperiksa sebelumnya ditingkat
penyidikan, sedangkan dalam membuktikan unsur memindahkan memerlukan
keterangan korban pemilik kartu debit ATM untuk mengetahui kegunaan kartu debit
korban setelah mengalami skimming. Sehingga menurut penelitian penulis Hakim
salah dalam menerapkan hukum.

viii
SUMMARY

Andreas Jose Panangian Sinaga, Criminal Law, Faculty of Law University of


Brawijaya, May 2021, JURIDICIAL REVIEW APPLICATION OF THE ELEMENTS IN
ARTICLE 32 SECTION (1) LAW NUMBER 11 OF 2008 CONCERNING
INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTIONS AGAINST SKIMMING CRIME
(Verdict Study Number: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel)

Difficulty in finding evidence related to the application of the elements inside the
articles to be imposed to the felon. In skimming crime, articles that are
commonly imposed include: article 30 section (1) ITE Law; article 30 section (3)
ITE Law; and article 362 penal code. The example is on Verdict Number:
1034/Pid.Sus/2020/Pn.Brt which from the level of examination to the decision,
the articles that are indicted and imposed are the articles as mentioned above.
The writers found a skimming crime decision that is impose on the elements
from articles 32 section (1) ITE Law to the felon. It's happen on Verdict Number:
869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel where are the legal facts on it's decision almost the
same with Verdict Number: 1034/Pid.Sus/2020/Pn.Brt above.

So the formulation of the legal problem that can be put forward in this study is
whether the elements in Article 32 paragraph (1) of the ITE Law can be used in
the crime of skimming and how the judge's considerations in deciding cases in
Decision Number: 869/Pid.B/2017/Pn .Jkt.Sel. To answer these legal problems,
this empirical juridical research uses a case approach and a legal approach.

So it can be said that there is no element in Article 32 paragraph (1) of the ITE
Law that cannot be used in a skimming crime. Because the elements in the
article are not following the criminal act committed by the perpetrator. The
judge's consideration in examining the article is belief based on the statements
and witnesses examined previously at the investigation level, while in proving it
does require the victim's statement, the owner of the ATM debit card, to find out
the use of the victim's debit card after skimming. So according to the author's
research, Judge is wrong in applying the law.

ix
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perundang-undangan memegang peranan dalam berbagai bidang dalam


kehidupan manusia. Dalam hal ini Roeslan Saleh menegaskan bahwa “Jika
sebelum ini yang mendapat perhatian adalah hubungan antara masyarakat dan
hukum, dan melihat hukum terutama sebagai pernyataan dari hubungan
kemasyarakatan yang ada, sekarang perhatian diarahkan juga kepada persoalan
seberapa jauhkah hukum itu mampu mempengaruhi hubungan-hubungan
masyarakat itu sendiri”. 1

Dalam kondisi masyarakat yang sedang membangun, fungsi hukum menjadi


sangat penting, karena berarti harus ada perubahan secara berencana. Untuk
menciptakan perubahan dalam masyarakat, pemerintah berusaha untuk
memperbesar pengaruhnya terhadap masyarakat dengan berbagai alat yang ada
padanya. Salah satu alat itu adalah “hukum pidana”. Dengan hukum pidana,
pemerintah menetapkan perbuatan-perbuatan tertentu sebagai tindak pidana
baru2

Tindak pidana atau biasa disebut dengan kejahatan merupakan fenomena


masyarakat karena itu tidak dapat dilepaskan dari ruang dan waktu. Menurut Van
Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang
dirumuskan dalam undang-undang (wet), yang bersifat melawan hukum, yang
patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan. Dalam
pemerintahan suatu negara pasti diatur mengenai hukum dan pemberian sanksi
atas pelanggaran hukum tersebut. Hukum merupakan keseluruhan kumpulan
peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang
dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi . Hal ini berarti setiap
individu harus mentaati peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah di
dalam berlangsungnya kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 3

1
Roeslan Saleh. 1981. Beberapa Asas-Asas Hukum Pidana dalam Perspektif.
Jakarta. Aksara Baru. Hal. 9.
2
Sudaryono dan Natangsa Surbakti. 2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana.
Surakarta. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 2

1
2

Dalam pemberian sanksi atas suatu tindak pidana, kepatutan seseorang untuk
dapat dikenakan sanksi pidana harus melalui proses-proses hukum yang dikenal
sebagai Hukum Acara Pidana. Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan hukum
yang mengatur formil atau pelaksanaan proses pemidanaan itu sendiri. Secara
sederhana, implementasi penegakan hukum pidana diatur dalam Hukum Acara
Pidana.

Dalam Hukum Acara Pidana, seseorang dapat dikenakan pemidanaan apabila


telah melalui proses-proses hukum dari tingkat penyidikan, penuntutan, dan
putusan. Syarat utama pengenaan pemidanaan ialah apabila terbukti melakukan
unsur-unsur kesalahan terhadap suatu tindak pidana. Terbukti atau tidaknya
melakukan unsur-unsur kesalahan terhadap suatu tindak pidana ialah melalui
mekanisme hukum sebagaimana dijelaskan di atas. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pembuktian adalah tonggak utama dalam pemeriksaan suatu perkara
Hukum Pidana.

Dalam sejarah perkembangan Hukum di Indonesia, Pembuktian Pidana


merupakan inti persidangan perkara pidana dalam sistem peradilan umum di
Indonesia, untuk mencari kebenaran materiil. Pembuktian Pidana tersebut telah
dimulai sejak tahap penyelidikan guna menemukan dapat tidaknya dilakukan
penyidikan dalam rangka membuat terang suatu tindak pidana dan menemukan
tersangka dari tindak pidana tersebut.

Seiring pembangunan kondisi masyarakat yang bergerak sangat dinamis, produk


hukum positif dituntut harus selalu beriringinan dengan kebutuhan masyarakat.
Salah satunya produk hukum didunia internet yang secara global sering dikenal
cyberlaw. Dengan pembangunan kondisi masyarakat digital yang begitu pesat,
produk hukum cyber masih dapat dikatakan belum memenuhi segala aktivitas
hanyalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE). Sehingga aturan pemidanaan

3
Sudikno Mertokusumo. 2003. Mengenal Hukum.Yogyakarta; Liberty Yogyakarta. Hal.
40
3

dan beberapa tindak pidana cyberspace pun diatur hanya di dalam produk
hukum tersebut.

Era Digital telah mempengaruhi segala aspek di dalam kehidupan, salah satunya
di dalam dunia hukum pidana sendiri. Di dalam penyelidikan maupun penyidikan
suatu kasus tindak pidana dalam hal ini tindak pidana siber, dikenal metode baru
pembuktian digital yang disebut Digital Forensik. Forensik digital, yang juga
dikenal sebagai forensik komputer , adalah cabang ilmu forensik yang
berhubungan dengan bukti legal berupa data-data digital yang ditemukan di
komputer, ponsel pintar, dan seperangkat media penyimpanan digital lainnya.
Dalam suatu kasus kriminal, bukti legal dibutuhkan untuk membuktikan fakta,
mengonfirmasi alibi, dan melakukan penelusuran jejak kronologi. Terdapat lima
tahap penting dalam pengimplementasian forensik digital yang terdiri dari: (a)
pengidentifikasian; (b) pemeliharaan; (c) pemulihan; (d) analisis; dan (e)
penyajian. Kelima tahap ini harus dilakukan dengan kesepahaman yang sama
oleh setiap penyelidik maupun penyidik.

Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan praktik forensik digital, harus


terdapat standar spesifik agar tidak terjadi kesalahan fatal. Salah satu
peraturan mengenai digital evidence telah dirumuskan oleh United Kingdom
Association of Chief Police Officers (ACPO), dan peraturan ini telah tertuang
dalam Good Practice Guide Computer-Based Electronic Evidence. Peraturan
tersebut menyatakan:
1) Lembaga penegak hukum dan/atau petugas yang terlibat penyelidikan dilarang
mengubah data digital yang tersimpan dalam suatu media penyimpanan digital.
2) Setiap pihak yang memiliki wewenang untuk mengakses data tersebut harus
memiliki kompetensi yang jelas dan mampu menjejaskan relevasi dan implikasi
dari tindakan-tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan.
3) Seharusnya terdapat prosedur umum pemeriksaan bukti digital yang dapat
digunakan seluruh pihak sehingga ketika ada investigator lain yang melakukan
pemeriksaan mendapatkan hasil yang sama.
4

4) Semua pihak yang terlibat dalam pemeriksaan harus memastikan bahwa proses
tersebut sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip yang berlaku. 4

Melalui uraian di atas, praktek di dalam penerapan pembuktian elektronik masih


menjadi kesulitan bagi penegak hukum di Indonesia. Kesulitan penemuan bukti
digital pastinya akan bersinggungan langsung dengan penerapan unsur-unsur
dalam pasal yang akan disangkakan hingga dituntut di pengadilan. Hal ini
menjadikan penerapan pemidanaan suatu pasal terhadap suatu kasus tindak
pidana dapat kabur dan tidak sesuai dengan pemenuhan unsur-unsur yang ada
dalam suatu pasal yang dikenakan.

Dengan kesulitan sebagaimana maksud di atas, penerapan unsur-unsur pasal


terhadap bentuk-bentuk tindak pidana digital saat ini seperti: (i) hacking; (ii)
skimming; (iii) pembajakan; (iv) spying; dan lain-lain akan menjadi sulit dan
kerap terjadi ketidaksesuaian pasal yang dikenakan dengan tindak pidana yang
dilakukan. Pada kasusnya, ketidaksesuaian pasal yang dikenakan dengan tindak
pidana yang dilakukan oleh Terdakwa tidaklah terlihat secara jelas sehingga
banyak pihak yang menilai bahwa penerapan pasal tersebut telah sesuai.
Contohnya pada tindak pidana skimming. Kejahatan skimming adalah suatu
tindak pidana yang dilakukan dengan cara mencuri informasi kartu kredit/debit
dengan menyalin segala informasi yang terdapat pada strip magnetic kartu
secara illegal dan nantinya informasi yang termuat di dalam akan disalin ke
dalam kartu yang masih kosong. Secara sederhana dapat disebut sebagai
pembobolan. Dengan definisi skimming secara luas tersebut dapat diuraikan
menjadi 4 (empat) perbuatan pidana yang akan dilakukan oleh skimmer untuk
melakukan kejahatannya, yaitu: (i) masuk ke dalam suatu informasi/dokumen
elektronik; (ii) mencuri informasi kartu kredit; (iii) menyalin informasi/dokumen
elektronik; dan (iv) mencuri uang dari informasi kartu kredit tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, kesemua perbuatan pidana dalam tindak pidana
skimming diatur secara terpisah dalam beberapa pasal dalam UU ITE. Hal ini
yang menjadikan bukti-bukti serta kronologi kasus menjadi tonggak utama
penerapan pasal pemidanaan yang akan digunakan oleh Hakim dalam memutus.

4
https://learninghub.id/4-prinsip-dasar-dalam-digital-forensic/ diakses pada tanggal 8
April 2021
5

Berdasarkan uraian perbuatan pidana yang telah dijelaskan di atas, umumnya


dalam tindak pidana skimming, pasal-pasal yang akan dikenakan kepada terlapor
atau tersangka saat dilakukannya pemeriksaan oleh kepolisian hingga sampai
tingkat penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah pasal 30 ayat (1) UU ITE,
pasal 30 ayat (3) UU ITE, dan pasal 362 KUHP. Contohnya pada Putusan Nomor:
1034/Pid.Sus/2020/Pn.Brt yang dimana dari tingkat pemeriksaan hingga putusan
pasal-pasal yang muncul adalah pasal-pasal sebagaimana yang telah disebutkan
di atas.

Setelah banyaknya putusan yang penulis temui berkutat pada pasal-pasal


sebagaimana telah disebutkan di atas, pada akhirnya penulis menemukan
putusan suatu tindak pidana skimming yang mengenakan unsur pemidanaan dari
pasal 32 ayat (1) UU ITE kepada Terdakwa. Hal ini terjadi dalam Putusan Nomor:
869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel. Singkatnya EH merupakan seorang pegawai yang
bekerja di bidang pemeliharaan mesin-mesin ATM dan memiliki latar belakang
ilmu komputer. Dengan bekal pendidikan ilmu komputer dan tempat kerjanya di
dalam pemeliharaan mesin-mesin ATM, EH dapat membuat software dan
hardware yang dapat mengakses informasi suatu rekening milik orang lain dan
dapat menggandakan informasi rekening milik nasabah tersebut ke dalam kartu
ATM kosong. Sehingga EH dapat mencuri uang dari nasabah tersebut dengan
cara melakukan penarikan uang di mesin ATM melalui kartu kosong yang telah
dibuat. Lalu pada akhirnya perbuatan dari EH diketahui oleh pihak investigator
fraud bank melalui laporan para nasabah yang menjadi korban kehilangan uang
dari rekeningnya masing-masing. Kronologi singkat tersebut merupakan
kronologi perbuatan tindak pidana skimming yang sangat umum seperti kasus-
kasus lainnya yang serupa. Namun uniknya penerapan pasal yang dikenakan
kepada pelaku tindak pidana tersebut berbeda dengan kasus-kasus serupa.
Biasanya dalam kasus tindak pidana skimming dikenakan Pasal 30 ayat (1) UU
ITE, Pasal 30 ayat (3) UU ITE, dan Pasal 362 KUHP sedangkan dalam perkara ini
dikenakan Pasal 32 ayat (1) UU ITE. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang bagaimana penerapan unsur-unsur dalam pasal 32
ayat (1) ITE terhadap tindak pidana skimming. Penelitian penulis tidak hanya
terbatas pada kelayakan Pasal 32 ayat (1) UU ITE untuk menjerat pelaku tindak
6

pidana skimming, tetapi penulis juga akan mengkaji bagaimana pertimbangan


Hakim dalam memutus perkara tersebut dan akan dikomparasikan dengan
pertimbangan-pertimbangan Hakim terdahulu yang pernah memutus perkara
tindak pidana skimming.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

Perbedaan Penelitian Tersebut


Nama Peneliti dan Judul dan Tahun
No Rumusan Masalah dengan
Asal Instansi Penelitian
Penelitian Ini

Tinjauan Hukum Bagaimana tinjauan Penelitian tersebut hanya


Islam dan Undang- hukum islam dan membahas Undang-Undang ITE
undang Nomor 11 Undang-Undang ITE dari perspektif hukum islam,
Tahun 2008 terhadap praktek jual dengan objek kajian praktek
SALSA BELLA
tentang Informasi beli akun clash of jual beli akun clash of clans.
RIZKY NUR
dan Transaksi clans (COC) via
ANNISAK
1 Elektronik terhadap online?
(Universitas Islam jual beli account
Negeri Sunan clash of clans
Ampel) (CoC) via Online

Tahun Penelitian

2015

2 ANAS AL AYUBBI Pertanggungjawab 1. Bagaimana Penelitian tersebut lebih fokus


an pidana pelaku pertanggungjawaban terhadap pembahasan
(Universitas Wijaya
tindak pidana pasal terhadap pelaku pertanggungjawaban (liability)
Kusuma Surabaya)
32 Undang-Undang tindak pidana dari seorang pelaku tindak
No 11 Tahun 2008 pencurian data pidana mayantara, dengan
tentang informasi elektronik? objek penelitian putusan
traksaksi elektronik pengadilan yang berbeda
(studi kasus No: dengan putusan pengadilan
674/Pid.Sus/2017/ yang penulis jadikan obyek
PN Bdg) penelitian skripsi
7

Tahun Penelitian
2018

1. Apakah siaran Penelitian tersebut hanya


Tinjuan hukum langsung proses membahas mengenai
pidana Islam peradilan pidana penerapan asas persidangan
terhadap kejahatan melalui media televisi terbuka untuk umum dalam
Cyber Sabotage telah sesuai dengan persidangan yang dilaksanakan
KAMRI AHMAD and Extortion peraturan secara langsung dengan tatap
DAN HARDIANTO dalam bentuk Virus perundang- muka lalu disiarkan melalui
DJANGGIH Trojan House undangan? media televisi dan membahas
3 menurut Pasal 32 Batasan asas persidangan
(Universitas Muslim 2. Bagaimanakah
Ayat (1) jo Pasal terbuka untuk umum tersebut
Indonesia batasan asas
48 Ayat (1) UU.
Makassar) persidangan terbuka
No. 11 tahun 2008
tentang ITE untuk umum dalam
konteks penyiaran
Penelitian Tahun oleh media?
2018

Sebagaimana telah penulis uraikan dalam Latar Belakang, bahwa


Pembuktian adalah tonggak utama dalam penerapan pasal dalam suatu
proses pemeriksaan Tindak Pidana karena berkenaan dengan pencarian
kebenaran materiil. Maka dari itu di dalam proses pencarian kebenaran
materiil tersebut, seyogyanya dilakukan dengan mengingat akan arti fungsi
keadilan hukum itu sendiri. Karena benar apa yang dikatakan oleh Adnan
Buyung Nasution bahwa sekecil-kecilnya suatu perkara pidana, akan tetap
menyangkut terhadap kebebasan seseorang. Yang artinya keadilan tidak
hanya milik korban suatu tindak pidana, tetapi juga terhadap
tersangka/terdakwa.

