Kelompok 1 - Makalah Degradasi Ekologis

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

TUGAS DASAR-DASAR FILSAFAT

DEGRADASI EKOLOGIS

Digunakan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Dasar-Dasar Filsafat

Disusun Oleh:
Fahida Aprilia Pangesti 13030117120010
Betty Kusumawardani 13030117120012
Nadiatul Khasanah 13030117130033
Arif Febriyanto 13030117130051
Heni Widyastuti 13030117140004
Chressida Lestari Windriyanto 13030117140010
Ismail 13030117140015
Adzhani Miftahul Jannah 13030117140022
Sekar Sulistyo Rini 13030117140031

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan peradaban yang ditandai dengan aplikasi ilmu teknologi mutakhir telah
membawa implikasi positif dan negatif terhadap dinamika kehidupan dan
kemanusiaan. Hal ini berpengaruh terhadap meningkatnya produksi tingkat
perekonomian dan bertambahnya fasilitas pemenuhan kebutuhan hidup merupakan
dampak positif dari perkembangan peradaban modern. Kemudahan aksesibilitas,
transportasi dan komunikasi membawa manusia pada tingkat kemajuan yang sangat
canggih (Marfai, 2016: 1)

Perkembangan demokrasi di Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah


membawa dampak pada kehidupan yang lebih transparan, partisipatif dengan tata
kelola pemerintahan yang lebih baik. Namun terlepas dari semua hal di atas
perkembangan keilmuan dan teknologi juga membawa dampak negatif terhadap
lingkungan hidup, ekologi, budaya lokal dan tradisi (Marfai, 2016: 1). Pengelolaan
lingkungan hidup akhir-akhir ini menjadi bahan perbincangan terkait perubahan yang
terjadi pada alam ini. Paradigma pengelolaan lingkungan hidup dituntut oleh banyak
kalangan khususnya pemerhati lingkungan.

Pengelolaan lingkungan ini ditujukan untuk menghasilkan manfaat bagi


masyarakat. Pengelolaan sumber daya alam lebih difungsikan sebagai mesin uang
untuk memperoleh keuntungan finansial bagi pembiayaan pembangunan dan
keuntungan ekonomi bagi investor, sementara itu masyarakat yang berada di sekitar
sumber daya alam tersebut tidak mendapatkan keuntungan dalam proses pengelolaan
sumber daya alam. Pada awalnya ilmu pengetahuan dan teknologi muncul untuk
menjawab persoalan manusia. Berbagai penemuan yang ditemukan ini untuk
menjawab kebutuhan manusia, tetapi hal tersebut justru menjadi penyebab rusaknya
lingkungan dan alam semesta (Hardiansyah, 2012: 243).

Pesatnya perkembangan yang ditopang dengan modernitas industrial dan mesin-


mesin teknologi mutakhir telah menyebabkan sumber daya alam mengalami
degradasi, terjadi penyusutan dari segi kualitas maupun kuantitas serta menambah
permasalahan yang ditimbulkannya. Dari perspektif ekologi dan lingkungan hidup,
degradasi lingkungan dicirikan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas dari kondisi
lahan, air, udara, tanah dan aspek fisik lainnya yang dapat mengakibatkan krisis dan
permasalahan lingkungan hidup dan penurunan kualitas lingkungan hidup dari waktu
ke waktu.

Degradasi lingkungan akhirnya menjadi sorotan publik sehingga perlu adanya


pengelolaan lingkungan. Manusia mempunyai pengaruh penting dalam kelangsungan
ekosistem habitat manusia itu sendiri, tindakan-tindakan yang diambil atau kebijakan-
kebijakan tentang hubungan dengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan
dan manusia. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan hidup ini perlu dilakukan
dengan tujuan agar setiap kegiatan yang dilakukan oleh pengguna lingkungan tidak
merusak lingkungan, tetapi harus berwawasan lingkungan (Rusdina, 2015: 249).
Selain itu, juga penegakan hukum lingkungan perlu ditindaklanjuti untuk
keberlangsungan kehidupan mendatang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan diantaranya
sebagai berikut.
1. Bagaimana kondisi lingkungan Indonesia saat ini?
2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan?
3. Bagaimana penegakan hukum lingkungan di Indonesia?

