Referensi1 TG Mikrotremor
Referensi1 TG Mikrotremor
Referensi1 TG Mikrotremor
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Amien Widodo, M.S
NIP. 19591010 198803 1002
ii
TUGAS AKHIR - RF141501
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Amien Widodo, M.S
NIP. 19591010 198803 1002
iii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
iv
UNDERGRADUATE THESIS - RF141501
Supervisors
Dr. Ir. Amien Widodo, M.S
NIP. 19591010 198803 1002
v
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
vi
1
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
ii
IDENTIFIKASI PATAHAN LOKAL MENGGUNAKAN ANALISA
MIKROTREMOR (STUDI KASUS: PATAHAN LOKAL SUNGAI SURABAYA)
ABSTRAK
Area penelitian dalam studi ini adalah kota Surabaya sebagai ibukota provinsi
Jawa Timur. Penelitian ini akan difokuskan pada patahan lokal yang melintasi
sungai kota surabaya, karena sungai Surabaya dilintasi beberapa jembatan di
Surabaya seperti Dinoyo, Jagir, jembatan layang Wonokromo dan bendungan
gunung sari. Berdasarkan kondisi geologi kota Surabaya berupa cekungan
endapan aluvial dan batu pasir dengan sedimen batu lempung dan gamping,
serta dilewati oleh sesar Kendeng yang bergerak 5 milimeter per tahun. Dengan
komposisi endapan sedimen yang ada di Surabaya, wilayah yang memiliki
kondisi geologi berupa aluvial, tuff, dan batu pasir akan memiliki potensi
bahaya yang besar terhadapt intensitas getaran tanah akibat amplifikasi dan
intensitas gempa. Sehingga tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah
mengetauhui kondisi patahan lokal yang ada di sekitar sungai Surabaya, dimana
ketika terkena guncangan gempa bumi dapat berpotensi bergerak dan dapat
merusak infrastruktur disekitarnya. Metode yang digunakan dalam studi ini
analisa Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) untuk mendapatkan nilai
frekuensi dominan kemudian akan diintegrasikan dengan nilai Vs30 untuk
mendapatkan nilai kedalaman sedimen dan pada penelitian ini akan digunakan
inversi HVSR untuk menggambarkan kondisi patahan lokal sungai Surabaya,
sehingga dapat memprediksi zona bahaya disekitar patahan lokal sungai
Surabaya.
iii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
iv
LOCAL FAULT IDENTIFICATION USING MICROTREMOR
ANALYSIS (CASE STUDY: LOCAL FAULT IN SURABAYA RIVER)
ABSTRACT
Region in this study is the capital city of Surabaya, East Java Province. This
research will be focused on local fault that crosses the river city of Surabaya,
because the river crossed by a bridge Surabaya in Dinoyo, Jagir, Wonokromo
overpass bridge and dam Gunung Sari. Based on the geological conditions of
the city of Surabaya in the form of alluvial basins and sandstone with clay and
limestone sedimentary rocks, and crossed by fault Kendeng moving 5
millimeters per year. With the composition of sediment deposition in Surabaya,
the region that has the geological conditions in the form of alluvial, tuff,
sandstone and would have a great potential danger to intensity ground shaking
due to amplification and the intensity of the earthquake. So the purpose of this
study is to describe the local faults that exist around Surabaya river, which
periodically if hit by an earthquake can move and cause damage to the existing
infrastructure. The method used in this study using analysis of Horizontal to
Vertical Spectral Ratio (HVSR) to determine the natural frequency response in
the area and will be integrated with the data Vs30 to obtain the thickness of
layers of sediment and in this research used inversion HVSR to imaging
subdurface condition of local fault Surabaya river, so as to determine the
danger zones around the fault of the Surabaya local river.
v
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya sehingga
laporan Tugas Akhir dengan judul “Identifikasi Patahan Lokal Menggunakan
Analisa Mikrotremor (Studi Kasus: Patahan Lokal Kali Surabaya)”.