Walaupun telah banyak yang melakukan penelitian mengenai


penerapan pasal dalam Hukum Pidana terlebih dalam Kejahatan
8

Mayantara, penelitian penulis berbeda dari penelitian-penelitian


sebelumnya. Pertama, terdapat perbedaan antara penelitian penulis
dengan milik Salsa Bella. Dimana penelitian Salsa Bella menitikberatkan
aturan hukum dalam UU ITE terhadap Hukum Islam dengan objek kajian
transaksi jual beli akun clash of clans sedangkan penelitian penulis adalah
mengenai penerapan pasal pasal 32 ayat (1) UU ITE terhadap tindak
pidana skimming dengan objek kajian suatu putusan kasus yang sudah
incracht.

Kedua, terdapat perbedaan terhadap penelitian milik Ayas Al Ayubbi


dimana penelitian Ayas Al Ayubbi membahas mengenai pertanggungjawaan
seorang pelaku tindak pidana pencurian data elektronik sedangkan
penelitian penulis membahas mengenai penerapan pasal pasal 32 ayat (1)
UU ITE terhadap tindak pidana skimming.

Ketiga, terdapat perbedaan terhadap penelitian milik Kamri Ahmad


yang dimana membahas kaitan hukum pidana islam dengan tindak pidana
siber yaitu Interception sedangkan penelitian penulis membahas mengenai
penerapan pasal pasal 32 ayat (1) UU ITE terhadap tindak pidana
skimming

Dengan uraian-uraian perbedaan topik penelitian yang telah diuraikan


di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian penulis bebas dari plagiasi
terhadap penelitian milik orang lain yang dapat dipertanggungjawabkan
orisinalitasnya, dan menjunjung tinggi kebebasan dalam ruang lingkup
akademik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah unsur-unsur perbuatan pidana dalam Pasal 32 ayat (1) UU ITE
dapat diterapkan dalam tindak pidana skimming?
9

2. Apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor:


869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel telah sesuai dan memenuhi unsur Pasal 32 ayat
(1) UU ITE?

C. Tujuan Kegiatan

1. Untuk mengetahui unsur-unsur perb uatan pidana dalam penerapan pasal


32 ayat (1) UU ITE terhadap tindak pidana skimming
2. Untuk menilai apakah hakim telah menerapkan vonis/putusan yang sesuai
dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Terdakwa serta
pertimbangan-pertimbangan apa saja dalam penerapan putusan tersebut.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat baik bagi
dunia ilmu pengetahuan hukum terkhusus dalam pengembangan keilmuan
hukum kejahatan mayantara, pengembangan bahan ajar terkait UU ITE
serta pengembangan materi kuliah terhadap mata kuliah Kejahatan
Mayantara, Hukum Acara Pidana, dan Hukum Pidana dalam segi formil dan
materiil. Serta temuan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
evaluasi dan bahan kajian secara teoritis dalam penerapan pembuktian
suatu tindak pidana mayantara terkhusus yang dimuat dalam pasal 32 ayat
(1).

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
civitas akademika sebagai bahan untuk merumuskan penelitian lebih
lanjut mengenai penerapan pembuktian suatu tindak pidana siber
terkhusus dalam pasal 32 ayat (1).
b. Bagi Aparatur Persidangan Pidana (Kejaksaan Republik Indonesia)
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman penerapan
pembuktian suatu tindak pidana mayantara terkhusus unsur-unsur di
dalam pasal 32 ayat (1).
c. Bagi Masyarakat Umum
10

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikаn pengetаhuаn


terkаit penerapan pembuktian suatu tindak pidana siber terkhusus
dalam pasal 32 ayat (1).

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan jenis penelitian


yuridis empiris karena penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, teori-teori yang
berkaitan dengan penerapan pasal-pasal dan pembuktian baik secara biasa
maupun elektronik, yang akan dikaitkan dengan salah satu putusan suatu
kasus yang terjadi di dalam masyarakat.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


pendekatan kasus (case approach), yaitu pengkajian hukum melalui studi
suatu putusan kasus, yang dimana kasus tersebut telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap dan akan menganalisis bagaimana
pertimbangan Hakim dalam memutus perkara tersebut sebagai
argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang sedang dihadapi serta
pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang dilakukan
dengan cara menganalisis aturan atau regulasi yang berkaitan dengan isu
hukum tersebut.

3. Jenis Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan bahan hukum yang terdiri dari:

a) Bahan Hukum Primer


1. Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik;
11

2. Pasal 182 dan 183 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang


Hukum Acara Pidana atau dikenal sebagai KUHAP;
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
4. Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau dikenal sebagai KUHP;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
6. Berkas Perkara Kasus
7. Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel

b) Bahan Hukum Sekunder, meliputi: (i) buku; (ii) jurnal; (iii) makalah; (iv)
artikel; dan sebagainya.

F. Teknik Penelusuran Bahan Hukum

Teknik penelusuran bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan melalui


studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Perekaman data dilakukan dengan
pencatatan, copy file, dan foto copy. Penelitian hukum ini, dilakukan melalui
tahap-tahap berikut; (a) mencari dan mengklasifikasikan fakta; (b) mengadakan
klasifikasi tentang masalah hukum yang diteliti; (c) mengadakan analisis hukum
atau/dan analisis interdisipliner dan multidisipliner; (d) menarik kesimpulan; serta
(f) mengajukan saran.

G. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik interpretasi gramatikal dipakai untuk memahami makna katakata


yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atas asas keseimbangan
dengan menitik beratkan kepada makna dalam konteks mengidentifikasi elemen
yang membentuknya. Serta menggunakan teknik interpretasi sistematis yaitu
berupa penafsiran yang mengaitkan suatu peraturan dengan peraturan lainnya. 5
Dalam hal ini penelitian ini akan mengaitkan peraturan yang di terbitkan oleh

5
Sitti Mawar, Metode Penemuan Hukum (Interpretasi Dan Kontruksi) Dalam
Rangka Harmonisasi Hukum, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2016, hlm. 12.
12

Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan ketentuan yang ada pada Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Umum tentang Mayantara

1. Definisi Mayantara

Mayantara adalah perubahan realitas dalam pola kebiasaan dan


perilaku manusia di alam yang nyata (real world) dan dapat dilakukan
dengan mudah di dunia maya (virtual world). Bahkan tindak pidana atau
kejahatan yang sulit dilakukan di dunia nyata pun, dapat dilakukan di
dunia maya.

2. Perkembangan Mayantara

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam perspektif teknologi dan


digital dapat dikatakan sangat berkembang secara cepat. Dengan
kemajuan-kemajuan tersebut yang berlangsung secara massif
berimplikasi pada penggunaan internet tidak hanya sebagai penghimpun
informasi-informasi tetapi juga sebagai penyelenggara kebiasaan hidup
sehari-hari contohnya kegiatan e-commerce, e-business, e-banking, serta
kebebasan siber (cyberliberty) baik dalam niaga (commercial cyberliberty)
maupun untuk sosial (civil cyberliberty). Dimana dampak dari implikasi
tersebut manusia untuk melakukan transfer, akses informasi dan lain
sebagainya dapat dilakukan secara mudah, bebas, canggih dan tanpa
perlu melakukan tatap muka.

Tetapi dengan kemajuan pesat dunia digital sebagaimana maksud


di atas, tidak menutup kemungkinan aktivitas internet kita dapat
disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dalam
bentuk cyberthreat, cyberterrorism, dan cyberstalking, serta memudahkan
seseorang melakukan kejahatan yang merusak moral seperti perjudian,
prostitusi, maupun pornografi.6

3. Jurisdiksi Mayantara

Heru Soepraptomo, Kejahatan Komputer dan Cyber (Serta Antisipasi Pengaluran


6

Pencegahan Di Indonesia), 'Jumal Hukum Bisnis, Volume,2001 hlm.14-15


2

Jurisdiksi secara etimologis adalah kekuasaan hukum,


kewenangan hukum, dan persengkataan hukum. Jurisdictiegenschill yang
dalam Bahasa Belanda artinya merupakan persengketaan tentang
wewenang dalam mengadili suatu perkara.7 Dalam mengkaji jurisdiksi
cyberspace, penulis menggunakan pendekatan dan teori yang
dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmaadja. Dalam hal ini beliau
memodifikasi konsep hukum sebagai sarana pembangunan (law as tool of
social engineering) teori Roscoe Pound.

B. Tinjauan Umum Kejahatan Mayantara

1. Definisi Kejahatan Mayantara

Menurut Gregory (2005) Kejatahan Mayantara atau Cybercrime


adalah suatu bentuk kejahatan virtual dengan memanfaatkan media
komputer yang terhubung ke internet, dan mengekploitasi komputer lain
yang terhubung dengan internet juga. Adanya lubang-lubang keamanan
pada sistem operasi menyebabkan kelemahandan terbukanya lubang
yang dapat digunakan para hacker, cracker dan script kiddies.

Kejahatan Mayantara dapat dirumuskan sebagai perbuatan


melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer
sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh
keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Kejahatan
komputer yang diasosiasikan dengan hacker, biasanya menimbulkan arti
yang negatif. Himanen menyatakan bahwa hacker adalah seseorang yang
senang memprogram dan percaya bahwa berbagi informasi adalah hal
yang sangat berharga, dan hacker adalah orang pintar dan senang
terhadap semua (Fajri, 2008). Banyak diantara hacker adalah pegawai
sebuah perusahaan yang loyal dan dipercaya oleh perusahaan-nya, dan
dia tidak perlu melakukan kejahatan komputer. Mereka adalah orang-
orang yang tergoda pada lubang-lubang yang terdapat pada sistem
komputer. Sehingga kesempatan merupakan penyebab utama orang-
orang tersebut menjadi penjahat cyber untuk menyusup ke dalam
komputer tersebut.

7
Subekti, Kamus Hukum (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hlm.67
3

C. Tinjauan Umum Hukum Mayantara

1. Definisi Hukum Mayantara

Dalam pelbagai literatur, hukum yang digunakan untuk mengatur


kegiatan di ruang-maya dikenal dengan banyak sebutan. Ada
yang mengistilahkannya dengan cyberlaw, the law of the internet, the
law of information technology, the telecommunication law, dan lex
informatica.8 Barda Nawawi Arief menyebutnya hukum mayantara dan
tindak pidana yang berkaitan dengan hukum itu disebut sebagai
tindak pidana mayantara.9 Istilah lain yang juga digunakan adalah
hukum teknologi informasi (law of information technology) dan hukum
dunia maya (virtual world law).

2. Perkembangan Hukum Mayantara

Dalam perkembangan hukum atau norma di bidang teknologi informasi


dalam negeri, penelitian dilakukan sejak 1999 oleh Pusat Studi Cyberlaw
Universitas Padjadjaran bekerjasama dengan Jurusan Teknologi
Elektro Institut Teknologi Bandung dan Direktorat Jenderal Pos dan
Telekomunikasi Departemen Perhubungan RI dalam rangka menyusun
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi
Informasi (RUU PTI).10

Pada tahun 2000, Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi Fakultas


Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI juga mEelakukan
penelitian untuk menyusun Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (RUU ITE). Pada
tahun 2003, kedua naskah akademik tersebut diselaraskan menjadi satu
rancangan undang-undang dengan nama Rancangan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE).

8
Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, dan Teknologi Informasi:
Regulasi dan Konvergensi (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 129
9
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian Cyber Crime
di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006).
10
Danrivanto Budhijanto, op. cit., h. 131
4

Sejak Departemen Komunikasi dan Informatika RI


terbentuk tahun 2005, wacana untuk menindaklanjuti Rancangan UU ITE
kembali digelindingkan, dan akhirnya diselesaikan pada Maret 2008. UU
ITE yang terdiri dari 13 bab dan 54 pasal merupakan rezim hukum baru
dalam khazanah peraturan perundang-undangan RI. Asas-asas baru
yang kurang lazim atau belum dikenal dalam regulasi nasional menjiwai
rumusan pasal UU ITE, semisal asas yurisdiksi ekstrateritorial dan asas
kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. Cakupan materi UU
ITE pun tergolong baru. Dalam undang-undang ini dikenal informasi
dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah,
pengakuan atas tanda tangan elektronik, penyelenggaraan
sertifikasi dan sistem elektronik, nama domain, hak kekayaan intelektual
di ruang-maya, dan sebagainya.

D. Tinjauan Umum Mengenai Pembuktian

1. Perkembangan Pembuktian dalam Hukum Pidana Indonesia

Dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia, konteks


Pembuktian Pidana merupakan inti persidangan perkara pidana dalam
sistem peradilan umum di Indonesia, untuk mencari k4ebenaran materiil.
Pembuktian Pidana tersebut telah dimulai sejak tahap penyelidikan guna
menemukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan dalam rangka membuat
terang suatu tindak pidana dan menemukan tersangka dari tindak pidana
tersebut. Pembuktian (bewijs) dalam bahasa Belanda memiliki dua arti,
bisa diartikan sebagai perbuatan dengan mana diberikan suatu kepastian,
bisa juga diartikan sebagai akibat dari perbuatan tersebut yaitu
terdapatnya suatu kepastian.

