Kode Etik IKI

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 38

KODE ETIK

KONSELOR INDONESIA

I K I

PENGURUS PUSAT
IKATAN KONSELOR INDONESIA
( PP – IKI )
SAMBUTAN
PENGURUS BESAR
ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING
INDONESIA
( ABKIN )

Dalam organisasi Asosiasi Bimbingan dan Konseling


Indonesia (ABKIN) bernaung sejumlah divisi yang salah satu di
antaranya adalah Ikatan Konselor Indonesia (IKI) yang para
anggotanya adalah lulusan program Pendidikan Profesi Konselor
(PPK). Sebagai organisasi profesi ABKIN menetapkan aturan
Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling yang harus diikuti,
dipatuhi, dan diamankan oleh seluruh anggota ABKIN.

Terkait dengan kode etik profesi, IKI sebagai bagian dari


ABKIN yang anggotanya adalah para penyandang gelar profesi
Konselor menyusun Kode Etik Konselor Indonesia dengan
sepenuhnya berorientasi pada Kode Etik Profesi ABKIN, sehingga
secara keseluruhan tidak bertentangan dengan Kode Etik Profesi
ABKIN. Di dalam Kode Etik Konselor Indonesia terdapat sejumlah
pengkhususan dan pendalaman untuk hal-hal sesuai dengan gelar
profesi Konselor itu.

Dengan terbitnya Kode Etik Konselor Indonesia kami atas


nama Pengurus Besar ABKIN mengucapkan selamat dan
memberikan penghargaan setingi-tingginya kepada Pengurus Pusat
IKI. Kita sama-sama berharap agar semua anggota dapat
mengaplikasikan kode etik profesi kita, baik kode etik ABKIN dan

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 1


sekaligus kode etik divisi, dalam hal ini Kode Etik Konselor
Indonesia yang ditetapkan oleh IKI. Semuanya itu kita
persembahkan kepada seluruh masyarakat Indonesia dan seluruh
kehidupan kemanusiaan pada umumnya.

Semarang, Juli 2011

Pengurus Besar
Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia ( ABKIN )
Ketua Umum

2 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


PENGANTAR

Ikatan Konselor Indonesia (IKI) merupakan salah satu divisi

dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Dalam

posisinya sebagai divisi, IKI tunduk sepenuhnya pada ketentuan dasar

dan ketentuan operasional organisasi ABKIN, termasuk di dalamnya

berkenaan dengan ketetapan / ketentuan tentang Kode Etik Profesi. Di

samping itu, sebagai divisi, IKI juga memiliki hak (dan bahkan juga

kewajiban) untuk berkiprah dan mengembangkan diri sesuai dengan

kekhususan yang menjadikan dirinya sebagai divisi tersendiri.

IKI memiliki dua posisi yang utuh, yaitu sebagai divisi yang

merupakan bagian dari ABKIN dan sebagai divisi yang yang memiliki

kekhususan tersendiri. Dalam dua posisi yang saling melekat itu,

berkenaan dengan Kode Etik Bimbingan dan Konseling divisi IKI

menyusun Kode Etik Konselor Indonesia dengan mengadopsi

sepenuhnya substansi Kode Etik yang diberlakukan oleh Pengurus Besar

ABKIN, dan sekaligus menambahkan substansi baru yang secara

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 3


keseluruhan terkait dan tidak menyimpang atau bertentangan dengan

substansi yang ada di dalam Kode Etik ABKIN. Subtansi baru ini

merupakan pengkhususan dan pendalaman untuk hal-hal sesuai dengan

gelar profesi Konselor yang disandang oleh anggota IKI.

Konselor, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

ABKIN dan IKI sepenuhnya terikat dan mempertanggungjawabkan kinerja

profesional pelayanannya dan hal-hal yang terkait dengan pelayanan

tersebut, berdasarkan substansi kode etik sebagaimana diberlakukan

organisasi ABKIN dan IKI. Seluruh substansi Kode Etik mengemukakan

dan mengarahkan apa yang seharusnya diperbuat, yang tidak boleh

dilakukan, dan yang dianjurkan untuk dilaksanakan oleh konselor.

