Problematika Pembelajaran Ips

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 115

LAPORAN PENELITIAN PENGEMBANGAN BIDANG ILMU

TAHUN ANGGARAN 2018

JUDUL PENELITIAN:
IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN IPS
(Kajian di SMP N 5 Yogyakarta, SMP N 8 Yogyakarta, dan SMP
Muhammadiyah 1 Yogyakarta )

OLEH :
Dr. Taat Wulandari, M.Pd 19760211 200501 2 001
Dr. Supardi, M. Pd 19720315 200312 1 001
Dr. Nasiwan, M.Si 19650417 200212 1 001
Sylvi Marini 17705251004

PASCA SARJANA UNIVERSITAS


NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2018

1
IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN IPS
(Kajian di SMP N 5 Yogyakarta, SMP N 8 Yogyakarta, dan SMP
Muhammadiyah 1 Yogyakarta )

ABSTRAK

Taat Wulandari, Nasiwan, Supardi


[email protected]

Banyak variabel yang mempengaruhi kemajuan dan kualitas pendidikan.


Salah satu yang turut menentukan kualitas pendidikan yakni proses pembelajaran.
Pembelajaran yang berlangsung sesuai hakikat pembelajaran memberikan
kontribusi berhasil atau tidak tujuan pembelajaran. Berawal dari apa yang
terjadi di ruang-ruang kelas, dapat dipetakan hal-hal apa saja yang dihadapi dalam
proses membelajarkan anak bangsa. Dua mata pelajaran yang dalam proses
pembelajarannya memiliki kekhasan yakni pembelajaran IPA dan IPS. Penelitian
ini akan mengidentifikasi permasalahan dalam pembelajaran IPS yang dalam
prosesnya harus mengutamakan keterpaduan ilmu-ilmu sosial.
Identifikasi problematika pembelajaran IPS ini akan dilakukan dengan
menggunakan teknik wawancara dan Observasi. Wawancara dilakukan kepada
guru IPS di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di SMP N 5 Yogyakarta, SMP N
8 Yogyakarta, dan SMP Muhamaadiyah 1 Yogyakarta. Observasi dilakukan
untuk mengumpulkan realita pembelajaran IPS. Teknik validitas data
menggunakan triangulasi sumber data dan teknik pengumpulan data. Teknik
analisis data menggunakan analisis interaktif Miles dan Hubberman.
Hasil penelitian menunjukkan problematika pembelajaran IPS yakni: belum
tersedianya laboratorium IPS. Laboratorium IPS ini mendukung pelaksanaan
proses pembelajaran IPS. Sarana dan prasarana belum tersedia dengan baik.
Selain itu, jadwal pelajaran IPS diletakkan pada akhir pelajaran. Motivasi belajar
IPS peserta didik yang rendah karena menganggap pelajaran IPS tidak penting
menyebabkan peserta didik tidak serius dalam mengikuti pelajaran. Problematika
pembelajaran IPS juga berasal dari buku teks yang belum menampakkan
keterpaduan yang menjadi karakteristik materi IPS. Selain itu, guru IPS perlu
untuk meningkatkan keterampilan membelajarkan IPS dan memperbarui
pengetahuan IPS, karena masih ditemukan konsep yang tidak tepat ketika
membelajarkan peserta didik di kelas.

Kata kunci: Pembelajaran IPS, Problematika Pembelajaran

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perspektif pembangunan, pendidikan merupakan investasi dalam

kapital manusia. Hasil pendidikan akan memberikan dampak pada pertumbuhan

ekonomi, sosial, budaya, politik, dan aspek kehidupan lain. pendidikan yang

bagus akan melahirkan tenaga kerja yang berkualitas. Tenaga berkualitas baik

akan mempengaruhi tingkat penghasilan. Tingkat penghasilan yang tinggi

berdampak pada peningkatan kualitas kehidupan (kesehatan, pendidikan ) dan

seterusnya. Di sinilah pendidikan memberikan balikan keuntungan dan manfaat

dari investasi tersebut. Selain keuntungan ekonomis, pendidikan mempunyai

manfaat untuk meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri dalam perubahan-

perubahan yang terjadi pada berbagai aspek kehidupan, dalam kesempatan

memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik, dan dalam penyiapan

tenaga kerja yang diminta untuk kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Jadi,

pendidikan dapat dipandang sebagai aktivitas menyiapkan kehidupan, baik

perseorangan maupun masyrakat, menuju kehidupan yang lebih baik.

Untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, maka diperlukan generasi yang

cerdas. Pembukaan UUD 1945 secara jelas menyebutkan bahwa salah satu tujuan

Indonesia merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

3
Dalam rangka mencapai bangsa yang cerdas perlu diupayakan melalui

pendidikan. Itulah sebabnya, Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap warga

negara berhak untuk memperoleh pengajaran atau pendidikan. Hingga saat ini,

setelah 72 tahun Indonesia merdeka menunjukkan bahwa cita-cita luhur

mencerdaskan kehidupan bangsa belum terwujud secara optimal. Ali (2009:

239) menyebutkan bahwa pendidikan masih menghadapi sejumlah permasalahan.

Permasalahan tersebut diantaranya adalah terkait dengan akses dan yang kedua

yakni terkasit dengan kualitas dan relevansi pendidikan.

Terkait dengan permasalahan kualitas dan relevansi pendidikan berkaitan

erat dengan upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat dan daya saing

bangsa. Kualitas pendidikanselain dapat dilihat dari kemampuan lulusan juga

dapat dilihat dari meningkatnya penghayatan dan pengamalan nilai-nilai

kemanusiaan yang meliputi keteguhan iman dan takwa serta berakhlak mulia,

etika, kepribadian, karakterdan wawasan kebangsaan, ekspresi estetika dan

kualitas jasmani.

Peningkatan kualitas pendidikan diarahkan pada perluasan inovasi

pembelajaran dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang efektif,

menyenangkan, dan mecerdaskan sesuai tingkat usia, kematangan, serta tingkat

perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran harus dapat mengembangkan

memperkokoh kecerdasan emosional, sosial, spiritual, dan intelektual peserta

didik. Hasil belajar juga dapat menjadi salah satu indikator kualitas pendidikan

yang sering digunakan. Apabila melihat kualitas hasil belajar yang dilakukan oleh

Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan

kemampuan peserta didik di Indonesia masih rendah.

4
Faktor lain yang berpengaruh kepada kualitas dan daya saing pendidikan

adalah berbagai masukan pendidikan, baik terkait dengan pengelolaan pendidikan

secara keseluruhan maupun proses pembelajaran. Diantara komponen masukan

pendidikan yang secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas

pendidikan meliputi: 1) guru dan tenaga kependidikan; 2) Prasarana dan Sarana

belajar; 3) Pendanaan pendidikan yang belum memadai; dan 4) proses

pembelajaran yang belum efisien dan efektif. Kelemahan pada aspek

perencanaan, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar tidak termonitor

secara efektif oleh para supervisor, sehingga kelemahan-kelemahan pada proses

pembelajaran tidak dapat teridentifikasi secara akurat.

Penelitian ini akan mengidentifikasi problematika pembelajaran IPS.

Pembelajaran IPS menjadi salah satu yang diteliti diantara sekian banyak mata

pelajaran yang diajarkan pada sekolah formal karena bertolak dari

permasalahan yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Tujuan pembelajaran

IPS adalah untuk menjadikan warna negara yang baik (good citizenship).

Indikator warga negara yang baik yakni memiliki kemampuan berpikir

kritis/berpikir positif; mampu berkomunikasi yang baik; mampu

bersinergi/kerjasama yang baik; mampu beradaptasi yang baik; dan memiliki

kejujuran dan keterbukaan.

Fenomena di masyarakat Indonesia masih menunjukkan balikan dari

tujuan ideal setelah mempelajari IPS. Jika hal tersebut masih terjadi pada

masyarakat Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran IPS

belum mengembangkan kemampuan menjadi warga negara yang baik. oleh

karena perlu untuk diungkapkan permasalahan apa saja dalam pembelajaran IPS

5
sehingga dapat efektif dicari solusi yang tepat untuk mewujudkan tujuan

pembelajaran IPS.

B. Identifikasi Masalah

1. Pendidikan merupakan investasi dalam kapital manusia. Hasil

pendidikan akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi,

sosial, budaya, politik, dan aspek kehidupan lain. Namun, Pendidikan

belum optimal melahirkan tenaga kerja yang berkualitas.

2. Hasil belajar juga dapat menjadi salah satu indikator kualitas

pendidikan yang sering digunakan. Apabila melihat kualitas hasil

belajar yang dilakukan oleh Programme for International Student

Assessment (PISA) menunjukkan kemampuan peserta didik di

Indonesia masih rendah.

3. Diantara komponen masukan pendidikan yang secara signifikan

berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan proses

pembelajaran yang belum efisien dan efektif. Kelemahan pada aspek

perencanaan, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar tidak

termonitor secara efektif oleh para supervisor, sehingga kelemahan-

kelemahan pada proses pembelajaran tidak dapat teridentifikasi secara

akurat.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah nomor 3 yakni Diantara komponen

masukan pendidikan yang secara signifikan berpengaruh terhadap

6
peningkatan kualitas pendidikan proses pembelajaran yang belum efisien dan

efektif. Kelemahan pada aspek perencanaan, kegiatan pembelajaran, dan

evaluasi hasil belajar tidak termonitor secara efektif oleh para supervisor,

sehingga kelemahan-kelemahan pada proses pembelajaran tidak dapat

teridentifikasi secara akurat.

D. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yakni apa saja problematika

pembelajaran IPS di Daerah Istimewa Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan problematika yang terjadi

dalam pembelajaran IPS di Kota Yogyakarta.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Problematika

Apabila dilihat dari asal kata problematika, maka problematika

berasal dari bahasa inggris, yakni dari kata problematic yang berarti

masalah. Jika dilihat dari Bahasa Indonesia, Depdiknas ( 2005: 896)

memberikan pengertian problematika yakni berasal dari kata problem yang

bermakna persoalan atau masalah. Problematika di sini merupakan semua

hal yang menimbulkan masalah. Pengertian ini juga merujuk kepada segala

hal yang belum dapat ada solusi atau pemecahan.

Masalah merupakan suatu konsep yang menunjukkan bahwa ada

suatu disparitas antara harapan ideal atau kondisi yang ideal dengan realita

yang terjadi secara empiris. Kesenjangan inilah yang kemudian memunculkan

masalah. Apabila kondisi yang senjang tersebut terjadi secara terus menerus

tanpa ada pemecahan, situasi ini juga dapat disebut sebagai atau telah terjadi

masalah. Masalah yakni suatu persoalan atau kendala yang perlu dipecahkan.

Soekanto (1985: 394) menjelaskan bahwa problematika yakni suatu

halangan yang terjadi pada kelangsungan suatu proses atau masalah.

Problema merupakan suatu hal yang belum dapat dipecahkan dan dapat

menimbulkan permasalahan. Syukir (1983: 65) memberikan pengertian

8
problematika yakni suatu kesenjangan yang mana antara harapan dan

kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat diperlukan.

Problematika merupakan berbagai persoalan yang muncul dan

dihadapi dalam kehidupan manusia dan harus diupayakan solusi untuk

mengatasinya. Apabila tidak ada atau belum diatasi maka persoalan ini

akan menimbulkan persoalan/kendala lainnya.

B. Pembelajaran IPS

1) Pembelajaran

Istilah pembelajaran sering diucapkan dan ditulis banyak orang.

Secara sederhana pembelajaran menunjukkan suatu proses. Proses yang

dimaksud disini yakni proses, cara membuat seseorang belajar. Proses

belajar ini dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, teknik, dan

strategi menuju satu tujuan yakni tujuan pembelajaran yang sudah

dirancang untuk dicapai.

Pembelajaran ini melibatkan guru untuk merancang satu desain

pembelajaran agar peserta didik melakukan aktivitas-aktivitas belajar

dengan menyediakan bahan belajar, sumber belajar, maupun media

belajar. Muhaimin (1996: 19) mengemukakan bahwa pembelajaran

merupakan upaya membelajarkan peserta didik untuk belajar. Kegiatan

ini mengakibatkan peserta didik mempelajari sesuatu dengan cara yang

lebih efektif dan efisien.

Ahmad Roni dan Abu Ahmadi dalam Syah (1997: 34-36)

menyebutkan bahwa pembelajaran sebagai suatu aktivitas proses belajar

mengajar yang sistematis dan sistemik yang terdiri dari berbagai

9
komponen, antara satu komponen pengajaran dengan yang lainnya

saling mempengaruhi dan menyeluruh, saling melengkapi dan

berkesinambungan. Merancang satu proses belajar diperlukan totalitas

bagi perancangnya karena rancangan pembelajaran yang baik

memberikan efek psikologis yang baik pula bagi pelaksana desain

tersebut.

Corey dalam Majid (2014: 4) mengemukakan bahwa pembelajaran

adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja

dikelola agar memungkinkan peserta didik turut serta dalam aktivitas

tertentu. Ada unsur keterlibatan antara peserta didik dan guru dalam

lingkungan yang disengaja dirancang. Hamalik (1995: 28) memberika

arti pembelajaran yakni suatu kombinasi yang tersusun terdiri dari

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur

yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan belajar.

Beberapa teori tentang pembelajaran memberikan suatu gambaran

tentang pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran merupakan

kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menjadikan orang/peserta

didik belajar. Dalam pembelajaran melibatkan sebuah rancangan

pembelajaran bagaimana supaya peserta didik belajar sehingga

memerlukan sumber belajar, bahan belajar dan media untuk belajar.

2) IPS

a) Pengertian IPS

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia muncul

pada tahun 1975-1976, yaitu pada saat penyusunan kurikulum

10
PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan), yang merupakan

sebuah label untuk mata pelajaran sejarah, ekonomi, geografi, dan

mata pelajaran ilmu sosial lainnya untuk tingkat pendidikan dasar

dan menengah. Istilah tersebut juga dimaksudkan untuk

mendampingi label nama IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) untuk

mata pelajaran biologi, kimia, fisika, untuk tingkat pendidikan

dasar dan menengah.

Dalam perkembangan selanjutnya, nama IPS dan IPA

kemudian dimaknai sebagai suatu mata pelajaran yang menggunakan

pendekatan terpadu dari beberapa mata pelajaran, agar pelajaran

itu lebih mempunyai arti bagi peserta didik serta untuk mencegah

tumpang tindih (Saidiharjo, 2004: 30).

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu istilah yang

digunakan untuk menyebut social studies. Istilah social studies ini

pada awalnya dikenal dalam dunia pendidikan dasar dan

menengah di Amerika Serikat. Menurut Mukminan, et al (2002:1),

IPS diartikan sebagai ”penelaahan masyarakat”. Sesuai tugasnya

untuk menelaah masyarakat dengan segala permasalahannya yang

sangat kompleks, maka dalam melakukan penelaahan harus dilandasi

oleh teori-teori sosial yang dapat memperhitungkan proyeksi

kehidupan lebih lanjut. Untuk tujuan tersebut, maka IPS harus

diberikan secara menyeluruh dan terpadu. Padahal menurut Hamalik

(1992: 3), IPS masih bersifat elementer, bersifat dasar dan

fundamental belaka. Pada tingkat yang lebih tinggi ilmu ini sudah

11
berkembang sedemikian rupa. Oleh karena itu, IPS yang dipelajari

pada perguruan tinggi disebut dengan istilah lain yaitu social science.

Barth (1990:19), memberikan pengertian tentang social

studies (IPS) yaitu perpaduan antar berbagai disiplin ilmu

pengetahuan, yakni ilmu-ilmu sosial dan konsep-konsep

kemanusiaan untuk tujuan melatih keterampilan warga negara

dalam menghadapi isu-isu sosial. Pengertian di atas menekankan

bahwa dalam mencapai tujuan pembelajaran harus mengedepankan

keterpaduan. Mengingat IPS tidak berdiri sendiri melainkan

merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu sosial, maka IPS

pun jangan sampai diajarkan secara terpisah. Setiap masalah yang

dijadikan sebagai tema pelajaran misalnya, harus diurai dengan pisau

disiplin ilmu sosial yang membentuknya.

Pengertian IPS yang sama juga disampaikan oleh Somantri

(2001: 74). Ia mengemukakan bahwa pendidikan IPS di Indonesia

adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial dan segala

sesuatunya yang sifatnya sosial, yang diorganisasikan secara ilmiah

dan psikologis dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai ”nilai

sentralnya” untuk mencapai tujuan pendidikan nasional khususnya

dan pembangunan nasional pada umumnya. Keterpaduan ilmu-ilmu

sosial dalam IPS juga menjadi inti dari pengertian tentang IPS yang

dikemukakan oleh Missouri School, yakni: IPS adalah sebagai

sebuah area yang didalam kurikulumnya menggambarkan macam-

12
macam ide dari berbagai bidang, termasuk sejarah, ilmu-ilmu

sosial, dan kemanusiaan, untuk tujuan pendidikan

kewarganegaraan. NCSS (National Council for the Social Studies)

dalam Massialas & Allen (1996: 3), memberikan pengertian

tentang IPS, yaitu:

Social Studies is the integrated study of the social sciences


and humanities to promote civic competence. Within the
school program, social studies provides coordinated,
systematic study drawing upon such disciplines as
anthropology, archeology, economics, geography, history,
law, philosophy, political science, phsycology, religion, and
sociology, as well as appropriate content from the
humanities, mathematics, and natural sciences. The primary
purpose of social studies is to help young people develop their
ability to make informed and reasoned decisions for the
public good as citizens of a culturally diverse,
democratic society in an interdependent world.

Pengertian tentang IPS yang dikemukakan oleh NCSS ini belum

mantap, maksudnya masih ada hal-hal yang belum terwadahi dalam

pengertian tersebut, yaitu mengenai keterampilan politik dan

intelektual. Barth sudah menawarkan pengertian tentang social

studiesseperti sudah disampaikan pada paragraf sebelumnya. Pengertian

tersebut yakni: “The interdiciplinary integration of social sciences and

humanitis concepts for purpose of practicing citizensship skills on critical

social issues.” (Barth, 1991: 19).

Keterpaduan IPS tersebut harus nampak dalam pembelajarannya

pada jenjang pendidikan dasar. Mengingat IPS merupakan salah satu mata

pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai

SMP/MTs/SMPLB, maka IPS harus mampu mengkaji seperangkat

13
peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu

sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi

Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi.

Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat

menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung

jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Di masa yang akan datang

peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan

masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena

itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Terkait dengan hal tersebut di atas, maka mata pelajaran IPS harus

disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses

pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan kehidupan di dalam

keluarga dan masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan

peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan

mendalam pada bidang ilmu yang saling berkaitan. Menurut Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006: 2) standar isi untuk

SMP/MTs, ruang lingkup pendidikan IPS meliputi aspek-aspek sebagai

berikut: (a) manusia, tempat, dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan,

dan perubahan, (c) sistem sosial dan budaya, dan (d) perilaku ekonomi

dan kesejahteraan.

Dari beberapa pengertian tentang IPS dapat ditarik suatu konsep

yang satu dengan yang lainnya memberikan garis besar yang sama,

14
yaitu bahwa IPS merupakan perpaduan dari berbagai cabang ilmu-ilmu

sosial, seperti: sosiologi, sejarah, geografi, politik, ekonomi, hukum,

dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar kenyataan

dan gejala sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari

aspek dan cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, politik,

ekonomi, hukum, dan budaya).

b) Pembelajaran IPS

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada lingkungan belajar. Interaksi

peserta didik dengan lingkungan belajar dirancang untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran berupa sejumlah

kemampuan bermakna dalam aspek pengetahuan, sikap, dan

keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik sebagai

hasil belajar, atau setelah mereka menyelesaikan pengalaman

belajarnya (Saidiharjo, 2004: 12).

Sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa

pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

15
Rumusan tersebut di atas jelas menunjukkan bahwa tujuan

pendidikan menyangkut aspek-aspek yang substansial, terkait

dengan hidup dan kehidupan manusia secara komprehensif, terkait

dengan persoalan keimanan dan ketakwaan, menyangkut aspek

moralitas, kecerdasan, kemandirian, tanggung jawab, dan jati diri

bangsa. Walaupun kenyataannya dalam praktik, pendidikan

nasional cenderung bersifat intelektualistik, simbolik-formalistik,

bahkan dampaknya bisa mengarah kepada sifat materialistik.

Pendidikan IPS menjadi kurang bermakna bagi kehidupan manusia

yang asasi.

Di dalam Undang-Undang tentang sistem pendidikan

nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Sementara itu, pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang

secara kontekstual dapat meningkatkan kemampuan koqnitif siswa

dan secara aplikatif mampu memecahkan permasalahan yang

dihadapi dalam kehidupan nyata.

Tujuan pendidikan nasional kemudian diterapkan dalam

bentuk kurikulum. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, sehingga memunculkan

16
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), termasuk sudah

barang tentu untuk IPS. IPS pun harus diajarkan sesuai dengan

hakikat IPS yang sebenarnya. Pembelajaran IPS adalah proses

untuk melatih keterampilan para siswa, baik keterampilan fisik

maupun keterampilan berpikirnya dalam mengkaji dan mencari

jalan keluar atas masalah yang dialaminya.

Pada dasarnya pembelajaran ilmu pengetahuan sosial

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka

terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap

mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi

dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi

sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat.

(Sumaatmaja, 1980: 1).

Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS di atas,

diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran

sebagai kunci peningkatan jaminan kualitas pembelajaran

merupakan salah satu bagian penting dalam suatu proses

pembelajaran. Salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat

mengaktifkan siswa atau partisipatoris aktif adalah metode inkuiri.

Perubahan dan masalah adalah sesuatu yang lazim terjadi dalam

kehidupan. Hidup tidak bisa lepas dari masalah. Masalah ini

berangkat dari kebutuhan dan keinginan manusia yang tidak

semuanya bisa terpenuhi. Agar dapat menghadapi masalah-masalah

yang muncul tersebut, anak harus dilatih dan dibiasakan peka

17
terhadap masalah sosial dan yang paling utama adalah supaya anak

mampu memecahkan masalah sosial yang ada. Untuk itu

pembelajaran IPS harus berangkat dari masalah sosial yang bersifat

komplek.

Pembelajaran IPS harus menyediakan keterampilan yang

cukup, agar siswa mampu mendekati dan memecahkan masalah sosial

melalui pendekatan interdisiplinaritas. Dalam pembelajaran IPS harus

membekali siswa berbagai konsep ilmu dan pengetahuan praktis

untuk memecahkan berbagai masalah sosial (Musnir, 2008:

4). Proses pembelajaran ini sudah pasti memegang peran yang

sangat penting karena dari proses inilah tujuan IPS ditanamkan

kepada siswa. Metode atau prosedur yang paling tepat untuk

mengajarkan keterampilan berpikir dan mampu memecahakan

masalah yaitu metode yang berhubungan dengan problem solving

adalah metode inkuiri atau orientasi penelitian (Jarolimek, 1986:

43).

Sehubungan dengan hal di atas, Barth and Shermis

memberikan tiga orientasi pembelajaran IPS yaitu IPS sebagai

Citizenship Transmission, dalam hal ini maka IPS berisi penanaman

nilai-nilai patriotisme, warisan budaya, nilai-nilai tinggi budaya

politik, dan pandangan-pandangan yang telah disetujui. Yang

kedua, IPS sebagai Social Studies, siswa didorong untuk menguasai

konsep-konsep, teori-teori, generalisasi, dan proses inkuiri melalui

disiplin pelajaran ini sehingga dapat meningkatkan kualitas warga

18
negara. Ketiga, IPS sebagai Reflective Inquiry, melalui keyakinan

bahwa warga negara yang dididik dengan baik dan selalu dilatih

untuk memecahkan isu-isu sosial akan dapat melahirkan kebiasaan

berpikir yang mampu membebaskan diri mereka sendiri. (Massialas

and Allen, 1996: 6).

Saat ini tujuan pembelajaran IPS di Indonesia diatur dalam

Peraturan Pemerintah tentang pendidikan nasional nomor 22 tahun

2006 yaitu mendukung peserta didik memliki kemampuan untuk;

(1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya, (2) memiliki kemampuan dasar untuk

berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, ikuiri, memecahkan masalah,

dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memiliki komitmen

dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan (4)

memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan

global. Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model

implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada

semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD/MI)

sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA).

Menurut William (1976: 116) melalui pembelajaran terpadu

siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat

menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi

kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya.

19
Dengan demikian siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri

berbagai konsep yag dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan

aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru

sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para

siswa. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur- unsur

konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan

konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang keahlian yang relevan

akan membentuk kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar,

pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia

nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu (Pusat

Kurikulum, 2006: 5).

3) Problematika Pembelajaran IPS

Problematika pembelajaran IPS dalam penelitian ini yakni

persoalan, kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran

IPS.Problematika pembelajaran IPS meliputi kesukaran atau hambatan

yang menghalangi terjadinya belajar IPS.

Kendala/persoalan yang dihadapi dalam proses pembelajaran IPS

tidak bisa diabaikan begitu saja. Persoalan tersebut harus diupayakan cara-

cara pemecahannya. Masalah pembelajaran IPS melibatkan unsur yang

kompleks karena berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

pembelajaran. Diantara unsur tersebut yakni guru sebagai subyek

pembelajaranApabila problematika pembelajaran IPS dapat diidentifikasi

langsung dari subyek pembelajaran, maka akan diketahui kendala di

empiris pembelajaran IPS. Pendidikan IPS harus

20
mampu mengatasi masalah-masalah sosial kontemporer pada

masyarakat, seperti rendahnya etos kerja dan menurunnya jiwa

kewirausahaan dan masih banyak lagi.

Hal ini sesuai dengan hakikat IPS yaitu bidang studi tentang tingkah

laku kelompok umat manusia (the study of group behavior of human

beings) (Calhoun,1971;42) yang sumber-sumbernya digali dari kehidupan

nyata di masyarakat.Pembelajaran IPS memiliki peran penting dalam

menyiapkan peserta didik mengembangkan nilai-nilai kerja keras,hemat,

jujur, disiplin, kecintaan pada diri dan lingkungannya serta memiliki

semangat kewirausahaan. (Supriatna, 2007:2)

Hal ini sama dengan pendapat Sumaatmaja yang mengatakan bahwa

mata pelajaran IPS bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik

agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki

sikap dan mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang

terjadi dan terampil mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan

sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa

kehidupan bermasyarakat.

Pendidikan IPS juga memiliki peranan besar dalam membangun

suatu negara. Pendidikan IPS yang berkualitas tentu akan menghasilkan

generasi penerus yang berbobot untuk pengembangan negara. Dan

setiap individu wajib terlibat dalam pendidikan, khususnya

pembelajaran IPS yang dituntut berperan serta secara maksimal guna

meningkatkan mutu pendidikan. Perbaikan mutu pendidikan tentu saja

akan terus berlangsung demi sebuah pencapaian yang diinginkan. Dan

21
untuk menunjang perbaikan tersebut, pendidikan menuntut hadirnya

seorang guru yang memiliki kriteria tinggi demi menaikkan kualitas

peserta didik. Guru berperan penting selama proses pendidikan. Guru

harus bisa membangun sebuah kolaborasi dengan peserta didik agar

terjadi interaksi yang pada akhirnya akan menimbulkan suasana belajar

yang kondusif.

Namun nyatanya, salah satu permasalahan mengapa pendidikan

IPS begitu sulit untuk diintegrasikan, salah satunya terletak dari peran

guru itu sendiri. Dalam penyajian materi, guru lebih banyak berceramah

panjang lebar sehingga pendidikan IPS dianggap kurang menarik oleh

peserta didik. Adanya pengkotak-kotakan terhadap jenis mata pelajaran

seperti geografi, sejarah, sosiologi, ekonomi membuat peserta didik terasa

terbebani dengan seluruh mata pelajaran yang dipisah-pisahkan tersebut.

Dan dengan sistem kurikulum yang terus berubah sehingga

berdampak pada bobot dari pendidikan IPS itu sendiri. Belum lagi jika

guru tidak memahami dengan jelas isi dari materi yang akan disampaikan.

Karena Salah satu komponen pendukung bagi keberhasilan peningkatan

mutu pendidikan IPS adalah Kompetensi Pedagogik dan profesionalisme

guru merupakan kompetensi yang mutlak perlu dikuasai guru.

Kompetensi pedagogik pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran peserta didik.

Perubahan yang sangat cepat yang dialami masyarakat seiring

dengan berkembangnya zaman yang dibarengi bertambahnya tingkat

22
pemahaman dan juga pengetahuan manusia di bidang Sains dan Teknologi

telah membawa banyak dampak bagi kehidupan manusia secara umum

baik positif maupun negatif. Untuk mengiringi kemajuan yang berjalan

sangat cepat sampai saat ini kita masih menggantungkan harapan pada

pendidikan untuk tetap mengawal dan menjaga kehidupan sosial

masyarakat yang terus berubah. Namun dunia pendidikan kita yang

masih belum bisa mengejar cepatnya arus perubahan itu perlu

disesuaikan dan juga dijaga sehingga tetap mampu menjawab tantangan

dari perubahan dan kemajuan yang terus terjadi.

Dalam bidang pendidikan, Pendidikan Ilmu Sosial juga tidak lepas

dari tantangan yang sangat keras yang berupa tuntutan akan adanya

perbaikan kualitas pendidikan dan juga tenaga kependidikan. Melihat

kondisi yang dihadapi dan memang harus dilewati tersebut maka sudah

sepantasnya Pendidikan Ilmu Sosial mulai membenahi diri baik dari

bergeser dari tatanan epistomologi ke arah pengembangan inovasi dan

juga solusi bagi perkembangan pendidikan IPS ke depannya. Di mana hal

ini sangatlah sesuai dengan tujuan utama pendidikan IPS yaitu

mempersiapkan warga negara yang dapat membuat keputusan reflektif

dan berpartisipasi dengan sukses dalam kehidupan kewarganegaraan di

lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.

Masalah yang selalu dianggap menarik dalam pembelajaran IPS

selama ini, adalah temuan dari beberapa penelitian (Hasan, 2002) dan

tulisan (AL Mukhtar, 2004, Aziz, 2002, Supriatna,2002)

mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPS di sekolah selalu disajikan

23
dalam bentuk faktual, konsep yang kering, guru hanya mengejar target

pencapaian kurikulum, tidak mementingkan proses, karena itu

pembelajaran IPS tidak selalu menjenuhkan dan membosankan, dan

oleh peserta didik dianggap sebagai pembelajaran kelas dua (Somantri,

2001).

Padahal dalam pembelajaran IPS proses itu amat penting. Dalam

pembelajaran IPS, peserta didik diharapkan dapat memperoleh

pengetahuan, pengalaman-pengalaman dan menggunakan pengetahuan

tersebut dalam kehidupan demokratis, termasuk mempraktikkan berpikir

dan pemecahan masalah (Aziz, 2009).

Pembelajaran IPS di sekolah juga belum berupaya melaksanakan

dan membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokratis, sosial

kemasyarakatan dengan melibatkan peserta didik dan komunitas sekolah

dalam berbagai aktivitas kelas dan sekolah. Selain itu dalam pembelajaran

IPS lebih menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsep-konsep

yang bersifat hafalan belaka. Inilah yang dituding sebagai kelemahan

yang menyebabkan “kegagalan” pembelajaran IPS di sekolah-sekolah di

Yogyakarta.

Jika pembelajaran IPS selama ini tetap diteruskan, terutama hanya

menekankan pada informasi, fakta, dan hafalan, lebih mementingkan isi

dari proses, kurang diarahkan pada proses berpikir dan kurang diarahkan

pada pembelajaran bermakna dan berfungsi bagi kehidupannya, maka

pembelajaran IPS tidak akan mampu membantu peserta didiknya untuk

dapat hidup secara efektif dan produktif dalam kehidupan masa yang

24
akan datang. Oleh karena itu sudah semestinya pembelajaran IPS masa

kini dan ke depan mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi di dunia

secara global dan kontekstual.

Namun apakah idealisme yang nampak pada hakikat, tujuan dan

kompetensi IPS yang sesungguhnya ada pada realitas pembelajaran IPS

yang ada di wilayah kota Yogyakarta studi kasus di SMPN 5

Yogyakarta, SMPN 8 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 10 yang

diharapkan dapat mewakili problematika pembelajaran di Kota

Yogyakarta.

Peneliti secara random menentukan sekolah yang akan di teliti

dengan berbagai pertimbangan yakni kesediaan sekolah dalam

menerima peneliti untuk mengobservasi problematika pembelajaran IPS,

kecocokan jadwal sekolah dan peneliti serta sesuai dengan pembagiaan

wilayah dalam tugas mata kuliah problematika pembelajaran IPS.

Sebelumnya peneliti akan meneliti di banyak sekolah seperti di SMPN 1

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta namun di

karenakan sekolah beralasan terlalu banyak agenda dan mahapeserta

didik yang meneliti di tempat tersebut maka peneliti di tangguhkan

untuk meneliti juga di sekolah tersebut hingga deadline tugas ini.

Dalam laporan ini peneliti mengkaji beberapa topik tentang

problematika peembelajaran IPS kaitannya dengan dukungan sekolah

dan persepsi masyarakat, problematika pembelajaran IPS kaitannya

dengan Guru IPS serta problematika pembelajatan IPS dengan Peserta

didik di sekolah yang kan di bahas secara global berdasarkan data yang

25
kami peroleh dari wawancara, observasi ke sekolah dan MGMP IPS

Kota Yogyakarta serta diakhiri dengan berbagai pilihan alternatif solusi

untuk meminimalisir berbagai problem yang ada sehingga hakikat

tujuan pendidikan dan pembelajaran IPS tercapai.

26
BAB III

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Terdapat dua alasan, pertama adalah permasalahan yang

dikaji dalam penelitian tentang identifikasi problematika pembelajaran IPS di

DIY. Kedua, pemilihan pendekatan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang

dikaji dengan sejumlah data primer dari subjek penelitian yang tidak dapat

dipisahkan dari latar alamiahnya.

A. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan sampel purposif seperti yang diungkapkan

Cresswel (1998: 266), partisipan dan lokasi penelitian itu dipilih secara

dengan sengaja dan penuh perencanaan, penelitian yang dapat membantu

peneliti memahami masalah penelitian. Data penelitian ini dapat diperoleh

dari wawancara, observasi pelibatan (participant observation), dan

dokumentasi. Peneliti sendiri merupakan instrumen kunci, sehingga dia

sendiri yang dapat mengukur ketepatan dan ketercukupan data serta kapan

pengumpulan data harus berakhir. Agar memperoleh infomasi yang valid

dan kompeten maka subyek penelitian adalah guru-guru IPS di DIY.

Pertimbangan peneliti untuk memilih subjek penelitian di atas karena

guru merupakan pelaku utama dalam pembelajaran IPS. Guru mengalami

sendiri apa saja yang dihadapi ketika membelajarkan IPS. Guru sebagai

sumber primer yang menyediakan informasi terkait problematika

pembelajaran IPS.

27
B. Teknik Validitas Data

Untuk memeriksa validitas data menggunakan triangulasi sumber data

dan triangulasi teknik pengumpulan data (Sugiyono, 2011: 373). Triangulasi

sumber data dilakukan dengan memeriksa satu informasi dari informan

dengan informan yang lain. Data diperoleh dari berbagai sumber.

Triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan dengan memeriksa data

melalui teknik pengumpulan yang berbeda, yakni data dari wawancara,

dicocokkan dari data observasi dan dokumentasi.

C. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam suatu penelitian tergantung

pada jenis data yang akan diperoleh dalam penelitian. Peneliti melakukan

pengolahan data, yakni melakukan pengecekan kebenaran data, menyusun

data, melaksanakan penyandian (coding), mengklasifikasi data, mengoreksi

jawaban wawancara yang kurang jelas. Tahap ini dilakukan untuk

memudahkan tahap analisis. Dengan melakukan refleksi peneliti akan

memiliki wawasan otentik yang akan membantu dalam menafsirkan

datanya. Model analisis data yang dipergunakan adalah model Miles &

Hubermen analisis data terdiri dari pertama meliputi pengumpulan data

dengan diskripsi perilaku ekologis/observasi, catatan lapangan dan analisis

dokumen; kedua, reduksi data yang berarti proses pemilihan, menajamkan,

menggabungkan, dan mengorganisasikan data yang diperoleh sesuai dengan

tujuan; ketiga, penyajian data yaitu tahapan memaknai apa yang terjadi;

keempat, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

28
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di tiga (3) sekolah menengah pertama,

yakni SMP N 5 Yogyakarta; SMP N 8 Yogyakarta; dan SMP

muhammadiyah 10 Yogykarta. Hasil penelitian sebagai berikut.

A. Profil Sekolah

1. SMPN 5 Yogyakarta

Nama sekolah : SMP Negeri 5 Yogyakarta

NPSN : 20403257

NSS : 201046002003

Alamat : Jalan Wardani No. 1, Kota Baru, Gondokusuman,

Kota Yogyakarta, 55224

No. Telp : (0274) 512169; Mail: [email protected]

Akreditasi : Akreditasi A

Kepala sekolah : Suharno, S.Pd.,S.Pd.T.,M.Pd.T.

Status : Negeri

Lintang : -7.786308984924931

Bujur : 110.37626177072525

Visi – Misi

Visi : Mengukir Prestasi Tinggi, Piawai Mengasah Budi

Pekerti

Misi :

1. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif

29
2. Menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran

3. Melaksanakan “Kurikulum plus”

4. Mencetak manusia berdaya apresiasi seni tinggi

5. Mencetak sumber daya manusia yang berdaya guna

melalui IPTEK

6. Melaksanakan pembelajaran/bimbingan yang

efektif

7. Menyuasanakan kondisi bersaing sehat

8. Mengoptimalkan pencapaian prestasi akademik/non

akademik

9. Merealisasikan pencapaian berbagai target

10. Membangun spirit dan mentalitas keunggulan

11. Melaksanakan kegiatan yang bernuansa agamis

12. Mengamalkan ajaran agama, sebagai pencerminan

perilaku keluhuran budi pekerti.

Sejarah singkat SMPN 5 Yogyakarta:

Pada tahun 1944 – 1945 (jaman sebelum clas II) berdirilah Sekolah

Menengah Pertama khusus Putri (SMPP), yang awal berdiri berlokasi di Jalan

Sabirin Yogyakarta (sekarang lokasi SMU Stella Duce) dipimpin oleh Bp. Markoes

Suparto. Estafet pimpinan sekolah dilanjutkan oleh Bp. Samadi kemudian

dipercayakan kepada Bp. Dwidjo Hudjoyo. Selama kepemimpinan Bp. Dwidjo,

SMPP mengalami kesulitan mendapatkan lokasi kegiatan yang sesuai dengan laju

perkembangan dan kiprah pengabdiannya.Tempat kegiatan terpaksa berpindah-

pindah beberapa kali, dari Jl. Sabirin ke Jl. Kaliurang (sekarang lokasi

30
SMU 6 Yogyakarta) kemudian pindah ke Dagen (sekarang lokasi SMEA Negeri

3) dan akhirnya pindah ke bekas asrama MILITER ACADEMY (cikal bakal

AKABRI) yang sebelumnya sebagai asrama tentara Dai Nippon di Jl. Djuwadi 4

Yogyakarta.

Selanjutnya Bp. Dwidjo menyerahkan kepemimpinan SMPP kepada Bp.

R. Soemadi Gondoatmojo. Di bawah kepemimpinan beliau SMPP semakin

meningkat kiprah baktinya dan pada tanggal 23 Juli 1951 pemerintah menambah

lingkup peserta didiknya yang semula hanya peserta didik putri menjadi peserta

didik putra dan putri, dengan nama SMP Negeri V Yogyakarta. Sampai dengan

tahun 1959 SMP Negeri V tetap di bawah pimpinan Bp. Soemadi. Karena Bp.

Soemadi diangkat sebagai pengawas, beliau menyerahkan kepemimpinan kepada

Bp. Hadi Sajogo dan kemudian pada 28 Juni 1971, beliau menyerahkan

kepemimpinan kepada Bp. Drs. Soerjadi.

Pada tanggal 17 Juli 1974, di saat SMP Negeri V yang berlokasi di Jl.

Wardani dan dipimpin oleh Bp. R.D. Soeprapto, SMP Negeri IV diintegrasikan

“Manunggal” dengan SMP Negeri V Yogyakarta yang kemudian beralamatkan di

Jl. Wardani 1 Yogyakarta.

SMP Negeri V (baru) ini menjadi sekolah besar ditilik dari jumlah peserta

didik yang tertampung dalam 33 kelas. Karena kesulitan pengadaan ruang guru,

jumlah besar itu disederhanakan menjadi 30 kelas sehingga masing-masing parallel

kelas terdapat 10 kelas. Bertepatan dengan pengintegrasian tersebut, pemerintah

membangun SMP Negeri IV yang baru di Jl. Wates Yogyakarta. Pada tahun 1980

masih di bawah pimpinan Bp. Drs. Soerjadi atas kebijaksanaan Kantor

Wilayah Depdikbud Prop. DIY, SMP Negeri V berubah nama

31
(penulisannya) menjadi SMP Negeri 5 Yogyakarta. Bp. Drs. H. Soerjadi

menjabat kepala sekolah dari tanggal 26 Januari 1974 sampai dengan tanggal 31

Maret 1982, Selanjutnya berturut–turut SMP Negeri 5 Yogyakarta dipimpin oleh

Kepala Sekolah sebagai berikut: Bp. Soegiyarno, BA( 31-3-1982 s.d. 16-2-

1986), Bp. Bisoharjo, BA (17-2-1986 s.d. 7-8- 1992), Bp. Drs.H. Suraji (8-8-

1992 s.d. 9-9-1994), Bp Drs. Sunarto(9-9-1994 s.d 6-8-1988), Ibu Surtiyati,

S.Pd. (6-8-1998 s.d 31-12-2005), Bp. Drs. Suparno, M.Pd. (25-06-2005 s.d 24-

09-2012), Bp. Drs. Martoyo (25-09-2012 s.d 29-10-2013), Bp. Drs. Sugiharjo,

M.Pd(31-10-2013 s.d 2015), Dr. Suharno, S.Pd., S.Pd.T., M.Pd (05-2015 s.d

Sekarang).

2. SMPN 8 Yogyakarta

Nama sekolah : SMP Negeri 8 Yogyakarta

NPSN : 20403260

Alamat : Jl. Prof. Dr. Kahar Muzakir 2 Yogyakarta

No. Telp : (0274) 516013

Akreditasi : Akreditasi A

Status : Negeri

Kepala Sekolah : Dra. Nuryani Agustina, M.Pd

Visi – misi

Visi : Mewujudkan sekolah sebagai pusat pendidikan

berwawasan lingkungan yang mampu membentuk

32
manusia yang religius, rasional, reflektif,

teknologis, prospektif, responsif dan komunikatif

Misi :

1. Melaksanakan proses belajar mengajar dengan

mengutamakan peningkatan kurikulum untuk

mencapai kompetensi peserta didik yang terarah

kepada kebiasaan menjalankan syariat agamanya

dengan mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-

hari.

2. Mengembangkan proses belajar mengajar bagi

tenaga kependidikan dengan memperhatikan

kompetensi peserta didik yang terarah kepada

kebiasaan peserta didik untuk berani menyatakan

pendapat sendiri dan sekaligus memperhatikan,

memahami dan dapat menerima pendapat orang

lain.

3. Meningkatkan standar proses belajar mengajar yang

memprioritaskan kompetensi peserta didik kepada

kebiasaan untuk menggunakan pengertian-

pengertian yang transparan dalam berkomunikasi.

4. Meningkatkan pengembangan fasilitas pendidikan

untuk dapat bersaing dalam penerapan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

33
5. Menjalankan proses belajar mengajar yang

mengembangkan kompetensi peserta didik sehingga

tercapai standar kelulusan yang mengarah kepada

kebiasaan peserta didik untuk mengandalkan

kekuatan argumentasi yang rasional dalam

usahanya untuk membuat pendapatnya diterima,

bukan mengandalkan kekuatan lain seperti

kekuasaan, kekayaan dan bahkan kebaikan hatinya.

6. Menjalankan proses belajar mengajar yang

memperhatikan mutu kelembagaan dan manajemen

sekolah, mencapai kompetensi peserta didik sehingga

mengarahkan kepada kebiasaan peserta didik untuk

menggunakan lambang-lambang yang sudah

disepakati bersama dan menggunakan secara

konsisten sehingga orang dapat mempercayainya.

7. Menciptakan lingkungan sosial dan fisik disekolah

untuk dapat meningkatkan kerja sama dengan

berbagai lembaga yang ada.

8. Mengembangkan standar penilaian, model evaluasi

pembelajaran dan membiasakan atau

mengkondisikan berkembangnya kompetensi

peserta didik untuk percaya pada cara komunikasi

yang transparan, jujur, obyektif dan konsisten.

34
Sejarah singkat SMPN 8 Yogyakarta

Salah satu bagian yang cukup penting dari kebijaksanaan Politik Etis

adalah bidang pendidikan. Kebijaksanaan dalam bidang pendidikan bukan

hanya suatu bagian dari politik kolonial, akan tetapi menurut Brugmans

merupakan inti politik kolonial. Munculnya Politik Etis membawa

perkembangan pendidikan yang cukup pesat di seluruh wilayah Hindia

Belanda termasuk Surakarta. Dalam pelaksanaan Politik Etis memang

banyak penyelewengannya, namun demikian bukan berarti tidak berdampak

positif. Politik Etis telah mendorong perubahan sosial dikalangan penduduk

pribumi. Hal itu disebabkan banyak penduduk Bumiputera yang kemudian

mengenyam pendidikan Barat sebagai suatu cara untuk merubah pemikiran

yang tradisional. Pendidikan dianggap sebagai alat penyeleksi dan latihan

seseorang untuk memperoleh jabatan dalam masyarakat, seperti halnya di Jawa

yang merupakan pusat kekuasaan kolonial. Sistem pendidikan di Jawa

menunjukkan bahwa pendidikan menjadi kriteria yang lazim untuk

pengangkatan pegawai pada berbagai dinas, baik pada lembaga pemerintah

maupun pada perusahaan-perusahaan individual.

Sejarah perkembangan pendidikan modern di Indonesia tidak terlepas

dari Politik Etis yang diterapkan Belanda, dengan Trilogi Van Deventer yaitu

pendidikan, imigrasi dan pengairan. Dengan Trilogi Van Deventer inilah

pemerintah Belanda dituntut memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia

yang telah memberi kekayaan kepada negeri Belanda. Dalam bidang

pendidikan, pemerintah Belanda menjalankan “politik pemisahan”

(segregation), yaitu politik diskriminasi ras menjadi tiga golongan : Belanda,

35
Timur Asing (Cina), dan Pribumi. Pada awalnya persoalan pendidikan rakyat

pribumi (inlandsche bevolking) kurang diperhatikan oleh pemerintah

kolonial Belanda, termasuk pendidikan orang pribumi di Indonesia.

Pada awalnya gedung SMP 8 Yogyakarta merupakan gedung Neutraale

MULO ( sekolah setingkat SMP dengan pengantar bahasa Belanda), yang

terletak di jalan Jati No. 2 Yogyakarta (sekarang Jl Prof DR. Kahar Muzakkir).

Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya 1 April 1943, gedung ini

dipergunakan sebagai tempat pendidikan SGP (Sekolah Guru Putri) atau SGB

II dibawah pimpinan Sri Umiyati, adik Dr. Sutomo (pendiri Budi Utomo).

Terjadinya Clash II dan kota Yogyakarta diduduki Belanda, maka SGP mulai

tanggal 18 Desember 1948 sampai 29 Juni 1949 ditutup dan dibuka kembali

tanggal 8 Agustus 1949. Gedung ini pernah digunakan untuk pertemuan

Jenderal Soedirman pada perang mempertahankan kemerdekaan. Di ruang aula

pernah dipakai sebagai tempat pelantikan Jenderal Soedirman. Dalam

perkembangannya bangunan ini digunakan untuk SMP 7 Yogyakarta dan

akhirnya digunakan sebagai gedung SMP 8 Yogyakarta sampai

sekarang.

3. SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta

Nama sekolah : SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta

NPSN : 20403243

Alamat : Jl. Sagan No. 20, Terban Gondokusuman kota

Yogyakarta

No. Telp : 0274-560412

Kepala Sekolah : Endra Widyarsono

36
Status : Swasta

Visi – misi

Visi : Terbentuknya generasi prestasi, berkarakter dengan

budi terpuji.

Misi :

1. Mengoptimalkan proses pembelajaran dan

bimbingan terhadap peserta didik.

2. Memberdayakan sumber daya manusia (pendidik,

tenaga kependidikan dan peserta didik).

3. Mengaplikasikan manajemen pendidikan dengan

pola baru.

4. Memberikan tambahan pengalaman dan

penghayatan akan imtaq dan iptek dan berwawasan

karakter.

5. Membimbing peserta didik secara optimal dengan

mengenal potensi bagi pengembangan diri.

B. Profil Narasumber

1. Guru SMPN 5 Yogyakarta

Nama : Tama Enar Widyanto, S.Sos

NIP : 197107282014061002

Guru mata pelajaran : IPS sejak 2004

37
Riwayat pendidikan : S1 Fisipol UGM/Akta-IV UNY

Riwayat mengajar : SMPN 5 Yogyakarta, SMPN 8 Yogyakarta,

dan SMA PIRI 1 Yogyakarta

Pelatihan : 1. Implementasi kurikulum 2013

2. Pelatihan kemahiran berbahasa Indonesia bagi

guru non-bahasa Indonesia

3. Bimtek Pembelajaran dan penilaian bagi guru

IPS sekolah rujukan se-Jatim-DIY.

2. Guru SMPN 8 Yogyakarta

Nama : Supraptama

NIP : 196103151984031011

Guru mata pelajaran : IPS sejak 1984

Riwayat pendidikan : S1 Pendidikan Geografi UNY

Pelatihan-pelatihan : Penguatan Kurikulum 2013

3. Guru SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta

Nama : Esti Kurnianingsih, S.Pd

NIP : -

Guru mata pelajaran : IPS

Riwayat pendidikan : P.IPS UNY

SM3T UNY angkatan ke V penempatan di

Kabupaten Ngada

Pelatihan-pelatihan : -

38
DATA RESPONDEN MGMP IPS KOTA YOGYAKARTA

No. IDENTITAS RESPONDEN

1 Nama : Nafsu Priyanto

NIP : 19770409201461002

Gol : III a Penata Muda

Instansi : SMP Negeri 4 Yogyakarta

Alamat : Jl. Hayam Wuruk 18 Yogyakarta

instansi :S1

Pendidikan : 18 tahun

Lama

mengajar

2 Nama : Tri Eni Ernaningsih, S Pd

NIP : 1967705051991032015

Gol : Pembina/IV a

Instansi : SMPN 11 Yogyakarta

Alamat : JL. Hos Cokroaminoto 127 Yogyakarta

instansi : S1

Pendidikan : 24 tahun

Lama

mengajar

3 Nama : Rimawati

NIP :197002271997032004

Gol : Pembina/IV a

39
Instansi : SMP N 15 Yogyakarta

Alamat : Jl. Tegal lempuyangan 61 Yogyakarta

instansi : S2

Pendidikan : 20 Tahun

Lama

mengajar

4 Nama : Y. Sigit Prasetyo, S.Pd, M.Pd

NIP : M.551

Gol : Pembina/ IV a

Instansi : SMP Maria Yogyakarta

Alamat : Jl. briggjen Katamso 4 Yogyakarta

instansi : S2

Pendidikan : 20 Tahun

Lama

mengajar

5 Nama : Nurgianti

NIP :197311212006042010

Gol : IIIb/ Penata muda Tk 1

Instansi : SMP N 6 Yogyakarta

Alamat :Jl. RW Monginsidi 1 Yogyakarta

instansi : S1

Pendidikan :-

Lama

mengajar

6 Nama : Maryanto

40
NIP : 196605052007011022

Gol : Penata Muda TK 1/ III a

Instansi : SMP N 8 Yogyakarta

Alamat : Jl. Prof Dr Kahar Mudzakir 2 Yogyakarta

instansi : Sarjana

Pendidikan : 12 Tahun

Lama

mengajar

7 Nama : Ratnawati M

NIP : 1997703152008012008

Gol : Penata Muda

Instansi : SMP N 12 Yogyakarta

Alamat : Jl. Tentara Pelajar 9 Yogyakarta

instansi : S2

Pendidikan : 12 Tahun

Lama

mengajar

8 Nama : Isyawati

NIP :-

Gol :-

Instansi : MTs Muhammadiyah Gedongtengen

Alamat : JL. Dagen No.82

instansi : S1

Pendidikan : 12 Tahun

Lama

41
mengajar

9 Nama : Sumarjo

NIP : 19736242000121001

Gol : III/d

Instansi : SMP N 9 Yogyakarta

Alamat : Jl. Ngeksigondo No. 30 Yogyakarta

instansi : S2

Pendidikan : 19 Tahun

Lama

mengajar

C. Problematika Pembelajaran IPS di SMP

1. Problematika IPS kaitannya dengan Sekolah dan Masyarakat

Urgensi mengenai pembelajaran IPS telah banyak di bahas dalam

literatur, mengenai peran pendidikan IPS yang harusnya menjadi bagian

integral dalam kehidupan peserta didik untuk menyiapkan diri terjun dalam

dunia masyarakat yang sesungguhnya. Namun tidak dapat terelakkan bahwa

pendidikan IPS sendiri telah diabaikan tidak hanya oleh pihak sekolah yang

seharusnya mendukung seluruh pembelajaran demi tercapainya seluruh tujuan

pendidikan nasional maupun tujuan pendidikan dari masing-masing bidang

keilmuan.

Pendidikan IPS atau pembelajaran IPS nyatanya di pandang sebelah

mata oleh sekolah hal ini terlihat dari dukungan yang dilakukan pihak sekolah

agar tujuan dari pembelajaran IPS tercapai dan dapat dirasakan oleh

42
peserta didik/peserta didik terbukti dengan tidak adanya laboratorium IPS di

sekolah baik di sekolah swasta maupun negeri jarang kita temui setelah

kami tanyakan pada guru IPS di SMPN 8, SMPN 5 dan

SMPMuhammadiyah 10 seluruhnya kompak menjawab

“belum ada lab IPS disekolah mbak, walaupun begitu kehidupan sehari-

hari di masyarakat sebenarnya secara tidak langsung juga merupakan

laboratorium IPS. Walaupun ada lab IPS juga jarang sekali di pakai”

Menurut subyektif peneliti bagaimana IPS tidak dipandang sebelah

mata baik oleh sekolah, peserta didik maupun masyarakat secara umum

yang bersinggungan dengan pendidikan perlakuan yang diberikan pada

pendidikan/pembelajaran IPS saja berbeda. Namun hal ini bukan

sepenuhnya kesalahan pihak sekolah yang kurang mendukung pembelajaran

IPS dengan adanya Laboratorium IPS karena hal ini juga dipicu oleh beberapa

hal lain seperti alokasi dana yang minim dan urgensi dari laboratorium IPS

itu sendiri. Tidak adanya laboratorium IPS di sekolah nyatanya

menyebabkan pembelajaran IPS kurang maksimal dalam praktiknya, hal ini

di alami oleh guru IPS yang kurang kreatif dalam mengonsep pembelajaran

IPS yang tidak di dukungan adanya laboratorium IPS.

Pembelajaran IPS cenderung pasif siswa lebih banyak mendengar,

membaca, mengamati dari pada menciptakan sebagai bentuk praktik dari

pembelajaran IPS walaupun tidak harus menggunakan laboratorium IPS, hal

ini sesuai dengan data yang kami dapatkan dari angket terbuka yang kami

43
sebarkan MGMP IPS Kota Yogyakarta yang disampaikan oleh Pak Sumarjo

bahwa belum adanya dukungan laboratorium IPS di sekolah mengakibatkan

pemberian contoh ketika pembelajaran IPS menjadi abstrak hanya ada

dalam bentuk bayangan, khayalan dan pengamatan dari jauh saja sehingga

pemahaman peserta didik terhadap materi pun juga menjadi setengah-

setengah.

Akses jalan menuju sekolah. Akses jalan menuju sekolah MBS masih

memperihatinkan banyak jalan yang berlubang dan berbatu. Akibatnya jika

terjadi hujan kondisi jalan menjadi genangan air. Ini terjadi karena

mengingat jalan tersebut juga sebagai jalan menuju tempat wisata sehingga

sering dilalui kendaraan-kendaraan besar. Sekolah kurangnya dukungan

sekolah secara umum terlihat pada minimnya sarana dan prasarana seperti

LCD proyektor yang sekarang ini menjadi bagian penting dari pembelajaran

IPS di SMP kota Yogyakarta. Berdasarkan data yang kami peroleh dari

MGMP IPS di Kota Yogyakarta hampir seluruh responden menyebutkan

bahwa yang menjadi problematika IPS kaitannya dengan dukungan sekolah

dan masyarakat selain laboratorum IPS adalah sarana dan prasarana

terutama LCD yang menyebabkan pembelajaran IPS menjadi terhambat,

kurang lancar, kurang kondusif dan kurang maksimal karena kebanyakan guru

dan siswa sibuk membetulkan LCD portable atau bongkar pasang sehingga

memakan waktu dan pemahaman peserta didik terhadap materi IPS yang

di sampaikan juga kurang mendalam hanya pada bagian kulit luar dari materi

IPS saja yang dapat di serap oleh peserta didik.

44
Kemudian problematika berikutnya ialah mengenai jam pelajaran IPS

yang di tempatnya di hari terakhir sebelum libur misalnya di SMPN 5

kebanyakan berada pada hari jum’at dari 5 hari sekolah dan jamnya pun

jam-jam akhir yakni ba’da sholat dhuhur seperti di SMP Muhammadiyah 10

Yogyakarta juga demikian jam pelajaran IPS dilaksanakan ba’da dhuhur di

mana peserta didik sudah berpikir untuk segera hari libur dan segera pulang

ke rumah masing-masing. tampaknya hal ini juga terjadi di sekolah-sekolah

kota Yogyakarta lainnya seperti di SMPN 9 Yogyakarta bapak Sumarjo

menyebutkan bahwa:

“selain jam pelajaran yang terkadang di akhir, problematika


pembelajaran IPS kaitannya dengan dukungan sekolah ialah jam
pelajaran yang hanya 4 jam pelajaran dirasa kurang dengan materi
yang terlalu luas menyebabkan pembelajaran juga kurang variatif “

Jam pelajaran IPS di akhir menyebabkan konsentrasi peserta didik

untuk menyerap pelajaran IPS juga menurun karena kondisi peserta didik

dan kondisi guru juga mungkin sudah sedikit terforsir, ini memang sangat

berbeda dengan mata pelajaran lain seperti Matematika atau IPA yang di

anggap sulit dan urgen karena masuk dalam mata pelajaran yang di uji

nasionalkan dampaknya pada pembelajaran IPS di kelas ialah pembelajaran

menjadi cenderung pasif dan ramai sendiri serta mengeluh capek. Hal yang

demikian membuat pembelajaran IPS kurang bermakna hanya dijalankan atau

dilakukan untuk memenuhi presensi saja tanpa ada ilmu yang masuk dan di

serap oleh peserta didik, mindset peserta didik yang berpikiran bahwa

pelajaran IPS tidak penting karena tidak masuk pada ujian nasional juga

membuat pembelajaran IPS di kelas sedikit terabaikan sehingga alih-alih

45
peserta didik termotivasi untuk serius dalam belajar IPS nyatanya justru

termakan oleh mindset tersebut, peserta didik malas untuk belajar IPS dan

berimbas pada pembelajaran yang cenderung membosankan dan tidak

menarik lagi kemudian menyebabkan pembelajaran juga kurang kondusif

dan pasif dalam pembelajaran IPS tapi aktif bermain dan asyik sendiri.

Hal tersebut juga tampak ketika peneliti melakukan observasi di

SMPN 8 Yogyakarta ketika peneliti beserta guru IPS ingin masuk ke kelas

guru IPA yang sedang mengajar tidak kunjung mengakhiri pembelajarannya

walaupun bel pergantian jam sudah berbunyi hingga sekitar 15 menit

pelajaran IPS terbuang begitu saja. Ini juga merupakan indikasi bahwa

pelajaran IPS tidak dianggap penting sehingga jam pelajaran terlewat pun

bukan di anggap masalah padahal pembelajaran IPS juga merupakan

pembelajaran nilai dan sangat penting untuk membentuk karakter peserta

didik.

Jam pelajaran yang terbuang begitu saja dan jam pelajaran yang

kurang juga menjadi problem dalam pembelajaran IPS dengan materi yang

cukup luas sehingga guru tidak dapat melaksanakan pembelajaran IPS

secara variatif dengan berbagai metode yang unik dan membuat siswa tertarik.

Yang menjadi target dalam pembelajaran IPS yang mengalami masalah

tersebut hanyalah bagaimana seluruh materi yang luas itu tersampaikan dalam

waktu yang singkat, bukan lagi bagaimana pembelajaran IPS di kelas

menjadi bermakna dengan berbasis pembelajaran nilai untuk membentuk

karakter siswa salah satunya menjadi warga negara

46
yang baik dan critical thingking yang menjadi tujuan utama dari

pembelajaran IPS yang sesungguhnya dan paling utama.

Terpotongnya jam mengajar oleh waktu sholat dan makan. Seringkali

mata pelajaran ips diletakkan pada siang hari atau mendekati jam pulang

sekolah. Sehubungan dengan hal ini, tentu akan menjadikan kondisi badan

serta konsentrasi baik pendidik dan siswa kurang baik. Kondisi tersebut juga

ditemukan di sekolah Al Azhar, terlebih terdapat pemotongan jam mengajar

pada siang hari untuk ishoma (istirahat, sholat, makan). Pada masalah ini,

tidak terlepas dari stereotype bahwa mata pelajaran IPS itu mudah dipelajari

sehingga diletakkan pada siang maupun menjelang pulang sekolah tidak

menjadi masalah. Penyelesaian masalah ini secara ideal adalah dengan

pemerataan pembagian jam pelajaran.

