Draft Juknis STR - Ver 210817 - Cetak
Draft Juknis STR - Ver 210817 - Cetak
Draft Juknis STR - Ver 210817 - Cetak
Kontributor:
1. Andriansyah, MSi, M.Biomed, PhD 27. Retno Kusuma Dewi, dr, MPH
2. Anis Karuniawati, dr, SpMK, PhD 28. Roni Chandra, M.Biomed
3. Ayu Hartini Pramadyani, dr 29. Sardikin Giri Putro, dr, SpP(K)
4. Bey Sonata, dr 30. Setiawan Jatilaksono, dr
5. Bintang YM Sinaga, M.Ked, SpP(K) 31. Siti Asfijah Abdoelllah, SSi, Apt
6. Delyana Bangun, Dra, MM 32. Soedarsono, Dr., dr, SpP(K)
7. Dina Frasasti, SKM 33. Suharna, SKM, MPH
8. Endang Lukitosari, dr, MPH 34. Sulistyo, M.Epid
9. Erlina Burhan, Dr., dr, SpP(K), MSc 35. Thomas Handoyo, dr, SpPD(K)
10. Fathiyah Isbaniah, dr, SpP, M.Pd.Ked 36. Tiar Salman, ST, MM
11. Hanifah Rizky Purwandini Sugiarto, SKM 37. Tiara Verdinawati, SKM
12. Indra Yovi, dr, SpP 38. Tintin Farihatini, drg, MScPH
13. Koesprijani, dr, SpPK 39. Triana Yuliarsih, SKM
14. M. Arifin Nawas, dr, SpP(K), MARS 40. Wawaimuli Arozal, dr, M.Biomed
15. Mikyal Faralina, SKM 41. Yani Jane Sugiri, dr, SpP
16. Murni Naibaho, dr 42. Yulita Evarini, dr, MARS
17. Nafrialdi, dr, SpPD, PhD 43. Yusie Permata, dr, MIH
18. Neni Sawitri, dr, SpP
19. Nur Ani, SKM, M.Kes
20. Nurjannah, SKM, M.Kes
21. Parluhutan Siagian, dr, SpP(K)
22. Pompini Agustina, dr, SpP
23. Prayudi Santoso, dr, SpPD-KP, M.Kes
24. Purwantyastuti, Prof., Dr., dr, MSc, SpFK
25. Rahma Handari, Apt
26. Rena Titis Nur Kusumawardani, SKM
Tim Penyusun.............................................................................................................................. ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………...iii
Daftar Tabel................................................................................................................................ iv
Daftar Gambar............................................................................................................................. v
Daftar Lampiran.......................................................................................................................... vi
Kata Pengantar.......................................................................................................................... vii
Daftar Singkatan........................................................................................................................ viii
BAB I
Pendahuluan............................................................................................................................... 1
BAB II
Alur Diagnosis TB........................................................................................................................ 3
BAB III
Prinsip Pengobatan Paduan Standar Jangka Pendek.................................................................7
A. Alur Pengobatan TB Resistan Obat.......................................................................................7
B. Paduan Pengobatan Standar Jangka Pendek dan Cara Pemberian................................9
C. Dosis OAT pada Paduan Standar Jangka Pendek............................................................10
D. Cara Pemberian Obat:...........................................................................................................10
E. Desentralisasi Layanan..........................................................................................................11
BAB IV
Pemeriksaan Awal dan Monitoring Pengobatan........................................................................12
A. Pemeriksaan Awal dan Kemajuan Pengobatan.................................................................12
B. Konseling Informasi dan Edukasi.........................................................................................14
C. Pengawasan Menelan Obat dan Dukungan Pengobatan.................................................14
BAB V
Tatalaksana Efek Samping Pengobatan Paduan.......................................................................15
Standar Jangka Pendek............................................................................................................ 15
BAB VI
Tata Laksana Pasien Berobat Tidak Teratur..............................................................................22
BAB VII
Hasil Akhir Pengobatan Pasien TB RO......................................................................................24
BAB VIII
Monitoring Efek Samping Obat Secara Aktif..............................................................................25
A. Tahapan Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat............................................................26
B. Alur Informasi dan Data.........................................................................................................30
BAB IX
Monitoring dan Evaluasi............................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 33
LAMPIRAN................................................................................................................................ 34
Gambar 1. Alur Diagnosis TB Terbaru di Indonesia Berdasarkan Permenkes No. 67 tahun 2016
Gambar 2. Alur penentuan paduan pengobatan pasien TB RO di Indonesia
Gambar 3. Struktur Pelaksanaan MESO-aktif TB RO
Gambar 4. Alur Informasi dan Data
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa karena-Nya kami
dapat menyelesaikan buku Petunjuk Teknis Pengobatan Pasien TB Resistan Obat dengan
Paduan Jangka Pendek di Fasyankes TB Resistan Obat.
Seiring dengan semakin meningkatnya angka penemuan kasus TB di Indonesia saat ini,
maka yang perlu menjadi perhatian adalah munculnya kasus TB resistan obat diantara kasus-
kasus TB sebagai akibat dari pengobatan yang tidak adekuat dan penularan dari pasien TB
resistan obat. Salah satu tantangan dalam tatalaksana TB resistan obat yaitu setiap tahun
terjadi peningkatan angka kasus pasien putus berobat. Hal tersebut dikarenakan pengobatan
TB resistan obat yang relatif lama (20 – 24 bulan) disertai dengan efek samping beragam yang
dirasakan oleh pasien.
Pada tahun 2016, WHO mengeluarkan rekomendasi penggunaan paduan jangka
pendek (9 – 11 bulan) untuk pasien TB resistan obat. Rekomendasi tersebut didasarkan dari
hasil penelitian di beberapa negara yang telah menggunakan paduan pengobatan jangka
pendek, memiliki angka keberhasilan pengobatan yang memuaskan. Oleh karena itu dengan
adanya paduan pengobatan jangka pendek diharapkan dapat meningkatkan angka
keberhasilan pengobatan serta mengurangi angka putus berobat pasien TB resistan obat di
Indonesia.
Buku petunjuk teknis ini ditujukan kepada seluruh fasyankes yang melakukan
tatalaksana pada pasien TB resistan obat di Indonesia. Dengan adanya buku ini diharapkan
dapat menjadi pedoman dalam tatalaksana pasien TB resistan obat, khususnya untuk
pelaksanaan paduan pengobatan jangka pendek.
Kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan buku petunjuk teknis
ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan atas dedikasi serta sumbangan pemikirannya.
Semoga buku Juknis ini dapat memberi manfaat positif dalam pengendalian TB di Indonesia.
AP Akhir pengobatan
BPOM Badan Pengawasan Obat dan Makanan
BTA Batang tahan asam
DM Diabetes melitus
DST Drug-susceptibility test (Uji kepekaan obat)
EKG Elektrokardiografi
FQ Fluoroquinolone
HIV Human immunodeficiency virus
INH Isoniazid
KIE Komunikasi informasi edukasi
KTD Kejadian tidak diinginkan
ESO Efek samping obat
LFU Loss to follow up (putus berobat)
LPA Line probe assay
MDR Multidrug-resistant
MESO Monitoring efek samping obat
MTB Mycobacterium tuberculosis
MTPTRO Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat
NIK Nomor Induk Kependudukan
OAINS Obat antiinflamasi non-steroid
OAT Obat antituberkulosis
P2P Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
PMO Pengawas Menelan Obat
RO Resistan obat
RR Resistan Rifampisin
RS Rumah sakit
SLI Second line injection (Obat injeksi lini kedua)
TAK Tim ahli klinis
TB Tuberkulosis
TCM Tes cepat molekular
WHO World Health Organization
XDR Extensively drug-resistant
Setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah kasus TB RO yang ditemukan dan diobati.
Namun, seiring dengan pengembangan layanan, terjadi penurunan angka keberhasilan
pengobatan, yaitu dari 67,9% pada tahun 2010 menjadi 51,1% pada tahun 2013, dan
peningkatan angka loss to follow up (LFU) dari 10,7% (2009) menjadi 28,7% (2013).
Pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 10,4 juta insidens kasus TB di seluruh dunia, di
mana 580.000 diantaranya merupakan kasus TB MDR/TB RR. Dari perkiraan 580.000 kasus
TB RO tersebut hanya 125.000 yang berhasil ditemukan dan diobati. WHO memperkirakan
sekitar 190.000 pasien TB RO akan meninggal dikarenakan tidak adanya akses terhadap
layanan TB RO yang efektif. Tatalaksana TB RO yang tersedia saat ini di dunia membutuhkan
periode waktu yang terlalu lama (minimal 20 bulan), memerlukan biaya yang besar, baik untuk
program maupun pasien. Data surveilans TB RO di seluruh dunia juga menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan dalam hal angka keberhasilan pengobatan dengan paduan standar jangka
panjang, yaitu sekitar 50% (WHO Global TB Report 2016).
Gambar 1. Alur Diagnosis TB Terbaru di Indonesia Berdasarkan Permenkes No. 67 tahun 2016
Gambar 1. Alur dianosis TB terbaru di Indonesia berdasarkan Permenkes No. 67 tahun 2016
Terduga TB
c) Jumlah contoh uji dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM sebanyak 2 (dua)
dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji untuk diperiksa TCM, satu contoh uji
untuk disimpan sementara dan akan diperiksa jika diperlukan (misalnya pada hasil
indeterminate, pada hasil Rif Resistan pada terduga TB yang bukan kriteria terduga
TB RO, pada hasil Rif Resistan untuk selanjutnya dahak dikirim ke Laboratorium
LPA untuk pemeriksaan uji kepekaan Lini-2 dengan metode cepat)
d) Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas cairan
serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan lambung (gastric
lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastric aspirate).
e) Pasien dengan hasil Mtb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari kriteria
terduga TB RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika terdapat perbedaan
hasil, maka hasil pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan tindakan
selanjutnya.
f) Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil tetap
sama, berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan uji kepekaan.
h) Pemeriksaan uji kepekaan menggunakan metode LPA (Line Probe Assay) Lini-2
atau dengan metode konvensional
j) Pasien dengan hasil TCM M.tb negatif, lakukan pemeriksaan foto toraks. Jika
gambaran foto toraks mendukung TB dan atas pertimbangan dokter, pasien dapat
didiagnosis sebagai pasien TB terkonfirmasi klinis. Jika gambaran foto toraks tidak
mendukung TB kemungkinan bukan TB, dicari kemungkinan penyebab lain.
a) Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM, penegakan
diagnosis TB tetap menggunakan mikroskop.
b) Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua) dengan
kualitas yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-Sewaktu atau
Sewaktu-Pagi.
c) BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil
pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada
pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien
dengan BTA (+)
d) BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif. Apabila
pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB
dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang
(setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter.
e) Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak memilki akses
rujukan (radiologi/TCM/biakan) maka dilakukan pemberian terapi antibiotika
spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) terlebih dahulu selama 1-2 minggu. Jika
tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antibiotik, pasien perlu dikaji faktor
risiko TB. Pasien dengan faktor risiko TB tinggi maka pasien dapat didiagnosis
sebagai TB Klinis. Faktor risiko TB yang dimaksud antara lain:
Terduga TB
Paduan standar
Paduan pengobatan TB RO yang diberikan Paduan individual
jangka pendek
*) Kanamisin diberikan maksimum 0,75 g untuk pasien usia >45 tahun. Jika kanamisin
tidak bisa diberikan, maka dapat diganti dengan kapreomisin dengan dosis yang sama.
**) Khusus untuk INH, pasien dengan BB 33-40 kg diberikan 450 mg; >40 kg diberikan
600 mg.
+)
Pada pemberian Mfx perlu diantisipasi terjadinya prolonged QTc >500 ms; pengobatan
harus dimulai di RS rujukan MTPTRO dan dilakukan monitoring EKG yang lebih ketat
pada awal pengobatan.
Konversi adalah jika pemeriksaan BTA 2 (dua) kali berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif.
Reversi adalah pemeriksaan BTA kembali menjadi positif pada 2 (dua) kali
pemeriksaan berturut-turut setelah sebelumnya tercapai konversi.
E. Desentralisasi Layanan
Pasien TB RO yang memulai pengobatannya di RS Rujukan TB RO atau fasyankes
TB RO, dapat melakukan desentralisasi layanan ke fasyankes satelit. Desentralisasi
layanan dimaksudkan untuk mendekatkan layanan pengobatan TB RO ke fasyankes
terdekat dengan tempat tinggal pasien sehingga pasien dapat menyelesaikan
pengobatannya. Proses rujukan untuk desentralisasi (perpindahan) pasien dari RS Rujukan
TB RO atau Fasyankes TBRO ke Puskesmas/Fasyankes satelit dilakukan dengan
persiapan sebelumnya. Komunikasi antara RS Rujukan TB RO atau Fayankes TB RO
dengan Puskesmas/Fasyankes Satelit dilakukan secara rutin sehingga masalah terkait
pengobatan pasien dapat diantisipasi dan ditindaklanjuti secara cepat. Dinas Kesehatan
Kab/Kota dan Provinsi mengkoordinasikan dan memberikan fasilitasi dalam proses
desentralisasi pasien.
Bulan pengobatan
Tahap Awal 4 bulan
Tahap Lanjutan 5
Jenis (dapat diperpanjang sampai 6
bulan
pemeriksaan bulan)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Anamnesis √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pemeriksaan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
fisik / klinis (BB)
BTA sputum √ √ √ √ √√* √√* √√* √ √ √√*
Biakan sputum √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
LPA lini kedua √
Uji kepekaan √ √**
EKG+ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tes
√
pendengaran***
Tes penglihatan++ √
Rontgen dada √ √ √ √
Darah lengkap*** √
Gula darah
puasa dan 2 Jam √
PP***
Ureum-kreatinin
√ √ √ √ √ √ √
serum
Elektrolit √ √ √ √ √ √ √
SGOT, SGPT,
√
Bilirubin Total***
TSH/TSHs √
Tes kehamilan*** √
Tes HIV*** √
Keterangan:
*) Pemeriksaan BTA dilakukan setiap bulan dengan mengumpulkan 1 (satu) dahak pagi.
Pada bulan ke-4, ke-5, ke-6 dan akhir pengobatan dilakukan pemeriksaan BTA dari dua (2)
dahak pagi berurutan.
Pada tahap lanjutan, pemeriksaan BTA dan biakan dilakukan setiap 2 bulan (pada bulan ke
5, 7, dan 9 atau bulan ke-7, 9, dan 11)
**) Uji kepekaan untuk OAT lini kedua akan diulang bila hasil BTA positif pada bulan ke-6
atau terjadi reversi BTA atau kultur pada fase lanjutan.
***) Pemeriksaan dapat diulang sesuai indikasi (bila diperlukan)
+)
Pemeriksan EKG dilakukan pada baseline, hari ke-2, hari ke-7, dan bulan ke-1 pengobatan
dan sesuai indikasi; dilakukan di rumah sakit rujukan
++)
Tes penglihatan yang dilakukan ialah tes buta warna dan lapang pandang sederhana
3. Berbagai efek samping OAT MDR dan penatalaksanaannya dijelaskan pada tabel berikut
(Tabel 4):
OAT
Efek samping Strategi tata laksana Keterangan
penyebab
1. Efek Pto, Km Pto dan Km tidak boleh digunakan Bila obat injeksi tidak
teratogenic selama kehamilan sehingga paduan dapat dihindari selama
standar jangka pendek tidak diberikan kehamilan trimester
untuk wanita hamil. Wanita hamil dengan pertama, gunakan Cm
TB RO akan mendapatkan paduan untuk menggantikan
individual. Km. Perlu
mendapatkan
pertimbangan dari
Sp.OG dalam
penanganan kasus TB
RO dengan
kehamilan.
2. Gangguan Mfx, Cfz 1. Lakukan monitoring EKG secara rutin TAK perlu melibatkan
jantung atau lebih ketat bila ada indikasi dokter yang kompeten
2. Hentikan pemberian pengobatan Mfx dalam penilaian
dan CFz bila pemanjangan QTc >500 gangguan jantung.
ms
3. Merujuk ke TAK di fasyankes rujukan
TB RO
3. Neuropati H, Km, Eto 1. Pengobatan standar jangka Keputusan
perifer pendek tetap dilanjutkan. keberlanjutan
2. Berikan vitamin B6 sampai pemberian INH
dengan 200 mg per hari. berdasarkan pada
3. Kurangi dosis INH sebesar ¼ hasil konsultasi TAK
sampai 1/3 dari dosis semula. dan dokter ahli terkait.
4. Konsultasikan ke ahli neurologi
bila terjadi gejala neuropati berat Pemberian dosis
(nyeri, sulit berjalan) vitamin B6 di atas
200mg/hari akan
mengganggu
penyerapan INH.
4. Gangguan Km 1. Periksa data baseline untuk Gangguan
pendengaran memastikan bahwa gangguan pendengaran sering
pendengaran disebabkan oleh OAT terjadi sehingga
atau sebagai pemburukan gangguan mendokumentasikan
pendengaran yang sudah ada
sebelumnya. hasil pendengaran
2. Rujuk kembali pasien segera ke baseline merupakan
fasyankes TB RO/rujukan TB RO hal yang penting.
untuk diperiksa penyebabnya dan Kapreomisin bisa
konsultasikan dengan TAK. dipertimbangkan
3. Apabila penanganannya untuk menggantikan
terlambat maka gangguan
Lama Lama
Pasien Pengobatan Tindak Lanjut
Mangkir Sebelumnya
< 8 minggu Berapapun 1. Melakukan konseling intensif kepada pasien dan
lamanya keluarga.
2. Melanjutkan pengobatan dengan paduan standar
jangka pendek dan menambahkan jumlah dosis yang
terlewat (mangkir) ke dalam durasi pengobatan.
3. Kartu pengobatan TB 01 MDR dilanjutkan, perlu dibuat
catatan mengenai berapa lama pasien mangkir
berobat.
> 8 minggu ≤ 4 minggu 1. Kartu pengobatan TB 01 MDR ditutup, pasien
dinyatakan sebagai lost to follow up (putus berobat).
2. Pasien mendapatkan KIE ulang yang menekankan
kepatuhan pengobatan.
3. Pengobatan bisa dimulai dari awal dengan paduan
standar jangka pendek tanpa menunggu hasil uji
kepekaan.
4. Tipe pasien tetap sama seperti saat awal
pengobatan sebelumnya.
5. Penggantian menjadi paduan individual dilakukan
bila hasil uji kepekaan lini kedua sudah keluar dan
pasien sudah tidak memenuhi kriteria inklusi paduan
standar jangka pendek.
