Polymerase Chain Reaction PCR

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Zuhriana K.Yusuf

Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK


Universitas Negeri Gorontalo

Abstrak
(Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk
amplifikasi DNA dengan cara in vitro. Pada proses PCR diperlukan beberapa
komponen utama, yaitu DNA cetakan, Oligonukleotida primer, Deoksiribonukelotida
trifosfat (dNTP), Enzim DNA Polimerase, dan Komponen pendukung lain adalah
senyawa buffer. Pada proses PCR menggunakan menggunakan alat termosiklus.
Sebuah mesin yang memiliki kemampuan untuk memanaskan sekaligus
mendinginkan tabung reaksi dan mengatur temperatur untuk tiap tahapan reaksi.
Ada tiga tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30-40
siklus dan berlangsung dengn cepat yaitu denaturasi, anneling, dan pemanjangan
untai DNA. Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan
menggunakan elektroforesis gel agarosa. Teknik PCR dapat dimodifikasi ke dalam
beberapa jenis diantaranya : PCR- RFLP, PCR – RAPD, nested- PCR,Quantitative-
PCR, RT- PCR dan inverse – PCR. Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini
didasarkan atas spesifitas, efisiensi dan keakuratannya.

Kata kunci : PCR

Pendahuluan
Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu
metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. PCR ini pertama kali
dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis. Amplifikas DNA pada PCR
dapat dicapai bila menggunakan primer oligonukleotida yang disebut amplimers.
Primer DNA suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali
sintesis rantai DNA. PCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu
fragmen DNA. Umumnya primer yang digunakan pada PCR terdiri dari 20-30
nukleotida. DNA template (cetakan) yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan
dan berasal dari patogen yang terdapat dalam spesimen klinik. Enzim DNA
polimerase merupakan enzim termostabil Taq dari bakteri termofilik Thermus
aquaticus. Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) menempel pada ujung 3’ primer
ketika proses pemanjangan dan ion magnesium menstimulasi aktivasi polimerase.

Bahan dan Metode


Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen utama adalah :
a. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA cetakan
yang digunakan sebaiknya berkisar antara 10 5 – 106 molekul. Dua hal penting
tentang cetakan adalah kemurnian dan kuantitas.
b. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18 –
28 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Dan
mempunyai kandungan G + C sebesar 50 – 60%.
c. Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP.
dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi efektif ion. Ini
yang diperlukan untuk reaksi polimerasi.
d. Enzim DNA Polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis
rantai DNA. Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut Thermus
aquaticus, spesies ini diisolasi dari taman Yellowstone pada tahun 1969. Enzim
polimerase taq tahan terhadap pemanasan berulang-ulang yang akan
membantu melepaskan ikatan primer yang tidak tepat dan meluruskan wilayah
yang mempunyai struktur sekunder.
e. Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Larutan buffer PCR
umumnya mengandung 10 – 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 20o C); 50 mM
KCl; 0,1% gelatin atau BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20 sebanyak
0,01% atau dapat diganti dengan Triton X-100 sebanyak 0,1%; disamping itu
perlu ditambahkan 1,5 mM MgCl2.
Pada proses PCR menggunakan menggunakan alat termosiklus. Sebuah
mesin yang memiliki kemampuan untuk memanaskan sekaligus mendinginkan
tabung reaksi dan mengatur temperatur untuk tiap tahapan reaksi.

Cara Kerja
Ada tiga tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30-
40 siklus dan berlangsung dengan cepat :
1. Denaturasi
Di dalam proses PCR, denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq polimerase
ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA merupakan proses
pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal. Ini biasanya berlangsung
sekitar 3 menit, untuk meyakinkan bahwa molekul DNA terdenaturasi menjadi DNA
untai tunggal. Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami
renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat, dan ini mengakibatkan
gagalnya proses PCR. Adapun waktu denaturasi yang terlalu lama dapat
mengurangi aktifitas enzim Taq polymerase. Aktifitas enzim tersebut mempunyai
waktu paruh lebih dari 2 jam, 40 menit, 5 menit masing-masing pada suhu 92,5; 95
dan 97,5oC.
2. Annealing (penempelan primer)
Kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang baik adalah
bahwa primer sebaiknya berukuran 18 – 25 basa, mengandung 50 – 60 % G+C dan
untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-masing
primer itu sendiri juga sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan
mengurangi efisiensi PCR.
Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30 – 45 detik.
Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur
penempelan yang digunakan adalah antara 36 oC sampai dengan 72oC, namun suhu
yang biasa dilakukan itu adalah antara 50 – 60oC.
3.Pemanjangan Primer (Extention)
Selama tahap ini Taq polymerase memulai aktivitasnya memperpanjang DNA
primer dari ujung 3’. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada
suhu 72oC diperkirakan 35 – 100 nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH,
konsentrasi garam dan molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR
dengan panjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk
tahap perpanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang digunakan
untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit sehingga seluruh produk PCR
diharapkan terbentuk DNA untai ganda.