C. Metode

Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode kualitatif, yaitu
data hasil penelitian yang lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang
ditemukan. Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis secara mendalam, yaitu
dengan mengkaji masalah yang akan diteliti. Dalam makalah ini membahas mengenai
degradasi ekologis yang sumber datanya diperoleh melalui buku dan jurnal yang
relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Pembahasan dalam makalah ini
sesuai dengan kondisi yang ada pada saat ini atau melalui tahap observasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Lingkungan Indonesia

Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Manusia
mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan atau
sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai
sumber pertama dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhannya (Siahaan,
2004: 2-3). Ekologi pembangunan adalah salah satu cabang ekologi yang mempelajari
lingkungan hidup sebagai objek kajian dalam hubungannya dengan pembangunan.
Pembangunan adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk memperoleh kesejahteraan
atau taraf hidup yang lebih baik. Setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya
dampak yang merugikan, terutama terhadap lingkungan. Lingkungan menjadi rusak
seperti pencemaran dan kerusakan sumber-sumber hayati seperti penipisan cadangan
hutan, punahnya bermacam-macam biota, baik spesies binatang maupun tumbuh-
tumbuhan dan pencemaran industri (Siahaan, 2004: 22).

Lingkungan dan sumber-sumber alam menjadi obyek utama dalam semua


program pembangunan. Jika pembangunan masih menganut paradigma pertumbuhan
dan masih merupakan unggulan utama, maka tidak banyak yang bisa dicapai dalam
pengelolaan lingkungan. Artinya, pengurasan atau eksploitasi sumber-sumber alam
masih tetap terjadi, atau kerusakan alam dan pencemaran masih saja menjadi bagian
pokok dari nasib lingkungan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
membawa dampak terhadap lingkungan hidup. Bertambahnya jumlah penduduk dan
timbulnya ketimpangan dan ketidakseimbangan karena manusia terpaksa menyerbu
sumber-sumber kebutuhan yang ada di bumi.

Masalah lingkungan yang timbul diantaranya, pencemaran yang dirasakan


bersamaan dengan teknologi mekanisme, industrialisasi dan pola-pola hidup yang
mewah dan konsumtif. Pencemaran ini timbul dari aktivitas manusia yaitu kegiatan
industri, kegiatan pertambangan, kegiatan transportasi, dan kegiatan pertanian. Akibat
dari pencemaran lingkungan tersebut akan mempengaruhi kondisi konsumsi air
minum sehat yang diperlukan setiap orang. Selain itu, juga menyebabkan punahnya
spesies air tawar, kemerosotan populasi spesies laut, kemerosotan populasi spesies di
hutan (hutan mangrove) (Siahaan, 2004: 29-30).
Masalah selanjutnya adalah rusaknya tata lingkungan alami. Hal ini merupakan
dampak dari tingkah laku manusia dalam mengeksploitasi dan menggunakan sumber-
sumber daya alam secara tidak seimbang. Hal ini dapat dilihat dari tindakan
masyarakat terhadap lingkungan, seperti penebangan hutan, pemanfaatan ekosistem
pantai, penangkapan ikan laut sampai melewati batas konservasinya, penggunaan alat
beracun atau peledak untuk menangkap ikan, berburu binatang liar, pola pertanian dan
sistem ladang berpindah.

Hutan merupakan sumber utama dari keanekaragaman hayati, karena merupakan


tempat tinggal dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Kerusakan yang terjadi pada
hutan menyebabkan terjadinya penurunan keanekaragaman hayati bahkan sampai
kepada kepunahan. Disamping itu kerusakan hutan dapat menimbulkan erosi tanah dan
degradasi lahan karena lahan menjadi terbuka dari sengatan matahari dan terpaan
hujan. Lahan yang terbuka dapat menyebabkan hilangnya fungsi-fungsi penting dari
hutan seperti fungsi pengatur tata air (hidrologi), pengatur iklim mikro, penghasil
seresah dan humus, sebagai habitat satwa liar dan perlindungan varietas serta jenis-
jenis tanaman lokal. Oleh karena itu, tidak heran jika berbagai jenis tanaman lokal
termasuk bahan bakar obat tradisional semakin langka karena kurangnya
pembudidayaan (Zairin, 2016: 9).