Catatan:
Keputusan pengobatan untuk pasien TB RR/MDR yang kembali setelah mangkir atau putus
berobat ditentukan oleh TAK di fasyankes rujukan TB RO atau dokter terlatih di fasyankes TB
RO.
Definisi hasil pengobatan pasien dengan paduan standar jangka pendek ini akan
disesuaikan dengan definisi WHO:
Sembuh
- Pasien menyelesaikan pengobatan sesuai durasi pengobatan yang ditetapkan, dan
- Pemeriksaan BTA pada akhir pengobatan (bulan ke-9 atau 11) hasilnya negatif, dan
- Pemeriksaan biakan 3 kali berturut-turut dengan jarak minimal 30 hari hasilnya negatif
pada tahap lanjutan.
Pengobatan lengkap
- Pasien menyelesaikan pengobatan sesuai durasi pengobatan yang ditetapkan, dan
- Tidak ada bukti untuk dinyatakan sembuh atau gagal.
Gagal
- Pemeriksaan BTA pada akhir bulan ke-6 hasilnya positif, atau
- Pemeriksaan BTA pada akhir pengobatan (AP) hasilnya positif, atau
- Terjadi reversi (BTA atau biakan kembali menjadi positif) pada tahap lanjutan. Jika
terjadi reversi, maka pemeriksaan BTA dan biakan diulang pada bulan selanjutnya.
- Terjadi efek samping berat yang mengakibatkan pengobatan standar jangka pendek
harus dihentikan
- Terjadi resistansi tambahan terhadap OAT lini kedua golongan kuinolon dan atau injeksi
lini kedua
Meninggal
Pasien meninggal dalam masa pengobatan oleh sebab apapun.
Loss to follow up (putus berobat)
Pasien berhenti berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih.
Tidak dievaluasi
- Pasien pindah berobat tapi hasil akhir pengobatan tidak diketahui atau tidak dilaporkan
kembali
- Pasien tidak ada hasil pengobatan sampai periode pelaporan
Pemantauan untuk pasien yang telah menyelesaikan pengobatan dilakukan pada bulan
ke-6 dan ke-12 setelah akhir pengobatan, atau bila muncul gejala TB. Sputum akan
dikumpulkan untuk pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan (satu sputum pagi) untuk
menilai ada tidaknya kekambuhan. Terdapat kemungkinan pasien akan memerlukan
Semua KTD yang terjadi pada pasien baik yang serius maupun non serius memerlukan
manajemen klinis yang tepat. Sebagai upaya untuk memperkuat sistem MESO pada pasien
yang mendapatkan pengobatan TB dengan OAT lini kedua, dilakukan dengan memperkuat
pencatatan dan pelaporan MESO. Pencatatan dan pelaporan MESO serius dan non serius
mengikuti alur yang sudah berjalan selama ini yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM) RI.
Pelaksanaan monitoring dan manajemen efek samping obat akan dilakukan di seluruh
fasyankes TB RO. Pengumpulan dan pelaporan data monitoring efek samping akan dilakukan
oleh petugas kesehatan yang tersedia di semua tingkatan. Pengumpulan dan pelaporan data
menggunakan formulir yang telah ditentukan dan sistem informasi e-TB Manager, sehingga
semua pihak yang berkepentingan dapat mengakses data tersebut dengan mudah, akurat, valid
dan terkini.
Monitoring
keamanan obat
Fasyankes (MESO-aktif) Pelaporan KTD melalui
eTB manager
TB RO
Monitoring
pengobatan pasien
dengan: Analisis lanjut untuk
• Tatalaksana - Daftar tilik ESO
deteksi sinyal/
pengobatan - Pemeriksaan lab
causality assessment
rutin untuk KTD serius
TB RO; dilaporkan segera dan komunikasi
monitoring
• MESO-aktif keamanan obat dalam 24 jam
- Pencatatan seluruh
KTD
- Pelaporan KTD Kolaborasi pelaksanaan
Perubahan serius deteksi sinyal, causality
menggunakan form assessment
terkait kebijakan
MESO-aktif Pemutakhiran informasi
pengobatan / - Deteksi sinyal/
tata laksana terkait profil keamanan
causality
pasien TB RO assessment oleh obat TB di tingkat
BPOM dan P2TB nasional dan global
Bukti baru
ESO adalah respon terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan, yang
terjadi pada dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk pencegahan,
diagnosis, atau terapi penyakit atau untuk modifikasi fungsi fisiologik.