Gambar 1.. Siklus PCR (1) Denaturasi pada suhu 90o – 95oC;
(2) Annealing pada suhu 37o – 65oC;
(3) Elongasi pada suhu 72oC ;
(4) Siklus pertama selesai

Reaksi-reaksi tersebut di atas diulangi lagi dari 25 – 30 kali (siklus) sehingga


pada akhir siklus akan diperoleh molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru yang
merupakan hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi
tergantung pada konsentrasi DNA target dalam campuran reaksi.
Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan menggunakan
elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas menginjeksi DNA ke dalam gel
agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil
pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif.
Gambar 2 : Metode Elektroforesis

Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan atas spesifitas,
efisiensi dan keakuratannya. Spesifitas PCR terletak pada kemampuannya
mengamplifikasi sehingga menghasilkan produk melalui sejumlah siklus. Keakuratan
yang tinggi karena DNA polymerase mampu menghindari kesalahan pada
amplifikasi produk. Masalah yang berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR yang
masih tergolong tinggi.
Selain itu kelebihan lain metode PCR dapat diperoleh pelipatgandaan suatu
fragmen DNA (110 bp, 5x10-9 mol) sebasar 200.00 kali setelah dilakukan 20 siklus
reaksi selama 220 menit. Reaksi ini dilakukan dengan menggunakan komponen
dalam jumlah sangat sedikit, DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 ug
oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM dari reaski ini biasa dilakukan
dalam volume 50-100 ul. DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan
terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan
suatu sekuen DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampukan kultur bakteri
di dalam tabung PCR .

Jenis PCR
Teknik PCR dapat dimodifikasi ke dalam beberapa jenis diantaranya:
1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP); metode ini digunakan untuk
membedakan organisme berdasarkan analisis model derifat dari perbedaan
DNA.
2. Inverse-PCR, metode ini digunakan ketika hanya satu sekuen internal yang
diketahui. Template didigesti dengan enzim restriksi yang memotong bagian luar
daerah yang akan diamplifikasi, fragmen restriksi yang dihasilkan ditempelkan
dengan ligasi dan diamplifikasi dengan menggunakan sekuen primer yang
memiliki titik ujung yang memiliki jarak yang jauh satu sama lain dengan segmen
eksternal yang telah tergabung. Metode ini khusus digunakan untuk
mengidentifikasi ”sekuen antara” dari beragam gen.
3. Nested-PCR, proses ini memungkinkan untuk mengurangi kontaminasi pada
produk selama amplifikasi dari penyatuan primer yang tidak diperlukan. Dua set
primer digunakan untuk mendukung metode ini, set kedua mengamplifikasi target
kedua selama proses pertama berlangsung. Sekuens DNA target dari satu set
primer yang disebut primer inner disimpan di antara sekuens target set kedua
dari primer yang disebut sebagai outer primer. Pada prakteknya, reaksi pertama
dari PCR menggunakan outer primer, lalu reaksi PCR kedua dilakukan dengan
inner primer atau nested primer menggunakan hasil dari produk reaksi yang
pertama sebagai target amplifikasi. Nested primer akan menyatu dengan produk
PCR yang pertama dan menghasilkan produk yang lebih pendek daripada
produk yang pertama.
4. Quantitative-PCR; digunakan untuk pengukuran berulang dari hasil produk PCR.
Metode ini secara tidak langsung digunakan untuk mengukur kuantitas, dimulai
dari jumlah DNA, cDNA, atau RNA. Hasil dari metode ini juga menampilkan copy
dari sampel
5. Reverse Transcriptase (RT-PCR); metode ini digunakan untuk amplifikasi, isolasi
atau identifikasi sekuen dari sel atau jaringan RNA. Metode ini dibantu oleh
reverse transcriptase (mengubah RNA menjadi cDNA), mencakup pemetaan,
menggambarkan kapan dan dimana gen diekspresikan.

6. Random Amplified Polymorphic DNA ( RAPD ) bertujuan untuk mendeteksi


polimorfisme pada tingkat DNA. Metode ini dikembangkan oleh Welsh and Mc
Clelland (1990) dengan cara mengkombinasikan teknik PCR menggunakan
primer – primer dengan sequens acak untuk keperluan amplifikasi lokus acak
dari genom.

Simpulan
PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA dengan cara amplifikasi
DNA. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosa
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
dengan standar internasional. Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini
didasarkan atas spesifitas, efisiensi dan keakuratannya. Masalah yang berkenaan
dengan PCR yaitu biaya PCR yang masih tergolong tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., B.R. Jane, G.M. Lawrence, 2000, Biologi Jilid 1 Edisi Kelima,
Penerbit Erlangga, Jakarta
Habibah N, 2009. Beberapa tipe teknik PCR. http://google.co.id diakses 28 Oktober
2009
Mahardika, I.G. Ngurah K. 2005. Polymerase Chain Reaction. Jurnal Veteriner Vol.4
No. 1. Bali.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda.
Bogor.
Mordechai, E., 1999. Application of PCR The methodologies in Molecular
Diagnostic. Burlington Country, USA.
Nasir, M., 2002. Bioteknologi Potensi Dan Keberhasilannya Dalam Bidang
Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Newton, S.M.C, Jacob, C.O. and Stocker, B.A.D. 1989, Science, 244; 70-72.
Stlawu education. 2007. Nested PCR. http://it.stlawu.edu/ ~mtem/genetics/
NestedPCR.pdf, diakses 3 Februari 2009.
Wikipedia. 2006. Elektroforesis. http://en.wikipedia.org/wiki/elektroforesis , diakses
28 Oktober 2009.
Yuwono dan Tribowo, 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction,
Panduan Eksperimen PCR untuk Memecahkan Masalah Biologi Terkini,
Penerbit Andi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai