Laporan Farmakoterapi Epilepsi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN FARMAKOTERAPI II

KASUS EPILEPSI

DI SUSUN OLEH :

KURNIA ARINI SAFITRI

(SC119002)

DELLA PUNGKY AGASWARI

(SC119013)

NANDA DANING WULANDARI (SC119011)

DWI TRI AGUSTINA (SC119016)

PRODI S1 FARMASI

STIKES MAMBA’UL ‘ULUM SURAKARTA

2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta
petunjuknya sehingga laporan FARMAKOTERAPI II yang berjudul " EPILEPSI "
dapat terselesaikan dengan baik.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Farmakoterapi II.Penulis makalah ini tak lepas dari bantuan dari beberapa
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Ibu Apt. Andriani Noerlita S.Farm., M.Sc selaku dosen pengampu mata kuliah
Farmakoterapi II .

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih ada kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini dan bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, 24 Desember 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

A. Dasar Teori.........................................................................................

B. Definisi Epilepsi.................................................................................

C. Epidemologi Epilepsi.........................................................................

D. Faktor resiko Epilepsi........................................................................

E. Etiologi...............................................................................................

F. Patofisiologi.......................................................................................

G. Manifestasi klinis...............................................................................

H. Tanda dan gejala................................................................................

I. Komplikasi.........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................

A. Diagnosis............................................................................................

B. Tata laksana........................................................................................

C. Pemeriksaan diagnostic......................................................................

D. Diagnosis banding..............................................................................

E. Prognosis............................................................................................

F. Guideline terapi

G. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan...........................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................


Kesimpulan...............................................................................................................

Daftar Pustaka.........................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI EPILEPSI

Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala


akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan.
Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau
fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum).
Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai
proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang
berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman elektroensefalografi
(EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai
adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode). 
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau
for Epilepsy (IBE) atau epilepsi adalah Suatu serangan berulang secara
periodik dengan dan tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan kelebihan
neuron kortikal dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang
diukur dengan elektro enselofogram (EEG). Kejang menyatakan keparahan
kontraksi otot polos yang tidak terkendali (ISO FARMAKOTERAPI)
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik
sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda
dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang
berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan
oleh ILAE dan IBE yaitu:
 Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya
 Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya
bangkitan selanjutnya
 Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif,
psikologi dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan .(Octaviana, 2008).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam
etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala
akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan
berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (Baiquni, 2010).

B. EPIDIMOLOGI PARKINSON

C. FAKTOR RESIKO PARKINSON

a. Faktor Genetik

Genetik sangat berpengaruh terutama pada parkinson yang didiagnosis


sebelum usia 50 tahun, beberapa mutasi genetik ditemukan pada penderita
Parkinson yang berhubungan dengan protein α-synuclein yang merupakan
protein komponen mayor dari Lewy bodies. Penyakit Parkinson yang
diturunkan secara autosomal dominan diakibatkan oleh point mutation yang
terjadi pada N terminal pada α-synuclein, sedangkan gejala menyerupai
penyakit Parkinson disebabkan misfolding atau agregasi α-synuclein yang
telah bermutasi.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan sangat penting


terhadap penyakit Parkinson. Penelitian menyebutkan tidak hanya logam
berat, namun juga pestisida, herbisida dan insektisida. Dua jenis pestisida yang
diketahui memiliki peran penting dalam perkembangan penyakit Parkinson
adalah Rotenone dan Paraquat. Keduanya berpotensi menimbulkan gangguan
pada fungsi mitokondria sel sehingga mengganggu fungsi respirasi sel dan
menyebabkan stres oksidatif. 

D. ETIOLOGI

Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :


1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak
ditemukan penyebabnya
2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.
Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga
terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf
pada area jaringan otak yang abnormal.
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau
akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan
karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan
otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
1.       Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti
ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami
infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
2.  Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3.       Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
4.        Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama
pada anak-anak.
5.         Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
6.         Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
7.         Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
(Anonim, 2009).
E. PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan


transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak
mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane
sel. Potensial membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif
membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang
ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl,
sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah
ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang
ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan
potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit
dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi
membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni
neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan
listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi
sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara
neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan
asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma
amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya
terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam
keadaan istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan
berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan
depolarisasi membrane neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah
atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah
dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca
akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik
berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan
epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat
serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah
pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga system-sistem
inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron
akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak (Anonim, 2009).
Hal-hal yang dapat mencetuskan kejang
·         Kurang tidur
·         Lupa makan obat
·         Stres fisik maupun mental
·         Demam akibat infeksi
·         Alkohol
·         Menstruasi
·         Terlambat makan
Tindakan saat seseorang kejang
·         Bersikaplah tenang
·         Jaga agar penderita tidak sampai terluka
·         Longgarkan bajunya
·         Miringklan penderita pada sisi kirinya agar jalan nafas baik
·         Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulutnya
·         Catat lamanya kejang
·         Jangan tahan penderita
·         Apabila bangkitan kejang lebih dari 5 menit atau tampak sangat berat,
bawalah ke tempat pengobatan terdekat secepat mungkin

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Epilepsi parsial : fokus di satu bagian otaka.


A. Parsial sederhana-Dapat bersifat motorik,unilateral,klonik
Motorik : Jackson march,Todd’sparalysis,simpleepilepsy continua
 Sensorik
 Autonomik
 Psikik
 < 1 menit
 Aura

B. Parsial kompleks

 Dimulai sebagai kejang parsial sederhana


 Perubahan kesadaran verbal dan visual
 Gejala motorik, sensorik, otomatisme
 Mungkin berkembang menjadi kejanggeneralisata
 1-3 menit

2. Epilepsi generalisata

Khas : tampak abnormalitas pada keadaan klinis dan EEGdisertai kelainan


fokal otak yang tidak terdeteksia.

a. Absense
 Biasanya diawali dengan aura
 Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak matabergetar atau
berkedip cepat, tonus postural tidakhilang
 (-) postictal confusion
 “melamun”
b. Mioklonik
 Fisiologi : gerakan involunter saat tidur
 Patologi : berhubungan dengan penyakitdegeneratif SSP, anoksia
serebri
 Kontraksi mirip-syok mendadak yang terbatasdi beberapa otot atau
tungkai
 Singkat
c. Tonik
 Peningkatan mendadak tonus otot wajah dan tubuh bagian atas
 Fleksi lengan dan ekstensi tungkai
 Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
 Menyebabkan henti nafas.
d. Atonik
 Tonus otot hilang secara mendadak; postur tubuh lenyap
 Pendek : head drops
 Panjang : pasien kolaps
e. Klonik
 Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dantunggal atau
multipel di lengan, tungkai, torsof.
f. Tonik-klonik
 Spasme tonik
 klonik otot
 Inkontinensia urin dan alvi
 Menggigit lidah
 Pascaiktus

G. TANDA dan GEJALA

 Kebingungan sementara.
 Mata kosong (bengong) menatap satu titik terlalu lama.
 Gerakan menyentak tak terkendali pada tangan dan kaki.
 Hilang kesadaran sepenuhnya atau sementara.
 Gejala psikis.