Konselor penyandang gelar profesi konseling, yang telah

mengembangkan WPKNS (wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai

dan sikap) dalam bidang Bimbingan dan Konseling sejak memasuki

Program Sarjana (S1) Bimbingan dan Konseling dan melanjutkan studinya

sampai tamat dari Program Pendidikan Profesi Konselor (PPK)

mengabdikan diri untuk pelayanan konseling yang bermartabat. WPKNS

4 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


tersebut menjadi isi pokok Janji Konselor yang diucapkan diujung

program PPK sebagai kunci keterikatan lahir-bathin konselor kepada

profesinya. Janji dan segenap isinya itu diwujudkan dengan komitmen,

dedikasi dan tanggung jawab sepenuhnya demi suksesnya kinerja

profesional terhadap sasaran layanan atau klien. Untuk itu Kode Etik

Konselor Indonesia merupakan sandaran dan pegangan kokoh yang tidak

pernah kendur apalagi terabaikan bagi para Konselor. Hidup dan jayalah

konselor dalam pelayanan profesi yang bermartabat.

Padang, 1 Juni 2011

PENGURUS PUSAT
IKATAN KONSELOR INDONESIA (PP - IKI)

Ketua, Sekretaris,

Dr. Marjohan, M.Pd., Kons. Drs. Taufik, M.Pd., Kons.

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 5


6 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia
DAFTAR ISI

Sambutan Pengurus Besar ABKIN ................................................. 1

Pengantar ......................................................................................... 4

Daftar Isi ........................................................................................... 7

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 9

BAB II LANDASAN PELAYANAN .................................................. 11

A. Wawasan Dasar Konseling ........................................... 12

B. Janji Konselor ................................................................ 14

C. Kekuatan Kinerja ........................................................... 17

1. Wawasan Operasional

2. Komitment, Dedikasi dan Tanggung Jawab

3. Kompetensi Konselor

4. Prinsip Kebenaran

5. Pengelolaan

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 7


BAB III PRAKTIK MANDIRI ............................................................ 27

A. Persyaratan ................................................................... 27

B. Pelaksanaan Praktik ..................................................... 28

C. Masa Berlaku Izin Praktik ............................................. 29

BAB IV KEMITRAAN KONSELOR DENGAN GURU

DAN ORANG TUA PADA SATUAN PENDIDIKAN ............ 31

A. Peran Tiga Kekuatan ................................................... 31

B. Peran Konselor ............................................................. 32

BAB V PENUTUP ........................................................................... 34

LAMPIRAN

8 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


KODE ETIK
IKATAN KONSELOR INDONESIA

IKATAN KONSELOR INDONESIA


(IKI)
DIVISI ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA
(ABKIN)

BAB I
PENDAHULUAN

Konselor, menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional


Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor, adalah pemegang gelar profesi konseling yang
telah menamatkan studi S1 bidang Bimbingan dan Konseling (S1-BK) dan
Program Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Studi bidang kesarjanaan
Bimbingan dan Konseling ditempuh untuk menguasasi aspek-aspek
teoretik dan akademik / keilmuan dalam bidang Bimbingan dan Konseling,
sedangkan studi pada pendidikan profesi menekankan dikuasainya
kemampuan praktik nyata pelayanan Bimbingan dan Konseling pada
berbagai setting, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan.
Dalam ketentuan untuk menjadi konselor profesional, masalah
kode etik profesi konseling telah mulai dipelajari pada jenjang S1, dan

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 9


pada program profesi kode etik tersebut dipraktikkan dalam pelayanan
nyata di lapangan dengan klien-klien yang bervariasi, baik pada setting
persekolahan maupun di luarnya. Setelah selesai menempuh program
PPK, konselor yang telah memegang gelar profesi konseling itu memiliki
kewenangan, pertama-tama untuk sebagai pelaksana profesi yang
bermandat dapat bekerja menyelenggarakan pelayanan Bimbingan dan
Konseling pada satuan-satuan pendidikan, yaitu SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK. Di samping itu juga dapat
bekerja pada kelembagaan di luar setting pendidikan, baik pada unit
keluarga, lembaga kedinasan pemerintah dan swasta, dunia usaha dan
industri, bahkan dapat melakukan praktik mandiri (privat) tanpa terikat
pada kelembagaan atau unit tertentu. Dalam praktik pelayanan Bimbingan
dan Konseling pada berbagai setting tersebut penerapan kode etik profesi
oleh konselor merupakan keharusan.
Berkenaan dengan kode etik profesi tersebut, Ikatan Konselor
Indonesia (IKI) sebagai divisi ABKIN mengadopsi sepenuhnya substansi
Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling yang diberlakukan oleh
ABKIN. Di samping itu, beberapa hal yang belum tercakup di dalam Kode
Etik Profesi yang diberlakukan oleh ABKIN, secara khusus dikemukakan
di dalam buku ini sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik
Profesi Konselor Indonesia. Bagian yang ditambahkan itu sejalan dan
tidak bertentangan dengan Kode Etik Profesi ABKIN.

