DISPEPSIA
DISPEPSIA
DISPEPSIA
A. Definisi
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan
gejala/keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,
muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah.
B. Etiologi
Menurut Fithriyana (2018) Dispepsia disebabkan karena makan yang tidak teratur
sehingga memicu timbulnya masalah lambung dan pencernaannya menjadi terganggu.
Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan, seperti berada dalam kondisi terlalu
lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Selain itu kondisi faktor lainnya yang memicu
produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alcohol,
umumnya obat penahan nyeri, asam cuka, makanan dan minuman yang bersifat asam,
makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang.
C. Patofisiologis
Patofisiologi dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-
penelitian masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai memiliki peranan
bermakna, seperti Abnormalitas fungsi motorik lambung (khususnya keterlambatan
pengosongan lambung, hipomotilitas antrum, hubungan antara volume lambung saat puasa
yang rendah dengan pengosongan lambung yang lebih cepat, serta gastric compliance yang
lebih rendah), infeksi Helicobacter pylori dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait
dengan gangguan cemas dan depresi.
D. Penatalaksanaan Dispepsia
Penatalaksanaan dispesia menurut Arimbi (2012) mecakup pengaturan diet dan
pengobatan medis, antara lain sebagai berikut:
1. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia seperti
mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol
2. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali dalam sehari
3. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibu profen.
Gunakan anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti parasetamol
4. Mengontrol stres dan rasa cemas
5. Antasida
6. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi produksi asam
lambung
7. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs)
8. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung
9. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi
10. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa tidak
nyaman yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi nyeri yang dialami
11. Psikoterapi
E. Manifestasi Klinis
1. Adanya gasdi perut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual,
tidak nafsu makan, dan perut terasa panas.
2. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung etelah makan, mual, muntah, sering bersendawa,
tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan dadaatau regurgitasi asam lambung ke mulut.
3. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliputi:
a. Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati.
b. Perih, mual, sering bersendawa, dan regurgitasi.
c. Keluhan dirasakan terutama berhubungan dengan timbulnya stres.
d. Berlangsung lama dan seringkambuh.
e. Sering disertai ansietas dan depresi.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi: foto lambung dan deudenum dengan kontras.
2. Pemeriksaan endoskopi bagian atas EGD.
3. Pemeriksaan untuk helocobacter pylori.
4. USG.
5. Pemeriksaan hematologi.
G. Pemeriksaan laboratorium
1. Leukositorium.
2. Cek kadar gula darah.
3. Cek darah rutin.
4. Cek urinalis.
5. Pemeriksaan hematologi.
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada dyspepsia antara lain perdarahan gastrointestinal,
stenosis pilorus, dan perforasi.
DAFTAR PUSTAKA
Susanti, A., Dodik, B., Uripi, V., 2011. Faktor Risiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor. Indones J Med. 2(1):80-90.
Yarandi, S. S., Christie J., 2013. Functional Dyspepsia in Review: Pathophysiology and
Challenges in the Diagnosis and Management due to Coexisting Gastroesophageal Reflux
Disease and Irritable Bowel Syndrome. Gastroenterol Res Pract. 351086.
dx.doi.org/10.1155/2013/351086.