Bintang - Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 36

Bintang

benda astronomi yang terdiri dari bola


plasma bercahaya yang diikat oleh
gravitasinya sendiri

Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya yang disebabkan oleh reaksi
fusi nuklir yang menghasilkan energi yang terjadi intinya.[1] Perlu diperhatikan bahwa 'bintang
semu' bukanlah bintang, tetapi planet yang memantulkan cahaya dari bintang lain dan terlihat
bercahaya di langit seperti sebuah bintang.

Daerah pembentuk-bintang di Awan Magellan Besar.


Gambar warna-palsu dari Matahari, bintang deret utama tipe-G yang terdekat ke Bumi

Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalah:

Semua benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massa


matahari) yang sedang dan pernah melangsungkan pembangkitan
energi melalui reaksi fusi nuklir.

Oleh sebab itu bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak menghasilkan energi
tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan Bumi adalah Matahari pada jarak
sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh Proxima Centauri dalam rasi bintang Sentaurus
berjarak sekitar empat tahun cahaya.

Sejarah pengamatan

Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan


dalam praktik-praktik keagamaan, dalam navigasi, dan bercocok tanam. Kalender Gregorian,
yang digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah kalender Matahari, mendasarkan diri
pada posisi Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.

Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali ‘bintang-bintang baru’ di


langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584
Giordano Bruno mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah Matahari-matahari
lain, dan mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya,[2] ide yang telah
diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus.[3] Pada
abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah Matahari yang jauh mendapat kesepakatan di
antara para astronom. Untuk menjelaskan mengapa bintang-bintang ini tidak memberikan
tarikan gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang tersebar
secara merata di seluruh langit, sebuah gagasan yang berasal dari teolog Richard Bentley.[4]
Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan luminositas pada bintang
Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama gerak diri dari sepasang
bintang “tetap” dekat, memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran
yang dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61 Cygni
dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks.

William Herschel adalah astronom pertama yang mencoba menentukan sebaran bintang di
langit. Selama 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar 600 daerah langit berbeda. Ia
kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang bertambah secara tetap ke suatu arah langit,
yakni pusat galaksi Bima Sakti. Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di
belahan bumi langit sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama.[5] Selain itu William
Herschel juga menemukan bahwa beberapa pasangan bintang bukanlah bintang-bintang
yang secara kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka memang
secara fisik berpasangan membentuk sistem bintang ganda.

Penamaan

Gagasan rasi bintang telah dikenal sejak zaman Babilonia. Para pengamat langit kuno
membayangkan pola tertentu terbentuk oleh susunan bintang yang menonjol, dan
menghubungkannya dengan cara tertentu dari alam atau mitologi mereka. Dua belas dari
susunan ini terletak pada garis ekliptika dan menjadi dasar bagi astrologi.[6] Banyak pula
bintang-bintang individu yang menonjol diberi nama tersendiri, khususnya dengan penamaan
Arab atau Latin.

Sebagaimana beberapa rasi bintang tertentu dan matahari, beberapa bintang juga memiliki
mitologinya sendiri.[7] Bagi orang Yunani kuno, beberapa "bintang", yang dikenal sebagai
planet (bahasa Yunani: πλανήτης [planētēs], pengembara), mewakili berbagai dewa penting
mereka yang menjadi sumber nama bagi planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan
Saturnus.[7] Uranus dan Neptunus juga adalah dewa-dewa Yunani dan Romawi, tetapi belum
dikenal pada masa kuno karena sinarnya yang redup. Nama keduanya diberikan oleh para
astronom berikutnya.

Kira-kira tahun 1600, nama rasi bintang digunakan untuk menamakan bintang-bintang dalam
wilayah langitnya. Astronom Jerman Johann Bayer menciptakan serangkaian peta bintang
yang menggunakan huruf Yunani sebagai nama bagi bintang-bintang pada tiap rasi bintang.
Setelah itu tata penomoran berdasarkan asensio rekta bintang diciptakan oleh John
Flamsteed dan ditambahkan ke katalog bintang dalam bukunya "Historia coelestis Britannica"
(edisi tahun 1712). Tata nomor ini nantinya akan dikenal sebagai Penamaan Flamsteed atau
Penomoran Flamsteed.[8][9]
Satu-satunya otoritas yang diakui secara internasional dalam penamaan benda angkasa
adalah Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union, IAU).[10]
Terdapat sejumlah perusahaan swasta yang menjual nama-nama bintang, yang menurut
Perpustakaan Britania merupakan perusahaan komersial tak teregulasi.[11][12] Namun IAU
telah memutuskan hubungan dengan praktik komersial ini, dan nama-nama tersebut tidak
diakui dan tidak dipergunakan oleh IAU.[13] Salah satu perusahaan penamaan yang demikian
adalah International Star Registry (ISR) yang pada tahun 1980-an dituduh melakukan praktik
penipuan karena membuat seolah-olah nama-nama yang mereka berikan resmi. Praktik ISR
yang sudah berhenti ini secara informal dilabeli sebagai penipuan dan
kecurangan,[14][15][16][17] dan Departemen Urusan Konsumen Kota New York menerbitkan
sebuah peringatan bagi ISR karena melakukan praktik dagang yang menyesatkan.[18][19]

Radiasi

Energi yang dihasilkan oleh bintang dari fusi nuklir memancar ke ruang angkasa dalam
bentuk radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan
bintang terwujud dalam bentuk angin bintang,[20] yang mengalirkan proton bebas, partikel
alfa bermuatan listrik, dan partikel beta dari lapisan luar bintang. Terdapat juga aliran tetap
neutrino yang berasal dari inti bintang, walaupun neutrino-neutrino ini hampir tidak bermassa.

Bintang bersinar sangat terang akibat produksi energi pada intinya, yang menggabungkan
dua atau lebih inti atom dan membentuk inti atom tunggal unsur yang lebih berat serta
melepaskan foton sinar gama dalam prosesnya. Begitu energi ini mencapai lapisan luar
bintang, energi ini diubah ke dalam bentuk lain sebagai energi elektromagnetik yang
berfrekuensi lebih rendah, misalnya cahaya tampak.

Warna bintang, yang ditentukan oleh frekuensi cahaya tampaknya yang paling kuat,
tergantung pada suhu lapisan luar bintang, termasuk fotosfernya.[21] Selain cahaya tampak,
bintang juga memancarkan bentuk-bentuk lain radiasi elektromagnetik yang tidak kasatmata.
Sebenarnya radiasi elektromagnetik bintang meliputi keseluruhan spektrum elektromagnetik,
dari yang panjang gelombangnya terpanjang yaitu gelombang radio, ke inframerah, cahaya
tampak, ultraungu, hingga sinar X dan sinar gama yang panjang gelombangnya paling
pendek. Jika dilihat dari jumlah keseluruhan energi yang dipancarkan oleh sebuah bintang,
tidak semua komponen radiasi elektromagnetik bintang memiliki jumlah yang signifikan,
tetapi seluruh frekuensi tersebut memberikan kita wawasan tentang fisik bintang.

Dengan menggunakan spektrum bintang, astronom dapat menentukan suhu permukaan,


gravitasi permukaan, metalisitas, dan kecepatan rotasi sebuah bintang. Jika jarak sebuah
bintang diketahui, misalnya dengan mengukur paralaksnya, maka luminositasnya dapat
dihitung. Massa, jari-jari, gravitasi permukaan dan periode rotasi dapat diperkirakan dengan
berdasarkan model bintang. (Massa bintang-bintang dalam sistem biner dapat dihitung
dengan mengukur jarak dan kecepatan orbitnya. Efek lensa-mikro gravitasi dipergunakan
untuk mengukur massa bintang tunggal.[22]) Dengan menggunakan parameter-parameter ini,
astronom juga dapat memperkirakan umur sebuah bintang.[23]

Luminositas

Luminositas bintang adalah jumlah cahaya dan bentuk energi radiasi lainnya yang
dipancarkan oleh bintang per satuan waktu. Luminositas bintang diukur dalam satuan daya
(watt). Luminositas bintang ditentukan oleh ukuran jari-jari dan suhu permukaannya. Dengan
menganggap bahwa sebuah bintang adalah benda hitam sempurna, maka luminositasnya
adalah:

di mana L adalah luminositas, σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann, R adalah jari-jari bintang


dan Te adalah temperatur efektif bintang.

Jika jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan metode paralaks,
luminositas sebuah bintang dapat ditentukan melalui hubungan

dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang ke
pengamat.

Namun banyak bintang yang memancarkan cahaya dengan fluks (jumlah energi yang
dipancarkan per satuan luas) yang tidak seragam di seluruh permukaannya. Bintang Vega
yang berputar sangat cepat, misalnya, memiliki fluks energi yang lebih tinggi pada kutub-
kutubnya dibandingkan dengan ekuatornya.[24]
Noda-noda di permukaan bintang yang
memiliki suhu dan luminositas yang lebih rendah dari rata-rata disebut dengan bintik bintang.
Bintang katai yang kecil, seperti matahari kita, umumnya memiliki permukaan yang cukup
mulus dengan hanya sedikit bintik bintang. Bintang-bintang raksasa yang lebih besar
memiliki bintik bintang yang lebih besar dan lebih kelihatan,
[25] dan bintang-bintang ini juga
menunjukkan penggelapan pinggiran yang lebih kuat. Penggelapan pinggiran adalah
penurunan tingkat kecerahan cahaya pada cakram bintang mendekati daerah
pinggirannya.[26] Bintang-bintang suar katai merah seperti UV Ceti dapat memiliki bintik
bintang yang menonjol di permukaannya.[27]
Magnitudo

Terangnya cahaya yang tampak dari sebuah bintang disebut dengan istilah magnitudo semu,
yaitu terangnya sebuah bintang yang merupakan fungsi dari luminositas bintang, jarak dari
bumi dan perubahan cahayanya saat melintasi atmosfer bumi. Magnitudo mutlak atau
magnitudo intrinsik adalah magnitudo semu sebuah bintang jika jarak antara bumi dengan
bintang tersebut adalah 10 parsec (32,6 tahun cahaya), sehingga berhubungan langsung
dengan luminositas bintang dan menyatakan kecerahan bintang yang sebenarnya.