2. Pembuktian dalam KUHAP


5

Pembuktian menurut pasal 183 KUHAP, sistem yang dianut oleh


KUHAP adalah sistem pembuktian  menurut Undang-Undang secara
negatif  dimana  dalam  isinya berbunyi: “Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya  dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Pembuktian menurut Undang-undang secara Positif (positief


wettelijke bewijstheorie) yang sistem pembuktian yang berpedoman pada
prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh Undang-
Undang. Keyakinan hakim dikesampingkan dalam sistem ini. Dalam
pembuktian kesalahan terdakwa asal sudah dipenuhi syarat-syarat dan
ketentuan pembuktian menurut Undang-Undang, sudah cukup untuk
menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan apakah hakim
yakin atau tidak. Apabila terbukti secara sah menurut Undang-Undang
hakim dapat menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa. Kebaikan
sistem pembuktian ini adalah dalam menentukan pembuktian
kesalahan terdakwa hakim dituntut untuk mencari dan menemukan
kebenaran salah atau tidaknya terdakwa sesuai dengan tata cara
pembuktian dengan alat-alat bukti yang telah ditentukan oleh
Undang-Undang;

Pembuktian menurut Undang-undang secara Negatif (Negatif


Wettelijke Bewijstheorie) adalah sistem pembuktian gabungan dari
system pembuktian menurut Undang-undang secara positif dan sistem
pembuktian menurut keyakinan hakim. Jadi sistem pembuktian ini
merupakan keseimbangan antara dua system yang bertolak belakang
satu sama lainnya;

Maka kesimpulan salah tindakannya seorang terdakwa ditentukan


oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat
bukti yang sah menurut Undang-Undang dengan cara Pembuktian harus
dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut
6

Undang-Undang, Keyakinan hukum yang juga harus didasarkan atas cara


dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang;

3. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim

Pembuktian berdasarkan keyakinan Hakim atas alasan yang logis


(conviction raisonee) adalah sebuah teori yang hampir sama dengan
teori Conviction in Time, yaitu pembuktian berdasarkan keyakinan hakim
tetapi dibatasi oleh alasan-alasan yang jelas, dimana hakim harus
menguraikan dan menjelaskan alasan- alasan yang mendasari keyakinan
atas kesalahan terdakwa. Alasan-alasan yang dimaksud harus dapat
diterima dengan akal yang sehat. Hakim tidak terkait kepada alat-alat
bukti yang diterapkan oleh Undang- Undang. Dengan demikian hakim
dapat mempergunakan alat-alat bukti lain yang di luar ketentuan
perundang-Undangan;

Penemuan hukum oleh hakim dalam praktek Pengadilan, ada 3


(tiga) istilah yang sering dipergunakan oleh Hakim yaitu penemuan
hukum pembentukan hukum atau menciptakan hukum dan penerapan
hukum. Diantara tiga istilah ini, istilah penemuan hukum paling sering di
pergunakan oleh Hakim, sedangkan istilah pembentukan hukum
biasanya dipergunakan oleh lembaga pembentuk undang-undang (DPR).
Dalam perkembangan lebih lanjut, penggunaan ketiga istilah itu saling
bercampur baur, tetapi ketiga istilah itu berujung kepada pemahaman
bahwa aturan hukum yang ada dalam undang-undang tidak jelas, oleh
karenanya diperlukan suatu penemuan hukum atau pembentukan
hukum yang dilakukan oleh hakim dalam memutus suatu perkara;

Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 5 (1)


menjelaskan bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Hakim di lingkungan peradilan dalam mengambil keputusan terhadap
perkara pidana yang diperiksa dan diadili agar dalam pengambilan
keputusan dapat sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Sehingga kata “menggali” biasanya diartikan bahwa
7

hukumnya sudah ada, dalam aturan perundangan tapi masih samar-


samar, sulit untuk diterapkan dalam perkara konkrit, sehingga untuk
menemukan hukumnya harus berusaha mencarinya dengan menggali
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Apabila sudah ketemu
hukum dalam penggalian tersebut, maka Hakim harus mengikutinya dan
memahaminya serta menjadikan dasar dalam putusannya agar sesuai
dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat;

Dengan demikian Hakim dalam memeriksa, mengadili dan


memutus suatu perkara, pertama kali harus menggunakan hukum
tertulis sebagai dasar putusannya. Jika dalam hukum tertulis tidak
cukup, tidak tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka
barulah hakim mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumber-
sumber hukum yang lain seperti yurisprudensi, dokrin, traktat,
kebiasaan atau hukum tidak tertulis;

Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat


(1) tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan “Bahwa Pengadilan
dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Ketentuan pasal ini
memberi makna bahwa hakim sebagai organ utama Pengadilan dan
sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman wajib hukumnya bagi Hakim
untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan
hukumnya tidak ada atau kurang jelas

4. Kekuatan Pembuktian

Sebagaimana yang diuraikan terdahulu, Pasal 184 ayat (1) KUHAP


telah menentukan secara limititatif alat bukti yang sah menurut undang-
undang. Diluar alat bukti itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk
membuktikan kesalahan terdakwa. Yang dinilai memiliki kekuatan
pembuktian hanya terbatas kepada alat-alat bukti itu saja. Pembuktian
di luar jenis alat bukti yang disebut pada Pasal 184 ayat (1), tidak
memiliki nilai serta tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang
mengikat.
8

E. Tinjauan Umum Mengenai Alat Bukti Sebagai Penerapan


Pembuktian

1. Alat Bukti Saksi

Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti


yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada
perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi.
Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar kepada
pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping
pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan
pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

2. Alat Bukti Keterangan Ahli

Pada masa keberlakuan HIR, keterangan ahli tidak termasuk alat


bukti dalam pemeriksaan perkara pidana. HIR tidak memandang
keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah, tetapi menganggapnya
sebagai keterangan keahlian yang dapat dijadikan hakim menjadi
pendapatnya sendiri, jika hakim menilai keterangan ahli tersebut dapat
diterima.

Pasal 184 ayat (1) KUHAP menetapkan, keterangan ahli


merupakan alat bukti yang sah. Tempatnya diletakkan pada urutan kedua
setelah alat bukti keterangan saksi. Melihat letak urutannya, pembuat
Undang-Undang menilainya sebagai salah satu alat bukti yang penting
artinya dalam pemeriksaan perkara pidana. Menempatkan keterangan ahli
sebagai alat bukti yang sah, dapat dicatat sebagai salah satu kemajuan
dalam pembaharuan hukum. Perkembangan ilmu dan teknologi terlebih
dalam dunia digital dewasa ini sedikit membawa dampak terdapat
kualitas metode kejahatan, memaksa kita untuk mengimbanginya dengan
kualitas dan metode pembuktian yang memerlukan pengetahuan dan
keahlian.

3. Alat Bukti Surat

Seperti alat bukti keterangan saksi dan ahli, bahwa alat bukti surat
hanya disebut dalam satu pasal saja, yakni Pasal 187.
9

Menurut ketentuan tersebut, surat yang dapat dinilai sebagai alat


bukti yang sah menurut Undang-Undang adalah: (i) Surat yang dibuat
atas sumpah jabatan; dan (ii) Surat yang dikuatkan dengan sumpah.

4. Alat Bukti Petunjuk

Agak sulit dalam menjelaskan pengertian alat bukti petunjuk


secara konkret. Bahkan dalam praktek peradilan pun, sering mengalami
kesulitan untuk menerapkannya. Kekuranghati-hatian
mempergunakannya, putusan dalam perkara yang bersangkutan bisa
mengambang pertimbangannya dalam suatu keadaan yang samar.
Akibatnya putusan itu lebih dekat kepada sifat penerapan hukum secara
sewenang-wenang karena putusan tersebut didominasi oleh penilaian
subjektif yang berlebihan. Untuk menghindari dominasi subjektifitas
hakim yang tidak wajat, mendorong pembuat undang-undang sedini
mungkin memperingatkan hakim, supaya penerapan dan penilaian alat
bukti petunjuk dilakukan hakim: (i) dengan arif dan bijaksana; dan (ii)
Lebih dahulu mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati Nurani.

5. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Merupakan urutan terakhir dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.


Penempatan terakhir tersebut yang menjadi alasan dalam
penggunaannya untuk melakukan proses pemeriksaan keterangan
Terdakwa dilakukan belakangan sesudah pemeriksaan keterangan saksi.

F. Tinjauan Umum Mengenai Pembuktian Elektronik

Sebagaimana diketahui bahwa sistem pembuktian dalam hukum acara


pidana mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP). Prinsip pembuktian dalam perkara pidana
daitur dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP. Dapat dikatakan bahwa
keberadaan alat bukti dalam proses persidangan merupakan hal pokok dalam
proses peradilan pidana. Oleh karena itu Majelis Hakim harus mendapatkan
keyakinan apakah perbuatan pidana yang didakwakan dalam surat dakwaan
10

Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa memiliki dasar hukum yang kuat
atau tidak.

The Council of Europe Convention on Cybercrime atau dikenal dengan


Budapest Concention merumuskan mengenai bukti elektronik sebagai bukti
yang dapat dikumpulkan secara elektronik dari suatu tindak pidana. 11
Sedangkan menurut ISO/IEC 27073:2012 Information technology-Security
technology-Guidelinesfor Indentification, Collection, Acquaisition, and
Preservation of Digital Evidence yang sudah menjadi Standar Nasional
Indonesia (SNI) memberikan definisi mengenai digital evidence sebagai
informasi atau data, disimpan atau dikirim dalam bentuk biner (binary form)
yang diandalkan sebagai bukti.12 Dengan demikian, pengertian bukti
elektronik adalah data tersimpan yang ditransmisikan melalui sebuah
perangkat elektronik, jaringan atau sistem komunikasi. Jadi data-data yang
tersimpan inilah yang dibutuhkan untuk membuktikan adanya suatu tindak
pidana yang terjadi, yang pembuktiannya akan diuji kebenarannya didepan
persidangan.

Dari bentuk yang ada, karakteristik bukti elektronik ini berbeda dengan
bukti fisik sebagaimana yang telah dijelaskan dalam KUHAP. Dalam hal ini
menyebutkan bahwa alat bukti menurut KUHAP benttuknya jelas seperti
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa,
tidak mudah untuk diubah, atau mudah dilihat dan didengar.

Sedangkan bukti elektronik mempunyai karakteristik yang khas yaitu


tidak terlihat, sangat rapuh karena mudah berubah, mudah rusak karena
sensitive terhadap waktu, dan mudah dimusnahkan atau mudah dimodifikasi
(rekayasa). Di samping itu, bukti elektronik itu dapat berpindah dengan
mudah, serta jika akan melihat atau membacanya memerlukan bantuan alat,
baik itu alat yang berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat
lunak (software).

11
Council Of Europe, Convention on Cyber Crime (ETS No.185), Budapest, 23
November 2001
12
ISO 27037 merupakan pedoman dalam melakukan identifikasi, pengumpulan, akuisisi
dan preservasi bukti elektronik yang telah menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).
11

G. Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana Skimming

1. Definisi Tindak Pidana Skimming

Skimming merupakan salah satu jenis kejahatan mayantara yang


berkembang saat ini lebih khususnya kejahatan terhadap privasi
seseorang (Infringments of Privacy).13 Kejahatan skimming adalah suatu
tindak pidana yang dilakukan dengan cara mencuri informasi kartu
kredit/debit dengan menyalin segala informasi yang terdapat pada strip
magnetic kartu secara illegal dan nantinya informasi yang termuat di
dalam akan disalin ke dalam kartu yang masih kosong. Secara sederhana
dapat disebut sebagai pembobolan.

Menurut Budi Suhariyanto dalam bukunya Tindak Pidana


Teknologi Informasi (Cybercrime): Urgensi Pengaturan dan Celah
Hukumnya (hal. 17), skimming merupakan salah satu tindak kejahatan
dalam cyber crime. Kejahatan ini dilakukan melalui jaringan sistem
komputer, baik lokal maupun global, dengan memanfaatkan teknologi,
dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada magnetic stripe kartu
ATM secara illegal untuk memiliki kendali atas rekening korban. Pelaku
cyber crime ini memiliki latar belakang kemampuan yang tinggi di
bidangnya sehingga sulit untuk melacak dan memberantasnya secara
tuntas. Modus kejahatan ini sangat beragam dan canggih. Seluruh
rangkaian kejahatan ini diuraikan sebagai kejahatan yang diatur dalam
UU ITE sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Perkembangan Tindak Pidana Skimming di Indonesia

13
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum
Teknologi Informasi (Bandung: PT Refika Aditama, 2005, hlm 10)
12

Pencurian dana nasabah dengan metode skimming semakin


meningkat di Indonesia. Beberapa contoh kasus skimming antara lain
kasus skimming yang menimpa para nasabah PT Bank Rakyat Indonesia
di Kediri yang mengalami kerugian hingga Rp145.000.000,00.
Selanjutnya kasus skimming juga terjadi di Surabaya, dimana beberapa
nasabah kehilangan dananya dari senilai Rp178.000,00 hingga
Rp5.000.000,00. Pihak Kepolisian Republik Indonesia menyatakan
Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar dalam kejahatan
perbankan dengan metode skimming. 14 PT Bank Mandiri juga
mengalami kerugian sebesar Rp260.000.000,00 akibat dari kejahatan
skimming.15

14
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ab0dcf7a8cc6/cegah-kasus-skimming--
ojk-minta-perbankan-tingkatkan-manajemen-resiko-/, diakses pada 1 Mei 2021 pukul 21.30
15
https://keuangan.kontan.co.id/news/kerugian-bank-mandiri-akibat-skimming-lebih-
besar-ketimbang-bri, diakses pada 1 Mei 2021 pukul 21.35.
13

BAB III TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN UNSUR-UNSUR DALAM PASAL


32 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP TINDAK
PIDANA SKIMMING

1. Unsur-Unsur dalam Pasal 32 Ayat (1) UU ITE

1) Unsur Setiap Orang

Bahwa yang dimaksud dengan unsur setiap orang adalah subjek


hukum baik badan hukum (Rechtpersoon) maupun manusia
(Natuurlijkpersoon) yang mampu bertanggung jawab atas perbuatan
pidana yang dilakukannya. Lebih lanjut, terhadap subjek hukum yang
dijelaskan dalam unsur setiap orang tidak ditentukan dengan adanya
syarat-syarat khusus tertentu di dalam UU ITE maupun dalam produk
hukum lainnya.

2) Unsur Dengan Sengaja dan Tanpa Hak atau Melawan Hukum


dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi,
melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik
publik

Bahwa dalam unsur kedua di dalam pasal ini terdiri dari beberapa
sub unsur yang bersifat altertanif, sehingga apabila salah satu sub
unsur telah terpenuhi atau terbukti maka perbuatan terdakwa sudah
dapat dinyatakan telah terbukti. Dalam UU ITE tidak memberikan
makna atau arti atas frasa “tanpa hak” terdapat pakar yang
memberikan makna arti atas frasa “tanpa hak” atau “melawan hukum”
tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Lamintang bahwa istilah “tanpa
14

hak” dalam hukum pidana disebut juga dengan istilah


“wederrechttelijk” meliputi beberapa pengertian, yaitu:

1. Bertentangan dengan hukum obyektif;

2. Bertentangan dengan hak orang lain;

3. Tanpa hak yang ada pada diri seseorang; atau

4. Tanpa kewenangan;

Atas dasar itu, makna atau arti atas frasa “tanpa hak” dalam UU
ITE dapat dimaknai sebagai perbuatan yang bertentangan dengan
hukum obyektif, perbutan yang bertentangan dengan hak orang lain,
perbuatan yang dilakukan tanpa hak yang ada pada diri seseorang atau
perbuatan yang dilakukan tanpa kewenangan.

Bahwa dalam Pasal 1 Ayat (1) UU ITE, yang dimaksud dengan


Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta
rancangan, foto, Electronic Data Interchange (EDI), Surat Elektronik,
telegram, telek, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode
akses, symbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Dalam penjelasan terhadap sub unsur alternatif yang ada di dalam


pasal ini yakni mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, dan
menyembunyikan, tidak terdapat perluasan di dalam penjelasan UU ITE
sendiri, sehingga penulis menjelaskan berdasarkan KBBI antara lain 16:

1. Mengubah : menjadikan lain dari semula;

2. Menambah : menjadikan (membubuhkan dan


sebagainya) supaya lebih banyak (besar, hebat, dan sebagainya);

16
https://kbbi.web.id, diakses pada tanggal 13 Mei 2021.
15

3. Mengurangi : mengambil (memotong) sebagian;

4. Melakukan transmisi : mengirimkan Informasi Elektronik


dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain
melalui Sistem Elektronik;

5. Merusak : menjadikan rusak;

6. Menghilangkan : melenyapkan; membuat supaya


hilang;

7. Memindahkan : menempatkan ke tempat lain;


membawa (ber)pindah; menyuruh (menggerakkan dan sebagainya)
berpindah ke tempat lain; dan

8. Menyembunyikan : menyimpan (menutup dan


sebagainya) supaya jangan (tidak) terlihat.

