BAB IV Perkembangan Intelek, Sosial, Dan Bahasa - PPD
BAB IV Perkembangan Intelek, Sosial, Dan Bahasa - PPD
BAB IV Perkembangan Intelek, Sosial, Dan Bahasa - PPD
Oleh
Kadek Anisa (2111031048)
Kadek Linda Ernayanti (2111031022)
Ni Kadek Sri Ayu Wisnawati (2111031009)
Ni Komang Ayu Gede Sariningsih (2111031010)
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat yang telah diberikan, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Perkembangan Intelek, Sosial, dan Bahasa" dengan
tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah perkembangan peserta didik. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penyusun. Kami
selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen mata kuliah perkembangan peserta
didik atas bimbingannya dan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, akhir kata semoga makalah dapat bermanfaat bagi
para pembacanya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER
PRAKATA ................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................................... 2
1.5 Batasan Masalah ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
A. Perkembangan Intelek .................................................................................................... 3
B. Bakat Khusus .................................................................................................................. 8
C. Perkembangan Sosial ..................................................................................................... 13
D. Perkembangan Bahasa .................................................................................................... 15
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 20
3.1 Simpulan ........................................................................................................................ 20
3.2 Saran ............................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu Perkembangan Intelek?
2. Apa itu Bakat Khusus?
3. Apa itu Perkembangan Sosial?
4. Apa itu Perkembangan Bahasa?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Intelek
1. Pengertian Intelek dan Intelegensi
Menurut English & English dalam bukunya “A Comprehensive Dictionary of Psychological
Terms”, istilah intellect berarti suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas
yang berkenaan dengan berpikir (misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami).
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language, Istilah intellect berarti:
1) Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati
hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya.
2) Kecakapan mental yang besar, sangat intelligence; dan
3) Pikiran atau intelegensi.
Intelegensi menurut yang dikemukakan oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya yang berjudul
Psikologi Remaja (1991), ia mengajukan beberapa rumus intelegensi sebagai berikut:
1) Intelegensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan
memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya
dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
2) Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah
laku.
3) Intelegensi meliputi pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian
dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.
4) William Stem mengemukakan bahwa intelegensi merupakan suatu kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir.
5) Binet berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui
keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak
dipengaruhi oleh lingkungan.
Wechler (1958) merumuskan intelegensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk
berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan
secara efektif. Intelek menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir/bertindak. Salah
satu tes intelegensi yang terkenal adalah yang dikembangkan oleh A Ferd Binet (1857-1911). Binet
seorang ahli ilmu jiwa (psycholog) Perancis, merintis mengembangkan tes intelegensi yang agak
umum. Sedangkan pengukuran tingkat intelegensi dalam bentuk perbandingan ini diajukan oleh
William Stern (1871-1938), seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman, dengan sebutan
Intelligence Quotient yang disingkat IQ artinya perbandingan kecerdasan.
3
2. Hubungan antara Intelek dan Tingkah Laku
Kemampuan abstraksi seseorang akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya.
Pemikiran yang muncul terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan
kritik diri. Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang tua. Sikap kritis dalam hal hal yang sudah umum baginya pada
masa sebelumnya, sehingga tata cara dan adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering
terasa terjadi/ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada prilakunya. Kemampuan
abstraksi mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang
semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang di akibatkan kemampuan abstraksi) dapat
menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa. Di samping itu pengaruh egosentris masih pada
pikirannya :
1) Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa memikirkan
akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan
tidak berhasil dalam menyelesaikan masalah.
2) Kemampuan berpikir dengan berpendapat sendiri belum disertai pendapat orang lain dalam
penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian
diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain
mengenai dirinya.
Egosentrisme menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berpikir maupun bertingkah
laku. Egosentrisme dapat menimbulkan reaksi lain, dimana remaja justru melebih-lebihkan diri
dalam penilaian diri sendiri. Melalui banyak pengalaman dan banyak penghayatan kenyataan serta
dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhirnya,
pengaruh egosentrisme pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja sudah
dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.