Jumlah bintang yang lebih terang dari magnitudo:


Magnitudo
Jumlah 

semu bintang[28]

0 4

1 15

2 48

3 171

4 513

5 1.602

6 4.800

7 14.000

Baik skala magnitudo semu maupun magnitudo mutlak adalah satuan logaritmis di mana
selisih satu magnitudo sama dengan perbedaan kecerahan sekitar 2,5 kali[29] (akar pangkat 5
dari 100, atau mendekati 2,512). Hal ini berarti bintang dengan nilai magnitudo +1 kira-kira
2,5 kali lebih terang daripada bintang dengan nilai magnitudo +2, dan kira-kira 100 kali lebih
terang daripada bintang dengan nilai magnitudo +6. Bintang teredup yang dapat dilihat mata
telanjang dalam kondisi pengamatan yang baik adalah bintang dengan nilai magnitudo kira-
kira +6.

Dalam skala magnitudo semu maupun magnitudo tampak, semakin kecil nilai magnitudonya,
maka semakin terang pula bintang tersebut; semakin besar nilai magnitudonya, semakin
redup. Bintang-bintang paling terang pada kedua skala tersebut memiliki nilai magnitudo
yang negatif. Perbedaan terang cahaya (ΔL) antara dua bintang dihitung dengan
mengurangkan nilai magnitudo bintang yang lebih terang (mb) dari nilai magnitudo bintang
yang lebih redup (mf), lalu menggunakan selisihnya sebagai eksponen untuk bilangan pokok
2,512. Dapat juga ditulis dengan persamaan berikut:

 
 
Walau keduanya bergantung pada luminositas dan jarak bintang dari bumi, magnitudo mutlak
sebuah bintang (M) tidaklah sama dengan magnitudo semunya (m).[29] Sebagai contoh,
bintang Sirius yang terang memiliki nilai magnitudo semu −1,44, memiliki nilai magnitudo
mutlak +1,41.

Matahari memiliki nilai magnitudo semu −26,7, tetapi magnitudo mutlaknya hanyalah +4,83.
Sirius, bintang paling cemerlang di langit malam, kira-kira 23 kali lebih terang dari matahari,
sedang Canopus, bintang paling cemerlang kedua di langit malam dengan magnitudo mutlak
−5,53, kira-kira 14.000 kali lebih terang daripada matahari. Walaupun Canopus jauh lebih
terang daripada Sirius, tetapi Sirius tampak lebih cemerlang daripada Canopus. Hal ini
disebabkan jarak Sirius yang hanya 8,6 tahun cahaya dari bumi, sementara Canopus jauh
lebih jauh dengan jarak 310 tahun cahaya.

Berdasarkan data tahun 2006, bintang dengan magnitudo absolut paling tinggi yang
diketahui adalah LBV 1806-20, dengan nilai magnitudo −14,2. Bintang ini paling tidak
5.000.000 kali lebih terang dari matahari.[30] Sedang bintang-bintang dengan luminositas
paling rendah yang diketahui saat ini terdapat di gugus NGC 6397. Bintang katai merah
paling redup dalam gugus tersebut memiliki nilai magnitudo 26, sementara ditemukan juga
bintang katai putih dengan nilai magnitudo 28. Bintang-bintang redup ini sangatlah samar
sehingga cahayanya sama dengan cahaya lilin ulang tahun di bulan jika dilihat dari bumi.[31]

Satuan pengukuran

Kebanyakan parameter-parameter bintang dinyatakan dalam satuan SI, tetapi satuan cgs
kadang-kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan dalam satuan erg per detik).
Penggunaan satuan cgs lebih bersifat tradisi daripada sebuah konvensi. Namun pada
praktiknya sering kali massa, luminositas dan jari-jari bintang dinyatakan dalam satuan
matahari, mengingat matahari adalah bintang yang paling banyak dipelajari dan diketahui
parameter-parameter fisisnya. Untuk matahari, parameter-parameter berikut diketahui:

massa matahari: M⊙ = 1.9891 × 1030 kg[32]


luminositas matahari: L⊙ = 3.827 × 1026 watt[32]
radius matahari R⊙ = 6.960 × 108 m[33]

Ukuran panjang yang sangat besar, misalnya panjang sumbu semi-mayor orbit tata bintang
ganda, sering kali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU = astronomical unit), yaitu jarak
rata-rata antara bumi dan matahari.
Sifat dan karakteristik

Hampir semua hal menyangkut sebuah bintang dipengaruhi oleh massa awalnya, termasuk
sifat-sifat penting seperti ukuran dan luminositas, demikian juga dengan evolusi, umur dan
kondisi akhirnya.

Diameter

Bintang sangat beragam ukurannya. Dalam setiap panel pada gambar di atas, objek paling kanan tampil sebagai objek
paling kiri pada panel berikutnya. Bumi terletak paling kanan pada panel pertama dan matahari terletak pada urutan
kedua dari kanan pada panel ketiga.

Karena jaraknya yang sangat jauh dari bumi, semua bintang kecuali matahari terlihat hanya
seperti titik yang bersinar di langit malam jika dilihat dengan mata telanjang, dan berkelip
akibat efek dari atmosfer bumi. Matahari juga adalah sebuah bintang, tetapi berjarak cukup
dekat dengan bumi sehingga terlihat seperti cakram di langit serta mampu menerangi bumi.
Selain matahari, bintang dengan ukuran tampak terbesar adalah R Doradus, yang itu pun
hanya 0,057 detik busur.[34]

Cakram sebagian besar bintang terlalu kecil diameter sudutnya untuk dapat diamati dengan
teleskop optis bumi yang ada saat ini, sehingga dibutuhkan teleskop interferometer untuk
menghasilkan citra sebuah bintang. Teknik lain untuk mengukur diameter sudut bintang
adalah lewat okultasi. Dengan mengukur secara tepat penurunan terang cahaya sebuah
bintang saat terjadi okultasi dengan bulan (atau peningkatan terang cahaya bintang saat
bintang tersebut muncul kembali), diameter sudut bintang tersebut dapat dihitung.[35]

Ukuran bintang sangat beragam, mulai dari bintang neutron, yang hanya berdiameter antara
20 sampai 40 km, hingga bintang maharaksasa seperti Betelgeuse di rasi bintang Orion, yang
berdiameter sekitar 650 kali diameter matahari atau sekitar 900 juta km. Namun Betelgeuse
memiliki kepadatan yang jauh lebih rendah dari matahari.[36]

Kinematika

Pleiades, sebuah gugus terbuka di rasi bintang Taurus. Bintang-bintang ini bergerak bersama di angkasa.[37] Foto
NASA

Gerak relatif sebuah bintang terhadap matahari dapat memberikan informasi penting
mengenai asal mula dan umur bintang tersebut, bahkan juga mengenai struktur dan evolusi
galaksi di sekitarnya. Komponen gerak sebuah bintang terdiri atas kecepatan radialnya
menuju atau menjauhi matahari, dan pergeseran melintangnya yang disebut gerak diri.

Kecepatan radial sebuah bintang diukur lewat pergeseran doppler pada garis spektrumnya
dan dinyatakan dalam satuan kilometer per detik. Gerak diri sebuah bintang ditentukan lewat
pengukuran astronomis yang teliti dalam satuan milidetik busur per tahun. Dengan
menentukan paralaks sebuah bintang, gerak diri dapat kemudian dikonversikan ke dalam
satuan kecepatan. Bintang dengan kecepatan gerak diri yang tinggi kemungkinan besar
berjarak dekat dengan matahari, sehingga cocok untuk diukur paralaksnya.[38]

Saat kecepatan kedua gerak tersebut diketahui kecepatan ruang bintang relatif terhadap
matahari atau Bima Sakti dapat dihitung. Di antara bintang-bintang sekitar kita, diketahui
bahwa bintang-bintang populasi I yang lebih muda biasanya memiliki kecepatan yang lebih
rendah dibandingkan bintang-bintang populasi II yang lebih tua. Bintang populasi II memiliki
orbit elips yang terinklinasi terhadap bidang galaksi Bima Sakti.[39] Perbandingan kinematika
berbagai bintang di sekitar matahari juga menyebabkan ditemukannya himpunan bintang
yang kemungkinan besar adalah kumpulan bintang dengan lokasi asal yang sama dalam
awan molekul raksasa.[40]

Komposisi kimia

Saat terbentuk, bintang-bintang di galaksi Bima Sakti massanya terdiri dari sekitar 71%
hidrogen dan 27% helium,[41] dan sisanya sedikit unsur-unsur yang lebih berat. Biasanya porsi
unsur-unsur berat diketahui dengan mengukur jumlah muatan besi yang terkandung dalam
atmosfer bintang, sebab besi adalah unsur yang umum dan garis spektrum serapannya
relatif mudah untuk dihitung. Karena awan molekul tempat bintang terbentuk terus menerus
diperkaya dengan unsur-unsur yang lebih berat, pengukuran terhadap komposisi kimia
sebuah bintang dapat digunakan untuk menentukan umurnya.[42] Porsi unsur-unsur yang
lebih berat juga dapat dijadikan sebagai petunjuk apakah sebuah bintang memiliki sistem
planet atau tidak.[43]

Bintang dengan kandungan besi terendah yang pernah diukur adalah bintang katai HE1327-
2326, dengan kandungan besi hanya 1/200.000 dari kandungan besi matahari.[44] Sebaliknya,
bintang kaya logam μLeonis, memiliki kandungan yang hampir dua kali lipat milik matahari,
sedang bintang berplanet 14 Herculis, memiliki kandungan yang hampir tiga kali lipat milik
matahari.[45] Ada juga bintang yang komposisi kimianya ganjil, yang menunjukkan
kelimpahan luar biasa unsur-unsur tertentu dalam spektrumnya; khususnya krom dan logam
tanah jarang.[46]

Massa

Salah satu bintang paling masif yang diketahui adalah Eta Carinae.[47] Dengan massa hingga
100–150 kali massa matahari, bintang ini pun memiliki jangka hidup yang hanya beberapa
juta tahun. Penelitian terhadap gugus Arches menunjukkan bahwa batas tertinggi massa
bintang dalam era sekarang alam semesta adalah 150 kali massa matahari.[48] Alasan untuk
batas ini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagiannya disebabkan oleh luminositas
Eddington, yaitu jumlah maksimal luminositas yang dapat melewati atmosfer bintang tanpa
harus melontarkan gas ke ruang angkasa. Namun, sebuah bintang bernama R136a1 dalam
gugus bintang RMC136a, diukur memiliki massa 265 kali massa matahari, membuat batas
tersebut dipertanyakan.[49] Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bintang-bintang dalam
gugus bintang R136 yang bermassa lebih besar dari 150 kali massa matahari terbentuk
akibat tabrakan dan penggabungan bintang-bintang masif dari beberapa sistem biner yang
berdekatan; sehingga bintang-bintang tersebut mampu melewati batas 150 kali massa
matahari.[50]
 

Nebula NGC 1999 disinari dengan terang oleh V380 Orionis (tengah), sebuah bintang variabel dengan massa sekitar
3,5 kali massa matahari. Bagian langit yang hitam adalah lubang besar ruang kosong dan bukannya nebula gelap
seperti yang dikira sebelumnya. NASA image

Bintang-bintang pertama yang terbentuk setelah Dentuman besar kemungkinan berukuran


lebih besar dari yang ada sekarang, mencapai hingga 300 kali massa matahari, bahkan
lebih,[51] akibat tiadanya unsur yang lebih berat dari litium dalam kandungannya. Namun,
generasi bintang-bintang populasi III yang masif ini sudah lama punah dan hanya ada secara
teoretis.