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kepunahan keanekaragaman hayati


sebagai akibat kerusakan lingkungan adalah hilangnya habitat dari pertanian dan
pengelolaan hutan yang tidak berkelanjutan menjadi penyebab terbesar dari hilangnya
keanekaragaman hayati. Jumlah penduduk yang semakin bertambah menyebabkan
semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi dari alam. Disamping itu juga
ketersediaan lahan bagi hewan dan tumbuhan semakin sempit akibat beralihnya fungsi
lahan dari pertanian untuk tempat tinggal manusia dan lahan industri.

B. Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan


Etika Lingkungan berasal dari dua kata yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari
Bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Maka etika
lingkungan merupakan kebijakan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungan.
Etika lingkungan menurut J. Baird Callicott, sebagai subjek disiplin ilmu tersendiri,
muncul pada awal 1970 sebagai tanggapan atas situasi tahun 1960 ketika orang tiba-
tiba sadar bahwa peradaban industri telah mengakibatkan krisis lingkungan (Yati dan
M. Yasir, 2020: 46). Krisis lingkungan hidup, menurut pendapat Arne Naes, dapat
diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia. Dari
berbagai kasus krisis lingkungan hidup yang terjadi baik lingkup global maupun
nasional sebagai besar bersumber dari perilaku manusia. Maka diperlukan etika dan
moralitas untuk menangani persoalan-persoalan yang terjadi dalam lingkungan hidup.
Etika Lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan
dipertimbangakan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Peran serta masyarakat atau partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan
seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Partisipasi
masyarakat dapat pula diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam proses
pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan
pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah,
pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam proses
mengevaluasi perubahan yang terjadi (Ashabul, 2015: 44).
Peran serta masyarakat berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup,
dibedakan menjadi empat macam, yaitu partisipasi dalam:
1. Tahap pembuatan keputusan, dalam hal ini sejak awal masyarakat telah
dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam
pengambilan keputusan atas rencana yang akan dilaksanakan.
2. Tahap implementasi, keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap
pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengontrol
bagaimana kegiatan dilaksanakan di lapangan.
3. Tahap evaluasi, evaluasi secara periodik umumnya dilaksanakan pada tahap
pelaksanaan dan pada akhir pelaksanaan kegiatan.
4. Partisipasi untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan.
Tentang peran masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2009, adalah sebagai contoh beberapa perilaku
yang bijak saat di dalam hutan (Rochmijati, 2010: 54).
a. Tidak mencoret-coret batang pohon dan bebatuan yang ada di hutan. Perilaku
ini selain merusak keindahan hutan juga dapat menyakiti pohon.
b. Tidak menangkap, melukai dan membunuh hewan penghuni hutan.
c. Saat berkemah di hutan, mempergunakan tempat yang tersedia. Atau jika tidak
tersedia tempat berkemah, pergunakan bagian hutan yang agak lapang dan
datar tanpa perlu menebang pohon.
d. Tidak meninggalkan puntung rokok yang belum benar-benar mati.
e. Tidak meninggalkan sampah, terutama sampah anorganik seperti plastik, dan
kaleng.
f. Mempergunakan ranting atau daun yang telah patah atau jatuh saat membuat
api unggun.
g. Tidak mambawa pulang tumbuhan atau binatang dari hutan.
Masyarakat dengan segala tingkah lakunya, selain sebagai bagian dari lingkungan juga
merupakan penyandang hak dan kewajiban dalam pengelolaan lingkungan. Harapan
terwujudnya kelestarian lingkungan dapat disematkan pada masyarakat yang bermitra
dengan pemerintah.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada dasanya merupakan
tanggung jawab bersama, antara pemerintah (negara), swasta dan masyarakat.
Pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada prinsip-prinsip tata kelola yang
baik (good governance), akan menghindari atau mengurangi konflik di bidang
lingkungan hidup. Menurut Kawengian dalam jurnal Lex Et Societatis partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup, yaitu yang pertama,
meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan. Partisipasi
masyarakat terutama akan menambah pengetahuan khusus mengenai suatu masalah,
baik yang diperoleh dari pengetahuan khusus masyarakat itu sendiri maupun dari para
ahli yang dimintai pendapat oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat adalah penting
dan tidak dapat diabaikan dalam rangka memberikan informasi kepada pemerintah
mengenai masalah-masalah dan konsekuensi yang timbul dari tindakan yang
direncanakan pemerintah.