4
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawali dengan pemikiran
teoretik. Analisis teoretik ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan pendapat-
pendapat atau prediksi tertentu yang juga disebut proporsi-proporsi, kemudian mencari
hubungan antara proporsi yang berbeda-beda.
b. Berpikir Operasional Juga Berpikir Kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara
bagaimana melakukan analisis. Anak yang beroperasional lebih dahulu secara teoretik
membuat matriksnya mengenai segala macam kombinasi yang mungkin, kemudian secara
sistematik mencoba mengisi setiap sel matriks tersebut secara empiris. Jadi, dengan berpikir
operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang
betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan
variable-variabel tergantung yang mungkin ada.
Cara berpikir terlepas dari tempat dan waktu, dengan cara yang hipotesis, deduktif yang
sistematis, tidak selalu dicapai oleh semua remaja. Seorang remaja yang dengan kemampuan
intelegensi terletak di bawah normal atau nilai IQ kurang dari 90%, tidak akan mencapai taraf
berpikir yang abstrak. Seorang remaja dengan kemampuan berpikir normal tetapi hidup dalam
lingkungan atau kebudayaan yang tidak merangsang cara berpikir, maka remaja itu sampai
dewasa pun tidak akan pernah sampai pada taraf berfikir abstrak.
6
5. Perbedaan Individu dalam Kemampuan dan Perkembangan Intelek
Intelegensi itu sendiri oleh David Wechler (1958) didefinisikan sebagai "keseluruhan
kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif. Berdasarkan nilai IQ atau kecerdasannya manusia dapat dikategorikan
menjadi 6 kelompok yaitu :
1) di bawah 70, anak mengalami kelainan mental.
2) 71-85, anak di bawah normal (bodoh).
3) 86-115, anak yang normal.
4) 116-130, anak di atas normal (pandai).
5) 131-145, anak yang superior (cerdas).
6) 145 ke atas anak genius (istimewa).
Wechler dan Bellevue (Sarlito, 1991:78), mereka menyatakan bahwa kalau semua orang di
dunia diukur intelegensinya maka akan terdapat orang-orang yang sangat cerdas yang sama
banyaknya dengan orang-orang yang sangat rendah tingkat berpikirnya (terbelakang), orang-orang
yang superior sama banyaknya dengan orang-orang yang tergolong perbatasan (borderline).
Sedangkan yang terbanyak adalah orang-orang yang tergolong berintelegensi rata-rata atau
normal. Pengukuran seperti yang dilakukan oleh Wechler dan Bellevue tersebut diarahkan pada
satu teori bahwa ada yang dinamakan faktor umum (General Faktor) pada intelegensi itu. General
faktor inilah yang diukur dengan IQ tersebut. Pada seseorang yang memiliki IQ sama, misalnya
akan memiliki penampilan yang sama juga tidak terkecuali orang tersebut akan memiliki
perbedaan jika kalau ada perbedaan maka hal itu disebabkan oleh faktor-faktor lain di luar
intelegensi seperti minat, pengalaman, sikap, dan sebagainya.
Thurstone mengatakan bahwa faktor umum itu tidak ada yang ada hanya sekelompok faktor
khusus yang diberi nama Kemampuan Mental Primer yang terdiri dari 7 faktor yaitu: (i)
kemampuan verbal (verbal comprehention), (ii) kemampuan angka-angka (numerical ability), (iii)
tilikan keruangan, (iv) kemampuan penginderaan, (v) ingatan, (vi) penalaran, dan (vii) kelancaran
berbahasa. Thomson tidak setuju dengan faktor-faktor yang disebutkan Thurstone. Ia berpendapat
bahwa faktor umum dalam intelegensi tidak ada, tetapi yang ada hanyalah sejumlah faktor khusus
yang berbeda dari orang ke orang dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Menurut piaget
intelegensi mempunyai beberapa sifat:
1. Intelegensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan.
2. Intelegensi meliputi struktur organisasi perbuatan dan pikiran, dan interaksi yang
bersangkutan antara individu dan lingkungannya.
3. Struktur tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan kualitatif.
7
4. Dengan bertambahnya usia, penyesuaian diri lebih mudah karena proses keseimbangan
yang bertambah luas.