Dengan massa hanya 93 kali massa Jupiter, AB Doradus C, bintang teman AB Doradus A,
merupakan bintang terkecil yang diketahui masih melakukan fusi nuklir dalam intinya.[52]
Untuk bintang dengan metalisitas yang mirip dengan matahari, massa minimum teoretis
yang dapat dimiliki bintang, tetapi masih tetap dapat melakukan fusi nuklir di intinya,
diperkirakan adalah sekitar 75 kali massa Jupiter.[53][54] Namun jika metalisitas sebuah
bintang sangat rendah, massa minimumnya adalah sekitar 8,3% dari massa matahari atau
sekitar 87 kali massa Jupiter, berdasarkan penelitian terkini atas bintang-bintang paling
redup.[54][55] Bintang yang lebih kecil lagi disebut katai cokelat, yang menempati daerah abu-
abu yang belum terdefenisi secara jelas antara bintang dan raksasa gas.

Besar gravitasi permukaan sebuah bintang ditentukan oleh diameter dan massanya. Bintang-
bintang raksasa memiliki gravitasi permukaan yang jauh lebih rendah dari bintang-bintang
deret utama, sementara kebalikannya untuk bintang-bintang kompak seperti katai putih.
Gravitasi permukaan mempengaruhi tampilan spektrum sebuah bintang, dengan gravitasi
yang lebih tinggi menyebabkan pelebaran garis serapan.[56]
Medan magnet

Medan magnet permukaan SU Aur (sebuah bintang muda jenis T Tauri), gambar dihasilkan lewat pencitraan Zeeman-
Doppler

Medan magnet sebuah bintang dihasilkan di bagian dalam bintang tempat sirkulasi konveksi
terjadi. Gerakan plasma konduktif ini berfungsi seperti dinamo, menghasilkan medan magnet
yang meliputi seluruh bintang. Kuatnya medan magnet sebuah bintang bergantung pada
massa dan kandungan bintang tersebut, dan jumlah aktivitas magnet permukaan bintang
bergantung pada kecepatan rotasi bintang. Aktivitas permukaan ini menghasilkan bintik
bintang, yang merupakan wilayah permukaan bintang dengan medan magnet yang kuat
namun bersuhu jauh lebih rendah dari wilayah permukaan lainnya. Lengkungan korona
adalah medan magnet yang melengkung dan mencapai hingga ke dalam korona dari daerah
aktif bintang. Semburan bintang adalah semburan partikel-partikel tinggi energi yang
terpancar akibat aktivitas magnetis yang sama..[57]

Bintang-bintang muda yang berputar cepat cenderung memiliki tingkat aktivitas permukaan
yang tinggi akibat pengaruh medan magnetnya. Medan magnet ini juga dapat memengaruhi
angin bintang, yang bertindak seperti rem dan perlahan memperlambat laju rotasi bintang
seiring dengan menuanya sebuah bintang. Oleh karena itu, bintang-bintang yang lebih tua
seperti matahari, memiliki laju rotasi yang dan aktivitas permukaan yang lebih rendah.
Tingkat aktivitas permukaan bintang dengan laju rotasi yang lambat cenderung berupa
sebuah siklus, dan terkadang malah tidak ada sama sekali untuk jangka waktu tertentu.[58]
Sepanjang masa minimum Maunder misalnya, matahari hampir tidak menunjukkan aktivitas
bintik matahari selama 70 tahun.
Rotasi

Laju rotasi bintang dapat ditentukan lewat spektroskopi, atau dapat diukur dengan lebih tepat
lagi dengan mengamati laju rotasi bintik bintang. Bintang-bintang muda dapat memiliki laju
rotasi yang tinggi, hingga di atas 100 km/s diukur pada ekuatornya. Bintang kelas B Achernar,
misalnya, memiliki laju rotasi sekitar 225 km/s atau lebih pada ekuatornya, menyebabkan
daerah ekuatornya menonjol keluar sehingga bintang ini memiliki diameter ekuator yang lebih
dari 1,5 kali jarak antar kutubnya. Laju rotasi ini hanya sedikit di bawah laju rotasi kritis
sebesar 300 km/s yang akan menyebabkan sebuah bintang hancur.[59] Sebaliknya, matahari
hanya berputar sekali selama 25–35 hari, dengan laju rotasi ekuator 1,99 km/s. Medan
magnet dan angin bintang memperlambat laju rotasi bintang-bintang deret utama secara
signifikan seiring dengan berkembangnya sebuah bintang dalam deret utama.[60]

Bintang degenerat adalah bintang yang telah menyusut menjadi massa yang kompak dan
mengakibatkan laju rotasi tinggi. Namun laju rotasi ini masih lebih rendah dari yang
diperkirakan oleh hukum kekekalan momentum sudut. Sebagian besar momentum sudut
bintang tersebut menghilang akibat hilangnya massa bintang oleh angin bintang.[61]
Meskipun demikian, laju rotasi bintang pulsar bisa sangat tinggi. Bintang pulsar di pusat
Nebula kepiting misalnya, berputar 30 kali dalam sedetik.[62] Laju rotasi bintang pulsar akan
perlahan melambat akibat emisi radiasi.

Suhu

Suhu permukaan bintang deret utama ditentukan oleh laju penghasilan energi di intinya yang
umumnya diperkirakan dari indeks warna bintang.[63] Biasanya suhu ini dinyatakan dengan
suhu efektif, yang merupakan suhu jika sebuah bintang dianggap sebagai benda hitam ideal
yang memancarkan energi dengan luminositas yang sama di seluruh permukaannya. Jadi
suhu efektif hanyalah sebuah gambaran, karena suhu pada sebuah bintang semakin tinggi
jika semakin dekat dengan intinya.[64] Suhu di daerah inti sebuah bintang mencapai hingga
beberapa juta derajat celsius.[65]

Suhu sebuah bintang menentukan laju ionisasi berbagai unsur di dalamnya, juga menentukan
sifat garis serapan spektrumnya. Suhu permukaan, magnitudo absolut dan sifat serapan
spektrografi bintang digunakan sebagai dasar untuk pengklasifikasian bintang (lihat
klasifikasi bintang di bawah)[56]

Bintang masif dalam deret utama dapat bersuhu hingga 50.000 °C. Sedang bintang yang
lebih kecil, seperti matahari, memiliki suhu permukaan beberapa ribu derajat celcius.
Raksasa merah memiliki suhu permukaan yang relatif rendah sekitar 3.300 °C, tetapi bintang
ini memiliki luminositas yang tinggi karena permukaan luarnya yang luas.[66]
Umur

Sebagian besar bintang berumur antara 1–10 miliar tahun. Beberapa bintang mungkin
bahkan berumur mendekati 13,8 miliar tahun–umur teramati alam semesta. Bintang tertua
yang ditemukan hingga saat ini, HE 1523-0901, diperkirakan berumur 13,2 miliar tahun.[67][68]

Semakin tinggi massa sebuah bintang maka semakin pendek pula umurnya. Hal ini terutama
disebabkan karena bintang dengan massa yang tinggi akan memiliki tekanan yang tinggi
pula pada intinya yang menyebabkannya membakar hidrogen dengan lebih cepat. Bintang-
bintang paling masif bertahan rata-rata hanya beberapa juta tahun, sementara bintang
dengan massa minimum (katai merah) membakar bahan bakarnya dengan perlahan dan
bertahan hingga puluhan sampai ratusan miliar tahun.[69][70]

Klasifikasi

Rentang Suhu Permukaan dan

Warna berbagai Kelas Bintang[71]


Kelas Suhu Contoh bintang

O lebih dari 33.000 K Zeta Ophiuchi

B 10.500–30.000 K Rigel

A 7.500–10.000 K Altair

F 6.000–7.200 K Procyon A

G 5.500–6.000 K Matahari

K 4.000–5.250 K Epsilon Indi

M 2.600–3.850 K Proxima Centauri

Sistem klasifikasi bintang yang ada saat ini berasal dari awal abad ke-20, ketika bintang
diklasifikasikan dari A hingga Q berdasarkan kekuatan garis hidrogennya.[72] Pada saat itu
belum diketahui bahwa yang paling berpengaruh terhadap kekuatan garis hidrogen adalah
suhu; kekuatan garis hidrogen mencapai puncaknya pada suhu 9.000 K (8.730 °C) dan
melemah baik pada suhu yang lebih tinggi maupun rendah. Saat sistem klasifikasi diatur
ulang berdasarkan suhu, bentuknya semakin mendekati sistem modern yang kita pergunakan
saat ini.[73]

Bintang diberi klasifikasi huruf tunggal berdasarkan spektrumnya, dari tipe O yang sangat
panas sampai M yang begitu dingin hingga molekul dapat terbentuk pada atmosfernya.
Klasifikasi utama berdasarkan suhunya, dari yang tertinggi ke terendah, adalah O, B, A, F, G, K,
dan M. Beberapa bintang dengan jenis spektrum yang langka memiliki klasifikasi khusus
tersendiri. Paling umumnya adalah kategori L dan T, yang meliputi bintang dengan suhu dan
massa yang rendah serta katai cokelat. Tiap huruf dibagi lagi dalam 10 subbagian yang
diberi nomor 0–9, dari suhu yang tertinggi ke yang terendah. Namun sistem ini kurang tepat
pada suhu yang sangat tinggi, yaitu bahwa kemungkinan bintang kelas O0 dan O1 tidak
ada.[74]

Selain itu bintang juga dapat diklasifikasikan berdasarkan efek luminositas dalam garis
spektrumnya, yang sebanding dengan ukuran dan kuat gravitasi permukaannya.
Pengklasifikasian ini dikenal dengan sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke
dalam kelas-kelas berikut:

0 Maha maha raksasa


I Maharaksasa
II Raksasa terang
III Raksasa
IV Sub-raksasa
V Deret utama (katai)
VI Sub-katai
VIIKatai putih

Sebagian besar bintang masuk dalam deret utama yang terdiri dari bintang-bintang
pembakar hidrogen biasa. Bintang-bintang ini membentuk pita diagonal tipis dalam grafik
bintang berdasarkan magnitudo absolutnya dan jenis spektrumnya (diagram Hertzsprung-
Russell).[74] Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem klasifikasi di atas.
Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang katai kuning deret utama kelas G2V yang
memiliki suhu dan ukuran sedang.