Pelaksanaan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas
dari bimbingan, bantuan, dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah, Mama, Mbak Wina, Balqis dan semua keluarga atas dukungan
yang sangat besar selama penulis menjalani Tugas Akhir ini.
2. Bapak Dr. Ir. Amien Widodo, M.S dan Dr. Ayi Syaeful Bahri, S.Si,
M.Si ,selaku pembimbing.
3. Bapak Akhmad Solikihin, selaku pembimbing dari Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang telah memberikan
support data selama berlangsungnya pengerjaan Tugas Akhir
4. Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil ITS yang telah
memberikan data bor N-SPT Surabaya
5. Seluruh dosen dan pegawai administrasi Departemen Teknik
Geofisika ITS yang telah banyak memberikan ilmu selama penulis
melakukan studi di Departemen Teknik Geofisika ITS.
6. Teman-teman Teknik Geofisika ITS angkatan 2013 atas dukungannya.
7. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu oleh penulis,
terima kasih banyak atas doa dan dukungannya.
Semoga Allah membalas semua kebaikan semua pihak. Penulis
menyadari tentunya penulisan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga Tugas
Akhir ini membawa manfaat bagi penulis pribadi maupun bagi pembaca.
Surabaya, 5 Juli 2017
vii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
viii
PERNYATAAN KEASLIAN
TUGAS AKHIR
NRP 3713100031
ix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
x
DAFTAR ISI
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Peta akuisisi mikrotremor dengan total 44 titik pengukuran ........ 37
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data..................................................... 40
Gambar 3.3 Kurva HV, frekuensi (sumbu X) dan amplifikasi (sumbu Y) pada
titik pengukuran TA12 dengan nilai frekuensi dominan 2,6 Hz ......... 41
xiii
Gambar 3.4 Tampilan GUI OpenHVSR (Ph.D. Samuel Bignardi, 2014) ....... 42
Gambar 4.1 Lokasi fokusan penelitian (kotak merah) dan lingkaran hijau
merupakan patahan lokal yang berada sejajar dengan sungai Surabaya.
............................................................................................................ 43
Gambar 4.2 Peta Frekuensi dominan overlay dengan peta geologi hdaerah
penelitian dengan frekuensi terendah 2,1 Hz (berwarna hitam) hingga
4 Hz (berwarna putih). ....................................................................... 44
Gambar 4.3 Regresi linier antara kecepatan geser (Vs) dengan kedalaman
wilayah Surabaya timur (Gunung Anyar). Dengan Vo = 49,278 m/s 45
Gambar 4.4 Regresi linier antara kecepatan geser (Vs) dengan kedalaman
wilayah Surabaya barat (komplek perumahan Ciputra). Dengan Vo =
177,73 m/s .......................................................................................... 45
Gambar 4.5 Peta Kedalaman Sedimen overlay dengan peta geologi daerah
penelitian dengan kedalaman 15 meter (berwarna hijau) hingga 80
meter (berwarna biru). ........................................................................ 46
Gambar 4.6 Hasil Kurva Inversi titik TA12 dengan nilai RMS 1,18. Garis
hitam mewakili kurva HVSR dan garis biru mewakili kurva hasil
estimasi kurva HVSR dari model awal yang ditentukan sebelumnya. 50
Gambar 4.7 Hasil inversi HVSR pada sayatan pertama dengan kedalaman
maksimal 150 meter dan nilai kecepatan geser (Vs) 0-800 m/s ......... 54
Gambar 4.8 Hasil inversi HVSR pada sayatan kedua dengan kedalaman
maksimal 150 meter dan nilai kecepatan geser (Vs) 0-800 m/s ......... 55
Gambar 4.9 Hasil inversi HVSR pada sayatan kedua dengan kedalaman
maksimal 150 meter dan nilai kecepatan geser (Vs) 0-800 m/s ......... 56
Gambar 4.10 Kemenerusan patahan lokal dari profil Vs dengan garis merah
merupakan patahan yang berefrensi dari peta geologi Lembar
Surabaya dan Sapuluh (Sukardi, 1992) .............................................. 57
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ketentuan SESAME hubungan durasi dan ekspetasi f0 ................... 30
Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah sesuai Eurocode 8 ................................................ 31
Tabel 4.1 Empirical values for , of cohesive soils based on the standard
penetration number, (from Bowels, Foundation Analysis).