5. Perubahan kualitatif pada intelegensi timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian
tertentu.
Sebagai kesimpulan dari berbagai pendekatan atau teori psikologi yang telah dikemukakan,
menunjukkan bahwa intelegensi itu bersifat individual, artinya antara satu dan lainnya tidak sama
persis kualitas akhirnya.
B. Bakat Khusus.
1. Pengertian Bakat Khusus
Guilford (Simadi S. 1991 : 169) mengemukakan bahwa bakat itu mencangkup 3 dimensi
psikologis yaitu :
a. Dimensi Perseptual, meliputi kemampuan dalam mengadakan persepsi, dan ini meliputi
faktor-faktor sebagai berikut :
8
a) Kepekaan indra
b) Perhatian
c) Orientasi waktu
d) Luasnya daerah persepsi
e) Kecepatan persepsi, dsb.
b. Dimensi Psikomotor, dimensi ini mencangkup enam faktor yaitu sebagai berikut :
a) Kekuatan
b) Impuls
c) Kecepatan gerak
d) Ketelitian
e) Koordinasi
f) Keluwesan
c. Dimensi Intelektual, dimensi inilah yang umumnya mendapat sorotan luas, karena memang
dimensi inilah yang mempunyai implikasi sangat luas. Dimensi ini meliputi 5 faktor yaitu :
a) Faktor ingatan, yang mencangkup faktor ingatan yaitu mengenai :
a. Substansi
b. Relasi
c. Sistem
b) Faktor ingatan, mengenai pengenalan terhadap :
a. Keseluruhan informasi
b. Golongan ( kelas )
c. Hubungan-hubungan
d. Bentuk atau struktur
e. Kesimpulan
c) Faktor Evaluatif, yang meliputi evaluasi mengenai :
a. Identitas
b. Relasi-relasi
c. Sistem
d. Penting tidaknya problem (kepekaan terhadap problem yang di hadapi)
d) Faktor konuergen, yang meliputi faktor untuk menghasilkan ;
a. Nama-nama
b. Hubungan-hubungan
c. Sistem-sistem
d. Transformasi
e. Implikasi-implikasi yang unik
9
e) Faktor berfikir divergen, yang meliputi faktor :
a. Untuk menghasilkan unit-unit
b. Untuk pengalihan kelas-kelas secara spontan
c. Untuk menghasilkan system
d. Untuk transformasi divergen
e. Kelancaran dalam menghasilkan hubungan-hubungan
f. Untuk menyusun bagian-bagian menjadi kerangka
Dari ilustrasi di atas menunjukan betapa rumitnya kualitas manusia yang disebut
bakat. Bakat dapat diartikan sebagai kemapuan bawaan yang merupakan potensi yang masih
perlu dikembangkan atau dilatih. Kemampuan adalah daya untuk melakukan suatu tindakan
sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Jadi bakat adalah kemampuan alamiah untuk
memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif bersifat umum (misalnya bakat
intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus). Bakat khusus disebut juga Talent.
Talent adalah seseorang yang mempunyai kemampuan bawaan untuk bidang tertentu,
misalnya :
a. Bakat menggambar
b. Bakat menulis, dsb.
10
kesempatan untuk mengembangkan, maka bakat tersebut tidak akan tampak jika orangtuanya
menyadari bahwa ia mempunyai bakat menggambar dan mengusahakan agar ia mendapat
pengalaman yang sebaik-baiknya untuk mengembangkan bakatnya, dan anak itu juga
menunjukkan minat yang besar untuk mengikuti pendidikan menggambar, maka ia akan dapat
mencapai prestasi yang unggul akan dapat menjadi pelukis terkenal. Sebaliknya, seorang anak
yang mendapatkan pendidikan menggambar dengan baik, namun tidak memiliki bakat
menggambar, maka ia tidak akan pernah mencapai prestasi unggul untuk bidang tersebut.
11
keterampilan teknik. Kita juga mengenal anak-anak yang oleh lama temannya atau oleh guru
selalu dipilih menjadi pemimpin, karena mereka berbakat dalam bidang psikologi sosial.
12
Pada akhirnya masa remaja anak sudah banyak memikirkan tentang apa yang ingin ia
lakukan dan apa yang ingin ia mampu lakukan makin banyak mendengar tentang macam-
macam kemungkinan, baik dalam bidang pendidikan maupun dalam pekerjaan, dapat
membuatnya ragu-ragu mengenai apa yang sebetulnya paling cocok baginya. Dengan
pengalaman bakat yang dimilikinya dan upaya pengembangan dapat membantu remaja untuk
dapat menentukan pilihan yang tepat untuk menyiapkan dirinya untuk dapat mencapai tujuan
tujuannya.
C. Perkembangan Sosial
1. Pengertian Pengembangan Hubungan Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya dalam
masyarakat. Proses sosialisasi dan interaksi sosial dimulai sejak lahir dan berlangsung terus
hingga dewasa atau tua. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas hingga
tingkat yang luas dan kompleks. Semakin dewasa dan bertambah umur, tingkat hubungan sosial
juga berkembang menjadi sangat luas dan kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja,
seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi
untuk berpartisipasi dan berkontribusi memajukan kehidupan masyarakat.
13
dalam perkembangan sosial remaja adalah dalam hal-hal tertentu ada tindakan yang kurang
mengindahkan nilai dan norma sosial serta tidak memperdulikan obyektifitas kebenaran.
Dalam hal hubungan sosial remaja yang lebih khusus, mengarah pada pemilihan pacar
dan pasangan hidup dengan mempertimbangkan faktor agama dan suku bangsa. Pertimbangan
ini bukan saja menjadi kepentingan masing-masing individu tetapi juga menyangkut
kepentingan keluarga dan kelompok masyarakat yang lebih besar, sehingga dapat menjadi
masalah yang rumit jika tidak diimbangi dengan tindakan intelektual yang tepat dan
pengendalian emosional.
14
4. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal dirinya dan orang lain.
Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari
hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang
lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakanya.
Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan sering tidak sepenuhnya diterima,
karena lingkungan tidak senantiasa sejalan dengan konsep dirinya yang tercermin sebagai suatu
kemungkinan bentuk tingkah laku sehari-hari.
D. Perkembangan Bahasa
1. Pengertian Perkembangan Bahasa
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh
seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat
bergaul. Oleh karena itu, penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan
15
berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan orang lain,
sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka
perkembangan bahasa seseorang (bayi-anak) dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti)
dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan
seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan
tingkat perilaku sosial. Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang
berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
berbahasa. Bayi, tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat sederhana. Semakin
bayi itu tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai
berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya
merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa seperti halnya belajar hal
yang lain, "meniru” dan "mengulang" hasil yang telah didapatkan merupakan cara belajar bahasa
awal. Bayi bersuara, "mmm mmm", ibunya tersenyumn dan mengulang menirukan dengan
memperjelas arti suara itu menjadi "maem-maem". Bayi belajar menambah kata-kata dengan
meniru bunyi-bunyi yang didengarkannya. Manusia dewasa (terutama ibunya) di sekelilingnya
membetulkan dan memperjelas. Belajar bahasa yang sebenamya baru diiakukan oleh anak
berusia 6-7 tahun, disaat anak mulai bersekolah. Jadi, perkembangan bahasa adalah
meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara
lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat
komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami orang
lain.
2. Karakteristik Perkembangan Bahasa remaja
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Anak remaja telah banyak belajar
dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk oleh kondisi lingkungan.
Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya pergaulan
teman sebaya dan lingkungai sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah baħasa yang berkembang
di dalam keluarga atau bahasa ibu.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di
mana mereka tinggal. Hal ini berarti proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari
pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa.
Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengikuti proses
belajar di sekolah. Sebagaimana diketahui, di lembaga pendidikan diberikan rangsangan yang
terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan
memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa
16
perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam
masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi
lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Dari
kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti
istilah "baceman" di kalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes.
Bahasa "prokem" tercipta secara khusus untuk kepentingan khusus pula.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam
perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain.