Penamaan tambahan, dalam bentuk huruf kecil, dapat ditulis di belakang klasifikasi spektrum
bintang untuk menunjukkan fitur khusus spektrum bintang tersebut. Misalnya, huruf "e" dapat
menunjukkan adanya garis emisi; "m" menunjukkan tingkat logam (metal) yang luar biasa
tinggi, dan "var" dapat berarti jenis spektrum yang bervariasi.[74]

Bintang katai putih memiliki klasifikasi tersendiri yang dimulai dengan huruf D. Penggolongan
ini dibagi lagi ke dalam kelas-kelas DA, DB, DC, DO, DZ, dan DQ, tergantung jenis garis
spektrumnya yang menonjol. Lalu di belakangnya diikuti dengan nilai angka yang
menunjukkan indeks suhunya.[75]

Distribusi
 

Sebuah katai putih yang sedang mengorbit Sirius (konsep artis). Citra NASA.

Selain berdiri sendiri, bintang bisa juga berada dalam sistem multibintang. Sistem
multibintang dapat terdiri dari dua atau lebih bintang yang terikat secara gravitasi dan saling
mengorbit satu sama lain. Jenis sistem multibintang yang paling sederhana dan sering
ditemui adalah bintang biner. Selain itu telah ditemukan juga sistem multibintang yang
memiliki tiga atau lebih bintang. Sistem multibintang yang demikian sering kali secara
hierarkis tersusun dari beberapa bintang biner untuk mempertahankan stabilitas orbit
bintang-bintangnya.[76] Terdapat juga kelompok yang lebih besar yang disebut gugus bintang.
Gugus bintang berkisar dari himpunan bintang yang tidak begitu padat dengan hanya
beberapa bintang, hingga gugus bola yang luar biasa besar dengan ratusan ribu bintang.

Telah lama dianggap bahwa sebagian besar bintang berada dalam sistem multibintang yang
terikat secara gravitasi. Hal ini khususnya benar untuk bintang-bintang masif kelas O dan B,
yang dipercaya 80% populasinya berada dalam sistem multibintang. Namun semakin kecil
bintang maka semakin banyak pula populasi jenisnya yang berada dalam sistem bintang
tunggal. Hanya 25% katai merah yang diketahui berada dalam sistem multibintang dan
karena 85% dari keseluruhan bintang adalah katai merah, maka mungkin sekali sebagian
besar bintang dalam Bima Sakti adalah tunggal sejak terbentuk.[77]

Bintang-bintang tidak menyebar secara merata di alam semesta, tetapi biasanya


berkelompok membentuk galaksi bersamaan dengan debu dan gas antarbintang. Sebuah
galaksi biasa mengandung ratusan miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar (1011)
galaksi dalam alam semesta teramati.[78] Berdasarkan sebuah cacah bintang pada tahun
2010 diperkirakan terdapat 300 triyar (3 × 1023) bintang dalam alam semesta teramati.[79]
Walau sering dipercaya bahwa bintang hanya terdapat dalam galaksi, telah ditemukan
bintang-bintang yang berada di luar galaksi (bintang antargalaksi).[80][note 1]
Bintang terdekat dengan bumi selain matahari adalah Proxima Centauri yang berjarak sekitar
4,2 tahun cahaya atau kira-kira 39,9 triliun kilometer. Jika jarak ini ditempuh dengan
kecepatan orbit pesawat ulang-alik (8 km/s–hampir 30.000 km/jam), maka akan dibutuhkan
waktu kira-kira 150.000 tahun untuk sampai.[note 2] Jarak seperti ini adalah jarak antar bintang
yang umum dalam piringan galaksi, termasuk di lingkungan sekitar tata surya.[81] Bintang-
bintang dapat sangat berdekatan di pusat galaksi dan dalam gugus bola atau terpisah
sangat jauh dalam halo galaksi.
Karena jarak antar bintang yang relatif sangat jauh dalam
galaksi selain pada daerah pusat galaksi, tabrakan antar bintang diperkirakan jarang terjadi.
Pada daerah yang lebih padat seperti inti gugus bola atau pusat galaksi, tabrakan antar
bintang dapat sering terjadi.[82] Tabrakan seperti ini dapat menghasilkan apa yang dikenal
dengan bintang pengelana biru (blue straggler).[note 1] Bintang-bintang abnormal ini memiliki
suhu permukaan yang lebih tinggi dari bintang-bintang deret utama lainnya dalam sebuah
gugus bintang dengan luminositas yang sama.[83] Istilah pengelana merujuk pada lokasinya
yang berada di luar garis evolusi normal bintang lain pada diagram Hertzsprung-Russel
gugus bintangya.

Evolusi

Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain
itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil.

Terbentuknya bintang

Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang
luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan
sebuah vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen
dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam
awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam
semesta.

Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.


Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yang
dapat memiliki massa ribuan kali Matahari. Ketidakstabilan ini sering kali dipicu oleh
gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah
mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan
tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri.

Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan


dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar,
kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan di
mana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.

Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang
disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari.
Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi
diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini
mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang
pra deret utama ini sering kali dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan atau
keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika peningkatan
temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar'
menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai
cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti.
Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.

Deret Utama

Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi fusi
yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di intinya.
Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang
katai.

Akhir sebuah bintang

Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan
banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang yang masih
banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut bintang raksaksa
merah yang dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari sebelum membentuk bintang katai
putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang tersebut akan
membentuk superraksaksa merah. Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova
atau Supernova dan kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.

Bintang variabel
 

Tampilan yang tidak simetris dari bintang Mira, sebuah bintang variabel yang berosilasi. Citra HST NASA.

Bintang variabel adalah bintang yang luminositasnya berubah-ubah baik secara berkala
maupun secara acak, yang disebabkan oleh faktor dari dalam maupun luar bintang tersebut.
Bintang-bintang variabel yang diakibatkan faktor dalam bintang itu sendiri dapat digolongkan
dalam tiga kategori utama.

Jenis yang pertama adalah bintang variabel berdenyut. Dalam evolusi bintang, beberapa
bintang memasuki fase di mana mereka dapat berubah menjadi bintang variabel berdenyut.
Bintang variabel jenis ini berubah-ubah radius dan luminositasnya sepanjang waktu,
mengembang dan mengerut dengan selang waktu dari beberapa menit hingga bertahun-
tahun, tergantung ukuran bintang tersebut. Kategori ini termasuk bintang variabel chepeid
dan mirip chepeid, serta bintang variabel periode panjang seperti Mira.[84]

Yang kedua adalah bintang variabel eruptif, yaitu bintang yang mengalami lonjakan
luminositas tiba-tiba akibat peristiwa semburan maupun peristiwa pelontaran materi bintang
yang berlangsung massal.[84] Kategori ini termasuk protobintang, bintang Wolf-Rayet dan
bintang suar serta bintang raksasa dan maharaksasa.

Yang terakhir adalah bintang variabel eksplosif atau kataklismis termasuk di antaranya
bintang nova dan supernova. Sistem bintang biner yang salah satu di antara bintangnya
adalah katai putih, dapat menghasilkan ledakan jenis tertentu secara luar biasa, termasuk
nova dan supernova tipe 1a.[85] Ledakan tersebut tercipta ketika katai putih menyedot
hidrogen dari bintang pasangannya, meningkatkan massanya hingga hidrogen di dalamnya
mengalami fusi.[86] Beberapa nova terjadi berulang-ulang, dengan ledakan berkala yang
memiliki amplitudo rendah.[84]

Bintang juga dapat berubah-ubah luminositasnya akibat faktor-faktor luar, misalnya bintang
biner gerhana, juga bintang yang memiliki bintik bintang yang luar biasa dan berotasi.[84]
Contoh paling terkenal bintang biner gerhana adalah Algol yang biasanya berubah-ubah
magnitudonya antara 2,5 sampai 3,5 dengan periode 2,87 hari.

Struktur

Struktur bagian dalam bintang deret utama, zona konveksi ditunjukkan dengan lingkaran bertanda panah dan zona
radiasi dengan panah merah. Sebelah kiri adalah katai merah bermassa rendah, di tengah adalah katai kuning
berukuran sedang dan di sebelah kanan bintang deret utama biru-putih masif.

Bagian dalam dari bintang stabil berada dalam keadaan setimbang secara hidrostatis, di
mana gaya akibat gradien tekanan dari dalam bintang yang mendorong ke luar mengimbangi
gaya gravitasi yang menarik ke dalam. Gradien tekanan ini diakibatkan oleh gradien suhu
plasma bintang, yang tinggi pada bagian luarnya dan semakin dingin mendekati intinya. Suhu
inti sebuah bintang deret utama atau bintang raksasa paling tidak berada dalam besaran
107 °C. Suhu dan tekanan yang dialami inti pembakar hidrogen pada bintang deret utama
cukup untuk memungkinkan fusi nuklir terjadi dan untuk menghasilkan energi yang cukup
guna menghindari keruntuhan bintang.[87][88]

Ketika mengalami fusi nuklir dalam inti bintang, inti atom memancarkan energi dalam bentuk
sinar gama. Foton-foton ini berinteraksi dengan plasma sekitarnya dan meningkatkan energi
termal pada inti. Bintang-bintang deret utama mengubah hidrogen menjadi helium yang
membuat proporsi helium dalam intinya meningkat secara perlahan namun pasti. Akhirnya
muatan helium akan menjadi dominan dan produksi energi pun berhenti dalam inti. Namun
bagi bintang yang bermassa lebih dari 0,4 kali massa matahari, reaksi fusi terjadi pada
lapisan yang perlahan mengembang di sekitar inti helium degenerat.[89]

Selain kesetimbangan hidrostatis, bagian dalam sebuah bintang yang stabil juga akan
mempertahankan kesetimbangan termal. Terdapat gradien suhu di seluruh bagian dalam
bintang yang mengakibatkan aliran energi mengalir ke bagian luar. Aliran energi yang
meninggalkan tiap lapisan dalam bintang ini akan sama dengan aliran yang datang dari
bawah tiap lapisan.