Kedua, membantu perlindungan hukum apabila sebuah keputusan akhir diambil


dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan oleh masyarakat selama
proses pengambilan keputusan berlangsung, maka dalam banyak hal, tidak ada
keperluan untuk mengajukan perkara ke pengadilan. Ketiga, mendemokratisasikan
pengambilan keputusan sehubungan dengan peran serta masyarakat ini, ada pendapat
yang menyatakan bahwa dalam pemerintahan dengan sistem perwakilan, maka hak
untuk melaksanakan kekuasaan ada pada wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat,
dengan demikian tidak ada keharusan adanya bentuk-bentuk dari partisipasi
masyarakat, karena wakil-wakil itu bertindak untuk kepentingan rakyat (Kawengian,
2019: 58).
C. Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia
Perkembangan globalisasi menyebabkan beberapa permasalahan yang kompleks salah
satunya yaitu berbagai permasalahan mengenai lingkungan. Oleh karena itu hukum
lingkungan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dibentuknya perlindungan hukum
lingkungan ini berkenaan dengan maraknya kasus persoalan lingkungan yang semakin
memperhatinkan, salah satunya terkait permasalahan di hutan. Tujuan dibentuknya
undang-undang ini yaitu untuk mengatur bagaimana perlindungan pengelolaan
lingkungan hidup dengan sistematis demi tercapainya keseimbangan lingkungan dan
upaya untuk melestarikan lingkungan secara berkelanjutan. Penegakan hukum
lingkungan secara administratif, pidana maupun perdata selama ini belum memberikan
efek yang signifikan bagi perlindungan lingkungan.
Undang-undang No 32 tahun 2009 memiliki beberapa jenis instrumen penegakan
hukum lingkungan. Jenis penegakan instrumen tersebut antara lain:
1. Sanksi Administrasi.
Sanksi administrasi bersifat mengawasi dan melakukan tindakan pencegahan
pelanggaran hukum lingkungan. Sanksi administrasi terdiri atas; teguran tertulis,
paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan.
2. Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan.
Penyelesaian ini bersifat musyawarah antar masyarakat agar terjaminnya mufakat
antara kedua belah pihak. Kedua pihak dapat menggunakan jasa mediator atau
pihak ketiga yang bebas dan tidak memihak untuk membantu menyelesaikan
sengketa.
3. Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Pengadilan.
Penyelesaian melalui pengadilan dilakukan apabila terdapat pihak tertentu yang
dirugikan secara materi sehingga pihak yang bertanggung jawab wajib untuk
membayarkan sejumlah uang tergantung putusan pengadilan.
4. Penegakan Hukum Pidana.
Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini memperkenalkan ancaman
hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi
pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan
tindak pidana korporasi.
Penegakan hukum lingkungan administratif bertujuan untuk menghentikan
berbagai pencemaran lingkungan langsung pada sumbernya sesuai dengan prinsip
pengawasan dan penerapan sanski administrasi. Dasar hukum umum pengawasan
sebagai sarana penegakan hukum lingkungan administratif dalam pengendalian
pencemaran (lingkungan) di Indonesia adalah Pasal 71-75 UU PPLH. Pasal 74 (1)
UUPPLH menetapkan beberapa kewenangan pengawas, yaitu: melakukan
pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman
audio visual, mengambil sampel, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau
alat transportasi, dan menghentikan pelanggaran tertentu. Tetapi pengendalian
pencemaran lingkungan ternyata belum diatur secara komprehensif. Dasar hukum
utama penerapan sanksi administrasi di bidang pengendalian pencemaran lingkungan
terdapat dalam Pasal 76-83 UU PPLH yang mengatur empat jenis sanksi administrasi:
teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan
izin lingkungan.