2. Unsur-Unsur Perbuatan Pidana dalam Tindak Pidana Skimming

Dalam modus operandi “Pembobolan Mesin ATM” menggunakan


Teknik skimming dilakukan dengan mekanisme mencuri data nasabah
yang tersimpan dalam magnetik strip pada kartu ATM dan dikirim secara
nirakabel. Cara pencurian data ini dilakukan dengan beberapa langkah,
yaitu umumnya pertama-tama pelaku memasang alat skimmer (electronic
data capture) pada mulut mesin ATM, lalu pelaku memasang kamera
tersembunyi untuk menangkap gerakan jari nasabah saat menekan pin
ATM yang ditutupi, misalnya dengan kotak brosur. Selain itu, pelaku juga
mengkondisikan ATM untuk mengeluarkan pesan isi dari ATM sedang
habis padahal sudah memasukkan pin dan kartu, selanjutnya setelah
pelaku mendapat data nasabah maka pelaku menyalin data tersebut
kedalam kartu palsu. Dalam beberapa kasus pelaku tidak memasang
kamera tersembunyi namun hanya dengan mengintip dari balik bahu
nasabah.17 Pada perkembangannya pelaku Skimmingtidak lagi perlu

17
R. Toto Sugiharto, Tips ATM Anti Bobol: Mengenal Modus-modus Kejahatan
Lewat ATM dan Tips Cerdik Menghindarinya, Media Pressindo, 2010.
16

menggunakan kamera tersembunyi atau dengan mengintip dari balik


bahu nasabah, namun menggunakan keypad/papan tombol palsu pada
mesin ATM untuk merekam pin nasabah secara otomatis.18

Pembobolan terhadap segala jenis yang berkaitan dengan bank,


dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

1) Error Omission

Yaitu pembobolan dengan melakukan pelanggaran sistem


atau prosedur yang sifatnya pasif atau tidak melakukan suatu
tindakan yang seharusnya dilakukan. Prosedur pasif tersebut
mengacu pada prinsip prosedur dan prinsip accounting. Yaitu
pada operasi klerikal, pencatatan transaksi, dan penjurnalan. 19
Pelanggaran dalam error omission memiliki aturan yang jelas
dan juga sanksi yang jelas, tetapi umumnya bersifat sanksi
administratif;20

2) Error Comission

Yaitu pembobolan yang dilakukan secara aktif dengan


menggunakan perbuatan yang salah, tetapi karena tidak
tertulis dalam sistem dan prosedur maka dilakukan. Umumnya
perbuatan salah tersebut merupakan sebuah perbuatan yang
termasuk dalam suatu tindak pidana.

Pelanggaran ini sangat berkenaan dengan integeritas dari


orang-orang pada bank itu sendiri.21 Pelanggaran ini akan

18
ibid hlm. 126-127.
19
Razmy Humris, Memahami Motif & Mengantisipasi Penyalahgunaan
Wewenang, Gramedia Pustaka Utama 2015.
20
Adityah Pontoh, Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Tindak Pidana
Pembobolan Re-kening Nasabah Bank,VI Lex Privatum, 2018. dikutip dari K. Wantjik Saleh,
Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Ghalia Indonesia, 1971.
21
Razmy Humris. Loc.Cit
17

dikenai sanksi yang sifatnya normatif, namun biasanya diatur


dalam code of conduct (kode etik).2223

Hal kejahatan “pembobolan bank” sendiri seiring dengan


perkembangan teknologi yang ada maka timbul perkembangan terkait
dengan Modus Operandi yang digunakan. Adapun beberapa jenis Modus
Operandi yang kerap dilakukan adalah:24

a) Pemalsuan Dokumen;

b) Pembukuan ganda;

c) Penggelapan uang nasabah;

d) Mekanisme transfer dana;

e) Pembobolan dengan menggunakan L/C;25

f) Phishing (Password harvesting fishing);26

g) Cyber Malware;27

h) Skimming.

Skimming dilakukan dengan mencuri data digital yang tersimpan


pada kartu ATM dengan menggunakan alat berupa electronic data

22
Adityah Pontoh. Loc.Cit
23
Frilly Margaret Wurangian, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Korporasi
Perbankan Akibat Dari Tindak Pidana pembobolan bank’, IV Lex Crimen, 2015
dikutip dari Krisna Wijaya, Kejahatan Perbankan dalam Perbankan Nasional
Catatan Kolom Demi Kolom, cet. Kedua, Kompas Media Nusantara, 2002 (selanjutnya
disebut Krisna Wijaya I).
24
Krisna Wijaya I. Op.Cit.

Sarah D.L. Roeroe, Perlindungan Terhadap Bank Dalam Transaksi Perdagangan


25

Dengan Menggunakan Sarana Letter Of Credit/LC’, XXI, Jurnal Hukum UNSRAT, 2013.
26
Vyctoria, Bongkar Rahasia E-Banking Security dengan Teknik Hacking dan
Carding, CV Andi Offset, 2013.

Ferry Satya Nugraha, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank dalam


27

Pembobolan Internet Banking Melalui metode Malware, Diponegoro Law Jurnal, 2016.
18

capture yang disebut skimmer. Skimmer bekerja dengan cara menyalin


data pada magnetic strip/pita magnetik yang menyimpan data pribadi
nasabah yang digunakan dalam sistem perbankan untuk
mengidentifikasi nasabah yang hendak melakukan transaksi di mesin
ATM.

Contohnya, skimming dapat dilakukan dengan merekrut orang-


orang yang bekerja sebagai pelayan restoran dengan memberikan
Skimmer berukuran kecil. Skimmer tersebut digunakan untuk
menggesek kartu saat ada pelanggan restoran yang hendak melakukan
pembayaran dengan menggunakan kartu, prosesnya hanya memakan
waktu beberapa detik dan dilakukan saat pemilik kartu tidak melihat
sehingga proses Skimming susah untuk disadari.28 Selain digunakan
dengan merekrut orang, skimmer biasanya dipasang pada mesin ATM,
Skimmer dipasang sehingga seolah-olah seperti bagian dari mesin ATM
dengan tujuan agar nasabah selaku pemilik kartu ATM secara sukarela
memasukkan kartu ATM milikknya.29

Pada awalnya skimmer berukuran besar dan tidak terlihat seperti


bagian dari mesin ATM, namun seiring perkembangannya skimmer
berukuran kecil dan bekerja cukup dengan menggunakan baterai,
umumnya dipasang pada tempat memasukkan kartu ATM dengan
menggunakan selotip dua sisi sehingga kartu ATM nasabah akan masuk
melewati Skimmer saat nasabah hendak melakukan transaksi. 30 Data
yang diperoleh melalui skimmer selanjutnya dimasukkan kedalam kartu
palsu yang juga memiliki magnetic strip/pita magnetik agar dapat
dipergunakan pada mesin ATM seperti nasabah menggunakan kartu
ATM.

Berbeda dengan Phishing dan Cyber Mallware yang langsung


mendapat seluruh data nasabah, pada Skimming, proses pembobolan
28
Detective K. A. Farner, Stealing You Blind: Tricks of the Fraud Trade , iUniverse,
2009.
29
R. Toto Sugiharto. Op.Cit. hlm. 140-141
30
Detective K. A. Farner. Op.Cit.
19

juga melibatkan proses memperoleh nomor pin nasabah agar pelaku


Skimming dapat mengakses mesin ATM menggunakan data nasabah
dengan. Untuk memperoleh pin nasabah dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yang paling sederhana adalah dengan mengintip melalui
belakang bahu nasabah saat nasabah memasukkan pin, selain itu dapat
dilakukan dengan memasang kamera untuk merekam gerakan jari
nasabah saat memasukkan pin atau lebih canggih lagi dilakukan
penggantian papan tombol pada mesin ATM oleh pelaku sehingga pin
nasabah akan terekam secara otomatis saat nasabah menekan papan
tombol.31 Setelah pelaku memperoleh data nasabah yang telah
dimasukkan kedalam kartu palsu dan pin nasabah maka pelaku
Skimming dapat melakukan transaksi menggunakan kartu ATM baik
penarikan tunai, transfer dana, maupun transaksi debet.

Tabel 3.1 Matriks Perbandingan Perbuatan Pidana dalam


Tindak Pidana Pembobolan32

No Modus Operandi Perbuatan Perolehan Uang


1. Password Mengambil data Rekening Nasabah
Harvesting pribadi
Fishing nasabah
(Phising) (dengan
penipuan
secara online/
cyber fraud);
Transaksi atas
nama nasabah
2. Cyber Malware Mengambil data Rekening Nasabah
pribadi
nasabah
(dengan
menggunakan
program
komputer);
Transaksi atas
nama nasabah
31
R. Toto Sugiharto. Op.Cit.
32
Dibuat berdasarkan beberapa sumber: Krisna Wijaya I. Op.Cit. hlm. 136-137. Sarah D.L.
Ro-eroe. Loc.Cit. Vyctoria. Loc.Cit. Ferry Satya Nugraha Loc.Cit. Detective K. A. Farner. Loc.Cit. R.
Toto Sugiharto. Loc.Cit.
20

3. Skimming Mengambil data Rekening Nasabah


pribadi
nasabah
(dengan
Menyalin data
pada kartu
ATM
nasabah);
perolehan pin
nasabah;
Transaksi atas
nama nasabah

Berdasarkan matriks perbandingan di atas, bahwa skimming


memiliki perbedaan dalam perbuatan pidananya. Skimming dilakukan
dengan menyalin data pribadi maupun informasi elektronik nasabah,
berbeda dengan phising yang dalam perbuatan pidananya dilakukan
dengan cara penipuan terlebih dahulu dan cyber malware yang
menggunakan suatu program illegal komputer.

Lebih rinci lagi, Teknik skimming dapat digambarkan secara lebih


jelas berdasarkan skema sebagai berikukt:

Gambar 3.1 Skema Skimming33

1. 3.1
Perole
han
2. 3.2
Perole
han
Mesin
ATM/Debet
Pelaku
Nasabah
4. Pembuatan
Kartu Palsu

5. Transaksi
Atas Nama
33
Peroleha
Dibuat berdasarkan beberpa n
sumber: Nasabah K. A.
Detective Loc.Cit.
Farner. Kart u R. Toto Sugiharto.
Loc.Cit. Uang Palsu
21

Dengan penjelasan skema tersebut di atas, maka semakin jelas


unsur-unsur perbuatan pidana yang terkandung di dalam suatu rangkaian
kejahatan dalam melakukan pembobolan dengan teknik skimming yaitu
sebagai berikut:

1. Memperoleh Data Nasabah dengan cara mengakses Data


Elektronik/Informasi Elektronik;

2. Intersepsi ke dalam sistem informasi milik bank maupun


nasabah yang merupakan sistem informasi yang private
(terbatas);

3. Membuat kartu palsu atau memalsukan kartu milik nasabah;

4. Melakukan transaksi dengan menggunakan kartu elektronik


palsu; dan

5. Melakukan pencurian uang yang diperoleh melalui kartu


elektronik palsu.

3. Pasal-Pasal Yang Mengatur Dalam Rangkaian Kejahatan


Skimming

Perbuatan pelaku yang mengakses Data Elektronik/Informasi


Elektronik milik nasabah bank, diatur dalam Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 46
ayat (2) UU ITE yang berbunyi sebagai berikut:34

Pasal 30

“(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.”

Pasal 46

“(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta
rupiah).”

34
Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 46 ayat (2) UU ITE
22

Perbuatan yang diuraikan dalam Pasal 30 ayat (2) UU ITE tersebut


dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut:

1. Sengaja;

2. Tanpa hak atau melawan hukum;

3. Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik; dan

4. Tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau


Dokumen Elektronik.

Selanjutnya, perbuatan pelaku yang melakukan intersepsi ke


dalam Sistem Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik milik
nasabah diatur dalam Pasal 31 ayat (1) jo. Pasal 47 UU ITE yang
berbunyi sebagai berikut:35

Pasal 31

“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain”

Pasal 47

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31


ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda palingbanyak Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).”

Perbuatan yang diuraikan dalam Pasal 31 ayat (1) UU ITE tersebut


dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Sengaja;

2. Tanpa hak atau melawan hukum;

3. Melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi


Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik;

35
Pasal 31 ayat (1) jo. Pasal 47 UU ITE
23

4. Dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu


milik orang lain.

Lalu selanjutnya, dalam perbuatan pelaku yang memalsukan kartu


elektronik milik nasabah tidak di atur secara jelas di dalam hukum
obyektif pidana di Indonesia. Dalam hal penggunaan Pasal 263 KUHP,
belum ada makna perluasan surat yang mengatur bahwa kartu elektronik
maupun Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik termasuk
dalam surat sebagaimana yang diatur pada Pasal 263 KUHP. Sehingga
dalam pembuktian terhadap unsur-unsur pemalsuan di dalam tindak
pidana skimming sulit untuk dibuktikan.

Dalam perbuatan pelaku yang melakukan transaksi menggunakan


kartu elektronik palsu pun tergolong sulit untuk dibuktikan dan tidak ada
aturan normatif yang jelas dalam menggolongkan perbuatan tersebut
sebagai tindak pidana. Lebih umum, hal ini dapat dijadikan sebagai
pencurian uang yang dimana menitikberatkan unsur mengambil barang
kepunyaan milik orang lain yang dimiliki secara melawan hukum. Hal ini
diatur dalam Pasal 362 KUHP dengan rincian sebagai berikut: 36

Pasal 362

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian


kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Apabila diuraikan unsur-unsur dalam pasal tersebut, maka dapat


diuraikan sebagai berikut:

1. Barang siapa;

2. Mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau Sebagian


kepunyaan orang lain;

3. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.

4. Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Tidak Dapat Diterapkan Dalam


Kejahatan Skimming
36
Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
24

Dalam hal tidak dapat diterapkannya Pasal 32 Ayat (1) UU ITE


terhadap tindak pidana skimming, penulis akan menjabarkan melalui
unsur-unsur dari bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

1) Unsur Subyek Hukum

Bahwa sebagaimana telah dijelaskan pada poin 1 dalam Bab ini di


atas, unsur subyek hukum dapat terpenuhi secara gamblang
dikarenakan unsur setiap orang terbatas pada Badan Hukum
(Rechtpersoon) dan Manusia (Natuurlijkpersoon). Tetapi dengan
terpenuhinya unsur subyek hukum di dalam Pasal 32 Ayat (1) UU ITE,
tidak serta merta menjadikan Pasal 32 Ayat (1) UU ITE dapat
digunakan dalam tindak pidana skimming harus ada pemenuhan
unsur terhadap sub unsur alternatif yang terkandung di dalam pasal
tersebut.

2) Unsur Dengan Sengaja dan Tanpa Hak atau Melawan Hukum


dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi,
melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik
publik.

a) Dengan Sengaja dan Tanpa Hak atau Melawan Hukum

Terkait dengan unsur kesengajaan sebenarnya


menjelaskan terkait dengan bentuk kesalahan pada delik yang
diatur. Pengaturan terhadap bentuk kesalahan secara jelas ini
berarti pembentukan pasal ini dilakukan dengan padangan
monistis, dimana dalam perbuatan pidana (Strafbaar feit) unsur
perbuatan dan unsur kesalahan merupakan satu kesatuan. 37
Kesalahan sendiri harus lah memiliki kesengajaan (Dolus) atau
kealpaan (Culpa).38

37
Lexy Fatharany Kurniawan, Penegakan Hukum Tindak Pidana Kartu Kredit,
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga. 2006
38
Ibid.
25

Terhadap kesengajaan tersebut pemenuhannya dijelaskan


berdasarkan dua teori, yaitu Teori Pengetahuan (Voorstellings
Theorie) dan Teori Kehendak (Wills Theorie). Teori Pengetahuan
(Voorstellings Theorie) memandang bahwa kesengajaan terhadap
suatu akibat tidak dapat direncanakan, namun terhadap suatu
akibat dapat dibayangkan (Voorstellen) saat akan melakukan
suatu perbuatan, sehingga titik beratnya adalah pengetahuan
akan suatu akibat dari tindak pidana yang dilakukan. 39Teori
Kehendak (Wills Theorie) memandang bahwa kesengajaan
ditimbulkan oleh perbuatan dan kehendak terhadap suatu tindak
pidana serta siap menanggung akibatnya.40

b) Mengubah, Menambah, Mengurangi

Dalam kejahatan skimming, pelaku tidak mengubah,


menambah, dan mengurangi apapun baik bentuk Dokumen
Elektronik dan/atau Informasi Elektronik milik nasabah, maupun isi
Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik milik nasabah.
Pelaku sebatas masuk dan mengakses ke dalam sistem informasi
milik korban, dan menyalinnya ke dalam EDC sehingga dapat
ditaruh ke dalam kartu elektronik palsu milik pelaku. Hal ini
dikarenakan data elektronik yang diakses dan disalin oleh Pelaku
berfungsi sebagai data yang akan dimasukkan ke dalam kartu
elektronik palsu milik pelaku dan seolah-olah isinya persis seperti
milik korban.

c) Melakukan Transmisi

Bahwa pelaku tidak mengirimkan Dokumen Elektronik


dan/atau Informasi Elektronik milik korban ke pihak manapun
melalui suatu sistem elektronik lainnya. Sebagaimana telah
dijelaskan di atas, bahwa kejahatan skimming umumnya dapat
dilakukan sendiri dengan alat skimmer untuk menghimpun data

39
Ibid.
40
Ibid.
26

milik korban. Sehingga pelaku tidak menggunakan pihak lain


untuk mengakses data elektronik milik korban.

d) Merusak

Dalam hal merusak, pelaku pun tidak melakukan


pengrusakan apapun terhadap Dokumen Elektronik dan/atau
Informasi Elektronik yang dimiliki oleh korban. Sebagaimana yang
dijelaskan pada poin b di atas, bahwa pelaku terbatas pada
mengakses data elektronik milik korban dan menyalinnya
menggunakan skimmer. Sehingga pelaku tidak perlu untuk
melakukan pengrusakan apapun.

e) Menghilangkan

Bahwa pelaku pun tidak menghilangkan informasi maupun


data elektronik apapun milik korban. Sama seperti penjelasan
sebelumnya, bahwa pelaku terbatas pada mengakses data
elektronik milik korban dan menyalinnya dengan alat skimmer.

f) Memindahkan

Hal ini yang menjadi kekeliruan besar dalam skimming.