Zona radiasi adalah daerah pada bagian dalam bintang di mana transfer radiatif cukup
efisien untuk mempertahankan aliran energi. Dalam daerah ini plasma bintang tidak akan
bergerak dan setiap gerakan massa akan terhenti. Namun, jika tidak demikian, maka plasma
menjadi tidak stabil dan akan terjadi konveksi yang membentuk zona konveksi. Hal ini dapat
terjadi misalnya pada daerah di mana aliran energi yang sangat tinggi terjadi, seperti dekat
inti bintang atau di daerah dengan kelegapan (opacity) tinggi seperti pada lapisan luar.[88]

Terjadinya konveksi pada lapisan luar bintang deret utama bergantung pada massanya.
Bintang dengan massa berapa kali massa matahari memiliki zona konveksi jauh di bagian
dalam bintang dan zona radiasi pada lapisan luar. Bintang yang lebih kecil seperti matahari
adalah kebalikannya, dengan zona konveksi yang terletak di lapisan luar.[90] Katai merah
dengan massa kurang dari 0,4 kali massa matahari hanya memiliki zona konveksi di seluruh
lapisannya sehingga mencegah terbentuknya inti helium.[91] Pada sebagian besar bintang,
zona konveksi juga akan berubah-ubah dari waktu ke waktu seiring dengan menuanya
bintang dan berubahnya susunan inti bintang.[88]

Diagram ini menunjukkan bagian dalam matahari. citra NASA.

Bagian dari sebuah bintang yang terlihat bagi pengamat disebut fotosfer. Ini adalah lapisan
plasma bintang yang menjadi transparan terhadap foton cahaya. Dari sini, energi yang
dihasilkan oleh inti menyebar bebas ke luar ke angkasa. Di fotosfer inilah bintik bintang, atau
wilayah bersuhu dibawah rata-rata, muncul.

Di atas fotosfer adalah atmosfer bintang. Pada bintang deret utama seperti matahari, bagian
terbawah atmosfer merupakan daerah kromosfer yang tipis tempat munculnya spikula dan
dimulainya semburan bintang. Kromosfer ini dikelilingi oleh daerah transisi, di mana suhu
meningkat dengan cepat dalam jarak hanya 100 km. Di luarnya adalah korona, volume
plasma maha panas yang dapat menjangkau ke luar hingga beberapa juta kilometer.[92]
Keberadaan korona tampaknya bergantung pada zona konveksi pada lapisan luar bintang.[90]
Meskipun suhunya tinggi, korona hanya memancarkan sedikit sekali cahaya. Wilayah korona
matahari biasanya hanya terlihat pada gerhana matahari.

Dari korona, angin bintang bermuatan partikel plasma mengembang keluar dari bintang,
menyebar hingga berinteraksi dengan medium antarbintang. Untuk matahari, pengaruh angin
suryanya meluas hingga ke seluruh wilayah heliosfer yang berbentuk gelembung.[93]

Jalur reaksi fusi nuklir

Diagram rantai proton-proton

 
Siklus karbon-nitrogen-oksigen

Berbagai reaksi fusi nuklir yang berbeda berlangsung dalam inti bintang sebagai bagian dari
nukleosintesis bintang, dengan bergantung pada massa dan komposisinya. Massa bersih inti
atom yang terfusi lebih kecil dari jumlah massa inti-inti atom pembentuknya. Massa yang
hilang ini dilepaskan sebagai energi elektromagnetik, sesuai dengan hukum kesetaraan
massa-energi di mana E = mc2.[94]

Proses fusi hidrogen adalah proses yang peka suhu. Sedikit saja peningkatan suhu inti akan
menyebabkan peningkatan laju fusi yang cukup besar. Akibatnya, suhu inti bintang-bintang
deret utama hanya bervariasi dari 4 juta derajat celsius untuk bintang kelas M yang kecil
hingga 40 juta derajat celsius untuk bintang kelas O yang masif.[65]

Pada inti matahari yang bersuhu 10 juta derajat celsius, hidrogen di-fusi hingga membentuk
helium dalam reaksi rantai proton-proton:[95]

41H → 22H + 2e+ + 2νe (4.0 MeV + 1.0 MeV)


21H + 22H → 23He + 2γ (5.5 MeV)
23He → 4He + 21H (12.9 MeV)

Reaksi-reaksi ini menghasilkan reaksi keseluruhan:

41H → 4He + 2e+ + 2γ + 2νe (26.7 MeV)

di mana e+ adalah positron, γ adalah foton sinar gama, νe adalah neutrino, dan H dan He
masing-masing isotop hidrogen dan helium. Energi yang dilepaskan oleh reaksi adalah dalam
jutaan elektronvolt, yang sebenarnya hanyalah jumlah energi yang sangat kecil. Namun reaksi
ini terus-menerus terjadi dalam jumlah yang banyak, menghasilkan seluruh energi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan produksi radiasi bintang.

Massa minimum bintang yang dibutuhkan untuk reaksi fusi


Massa

Unsur
matahari

Hidrogen 0,01

Helium 0,4

Karbon 5[96]

Neon 8
Dalam bintang yang lebih masif, helium dihasilkan dalam siklus reaksi yang dikatalisasi oleh
karbon yang disebut siklus karbon-nitrogen-oksigen.[95]

Dalam bintang yang sudah berkembang, dengan suhu inti 100 juta derajat celsius dan massa
antara 0,5 dan 10 kali massa matahari, helium dapat diubah menjadi karbon lewat proses
tripel alfa yang menggunakan berilium sebagai unsur perantaranya:[95]

4
He + 4He + 92 keV → 8*Be
4
He + 8*Be + 67 keV → 12*C
12*C → 12C + γ + 7.4 MeV

Dengan keseluruhan reaksi berupa:

34He → 12C + γ + 7.2 MeV

Dalam bintang masif, unsur-unsur yang lebih berat dapat juga dibakar dalam inti yang
mengerut lewat proses pembakaran neon dan proses pembakaran oksigen. Tahapan akhir
proses nukleosintesis bintang adalah proses pembakaran silikon yang mengakibatkan
dihasilkannya isotop besi-56 yang stabil. Setelah itu reaksi fusi tidak dapat diteruskan lagi
kecuali lewat proses endotermik, sehingga energi yang lebih banyak hanya dapat dihasilkan
lewat runtuhan gravitasi.[95]

Contoh di bawah ini menunjukkan waktu yang dibutuhkan bintang bermassa 20 kali massa
matahari untuk menghabiskan seluruh bahan bakar nuklirnya. Bintang ini masuk dalam
kategori bintang kelas O yang berukuran delapan kali jari-jari matahari dan memiliki
lumonisitas 62.000 kali matahari.[97]

Materi
Suhu
Massa jenis
Jangka waktu pembakaran

bahan bakar (juta derajat celsius) (kg/cm3) (τ dalam tahun)

H 37 0,0045 8,1 juta

He 188 0,97 1,2 juta

C 870 170 976

Ne 1.570 3.100 0,6

O 1.980 5.550 1,25

S/Si 3.340 33.400 0,0315[98]

Bintang terdekat dari Matahari

Alpha Centauri
Alpha Centauri dikenal juga sebagai Rigil Kentaurus adalah bintang paling cerah dalam rasi
Centaurus. Walaupun tampak seperti satu titik dilihat dengan mata telanjang, bintang ini
sebenarnya memiliki tiga komponen bintang. Antara lain; Alpha Centauri A (α Cen A), Alpha
Centauri B (α Cen B) komponen ketiga disebut Proxima Centauri (α Cen C). Alpha Centauri
adalah sistem bintang terdekat dari Bumi kita, dengan jarak 4,2 sampai 4,4 tahun cahaya.

Bintang Barnard

Bintang Barnard adalah bintang katai merah yang memiliki massa sangat kecil. Terletak
sekitar 6 tahun cahaya dari Bumi. Bintang ini merupakan bintang terdekat yang terletak di
rasi bintang Ophiuchus, dan bintang keempat terdekat dari Matahari, setelah ketiga
komponen Bintang dalam sistem Alpha Centauri.

Wolf 359

Wolf 359 adalah bintang katai merah yang terletak di konstelasi Leo, dekat ekliptika. Berjarak
sekitar 7,8 tahun cahaya dari Bumi, dan memiliki magnitudo tampak sebesar 13,5 dan hanya
dapat dilihat dengan teleskop besar. Wolf 359 adalah salah satu bintang terdekat dengan
tata surya kita, setelah Alpha Centauri, Proxima Centauri, dan bintang Barnard. Kedekatannya
pada Bumi menyebabkan Bintang ini banyak disebut dalam beberapa karya fiksi.

Lalande 21185

Lalande 21185 adalah bintang merah kecil di konstelasi Ursa Major. Berjarak sekitar 8,3
tahun cahaya dari Bumi. Walaupun relatif dekat, tetapi demikian terlalu redup dilihat dengan
mata telanjang. Dalam waktu sekitar 19.900 tahun, Lalande 21185 akan berada pada jarak
terdekatnya sekitar 4,65 ly (1,43 pc) dari Matahari.

Sirius

Sirius adalah bintang paling terang di langit malam yang terletak di rasi Canis Major. Sirius
dapat dilihat hampir di semua tempat di permukaan Bumi kecuali oleh orang-orang yang
tinggal pada lintang di atas 73,284° utara. Sirius adalah salah satu sistem bintang terdekat
dengan Bumi pada jarak 2,6 parsec atau 8,6 tahun cahaya.
 

Peta 3D dari bintang-bintang terdekat menggunakan koordinat dalam daftar diatas. Bintang di depan
memiliki asensiorekta 18h. Sebuah versi animasi dari gambar ini tersedia di disini.   Kacamata 3D red
green direkomendasikan untuk bisa melihat gambar ini dengan baik.

Catatan kaki

1. Blue straggler lebih sering diterjemahkan sebagai pengelana biru daripada pengembara
biru untuk membedakannya dari bintang pengembara (rogue star) yang merujuk pada
bintang antargalaksi

2. 3,99 × 1013 km ÷ (3 × 104 km/jam × 24 × 365,25) = 1,5 × 105 tahun.

Referensi

1. DInwiddle, Robert (2012). Universe-The Definitive Visual Guide. London: Sarah Larter. hlm. 232.
ISBN 978-1-4093-7650-7.