10 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


BAB II
LANDASAN PELAYANAN

Pelayanan konseling diselenggarakan oleh konselor


berdasarkan sejumlah kaidah yang membentuk pelayanan dalam bidang
Bimbingan dan Konseling menjadi sebuah profesi. Kaidah-kaidah
keilmuan pendidikan menjadi landasan, payung dan sekaligus pilar utama
seluruh spektrum profesi konseling. Kaidah-kaidah keilmuan lainnya,
seperti sejumlah kaidah tentang perilaku yang diangkat dari psikologi
digunakan sebagai “alat” dalam pelayanan, unsur-unsur budaya,
penerapan teknologi informasi, manajemen, dan lain-lain digunakan untuk
sepenuhnya aspek-aspek substansial-teknologi pelayanan. Berbagai
kaidah tersebut diolah sedemikian rupa dan salah satu unit hasil olahan
yang dimaksud menjadi bagian yang disebut Kode Etik Profesi dalam
keseluruhan sosok profesi konseling. Perlu mendapat perhatian bahwa
butir-butir yang menjadi substansi Kode Etik sesungguhnya menyentuh
seluruh bagian dari sosok profesi konseling. Ibaratnya, kode etik profesi
merupakan hati dan otaknya pelayanan profesional yang kental mewarnai
penampilan karakter-cerdas konselor.

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 11


A. WAWASAN DASAR KONSELING
Wawasan dasar konseling telah lama dikemukakan oleh
pakar konseling (Belkin, 1975) sebagaimana terbaca di bawah ini.
Konselor benar-benar menyadari akan kebenaran dan kegunaan
wawasan tersebut serta mengimplementasikannya untuk diri sendiri
dalam kehidupan sehari-hari dan untuk klien dalam pelayanan
konseling.
1. Counseling is a philosophy. Dalam hal ini pelayanan konseling
tidak sekedar memiliki kaidah-kaidah keilmuan yang bisa
dioperasionalkan, melainkan lebih jauh lagi, yaitu menyentuh
pemikiran yang bersifat filosofis. Pemikiran filosofis ini terutama
mengenai hakikat manusia dengan berbagai sangkut-pautnya
dalam keberadaan alam semesta. Bahkan lebih jauh lagi,
hakikat manusia itu dalam pandangan spiritualitas-keagamaan
dikaitkan dengan kehidupan di dunia dan di akhirat.
2. Counseling is a way of life. Konseling adalah jalan hidup.
Dalam hal ini ada tuntutan bagi para pemegang gelar profesi
konseling untuk menggunakan dan mengamalkan kaidah-kaidah
konseling yang semuanya normatif itu menjadi jalan hidup
konselor itu sendiri. Pikiran, perasaan, sikap, tindakan dan
pertanggungjawaban atas kehidupan konselor sejalan dan
dijiwai oleh kaidah-kaidah normatif konseling.

12 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


3. Counseling is an attitude. Lebih spesifik, kaidah-kaidah
normatif konseling menjadi atau setidak-tidaknya mewarnai atau
bahkan membentuk sikap konselor. Misalnya, berkenaan
dengan penerimaan, penghargaan, dan penyikapan kepada
klien, asas kerahasiaan, asas kekinian, asas kemandirian, dan
lain-lain membentuk sikap konselor dalam perilakunya sehari-
hari, ketika tidak menjalankan kegiatan pelayanan konseling
sekalipun.
4. Counseling is a commitment. Lebih jauh, kaidah-kaidah
konseling tidak hanya menjadi ciri atau bahkan membentuk
sikap konselor, melainkan juga mempengaruhi kekentalan
komitmen konselor dalam menjalani kehidupannya. Komitmen
konselor amat tinggi dalam kaitannya dengan hal-hal yang perlu
dihargai, disikapi dan dilaksanakan di luar peristiwa konseling
sekalipun.
5. Counseling is an action. Konselor sangat memahami bahwa
konseling bukanlah sekedar teori, melainkan pelayanan nyata,
operasional yang harus diwujudkan bahkan dilaksanakan secara
profesional. Profesionalitas konseling hanya akan terwujud
melalui pelaksanaan pelayanan. Klien memang
sesungguhnyalah memerlukan karya nyata konselor untuk

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 13


pengembangan diri dan penanganan masalah klien yang
dimaksud.
6. Counseling is a world view. Konseling bukanlah sekedar
pandangan, ilmu atau pelayanan yang bersifat lokal dan sempit,
melainkan pelayanan untuk semua dengan spektrum yang
mendunia. Pelayanan konseling diperlukan dan terpakai di
mana-mana; di mana ada kehidupan di sana ada kebutuhan
untuk konseling. Begitulah konseling, dengan pandangannya
yang luas, dengan wawasan yang menjangkau “ujung dunia”,
mampu membantu klien dalam berbagai permasalahan
kehidupan mereka. Konselor mampu mengarungi lautan yang
tak bertepi untuk setiap kali berlabuh pada perhentian yang
tepat, dalam suasana yang menyejahterakan dan
membahagiakan.

B. JANJI KONSELOR
Sewaktu menjalani Program Pendidikan Profesi Konselor
(PPK) calon konselor ditempa kemampuan keprofesionalannya,
terutama terkait dengan kegiatan praktik nyata di lapangan, yang
akhirnya bermuara pada JANJI KONSELOR yang diucapkan
sewaktu mereka mengakhiri studi. Diucapkan mungkin hanya sekali,
yaitu sewaktu diwisuda, tetapi makna dan implementasinya terus

14 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


terngiang dan tertanam dalam hati sanubari konselor yang setiap kali
terwujud dalam praktik pelayanan. Janji itu diucapkan, diingat dan
dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa:
• Tuhan Yang Maha Kuasa akan memperhitungkan seberapa
jauh janji itu ditepati.
• Klien setiap kali menanti janji itu mampu menjunjung harkat dan
martabat serta pengembangan diri mereka.
• Masyarakat, bangsa dan negara selalu menunggu janji itu
menjadi bakti kepada kemanusiaan dan anak bangsa yang
menyejahterakan dan membahagiakan.
• Organisasi profesi akan mencatat apakah janji itu benar-benar
memenuhi perangkat kinerja konselor yang bermartabat.
• Hati sanubari akan selalu bersuara bagi terwujudnya janji itu
dalam makna yang paling dalam.

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 15


Janji konselor merupakan ikatan lahir-bathin konselor dengan
profesi yang diembannya, digendong ke mana-mana dan diwujudkan
dalam pelayanan konseling dalam arti yang seluas-luasnya, dengan
lafal sebagai berikut:

Dengan nama Allah Tuhan Yang Maha Esa saya


berjanji bahwa dalam menjalankan tugas sebagai konselor,
saya:

1. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta


menghargai perbedaan masing-masing individu.
2. Menyelenggarakan pelayanan konseling sesuai dengan
kebutuhan dan demi kebahagiaan klien berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
3. Menerapkan ilmu dan teknologi sesuai dengan tuntutan
pelayanan profesi konseling.
4. Menghormati hak-hak klien dalam mengemukakan diri,
mengambil keputusan, dan menjaga kerahasiaannya.
5. Memperlakukan sesama konselor sebagai saudara dan
saling menghargai adanya perbedaan.

16 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


C. KEKUATAN KINERJA
1. Wawasan Operasional
Mutu kinerja dan sukses konselor dalam pelayanan
konseling sangat tergantung pada penguasaan WPKNS
(wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap) dan
kemampuan implementasi hal-hal berikut.
a. Spektrum wawasan operasional terhadap sasaran
layanan atau klien tanpa diskriminasi, yaitu berkenaan
dengan:
1) Umur : semua umur, semua
tingkat perkembangan

2) Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan,


termasuk yang
mengalami
penyimpangan

3) Pendidikan : semua tingkat dan jenis


pendidikan, termasuk
yang tidak mendapat
pendidikan.

4) Pekerjaan / : semua jenis pekerjaan /


Kondisi Sosial – jabatan / karir / status
Ekonomi sosial ekonomi,
termasuk yang tidak
bekerja
5) Status Perkawinan : belum kawin, kawin,
janda / duda

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 17


6) Agama : semua agama,
termasuk yang
mengaku tidak
beragama

7) Suku Bangsa : semua suku bangsa,


termasuk bangsa asing

8) Budaya : semua aspek budaya


dan adat istiadat

b. Masalah yang dihadapi oleh sasaran layanan atau klien:


semua masalah dalam semua bidang, yaitu masalah
pribadi, sosial, belajar, karir, berkeluarga, beragama, dan
berkewarganegaraan, kecuali masalah-masalah yang
terkait dengan:
1) penyakit, baik fisik maupun mental
2) perbuatan kriminal
3) kondisi keabnormalan akut
4) pseudo ilmu atau ilmu kebatinan atau ilmu hitam
5) narkoba, tidak termasuk korban yang berkehendak
menghentikan kebiasaannya.

18 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


c. Setting layanan, yaitu setting satuan pendidikan formal
dan non-formal, keluarga, lembaga / dinas resmi dan
swasta, dunia kerja dan industri, kelembagaan sosial-
kemasyarakatan, praktik mandiri (privat).

d. Pendekatan dan teknik konseling: semua pendekatan


dan teknik konseling, dengan implementasi eklektik.

e. Jenis layanan, format layanan dan kegiatan pendukung:


semua jenis dan format layanan serta kegiatan pendukung,
dengan implementasi eklektik.

f. Wawasan menyeluruh tentang spektrum Bimbingan dan


Konseling “Pola 45” sebagaimana tertera pada lampiran.

2. Komitmen, Dedikasi dan Tanggung Jawab


a. Konselor memiliki komitmen yang tinggi dengan berjanji
pada diri sendiri untuk bersungguh-sungguh membantu
klien, dengan segenap pikiran, penyikapan dan tindakan
terbaik.

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 19


b. Konselor berdedikasi untuk mengerahkan segenap
kemampuan pelayanan terhadap klien, dengan amalan
sebagai berikut:

• Jika saya perlu, atau bahkan harus melakukan


sesuatu, dan saya bisa, maka sesuatu itu
adalah wajib; kalau saya tidak melakukannya,
saya bersalah atau berdosa.
• Apabila sesuatu itu belum atau tidak bisa saya
lakukan, maka hal itu merupakan tantangan
yang harus saya kejar dan hadapi.

c. Komitmen dan dedikasi konselor disertai motivasi


altruistik dan pengorbanan seperlunya.
d. Konselor mempertanggungjawabkan pelayanannya
terhadap klien dilandasi oleh komitmen dan dedikasinya itu
kepada klien, atasan dan pemangku kepentingan
(stakeholder) lainnya, ilmu dan profesi, diri sendiri dan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.

20 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


3. Kompetensi Konselor
Kompetensi konselor secara resmi dikemukakan
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun
2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor, sebagai berikut:

a. Kompetensi Pedagogik
1) menguasai teori dan praksis pendidikan
2) mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan
psikologis serta perilaku klien
3) menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling
dalam jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan

b. Kompetensi Kepribadian
4) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
5) menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, indiviadualitas dan kebebasan memilih
6) menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang
kuat
7) menampilkan kinerja berkualitas tinggi

c. Kompetensi Sosial
8) mengimplementasikan kolaborasi interen di tempat
bekerja
9) berperan dalam organisasi profesi dan kegiatan profesi
bimbingan dan konseling
10) mengimplemetasikan kolaborasi antarprofesi

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 21


d. Kompetensi Profesional
11) menguasai konsep dan praksis asesmen untuk
memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah klien
12) mengusai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan
konseling
13) merancang program bimbingan dan konseling
14) mengimplementasikan program bimbingan dan
konseling secara komprehensif
15) menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan
konseling
16) memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika
profesional
17) menguasai konsep dan praksis penelitian dalam
bimbingan dan konseling

4. Prinsip Kebenaran
Kebenaran merupakan orientasi dasar pelayanan
konseling. Kebenaran adalah kesesuaian antara fakta atau
kondisi tertentu dengan rujukannya. Dalam hal ini kebenaran
dikonsepsikan dalam lima tingkat, yaitu (1) kebenaran mutlak
dengan rujukan firman Tuhan Yang Maha Esa, (2) kebenaran
yang sebenar-benarnya benar dengan rujukan hasil penelitian,
(3) kebenaran yang dibenarkan dengan rujukan peraturan
yang berlaku, (4) kebenaran yang dibenar-benarkan dengan
rujukan alasan yang dibuat-buat, dan (5) kebenaran benarnya
sendiri dengan rujukan kehendak sendiri tanpa

22 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


mempertimbangkan pihak atau hal-hal lain. Berkenaan dengan
kebenaran yang dimaksudkan itu:
a. Konselor menyadari pentingnya mengimplementasikan
sepenuhnya pemikiran, sikap dan tindakan berdasarkan
kebenaran dan menghindari kebohongan dan kepura-
puraan.
b. Konselor hanya menggunakan tiga konsep kebenaran pada
tingkat: (1) kebenaran mutlak, (2) kebenaran yang
sebenar-benarnya-benar, dan (3) kebenaran yang
dibenarkan.
c. KTPS, yaitu “klien tidak pernah salah”, artinya dalam
pelayanan konseling konseling tidak mempersalah-
salahkan klien atas masalah dan kondisi dirinya.
d. Konselor mengaplikasikan prinsip KTPM, yaitu konselor
tidak pernah memihak, kecuali kepada kebenaran.
e. Data, informasi dan keterangan yang digunakan oleh
konselor diyakini valid, objektif dan dijamin
kebenarannya.
f. Konselor menegakkan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai
dan moral yang berlaku, yang mana nilai-nilai dan moral
itu merupakan rujukan bagi kebenaran tingkat 1,2, dan 3.

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 23


5. Pengelolaan
Dalam pelaksanaan pelayanan konseling, terutama
pelayanan terprogram (seperti pelayanan konseling pada
kelembagaan tertentu yang penyelenggaraannya meliputi :
program tahunan, semesteran, bulanan, mingguan dan harian)
konselor mengimplementasikan tahap-tahap pengelolaan
berikut:
a. Merencanakan. Konselor merencanakan kegiatan layanan,
meliputi unsur-unsur: sasaran layanan, waktu dan tempat,
jenis layanan dan kegiatan pendukung, sarana, personalia
yang dilibatkan, aspek administrasi.
b. Mengorganisasikan. Konselor mengatur dan
mempersiapkan hal-hal sebagaimana tersebut dalam
perencanaan sehingga siap pakai.
c. Melaksanakan. Konselor menyelenggarakan secara nyata
apa yang telah direncanakan, diatur dan dipersiapkan itu.
d. Mengontrol. Konselor memeriksa dan menilai proses
pelaksanaan dan hasil layanan.
e. Menindaklanjuti. Konselor menyelenggarakan tindak lanjut
terhadap pelayanan yang telah terselenggara, seperti:
menyusun laporan pelaksanaan program, menyusun
rencana perbaikan proses layanan (jika diperlukan),

24 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


menyiapkan bahan untuk pengawasan dan pembinaan dari
pimpinan lembaga, pengawas dan/atau pihak lain yang
berkewenangan.

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 25


26 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia
BAB III
PRAKTIK MANDIRI

Konselor dapat bekerja pada unit kelembagaan, keluarga,


organisasi sosial-kemasyarakatan, dan praktik mandiri. Untuk pelayanan
konseling pada kegiatan praktik pribadi ditentukan hal-hal berikut.

A. PERSYARATAN
Konselor yang dapat menyelenggarakan praktik mandiri
adalah:
1. Penyandang gelar profesi konselor lulusan program
Pendidikan Profesi Konselor (PPK) dari lembaga yang
memperoleh izin resmi dan terakreditasi.
2. Memperoleh izin praktik secara resmi dari organisasi profesi,
yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
melalui rekomendasi dari Ikatan Konselor Indonesia (IKI).
3. Izin praktik mandiri seorang konselor terkait langsung dengan
peraturan pemerintah yang relevan.

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 27


B. PELAKSANAAN PRAKTIK
1. Ijin praktik mandiri dapat diberikan kepada konselor secara
perorangan dan/atau sejumlah konselor yang bersama-sama
melakukan prkatik mandiri bersama.
2. Sasaran pelayanan praktik mandiri adalah klien secara
perorangan, kelompok individu, sasaran dari kelembagaan
tertentu, datang sewaktu-waktu dan keluarga, baik yang datang
sendiri bersifat (self-referal), diantarkan oleh pihak tertentu
dan/atau berdasarkan kesepakatan tertentu.
3. Konselor praktik mandiri menggunakan prasarana dan sarana
pelayanan yang menjamin terciptanya kondisi yang aman dan
nyaman sehingga semua substansi kode etik profesi konseling
dapat terimplementasikan.
4. Konselor menggunakan berbagai jenis layanan, kegiatan
pendukung dan format layanan secara eklektik.
5. Konselor menerapkan segenanp substansi kode etik profesi
konseling.
6. Konselor dapat membina kerjasama dengan sejawat (konselor
lain) dalam suasana kesetaraan dan kesejawatan untuk klien-klien
perorangan, kelompok dan kelembagaan.
7. Konselor tidak berlomba dan/atau menghalangi konselor lain
dalam mendapatkan klien.

28 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


8. Konselor menerapkan biaya atau imbalan pelayanan kepada
klien, baik secara individual, kelompok, dan unit keluarga atau unit
kelembagaan secara wajar, setinggi-tingginya sebesar ketetapan
organisasi profesi (dalam hal ini IKI).
9. Berkenaan dengan tarif atau imbalan konselor menerapkan apa
yang disebut dengan motivasi altruistik.

C. MASA BERLAKU IJIN PRAKTIK


1. Ijin praktik mandiri bagi konselor berjangka waktu tertentu;
setelah habis masa berlakunya ijin praktik pada masa tertentu
diadakan pembaruan ijin praktik untuk masa berikutnya.
2. Konselor yang masa ijin praktiknya sudah habis dan tidak
mengajukan pembaruan dianggap telah mengundurkan diri dari
kegiatan praktik mandiri dan kegiatan pelayanan konseling atas
nama praktik mandiri dianggap tidak sah.

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 29


30 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia
BAB IV
KEMITRAAN KONSELOR DENGAN GURU DAN
ORANG TUA PADA SATUAN PENDIDIKAN

Pada satuan pendidikan dasar dan menengah (SD/MI/SDLB,


SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK) bertugas dua jenis
pendidik, yaitu guru dan konselor. Kedua tenaga pendidik professional
inilah sesungguhnya yang menjamin kesuksesan siswa pada satuan-
satuan pendidikan tersebut. Untuk lebih optimal lagi implementasi tugas
pokok dan fungsi guru dan konselor itu, peran orang tua perlu
diintegrasikan. Integrasi ketiga kekuatan itu (guru, konselor dan orang tua)
dikoordinasikan oleh pimpinan satuan pendidikan. Berkenaan dengan hal
itu semua, konselor dalam tugas pokok dan fungsi profesionalannya perlu
memperhatikan dan mengimplementasikan sejauh mungkin hal-hal
berikut.

A. PERAN TIGA KEKUATAN


Untuk mengupayakan pengembangan potensi siswa secara
optimal, peranan pokok konselor, guru, dan orang tua adalah:
1. Konselor : mengembangkan kehidupan efektif sehari-hari (KES)
siswa baik dalam lingkungan satuan pendidik maupun

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 31


keterkaitannya dengan kehidupan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar, serta menangani kehidupan efektif sehari-
hari siswa yang terganggu (KES-T).
2. Guru : mengembangkan penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran (PMP) dan menangani penguasaan materi pelajaran
yang terganggu (PMP-T).
3. Orang tua : memenuhi kebutuhan dasar / pokok fisik dan
kesehatan (KDFK), serta pengembangan hubungan sosio-
emosional (SO-EM) yang penuh penerimaan, sejuk, nyaman dan
memperkembangkan.

Pimpinan satuan pendidik mengkoordinasikan peran dan


kegiatan ketiga kekuatan tersebut di atas baik untuk kegiatan di
dalam satuan pendidikan sendiri, ataupun di luar satuan pendidikan
yang dimaksud.

B. PERAN KONSELOR
Dalam kemitraan kerja dengan guru dan orang tua dengan
peran pokok masing-masing pihak sebagaimana tersebut di atas :
1. Konselor bekerja dengan sungguh-sungguh dalam pelayanan
konseling terhadap siswa sehingga guru dan orang tua, dan juga
pemimpin satuan pendidikan, mengakui bahwa peran konselor

32 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


benar-benar bermanfaat dan secara signifikan membantu
pengembangan potensi siswa secara optimal.
2. Konselor berkomunikasi secara aktif dan positif untuk
memungkinkan guru, orang tua dan pimpinan satuan pendidikan:
a) Memahami dan mengakui peran, tugas pokok dan fungsi
profesional konselor pada umumnya, dan khususnya pada
satuan pendidikan yang dimaksud.
b) Peran pelayanan konseling yang diselenggarakan
konselor terkait dan menunjang penyuksesan tugas
guru, peran orang tua terhadap anaknya, serta peran
pimpinan satuan pendidikan, yang semuanya itu untuk
kepentingan siswa.
c) Pentingnya mengembangkan kerja sama di antara guru,
konselor dan orang tua dalam rangka pengembangan
potensi siswa secara optimal.
d) Pentingnya kerja sama antara guru, konselor, dan orang
tua siswa di bawah koordinasi pimpinan satuan
pendidikan.