H. KOMPLIKASI
1.  Gangguan psikiatrik
Penyakit epilepsi ternyata dapat meningkatkan resiko terjadinya
gangguan mood pada penderitanya. Pasien epilepsi akhirnya bisa saja
menjadi emosional dan labil dalam berbagai situasi. Selain itu hal ini juga
diperparah dengan adanya rasa cemas yang berlebih. Rasa cemas ini
akhirnya membuat pasien epilepsi menjadi gelisah di sepanjang waktu.
Umumnya dokter akan memberikan resep obat kepada pasien supaya
pasien menjadi tenang dan tidak mengalami serangan gejala. Namun
sebenarnya pemberian obat yang berlangsung lama dapat mengganggu
kesehatan mental pasien. Sebab penderita bisa saja mengalami depresi yang
diakibatkan sebagai efek samping dari pemakaian obat.
2. Gangguan kognitif
Pasien epilepsi terutama dengan usia anak-anak dapat mengalami
masalah dalam hal prestasi belajar. Sebab pada umumnya pasien epilepsi
mengalami abnormalitas kognitif bila dibandingkan dengan orang normal
pada usia yang sama.
Pasien epilepsi yang masih sekolah seringkali dijumpai mengalami
kekurangan dalam hal prestasi akademik. Demikian halnya dengan pasien
dewasa. Secara otomatis kariernya akan terganggu karena adanya gangguan
dalam hal kognitif. Oleh karena itu epilepsi perlu segera ditangani agar
gejalanya tidak mudah menyerang penderitanya.
3. Gangguan motorik
Gejala epilepsi cenderung menyerang otak di bagian mana saja.
Belahan otak yang ada pada seseorang terdiri atas bagian dominan dan
bagian yang tidak dominan. Jika pasien menderita gangguan epilepsi pada
belahan otak yang tidak dominan maka perkembangan motoriknya akan
terpengaruh. Hal ini terutama terjadi pada saat pasien berusia anak-anak.
Gejala epilepsi yang menyerang anak secara terus-menerus akan
membuatnya bertumbuh dengan mengalami gangguan pada kemampuan
motoriknya. Akibatnya anak kurang dapat menginterpretasikan sesuatu yang
ada di pikirannya.
4. Gangguan perilaku dan adaptasi sosial
Serangan dari gejala epilepsi dapat terjadi kapanpun dan di manapun.
Hal ini tentunya akan membuat pasien menjadi takut sehingga berdampak
pada rasa percaya diri yang dimilikinya. Pasien epilepsi bisa saja merasa
khawatir akan terserang gejala epilepsi saat sedang berada di kerumunan
masyarakat.
5. Bayi lahir cacat
Komplikasi epilepsi juga memberikan dampak yang berbahaya bagi
ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Penyakit yang diawali dengan
adanya gejala kejang ini dapat mengancam nyawa sang ibu serta dapat juga
berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Pada umumnya dokter akan
memberikan obat pada ibu hamil dalam mengatasi serangan gejala epilepsi.
Sayangnya pemberian obat bisa saja beresiko membuat janin yang
berada dalam kandungan ibu mengalami kecacatan. Namun ibu hamil tak
perlu khawatir dengan hal ini. Ibu hamil hanya perlu menjaga kesehatan diri
dan janin sesuai petunjuk dokter. Pada kenyataannya masih banyak dijumpai
ibu hamil yang menderita epilepsi namun masih dapat melahirkan bayinya
dengan sehat dan sempurna.