2. Drake, Stephen A. (17 Agustus, 2006). "A Brief History of High-Energy (X-ray & Gamma-Ray)
Astronomy" (http://heasarc.gsfc.nasa.gov/docs/heasarc/headates/heahistory.html) . NASA
HEASARC. Diakses tanggal 2006-08-24.
3. "Exoplanets" (http://www.eso.org/outreach/eduoff/edu-prog/catchastar/CAS2004/casreports-2004/r
ep-226/) . ESO. 24 Juli, 2006. Diakses tanggal 2006-10-11.

4. Hoskin, Michael (1998). "The Value of Archives in Writing the History of Astronomy" (http://www.stsc
i.edu/stsci/meetings/lisa3/hoskinm.html) . Space Telescope Science Institute. Diakses tanggal
2006-08-24.

5. Proctor, Richard A. (1870). "Are any of the nebulæ star-systems?" (http://digicoll.library.wisc.edu/cgi-b


in/HistSciTech/HistSciTech-idx?type=div&did=HISTSCITECH.0012.0052.0005&isize=M) . Nature:
331–333.

6. Koch-Westenholz, Ulla; Koch, Ulla Susanne (1995). Mesopotamian astrology: an introduction to


Babylonian and Assyrian celestial divination. Carsten Niebuhr Institute Publications. 19. Museum
Tusculanum Press. hlm. 163. ISBN 87-7289-287-0.

7. Coleman, Leslie S. "Myths, Legends and Lore" (http://frostydrew.org/papers.dc/papers/paper-myth


s/) . Frosty Drew Observatory. Diakses tanggal 2012-06-15.

8. "Naming Astronomical Objects" (http://www.iau.org/public/naming/) . International Astronomical


Union (IAU). Diakses tanggal 2009-01-30.

9. "Naming Stars" (http://spider.seds.org/spider/Misc/naming.html) . Students for the Exploration and


Development of Space (SEDS). Diakses tanggal 2009-01-30.

10. Lyall, Francis; Larsen, Paul B. (2009). "Chapter 7: The Moon and Other Celestial Bodies". Space Law: A
Treatise (https://archive.org/details/spacelaw00lyal) . Ashgate Publishing, Ltd. hlm. 176 (https://arc
hive.org/details/spacelaw00lyal/page/n190) . ISBN 0-7546-4390-5.

11. "Star naming" (https://web.archive.org/web/20151018221740/http://www.astrometry.org/starnamin


g.php) . Scientia Astrophysical Organization. 2005. Diarsipkan dari versi asli (http://www.astrometry.
org/starnaming.php) tanggal 2015-10-18. Diakses tanggal 2010-06-29.

12. "Disclaimer: Name a star, name a rose and other, similar enterprises" (https://web.archive.org/web/20
100119033625/http://www.bl.uk/names.html) . British Library. The British Library Board. Diarsipkan
dari versi asli (http://www.bl.uk/names.html) tanggal 2010-01-19. Diakses tanggal 2010-06-29.

13. Andersen, Johannes. "Buying Stars and Star Names" (http://www.iau.org/public/buying_star_name


s/) . International Astronomical Union. Diakses tanggal 2010-06-24.

14. Pliat, Phil (September–October 2006). "Name Dropping: Want to Be a Star?" (http://www.csicop.org/s
i/show/name_dropping_want_to_be_a_star/) . Skeptical Inquirer. 30.5. Diakses tanggal 2010-06-29.

15. Adams, Cecil (April 1, 1998). "Can you pay $35 to get a star named after you?" (http://www.straightdo
pe.com/columns/read/826/can-you-pay-35-to-get-a-star-named-after-you) . The Straight Dope.
Diakses tanggal 2006-08-13.

16. Golden, Frederick; Faflick, Philip (January 11, 1982). "Science: Stellar Idea or Cosmic Scam?" (https://
web.archive.org/web/20130825182125/http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,925195,
00.html) . Times Magazine. Time Inc. Diarsipkan dari versi asli (http://www.time.com/time/magazin
e/article/0,9171,925195,00.html) tanggal 2013-08-25. Diakses tanggal 2010-06-24.
17. Di Justo, Patrick (December 26, 2001). "Buy a Star, But It's Not Yours" (http://www.wired.com/techbiz/
media/news/2001/12/49345) . Wired. Condé Nast Digital. Diakses tanggal 2010-06-29.

18. Plait, Philip C. (2002). Bad astronomy: misconceptions and misuses revealed, from astrology to the
moon landing "hoax". John Wiley and Sons. hlm. 237 (https://archive.org/details/badastronomy00pla
i/page/n247) –240. ISBN 0-471-40976-6.

19. Sclafani, Tom (May 8, 1998). "Consumer Affairs Commissioner Polonetsky Warns Consumers:
"Buying A Star Won't Make You One" " (http://www.naic.edu/~gibson/starnames/isr_news.html) .
National Astronomy and Ionosphere Center, Aricebo Observatory. Diakses tanggal 2010-06-24.

20. Koppes, Steve (June 20, 2003). "University of Chicago physicist receives Kyoto Prize for lifetime
achievements in science" (http://www-news.uchicago.edu/releases/03/030620.parker.shtml) . The
University of Chicago News Office. Diakses tanggal 2012-06-15.

21. "The Colour of Stars" (https://www.webcitation.org/6630AbtJZ?url=http://outreach.atnf.csiro.au/educ


ation/senior/astrophysics/photometry_colour.html) . Australian Telescope Outreach and Education.
Diarsipkan dari versi asli (http://outreach.atnf.csiro.au/education/senior/astrophysics/photometry_c
olour.html) tanggal 2012-03-10. Diakses tanggal 2006-08-13.

22. "Astronomers Measure Mass of a Single Star—First Since the Sun" (http://hubblesite.org/newscenter/
archive/releases/2004/24/text/) . Hubble News Desk. July 15, 2004. Diakses tanggal 2006-05-24.

23. Garnett, D. R.; Kobulnicky, H. A. (2000). "Distance Dependence in the Solar Neighborhood Age-
Metallicity Relation". The Astrophysical Journal. 532 (2): 1192–1196. arXiv:astro-ph/9912031 (http
s://arxiv.org/abs/astro-ph/9912031)    . Bibcode:2000ApJ...532.1192G (http://adsabs.harvard.edu/a
bs/2000ApJ...532.1192G) . doi:10.1086/308617 (https://doi.org/10.1086%2F308617) .

24. Staff (January 10, 2006). "Rapidly Spinning Star Vega has Cool Dark Equator" (https://web.archive.or
g/web/20190524103812/https://www.noao.edu/outreach/press/pr06/pr0603.html) . National
Optical Astronomy Observatory. Diarsipkan dari versi asli (http://www.noao.edu/outreach/press/pr0
6/pr0603.html) tanggal 2019-05-24. Diakses tanggal 2007-11-18.

25. Michelson, A. A.; Pease, F. G. (2005). "Starspots: A Key to the Stellar Dynamo" (http://solarphysics.livi
ngreviews.org/Articles/lrsp-2005-8/) . Living Reviews in Solar Physics. Max Planck Society.

26. Manduca, A.; Bell, R. A.; Gustafsson, B. (1977). "Limb darkening coefficients for late-type giant model
atmospheres". Astronomy and Astrophysics. 61 (6): 809–813. Bibcode:1977A&A....61..809M (http://a
dsabs.harvard.edu/abs/1977A&A....61..809M) .

27. Chugainov, P. F. (1971). "On the Cause of Periodic Light Variations of Some Red Dwarf Stars".
Information Bulletin on Variable Stars. 520: 1–3. Bibcode:1971IBVS..520....1C (http://adsabs.harvard.
edu/abs/1971IBVS..520....1C) .

28. "Magnitude" (https://web.archive.org/web/20080206074842/http://www.nso.edu/PR/answerbook/m


agnitude.html) . National Solar Observatory—Sacramento Peak. Diarsipkan dari versi asli (http://ww
w.nso.edu/PR/answerbook/magnitude.html) tanggal 2008-02-06. Diakses tanggal 2006-08-23.
29. "Luminosity of Stars" (https://web.archive.org/web/20140809120004/http://www.atnf.csiro.au/outre
ach//education/senior/astrophysics/photometry_specparallax.html) . Australian Telescope
Outreach and Education. Diarsipkan dari versi asli (http://outreach.atnf.csiro.au/education/senior/ast
rophysics/photometry_luminosity.html) tanggal 2014-08-09. Diakses tanggal 2006-08-13.

30. Hoover, Aaron (January 15, 2004). "Star may be biggest, brightest yet observed" (https://web.archive.
org/web/20070807035239/http://www.napa.ufl.edu/2004news/bigbrightstar.htm) . HubbleSite.
Diarsipkan dari versi asli (http://www.napa.ufl.edu/2004news/bigbrightstar.htm) tanggal 2007-08-
07. Diakses tanggal 2006-06-08.

31. "Faintest Stars in Globular Cluster NGC 6397" (http://hubblesite.org/newscenter/archive/releases/20


06/37/image/a/) . HubbleSite. August 17, 2006. Diakses tanggal 2006-06-08.

32. Sackmann, I.-J.; Boothroyd, A. I. (2003). "Our Sun. V. A Bright Young Sun Consistent with
Helioseismology and Warm Temperatures on Ancient Earth and Mars". The Astrophysical Journal.
583 (2): 1024–1039. arXiv:astro-ph/0210128 (https://arxiv.org/abs/astro-ph/0210128)    .
Bibcode:2003ApJ...583.1024S (http://adsabs.harvard.edu/abs/2003ApJ...583.1024S) .
doi:10.1086/345408 (https://doi.org/10.1086%2F345408) .

33. Tripathy, S. C.; Antia, H. M. (1999). "Influence of surface layers on the seismic estimate of the solar
radius". Solar Physics. 186 (1/2): 1–11. Bibcode:1999SoPh..186....1T (http://adsabs.harvard.edu/ab
s/1999SoPh..186....1T) . doi:10.1023/A:1005116830445 (https://doi.org/10.1023%2FA%3A1005116
830445) .

34. "The Biggest Star in the Sky" (http://www.eso.org/public/news/eso9706/) . ESO. March 11, 1997.
Diakses tanggal 2006-07-10.

35. Ragland, S.; Chandrasekhar, T.; Ashok, N. M. (1995). "Angular Diameter of Carbon Star Tx-Piscium
from Lunar Occultation Observations in the Near Infrared". Journal of Astrophysics and Astronomy.
16: 332. Bibcode:1995JApAS..16..332R (http://adsabs.harvard.edu/abs/1995JApAS..16..332R) .