Penerapan hukum pidana dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia berupa


sanksi hukum pidana identik dengan pemberian nestapa dan merupakan sanksi hukum
yang dipandang paling berat dari sanksi hukum lain, misalnya sanksi administrasi
maupun keperdataan. Dengan alasan tersebut hukum pidana merupakan jalan terakhir
yang dijatuhkan ketika sanksi hukum lain dirasa tidak efektif. Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
mengatur ketentuan pidana dalam Bab XV tentang Ketentuan Pidana. Secara umum
kualifikasi delik pidana lingkungan yang terdapat dalam UUPPLH berdasarkan Pasal
97 UUPPLH dikategorikan sebagai kejahatan.
Sejak dikeluarkannya UUPPLH 2009 yang menggantikan UU No. 23 Tahun 1997
(selanjutnya disebut UUPPLH 1997), maka fungsi sebagai undang-undang induk
melekat pada UUPPLH 2009. UUPPLH disebut membawa perubahan mendasar dalam
pengaturan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia saat ini. Ketergantungan
penerapan hukum pidana disandarkan pada keadaan sanksi administrasi yang telah
dijatuhkan tidak dipatuhi, atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
Pengancaman pidananya tidak sama atau lebih ringan dari batas maksimum pidana
yang diatur dalam KUHP, dan khususnya dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal 115
UUPPLH 2009, sebenarnya tetap dimungkinkan/diperbolehkan pidana lebih ringan.
Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dalam proses penegakan hukum pidana
lingkungan hidup, terlebih dalam putusan hakim dalam upaya penjeraan si pelaku.
Upaya penegakan hukum lingkungan hidup melalui jalur hukum pidana adalah
bagaimana tiga permasalahan pokok dalam aspek hukum pidana ini dituangkan dalam
undang-undang yang sedikit banyak mempunyai peran untuk melakukan rekayasa
sosial, yaitu yang meliputi perumusan tindak pidana (criminal act),
pertanggungjawaban pidana, dan sanksi (sanction) baik pidana maupun tata-tertib.
Sesuai dengan tujuan dari hukum pidana yang tidak hanya sebagai alat ketertiban,
hukum lingkungan mengandung pula tujuan pembaharuan masyarakat (social
engineering). Hukum sebagai alat rekayasa sosial memiliki peran sangat penting
dalam hukum lingkungan.
Di samping dalam UUPPLH, kejahatan terhadap lingkungan hidup juga diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya dalam Pasal 187,
Pasal 188, Pasal 202, Pasal 203, Pasal 502, dan Pasal 503 KUHP. Tindakan kejahatan
terhadap lingkungan hidup juga terdapat dalam peraturan perundang-undangan di luar
KUHP dan diluar UUPLH. Misalnya dalam: Pasal 52 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria/UUPA. Pasal 31 UU No. 11 Tahun
1967 Tentang Pertambangan. Pasal 11 UU No. 1 Tahun 1973 Tentang Landasan
Kontinen Indonesia. Pasal 15 UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan. Pasal 16
ayat (1) UU No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.
Pasal 27 UU No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian. Pasal 24 UU No. 9 Tahun 1985
Tentang Perikanan. Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 78 UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,
dan Pasal 94 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 95 ayat (1) dan (2) UU No. 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka penegakan hukum pidana
dibidang lingkungan adalah sebagai berikut: pertama, perlunya pembenahan pola
pemidanaan dan sanksi pidana dalam UU Pengelolaan Lingkungan hidup yang
memiliki nilai-nilai kepastian hukum dan nilai-nilai keadilan yang ditegakkan oleh
semua pihak. Kedua, perlunya pembenahan pola pemidanaan dan sanksi pidana dalam
UU Pengelolaan Lingkungan hidup yang seharusnya sinkron dan konsisten dengan
KUHP dan RUU KUHP di masa mendatang.
BAB III

SIMPULAN

Lingkungan dan sumber-sumber alam menjadi obyek utama dalam semua program
pembangunan. Jika pembangunan masih menganut paradigma pertumbuhan dan masih
merupakan unggulan utama, maka tidak banyak yang bisa dicapai dalam pengelolaan
lingkungan. Artinya, pengurasan atau eksploitasi sumber-sumber alam masih tetap
terjadi, atau kerusakan alam dan pencemaran masih saja menjadi bagian pokok dari
nasib lingkungan. Perkembangan globalisasi menyebabkan beberapa permasalahan
yang kompleks salah satunya yaitu berbagai permasalahan mengenai lingkungan. Oleh
karena itu hukum lingkungan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dibentuknya
perlindungan hukum lingkungan ini berkenaan dengan maraknya kasus persoalan
lingkungan yang semakin memperhatinkan.