Manifestasi KTD/ESO dapat berupa kejadian medis yang bersifat serius dan non serius
(ringan). Yang dimaksud KTD/ESO serius adalah KTD yang menyebabkan hal-hal
berikut:
a. kematian
b. keadaan yang mengancam jiwa
c. kecacatan permanen
d. memerlukan perawatan di rumah sakit
e. memerlukan perpanjangan waktu perawatan di rumah sakit
f. kelainan kongenital pada bayi
g. kejadian medis lainnya yang bermakna secara klinis
Penilaian medis dan ilmiah juga harus dilakukan dalam menentukan gejala efek samping
obat yang dialami pasien yang merupakan kategori serius tetapi tidak masuk dalam
kategori serius poin a, b, c, d, e, f tersebut di atas. Contohnya adalah pengobatan
intensif di ruang gawat darurat pada pasien dengan alergic bronchospasm tetapi tidak
memerlukan rawat inap.
2. Pencatatan
Pencatatan rekam medis pasien harus mempertimbangkan hak-hak privasi pasien
(confidential). Semua KTD yang terjadi selama pengobatan TB RO, baik KTD serius
maupun non serius, harus dicatat di formulir TB01. Untuk KTD serius, perlu dilaporkan
dengan menggunakan formulir MESO-aktif. Pengisian formulir MESO-aktif dilakukan
oleh petugas farmasi atau farmasi klinis berkoordinasi dengan tim ahli klinis di
fasyankes. Berdasarkan penemuan KTD tersebut, dilakukan pencatatan terhadap:
a. Karakteristik individu:
- Nama, jenis kelamin, alamat
- Umur, berat badan, tinggi badan, status kehamilan
- Penyakit utama
- Penyakit/kondisi lain yang menyertai
b. Nama obat:
- Nama obat yang digunakan pasien termasuk obat lain, suplemen, atau obat
tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama obat dapat
3. Manajemen KTD
Tata laksana KTD harus mempertimbangkan keamanan pasien dan pengobatan yang
diperlukan. Untuk KTD ringan, pasien perlu dimotivasi agar tetap teratur melanjutkan
pengobatannya. Untuk KTD yang memerlukan pemeriksaan dan pengobatan tambahan,
pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan yang diperlukan harus tersedia dan
diberikan oleh program.
Bila obat yang diduga menyebabkan KTD perlu dihentikan/dikeluarkan dari paduan
pengobatan, obat pengganti mungkin saja diperlukan, terutama pada fase intensif
dimana bacillary load masih tinggi. Penggantian obat harus mempertimbangkan kondisi
klinis dan status bakteriologis pasien. Pastikan bahwa pada paduan terdapat setidaknya
4 obat yang diketahui efektif. Setiap keputusan harus didasarkan pada telaah kasus
yang teliti.
4. Pelaporan
KTD yang dilaporkan adalah KTD serius yang dialami oleh pasien. KTD serius fatal
dilaporkan melalui eTB Manager (http://indonesia.etbmanager.org) oleh petugas farmasi
atau farmasi klinis sesegera mungkin dalam waktu 24 jam sejak terjadinya KTD
Pelaporan KTD yang masuk akan diverifikasi oleh tim verifikator dari Tim
Farmakovigilans Badan POM dan Subdit TB Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI.
Investigasi dan pengkajian akan dilakukan apabila terdapat laporan KTD / ESO serius.
Investigasi dan pengkajian dilakukan oleh tim dari Badan POM, Kemenkes dan Komite
Farmakovigilans TB Resistan Obat, dan tim terkait lainnya. Proses tersebut dimulai dari
penilaian kausalitas per individu dan dilakukan secara rutin setiap enam bulan sekali.
Apabila diperoleh signaling risiko keamanan obat maka akan dilakukan pengkajian risiko
manfaat oleh tim ahli dan hasil pengkajiannya akan disampaikan dalam bentuk
rekomendasi kepada Badan POM dan Ditjen P2P Kemenkes RI. Setiap laporan KTD
serius yang diterima, setelah dilakukan evaluasi hubungan kausalitas dan signaling,
secara berkala dikirimkan ke WHO Uppsala Monitoring Centre yang mengelola
database WHO ICSR (Individual Case Safety Report).
Umpan balik terhadap setiap KTD / ESO yang dilaporkan dilakukan oleh pusat (Badan
POM RI dan Ditjen P2P Kemenkes RI) kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Fasyankes Rujukan TB Resistan Obat.
KOMITE FARMAKOVIGILANS
TB RESISTAN OBAT
SISTEM
INFORMASI
E-TB MANAGER
Keterangan:
: Koordinasi / konsultasi
: Alur informasi dan data PJ MESO Rumah sakit
Tenaga Kesehatan di
RS Rujukan Resistan Obat
Pasien/Keluarga
1. Pencatatan
Pencatatan pasien pengobatan TB RR/MDR dengan paduan standar jangka pendek ini
akan menggunakan formulir dan register MTPTRO yang tersedia. Seluruh data pengobatan
akan disimpan dan dikelola pada e-TB manager sesuai ketentuan standar.
Sebagai tambahan dari sistem pencatatan standar, fasyankes yang menggunakan paduan
standar jangka pendek harus mengisi formulir untuk monitoring kejadian efek samping obat
(formulir MESO). Formulir ini diisi oleh dokter penanggung jawab pengobatan (atau petugas
farmasi/ farmasi klinis) apabila muncul KTD serius.
2. Pelaporan
Periode pelaporan akan mengikuti jadwal pada tabel berikut:
Selain laporan TB 07, TB 11, dan TB 08 MDR yang tersedia di e-TB Manager, setiap
fasyankes berkewajiban membuat laporan resmi yang ditandatangani oleh manajemen
fasyankes yang bersangkutan. Laporan tersebut dikirimkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan Dinas Kesehatan Provinsi, untuk direkap dan diteruskan
ke Kementerian Kesehatan cq Subdit TB.
Hasil akhir pengobatan pasien dengan paduan standar jangka pendek akan dievaluasi dan
dilaporkan pada triwulan yang sama tahun berikutnya.
World Health Organization. Global tuberculosis report 2016. Geneva, Switzerland: WHO, 2017.
Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, Indonesia: Kementerian Kesehatan RI, 2016.
Global Drug-resistant TB Initiative (GDI). The evaluation of effectiveness and safety of a shorter
standardized regimen for multidrug-resistant tuberculosis. GDI, 2015. http://www.stoptb.org/Wg/
Mdrtb/assets/documents/Generic%20protocol%20shorter%20treatment_%202015.pdf
World Health Organization. Frequently asked questions about the implementation of the new
WHO recommendation on the use of the shorter MDR-TB régimen under programmatic
condition. WHO, 2016. http://www.who.int/tb/areas-of-work/drug-resistant-tb/treatment/FAQ
shorter_MDR_regimen.pdf
Challenge TB. Generic programmatic and clinical guide for the introduction of new drugs and
shorter régimen for treatment of Multi/Extensively Drug-Resistant Tuberculosis. 2016.
Penyakit Utama: Penyakit / Kondisi lain yang Riwayat KTD yang pernah
menyertai: dialami sebelumnya:
□ HIV
□ DM
□ Gangguan jantung
□ Gangguan ginjal
□ Lainnya, sebutkan………..
Masih dikonsumsi
Tidak
Bentuk Tanggal Mulai Tanggal
Nama Obat TB Dosis
Sediaan (Tgl/Bln/Thn) Ya Akhir
(Tgl/Bln/
Thn)
Masih dikonsumsi
Tidak
Tanggal Mulai
Nama Obat Bentuk Tanggal
Dosis (Tgl/Bln/Thn)
(Dagang/Generik) Sediaan Ya Akhir
(Tgl/Bln/
Thn)
Data pemeriksaan penunjang (tuliskan hasil laboratorium, rontgen, dll serta tanggal pemeriksaan)
Catatan:
KTD serius fatal yang terjadi wajib
dilaporkan ke eTB manager dan e-MESO
BPOM dalam waktu 1x24 Jam.
Informasi Pelapor
Nama Pelapor: Jabatan: Tanggal Melaporkan:
Alamat Fasyankes:
Peranan Saudara
Apabila hasil pemeriksaan laboratorium Saudara menunjukkan TB Resistan Obat, Saudara dapat
menjalani pengobatan ini dengan persetujuan Saudara.
Kepatuhan terhadap pengobatan TB Resistan Obat sangat penting untuk menjamin
keberhasilan pengobatan dan mencegah penularan terhadap keluarga serta orang di sekitar
Anda. Selama pengobatan pasien akan menjalankan pemeriksaan dahak secara rutin dan
pemeriksaan penunjang lainnya yang dibutuhkan.
Saudara akan mendapatkan pengobatan TB RO dengan Paduan standar jangka pendek, namun
pada kondisi tertentu, misalnya:
Terbukti kebal/resistan terhadap fluorokuinolon / obat injeksi lini kedua
Ada riwayat kontak dengan pasien TB pre/XDR
Pernah mendapat OAT lini kedua selama ≥ 1 bulan
Terdapat intoleransi terhadap obat-obat pada paduan standar jangka pendek
Hamil
Kasus TB ekstra paru
Terdapat risiko terjadinya unfavorable outcome*
Maka Saudara akan tetap mendapatkan pengobatan dengan standar individual, sesuai dengan
kondisi Saudara.
Keterangan:
*) Pemeriksaan BTA dilakukan setiap bulan dengan mengumpulkan 1 (satu) dahak pagi. Pada
bulan ke-4, ke-5, ke-6 dan akhir pengobatan dilakukan pemeriksaan BTA dari dua (2)
dahak pagi berurutan.
Penentuan pengobatan
Pengobatan dapat dimulai berdasarkan hasil anamnesis riwayat pengobatan sebelumnya dan
pemeriksaan laboratorium sesuai dengan keputusan Tim Ahli Klinis.
Salah satu hal penting dalam pengobatan TB RO standar jangka pendek adalah pasien terbukti
tidak kebal/resistan terhadap fluorokuinolon / obat injeksi lini kedua. Karena pada saat ini hasil
lab memerlukan waktu yang lebih lama, maka hasil baru akan didapat dalam waktu sekitar 2
bulan, terdapat kemungkinan perbedaan hasil laboratorium, dan jika berdasarkan hasil lab
tersebut menunjukkan adanya resistansi terhadap Obat anti TB lini kedua, maka pengobatan
Saudara akan disesuaikan menjadi pengobatan individual sesuai pola resistansi kuman dan
kondisi Saudara.
Selama menjalani pengobatan, Saudara akan diminta untuk datang dan menelan obat setiap
hari di depan petugas kesehatan. Terputusnya pengobatan akan menyebabkan kondisi Saudara
bertambah parah karena meningkatnya kekebalan kuman TB dalam tubuh. Kekebalan kuman
TB yang bertambah akan menyebabkan penyakit tidak dapat disembuhkan lagi dan juga
membahayakan keluarga dan orang – orang di sekitar anda yang berisiko tinggi menjadi
tertular.
Selama pengobatan saudara akan menjalani pemeriksaan dahak dan pemeriksaan lainnya
secara berkala untuk memantau efek samping. Jika terjadi efek samping obat yang berat
paduan pengobatan standar jangka pendek akan dihentikan/disesuaikan dengan paduan
individual.
Kehamilan yang terjadi selama pengobatan dalam paduan standar jangka pendek ini
membutuhkan penyesuaian paduan dan lama pengobatan menjadi lebih panjang sehingga
pasien diharapkan dapat menggunakan kontrasepsi selama dalam pengobatan untuk mencegah
kehamilan. Pada saat ini, keamanan obat ini belum diketahui pengaruhnya terhadap janin.
Dua obat yang digunakan dalam paduan pengobatan jangka pendek (clofazimine dan
moxifloxacin) berpotensi menyebabkan risiko gangguan aktivitas jantung, namun obat ini telah
digunakan dalam paduan TB RO selama beberapa tahun tanpa efek samping berat yang nyata.
Untuk menghindari konsekuensi berbahaya bagi pasien, pemeriksaan EKG akan dilakukan
secara rutin sesuai ketentuan.
Jika terjadi efek samping obat, Saudara diharapkan tidak menghentikan pengobatan secara
sepihak karena efek samping dapat ditangani secara cepat dan tepat jika diketahui lebih dini.
Informasi tambahan
Bila setelah informasi ini saudara masih memerlukan informasi tambahan lainnya, Saudara
dapat menghubungi pelaksana program :
Nama Dokter TAK (Penanggungjawab) : ………………………..
Nomor Telepon :…………………………
Alamat Kantor : …………………………
Nama Perawat TB RO (Penanggungjawab) : ………………………..
Nomor Telepon :…………………………
Alamat Kantor : …………………………
Partisipasi Sukarela
Saudara tidak akan dipaksa untuk menjalani pengobatan ini bila saudara tidak
menghendakinya. Saudara menjalani pengobatan ini atas kesadaran saudara sendiri. Jika
setelah menjalani pengobatan terdapat keluhan – keluhan, maka dapat disampaikan kepada
tim dokter dan perawat untuk dicarikan solusi atas masalah Saudara sehingga Saudara tetap
dapat menjalani pengobatan. Tim Ahli Klinis dapat memutuskan bahwa saudara berhenti
menjalani pengobatan. Keputusan ini diambil dengan selalu memperhatikan hal yang terbaik
bagi saudara, yaitu untuk melindungi saudara terhadap kemungkinan efek buruk dari obat, atau
menghindari memberikan obat yang tidak saudara perlukan.
Tandatangan
Saya telah membaca atau dibacakan kepada saya, hal-hal yang tertulis di atas ini. Saya telah
diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membicarakan pengobatan
TB Resistan Obat ini. Saya memahami maksud, risiko, manfaat dan lamanya pengobatan serta
prosedur pengobatan TB Resistan Obat.
Dengan menandatangani formulir ini, maka saya (lingkari yang sesuai dengan keinginan
saudara) :
a. Menegaskan keikutsertaan saya secara sukarela dalam menjalani pengobatan ini
b. Tidak bersedia menjalani pengobatan
_______________________________
Nama dan TTD pasien Tanggal :……………………………
_______________________________
Nama dan TTD keluarga pasien Tanggal : …………………………
_______________________________
Nama dan TTD petugas kesehatan Tanggal : …………………………