36. Davis, Kate (December 1, 2000). "Variable Star of the Month—December, 2000: Alpha Orionis" (http://
www.aavso.org/vstar/vsots/1200.shtml) . AAVSO. Diarsipkan (https://web.archive.org/web/200607
12000904/http://www.aavso.org/vstar/vsots/1200.shtml) dari versi asli tanggal 2006-07-12.
Diakses tanggal 2006-08-13.

37. Loktin, A. V. (2006). "Kinematics of stars in the Pleiades open cluster". Astronomy Reports. 50 (9):
714–721. Bibcode:2006ARep...50..714L (http://adsabs.harvard.edu/abs/2006ARep...50..714L) .
doi:10.1134/S1063772906090058 (https://doi.org/10.1134%2FS1063772906090058) .

38. "Hipparcos: High Proper Motion Stars" (http://www.rssd.esa.int/index.php?project=HIPPARCOS) .


ESA. September 10, 1999. Diakses tanggal 2006-10-10.

39. Johnson, Hugh M. (1957). "The Kinematics and Evolution of Population I Stars". Publications of the
Astronomical Society of the Pacific. 69 (406): 54. Bibcode:1957PASP...69...54J (http://adsabs.harvar
d.edu/abs/1957PASP...69...54J) . doi:10.1086/127012 (https://doi.org/10.1086%2F127012) .
40. Elmegreen, B.; Efremov, Y. N. (1999). "The Formation of Star Clusters" (http://www.americanscientist.
org/template/AssetDetail/assetid/15714/page/1) . American Scientist. 86 (3): 264.
Bibcode:1998AmSci..86..264E (http://adsabs.harvard.edu/abs/1998AmSci..86..264E) .
doi:10.1511/1998.3.264 (https://doi.org/10.1511%2F1998.3.264) . Diarsipkan (https://web.archive.o
rg/web/20050323072521/http://www.americanscientist.org/template/AssetDetail/assetid/15714/pa
ge/1) dari versi asli tanggal 2005-03-23. Diakses tanggal 2006-08-23.

41. Irwin, Judith A. (2007). Astrophysics: Decoding the Cosmos (https://archive.org/details/astrophysics


deco00jair) . John Wiley and Sons. hlm. 78 (https://archive.org/details/astrophysicsdeco00jair/pa
ge/78) . ISBN 0-470-01306-0.

42. "A "Genetic Study" of the Galaxy" (http://www.eso.org/public/news/eso0634/) . ESO. 2006-09-12.


Diakses tanggal 2006-10-10.

43. Fischer, D. A.; Valenti, J. (2005). "The Planet-Metallicity Correlation". The Astrophysical Journal. 622
(2): 1102–1117. Bibcode:2005ApJ...622.1102F (http://adsabs.harvard.edu/abs/2005ApJ...622.110
2F) . doi:10.1086/428383 (https://doi.org/10.1086%2F428383) .

44. "Signatures Of The First Stars" (http://www.sciencedaily.com/releases/2005/04/050417162354.ht


m) . ScienceDaily. April 17, 2005. Diakses tanggal 2006-10-10.

45. Feltzing, S.; Gonzalez, G. (2000). "The nature of super-metal-rich stars: Detailed abundance analysis
of 8 super-metal-rich star candidates". Astronomy & Astrophysics. 367 (1): 253–265.
Bibcode:2001A&A...367..253F (http://adsabs.harvard.edu/abs/2001A&A...367..253F) .
doi:10.1051/0004-6361:20000477 (https://doi.org/10.1051%2F0004-6361%3A20000477) .

46. Gray, David F. (1992). The Observation and Analysis of Stellar Photospheres. Cambridge University
Press. hlm. 413–414. ISBN 0-521-40868-7.

47. Smith, Nathan (1998). "The Behemoth Eta Carinae: A Repeat Offender" (https://web.archive.org/web/
20160618222023/http://www.astrosociety.org/pubs/mercury/9804/eta.html) . Mercury Magazine.
Astronomical Society of the Pacific. 27: 20. Diarsipkan dari versi asli (http://www.astrosociety.org/pu
bs/mercury/9804/eta.html) tanggal 2016-06-18. Diakses tanggal 2006-08-13.

48. "NASA's Hubble Weighs in on the Heaviest Stars in the Galaxy" (http://www.nasa.gov/home/hqnews/
2005/mar/HQ_05071_HST_galaxy.html) . NASA News. March 3, 2005. Diakses tanggal 2006-08-04.

49. "Stars Just Got Bigger" (http://www.eso.org/public/news/eso1030/) . European Southern


Observatory. July 21, 2010. Diakses tanggal 2010-17-24.

50. Wolchover, Natalie (August 7, 2012). "Mystery of the 'Monster Stars' Solved: It Was a Monster Mash"
(http://news.yahoo.com/mystery-monster-stars-solved-monster-mash-161251348.html?_esi=1) .
LiveScience.com.

51. "Ferreting Out The First Stars" (http://www.cfa.harvard.edu/news/2005/pr200531.html) . Harvard-


Smithsonian Center for Astrophysics. September 22, 2005. Diakses tanggal 2006-09-05.

52. "Weighing the Smallest Stars" (http://www.eso.org/public/news/eso0503/) . ESO. January 1, 2005.


Diakses tanggal 2006-08-13.
53. Boss, Alan (April 3, 2001). "Are They Planets or What?" (https://web.archive.org/web/2006092806512
4/http://www.carnegieinstitution.org/News4-3,2001.html) . Carnegie Institution of Washington.
Diarsipkan dari versi asli (http://www.carnegieinstitution.org/News4-3,2001.html) tanggal 2006-09-
28. Diakses tanggal 2006-06-08.

54. Shiga, David (August 17, 2006). "Mass cut-off between stars and brown dwarfs revealed" (http://www.
newscientistspace.com/article/dn9771-mass-cutoff-between-stars-and-brown-dwarfs-revealed.htm
l) . New Scientist. Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20061114221813/http://space.newscie
ntist.com/article/dn9771-mass-cutoff-between-stars-and-brown-dwarfs-revealed.html) dari versi
asli tanggal 2006-11-14. Diakses tanggal 2006-08-23.

55. Leadbeater, Elli (August 18, 2006). "Hubble glimpses faintest stars" (http://news.bbc.co.uk/2/hi/scien
ce/nature/5260008.stm) . BBC. Diakses tanggal 2006-08-22.

56. Unsöld, Albrecht (2001). The New Cosmos (edisi ke-5th). New York: Springer. hlm. 180–185, 215–
216. ISBN 3-540-67877-8.

57. Brainerd, Jerome James (July 6, 2005). "X-rays from Stellar Coronas" (http://www.astrophysicsspecta
tor.com/topics/observation/XRayCorona.html) . The Astrophysics Spectator. Diakses tanggal
2007-06-21.

58. Berdyugina, Svetlana V. (2005). "Starspots: A Key to the Stellar Dynamo" (http://solarphysics.livingrevi
ews.org/Articles/lrsp-2005-8/) . Living Reviews. Diakses tanggal 2007-06-21.

59. "Flattest Star Ever Seen" (http://www.eso.org/public/news/eso0316/) . ESO. June 11, 2003. Diakses
tanggal 2006-10-03.

60. Fitzpatrick, Richard (February 13, 2006). "Introduction to Plasma Physics: A graduate course" (http://
web.archive.org/web/20100104142353/http://farside.ph.utexas.edu/teaching/plasma/lectures/lectu
res.html) . The University of Texas at Austin. Diakses tanggal 2006-10-04.

61. Villata, Massimo (1992). "Angular momentum loss by a stellar wind and rotational velocities of white
dwarfs". Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 257 (3): 450–454.
Bibcode:1992MNRAS.257..450V (http://adsabs.harvard.edu/abs/1992MNRAS.257..450V) .

62. "A History of the Crab Nebula" (http://hubblesite.org/newscenter/archive/releases/1996/22/astrofil


e/) . ESO. May 30, 1996. Diakses tanggal 2006-10-03.

63. Strobel, Nick (August 20, 2007). "Properties of Stars: Color and Temperature" (http://www.astronomy
notes.com/starprop/s5.htm) . Astronomy Notes. Primis/McGraw-Hill, Inc. Diarsipkan (https://web.ar
chive.org/web/20070626090138/http://www.astronomynotes.com/starprop/s5.htm) dari versi asli
tanggal 2007-06-26. Diakses tanggal 2007-10-09.

64. Seligman, Courtney. "Review of Heat Flow Inside Stars" (http://cseligman.com/text/stars/heatflowrevi


ew.htm) . Self-published. Diakses tanggal 2007-07-05.

65. "Main Sequence Stars" (http://www.astrophysicsspectator.com/topics/stars/MainSequence.html) .


The Astrophysics Spectator. February 16, 2005. Diakses tanggal 2006-10-10.
66. Zeilik, Michael A.; Gregory, Stephan A. (1998). Introductory Astronomy & Astrophysics (edisi ke-4th).
Saunders College Publishing. hlm. 321. ISBN 0-03-006228-4.

67. Frebel, A.; et al. (May 11, 2007). "Nearby Star Is A Galactic Fossil" (http://www.sciencedaily.com/relea
ses/2007/05/070510151902.htm) . Science Daily. Diakses tanggal 2007-05-10.

68. Frebel, Anna; et al. (May, 2007). "Discovery of HE 1523-0901, a Strongly r-Process-enhanced Metal-
poor Star with Detected Uranium". Astrophysical Journal Letters. 660 (2): L117–L120. arXiv:astro-
ph/0703414 (https://arxiv.org/abs/astro-ph/0703414)    . Bibcode:2007ApJ...660L.117F (http://ads
abs.harvard.edu/abs/2007ApJ...660L.117F) . doi:10.1086/518122 (https://doi.org/10.1086%2F51
8122) .

69. Naftilan, S. A.; Stetson, P. B. (July 13, 2006). "How do scientists determine the ages of stars? Is the
technique really accurate enough to use it to verify the age of the universe?" (http://www.scientificam
erican.com/article.cfm?id=how-do-scientists-determi) . Scientific American. Diakses tanggal
2007-05-11.

70. Laughlin, G.; Bodenheimer, P.; Adams, F. C. (1997). "The End of the Main Sequence". The Astrophysical
Journal. 482 (1): 420–432. Bibcode:1997ApJ...482..420L (http://adsabs.harvard.edu/abs/1997ApJ...
482..420L) . doi:10.1086/304125 (https://doi.org/10.1086%2F304125) .