Penerapan hukum pidana dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia berupa


sanksi hukum pidana identik dengan pemberian nestapa dan merupakan sanksi hukum
yang dipandang paling berat dari sanksi hukum lain, misalnya sanksi administrasi
maupun keperdataan. Dengan alasan tersebut hukum pidana merupakan jalan terakhir
yang dijatuhkan ketika sanksi hukum lain dirasa tidak efektif. Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
mengatur ketentuan pidana dalam Bab XV tentang Ketentuan Pidana.

Upaya penegakan hukum lingkungan hidup melalui jalur hukum pidana adalah
bagaimana tiga permasalahan pokok dalam aspek hukum pidana ini dituangkan dalam
undang-undang yang sedikit banyak mempunyai peran untuk melakukan rekayasa
sosial, yaitu yang meliputi perumusan tindak pidana (criminal act), pertanggungjawaban
pidana, dan sanksi (sanction) baik pidana maupun tata-tertib. Sesuai dengan tujuan dari
hukum pidana yang tidak hanya sebagai alat ketertiban, hukum lingkungan mengandung
pula tujuan pembaharuan masyarakat (social engineering).
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Marfai, Muh. Aris. 2016. Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Siahaan, N. H. T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: PT
Gelora Aksara Pratama.
Jurnal, Artikel, dan lainnya:
A.Rusdina. 2015. “Membumikan Etika Lingkungan Bagi Upaya Membudidayakan
Pengelolaan Lingkungan yang Bertanggung Jawab”, Vol. IX, No. 2, hlm. 244-
263. http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/istek/article/view/198. Diakses pada
tanggal 01 April 2021.
Akhmaddhian, Suwari. 2016. “Penegakan Hukum Lingkungan dan Pengaruhnya
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”, dalam Jurnal Unifikasi, Vol. 3,
No. 1, hlm. 1-34. http://journal.uniku.ac.id/index.php/unifikasi/article/view/404.
Diakses pada tanggal 03 April 2021.
Cahya Susila Wibawa, Kadek, 2019. “Mengembangkan Partisipasi Masyarakat Dalam
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan
Berkelanjutan”, dalam Administrative Law & Governance Journal, Vol. 2, No.
1, hlm. 80-92. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/alj/article/download/5068
/ 2683, Diakses pada tanggal 02 April 2021.
Kahpi, Ashabul. 2015. “Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup”, dalam Jurnal Jurisprudentie, Vol. 2, No. 2, hlm 41-50. Makassar:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
http://103.55.216.56/index.php/Jurisprudentie/article/view/4003. Diakses pada
tanggal 02 April 2021.
Nurhayati, Yati dan M. Yasir Sid. 2020. “Paradigma Filsafat Etika Lingkungan dalam
Menentukan Arah Politik Hukum Lingkungan”, dalam Jurnal Al’Adl, Vol. XII,
No 1, hlm. 39-59. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
https://ojs.uniskabjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/2598. Diakses pada
tanggal 02 April 2021.
Pinkan Kawengian, Grace. 2019. “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup”, dalam Jurnal Lex Et Societatis, Vol. VII/No. 5,
hlm.55-61.https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/
download/24723 /24433, Diakses pada tanggal 02 April 2021.
Sabardi, Lalu. 2014. “Peran serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup”, dalam Jurnal Yustisia, Vol. 3, No. 1, hlm. 67-
78. Universitas Mataram: Fakultas Hukum. https://jurnal.uns.ac.id/yustisia
/article/view/10120. Diakses pada 02 April 2021.
Zairin. 2016. “Kerusakan Lingkungan dan Jasa Ekosistem”, dalam Jurnal Georafflesia
Vol. 1, No. 2. Bengkulu: Unihaz. https://journals.unihaz.ac.id/index.php/
georafflesia/article/view /148. Diakses pada tanggal 03 April 2021.

Anda mungkin juga menyukai