3. Konselor merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang


dapat meningkatkan kerja sama dan harmonisasi realisasi
pengembangan kondisi PMP/KES/KDFK-SOEM siswa dan

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 33


penanganan terhadap terganggunya kondisi-kondisi yang
dumaksudkan itu, melalui saling memberi dan menerima,
saling membantu dalam kegiatan bersama dan/atau kegiatan
mandiri professional yang secara langsung ataupun tidak
langsung menunjang kegiatan pihak lain.

4. Konselor mengembangkan kondisi sehingga para siswa


memahami dan menyadari pentingnya kerjasama antara guru,
konselor dan orangtua di bawah koordinasi pimpinan satuan
pendidikan untuk kepentingan pengembangan potensi siswa
secara optimal.

34 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


BAB V
PENUTUP

Konselor sebagai penyandang gelar profesi konseling adalah


pelaksana bermandat pelayanan konseling di lapangan, dan sekaligus
sebagai andalan utama pengembang pelayanan tersebut sehingga
menjadi pelayanan yang benar-benar bermartabat. Dalam kehidupan
pribadi dan kinerja pelayanan konselingnya, setiap konselor diwajibkan
mengimplementasikan sepenuhnya segenap substansi yang tersurat
(tereksplisitkan) dan tersirat (terimplisitkan) dalam butr-butir tentang Kode
Etik Konselor Indonesia.
Dari para konselor diharapkan dapat terpenuhinya kebutuhan
warga masyarakat pada umumnya, khususnya sasaran layanan (klien) di
tempat konselor bekerja, terkait dengan keefektifan kehidupan klien yang
menyejahterakan dan terhindar dari berbagai hal yang mengganggu,
menghambat dan mencederai kualitas kehidupan yang dimaksud. Kode
etik Konselor Indonesia yang terukir pada buku ini, mengandung
pengkhususan dan pendalaman substansi kode etik sebagaimana
dikembangkan dalam buku Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
yang diberlakukan oleh Pengurus Besar ABKIN. Materi kode etik profes

Kode Etik Profesi Konselor Indonesia 35


dalam buku ini dan buku ABKIN tersebut merupakan satu kesatuan yang
wajib diadopsi dan diimplementasikan oleh konselor.
Konselor, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota
organisasi profesi Bimbingan dan Konseling (ABKIN dan IKI) terikat pada
semua ketentuan yang ada di dalam kedua buku tersebut, di manapun,
kapan pun, dan pada posisi apapun dalam rangka pelayanan bimbingan
dan konseling. Kode etik profesional pelayanan konseling menjadi
orientasi bagi pelayanan yang bermartabat dipandang dari kualitas
pelayanannya, dan kualitas diri konselor sendiri sebagai individu dan
pemegang gelar profesi konseling.

36 Kode Etik Profesi Konselor Indonesia


SPEKTRUM PROFESI KONSELING

Lampiran
ILMU
PENDIDIKAN

Pengertian • 1 6 • Paradigma
Tujuan • 2 7 • Visi
WPKNS
Fungsi • 3 8 • Misi
Prinsip dan Asas • 4 9 • Bidang
Landasan • 5 10 • Setting
11 • Kode Etik

Trilogi

Layanan Kegiatan
Pelayanan
Konseling Pendukung
Konseling

Profesi Konseling
Orin • 12
22 • AI
Info • 13
23 • HD
PP • 14 24 • KK
PKO • 15 25 • KR
KP • 16 26 • TKp
BKp • 17 Format
27 • ATK
KKp • 18 Layanan
KSI • 19
MED • 20
ADVO • 21
28 • Individual
29 • Kelompok
30 • Klasikal
31 • Lapangan
32 • Kolaboratif
33 • Jarak Jauh
Konseling sebagai : Kredensialisasi :
34 • Filsafat
35 • Jalan hidup 40 • Akreditasi
36 • Sikap 41 • Sertifikasi / Lisensi
37 • Komitmen
38 • Aksi (kegiatan nyata)
39 • Pandangan mendunia

Pengembangan :
42 • Keprofesian Profesi Konseling
43 • Pendidikan Prajabatan
44 • Pendidikan dalam Jabatan
45 • Organisasi Profesi

Anda mungkin juga menyukai