71. Smith, Gene (April 16, 1999). "Stellar Spectra"


(http://casswww.ucsd.edu/public/tutorial/Stars.html) . University of California, San Diego. Diakses
tanggal 2006-10-12.

72. Fowler, A. (1891–2). "The Draper Catalogue of Stellar Spectra". Nature. 45: 427–8.
Bibcode:1892Natur..45..427F (http://adsabs.harvard.edu/abs/1892Natur..45..427F) .
doi:10.1038/045427a0 (https://doi.org/10.1038%2F045427a0) .

73. Jaschek, Carlos; Jaschek, Mercedes (1990). The Classification of Stars. Cambridge University Press.
hlm. 31–48. ISBN 0-521-38996-8.

74. MacRobert, Alan M. "The Spectral Types of Stars" (https://web.archive.org/web/20131022124237/htt


p://www.skyandtelescope.com/howto/basics/3305876.html) . Sky and Telescope. Diarsipkan dari
versi asli (http://www.skyandtelescope.com/howto/basics/3305876.html) tanggal 2013-10-22.
Diakses tanggal 2006-07-19.

75. "White Dwarf (wd) Stars" (http://web.archive.org/web/20091008115925/http://www.physics.uq.edu.a


u/people/ross/ph3080/whitey.htm) . White Dwarf Research Corporation. Diakses tanggal
2006-07-19.

76. Szebehely, Victor G.; Curran, Richard B. (1985). Stability of the Solar System and Its Minor Natural and
Artificial Bodies. Springer. ISBN 90-277-2046-0.

77. Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (January 30, 2006). Most Milky Way Stars Are Single (ht
tp://www.cfa.harvard.edu/news/2006/pr200611.html) . Siaran pers. Diakses pada 2006-07-16.
78. "What is a galaxy? How many stars in a galaxy / the Universe?" (https://web.archive.org/web/201511
09083127/http://www.rmg.co.uk/explore/astronomy-and-time/astronomy-facts/faqs/what-is-a-galax
y-how-many-stars-in-a-galaxy-how-many-stars/galaxies-in-the-universe) . Royal Greenwich
Observatory. Diarsipkan dari versi asli (http://www.rmg.co.uk/explore/astronomy-and-time/astronom
y-facts/faqs/what-is-a-galaxy-how-many-stars-in-a-galaxy-how-many-stars/galaxies-in-the-universe)
tanggal 2015-11-09. Diakses tanggal 2006-07-18.

79. Borenstein, Seth (December 1, 2010). "Universe's Star Count Could Triple" (https://web.archive.org/we
b/20131015032113/http://www.cbsnews.com/stories/2010/12/01/tech/main7107200.shtml) .
CBS News. Diarsipkan dari versi asli (http://www.cbsnews.com/stories/2010/12/01/tech/main71072
00.shtml) tanggal 2013-10-15. Diakses tanggal 2011-07-14.

80. "Hubble Finds Intergalactic Stars" (http://hubblesite.org/newscenter/archive/releases/1997/02/tex


t/) . Hubble News Desk. January 14, 1997. Diakses tanggal 2006-11-06.

81. Holmberg, J.; Flynn, C. (2000). "The local density of matter mapped by Hipparcos". Monthly Notices
of the Royal Astronomical Society. 313 (2): 209–216. arXiv:astro-ph/9812404 (https://arxiv.org/abs/a
stro-ph/9812404)    . Bibcode:2000MNRAS.313..209H (http://adsabs.harvard.edu/abs/2000MNRA
S.313..209H) . doi:10.1046/j.1365-8711.2000.02905.x (https://doi.org/10.1046%2Fj.1365-8711.200
0.02905.x) .

82. "Astronomers: Star collisions are rampant, catastrophic" (https://web.archive.org/web/20070107140


146/http://archives.cnn.com/2000/TECH/space/06/02/stellar.collisions/) . CNN News. June 2,
2000. Diarsipkan dari versi asli (http://archives.cnn.com/2000/TECH/space/06/02/stellar.collision
s/) tanggal 2007-01-07. Diakses tanggal 2006-07-21.

83. Lombardi, Jr., J. C.; et al. (2002). "Stellar Collisions and the Interior Structure of Blue Stragglers". The
Astrophysical Journal. 568 (2): 939–953. arXiv:astro-ph/0107388 (https://arxiv.org/abs/astro-ph/0
107388)    . Bibcode:2002ApJ...568..939L (http://adsabs.harvard.edu/abs/2002ApJ...568..939L) .
doi:10.1086/339060 (https://doi.org/10.1086%2F339060) .

84. "Types of Variable" (https://web.archive.org/web/20181017170335/http://www.aavso.org/types-va


riables) . AAVSO. May 11, 2010. Diarsipkan dari versi asli (http://www.aavso.org/types-variables)
tanggal 2018-10-17. Diakses tanggal 2010-08-20.

85. Iben, Icko, Jr. (1991). "Single and binary star evolution". Astrophysical Journal Supplement Series. 76:
55–114. Bibcode:1991ApJS...76...55I (http://adsabs.harvard.edu/abs/1991ApJS...76...55I) .
doi:10.1086/191565 (https://doi.org/10.1086%2F191565) .

86. "Cataclysmic Variables" (http://imagine.gsfc.nasa.gov/docs/science/know_l2/cataclysmic_variable


s.html) . NASA Goddard Space Flight Center. 2004-11-01. Diakses tanggal 2006-06-08.

87. Hansen, Carl J.; Kawaler, Steven D.; Trimble, Virginia (2004). Stellar Interiors (https://archive.org/detail
s/stellarinteriors00hans_446) . Springer. hlm. 32 (https://archive.org/details/stellarinteriors00hans_
446/page/32) –33. ISBN 0-387-20089-4.

88. Schwarzschild, Martin (1958). Structure and Evolution of the Stars. Princeton University Press.
ISBN 0-691-08044-5.
89. "Formation of the High Mass Elements" (http://aether.lbl.gov/www/tour/elements/stellar/stellar_a.
html) . Smoot Group. Diakses tanggal 2006-07-11.

90. "What is a Star?" (http://imagine.gsfc.nasa.gov/docs/science/know_l2/stars.html) . NASA. 2006-09-


01. Diakses tanggal 2006-07-11.

91. Richmond, Michael. "Late stages of evolution for low-mass stars" (http://spiff.rit.edu/classes/phys23
0/lectures/planneb/planneb.html) . Rochester Institute of Technology. Diakses tanggal 2006-08-04.

92. ESO (August 1, 2001). The Glory of a Nearby Star: Optical Light from a Hot Stellar Corona Detected
with the VLT (http://www.eso.org/public/news/eso0127/) . Siaran pers. Diakses pada 2006-07-10.

93. Burlaga, L. F.; et al. (2005). "Crossing the Termination Shock into the Heliosheath: Magnetic Fields".
Science. 309 (5743): 2027–2029. Bibcode:2005Sci...309.2027B (http://adsabs.harvard.edu/abs/2005
Sci...309.2027B) . doi:10.1126/science.1117542 (https://doi.org/10.1126%2Fscience.1117542) .
PMID 16179471 (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16179471) .

94. Bahcall, John N. (June 29, 2000). "How the Sun Shines" (http://nobelprize.org/nobel_prizes/physics/a
rticles/fusion/index.html) . Nobel Foundation. Diakses tanggal 2006-08-30.

95. Wallerstein, G.; et al. (1999). "Synthesis of the elements in stars: forty years of progress" (http://autho
rs.library.caltech.edu/10255/1/WALrmp97.pdf) (PDF). Reviews of Modern Physics. 69 (4): 995–
1084. Bibcode:1997RvMP...69..995W (http://adsabs.harvard.edu/abs/1997RvMP...69..995W) .
doi:10.1103/RevModPhys.69.995 (https://doi.org/10.1103%2FRevModPhys.69.995) . Diakses
tanggal 2006-08-04.

96. Girardi, L.; Bressan, A.; Bertelli, G.; Chiosi, C. (2000). "Evolutionary tracks and isochrones for low- and
intermediate-mass stars: From 0.15 to 7 Msun, and from Z=0.0004 to 0.03". Astronomy and
Astrophysics Supplement. 141 (3): 371–383. arXiv:astro-ph/9910164 (https://arxiv.org/abs/astro-ph/
9910164)    . Bibcode:2000A&AS..141..371G (http://adsabs.harvard.edu/abs/2000A&AS..141..37
1G) . doi:10.1051/aas:2000126 (https://doi.org/10.1051%2Faas%3A2000126) .

97. Woosley, S. E.; Heger, A.; Weaver, T. A. (2002). "The evolution and explosion of massive stars".
Reviews of Modern Physics. 74 (4): 1015–1071. Bibcode:2002RvMP...74.1015W (http://adsabs.harva
rd.edu/abs/2002RvMP...74.1015W) . doi:10.1103/RevModPhys.74.1015 (https://doi.org/10.1103%2
FRevModPhys.74.1015) .

98. 11.5 days is 0.0315 years.

Daftar pustaka

Pickover, Cliff (2001). The Stars of Heaven (https://archive.org/details/starsofheaven00pi


ck) . Oxford University Press. ISBN 0-19-514874-6.

Gribbin, John (2001). Stardust: Supernovae and Life — The Cosmic Connection. Yale
University Press. ISBN 0-300-09097-8.
Hawking, Stephen (1988). A Brief History of Time (https://archive.org/details/briefhistoryoft
i0000hawk) . Bantam Books. ISBN 0-553-17521-1.

Pranala luar

How Stars Work (http://science.howstuffworks.com/star1.htm) at HowStuffWorks

Query star by identifier, coordinates or reference code (http://simbad.u-strasbg.fr/sim-fid.


pl) . Centre de Données astronomiques de Strasbourg

Star, World Book @ NASA (http://www.nasa.gov/worldbook/star_worldbook.html)


Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20050508094147/http://www.nasa.gov/worldboo
k/star_worldbook.html) 2005-05-08 di Wayback Machine.

Portraits of Stars and their Constellations (http://www.astro.uiuc.edu/~kaler/sow/sow.ht


ml) Diarsipkan (https://web.archive.org/web/20081217010053/http://www.astro.uiuc.ed
u/~kaler/sow/sow.html) 2008-12-17 di Wayback Machine.. University of Illinois

How To Decipher Classification Codes (http://www.assa.org.au/sig/variables/classificatio


ns.asp) . Astronomical Society of South Australia

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Bintang&oldid=19732009"


Terakhir disunting 6 hari yang lalu oleh InternetArchiveBot

Anda mungkin juga menyukai