(http://www.geotechnicalinfo.com/soil_unit_weight.html) ................ 47
Tabel 4.2 Parameter model untuk kondisi geologi batuan Aluvial dengan
refrensi data bor N-SPT Gunung Anyar, Surabaya. ........................... 48
Tabel 4.3 Parameter model untuk kondisi geologi antiklin Lidah dan Gayungan
dengan refrensi data bor N-SPT komplek perumahan Citraland,
Surabaya. ............................................................................................ 48
Tabel 4.4 Hasil inversi berupa parameter bawah permukaan pada titik TA12 . 50
xv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mengetahui persebaran frekuensi dominan di wilayah timur
kota Surabaya dengan metode Horizontal to Vertical Spectral
Ratio (HVSR).
2. Mengetahui kenampakan 2-D perlapisan permukaan pada
patahan lokal sungai Surabaya menggunakan inversi HVSR.
18
1.3 Perumusan Masalah
Adapun masalah yang dihadapi pada pelaksanaan Tugas Akhir ini
antara lain adalah:
1. Bagaimana persebaran nilai frekuensi dominan di wilayah
timur kota Surabaya dengan metode Horizontal to Vertical
Spectral Ratio (HVSR)?
2. Bagaimana kenampakan 2-D bawah permukaan pada patahan
lokal sungai Surabaya menggunakan inversi HVSR?
19
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(2.1)
21
Gelombang shear (S) disebut juga gelombang sekunder yang kecepatannya
lebih rendah dari gelombang P. Gelombang ini disebut juga gelombang S
atau transversal memiliki gerakan partikel yang berarah tegak lurus terhadap
penjalaran gelombang. Jika arah gerakan partikel merupakan bidang
horisontal, maka gelombang S disebut gelombang S horisontal (SH) dan jika
pergerakan partikelnya vertikal, maka gelombang tersebut disebut gelombang
S vertikal (SV).
Persamaan Gelombang S dituliskan sebagai :
√ (2.2)
22
gelombang permukaan dibagi 2 yaitu gelombang Rayleigh dan Gelombang
Love.
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang permukaan yang
gerakan partikelnya merupakan kombinasi gerakan partikel gelombang P dan
S, yaitu berbentuk ellips. Sumbu mayor ellips tegak lurus dengan permukaan
dan sumbu minor sejajar dengan arah penjalaran gelombang. Kecepatan
gelombang Rayleigh dapat ditulisakan sebagai :
√ (2.3)
23
Gambar 2.4 Gelombang Love (sumber: http: //web.ics.purdue.edu/
~braile/edumod/slinky/slinky.htm)
2.2 Mikrotremor
Mikrotremor merupakan metode geofisika seismik pasif. Pada
dasarnya metode ini mengukur frekuensi natural yang dihasilkan oleh
getaran yang ada didalam bumi. Frekuensi natural merupakan frekuensi
dasar suatu tempat dalam menjalarkan getaran atau gelombang.
Nilai frekuensi yang diapatkan dari hasil pengukuran berbeda,
untuk (<1 Hz) frekuensi natural yang ditangkap dari alam dalam skala
global, (1-5 Hz) frekuensi yang didapat secara lokal dari alam dan manusia
(kepadatan penduduk), dan (>5 Hz) akibat adanaya aktifitas manusia.
Periode yang dimiliki oleh gelombang mikrotremor secara umum antara
0,05-2 detik dan terpanjang adalah 5 detik. Untuk nilai amplitudo berkisar
0,7-2 mikron. Dalam aplikasinya mikrotremor dapat digunakan untuk
perancangan infrastruktur, penyelidikan kerentanan bangunan terhadap
gempa.
24
tertentu.. Sebab, microtremor bersumber pada gelombang laut, angin, getaran
akibat aktifitas gunung, dan getaran akibat aktifitas manusia (Bonnefoy-Caludet
et al., 2006). Konno dan Ohmachi (1998) memaparkan bahwa walaupun
microtremor didominasi oleh gelombang permukaan (Rayleigh dan Love),
namun HVSR yang dikenalkan oleh Nakamura (1989) merepresentasikan
karakteristik setempat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sungkono (2011),
tentang karakteristik kurva HVSR, yang berguna untuk desain inversi kurva
HVSR.
2.3.1 Variasi ketebalan lapisan.
Hasil memperlihatkan bahwa ketebalan lapisan bedrock memiliki
pengaruh pada nilai frekuensi dan nilai amplifikasi. Nilai kedalaman
sedimen berbanding terbalik dengan nilai frekuensi dominan.
26
Gambar 2.7 Perbandingan HVSR model variasi kecepatan gelombang primer
(Sungkono, 2011)
27
2.3.5 Variasi faktor kuasi P dan S
Hasil memperlihatkan bahwa variasi fator kuasi P tidak memiliki
pengaruh pada nilai frekuensi dan nilai amplifikasi kurva HVSR, namun
variasi fator kuasi S memiliki sedikitpengaruh terhadap nilai amplifikasi
kurva HVSR.
28
2.4 Parameter Analisa HVSR
Metode Horizontal to Vertical Fourier Amplitude Spectral Ratio atau
dikenal metoda HVSR pertama kali dikenalkan oleh Nakamura (1989), metode
ini mengestimasi frekuensi natural dan amplifikasi geologi setempat dari data
mikrotremor. Kemudian berkembang mampu untuk mngestimasi indeks
kerentanan tanah (Nakamura, 1997), dan kerentanan bangunan.
Parameter penting yang dihasilkan dari metode HVSR ialah frekuensi
natural dan amplifikasi. HVSR yang terukur pada tanah yang bertujuan
untuk karakterisasi geologi setempat, frekuensi natural dan amplifikasi
berkaitan dengan parameter fisik bawah permukaan (Herak, 2008).
Sedangkan HVSR yang terukur pada bangunan berkaitan dengan kekuatan
bangunan (Nakamura et al., 2000) dan keseimbangan bangunan (Gosar et
al., 2010).
Dalam perhitungan matematis untuk menemukan nilai frekuensi
manual digunakan pendekatan gelombang badan. Metoda HVSR didaasari oleh
terperangkapnya getaran gelombang geser pada medium sedimen diatas
bedrock.
(2.4)
(2.5)
Nilai ρb merupakan densitas batuan dasar (gr/ml), vb cepat rambat
gelombang batuan dasar, vs kecepatan rambat gelombang batuan lunak dan ρs
densitas batuan lunak. Dari perhitungan tersebut dapat dinyatakan bahwa nilai
dai ampifikasi dapat dipengaruhi oleh kondisi batuannya, ketika batuan telah
terdeformasi (pelapukan, pelipatan atau sesar), maka nilai amplifikasinya dapat
berbeda walaupun pada jenis batuan yang sama.
29
2.4.2 Ketebalan Sedimen
Dalam perhitungan ketebalan sedimen dibutuhkan data Velocity Shear
30 meter (Vs30), dimana data ini dapat dtemukan melalui website USGS yang
bersifat regional dan dari data bor yang bersifat lokal. Ketebalan sedimen yang
dimaksud adalah tebal dari permukaan tanah hingga bedrock teknik (lapisan
yang lebih keras dibandingkan lapisan atasnya).
Dalam penelitian ini akan menggunakan prinsip dari penjalaran
gelombang pada pipa tertutup, Morelli mendefinisikan kedalaman dengan
formulasi sebagai berikut,
Vs(z) = Vo (1+Z)x (2.6)
Dengan Vo merupakan kecepatan geser pada permukaan , Z = z/z 0 (z0
= 1 m), dan x faktr eksponensial kecepatan terhadap kedalaman. Dengan nilai
frekuensi resonansi fr adalah 1/4T0, dimana T0 merupakan waktu tempuh dari
lapisan terbawah hingga permukaan. Sehingga hubungan antara frekuensi
resonansi dengan waktu tempuh didapatkan persamaan untuk ketebalan
sedimen sebagai berikut,
1
Vo (1 x) (1x )
m 1 1 (2.7)
4f
30
2 5
5 3
10 2
32
Endapan terdiri dari atau
mengandung, ketebalan
lapisan 10 m pada tanah
<100
S1 lempung lunak atau
(indikasi)
lempung lanauan dengan
indeks plastisitan dan
kadar air yang tinggi
endapan tanah likuifiable,
dari clay sensitif, atau
S2 tanah lain yang tidak
termasuk dalam tipe A-E
atau S1
33
Gambar 2.12 Konversi nilai N-SPT menjadi Vs (kecepatan geser).
(Syaifuddin, 2016)
34
Gambar 2.13 Peta persebaran frekuensi dominan kota Surabaya dengan
frekuensi 0,5 – 2,7 Hz (Bahri, A S, 2016)
35
37
Tabel 3.1 Titik pengukuran (kuning) dan Bahri A.S, et.al (2016) (hijau) yang
digunakan dalam proses inversi HVSR
No Nama Titik x y
1 TA01 695114 9192980
2 TA04 692898 9193791
3 TA11 691123 9194641
4 TA12 691035 9194646
5 TA13 690955 9194744
6 TA14 690942 9194857
7 TA16 690618 9195022
8 TA17 688765 9195702
9 TA18 687036 9196695
10 TA19 694428 9190115
11 TA20 692972 9191014
12 TA21 692018 9191896
13 TA22 691859 9192006
14 TA23 691859 9192006
15 TA27 690263 9192697
16 TA29 689974 9192870
17 TA30 689836 9192931
18 TA32 687697 9194469
19 TA33 686059 9195432
20 TA37 685189 9189640
21 TA39 688845 9188929
22 TA40 688743 9189114
23 TA41 688231 9189115
24 TA42 688030 9189093
25 TA44 687319 9189331
26 T26 682842 9197361
27 T28 680927 9198604
38
28 T33 691944 9195084
29 T34 689929 9194393
30 T35 687020 9195659
31 T42 692779 9193608
32 T43 690977 9193686
33 T02 692245 9201476
34 T03 691295 9203887
35 T10 693364 9199560
36 T21 693077 9197915
37 T24 685927 9197245
38 T25 685348 9197272
39 T44 688921 9193664
40 T60 694967 9189731
41 T61 692826 9190137
42 T66 683296 9190125
43 T76 683461 9187265
39
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data.
40
3.2.2 Alur penelitian
Dari diagram alir yang ada, maka penelitian ini dimulai dari proses
penghimpunan data sekunder dari PVMBG dan penelitian sebelumnya oleh
Bahri, AS 2016. Dari data tersebut diolah kembali untuk mendapatkan
persebaran frekuensi dominan. Kemudian pada penelitian ini difokuskan
kembali dengan adanya patahan lokal yang sejajar dengan sungai Surabaya.
Sehingga tahap berikutnya dilakukan kembali akuisisi data dengan jumlah data
40 titik dengan durasi pengukuran selama 30 menit.
Gambar 3.3 Kurva HV, frekuensi (sumbu X) dan amplifikasi (sumbu Y) pada
titik pengukuran TA12 dengan nilai frekuensi dominan 2,6 Hz
41
Gambar 3.4 Tampilan GUI matlab program OpenHVSR (Ph.D. Samuel
Bignardi, 2014)
42
BAB IV PEMBAHASAN
Gambar 4.1 Lokasi fokusan penelitian (kotak merah) dan lingkaran hijau
merupakan patahan lokal yang berada sejajar dengan sungai
Surabaya.
43
Gambar 4.2 Peta Frekuensi dominan overlay dengan peta geologi hdaerah
penelitian dengan frekuensi terendah 2,1 Hz (berwarna hitam)
hingga 4 Hz (berwarna putih).
Dari nilai frekuensi dominan, dapat dilakukan pendekatan secara empiris untuk
mendapatkan kedalaman lapisan lunak (sedimen). Dalam penelitian ini akan
digunakan pendekatan regresi linier dari nilai kedalaman dan nilai kecepatan
geser yang berasal dari data bor N-SPT. Untuk mendapatkan nilai kecepatan
geser dari nilai N-SPT dilakukan konversi (Vs = 105.3N0.286 dengan r = 0.675)
(Fauzi, 2014). Dalam penelitian ini akan didapatkan dua pendekatan regresi
linier untuk wilayah Surabaya barat dan Surabaya timur. Data bor yang
digunakan daerah Gunung Anyar (Surabaya timur) dan perumahan Ciputra
(Surabaya barat). Pendekatan regresi linier (Firman, dkk, 2015) bertujuan untuk
mendapatkan faktor eksponensial X dan nilai Vo didapatkan dari pendekatan
tersebut.
44
Vs x Kedalaman
400
y = 7,6443x + 49,279
300 R² = 0,7926
Series1
Vs
200
100
Linear
0 (Series1)
0 20 40 60
Kedalaman
Gambar 4.3 Regresi linier antara kecepatan geser (Vs) dengan kedalaman
wilayah Surabaya timur (Gunung Anyar). Dengan Vo = 49,278
m/s
Vs x Kedalaman
400 y = 2,1148x + 177,73
300 R² = 0,8003
Vs
200
Series1
100
Linear (Series1)
0
0 50 100
Kedalaman
Gambar 4.4 Regresi linier antara kecepatan geser (Vs) dengan kedalaman
wilayah Surabaya barat (komplek perumahan Ciputra). Dengan
Vo = 177,73 m/s
45
Kemudian dari hasil tersebut dilakukan pendekatan meggunakan
persamaan (2.6) (Morelli, 2013) untuk mendapatkan nilai faktor eksponensial
dan didapatkan nilai faktor eksponensial X rata-rata wilayah Surabaya timur
adalah X = 0,45194846 dan X rata-rata wilayah Surabaya barat adalah X =
0,07502694.
Setelah diketahui nilai Vo, Vs, dan faktor eksponensial X, dapat
dilakukan pendekatan empiris menggunakan persamaan (2.7) (Morelli, 2013)
sehingga diketahui kedalaman lapisan lunak pada setiap lokasi titik
pengukuran. Kemudian dilakukan pemetaan kedalaman lapisan lunak
(sedimen).
Gambar 4.5 Peta Kedalaman Sedimen overlay dengan peta geologi daerah
penelitian dengan kedalaman 15 meter (berwarna hijau) hingga
80 meter (berwarna biru).
Dari peta kontur kedalaman sedimen yang di overlay kan dengan peta geologi,
bahwa respon patahan lokal sungai Surabaya ditandai dengan adanya perbedaan
atau kontras kedalaman sedimen. Pada garis putus-putus berwarna merah
menunjukan posisi patahan lokal yang ada di sungai Surabaya dan pada
lingkaran merah adalah kondisi ekistensi yang ada menurut peta geologi lembar
surabaya dan sapulu (Sukardi, 1992), terindikasi bahwa memang terdapat
patahan lokal berada di sisi kanan dan kiri sungai Surabaya. Data kedalamann
46
sedimen akan diperjelas kembali dengan hasil inversi bawah permukaan pada
sub-bab selanjutnya.
( ⁄ ) (4.1)
Tabel 4.1 Empirical values for , of cohesive soils based on the standard
penetration number, (from Bowels, Foundation Analysis).
(http://www.geotechnicalinfo.com/soil_unit_weight.html)
47
Tabel 4.2 Parameter model untuk kondisi geologi batuan Aluvial dengan
refrensi data bor N-SPT Gunung Anyar, Surabaya.
Vp Vs ρ H Qp Qs
210,06 105,03 1,51 0,50 15,00 5,00
256,12 128,06 1,60 2,50 15,00 5,00
287,61 143,80 1,68 4,50 15,00 5,00
472,34 236,17 1,84 6,50 15,00 5,00
487,60 243,80 1,92 8,50 15,00 5,00
445,73 227,86 2,00 10,50 15,00 5,00
464,22 232,11 2,08 12,50 15,00 5,00
500,48 250,74 2,18 14,50 15,00 5,00
1600,00 800,00 2,50 999,00 999,00 999,00
Tabel 4.3 Parameter model untuk kondisi geologi antiklin Lidah dan
Gayungan dengan refrensi data bor N-SPT komplek perumahan
Citraland, Surabaya.
Vp Vs ρ H Qp Qs
305,2 91,96 1,85 1,65 15 5
743,44 208,05 2,06 4,79 15 5
978,81 336,26 2,32 8,43 15 5
1059,53 591,28 1,77 12,79 15 5
846,77 443,85 1,97 12,36 15 5
1600 800 2,25 999 999 999
48
pengukuran yang terdiri dari 25 data hasil pengukuran dan 18 oleh Bahri AS
(2016). Inversi diartikan sebagai pemodelan data geofisika, dicari suatu model
yang menghasilkan respon yang cocok atau fit dengan data pengamatan atau
data lapangan (Grandis, H ,2009). Sehingga dalam penelitian ini dilakukan dua
input data yaitu data hasil analisa HVSR (frekuensi dan amplifikasi) dan nilai
tebakan awal Vp, Vs, ρ, H, Qp dan Qs. Suatu hasil inversi yang baik akan
menghasilkan respon yang cocok antara kurva HVSR dan kurva yang dibentuk
dari hasil penebakan awal model bawah permukaannya.
Salah satu contoh hasil inversi HVSR pada titik pengukuran TA12,
dengan koordinat (691035 , 9194646) UTM dengan frekuensi dominan 2,6 Hz.
Pada titik ini digunakan model tebakan awal dengan kondisi batuan Aluvial
(Tabel. 4.2) sesuai dengan peta geologi lembar Surabaya dan Sapulu (Sukardi,
1992).
49
Gambar 4.6 Hasil Kurva Inversi titik TA12 dengan nilai RMS 1,18. Garis
hitam mewakili kurva HVSR dan garis biru mewakili kurva hasil
estimasi kurva HVSR dari model awal yang ditentukan
sebelumnya.