Kebijakan full day school. Kebijakan yang menuai banyak reaksi dari

masyarakat, baik itu mendukung atau menolak. Pada aplikasinya yang

diselenggarakan oleh SMP AL Azhar pada awalnya terdapat penolakan dari

orangtua wali. Hal ini sebabkan karena waktu siswa telah habis dilakukan di

sekolah ssehingga beberapa hal terdapat imbasnya. Siswa terlihat sangat

lelah dan beberapa siswa menjadi malas untuk bermain dengan teman di

area rumah karena tidak ada waktu. Disisi lain setelah orang tua wali

menemukan hal positif yang terjadi pada anak-anaknya setelah

mendapatkan pendidikan di sekolah, saat ini orangtua wali justru sangat

mendukung adanya full day school.

Problematika IPS juga muncul dari persepsi masyarakat yang

terbentuk saat ini bahwa IPS itu pelajaran yang mudah sehingga tidak perlu

47
banyak belajar dan sudah dilakukan setiap harinya dalam kehidupan

dampaknya pada pembelajaran IPS di kelas ialah peserta didik yang kurang

tertarik dan mengabaikan guru saat menerangkan di dalam kelas, hal ini

menuntut guru untuk lebih kreatif sehingga persepsi “menggampangkan” itu

tidak mempengaruhi motivasi siswa untuk belajar IPS yang mungkin bisa

disiasati dengan metode guru agar seluruh peserta didik di dalam kelas terlibat

misalnya metode jigsaw yang mau tidak mau siswa harus belajar untuk

kemudian disampaikan pada teman sebayanya dari menyiapkan materi

kemudian mempresentasikannya. Dengan demikian tidak ada kesempatan

untuk peserta didik mengabaikan kegiatan pembelajaran di kelas akibat

persepsi “menggampangkan” tersebut.

Selain itu, IPS menjadi pelajaran yang di nomor duakan sehingga

tidak jarang ada orang tua yang menginginkan anaknya tidak mengambil

jurusan IPS karena dianggap kurang bergengsi dibandingkan dengan ilmu

saintek yang dipandang sebagai ilmu yang sangat rumit sehingga orang

yang dapat memahaminya adalah orang yang sangat pintar, biaya les dan

sekolahnya pun juga mahal. Ketika hal tersebut terjadi dalam lingkungan

pembelajaran kita maka akibatnya pembelajaran IPS akan memperoleh

perlakuan yang juga biasa saja baik oleh peserta didik maupun oleh sekolah

karena tidak dianggap urgen, terlebih pembelajaran IPS yang cenderung ke

bacaan sejarah yang begitu banyak, cenderung menghafal juga akan

memperuncing problematika pembelajaran IPS kaitannya dengan

masyarakat dalam hal ini adalah orang tua peserta didik yang terlibat

48
sebagai tiga pilar penting dalam terciptanya pendikan nilai yang bermakna

selain sekolah, peserta didik.

Sangat sulit mengubah mindset masyarakat yang begitu kental

memandang pembelajaran IPS kurang begitu bermakna karena dipandang

sebagai ilmu yang biasa saja, hal ini dikarenakan masyarakat yang kurang

memahami urgensi dan manfaat dari belajar IPS untuk keberlangsungan hidup

anak-anak mereka kelak, bahwa melalui pembelajaran IPS anaknya akan

menjadi warga negara yang baik, memiliki jiwa nasioanalisme yang tinggi

dan diharapkan akan berguna bagi orang tua, bangsa dan negara. Selain itu,

dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial yang timbul di masyarakat

sekitar mereka, persepsi lain mengenai pembelajaran IPS juga muncul bahwa

belajar IPS itu tidak memiliki produk akhir yang konkret seperti jurusan IPA

yang identik dengan praktikum, jurusan bahasa yang identik dengan

pembuatan film sebagai tugas dan produk akhir inilah salah satu problem

yang menjadikan IPS merupakan pembelajaran yang tidak menarik dan

cenderung di nomor duakan.

2. Problematika IPS Kaitannya dengan Guru

Untuk mengetahui promblematika pemebaljaran IPS bagi guru kami

melakukan dengan dua cara yaitu dengan observasi dan wawancara Guru

IPS. Dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. SMP Negeri 5 Yogyakarta

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 5 pada

kelas VIII C pada mata pelajar IPS dengan Guru bernama Tama Enar

Widyanto, S.Sos atau biasa dipanggil dengan Pak Tama.

49
a) Mengetahui karakteristik peserta didik :

1) Berdasarkan hasil pengamatan guru mengetahui sebagian besar

karakter peserta didik dikelas tersebut. Hal ini dibuktikan dengan

guru mengetahui sebagian besar latar belakang kehidupan peserta

didik, peserta didik yang mempunyai minat balajar yang baik dan

tidak, yang mempunyai kemampuan dalam proses pemahaman

belajar dengan cepat dan tidak.

2) Dengan mengetahui karakteristik peserta didiknya guru membagi

diskusi kelompok dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

b) Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)

1) Secara garis besar pelaksanaan proses belajar mengajar yang

dilakukan oleh guru sesuai dengan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yaitu melakukan persiapan yang dimulai

dengan berdoa, mengulas kembali pelajaran sebelumnnya, apersepsi,

mejelaskan tema baru, tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran,

malaksanaakan kegiatan inti, dan penutup dengan kesimpulan dan

tugas untuk pertemuan berikutnya.

2) Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelompok

dimana kelompok diskusi telah ditentukan oleh guru berdasarkan

pertimbangan tertentu. Diskusi kelompok berjalan sesuai dengan

tujuan pembelajaran. Guru membacakan pertanyaan yang di

diskusikan oleh masing-masing kelompok Masing-masing

50
kelompok berdiskusi dan mencari jawaban dengan menggunakan

sumber media berupa buku penunjang dan internet.

3) Guru terlibat langsung dalam kegiatan diskusi dengan berkeliling

pada setiap kelompoknya, namun masih ada beberapa peserta didik

yang belum mengikuti kegiatan diskusi dengan serius dan cenderung

bersifat pasif.

4) Hasil diskusi kelompok tersebut masing-masing kelompok

mempresentasikan jawaban yang telah mereka peroleh. Dan

kelompok lain menanggapi

5) Kemudian guru memberikan penjelasan lebih dalam mengenai

jawaban atas pertanyaan yang diberikan sekaligus penguatan tema

yang ingin dicapai.

6) Guru juga menghubungkan tema-tema tersebut dengan kehidupan

sehari-hari dan memberikan motivasi-motivasi untuk menjadi

peserta didik yang baik yang sesuai dengan harapan.

7) Guru menanyakan kembali hasil diskusi kepada masing-masing

peserta didik untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik.

Yang mempunyai pemhaman baik akan di beri reward berupa

stempet yang menunjukan poin peserta didik.

8) KBM ditutup dengan kesimpulan bersama dan memberikan tegas

yang akan dilakuakn pada pertemuan berikutnya.

c) Pengembangan Kurikulum

1) Guru telah menyiapkan perangkat pembelajaran berupa silabus,

RPP dan penilaian hasil belajar.

51
2) Sumber media yang digunakan beragam berupa buku pelajaran

IPS, media pembelajaran yang sesuai dengan tema misal dalam

bentuk power poin, menggunakan media internet.

d) Evaluasi Hasil belajar

1) Guru memiliki absen dan daftar nilai pada masing-masing peserta

didik.

2) Penilaian peserta didik melalui tugas individu, tugas dan diskusi

kelompok, uji kompetansi, dan ulangan semester.

e) Komunikasi dengan peserta didik

1) Guru telah memberikan contoh komunikasi yang baik kepada

peserta didik yaitu menggunakan bahasa yang santun dan

berbahasa indonesia dengan baik

2) Pada proses pembelajaran guru mendengarkan dan memperhatikan

semua pertanyaan dan tanggapan peserta didik dan membenarkan

jawaban peserta didik yang kurang pas.

3) Guru memberikan teguran yang baik kepada peserta didik yang

tidak mengikuti aturan dan kurang sopan kepada peserta didik

lainnya dan guru di kelas.

b. SMP Negeri 8 Yogyakarta

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 8 pada

kelas VII pada mata pelajaran IPS dengan Guru bernama Supraptama,

dapat dijelaskan sebagai berikut.

a) Mengetahui karakteristik peserta didik

52
1) Berdasarkan hasil pengamatan guru mengetahui sebagian besar

karakter peserta didik dikelas tersebut. Hal ini dibuktikan dengan

guru mengetahui sebagian besar latar belakang kehidupan peserta

didik, peserta didik yang mempunyai minat balajar yang baik dan

tidak, yang mempunyai kemapuan dalam proses pemahaman

belajar dengan cepat dan tidak.

2) Dengan mengetahui karakteristik peserta didiknya guru membagi

diskusi kelompok dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

b) Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)

1) Secara garis besar pelaksanaan proses belajar mengajar yang

dilakukan oleh guru sesuai dengan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yaitu melakukan persiapan yang dimulai

dengan berdoa, mengulas kembali pelajaran sebelumnnya, apersepsi,

mejelaskan tema baru, tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran,

malaksanaakan kegiatan inti, dan penutup dengan kesimpulan dan

tugas untuk pertemuan berikutnya.

2) Kegiatan pembelajaran hari ini adalah dilakukan dengan diskusi

kelompok yang merupakan kelanjutan dari diskusi kelompok

sebelumnya. Kelompok diskusi telah ditentukan oleh guru

berdasarkan pertimbangan tertentu. Diskusi kelompok berjalan

sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru memberikan tugas oleh

masing-masing kelompok. Masing-masing kelompok berdiskusi dan

mencari jawaban dengan menggunakan sumber media berupa

53
buku penunjang dan internet. Ada dua kelompok yang

mempresentasikan hasil diskusinya.

3) Guru terlibat langsung dalam kegiatan diskusi, dengan memberikan

penilaian namun masih ada beberapa peserta didik yang belum

mengikuti kegiatan diskusi dengan serius dan cenderung bersifat

pasif.

4) Hasil diskusi kelompok tersebut masing-masing kelompok

mempresentasikan jawaban yang telah mereka peroleh. Dan

kelompok lain menanggapi.

5) Namun pada saat satu kelompok berikutnya tidak

mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dengan alasan

bahwa hasil diskusi kelompoknya dibawa oleh temannya yang

tidak hadir pada saat itu

6) Kemudian guru memberikan penjelasan lebih dalam mengenai

jawaban atas pertanyaan yang diberikan sekaligus penguatan tema

yang ingin dicapai.

7) Guru juga menghubungkan tema-tema tersebut dengan kehidupan

sehari-hari dan memberikan motivasi-motivasi untuk menjadi

peserta didik yang baik yang sesuai dengan harapan.

8) Guru menanyakan kembali hasil diskusi kepada masing-masing

peserta didik untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik.

9) Karena ada satu kelompok yang tidak persentasi maka guru

melakukan kegiatan kuis untuk mengetahui tingkat pemahaman

pesetra didik.

54
10) KBM ditutup dengan kesimpulan bersama dan memberikan tegas

yang akan dilakuakn pada pertemuan berikutnya.

c) Pengembangan Kurikulum

1) Guru telah menyiapkan perangkat pembelajaran berupa silabus,

RPP dan penilaian hasil belajar.

2) Sumber media yang digunakan beragam berupa buku pelajaran

IPS, media pembelajaran yang sesuai dengan tema misal dalam

bentuk power poin, menggunakan media internet.

d) Evaluasi Hasil belajar

1) Guru memiliki absen dan daftar nilai pada masing-masing peserta

didik.

2) Penilaian peserta didik melalui tugas individu, tugas dan diskusi

kelompok, uji kompetansi, dan ulangan semester..

e) Komunikasi dengan peserta didik

1) Guru telah memberikan contoh komunikasi yang baik kepada

peserta didik yaitu menggunakan bahasa yang santun dan

berbahasa indonesia dengan baik

2) Pada proses pembelajaran guru mendengarkan dan memperhatikan

semua pertanyaan dan tanggapan peserta didik dan membenarkan

jawaban peserta didik yang kurang pas.

3) Guru memberikan teguran yang baik kepada peserta didik yang

tidak mengikuti aturan dan kurang sopan kepada peserta didik

lainnya dan guru di kelas.

55
c. SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di SMP Muhammadiah 10

pada kelas VIII pada mata pelajar IPS dengan Guru bernama Esti.

Diperoleh hal-hal sebagai berikut.

a) Mengetahui karakteristik peserta didik

1) Berdasarkan hasil pengamatan guru mengetahui sebagian besar

karakter peserta didik dikelas tersebut. Hal ini dibuktikan dengan

guru mengetahui sebagian besar latar belakang kehidupan peserta

didik, peserta didik yang mempunyai minat balajar yang baik dan

tidak, yang mempunyai kemapuan dalam proses pemahaman

belajar dengan cepat dan tidak.

2) Dengan mengetahui karakteristik peserta didiknya guru membagi

diskusi kelompok dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

b) Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)

1) Secara garis besar pelaksanaan proses belajar mengajar yang

dilakukan oleh guru sesuai dengan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yaitu melakukan persiapan yang dimulai

dengan berdoa, mengulas kembali pelajaran sebelumnnya, apersepsi,

mejelaskan tema baru, tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran,

malaksanaakan kegiatan inti, dan penutup dengan kesimpulan dan

tugas untuk pertemuan berikutnya.

2) Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelompok

dimana kelompok diskusi telah ditentukan oleh guru berdasarkan

56
pertimbangan tertentu. Guru menayangkan pertanyaan pada slide

yang harus di diskusikan oleh masing-masing kelompok Masing-

masing kelompok berdiskusi dan mencari jawaban dengan

menggunakan sumber media berupa buku penunjang dan internet.

3) Guru terlibat langsung dalam kegiatan diskusi dengan berkeliling

pada setiap kelompoknya, namun masih ada beberapa peserta didik

yang belum mengikuti kegiatan diskusi dengan serius dan cenderung

bersifat pasif.

4) Hasil diskusi kelompok tersebut dikumpukan kepada guru

5) KBM ditutup dengan kesimpulan bersama dan memberikan tegas

yang akan dilakuakn pada pertemuan berikutnya.

c) Pengembangan Kurikulum

1) Guru telah menyiapkan perangkat pembelajaran berupa silabus,

RPP dan penilaian hasil belajar.

2) Sumber media yang digunakan beragam berupa buku pelajaran

IPS, media pembelajaran yang sesuai dengan tema misal dalam

bentuk power poin, menggunakan media internet.

d) Evaluasi Hasil belajar

1) Guru memiliki absen dan daftar nilai pada masing-masing peserta

didik.

2) Penilaian peserta didik melalui tugas individu, tugas dan diskusi

kelompok, dan ulangan

e) Komunikasi dengan peserta didik

57
1) Guru telah memberikan contoh komunikasi yang baik kepada

peserta didik yaitu menggunakan bahasa yang santun dan

berbahasa indonesia dengan baik

2) Pada proses pembelajaran guru mendengarkan dan memperhatikan

semua pertanyaan.

3) Guru memberikan teguran yang baik kepada peserta didik yang

tidak mengikuti aturan dan kurang sopan kepada peserta didik

lainnya dan guru di kelas.

b. Wawancara terstruktur :

1. Pendidikan yang ditempuh guru IPS

Pengembangan sistem pendidikan IPS memang sering

mengalami proses pasangsurut. Mata Pelajaran IPS di sekelah, pada

jenjang SMP secara legal formalditetapkan dengan menggunakan

model pembelajaran IPS Terpadu. Pengertian terpadu bukan berarti

tidak ada lagi sub mata pelajaran seperti Sejarah, Geografi dan

Ekonomi, namun program pembelajarannya harus disusun dari berbagai

cabang ilmu dalam rumpun sosial dengan memadukan kompetensi dasar

yang ada.