Hal ini ditunjukkan oleh pemilihan dan penggunaan kosa kata sesuai dengan tingkat sosial
keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan berpendidikan rendah atau buta huruf, akan
banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang “kasar".
Masyarakat terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, akan menggunakan
istilah-istilah lebih etektif, dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa secara lebih baik.
17
seseorang berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berpikir.
Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan
menyusun kalimat dengan baik, dan memahami atau menangkap maksud suatu
pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang
anak.
d. Status Sosial Ekononi Keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi
yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan anggota keluarganya.
Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus
sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan lebih
tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga
terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga berpengaruh pula
terhadap perkembangan bahasa.
e. Kondisi Fisik
Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat
yang terganggu kemanpuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, atau
organ suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangan berkomunikasi dan
tentu saja akan mengganggu perkembangannya dalam berbahasa.
18
mengambil peranan yang cukup menonjol, dalam mempengaruhi perkembangan bahasa anak
tersebut. Mereka belajar makna kata dan bahasa sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat,
dan mereka hayati dalam hidupnya sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh
lingkungan yang berbeda-beda.
Di depan telah diuraikan bahwa kemampuan berpikir anak berbeda-beda. Sedang
berpikir dan bahasa mempunyai korelasi tinggi, anak dengan IQ tinggi akan berkemampuan
bahasa yang tinggi. Nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan individual anak, dan dengan
demikian kemampuan mereka dalam bahasa juga bervariasi sesuai dengan variasi kemampuan
mereka berpikir. Bahasa berkembang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karena kekayaan
lingkungan akan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang sebagian besar
dicapai dengan proses meniru. Dengan demikian, remaja yang berasal dari lingkungan yang
berbeda juga akan berbeda-beda pula kemampuan dan perkembangan bahasanya.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Intelek adalah kecakapan mental, yang menggambarkan kemampuan berpikir. Banyak
definisi tentang intelegensi namun makna intelegensi dapat diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam berpikir dan bertindak. Kemampuan berpikir atau intelegensi diukur dengan
tes intelegensi. Tes intelegensi yang terkenal adalah tes Binet-Simon. Hasil tes intelegensi
dinyatakan dalam bentuk nilai IQ, dan hal itu banyak gunanya karena tingkat intelegensi
berpengaruh terhadap banyak aspek.
Hubungan sosial remaja terutama yang berkaitan dengan proses penyesuaian diri
berpengaruh terhadap tingkah laku, sehingga dikenal beberapa pola tingkah laku, seperti
remaja keras, remaja yang mengisolasi diri, rernaja yang bersifat egois, dan sebagainya.
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, Perkembangan bahasa
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah usia anak, kondisi keluarga, tingkat
kecerdasan, status sosial ekonomi keluarga, dan kondisi fisik anak terutama dari
kesehatannya.
Bakat merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam membantu
perkembangan seseorang individu. Bakat itu adalah sifat atau kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang dan akan berkembang dengan anat baik jika mendapatkaı rangsangan yang
tepat. Ada beberapa individu yang memiliki bakat khusus, seperti melukis, olah raga, dan
musik. Secara umum bakat itu mencakup tiga dimensi, yaitu dimensi perseptual, psikomotor,
dan intelektual. Oleh karena itu bakat mempunyai kaitan erat dergan keberhasilan (prestasi
hasil belajar) di sekolah, sekalipun terdapat juga pengecualian-pengecualian. Perkembangan
bakat seseorang dipengaruhi oleh faktor dalam anak dan faktor lingkungan. Karena kondisi
setiap individu dan lingkung annya tidak sama, maka terjadi perbedaan bakat setiap orang
secara individual.
3.2 Saran
1. Bagi mahasiswa agar dapat mempelajari makalah ini karena dapat membantu dalam mata
kuliah perkembangan peserta didik dalam materi perkembangan intelek, sosial, dan
bahasa.
2. Bagi masyarakat disarankan mempelajari makalah ini karena dapat menambah wawasan
serta ilmu pengetahuan mengenai perkembangan intelek, sosial, dan bahasa.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, H., dan Ny. B Agung Hartono. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
21