6. Kejang otot
Pasien epilepsi umumnya mengalami serangan gejala yang bervarian.
Namun kejang otot seringkali terjadi dan dialami oleh setiap penderita
epilepsi. Kejang otot merupakan hal yang sering terjadi dan dapat menyerang
pasien secara tiba-tiba tanpa melihat kondisi. Kejang otot yang dibiarkan saja
initentunya lama-kelamaan akan menjadi semakin parah sehingga hal ini
akan membuat pasien menjadi lebih menderita.
Otot akan menegang dengan sendirinya dan tanpa disadari. Saat
mengalami penyebab kejang tanpa demam terkadang pasien secara tidak
sadar menggigit lidah dan bibirnya sendiri. Tak jarang pula pasien yang
kemudian melakukan buang air besar dan kecil secara tanpa sadar saat
mengalami kejang otot. Gangguan ini tentu saja tidak boleh disepelekan
sebab bisa berdampak buruk bagi penderitanya baik secara fisik maupun
psikis
7. Kerusakan otak
Serangan epilepsi yang selalu hadir menyerang dapat menyebabkan
terganggunya beberapa sistem sel saraf padaotak. Kondisi ini bisa
mengakibatkan disfungsi pada beberapa bagian sel dalam otak. Hal ini akan
terjadi selama gejala menyerang pasien. Tentunya sel-sel saraf akan menjadi
normal kembali saat gejala kejang mulai mereda.
Namun serangan kejang yang sering terjadi sebenarnya dapat
membuat sel saraf pada otak mengalami penurunan fungsi. Akibatnya
keadaan otak akan semakin melemah secara signifikan. Oleh karena itu
pasien epilepsi terkadang mengalami penurunan kemampuan dan kecerdasan.
Terkadang pula pasien mengalami penurunan kemampuan fisik.
8. Gangguan irama jantung
Gejala epilepsi yang datang menyerang pasien dengan sewaktu-waktu
dapat mengganggu irama normal jantung. Jantung bisa saja berdetak terlalu
lambat atau bisa juga berdetak terlalu cepat. Jantung juga bisa mengalami
irama yang tidak teratur saat gejala kejang datang menyerang.
Hal ini umumnya disebut dengan istilah aritmia. Detak jantung yang
tidak teratur pada dasarnya bisa menjadi hal yang serius serta beresiko
mengancam nyawa. Oleh karena itu lakukan pencegahan terhadap timbulnya
serangan gejala epilepsi agar organ jantung tetaplah sehat dan berjalan secara
normal sesuai dengan fungsinya.
9. Gangguan sistem reproduksi

Penyebab penyakit epilepsi dikhawatirkan dapat menurun pada anak-


anak yang dilahirkan oleh ibu dengan riwayat epilepsi. Epilepsi diduga bisa
ditularkan secara genetika sehingga hal ini beresiko terjadi pada bayi. Tak
hanya itu namun epilepsi juga dapat mengganggu sistem reproduksi
penderitanya baik pada laki-laki maupun perempuan.

Masalah mengenai gangguan reproduksi yang disebabkan oleh epilepsi


setidaknya pernah dijumpai di tengah masyarakat. Pada kenyataannya ada
beberapa orang yang hidup dengan mengalami kondisi epilepsi. Bagi penderita
epilepsi tentunya masalah reproduksi ini lebih sering tejadi pada penderita.

10. Kematian mendadak

Komplikasi lainnya yang bisa timbul karena adanya serangan epilepsi


yaitu kematian mendadak. Sayangnya hingga kini penyebab kematian
mendadak yang dialami oleh beberapa penderita epilepsi masih belum
diketahui secara pasti. Namun beberapa ahli menyatakan pendapatnya bahwa
kematianmendadak pada pasien epilepsi seringkali bekaitan dengan kondisi
jantung pada penderita.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis, yang


didukung dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Ada tiga langkah dalammenegakkan diagnosis epilepsi, yaitu sebagai berikut:


1. Langkah pertama: pastikan adanya bangkitan epileptic
Langkah kedua: tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi
ILAE 1981
2. Langkah ketiga: tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi
ILAE 1989.
Dalam praktik klinis, langkah-langkah dalam penegakan diagnosis adalah
sebagai berikut:
1. anamnesis: auto dan allo-anamnesis dari orang tua atau saksi mata
mengenai hal-hal terkait dibawah ini:
 Gejala dan tanda sebelum, salam, dan pasca bangkitan:
 Sebelum bangkitan atau gejala prodromal
 Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan
terjadinya bangkitan, misalnya perubahan perilaku perasaan
lapar, berkeringat, hipotermi mengantuk, menjadi sensitif,
dan lain-lain.
 Selama bangkitan atau iktal :
 1.Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal
bangkitan?
 Bagaimana pola atau bentuk bangkitan, mulai dari devisiasi
mata gerakan kepala gerakan tubuh, vokalisasi,,; gerakan pada
salah satu atau kedua lengan dengan tungkai bangkit antonic
atau kronik, inkontinensia, tidak tergigit, pucat, berkeringat dan
lain-lain.
 Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
 Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya
 Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat
tidur, saat terjaga, bermain video games,, dan lain-lain.
 Pasca bangkitan atau pos Iktal :
 Bingung, langsung sadar komanya di kepala, tidur, gaduh gelisah,
todd's paresis.

 Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis,


alkohol.
 Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang
antara bangkitkan kesadaran antara bangkitan.
 Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
 Jenis obat anti epilepsi
 Dosis OAE
 Jadwal minum OAE
 Kepatuhan minum OAE
 Kadar OAE dalam plasma
 Kombinasi terapi OAE

 Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis fisik


maupun sistemik yang mungkin menjadi penyebab maupun
komorbiditas.

Dokter akan terlebih dahulu menanyakan gejala dan riwayat kesehatan


pasien. Setelah itu, dokter akan memastikan diagnosis dengan menjalankan
beberapa pemeriksaan berikut:

 Tes darah, untuk mendeteksi kelainan genetik atau infeksi


 Pemindaian dengan MRI dan CT scan, untuk mendeteksi perdarahan, tumor,
atau gangguan lain di dalam otak
 Elektroensefalografi (EEG), untuk melihat aktivitas listrik di otak dengan
menempelkan elektroda ke kulit kepala

B. TATA LAKSANA

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

DIAGNOSIS BANDING

Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptic,


seperti pingsan
(Syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder. Hal ini
sering membingungkan klinisi dalam menentukan diagnosis dan
pengobatannya. menunjukkan beberapa pembeda antara kejang epileptic dengan
berbagai kondisi yang menyerupainya.

D. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan


PHARMACIS’T PATIENT DATA BASE

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. X
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM :-
Ruang :-
Umur : 8 th
BB/TB : 40 Kg
Tanggal MRS : -
Diagnosa : Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Alergi :-

SUBYEKTIF
a) Keluhan Utama : Merasa tidak nyaman
dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1
minggu bertambah besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian
terutama pada pagi hari dan kurang nafsu makan
b) Riwayat Penyakit Sekarang : Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
c) Riwayat Penyakit Terdahulu : -
d) Riwayat Penyakit Keluarga :-
e) Riwayat Sosial :-
f) Riwayat Pengobatan :

Nama
Nama Obat Rute Indikasi Dosis Frekuensi
Generik
Kortikosteroid po Antiinfalmasi

Na diklofenak po Analgesik

Hidrochloriquine po Antiradang

Amoxicillin po Antibiotik
OBYEKTIF

Pemeriksaan Fisik

Data Laboratorium, dll

ALOGARITMA TERAPI
ASSESMENT

Subyektif Obyektif Terapi Analisis/Assesment DTP


Systemic Lupus Erythematosus Pemeriksaan fisik: Obat tidak
(SLE) Ruam pada pipi efektif, karena
Kortikosteroid
dengan terbatas tidak disebutkan
Merasa tidak nyaman dengan kulit
tegas dosis, sehingga
memerah pada daerah pipi dan
dosis
leher, awalnya kecil setelah 1 Peradangan pada
menggunakan
minggu bertambah besar siku
dari literatur
Na diklofenak
Demam Lesi berskuama
Obat tidak
pada daerah leher
efektif, karena
Nyeri dan terasa kaku seluruh
tidak disebutkan
persendian terutama pada pagi hari Malaise
dosis ; Ada
Data laboratorium:
Kurang nafsu makan Hidrochloriquine indikasi tanpa
TD 110/80 mmHg
obat, karena ada
gejala demam
RR 20x/menit

Obat tidak
Nadi 90x/menit
Amoxcillin efektif, karena
Suhu 38,50℃
tidak disebutkan
Tabir surya
dosisnya
HB 11 gr/dl
SPF15

WBC 15.000/mm3
Ada obat tanpa
indikasi

Penambahan
terapi
PLAN

Penatalaksanaan Umum
TERAPI FARMAKOLOGI

TERAPI NON FARMAKOLOGI

DRUG THERAPY PROBLEM (DTP)

KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)

Penggunaan Obat
Lampiran 2. Tabel Pengkajian Obat

No Nama Obat Tinjauan


1 Ibu profen Regimen dosis yang diresepkan

Dosis :

Rute : po

Frekuensi pemberian :

Regimen dosis berdasarkan literatur

Dosis : 30-40 mg/kgBB/hari

Rute : po

Frekuensi pemberian :

Indikasi terapi

Sebagai penghilang nyeri dan mengurangi demam

Tanggal dimulainya terapi

Durasi terapi

Efek samping obat

Sakit kepala, diare, mual, dispepsia, muntah, nyeri abdomen,


konstipasi, hematemesis, melena, perdarahan lambung, ruam.
2. Prednison Regimen dosis yang diresepkan
Dosis :

Rute :

Frekuensi pemberian :

Regimen dosis berdasarkan literatur

Dosis : 0,5mg/kg/hari

Rute : po

Frekuensi pemberian :

Indikasi terapi

Untuk menekan sistem imun tubuh dari aktivitas sistem imun


berlebihan serta menekan proses peradangan yang terjadi.
Tanggal dimulainya terapi

Durasi terapi

Efek samping obat

Sakit kepala, penmbahan berat badan, gangguan pencernaan,


banyak berkeringat, gangguan kesulitan tidur, kegelisahan, mual,
peningkatan nafsu makan, jerawat, kulit kering
3. Hidroksiklorokuin Regimen dosis yang diresepkan

Dosis :
Rute :

Frekuensi pemberian :

Regimen dosis berdasarkan literatur

Dosis : 200-400 mg/hari

Rute : po

Frekuensi pemberian :

Indikasi terapi

Untuk membantu mencegah kekambuhan serta meredakan gejala


lupus
Tanggal dimulainya terapi

Durasi terapi

Efek samping obat

Depresi sumsum tulang belakang, anemia, leukopenia,


trombositopenia, anoreksia, sakit kepala, nyeri abdomen, mual,
muntah.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegenerative yang bersifat kronis


progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini
memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga.

Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor,


rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut
merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminerik pada system nigrostriatal.
Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik
pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.

Penyakit ini belum diketahui jelas obat untuk penyembuhannya tetapi ada
banyak terapi medikasi yang biasanya digunakan untuk memperkecil atau menghindari
akibat yang terjadi akibat penyakit ini seperti: (terapi antihistamin, antikolinergik, terapi
lepoldova,dll). Dan untuk pembedahannya biasanya dilakukan berupa subtalamotomi
dan palidotomi.

Pendekatan lainnya antara lain mencakup transplantasi jaringan saraf kedalam


basal ganglia dalam upaya membuat pelepasan kembali dopamine normal  dan
transplantasi saraf pada medulla adrenal klien kedalam basal ganglia. Tetapi
pembedahan ini masih controversial dan hanya untuk mengurangi sebagian kecil dari
gejala yang dialami oleh pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Epilepsi. http://medicafarma.blogspot.com/. diakses 17 April 2011


Baiquni, mulki.2010. Patofisiologi Epilepsi. John Hopkins (2021). Diagnosing Seizures and Epilepsy
Mayo Clinic (2021). Diseases & Conditions.
Epilepsy.http://www.scribd.com/doc/37947482/patofisiologi-epilepsi. diakses 17 April 2011
John Hopkins (2021). Diagnosing Seizures and Epilepsy
Mayo Clinic (2021). Diseases & Conditions. Epilepsy.

Oktaviana, Fitri. 2008. Epilepsi. Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical Development and


Medical application Vol. 2,No.4 Edisi  November - Desember 2008.
Sudir Purba, Jan. 2008. Epilepsi: Permasalahan di Reseptoratau Neurotransmitter. Medicinus Scientific
Journal of Pharmaceutical Development and Medical application Vol. 2,
No.4 Edisi  November - Desember 2008.

Anda mungkin juga menyukai