Bahwa pelaku sama sekali tidak memindahkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik apapun mililk korban.
Tetapi korban menyalin/menggandakan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik korban dengan alat skimmer
milik pelaku.

Berdasarkan doktrin, menurut Ahmad Sofian,


mengambil/memindahkan adalah peralihan suatu barang dari
suatu tempat ke tempat yang lain tanpa persetujuan orang
tersebut. Selanjutnya Menurut Noyon Lengemeyer, perbuatan
tersebut tidak cukup hanya memegang saja, tetapi menarik
barang tersebut hingga berpindah penguasaan atas barang
tersebut.41 Sehingga dalam perbuatan pidana

41
Ahmad Sofian, Eksaminasi Dakwaan Tafsir Terhadap Pasal 363 KUHP, Rubric Of
Faculty Member, Binus University, November 2016
27

mengambil/memindahkan, akan terpenuhi apabila adanya


peralihan penguasaan dari objek yang dipindahkan tersebut dan
dianggap selesai setelah adanya perpindahan tersebut. Dalam hal
ini adalah perpindahan fisik objek tersebut.

Bahwa apabila dalam hal pelaku “memindahkan”,


Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik yang termuat
di dalam kartu milik korban seharusnya sudah tidak dapat
digunakan, tidak berfungsi lagi, dan sudah tidak dalam
penguasaan korban. Hal ini dikarenakan segala data maupun
Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik yang termuat
di dalamnya telah dipindahkan oleh pelaku ke dalam skimmer
sehingga kartu milik korban telah kosong dipindahkan. Namun
pada kenyataannya, Dokumen Elektronik dan/atau Informasi
Elektronik tersebut tidaklah berpindah dari penguasan korban,
karena setelah data-data tersebut digandakan oleh pelaku melalui
alat skimmer, data-data tersebut masih dalam penguasaan korban
dan pihak bank karena keduanya masih dapat digunakan, tetap
berfungsi dan dapat diakses. Sehingga unsur memindahkan tidak
terpenuhi menurut penelitian penulis. Selanjutnya mengenai
apakah korban masih dapat mengakses datanya atau tidak akan
lebih jelas melalui studi kasus terhadap suatu putusan yang akan
penulis muat.

Berbeda hal dengan “menyalin”, Dokumen Elektronik


dan/atau Informasi Elektronik yang termuat di dalam kartu milik
korban masih dapat digunakan dan tetap berfungsi seperti sedia
kala serta masih di dalam penguasaan pemilik kartu. Hal ini
dikarenakan “menyalin” merupakan proses pengandaan dari objek
yang disalin tersebut. Contoh sederhananya adalah dalam proses
pemograman perintah di dalam komputer. Perintah cut akan
memindahkan file dari suatu folder ke folder yang lain. Dalam hal
perintah cut, isi file di tempat awal folder tersebut sudah kosong
karena sudah berpindah ke folder yang lain. Beda halnya dengan
perintah copy dimana file tersebut bertambah jumlahnya ke folder
28

yang lain dan file awal tersebut masih terdapat di folder awal
tanpa peralihan apapun.

Contoh proses pemograman perintah copy di dalam


komputer di atas sangat persis dengan yang dilakukan pelaku saat
melakukan tindak pidana skimming. Pelaku menggandakan data-
data dari kartu ATM milik korban ke dalam kartu milik pelaku yang
telah dipalsukan menggunakan alat skimmer. Hal ini menjadikan
data-data milik korban telah bertambah jumlah kartunya, yakni di
dalam kartu asal milik korban dan di dalam kartu palsu yang
dibuat oleh pelaku. Dengan proses penggandaan yang dilakukan
oleh pelaku tersebut, korban akan tetap dapat mengakses
kartunya dan tetap dapat menggunakan kartunya seperti sedia
kala. Sehingga hal ini tidak menjadikan berpindahnya penguasaan
terhadap barang tersebut tetapi bertambahnya pihak yang
menguasai barang tersebut.

Sebagaimana telah diuraikan pada gambar 3.1 di atas,


satu-satunya perpindahan dalam kejahatan skimming adalah
uang. Perpindahan uang ini terjadi ketika pelaku menarik uang
milik korban tanpa sepengetahuan korban. Dimana dalam hal ini,
jelas terdapat perpindahan serta peralihan terhadap penguasaan
uang tersebut yang tadinya ada di dalam rekening milik korban
berpindah penguasaannya ke tangan pelaku. Walaupun demikian,
hal ini secara jelas tidak serta merta menjadikan Pasal 32 ayat (1)
UU ITE dapat digunakan dalam tindak pidana skimming. Hal ini
dikarenakan unsur “memindahkan” yang diatur pada pasal ini
adalah terhadap Dokumen Elektronik dan/atau Informasi
Elektronik. Bahwa berdasarkan Pasal 1 Angka 4 UU ITE, uang
tidaklah termasuk sebagai apa yang disebut Dokumen Elektronik
dan/atau Informasi Elektronik sebagaimana dijelaskan pada pasal
tersebut. Sehingga hal ini menjadikan penggunaan Pasal 32 ayat
(1) tidak dapat diberlakukan dan terhadap kejahatan tersebut
dikembalikan pada penggunaan Pasal 363 KUHP tentang
pencurian.
29

g) Menyembunyikan

Unsur ini merupakan unsur yang juga menjadi kekeliruan


dalam tindak pidana skimming. Dalam hal menyembunyikan suatu
dokumen elektronik dan/atau informasi elektronik, akan
mengakibatkan tidak dapat diaksesnya dokumen elektronik
dan/atau informasi elektronik tersebut oleh pemiliknya akibat
disembunyikannya data tersebut oleh pelaku. Analogi mudahnya
adalah sebagai berikut: A memiliki uang Rp5.000,00 yang ditaruh
di atas meja. Tanpa sepengetahuan A, menyembunyikan uang
tersebut pada kantong celana B. Hal ini mengakibatkan A tidak
dapat mengakses ataupun menggunakan uang tersebut karena
telah disembunyikan oleh B.

Analogi tersebut secara sederhana dapat menjelaskan


mengapa unsur menyembunyikan tidak dapat digunakan pada
tindak pidana skimming. Karena korban tetap dapat mengakses
data elektroniknya serta kartu milik korban masih dapat berfungsi
dengan normal tanpa kekurangan apapun yang disembunyikan.

3) Pembuktian Terhadap Unsur-Unsur Perbuatan Pidana Dalam


Pasal 32 Ayat (1)

Menurut Prof.Dr. Eddy O.S Hiariej memberikan kesimpulan


(dengan mengutip pendapat Ian Denis) bahwa: Kata Evidence lebih
dekat kepada pengertian alat bukti menurut Hukum Positif, sedangkan
kata proof dapat diartikan sebagai pembuktian yang mengarah
kepada suatu proses. Evidence atau bukti menurut Max. M. Houck
adalah sebagai pemberian informasi dalam penyidikan yang sah
mengenai fakta yang kurang lebih seperti apa adanya.42

Sebagaimana penjelasan pada poin unsur-unsur perbuatan pidana


dalam Pasal 32 Ayat (1) UU ITE di atas, bahwa tonggak utama
pemberian informasi dalam penyidikan mengenai fakta-fakta yang
terjadi dalam suatu kejadian tindak pidana tersebut haruslah

http://www.pnlhoksukon.go.id/content/artikel/page/2/20170417150853209334910258f4
42

781588e77.html#_ftn2 diakses pada tanggal 17 Mei 2021.


30

membuktikan apakah Dokumen Elektronik dan/atau Informasi


Elektronik tersebut masih dapat diakses atau tidak oleh korban
setelah dilakukannya perbuatan skimming oleh pelaku. Hal ini
dilakukan karena unsur-unsur alternatif dalam perbuatan pidana Pasal
32 ayat (1) perlu dibuktikan juga dari selesainya perbuatan unsur-
unsur yang telah diatur di dalam pasal tersebut secara lebih lanjut.

Dengan kerumitan tonggak utama pembuktian tersebut yang


belum tentu juga akan memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana di
dalam pasal tersebut, apabila dibandingkan dengan pasal-pasal yang
secara jelas dapat menjerat skimming sebagaimana telah dijabarkan
di atas, pembuktian terhadap pasal-pasal tersebut jauh lebih
sederhana dan sangat mudah diperoleh dan dibuktikan oleh penyidik.
Contohnya pada Pasal 30 Ayat (2) UU ITE. Tonggak utama dalam
pembuktian unsur-unsur perbuatan yang termuat di dalam pasal
tersebut adalah bukti yang menjelaskan bahwa pelaku mengakses
Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik milik korban dan
Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik yang telah
diperoleh oleh Pelaku. Sehingga secara efektivitas pembuktian pun,
Pasal ini dalam konsep pembuktiannya pun sangat jauh dari kata
efektif.

5. Penggunaan Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Pada Kasus Tindak Pidana


Skimming Dalam Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel

1) Kronologi Perkara Berdasarkan Berkas Dakwaan

Bahwa terdakwa Edison Hutagalung, S.T., pada hari dan tanggal


serta bulan yang tidak dapat diingat lagi pada tahun 2012
sampai dengan hari Rabu tanggal 26 April 2017 sekitar jam 20:30
WIB, atau pada suatu waktu masih dalam tahun 2012 sampai dengan
tahun 2017, bertempat di Mesin ATM Bank CIMB Niaga dan Mesin
ATM Bersama di Mall Kalibata City Square, Tebet Indah Square
(TIS), Plaza Semanggi, Gandaria City, dan Pondok Indah Mall, Jakarta
Selatan; Slipi Plaza, Jakarta Barat; Mall Depok, Depok Town Square,
Rumah Sakit Hermina, Rumah Sakit Bakti Yudha, ITC Depok, Stasiun
31

Depok dan ATM Center Sawangan, Depok; Mall Serpong Tangerang,


Teras Kota, dan Giant Serpong Tangerang; McD Jatiwarna, Kota
Bekasi; dan Paris Van Java serta Rest Area Toll Bandung, atau
setidak-tidaknya berdasarkan Pasal 84 Ayat (2) KUHAP, Pengadilan
Negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal,
berdiam terakhir, ditempat dia diketemukan atau ditahan, hanya
berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat
kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada
pengadilan negeri itu dari pada tempat kedudukan pengadilan
negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana dilakukan yaitu
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik, perbuatan
terdakwa tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Bahwa awalnya pada bulan Februari 2001 sampai dengan


bulan Februari 2013, terdakwa Edison Hutagalung, S.T., bekerja di
PT. Andalan Terampil Multisis (ATM) Jakarta yang merupakan vendor
perawatan mesin SST (Self Service Terminal) transaksi non tunai
Bank CIMB Niaga, selanjutnya tugas dan tanggung jawab terdakwa
sebagai supervisor adalah menganalisa masalah SST tersebut, dimana
data transaksi dari beberapa lokasi seperti SST Thamrin, SST Senayan
dan SST Citra Raya kemudian bisa terdakwa crack atau
pecahkan/bobol hingga terdakwa bisa mengetahui data nomor PIN
dan nomor kartu ATM milik orang lain, sehingga kemudian timbul niat
jahat terdakwa untuk mengambil uang milik orang lain, selanjutnya
terdakwa melaksanakan niatnya dengan cara menggandakan data
kartu ATM Bank CIMB Niaga tanpa sepengetahuan pemiliknya dengan
menggunakan 1 (satu) buah laptop merk Lenovo warna hitam, 1
(satu) buah adaptor, 16 (enam belas) buah kartu ATM bekas, 1
(satu) buah card writer/pengganda kartu merk MSR206u warna
krem, 1 (satu) buah kabel USB, dan 1 (satu) buah adaptor, setelah
32

itu terdakwa mencoba mengetes kartu ATM yang sudah digandakan


tersebut dengan cara melakukan transaksi penarikan uang tunai di
mesin ATM bank CIMB Niaga dan dari beberapa transaksi yang sudah
terdakwa lakukan tersebut, ternyata ada yang berhasil dan ada yang
tidak berhasil;

Bahwa setelah kartu ATM palsu dari Bank CIMB Niaga yang
dibuat atau digandakan oleh terdakwa siap digunakan, selanjutnya
terdakwa Edison Hutagalung, S.T. menggunakan kartu ATM palsu
tersebut untuk bertransaksi di mesin ATM Bank CIMB Niaga dan
mesin ATM Bersama di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Depok,
Tangerang, Bekasi dan Bandung, diantaranya digunakan
bertransaksi:

▪ Pada tanggal 11 November 2015 terdakwa menarik uang


tunai di mesin ATM Bank BII Cilandak Town Square, Jakarta
Selatan sebanyak 8 kali dari jam 10:05 – 10:10 WIB dengan
jumlah masing-masing sebesar Rp1.500.000,- (satu juta lima
ratus ribu rupiah);

▪ Pada tanggal 11 November 2015 jam 09:23 WIB,


terdakwa menarik uang tunai di mesin ATM Bank Mandiri Stasiun
Tanjung Barat, Jakarta Selatan sebanyak 1 kali sejumlah
Rp2.000.000,- (dua juta rupiah), dan jam 09:29 WIB menarik
uang sejumlah Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);

▪ Pada tanggal 11 November 2015 jam 09:47 WIB,


terdakwa menarik uang tunai di mesin ATM Bank CIMB Niaga
Stasiun Tanjung Barat, Jakarta Selatan sebanyak 1 kali sejumlah
Rp1.000.000,- (satu juta rupiah), dan jam 10:06 WIB tapi gagal;

▪ Pada tanggal 15 November 2015 jam 15:53 WIB,


terdakwa menarik uang tunai di mesin ATM Bank BNI 1946
Srengseng Sawah, Politeknik Negeri, Jakarta Selatan sebanyak 5
kali dengan jumlah masing-masing sebesar Rp250.000,- (dua
ratus lima puluh ribu rupiah) tapi gagal;
33

▪ Pada tanggal 15 November 2015 jam 13:48 WIB,


terdakwa melakukan cek saldo di mesin ATM Bank CIMB Niaga
Alfa Jl Raya Sawangan No.1 Kota Depok, kemudian jam 13:49
WIB terdakwa menarik uang sebesar Rp1.000.000,- (satu juta
rupiah) tapi gagal;

▪ Pada tanggal 15 November 2015 jam 13:49 WIB,


terdakwa menarik uang tunai di mesin ATM Bank BNI 1946 Depok
Town Square sebanyak 1 kali dengan jumlah sebesar
Rp1.000.000,- (satu juta rupiah);

▪ Pada tanggal 15 November 2015 dari jam 14:03 – 14:06


WIB, terdakwa menarik uang tunai di mesin ATM Bank CIMB
Niaga Honda Sawangan Depok sebanyak 3 kali dengan masing-
masing jumlah sebesar Rp1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu
rupiah);

▪ Pada tanggal 13 September 2015 dari jam 21:27 – 21:30


WIB, terdakwa menarik uang tunai di mesin ATM Bank CIMB
Niaga RS Hermina Depok sebanyak 6 kali dengan masing-masing
jumlah sebesar Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)
dan sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) sebanyak 2
kali;

▪ Pada tanggal 13 September 2015 dari jam 21:21 – 21:24


WIB, terdakwa menarik uang tunai di mesin ATM Bank BNI 1946
RS Bhakti Yudha Kota Depok sebanyak 3 kali dengan masing-
masing jumlah sebesar Rp300.000,- (tiga ratus ribu rupiah), tapi 2
kali gagal;

Bahwa akibat perbuatan terdakwa Edison Hutagalung, S.T.


mengambil dan menggunakan untuk bertransaksi nomor-nomor PIN
atau data-data kartu ATM dari Bank CIMB Niaga milik orang lain
tanpa ijin dan sepengetahuan pemilik kartu / bank pemilik kartu yang
menyebabkan pemilik kartu / bank pemilik kartu yaitu Bank CIMB
Niaga Tbk yang beralamat di Jl Jenderal Sudirman Kavling 58
34

Jakarta Selatan mengalami kerugian materiil sekitar Rp


306.000.000,- (tiga ratus enam juta rupiah);

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana


dalam Pasal 48 Ayat (1) Jo. Pasal 32 Ayat (1) UURI Nomor 19 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.43

Berdasarkan uraian kronologi perkara tersebut, maka dapat


diuraikan beberapa fakta hukum yang menunjukkan bahwa pelaku
secara jelas melakukan skimming berdasarkan rangkaian perbuatan
pidana skimming sebagaimana telah dijelaskan secara rinci pada sub
bab 2 di atas dengan rincian sebagai berikut:

1. Terdakwa melakukan crack atau membobol SST dibeberapa


lokasi seperti SST Thamrin, SST Senayan dan SST Citra
Raya sehingga Terdakwa bisa mengetahui data nomor PIN
dan nomor kartu ATM milik orang lain (vide paragraf 1
halaman 8 Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel) ;

2. Terdakwa selanjutnya menggandakan data kartu ATM Bank


Cimb Niaga tanpa sepengetahuan pemiliknya (vide
paragraf 1 halaman 8 Putusan Nomor:
869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel) ;

3. Terdakwa membuat kartu ATM dari Bank CIMB Niaga dari


data kartu ATM yang telah Terdakwa gandakan (vide
paragraf 2 halaman 8 Putusan Nomor:
869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel) ;

4. Terdakwa bertransaksi di mesin ATM Bank CIMB Niaga dan


mesin ATM Bersama di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta
Barat, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung (vide
paragraf 2 halaman 8 Putusan Nomor:
869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel) .

2) Pembuktian Terhadap Perbuatan Skimming Terdakwa


43
Putusan Nomor 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel. hlm 7-10.
35

a) Barang Bukti

Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut menyatakan


barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah laptop merk Lenovo warna hitam;

- 1 (satu) buah adaptor;

- 16 (enam belas) buah kartu ATM bekas;

- 1 (satu) buah card writer/pengganda kartu merk MSR206u


warna krem;

- 1 (satu) buah kabel USB;

- 1 (satu) buah adaptor;

- 1 (satu) buah topi warna hijau;

- 1 (satu) buah jaket Kapa Athletics warna putih;

- 1 (satu) buah jaket Euro warna merah;

- 1 (satu) buah jaket Whole Earth Collection;

- 1 (satu) buah flashdisk/USB berisi detail transaksi fraud pelaku


EH, hasil screen shot CCTV pelaku EH dan video CCTV pelaku
EH; dan

- 1 (satu) bendel hardcopy detail transaksi fraud pelaku EH dan


screenshot hasil CCTV pelaku EH. 44

Berdasarkan daftar barang bukti tersebut, alat-alat yang


digunakan pelaku sebagai alat skimmer pun berhasil disita oleh
penyidik. Hal ini semakin menerangkan dan menjelaskan
kebenaran Terdakwa yang melakukan pembobolan mesin ATM
dengan teknik skimming.

b) Alat Bukti

44
Putusan Nomor 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel. hlm 2-3.
36

Selanjutnya dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum


menghadirkan 4 (empat) orang saksi yang pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut:

Tabel 3.2. Keterangan Saksi

Nama Saksi Pokok Keterangan

Saksi merupakan Penasehat Hukum


dari PT Bank CIMB Niaga Tbk.

Saksi Saut Martondang Samosir Bahwa dalam keterangannya saksi


menerangkan bahwa Bank CIMB
Niaga mengetahui adanya fraud atas
dasar complain dari para nasabah.

Bahwa saksi merupakan Kepala


Bagian Debit Card Fraud dari Bank
CIMB Niaga.

Saksi Riza Christanto Bahwa dalam keterangannya saksi


menerangkan bahwa awalnya saksi
menerima laporan dari Kepala
Cabang Pembantu Bank CIMB Niaga
cabang Citra Garden II, yang
melaporan bahwa terdapat telepon
dari nasabah kantor cabang tersebut
yang saldonya berkurang padahal
nasabah tersebut tidak pernah
melakukan penarikan terhadap uang
tersebut.

Saksi juga sekaligus menerangkan


bahwa penarikan uang tidak bisa
dilakukan dengan kartu
sembarangan, kartu harus magnetic
yang diisi data-data dari kartu
aslinya.
Bahwa saksi juga merupakan Kepala
Bagian Fraud dari Bank CIMB Niaga
Tbk.

Bahwa saksi mengetahui adanya


Saksi M. Indra Syahrial pencurian dari saksi Rizsa Christanto
sebagai Kepala Bagian Debit Card
Fraud yang telah melakukan serah
terima pekerjaan mengenai
37

penanganan terkait debit card fraud


yang salah satunya adalah kasus
penggandaan kartu debit yang
dilakukan oleh Terdakwa

Bahwa kemudian saksi melakukan


review dan analisis terhadap
komplain tersebut dan melakukan
review kamera CCTV dari mesin ATM

Bahwa saksi merupakan unit head


bagian debit card fraud di PT Bank
CIMB Niaga Tbk.

Bahwa saksi menyadari bahwa


Saksi Iwan Arry Shakti terdapat transaksi yang
mencurigakan. Saat melakukan
konfirmasi kepada nasabah tersebut,
nasabah tersebut menjelaskan
bahwa transaksi tersebut tidak
dilakukan oleh nasabah. Sehingga
menindaklanjuti tersebut saksi
langsung memblokir kartu atm milik
nasabah tersebut.

Berdasarkan keterangan saksi yang telah diuraikan pada tabel


di atas, kesemuanya menjelaskan bahwa pihak Bank CIMB Niaga
pada awalnya menerima laporan dan komplain dari nasabah yang
dikarenakan adanya transaksi penarikan uang yang
mengatasnamakan nama nasabah, tetapi nyatanya nasabah-
nasabah tersebut tidak pernah melakukan penarikan uang
tersebut. Lalu tindaklanjut dari laporan tersebut ialah pemblokiran
terhadap kartu ATM milik nasabah tersebut. Hal ini secara tidak
langsung menjelaskan bahwa kartu ATM tersebut masih dapat
digunakan dan pemblokiran adalah sebagai upaya mitigasi agar
tidak ada lagi upaya penarikan uang dari pelaku. Selanjutnya saksi
M. Indra Syahrial juga menerangkan bahwa kasus tersebut
termasuk sebagai kasus penggandaan kartu ATM yang artinya
informasi yang termuat di dalam kartu tersebut telah digandakan
oleh pelaku, sehingga pelaku dapat melakukan transaksi
mengatasnamakan nasabah.
38

c) Pembuktian Telah Menerangkan Unsur-Unsur Kejahatan


Skimming Tetapi Tidak Menerangkan Unsur-Unsur Dalam
Pasal yang Didakwakan

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, secara langsung


pembuktian terhadap perbuatan skimming oleh terdakwa tersebut
telah terpenuhi melalui barang bukti yang disita oleh penyidik dan
keterangan saksi yang diperiksa di muka persidangan. Terlebih di
dalam laptop pelaku saat dilakukannya pemeriksaan, ditemukan
data-data nasabah yang telah digandakkan oleh terdakwa yang
dapat membuktikan bahwa terdakwa telah mengakses data-data
elektronik nasabah yang telah digandakan. Tetapi tidak terdapat
sama sekali petunjuk langsung yang menerangkan perbuatan
Terdakwa terhadap unsur-unsur perbuatan yang didakwakan oleh
Jaksa Penuntut Umum melalui Pasal 32 Ayat (1) UU ITE yaitu
unsur mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, dan menyembunyikan.

Bahwa sebagaimana telah dijelaskan penulis pada sub bab 4


poin ke 3 di atas tentang Pembuktian Terhadap Unsur-Unsur
Perbuatan Pidana Dalam Pasal 32 Ayat (1), unsur-unsur perbuatan
pidana yang dimuat pada pasal tersebut harus dibuktikan lebih
lanjut pengenaannya berdasarkan selesainya dari perbuatan itu
sendiri. Demikian pula dengan unsur “memindahkan” yang
dikenakan oleh Hakim dalam putusan perkara tersebut. Unsur
“memindahkan” haruslah dibuktikan lebih lanjut berdasarkan
selesainya dari perbuatan dalam unsur tersebut. Sehingga dalam
hal ini untuk mengenakan unsur “memindahkan” serta unsur-
unsur perbuatan lainnya yang dimuat dalam pasal tersebut, perlu
adanya pembuktian yang menjelaskan selesainya dari perbuatan
Terdakwa itu sendiri antara lain sebagai berikut:

1. Keterangan Korban

Hal ini agar dapat menjelaskan keadaan kartu ATM


milik korban pasca transaksi yang dilakukan oleh
39

Terdakwa. Sehingga dapat diketahui apakah kartu masih


dapat berfungsi dengan baik seperti sedia kala, atau
segala data yang termuat di dalam kartu milik korban
telah berpindah seluruhnya ke dalam kartu palsu milik
Terdakwa. Lebih lanjut lagi apakah terdapat data yang
disembunyikan, dihilangkan, ditambahkan dan lain-lain
disesuaikan sebagaimana unsur-unsur tersebut diatur
dalam Pasal 32 Ayat (1) UU ITE.

2. Penyitaan Barang Bukti Kartu ATM milik Korban oleh


Penyidik atau akses menuju Dokumen Elektronik
dan/atau Informasi Elektronik milik korban untuk tujuan
kepentingan Penyidikan

Bahwa Penyidik dapat melakukan penyitaan


terhadap barang bukti yang memiliki hubungan
langsung dengan tindak pidana berdasarkan Pasal 39
Ayat (1) KUHAP yang berbunyi:45

Pasal 39

“1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:

a.    Benda atau tagihan tersangka atau


terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga diperoleh dari tindak pidana atau
sebagai hasil dari tindak pidana;

b.    Benda yang telah dipergunakan secara


langsung untuk melakukan tindak pidana
atau untuk mempersiapkannya;

c.    Benda yang dipergunakan untuk


menghalang-halangi penyelidikan tindak
pidana;

d.    Benda yang khusus dibuat atau


diperuntukan melakukan tindak pidana;

e.    Benda lain yang mempunyai


hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan.”

Lebih lanjut, penyidik kepolisian disebut untuk


diperbolehkan untuk mengakses Dokumen

45
Yustisia, Tim Visi. KUHP & KUHAP. VisiMedia, 2016.
40

Elektronik dan/atau Informasi elektronik untuk


melakukan penyidikan tindak pidana. Hal ini diatur
secara jelas pada Pasal 43 Ayat (1) UU Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik yang berbunyi:46

Pasal 43

“(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara


Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik.”

Dalam berkas pemeriksaan yang dilakukan oleh


penyidik, pemeriksaan digital forensik hanya terbatas
pada barang bukti yang disita dari Terdakwa, sedangkan
barang-barang atas dokumen dan informasi elektronik
milik korban skimming tidak diperiksa oleh Kepolisian.
Hal ini menjadi penting agar dapat diperiksa lebih
spesifik lagi oleh Laboratorium Digital Forensik
Kepolisian apakah data-data tersebut dicuri,
ditambahkan, dikurangkan, disembunyikan atau hanya
terbatas menggandakan segala informasi yang termuat
dalam kartu ATM milik korban tersebut. Informasi
tersebut hanya dapat diperoleh melalui sumber data
informasi itu sendiri yaitu milik korban sendiri.

6. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor:


869/Pid.B/2017/Pn.Jkt.Sel

46
Pasal 43 Ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008.
41

Bahwa dalam menyimpulkan seluruh unsur-unsur perbuatan pidana


dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Hakim menyimpulkan bahwa
seluruh unsur dari dakwaan alternatif kedual Pasal 48 Ayat (1) jo. Pasal
32 ayat (1) UU ITE telah terbukti dengan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut:

1. Menimbang, bahwa apabila dihubungkan dengan perkara ini,


sebagaimana diterangkan oleh terdakwa Bahwa benar terdakwa
bisa mendapatkan data nasabah baik nomor kartu ATM maupun
nomor PIN sampai dengan ratusan nasabah, karena terdakwa
yang bekerja di PT. Andalan Terampil Multisis (ATM) Jakarta yang
merupakan vendor perawatan mesin SST (Self Service Terminal)
transaksi non tunai Bank CIMB Niaga dengan mempunyai
bawahan 9 (sembilan) orang, terdakwa sebagai supervisor
mempunyai tugas dan tanggung jawab menganalisa masalah SST
yang mempunyai masalah tersebut, dalam terdakwa menganalisa
data transaksi dari beberapa lokasi seperti SST Thamrin, SST
Senayan dan SST Citra Raya, yang ternyata terdakwa bisa
mengetahui dari nama nasabah, hingga terdakwa bisa
mengetahui data nomor PIN dan nomor Kartu ATM para nasabah
Bank CIMB Niaga, melihat itu terdakwa timbul niat untuk
menggandakan data kartu ATM para nasabah Bank CIMB Niaga
untuk mengambil uang para nasabah Bank CIMB Niaga (vide
paragraf 3 halaman 21 Putusan Nomor:
869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel);

2. Menimbang, bahwa cara terdakwa memasukan data para


nasabah Bank CIMB Niaga yang telah diketahui oleh Terdakwa ,
dengan menggunakan 1 (satu) buah laptop merk Lenovo warna
hitam, 1 (satu) buah adaptor, 16 (enam belas) buah kartu ATM
bekas, 1 (satu) buah card writer/pengganda kartu merk MSR206u
warna krem, 1 (satu) buah kabel USB, dan 1 (satu) buah
adaptor, setelah kartu ATM dari Bank CIMB Niaga yang dibuat
atau digandakan oleh terdakwa terisi data dan terdakwa juga
sudah mengetahui nomor PIN masing-masing para nasabah Bank
42

CIMB Niaga kartu ATM Bank CIMB Niaga dan ATM Bersama
siap digunakan, selanjutnya terdakwa menggunakan kartu ATM
tersebut untuk bertransaksi di mesin ATM Bank CIMB Niaga dan
mesin ATM Bersama di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat,
Depok, Tangerang, Bekasi dan Bandung (vide paragraf 1
halaman 22 Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel);

3. Menimbang, bahwa hal tersebut diatas bersesuaian dengan


keterangan saksi Riza Chrisanto, Kepala Bagian Debit Card Fruad
saksi M. Indra Syahrial Bagian Debit Card Fraud dan saksi saksi
Iwan Arry Shakti Unit Head Bagian Debit Card Fraud, yang tugas
dan tanggung jawabnya adalah melakukan proses monitoring
transaksi debit card CIMB Niaga dan menganalisa transaksi debit
card, dan berdasarkan komplain dari para nasabah Bank CIMB
Niaga yang melaporkan bahwa para nasabah tidak melakukan
penarikan uang melalui mesin ATM Bank CIMB Niaga maupun
melalui ATM Bersama namun uang berkurang, kemudian oleh
para saksi dilakukan penarikan CCTV yang ada diwilayah Jakarta
Selatan, Jakarta Barat, Depok, Tangerang, Bekasi dan Bandung,
setealah dilakukan peneltian ternyata terlihat orang yang
,melakukan adalah terdakwa (vide paragraf 2 halaman 22
Putusan Nomor: 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel);

4. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut nampak


bahwa terdakwa sudah mempunyai niat untuk memindahkan
data ATM para nasabah Bank CIMB Niaga kedalam ATM kosong
milik Terdakwa, setelah Terdakwa melakukan pekerjaan
supervisor menganalisa data transaksi dan dapat melihat baik
nomor ATM maupun nomor PIN ratusan nasabah Bank CIMB
Niaga, dan dengan menggunakan peralatan 1 (satu) buah laptop
merk Lenovo warna hitam, 1 (satu) buah adaptor, 16 (enam
belas) buah kartu ATM bekas, 1 (satu) buah card
writer/pengganda kartu merk MSR206u warna krem, 1 (satu)
buah kabel USB, dan 1 (satu) buah adaptor, telah berhasil
43

mentranfer/memindahkan data ratusan para nasabah Bank CIMB


Niaga kedalam kartu ATM bekas milik Terdakwa dan nyatanya
dapat berhasil; (vide paragraf 3 halaman 22 Putusan Nomor:
869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel);

5. Menimbang, bahwa sedangkan terdakwa dalam memindahkan


data ratusan para nasabah Bank CIMB Niaga terdakwa tidak
mengetahui satu-satu para nasabah Bank CIMB Niaga dan tidak
mengenalnya sama sekali, sehingga semuanya dilakukan oleh
terdakwa tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan para nasabah
Bank CIMB Niaga dan juga tampa seijin pihak PT Bank CIMB
Niaga Tbk (vide paragraf 1 halaman 23 Putusan Nomor:
869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel);

7. Hakim Salah Dan Tidak Sesuai Dalam Menerapkan Hukum

Bahwa dalam memutus perkara, Hakim telah salah dalam


menerapkan hukum berdasarkan pengunaan pasal dan beberapa
pertimbangan-pertimbangan yang diyakini oleh Hakim sendiri.

1) Dalam Pertimbangan Hakim

Pertama, Hakim menilai bahwa timbulnya niat terdakwa untuk


menggandakan data kartu ATM para nasabah Bank CIMB Niaga untuk
mengambil uang para nasabah Bank CIMB Niaga karena terdakwa
bekerja di PT. Andalan Terampil Multisis (ATM) Jakarta yang
merupakan vendor perawatan mesin SST (Self Service Terminal)
transaksi non tunai Bank CIMB Niaga. Terhadap pertimbangan Hakim
ini, Hakim telah tepat dalam mempertimbangkan fakta hukum yang
ada dan penulis sependapat dengan pertimbangan Hakim bahwa
terdakwa sedari awal memiliki niat untuk menggandakan agar korban
tidak sadar bahwa data elektroniknya telah dikenakan skimming oleh
terdakwa karena masih di dalam penguasaan korban. Dengan tempat
bekerjanya terdakwa tersebut, digunakan sebagai kesempatan oleh
Terdakwa untuk dapat menaruh alat skimmer nya di dalam mesin
SST transaksi non tunai tersebut. Sehingga nantinya Terdakwa dapat
44

mengakses informasi setiap orang yang bertransaksi menggunakan


mesin SST transaksi non tunai Bank CIMB Niaga tersebut.

Kedua, Hakim dalam pertimbangannya menimbang bahwa


terdakwa memasukan data para nasabah Bank CIMB Niaga yang
telah diketahui oleh Terdakwa, dengan menggunakan 1 (satu) buah
laptop merk Lenovo warna hitam, 1 (satu) buah adaptor, 16 (enam
belas) buah kartu ATM bekas, 1 (satu) buah card writer/pengganda
kartu merk MSR206u warna krem, 1 (satu) buah kabel USB, dan 1
(satu) buah adaptor. Dalam pertimbangan tersebut, sebagaimana
yang telah diuraikan pada skema rangkaian kejahatan skimming
pada bab sebelumnya, Hakim telah benar dalam pertimbangannya
dimana hasil penggandaan terhadap data-data elektronik milik
korban secara otomatis menjadi kartu atm palsu.

Ketiga, Hakim dalam pertimbangannya menerima kesaksian saksi


dan menilai bahwa dalam rangkaian kejahatan yang dilakukan
Terdakwa bersesuaian dengan keterangan saksi Riza Chrisanto,
Kepala Bagian Debit Card Fruad saksi M. Indra Syahrial Bagian Debit
Card Fraud dan saksi saksi Iwan Arry Shakti Unit Head Bagian
Debit Card Fraud, yang tugas dan tanggung jawabnya adalah
melakukan proses monitoring transaksi debit card CIMB Niaga dan
menganalisa transaksi debit card, dan berdasarkan komplain dari
para nasabah Bank CIMB Niaga yang melaporkan bahwa para
nasabah tidak melakukan penarikan uang melalui mesin ATM Bank
CIMB Niaga maupun melalui ATM Bersama namun uang
berkurang, kemudian oleh para saksi dilakukan penarikan CCTV
yang ada diwilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Depok,
Tangerang, Bekasi dan Bandung, setealah dilakukan peneltian
ternyata terlihat orang yang melakukan adalah terdakwa. Dalam hal
ini seharusnya secara tidak langsung Hakim telah sependapat bahwa
penguasaan terhadap akses data elektronik masih tetap dapat
diakses oleh korban dan yang berpindah adalah uang milik korban
yang telah dibuktikan dengan rekaman CCTV yang ternyata adalah
Terdakwa.
45

Keempat, Hakim bahwa terdakwa sudah mempunyai niat untuk


memindahkan data ATM para nasabah Bank CIMB Niaga kedalam
ATM kosong milik Terdakwa, setelah Terdakwa melakukan pekerjaan
supervisor menganalisa data transaksi dan dapat melihat baik
nomor ATM maupun nomor PIN ratusan nasabah Bank CIMB Niaga,
dan dengan menggunakan peralatan 1 (satu) buah laptop merk
Lenovo warna hitam, 1 (satu) buah adaptor, 16 (enam belas) buah
kartu ATM bekas, 1 (satu) buah card writer/pengganda kartu merk
MSR206u warna krem, 1 (satu) buah kabel USB, dan 1 (satu) buah
adaptor, telah berhasil mentranfer/memindahkan data ratusan para
nasabah Bank CIMB Niaga kedalam kartu ATM bekas milik Terdakwa
dan nyatanya dapat berhasil. Pertimbangan Hakim tersebut sama
sekali dengan tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan kepolisian yang
telah termuat di dalam surat dakwaan bahwa Terdakwa tidak
memindahkan data ATM ke dalam kartu ATM kosong milik terdakwa.
Dalam proses tindak pidana skimming serta hasil pemeriksaan bukti-
bukti dan alat bukti yang telah dilaksanakan, tidak terdapat sama
sekali rangkaian perbuatan terdakwa untuk memindahkan data ATM
milik nasabah Sebagaimana dalam surat dakwaan, 1 (satu) buah
laptop merk Lenovo warna hitam, 1 (satu) buah adaptor, 16 (enam
belas) buah kartu ATM bekas, 1 (satu) buah card writer/pengganda
kartu merk MSR206u warna krem, 1 (satu) buah kabel USB, dan 1
(satu) buah adaptor digunakan sebagai alat pengganda data
elektronik yang dimana kartu ATM palsu merupakan satu kesatuan
yang digunakan saat proses penggandaan, bukan sebagai media
untuk memindahkan data-data atm milik nasabah. Selanjutnya
sebagaimana keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa, Hakim juga
telah mengurai fakta hukum bahwa kartu ATM dari Bank CIMB Niaga
telah digandakan oleh Terdakwa sehingga proses pemindahan tidak
ada sama sekali yang ada adalah proses penggandaan;

Kelima, Hakim menimbang bahwa terdakwa memindahkan data


ratusan para nasabah Bank CIMB Niaga terdakwa tidak mengetahui
46

satu-satu para nasabah Bank CIMB Niaga dan tidak mengenalnya


sama sekali. Bahwa dalam hal ini menurut penulis pertimbangan
Hakim kabur. Sebagaimana yang telah diuraikan oleh penulis pada
poin 4 di atas tentang Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Tidak Dapat
Diterapkan Dalam Kejahatan Skimming bahwa Bahwa dalam unsur
memindahkan, pelaku sama sekali tidak memindahkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik apapun mililk korban. Tetapi
korban menyalin/menggandakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik korban dengan alat skimmer milik pelaku.

Berdasarkan doktrin, menurut Ahmad Sofian,


mengambil/memindahkan adalah peralihan suatu barang dari suatu
tempat ke tempat yang lain tanpa persetujuan orang tersebut.
Selanjutnya Menurut Noyon Lengemeyer, perbuatan tersebut tidak
cukup hanya memegang saja, tetapi menarik barang tersebut hingga
berpindah penguasaan atas barang tersebut. Sehingga dalam
perbuatan pidana mengambil/memindahkan, akan terpenuhi apabila
adanya peralihan penguasaan dari objek yang dipindahkan tersebut
dan dianggap selesai setelah adanya perpindahan tersebut. Dalam
hal ini adalah perpindahan fisik objek tersebut.

Bahwa apabila dalam hal pelaku “memindahkan”, Dokumen


Elektronik dan/atau Informasi Elektronik yang termuat di dalam kartu
milik korban seharusnya sudah tidak dapat digunakan, tidak
berfungsi lagi, dan sudah tidak dalam penguasaan korban.
Hal ini dikarenakan segala data maupun Dokumen Elektronik
dan/atau Informasi Elektronik yang termuat di dalamnya telah beralih
dipindahkan oleh pelaku ke dalam skimmer sehingga kartu milik
korban telah kosong dipindahkan. Namun pada kenyataannya,
Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik tersebut tidaklah
berpindah dari penguasan korban, karena setelah data-data tersebut
digandakan oleh pelaku melalui alat skimmer, data-data tersebut
masih dalam penguasaan korban dan pihak bank karena keduanya
masih dapat digunakan tetap berfungsi dan dapat diakses.
47

Terhadap ketidaksesuaian Pertimbangan Hakim dengan Hasil


Pemeriksaan baik ditingkat penyidikan maupun dalam persidangan, akan
penulis muat perbandingannya melalui tabel berikut:

Tabel 3.3 Perbandingan Pertimbangan Hakim dengan Hasil


Pemeriksaan

Pertimbangan Hakim Hasil Pemeriksaan

Terdakwa telah berniat untuk “Tugas dan tanggung jawab terdakwa


menggandakan data kartu ATM para sebagai supervisor adalah menganalisa
nasabah Bank CIMB Niaga untuk masalah SST tersebut, dimana data
mengambil uang para nasabah Bank transaksi dari beberapa lokasi seperti SST
CIMB Niaga karena terdakwa bekerja di Thamrin, SST Senayan dan SST Citra Raya
PT. Andalan Terampil Multisis (ATM) kemudian bisa terdakwa crack atau
Jakarta yang merupakan vendor pecahkan/bobol hingga terdakwa bisa
perawatan mesin SST (Self Service mengetahui data nomor PIN dan normor
Terminal) transaksi non tunai Bank CIMB kartu ATM milik orang lain, sehingga
Niaga kemudian timbul niat jahat terdakwa
untuk mengambil uang milik orang lain”
(vide halaman 8 paragraf 2 Putusan
Nomor: 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel)”;
Terdakwa memasukan data para “Selanjutnya terdakwa melaksanakan
nasabah Bank CIMB Niaga yang telah niatnya dengan cara menggandakan data
diketahui oleh Terdakwa, dengan kartu ATM Bank CIMB Niaga tanpa
menggunakan 1 (satu) buah laptop sepengetahuan pemiliknya dengan
merk Lenovo warna hitam, 1 (satu) menggunakan 1 (satu) buah laptop merk
buah adaptor, 16 (enam belas) buah Lenovo warna hitam, 1 (satu) buah
kartu ATM bekas, 1 (satu) buah card adaptor, 16 (enam belas) buah kartu
writer/pengganda kartu merk MSR206u ATM bekas, 1 (satu) buah card
warna krem, 1 (satu) buah kabel USB, writer/pengganda kartu merk MSR206u
dan 1 (satu) buah adaptor warna krem, 1 (satu) buah kabel USB, dan
1 (satu) buah adaptor (vide halaman 8
paragraf 2 Putusan Nomor:
869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel)”;
bahwa hal tersebut diatas bersesuaian “Bahwa benar uang yang berhasil ditarik
dengan keterangan saksi Riza Chrisanto, tanpa seijin dari yang berhak yaitu
Kepala Bagian Debit Card Fruad saksi M. nasabah Bank CIMB Niaga maupun pihak
Indra Syahrial Bagian Debit Card Fraud Bank CIMB Niaga sendiri oleh terdakwa
dan saksi saksi Iwan Arry Shakti Unit seluruhnya berjumlah Rp306.000.000,00
Head Bagian Debit Card Fraud, yang (tiga ratus enam juta Rupiah) (vide
tugas dan tanggung jawabnya adalah halaman 19 Putusan Nomor
melakukan proses monitoring transaksi 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel)”;
debit card CIMB Niaga dan menganalisa
transaksi debit card, dan berdasarkan
komplain dari para nasabah Bank CIMB
Niaga yang melaporkan bahwa para
nasabah tidak melakukan penarikan
uang melalui mesin ATM Bank CIMB
Niaga maupun melalui ATM Bersama
48

namun uang berkurang;


Bahwa terdakwa sudah mempunyai “Selanjutnya terdakwa melaksanakan
niat untuk memindahkan data ATM niatnya dengan cara menggandakan data
para nasabah Bank CIMB Niaga kedalam kartu ATM Bank CIMB Niaga tanpa
ATM kosong milik Terdakwa, setelah sepengetahuan pemiliknya dengan
Terdakwa melakukan pekerjaan menggunakan 1 (satu) buah laptop merk
supervisor menganalisa data transaksi Lenovo warna hitam, 1 (satu) buah
dan dapat melihat baik nomor ATM adaptor, 16 (enam belas) buah kartu
maupun nomor PIN ratusan nasabah ATM bekas, 1 (satu) buah card
Bank CIMB Niaga, dan dengan writer/pengganda kartu merk MSR206u
menggunakan peralatan 1 (satu) buah warna krem, 1 (satu) buah kabel USB, dan
laptop merk Lenovo warna hitam, 1 1 (satu) buah adaptor (vide halaman 8
(satu) buah adaptor, 16 (enam belas) paragraf 2 Putusan Nomor:
buah kartu ATM bekas, 1 (satu) buah 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel)”;
card writer/pengganda kartu merk
MSR206u warna krem, 1 (satu) buah “Bahwa melihat itu terdakwa timbul
kabel USB, dan 1 (satu) buah adaptor, niat untuk menggandakan data kartu
telah berhasil ATM para nasabah Bank CIMB Niaga
mentranfer/memindahkan data ratusan untuk mengambil uang para nasabah
para nasabah Bank CIMB Niaga kedalam Bank CIMB Niaga (vide halaman 19
kartu ATM bekas milik Terdakwa dan Putusan Nomor
nyatanya dapat berhasil; 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel)”;

“Bahwa benar setelah kartu ATM dari Bank


CIMB Niaga yang dibuat atau digandakan
oleh terdakwa siap digunakan, selanjutnya
terdakwa menggunakan kartu ATM palsu
tersebut untuk bertansaksi di mesin ATM
(vide halaman 19 Putusan Nomor
869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel)”;

2) Dalam Menerapkan Hukum

Bahwa dengan pertimbangan hakim yang tidak sesuai dengan


hasil pemeriksaan serta ketidaksesuai dengan rangkaian kejahatan
skimming yang telah penulis urai di atas, pada akhirnya Hakim
mengenakan Pasal 32 ayat (1) UU ITE terhadap terdakwa. Pengenaan
Pasal tersebut tidak dapat dikenakan terhadap kasus tindak pidana
skimming. Pengenaan tersebut dikarenakan pengaruh pertimbangan
hakim serta pemahaman Hakim mengenai kejahatan skimming itu
sendiri. Skimming merupakan bentuk tindak pidana yang dapat
dikatakan tidak terlalu sulit di dalam pembuktiannya, hal ini
dikarenakan apabila bukti bahwa pelaku telah mengakses suatu
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik orang lain yang
bukan haknya, Pengenaan Pasal 30 UU ITE sudah dapat dikenakan
49

terhadap pelaku. Selanjutnya apabila terdapat bukti yang


menerangkan bahwa pelaku melakukan penarikan uang milik nasabah
yang bukan haknya dan tanpa sepengetahuan nasabah tersebut,
maka dapat dikenakan Pasal 363 KUHP, contohnya pada kasus ini.
Dalam kasus ini, dakwaan primer oleh Jaksa Penuntut Umum adalah
Pasal 363 KUHP tentang pencurian, hal ini dikarenakan terdapatnya
rekaman CCTV dimana pelaku melakukan penarikan uang.