Di sekolah, guru yang tersedia umumnya merupakan guru

dengan disiplin ilmu yang terpisah-pisah. Hal ini tentunya mengundang

masalah bagi guru untuk beradaptasi dalam pengintegrasian disiplin

ilmu sosial tersebut. Seperti halnya yang terjadi pada guru IPS yang

mengajar di SMP.

58
a) Berdasarkan hasil wawancara dengan guru IPS di SMP Negeri 5 yang

mengungkapkan sebagai berikut :

“Saya lulusan dari Sarjana dari UGM jurusan FISIPOL program


studi ilmu sosiatri dan mengambil akta mengajar di UNY
jurusan IPS. Untuk memperoleh pemahaman mata pelajaran IPS
terpadu saya sering mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan yang
sesuai dengan kompetensi dan kegiatan MGMP. Selain itu juga
memperdalam pengetahuan dengan mempelajari sendiri dengan
berbagai sumber media.”

b) Berdasarkan hasil wawancara denga Pak Supraptama, sebagai berikut:

“Saya kuliah di UGM dan kuliah jenjang Sarjananya di UNY


pendidikan Geografi. Untuk menghadapi IPS terpadu saya
sering mengikuti kegiatan pelatiah-pelatihan yang berbasis
kompetensi dan saya juga aktif ikut kegiatan MGMP. Selain itu
juga saya menambah ilmu saya dengan memperdalam sendiri
dengan menggunakan berbagai media.”

c) Hasil wawancara dengan Bu Esti di SMP Muh.10, sebagai berikut:

“Saya lulusan dari UNY dengan jurusan Pendidikan IPS, setalh

lulus saya ikut SM3T yang ditempatkan di Flores dan juga saya

mengikuti kegiatan PPG selama 1 tahun. Saya mengajar di sini

baru. Untuk memperdalam pengetahuan saya tentang mata

pelajaran IPS saya menggunakna bebagai sumber belajar yang

ada.”

d) pada salah satu guru IPS di SMP N 1 Wonosari, yang backgroundnya

adalah geografi

59
e) guru IPS SMP Negeri 1 NanggulanGuru tidak memiliki latar belakang

Pendidikan IPS melainkan dari D3 Akuntansi. Latar belakang pendidikan

yang tidak linier ini menyebabkan guru lebih condong ke pelajaran

ekonomi

f) Latar belakang pendidikan yang tidak linier. Guru IPS SMP Negeri 3

Girimulyo memiliki latar belakang pendidikan sejarah.

g) Latar belakang guru yang bukan dari jurusan pendidikan IPS. Guru IPS

di SMP MBS bukanlah asli dari jurusan Pendidikan IPS melainkan dari

jurusan pend. Sosiologi. Akibatnya guru harus belajar lagi mengenai materi

pelajaran IPS. Selain itu juga menyebabkan fokus guru dalam

menyampaikan materi pelajaran, misalnya guru yang dari lulusan

geografi maka dalam menjelaskan materi pelajaran akan lebih condong

ke arah materi geografi dari pada materi yang lainnya.

h) Latar belakang pendidikan guru yang bukan dari jurusan IPS. Guru yang

mengajar di SMP Negeri 5 Depok adalah guru yang berlatar Pendidikan

Geografi, hal ini berdampak pengaplikasian ilmu yang berbeda antara

IPS dan Geografi, walaupun jelas jika geografi termasuk kedalam

rumpun IPS akan tetapi hal ini berdampak pada proses pembelajaran

2. Pengalaman Mengajar dengan strategi mengajar

Pengalaman mengajar sangat mempengaruhi kematngan guru

dalam mengajar dan memberikan materi pelajaran. Semakin lama

mengajar pada mata pelajaran tertentu semakin baik pula guru menguasai

materi pelajaran. Melalui pengalamanan mengajar juga guru

60
semakin paham strategi mengajar agar peserta didik lebih memahami

materi pelajaran. Hal ini terbukti dengan hasil wawancara dengan guru

mata pelajaran IPS, seperti yang diungkapkan Pak Tama mengajar di

SMPN 5 sebagai berikut :

“Saya mengajar pada tahun 2004 pada mulanya mengajar mata


pelajaran geografi dan sosiologi kemudian pada tahun 2006
mengajar mata pelajaran IPS Terpadu. Strategi yang sering
digunakan dalam mengajar adalah dengan diskusi kelompok dan
penerapan kuis serta memberikan rewerd kepada peserta didik
berupa stempel sebagai penambahan poin atau nilai peserta
didik.”

Berdasarkan wawancara dengan Pak Supraptama di SMPN 8

sebagai berikut:

“Saya mengajar pada tahun 1984 mengajar mata pelajaran


geografi dan pada tahun 2006 mengajar mata pelajaran IPS
terpadu. Untuk mennyesuaikan dan meningkatkan pemahaman
mata pelajaran IPS terpadu saya mengikuti berbagai pelatihan
yang berkaitan dengan kompetensinya. Strategi pelajaran yang
sering digunakan dalam mengajar adalah dengan diskusi
kelompok dan menggunakan kuis untuk mengetahui pemahaman
peserta didik terhadap meteri yang diberikan.”

Hasil wawancara dengan Bu Esti di SMP Muh. 10 sebagai berikut:

“Saya mengajar baru 1 bulan setelah mengikuti SM3T


penempatan di Flores. Strategi mengajar dilakukan dengan
mengerjakan tugas perkelompok dan hasilnya dikumpulkan.
Setelah proses KBM ketika masih ada sedikit waktu peserta
didik berikan bonus berupa pemutaran Film.”

Dari hasil observasi guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab.

Menurut nara sumber bahwa jika menggunakan metode diskusi

justru siswa banyak yang menggunakan waktu diskusinya untuk

mengobrol sehingga dalam waktu 2 jam pelajaran tugas yang

61
diberikanpun beleum terselesaikan. Guru lebih suka menjelaskan

dan menuliskan point-point materi yang disampaikan dipapan

tulis lalu kemudian siswa menyalin tulisan tersebut didalam

bukunya masing-masing.

3. Persiapan mengajar dan Perangkat Mengajar

Sebelum mengajar Guru selalu melakukan persiapan terlebih

dahulu agar proeses KBM berjalan sesuai dengan tujuan belajar yang

ingin dicapai. Persiapan ini berupa Perangkat Mengajar seeprti RPP dan

silabus, bahan atau media yang akan diajarkan, sumber belajar. Hal ini

juga dilakukan oleh Pak Tama di SMPN 5, berdasarkan wawancara

sebagai berikut:

“Saya mempersiapan bahan-bahan yang akan digunakan untuk


proses KBM sebelum mengajar. Saya memiliki perangkat
mengajar seperti RPP, Silabus dan Penilaian yang telah
disesuaikan dengan kurikulum terbaru yaitu K 13.”

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Supraptama di SMPN

8 sebagai berikut:

“Saya melakukan persiapan sebalum proses KBM dengan


menyiapkan segala kebutuhan mengajar berupa perangkat
mengajar (RPP, silabus dan penilaian peserta didik), sumber dan
media pembelajaran. Perangkat mengajar juga sudah sesuai
dengan kurikulum 13 yang telah ditetapkan pemerintah.”

Sedangkan berdasarkan wawancara dengan Bu Esti di SMP

Muh. 10 sebagai berikut:

62
“Saya memiliki perangkat mengajar yang disesuaikan dengan
kurikulum 13. Persiapan mengajar juga saya lakukan sebelum
proses KBM dilaksanakan”.

4. Kompetensi yang harus dimiliki peserta didik dari pembelajaran IPS dan

nilai-nilai karakter yang diharapkan.

Pendidikan IPS adalaah program pendidikan yang membina

peserta didik agar menjadi warga negara yang baik dalam suasanan

kedamaian. Indikator yang diharapkan setelah mempelajari IPS, peserta

didik akan memperoleh sejumlah kompetensi yaitu berkomunikasi yang

baik, beradaptasi yang baik, transparansi dan berpikir positif. Dan

Pembelajaran IPS merupakan pembelajaran mengenai nilia-nilai sosia

yang disesuai dengan nilai-nilai karakter yang diterapkan kurikulum 13.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Pak Tama di SMPN 5, berdasarkan

hasil wawancara sebagai berikut :

“Saya memberikan pelajaran IPS selain menekankan pada


kognitif peserta didik juga tidak kalah pentingnya menekankan
pada penanaman nilai-nilai karakter yang diharapakan peserta didik
dapat mengaplikasikan nilai-nilai tersebut didalam masyarakat,
sehingga peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan keadaan
masyarakat. Setiap materi pelajaran IPS disampaikan juga pasti
disisipi dengan penanaman nilai karakter yang diharapkan dari
materi yang disampaikan.”

Demikian pula halnya dengan hasil wawancara dengan Pak

Supraptama, sebagai berikut :

“Pembelajaran IPS itu pada dasarnya menguatkan karakter


nasionalisme sebagai warga negara yang baik (good citizensip).
Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat mengbah
mindsetnya untuk menjadi warga negara yang baik. Dalam setiap
proses KBM selain materi pelajaran IPS yang saya sampaikan,

63
saya selalu menanamkan dan menekankan agar peserta didik
berperilaku menjadi warga negara yang baik”

Hasil wawancara dengan Ibu Esti di SMP Muh. 10, sebagai

berikut :

“Kompetensi yang ingin dicapai dari pembelajaran IPS


disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Selain itu juga saya
mengajarkan nilai-nilai karakter yang diharapkan setelah belajar
IPS”.

5. Problemtika yang dihadapi guru dalam mengajar mata pelajaran IPS dan

cara mengatasi problematika tersebut

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran

bersama peserta didik. Selama ini kita ketahui bahwa guru sebagai kunci

pokok suatu pembelajaran dikatakan berhasil atau tidak. Untuk

mencapai tujuan pembelajaran IPS disekolah tidaklah mudah. Proses

pembelajaran masih banyak permasalahan atau problem yang dihadapi

guru ips yaitu problem intenal guru dan problem ekstenal guru. Adapun

penjelasannya sebagai berikut :

a) Problematika Internal

Problem internal guru adalah masalah yang timbul dari dalam

diri guru itu sendiri. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut

1) Problem kompetensi Guru IPS

Kompetensi Guru merupakan suatu hal yang

mengambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang Seperti

64
hasil wawancara dengan Bu Esti di SMP Muh. 10 mengatakan

bahwa :

“Saya mempeunyai kesulitan dalam pembelajaran IPS adalah

mennetukan bagainama metode pembelajaran yang bisa

membuat peserta didik memahami pelajaran. Hal ini terjadi

karena pengalaman mengajar yang masih baru yaitu satu

bulan”.

Guru kurang menguasai materi IPS. Dilihat dari latar belakang

pendidikanGuru IPS SMP Negeri 3 Girimulyo, guru hanya

menguasai 1 mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakangnya.

Dalam mengajar yang kami lihat berdasarkan observasi kelas, guru

tersebut sering melihat buku paket. Dalam wawancara guru juga

mengaku kesulitan mengajar IPS saat materi pelajaran bukan

materi yang beliau kuasai. Berikut pernyataan guru:

“Kesulitan mengajar IPS itu tergantung materinya mampu

menguasai atau tidak, saya itu dari sejarah kalau mengajar

geografi, ekonomi ya sulit. Ya mau tidak mau yang saya

sampaikan yang saya paham, yang tidak paham saya lewati.”

b) Proplematika Eksternal

Prolematika eksternal guru adalah masalah yang timbul dari luar

diri guru seperti :

1) Karakter peserta didik

65
Menguasai karakter peserta didik dalam pembelajaran merupakan

strategi penting dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki latar

belakang yang berbeda-beda inilah yang sering menimbulkan

permasalahan bagi guru. Salah satunya adalah membangkitkan minat

peserta didik dalam belajar. Seperti yang diungakapkan Pak Tama

dalam wawancara sebagai berikut :

“Menurut saya masih ada sebagian peserta didik yang


kurang tertarik dengan pelajaran IPS. Hal in menjadi
tantangan bagi saya untuk bisa membuat peserta didik
menjadi tertarik dengan pelajran IPS misalnya dengan
pemberian rewerd tertentu kepada peserta didik yang telah
memahami materi belajar pada hari itu.”

Dan hasil wawancara dengan Pak Supraptama di SMPN 8 sebagai

berikut :

“ Saya harus memberikan treatment , menghubungkan agar


peserta didik punya pandangan yang setara dengan peserta
didik yang lainnya. Dan bagi saya pembentukan karakter
peserta didik itu yang paling penting sehingga menjadi
tantangan tersendiri. Bagi saya memberikan contoh dan
menanamkan serta memadukan karakter pada setiap materi
adalah salah satu cara yang dilakukan agar peserta didik
memiliki karakter yang sesuai dengan harapan. ”

Hasil wawancara dengan Bu Esti di SMP Muh. 10, sebagai berikut:

”Menurut saya untuk membangkitkan semangat belajar


peserta didik saya harus mencari metode yang pas sehingga
peserta didik mempunyai motivasi belajar.”

2) Perangkat pembelajaran guru yang banyak

Berdasarkan hasil wawancara SMP Negeri 1 Wonosari:

Perangkat pembelajaran guru yang banyakPerangkat guru yang

66
harus disiapkan sebagai kewajiban sedikit mengganggu

pembelajaran karena banyak yang harus dikerjakan. Hal ini

menyebabkan proses pembelajaran terganggu. Guru menjadi tidak

maksimal dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik di

kelas.

Guru IPS SMP Negeri 1 Nanggulan Kurangnya kesiapan guru

dalam perangkat pembelajaran. Guru tidak mengacu pada Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) karena guru tidak membuat RPP.

Guru IPS SMP Negeri 3 Girimulyo banyaknya administrasi guru

menyebabkan guru kesulitan. Guru mengeluhkan banyaknya

administrasi yang harus dipenuhi guru hal itu membuat guru

kesulitan. Guru memilih untuk pensiun dini karena merasa semakin

kesulitan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan guru sebagai

berikut:

“banyaknya administrasi yang harus dibuat, kalau bisa

menghindari mending menghindari. Maka tahun depan saya mau

pensiun.”

Guru-guru yang rata-rata sudah berumur menyatakan bahwa

mereka merasa kesulitan membuat perangkat pembelajaran yang

sesuai dengan K-13 karena mereka tidak begitu aware dengan

teknologi. Untuk mengetik saja mereka membutuhkan waktu yang

sangat lama. Mereka juga belum paham mengenai perangkat tersebut

karena revisi dilakukan secara terus-menerus jadi ketika

67
mereka sudah mulai paham dengan perangkat yang lama ternyata

tidak lama kemudian sudah direvisi dan diganti baru lagi.

Perangkat yang dibuat oleh MGMP dinilai kurang sesuai dengan

karakteristik siswa dan keinginan guru pribadi oleh karena itu

jarang digunakan.

3) Kurikulum IPS

Pergantian kurikulum yang terjadi sering menjadi tantangan

tersendiri dalam proses belajar mengajar disekolah. Perubahan

kurikulum yang ini membuat guru mengalami kesulitan. Seperti

yang diungkapkan Pak Tama di SMPN 5 berdasarkan hasil

wawancara sebagai berikut:

“Beberapa periode terakhir in hampir setiap semester terdapat

perubahan, dan setiap perubahan selalu mengalami kendala

yaitu pergantian kurikulum, semua peserta didik belum dapat

materi yang harusnya mereka peroleh karena pergantian

materi pada kurikulum, materi pada kurikulum masi bersifat

normatif padahal sekarang dituntut untuk bersifar

problematik .Pandai-pandainya guru untuk memperdalam

materi yang disampaikan dengan menggunakan berbagai

sumber belajar yng menunjang agar pemahaman peserta

didik mendalam.”