Tabel 4.4 Hasil inversi berupa parameter bawah permukaan pada titik TA12
Vp Vs ρ H (tebal) Qp Qs Kedalaman
315,00 80,40 1,75 1,69 15,00 5,00 1,69
809,00 207,00 2,47 7,21 15,00 5,00 8,90
1390,00 369,00 1,70 9,34 15,00 5,00 18,20
1060,00 489,00 2,05 3,93 15,00 5,00 22,20
50
1110,00 528,00 1,70 5,65 15,00 5,00 27,80
1320,00 628,00 1,93 5,08 15,00 5,00 32,90
1890,00 618,00 2,01 2,40 15,00 5,00 35,30
1280,00 740,00 1,90 3,37 15,00 5,00 38,70
2960,00 848,00 1,77 11,90 15,00 5,00 50,60
903,00 428,00 2,01 0,74 15,00 5,00 51,30
1600,00 800,00 2,50 999,00 999,00 999,00 70,00
51
Dari sayatan 1 ini bisa interpretasikan berdasarkan kondisi geologi, bahwa
lapisan keras yang ada di Surabaya memiliki kedalaman yang bervariasi dari
barat ke timur, trend lapisan keras semakin dangkal dan berangsur kembali
dalam ke arah timur. Daerah dengan lapisan keras yang dangkal pada
kedalaman 40 meter diindikasikan sebagai antiklin Lidah yang memang terletak
pada wilayah Surabaya barat berdasarkan peta geologi lembar Surabaya dan
Sapuluh (Sukradi, 1992). Kemudian dari hasil inversi juga didapatkan bentuk
patahan lokal yang mengontrol terbentuknya sungai surabaya, berdasarkan
(Gambar 4.7) patahan ditandai dengan garis putus-putus berwarna merah
diindikasikan sebagai patahan turun karena dari profil Vsnya terdapat
penurunan nilai keceptan geser dalam fenomena geologi dinyatakan sebagai
gawir, sedangkan kotak berwarna merah merupakan posisi dari sungai
Surabaya. Dari (gambar 4.7) dapat dilihat pula bagaimana proses terbentuknya
sungai Surabaya, diindikasikan pada masa lampau antiklin Lidah yang terlihat
pada sayatan ini adalah suatu kesatuan namun dengan adanya kemungkinan
zona lemah pada antiklin Lidah tersebut dan terjadi proses tektonik dengan
adanya patahan lokal tersebut, sehingga zona lemah tersebut dilewati oleh
aliran sungai Berantas diikuti dengan endapan-endapan Alivial yang terbawa
oleh aliran sungai Berantas, terlihat pada (gambar 4.7).
53
Antiklin lidah
Keterangan: Antiklin lidah
:Sungai Surabaya
:Patahan sungai Surabaya
Gambar 4.7 Hasil inversi HVSR pada sayatan pertama dengan kedalaman maksimal 150 meter dan nilai kecepatan geser (Vs) 0-800 m/s
54
Keterangan: Antiklin lidah
:Sungai Surabaya
:Patahan sungai Surabaya
Gambar 4.8 Hasil inversi HVSR pada sayatan kedua dengan kedalaman maksimal 150 meter dan nilai kecepatan geser (Vs) 0-800 m/s
55
Keterangan: Antiklin Guyangan
:Sungai Surabaya
:Patahan sungai Surabaya
:Patahan Antiklin Guyangan
Gambar 4.9 Hasil inversi HVSR pada sayatan kedua dengan kedalaman maksimal 150 meter dan nilai kecepatan geser (Vs) 0-800 m/s
56
Gambar 4.10 Kemenerusan patahan lokal dari profil Vs dengan garis merah merupakan patahan yang berefrensi dari peta geologi Lembar Surabaya dan Sapuluh (Sukardi, 1992)
57
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Dalam proses akuisisi data baiknya mencari posisi yang benar-benar
sepi, alat diletakan pada tanah dan pengukuran diatas menghindari
paving dan aspal.
2. Dapat dilakukan inversi dengan jumlah data bor lebih diperbanyak di
sekitar lokasi penelitian, sehingga hasil inversi lebih akurat.
3. Dapat dilakukan pengukuran metode geofisika lainnya seperti
Geolistrik, Seismik atau Gravity untuk mendapatkan hasil identifikasi
patahan lebih akurat.
58
“Halaman ini sengaja dikosongkan “
59
DAFTAR PUSTAKA
Santosa, J Bagus, Dwa Desa Warnana, dan Asmaul Mufida. 2013. “Inversi
Mikrotremor Untuk Profilling Kecepatan Gelombang Geser (Vs)
Lapisan Bawah Permukaan dan Mikozonasi Wilayah Surabaya”.
Fisika, FMIPA. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
60
Sukardi. 1992.” Geologi Lembar Surabaya & Sapulu, Jawa. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi”. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
Sungkono, B.J Santosa. 2011. “Karakterisasi Kurva Horizontal-To-Vertical
Spectral Ratio: Kajian Literatur Dan Permodelan”. Fisika, FMIPA.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
61
LAMPIRAN
63
BIODATA PENULIS