Sebagai contoh, berikut adalah pengenaan pasal terhadap tindak


pidana skimming dalam putusan-putusan lainnya beserta
pertimbangan hakim yang berkorelasi pada putusan yang penulis
teliti:

Tabel 3.4 Pengenaan Pasal Pada Tindak Pidana Skimming


Dalam Putusan Lainnya

Nomor Putusan Pengenaan Pasal Pertimbangan Hakim

Putusan Nomor: Pasal 30 ayat (3) UU ITE “Menimbang, bahwa alat


107/Pid.Sus/Pn.Jkt.Tim/2021; yaitu dengan sengaja skimmer tersebut gunanya adalah
melawan hukum untuk menyalin (mengcopy) data
mengakses dan sistem kartu ATM milik nasabah (vide
elektronik dengan cara halaman 17 Putusan Nomor
menjebol sistem 107/Pid.Sus/Pn.Jkt.Tim/2021)”;
keamanan secara
Bersama-sama;
Putusan Nomor: Pasal 30 ayat (2) UU ITE “…… Sehingga Ketika Terdakwa
282/Pid.Sus/2020/Pn.Mks; yaitu Setiap Orang memasang alat skimmer pada
dengan sengaja dan mesin ATM untuk merekam isi
tanpa hak atau kartu debit nasabah sehingga
melawan hukum pelaku dapat melakukan cloning
mengakses Komputer kartu debit…..” (vide halaman 20
dan/atau Sistem Putusan Nomor:
Elektronik dengan cara 282/Pid.Sus/2020/Pn.Mks) “;
apa pun dengan tujuan
untuk memperoleh
Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen
Elektronik;
Putusan Nomor: Pasal 30 ayat (3) UU ITE “…………selanjutnya mengajak
334/Pid.Sus/2020/Pn Mlg; yaitu dengan sengaja terdakwa I untuk bekerja kepada
melawan hukum Sdr. Khrisna yaitu untuk
mengakses dan sistem mengkloning kartu ATM milik
elektronik dengan cara nasabah…… (vide halaman 47
menjebol sistem Putusan Nomor
keamanan secara 334/Pid.Sus/2020/Pn Mlg)”;
Bersama-sama;
50

Putusan Nomor: Pasal 363 KUHP yaitu “Menimbang, bahwa menurut SR.
67/Pid.B/2018/Pn Skh. mengambil suatu Sianturi perbuatan mengambil
barang yang seluruhnya adalah memindahkan penguasaan
atau Sebagian milik nyata terhadap suatu barang ke
orang lain, dengan dalam penguasaan nyata sendiri
maksud untuk dimiliki dari penguasaan nyata orang lain
secara melawan (vide halaman 22 Putusan
hukum. Nomor: 67/Pid.B/2018/Pn Skh);”.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasal 32 Ayat (1) UU ITE tidak dapat digunakan pada tindak


pidana skimming, hal ini dikarenakan unsur-unsur alternatif yang termuat
pada pasal tersebut tidak ada satupun yang masuk dalam rangkaian
kejahatan tindak pidana skimming. Selanjutnya, tindak pidana skimming
tidak memindahkan satupun Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik melainkan menggandakan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik korban. Berdasarkan doktrin, menurut Ahmad
Sofian, mengambil/memindahkan adalah peralihan suatu barang dari
suatu tempat ke tempat yang lain tanpa persetujuan orang tersebut.
Selanjutnya Menurut Noyon Lengemeyer, perbuatan tersebut tidak cukup
hanya memegang saja, tetapi menarik barang tersebut hingga
berpindah penguasaan atas barang tersebut. Sehingga dalam
perbuatan pidana mengambil/memindahkan, akan terpenuhi apabila
adanya peralihan penguasaan dari objek yang dipindahkan tersebut dan
51

dianggap selesai setelah adanya perpindahan tersebut. Dalam hal ini


adalah perpindahan fisik objek tersebut.

Bahwa apabila dalam hal pelaku “memindahkan”, Dokumen


Elektronik dan/atau Informasi Elektronik yang termuat di dalam kartu
milik korban seharusnya sudah tidak dapat digunakan, tidak
berfungsi lagi, dan sudah tidak dalam penguasaan korban. Hal ini
dikarenakan segala data maupun Dokumen Elektronik dan/atau Informasi
Elektronik yang termuat di dalamnya telah dipindahkan oleh pelaku ke
dalam skimmer sehingga kartu milik korban telah kosong dipindahkan.
Namun pada kenyataannya, Dokumen Elektronik dan/atau Informasi
Elektronik tersebut tidaklah berpindah dari penguasan korban, karena
setelah data-data tersebut digandakan oleh pelaku melalui alat skimmer,
data-data tersebut masih dalam penguasaan korban dan pihak bank
karena keduanya masih dapat digunakan, tetap berfungsi dan dapat
diakses.

Satu-satunya perpindahan dalam kejahatan skimming adalah


uang. Perpindahan uang ini terjadi ketika pelaku menarik uang milik
korban tanpa sepengetahuan korban. Dimana dalam hal ini, jelas
terdapat perpindahan serta peralihan terhadap penguasaan uang tersebut
yang tadinya ada di dalam rekening milik korban berpindah
penguasaannya ke tangan pelaku. Walaupun demikian, hal ini secara
jelas tidak serta merta menjadikan Pasal 32 ayat (1) UU ITE dapat
digunakan dalam tindak pidana skimming. Hal ini dikarenakan unsur
“memindahkan” yang diatur pada pasal ini adalah terhadap Dokumen
Elektronik dan/atau Informasi Elektronik. Bahwa berdasarkan Pasal 1
Angka 4 UU ITE, uang tidaklah termasuk sebagai apa yang disebut
Dokumen Elektronik dan/atau Informasi Elektronik sebagaimana
dijelaskan pada pasal tersebut. Sehingga hal ini menjadikan penggunaan
Pasal 32 ayat (1) tidak dapat diberlakukan dan terhadap kejahatan
tersebut dikembalikan pada penggunaan Pasal 363 KUHP tentang
pencurian.
52

Bahwa dalam memutus Perkara Nomor: 869/Pid.B/2017/Pn.Jak.Sel,


Hakim telah salah dalam menerapkan hukum berdasarkan pengunaan
pasal dan beberapa pertimbangan-pertimbangan yang diyakini oleh
Hakim sendiri. Pengenaan pasal tersebut dikarenakan pengaruh
pertimbangan hakim serta atas keyakinan Hakim sendiri mengenai
kejahatan skimming itu sendiri. Dalam putusan ini, Hakim meyakini
bahwa perbuatan terdakwa untuk menggandakan data elektronik milik
korban adalah merupakan unsur dari memindahkan yang termuat pada
Pasal 32 ayat (1) UU ITE. Sebagaimana yang telah penulis uraikan,
bahwa apabila dalam hal pelaku “memindahkan”, Dokumen Elektronik
dan/atau Informasi Elektronik yang termuat di dalam kartu milik korban
seharusnya sudah tidak dapat digunakan, tidak berfungsi lagi, dan
sudah tidak dalam penguasaan korban. Sehingga seharusnya,
unsur-unsur perbuatan pidana yang dimuat pada pasal tersebut harus
dibuktikan lebih lanjut pengenaannya berdasarkan selesainya dari
perbuatan itu sendiri. Demikian pula dengan unsur “memindahkan” yang
dikenakan oleh Hakim dalam putusan perkara tersebut. Unsur
“memindahkan” haruslah dibuktikan lebih lanjut berdasarkan selesainya
dari perbuatan dalam unsur tersebut. Sehingga dalam hal ini untuk
mengenakan unsur “memindahkan” serta unsur-unsur perbuatan lainnya
yang dimuat dalam pasal tersebut, perlu adanya pembuktian yang
menjelaskan selesainya dari perbuatan Terdakwa itu sendiri antara lain
keterangan korban dan penyitaan terhadap kartu ATM Korban atau
pemeriksaan terhadap informasi dan/atau dokumen elektronik milik
korban.

B. Saran

Melalui kesimpulan yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis dapat
merumuskan beberapa saran sebagai kontribusi penulis terhadap
kemajuan penelitian dan upaya optimalisasi bagi pihak-pihak penegak
hukum sebagai berikut:

1. Bagi Masyarakat Umum, diharapkan waspada terhadap


penggunaan kartu debit ATM diberbagai tempat karena
53

banyak mesin-mesin yang telah dipasangkan alat skimmer


oleh beberapa oknum yang ingin mengakses data-data yang
terdapat pada kartu debit tersebut;

2. Bagi Dewan Perwakilan Rakyat, perlu adanya revisi serta


penjelasan terhadap Pasal 32 ayat (1) UU ITE sehingga Hakim
serta para penegak hukum dapat mengetahui apakah bentuk
kejahatan menggandakan suatu informasi elektronik
digeneralisasikan kepada memindahkan atau merupakan 2
(dua) hal yang berbeda;

3. Bagi Hakim, diharapkan agar dapat memahami bahwa


menggandakan/menyalin merupakan unsur yang berbeda
dengan memindahkan, sehingga kedepannya terhadap kasus
tindak pidana skimming tidak lagi dikenakan Pasal 32 ayat (1)
UU ITE;

4. Bagi Mahkamah Agung, diharapkan dapat mengeluarkan


produk mahkamah agung yang dapat memperluas penafsiran
terhadap bunyi pasal 32 ayat (1) UU ITE, serta membuat
perluasan bahwa memindahkan merupakan hal yang berbeda
dengan menggandakan. Sehingga kedepannya hakim-hakim
yang memutus suatu perkara tindak pidana skimming dapat
menggunakan produk mahkamah agung sebagai acuan dalam
memutus suatu perkara.
54
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adityah Pontoh, Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Tindak Pidana


Pembobolan Re-kening Nasabah Bank,VI Lex Privatum, 2018. dikutip
dari K. Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Ghalia Indonesia,
1971.

Ahmad Sofian, Eksaminasi Dakwaan Tafsir Terhadap Pasal 363 KUHP,


Rubric Of Faculty Member, Binus University, November 2016

Astuti, Sri Ayu. "Perluasan Penggunaan Bukti Elektronik (Evidence of Electronic)


Terkait Ketentuan Alat Bukti Sah atas Perbuatan Pidana di Ruang
Mayantara (Cyberspace)." Pagaruyuang Law Journal 1.1 (2017): 44-57.

Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian


Cyber Crime di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006

Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, dan Teknologi


Informasi, Regulasi dan Konvergensi, Bandung, Refika Aditama, 2010

Detective K. A. Farner, Stealing You Blind: Tricks of the Fraud Trade ,


iUniverse, 2009.

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum
Teknologi Informasi, Bandung: PT Refika Aditama, 2005

Donald, Albert, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2014

Eddy Army, Bukti Elektronik Dalam Praktik Peradilan, Jakarta: Sinar


Grafika, 2020

Ferry Satya Nugraha, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank


dalam Pembobolan Internet Banking Melalui metode Malware,
Diponegoro Law Jurnal, 2016.

Frilly Margaret Wurangian, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap


Korporasi Perbankan Akibat Dari Tindak Pidana pembobolan
bank’, IV Lex Crimen, 2015 dikutip dari Krisna Wijaya, Kejahatan
Perbankan dalam Perbankan Nasional Catatan Kolom Demi Kolom,

57
cet. Kedua, Kompas Media Nusantara, 2002 (selanjutnya disebut Krisna
Wijaya I).

Heru Soepraptomo, Kejahatan Komputer dan Cyber (Serta Antisipasi


Pengaluran Pencegahan Di Indonesia), 'Jumal Hukum Bisnis, Volume,
2001

Lexy Fatharany Kurniawan, Penegakan Hukum Tindak Pidana Kartu Kredit,


Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga. 2006

R. Toto Sugiharto, Tips ATM Anti Bobol: Mengenal Modus-modus


Kejahatan Lewat ATM dan Tips Cerdik Menghindarinya, Media
Pressindo, 2010.

Razmy Humris, Memahami Motif & Mengantisipasi Penyalahgunaan


Wewenang, Gramedia Pustaka Utama 2015.

Sarah D.L. Roeroe, Perlindungan Terhadap Bank Dalam Transaksi


Perdagangan Dengan Menggunakan Sarana Letter Of Credit/LC’,
XXI, Jurnal Hukum UNSRAT, 2013

Vyctoria, Bongkar Rahasia E-Banking Security dengan Teknik Hacking


dan Carding, CV Andi Offset, 2013

Yustisia, Tim Visi. KUHP & KUHAP. VisiMedia, 2016

ARTIKEL ONLINE

http://www.pnlhoksukon.go.id/content/artikel/page/2/201704171508532093349
10258f4781588e77.html#_ftn2 diakses pada tanggal 17 Mei 2021.

https://kbbi.web.id, diakses pada tanggal 13 Mei 2021.

https://keuangan.kontan.co.id/news/kerugian-bank-mandiri-akibat-skimming-
lebih-besar-ketimbang-bri, diakses pada 1 Mei 2021 pukul 21.35.

https://learninghub.id/4-prinsip-dasar-dalam-digital-forensic/ diakses pada


tanggal 8 April 2021

58
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ab0dcf7a8cc6/cegah-kasus-
skimming--ojk-minta-perbankan-tingkatkan-manajemen-resiko-/, diakses
pada 1 Mei 2021 pukul 21.30

JURNAL

Lamintang, Dasar – Dasar Hukum Pidana di Indonesia , Jakarta Timur:


Sinar Grafika, 2014

Lilik, Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana dalam Perspektif Teoretis dan


Praktik Peradilan, Bandung: CV. Mandar Maju, 2010

M Yahya, Harahap, Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP ;


Penyidikan dan penuntutan (edisi kedua), Jakarta: Sinar Grafika,
Indonesia (a), 2003

Marwan, Effendi, Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya dari Perspektif


Hukum, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005

Philemon, Ginting, Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Teknologi


Informasi Melalui Hukum Pidana. Diss. Program Sarjana Universitas
Diponegoro, 2008

Rivanie, Syarif Saddam. "Penerapan Penjatuhan Sanksi Pidana terhadap Pelaku


Pencurian Dokumen Elektronik Milik Orang Lain di Kota Makassar." Jurnal
Hukum Volkgeist 1.1 (2016): 86-103.

Roeslan Saleh, Beberapa Asas-Asas Hukum Pidana dalam Perspektif.


Jakarta. Aksara Baru, 1981

Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, Bandung:


Armico, 1983

S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya,


Cet. 4, Jakarta: Percetakan BPK Gunung Mulia, 1996

Sitti Mawar, Metode Penemuan Hukum (Interpretasi Dan Kontruksi)


Dalam Rangka Harmonisasi Hukum, UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2016

59
Soerjono, Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Raja Grafindo,
1997

Subekti, Kamus Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1983

Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986

Sudaryono dan Natangsa Surbakti, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana.


Surakarta. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum.Yogyakarta; Liberty Yogyakarta,


2003

Wantjik K, Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta: Paramestika,


1996

Wirjono, Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia,


Bandung: Refika Aditama, 2003

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-undang Nomor


11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi


dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara


Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 Tahun 1981

SUMBER LAINNYA

Berkas Putusan Nomor 869/Pid.B/2017/PN.Jkt.Sel

Berkas Putusan Nomor: 107/Pid.Sus/Pn.Jkt.Tim/2021

Berkas Putusan Nomor: 282/Pid.Sus/2020/Pn.Mks

Berkas Putusan Nomor: 334/Pid.Sus/2020/Pn Mlg

Berkas Putusan Nomor: 67/Pid.B/2018/Pn Skh.

Sampul Berkas Perkara Nomor: BP/63/5285/F/V/2017/Reskrim Kepolisian Negara


Republik Indonesia Daerah Metro Jaya Resort Metropolitan Jakarta Selatan

60

Anda mungkin juga menyukai