68
Selain itu juga berdasarkan hasil wawancara dengan Pak

Supraptama di SMPN 8, sebagai berukut:

“Tantangan Guru IPS cukup berat mengenai IPS yang harus

meleburkan pemahaman konsep dengan aplikatifnya.

Pendekat kurikulum yang masih normatif, konsepnya masih

dangkal atau kulit-kulitnya saja sehingga masih perlu

pendalam yang harus guru kuasai karena konsep yang

fundamental harus di berikan. Materi yang saya sampaikan

sering saya perdalam sendiri dengan harapan peserta didik

memperoleh pengetahuan yang lebih ”

Menurut beberapa guru di SMP yang ada di Kecamatan Sewon,

problematika pembelajaran IPS terletak pada ketidakmampuan

guru dalam mengintegrasikan atau memadukan ke-empat disiplin

ilmu (ekonomi, geografi, sejarah, dan sosiologi) yang menjadi bagian

dari IPS karena background pendidikan yang berasal dari jurusan

Pendidikan Sejarah, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Akuntansi,

dan Pendidikan Geografi. Seperti yang dikatakan oleh bapak SD

berikut ini.

Saya ini orang sejarah jadi ndak dong untuk yang Ekonomi,

Geografi, dan Sosiologi, kebetulan ada Pak W, dia orang

Geografi sehingga ketika saya ada kelemahan dalam Geografi

saya tanya Pak W, nah itu memang sambil jalan

69
saya belajar Ekonomi, Geografi, dan Sosiologi, itu

hikmahnya, tapi di sisi lain ilmu Sejarahnya tergerogoti,

anak saya kebetulan juga di Sejarah, dia bilang ‘pak kalau

orang itu mempelajari satu maka ini hebat tapi ketika orang

itu mempelajari empat unsur maka yang ini tergerogoti’ itu

jebulannya betul jadi Sejarahe soyo do ilang, Geografi

Ekonomi belum dong, nah tapi ya nggak papa yang penting

kita tetep semangat yang penting bukunya ada.

Hal tersebut senada dengan yang dikatakan oleh Pak M dari SMP di

Kecamatan Banguntapan.

Sebenarnya walaupun katanya terpadu tetep nggak bisa kalau terpadu

semua tetep nggak bisa mbak walaupun dimasuk-masukkan, buku

yang ada juga gitu tetep sendiri-sendiri materinya nggak terpadu,

yang kelas satu pertama materinya Geografi kalau kelas dua Sejarah,

enaknya tetap sendiri-sendiri mbak walaupun bisa dikaitkan tapi

kadang dipaksakan untuk bisa terpadu itu mbak, buku yang materi

ini dikaitkan dengan empat itu Geografi, Sosiologi, Sejarah, dan

Ekonomi itu juga belum ada, karena sekarang empat itu jadi satu ya

mau nggak mau harus belajar empat itu, saya kebetulan dari

Ekonominya, belum ada, belum ada, ekonomi dua, sejarah satu,

akuntansi satu, guru di sini belum ada yang dari lulusan IPS, IPS itu

produk tahun berapa? IPS itu kan program baru.

70
Menurut pernyataan dari Pak SD pada awal diterapkannya Kurikulum

2013 guru-guru sudah mendapatkan pelatihan mengenai bagaimana cara

untuk memadukan berbagai disiplin ilmu dalam mata pelajaran IPS tetapi

proses pelatihan terkesan kurang persiapan dan tidak maksimal. Berikut

pernyataan dari beliau.

Saya pribadi K13 ini membingungkan, dulu guru-guru yang kelas

VII pernah ditatar di LPMP, total 22 guru per mata pelajaran dua

guru mapelnya ada sebelas, pelaksanannya aneh, di sana itu toh ditatar,

ditatar seminggu sebelum masuk ajaran baru lima hari, lima hari itu

ditatar oleh guru inti, saya ini IPS berarti dengan guru inti IPS, guru

inti ini mendapat sosialisasi K13 lima hari di Semarang dari

instruktur dari Jakarta, jadi setelah lima hari ditatar guru inti langsung

ngisi di LPMP untuk ngisi seperti saya-saya ini, ketika lima hari saya

ikut penataran, guru inti ketika menyampaikan materi ketika teman-

teman bertanya pak ini gimana ya kok ndak dong ya baca saja buku

petunjuknya ini pelajari sendiri pak terus ketika ada komplain pak ini

kok begini harusnya ndak begini, ya memang ya pokoknya laksanakan

saja dari sana seperti itu. Ternyata waktu jam- jam istirahat kan guru

inti itu teman sendiri ya sesama guru ternyata banyak instruktur yang

bilang aku iki jane yo urung dong, ternyata banyak instruktur yang

ditatar di Semarang itu belum paham belum matang.

71
Senada dengan pernyataan dari Pak SD, Ibu H yang

merupakan guru IPS kelas VIII juga menyatakan bahwa

pembelajaran IPS masih belum terpadu, diibaratkan seperti

kue lapis. Ibu H merasa kesusahan menyampaikan materi

yang bukan bidangnya sehingga keilmuan yang

disampaikan menjadi dangkal. Beliau juga merasa bahwa

banyak materi penting mata pelajaran seperti ekonomi yang

tidak tersampaikan karena terpadu.

3) Penerapan kurikulum 13 dalam pembelajaran IPS.

Muatan pembelajaran di Sekolah Menengah

Pertama/Madrasah Tsanawiyah yang berbasis pada konsep-konsep

terpadu dari berbagai disiplin ilmu untuk tujuan pendidikan adalah

matapelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS).

Pada hakikatnya IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata

pelajaran dalam bentuk integrated sciences dan integrated social

studies. Muatan IPS berasal dari sejarah, ekonomi, geografi, dan

sosiologi. Kedua matapelajaran tersebut merupakan program

pendidikan yang berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan

berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan

72
sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial

dan alam.

Tujuan pendidikan IPS menekankan pada pemahaman

tentang bangsa, semangat kebangsaan, patriotisme, dan aktivitas

masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Integrasi berbagai konsep dalam matapelajaran IPS

menggunakan pendekatan transdisciplinarity di mana batas-batas

disiplin ilmu tidak lagi tampak secara tegas dan jelas, karena konsep-

konsep disiplin ilmu berbaur dan/atau terkait dengan permasalahan-

permasalahan yang dijumpai di sekitarnya. Kondisi tersebut

memudahkan pembelajaran IPS menjadi pembelajaran yang

kontekstual.

Pembelajaran IPS diintegrasikan melalui konsep ruang,

koneksi antar ruang, dan waktu. Ruang adalah tempat di mana

manusia beraktivitas, koneksi antar ruang menggambarkan mobilitas

manusia antara satu tempat ke tempat lain, dan waktu

menggambarkan masa di mana kehidupan manusia itu terjadi.

Seperti halnya yang disampaikan Pak Tama di SMPN 5

berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut :

“Pembelajaran IPS sekarang ini sudah terpadu sehingga

memudahkan untuk meyambungkan dengan fakta. Namum

kedalam materinya masih kurang sehingga guru harus

mampu memberikan materi yang lebih pada peserta didik.

73
Setiap materi yang dismapaikan juga memberika

pananaman karakter kepada peserta didik yang sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran.

Perubahan kurikulum ini juga harapannya tidak terlalu sering

mengalami perubahan karena ini sangat berkaitan dengan

materi yang diajarkan kadang materi itu berubah pada

tingktan jenjang. Jadi kemungkinan ada meteri yang tidak

tersampaikan kerena perubahan kurikulum.”

Dan berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Supraptama di

SMPN 8, sebagai berikut :

“Keterpaduan pembelajaran IPS ini sudah cukup baik namum

materinya masih berdifat normatif sehingga guru harus bisa

memberikan pendalam materi yang sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang diinginkan. Materi yang diharapakan

harus dapat disesaikan dengan keadaan sekarang dimana

peserta didik yang dituntut untuk pembelajaran yang berpikir

kritis, kreatif, komunikasi dan kolaborasi. Bagi saya yang

terpenting dari proses pembelajaran ini adalah penanaman

pendidikan karakter bagi peserta didik.”

Sedangkan hasil wawancara dengan Bu Esti di SMP Muh. 10,

sebagai berikut:

74
“Saya tidak mengetahui perubahan kurikulum secara jelas

karena saya mengajar pertama kali sudah menggunakan

kurikulum 13. Kurikulum13 saudah saya ketahui pada

waktu saya kuliah dan pada saat SM3T dan PPG 1 tahun.

Saya menerapkan kurikulum 13 pada peserta didik dengan

memadukan materi dan penanaman karakter terhadap peserta

didik sesuai dengan yang diinginkan.”

SMP Wonosari Gunung Kidul

“Kurikulum 2013 tetap kolaborasi dengan ceramah karena

terkadang siswa tidak mencapai tujuan

pembelajaran.Kurikulum yang digunakan adalah K13 yaitu

sebagian besar aktivitas pembelajran berpusat pada peserta

didik. Akan tetapi untuk memberikan penjelasan materi

secara mendalam .”

Penanaman pendidikan karakter seperti yang dikatakan oleh Pak

M (Banguntapan) dilakukan melalui pembiasaan mengucapkan

salam dan terima kasih kepada bapak dan ibu guru sebelum dan

sesudah proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan di Sewon,

penanaman karakter menurut Bu H dilakukan dengan membiasakan

siswa saling menghargai dan saling menyayangi antar teman

karena seringkali ada satu anak yang dikucilkan oleh teman-

temannya yang lain, kemudian bertanggung jawab, bekerja sama,

dan disiplin. Menurut pendapat Bu H perilaku siswa di

75
sekolah berkorelasi dengan perilaku siswa di rumah oleh karena

itu pendidikan karakter juga harus dimulai dari lingkungan

terdekat siswa yaitu keluarga.

Penanaman pendidikan karakter biasanya sudah masuk

dalam proses pembelajaran itu mas. Seperti disiplin dalam

mengerjakan tugas, bertanggungjawab, menyayangi teman

itu ya penting karena namanya juga masih anak-anak ya mbak

kadang itu ada anak yang dikucilkan dijadikan bahan

guyonan, saya itu sampe kasihan sekali melihatnya jadi ya

saya tegur saya tanya kenopo to nduk kok kancane iki

diperlakukan koyo ngunu kui, paling mereka ya cuma

senyum-senyum tapi akhirnya ya mau minta maaf terus ya

berteman lagi tapi beberapa hari kemudian ada lagi kejadian

yang sama cuma yang dikucilkan beda. Apa ya, ya

sepertinya lingkungan keluarga itu memang benar

berpengaruh mbak, kalo dirunut ke belakang biasanya anak-

anak yang seperti itu biasanya dari keluarga yang orang

tuanya cerai, kalo ndak ya yang orang tuanya sibuk jadi

ndak ada waktu memantau perkembangan anak. Karena kan

sama aja kalo di sekolah guru susah payah mengajarkan

karakter ini-itu tapi orang tua yang di rumah cuek sama

perilaku anak.

76
Sedangkan di SMP Banguntapan yang merupakan sekolah

budaya, sekolah sudah membiasakan siswa sebelum dan sesudah

belajar mengucap salam dan terima kasih dengan menggunakan

bahasa Jawa halus. Selain itu, juga dibiasakan untuk menyapa dan

mencium tangan ketika berpapasan dengan guru. Berikut

ungkapan Pak M mengenai pembiasaan hal tersebut untuk

menanamkan nilai-nilai karakter seperti sopan-santun, ramah, dan

peduli kepada sesama.

Di sini itukan sekolah budaya ya, jadi pendidikan karakter

gitu sudah dibiasakan setiap hari, ngucap salam sugeng

enjing, siang lan sonten. Setiap selesai pembelajaran siswa

juga dibiasakan mengucapkan matur nuwun jadi untuk

karakternya ya itu ya. Sama dibiasakan peduli kebersihan

lingkungan karena kesadaran siswa akan pentingnya

kebersihan itu masih agak rendah.

4) Strategi pembelajaran dan sumber belajar yang digunakan dalam

pelajaran IPS

Sterategi pembelajaran merupakan rencana tindakan

(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan

pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran.

Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari

semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.

77
Dan Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik

berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh

peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara

terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam

mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan maka guru

menggunakan berbagai strategi pembelajaran dan sumber belajar.

Hal ini seperti yang diungkapkan Pak Tama di SMPN 5 :

“Untuk mencapai tujuan pembelajaran berbagai strategi

pembelajaran digunakan. Pengunaan strategi belajar yang

paling sering dipakai adalah strudent center dengan

menggunakan metode diskusi kelompok seperti pada proses

KBM saat ini yang saya gunakan. Sumber belajar yang saya

gunakan dari berbgai sumber yang relevan demikian juga

dengan peserta didik memanfaatkan sumber belajar yang

mereka miliki.”

Sedangkan Pak Supraptama berdasarkan hasil wawancara mengatakan”

“Untuk memeproleh tujuan pembelajara yang dinginkan


saya menggunakan strategi yang berbeda-beda pada setiap
pelajarannya. Pada dasarnya strategi yang digunakan lebih
banyak menggunkan strategi student center seperti pada
sekarang ini menggunakan metode diskusi kelompok.
Sumber belajar yang saya gunakan dari berbagai sumber
dan media yang disesuaikan dengan materi yang diajaraka.
Demikian pula dengan peserta didik menggunakan sumber
belajar yang sesuai dengan mereka miliki.”

Demikian pula dengan Bu Esti di SMP Muh.10 berdasarkan hasil

wawancara sebagai berikut:

78
“Saya mengguankan strategi belajar yang membuat peserta
didik bisa aktif terlibat dalam kegiatan belajar. Sedangkan
sumber belajar yang saya gunakan dengan berbagai sumber
sesuai dengan materi yang saya ajarkan.”

5) Penilaian atau evalasi hasil belajar peserta didik

Evaluasi terdiri atas evaluasi pembelajaran dan evaluasi

hasil belajar. Evaluasi hasil belajar menurut Hamalik (1995:159)

adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan

informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk

membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh

siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai

pembelajaran yang telah ditetapkan. Adapun evaluasi pembelajaran

menurut Hamalik (1995: 171) adalah evaluasi terhadap proses belajar

mengajar. Secara sistematik, evaluasi pembelajaran diarahkan pada

komponen sistem pembelajaran yang meliputi komponeninput, yaitu

perilaku awal (entry behavior) siswa, komponen input instrumental,

yaitu kemampuan profesional guru/tenaga kependidikan, komponen

kurikulum (program studi, metode, dan media), komponen

administratif (alat, waktu, dan dana); komponen proses, yaitu

prosedur pelaksanaan pembelajaran; dan komponen output, yaitu

hasil pembelajaran yang menandai ketercapaian tujuan

pembelajaran. Demikan halnya dengan guru pada mata pelajaran IPS

bebagai komponen penilaian dan evalusasi yang digunakan.

Seperti halnya denga yang

79
dikemukakan oleh Pak Tama di SMPN 5 berdasarkan hasil

wawancara sebagai berikut:

“Untuk mengetahui capaian hasil belajar peserta didik saya


menggunakan kuis dan ulangan seperti ulangan harian,
ulangan semster. Selain itu juga penialain terhadap peserta
didik saya gunakan penilaian yang disesuaikan dengan
strategi belajar misalnya penilaian pada proses
diskusikelompok di kelas. Penilaian ini dipadukan juag
denga tugas-tugas yang diberikan oleh guru.’

Berdasarkan wawancara dengan Pak Supraptama, sebagai berikut:

“ Penilaian dan evaluasi hasil belajar yang saya gunakan


disesuaikan dengan tujuan belajar yang dicapai misalnya
menggunakan kuis, tugas-tugas, ulangan harian, ualangan
semester, penilaian pada diskusi kelompok dan penilaian
terhadap sikap peserta didik.”

Hasil wawancara dengan Bu Esti di SMP Muh. 10 sebagai berikut:

“Saya menggunakan penilaian seperti penilaian kognitif


dan sikap. Penilaian ini juag diambil melalui tugas yang
diberikan, dan ulangan-ulangan. Namum saya belum
sepenuhnya menggunakan penilaian karena saya baru
mengajar.”

Selain itu berdasarkan hasil angket terbuka yang telah kami

sebarkan di MGMP IPS Kota Yogyakarta beberapa guru pada

sistem penilaian mereka cenderung mengatakan terlalu banyak

penilaian, penilain yang cakupan luas dan terperinci, item yang

digunakan dalam penilaian banyak, penerapan penilaian masih belum

optimal karena terlalu luas sehingga nilai pelajaran IPS cenderung

rendah. Karena banyak yang mengatakan kalau penilaian terlalu

banyak sehingga dalam penerapannya masih sulit dan dalam

pengaplikasiannya masih setengah-setengah.

80
Kadang hasilnya juga tidak akurat karena terkadang guru juga

harus mau tidak mau menilai sesuai aturan misalkan dalam

kurikulum 2013 tidak boleh ada peserta didik yang tidak tuntas

padahal terkadang ada peserta didik yang nilainya masih dibawah

KKM meskipun sudah melaksanakan remedial. Kadang penilaian

kognitif peserta didik bagus tetapi penilaian sikap kurang baik begitu

sebaliknya. Mau tidak mau guru harus menuruti aturan bahwa

semua peserta didik haus dituntaskan sesuai dengan ketentuan

pemerintah. Penilaian pada kurikulum 2013 juga terlalu rinci dan

banyak sekali aspek yang harus dinilai jadi guru mau tidak mau

harus teliti juga menguasai IPTEK padahal kebanyakan guru IPS

sudah memasuki usia yang tidak muda lagi bisa dibilang generasi

yang kurang menguasai teknolgi meskipun tidak semua seperti itu.

3. Problematika IPS Kaitannya dengan Peserta didik

1. Hasil Observasi Peserta didik

Dari hasil observasi peserta didik yang dilakukan di SMP yang

ada di Yogyakarta.

a) Kesiapan peserta didik dalam menerima pembelajaran IPS

Pada dasarnya seluruh peserta didik yang kami observasi sebagian

besar peserta didiknya sudah menyiapkan diri tanpa harus di tegur

dan kondisikan oleh guru, ketika guru memasuki kelas mereka

sudah secara otomatis terorganisir menyiapkan buku IPS dan

peralatan lainnya. Tetapi yang kami lihat peserta didik putri yang

81
lebih siap daripada peserta didik putra. Pada awal pembelajaran

mereka cenderung masih bisa dikondisikan tapi setelah pelajaran

berlangsung setengah jam mulai peserta didik yang cenderung

“hiperaktif” melancarkan aksinya untuk berbuat jail, mengajak

temannya ngobrol sehingga kondisi kelas agak ramai.

Hal ini kami temui hampir di semua sekolah baik negeri

maupun swasta. Hanya saja di SMP N 5 Yogyakarta masih bisa

dikendalikan, berbeda dengan SMP N 8 Yogyakarta yang peserta

didiknya ketika di tegur diam sesaat, tetapi 5 menit kemudian ramai

lagi. Memang hanya anak-anak tertentu yang berbuat demikian tetapi

menyebabkan kegaduhan yang cukup membuat suasana

pembelajaran menjadi agak gaduh. Sedangkan di SMP 10

Muhammadiyah Yogyakarta peserta didik masih suka cari

perhatian karena memang guru yang mengajar masih muda (fresh

graduate) bahkan ketika kami observer juga ikut kena imbasnya

menjadi korban cari perhatian peserta didik yang memang pada

dasarnya anak-anak tertentu yang melakukannya.

b) Terdapat kelemahan pada sistem diskusi yang berlangsung di kelas.

Dengan sistem diskusi, ada beberapa materi yang sebanarnya

belum dipahami siswa karena tidak adanya gambar dalam power

point saat siswa maju presentasi seperti contohnya tidak ada

gambar kapak genggam, sehingga siswa masih banyak yang

bingung bagaimana bentuk kapak genggam. Sebaiknya guru juga

memberikan contoh penyampaian materi menggunakan media

82
power point, sebelum memberikan tugas kepada peserta didik

sehingga saat siswa persentasi tidak mengalami kebingungan

c) Antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran IPS dari yang

kami lihat sebagian besar sebenarnya pada awal pembelajaran semangat

tetapi yang kami lihat di SMP N 8 Yogyakarta peserta didik tertentu

saja yang ikut antusias ketika pelajaran berlangsung, sama halnya

dengan SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta masih banyak minat anak

yang kurang ketika pelajaran IPS. Hal ini mungkin karena jam pelajaran

IPS sudah memasuki jam siang sehingga menyebabkan peserta didik

bosan, mengantuk akhirnya banyak anak yang sibuk sendiri, ngobrol

dengan temannya, mainan hp, mengerjakan tugas mata pelajaran lain

berbeda dengan SMP N 5 Yogyakarta antusiasme peserta didik lumayan

tinggi karena memang pelajarannya masih pagi ditambah guru juga

memberikan nilai plus bagi peserta didik yang ikut berperan aktif untuk

pembelajaran IPS dengan memberikan kuis dan bagi peserta didik yang

menang akan diberi reward.

d) Berdasarkan observasi di kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung,

beberapa siswa aktif dalam diskusi dan presentasi, tetapi masih ada

beberapa siswa sangat kurang dalam kelancaran membaca dan sebagain

besar siswa tidak ada motivasi dalam diri siswa untuk membaca buku

pelajaran dan memperhatikan pelajaran IPS. Hal tersebut juga

dibenarkan guru.

“Semangat belajar anak jaman sekarang beda dari kemarin.


Apalagi disini sepak bola dan voli itu mengalahkan
segalanya. Disini anak-anak senang sepak

83
bola dan voli di waktu istirahat. Disini belajar yang
kondusif hanya terjadi di pagi hari, karena kalau anak-
anak setelah olahraga nanti dikelas sudah tidak fokus.”
e) Interaksi peserta didik dengan guru kami lihat sudah bagus banyak

peserta didik yang berani menyampaikan pendapatnya kepada guru,

bahkan peserta didik-peserta didik di ketiga sekolah tersebut rata-rata

mempunyai kepercayaan diri untuk menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan oleh guru, mereka juga tidak malu-malu lagi ingin berebut

mengajukan pertanyaan kepada guru. Peserta didik juga berani

menanggapi hasil diskusi oleh teman lainnya karena memang dari

ketiga sekolah tersebut menggunakan metode belajar diskusi, kerja

kelompok, presentasi. Jadi mereka sudah berinteraksi baik peserta didik

satu dengan peserta didik lainnya maupun peserta didik dengan guru

dan berjalan dengan baik proses kegiatan belajar mengajar tersebut.

Tetapi ada juga sedikit peserta didik yang tidak mau bertanya dan

cenderung pasif. Ketika guru mengajukan pertanyaan ada juga peserta

didik yang berulah dengan menjawab pertanyaan tersebut dengan

jawaban yang konyol. Ketika guru menyuruh memperbaiki jawaban

yang benar peserta didik yang kebanyakan berulah tidak mau

memperbaikinya.

Komunikasi peserta didik dengan guru maupun peserta didik

yang satu dengan peserta didik lainnya menurut yang kami lihat

hampir diketiga sekolah tersebut penggunaan tata bahasa yang

digunakan oleh peserta didik ketika berbicara maupun ketika

menyampaikan pendapatnya sungguh disayangkan sekali karena

84
mereka masih jauh dari penggunaan bahasa yang baik dan benar.

Mungkin karena perkembangan kids jaman now yang

menyebabkan rusaknya ejaan yang disempurnakan menurut tata

bahasa yang harusnya ada tata cara bagaimana berbahasa yang baik

dan benar. Tidak jarang peserta didik malah terkesan dibuat-buat

ketika menyampaikan pendapatnya. Sebagai contoh yang kami

lihat ketika seorang guru (Bapak Praptomo) menanyakan kepada

salah seorang peserta didik : “Mas, coba apa yang kamu ketahui

tentang penjelajahan samudera? Ahhh, pak gak mudeng aku pak,

lupa e‘’.

Kurangnya koreksi yang dilakukan oleh guru terutama tantangan

guru Bahasa Indonesia bagaimana bisa memperbaiki tata bahasa yang

baku dan baik. Bahkan ketika kami para observer mewawancarai peserta

didik mereka juga menjawab dengan bahasa kekinian yang gaul.

Sikap dan perilaku peserta didik ketika di dalam kelas

sebenarnya yang kami temui di ketiga sekolah,peserta didik hampir

keseluruhan sudah mencerminkan nilai-nilai karakter yang ingin dicapai

dalam pembelajaran IPS pada SMP N 5 Yogyakarta. SMP N 8

Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta ketika pelajaran

IPS berlangsung guru menyuruh berkelompok mereka bekerjasama

dengan baik dengan kelompoknya, tanggung jawab mereka juga bagus

ketika disuruh mewakili kelompok, mereka berusaha tanggungjawab

melaksanakan tugasnya. Mereka juga jujur ketika menjawab soal salah

harus disalahkan tidak berbuat curang. Bahkan di karakter religious

85
juga tertanam pada diri mereka karena yang kami jumpai ada peserta didik

yang mengucapkan salam setelah selesai jam pelajaran IPS waktu itu di

SMP N 8 Yogyakarta istirahat dan shalat mereka langsung menuju ke

mushola untuk shalat.

Nilai-nilai yang ditanamkan pada diri peserta didik supaya

menjadi pribadi yang berkarakter sebetulnya hampir sudah dilakukan oleh

para guru IPS. Hanya saja memang peserta didik terkadang karena

memiliki jiwa yang masih labil ingin mencari jati diri. Problematika

pembelajaran IPS sendiri menurut wawancara peneliti dengan beberapa

peserta didik tiap sekolah sebetulnya factor utama adalah minat terhadap

pelajaran IPS. Tidak dipungkiri ketika kami tanya kendala apa yang

dihadapi oleh adik-adik saat belajar IPS : “Mbak, pelajaran IPS materi

terlalu sulit dipahami, membuat bingung, banyak sekali, akhirnya bosan

dan ngantuk”.

Ketika kami lihat di semua sekolah sarana dan prasarana

menunjang dengan baik untuk proses pembelajaran. Di kelas sudah

disediakan LCD dan proyektor sehingga memudahkan guru maupun

peserta didik untuk kegiatan belajar mengajar. Di SMP N 8 Yogyakarta

disediakan wifi juga untuk memudahkan akses internet peserta didik.

Bahkan di SMP N 8 Yogyakarta diperbolehkan peserta didik membawa

leptop untuk memudahkan belajar peserta didik. Memang di sekolah

negeri lebih baik dari pada sekolah swasta. Input dari peserta didiknya

pun berbeda antara negeri dan swasta. Guru SMP N 5 Yogyakarta pun

mengatakan: “Kalau di SMP N 5 Yogyakarta input peserta didiknya

86
sudah bagus jadi mereka kadang sudah bisa jalan sendiri, memang

guru hanya mengarahkan saja ( Bapak Tama )‘’.

Di sekolah negeri peserta didiknya kebanyakan berlatar

belakang keluarga dari kalangan ekonomi menengah keatas yang sadar

akan pendidikan anak-anaknya jadi itu juga berpengaruh pada tingkat

prestasi peserta didik. Guru SMP N 8 Yogyakarta mengatakan :

“Saya berharap pembelajaran IPS itu menjadikan peserta didik


berkarakter dan menjadi warga negara yang baik. Mampu
menerapkan ilmu social di masyarakat dan berjiwa social yang
tinggi. Karena anak sekarang sudah menjadi anak era
millennium yang kurang rasa kepekaannya terhadap lingkungan,
kadang jadi anak yang anti sosial akibat perkembangan jaman
(Bapak Praptomo) ‘’.

Memang menurut kami lebih banyak factor dari dalam diri peserta

didik yang mengarah pada problematika pembelajaran IPS. Mereka

cenderung tertanam dipikiran bahwa IPS pelajaran hafalan yang

membosankan. Minat terhadap pelajaran IPS juga kurang karena masih

ada bahkan hampir setiap peserta didik mempunyai mindset mereka

menganggap pelajaran IPS tidak masuk mata pelajaran UN dan

akhirnya merasa kurang penting, kemudian dianggap sebelah mata,

sehingga banyak peserta didik ketika pembelajaran kurang focus,kadang

juga menyepelekan sehinggaproses belajar tidak maksimal nilainya jadi

kurang baik.

Pola pikir tersebut juga secara tidak langsung mempengaruhi

pola pikir orang tua. Sudah dipastikanorang tua jarang yang menyuruh

87
anaknya untuk les mata pelajaran IPS, pasti yang diutamakan mengikuti

les adalah mata pelajaran yang di UNBK kan, karena sudah tetanam

pola pikir sedemikan rupa. Jam pelajaran IPS pun tidak sebanyak mata

pelajaran yang di UNBK kan. Padahal materi IPS tidak kalah banyak

dari materi mata pelajaran UNBK. Inilah tantangan guru IPS supaya

menumbuhkan minat peserta didik. Mungkin guru yang sudah tua juga

mempengaruhi proses pembelajaran IPS karena biasanya mereka lebih

suka dengan metode lama yaitu ceramah sepenuhnya. Padahal anak

sekarang tidak suka kalau pelajaran hanya ceramah. Mereka lebih

senang dengan permainan yang menyenangkan. Apalagi ada system

reward dan punishment membuat anak semakin antusias untuk

berlomba-lomba mendapatkan reward. Di SMP 10 Muhammadiyah

Yogyakarta problematika pembelajaran IPS lebih kompleks karena

memang berlatar belakang sekolah swasta dipinggiran kota dan

dibandingkan dengan sekolah negeri input peserta didiknya berbeda

jauh. Kondisi sedemikian rupa memang sudah bukan hal baru. Banyak

peserta didik ketika pelajaran IPS berlangsung kurang kesiapan dalam

menerima pelajaran. Pembelajaran juga kurang kondusif walaupun guru

sudah berusaha mengkondisikan peserta didik. Bahkan beliau berkata :

“Kalau disini peserta didik memang minat belajarnya masih


kurang, apalagi pelajaran IPS. Padahal saya juga sudah berusaha
mencari cara supaya peserta didik tertarik dengan pelajaran IPS.
Kebanyakan ramai jika di kelas dan suka cari perhatian. Apalagi
kalau ada orang baru (observer) pasti peserta didik langsung
ramai, heboh dan pelajaran tidak fokus ( Ibu Esti ) ‘’.

88
Berdasarkan hal tersebut menurut kami input peserta didik juga

berpengaruh dalam proses pembelajaran peserta didik. Kebanyakan

peserta didik yang berperilaku kurang baik akan mempengaruhi kondisi

peserta didik di satu kelas tersebut.Input sekolah negeri dan swasta tentu

saja berbeda. Di sekolah negeri yang favorit tentu saja input peserta

didiknya sudah bagus guru tinggal mengarahkan dan sebagai mediator

peserta didik sudah bisa jalan sendiri.

Di sekolah negeri dengan input siswa yang variatif juga berbeda

pula, kemampuan peserta didik ada yang kategori tinggi,sedang dan

cukup maka disini guru tidak hanya sebagai mediator tetapi masih perlu

diberi stimulus agar peserta didik mampu berpikir aktif kreatif dan

inovatif dengan baik bisa seimbang peserta didik yang kemampuan

tinggi tidak merasa jeuh dengan menunggu siswa yang kemampuannya

masih kurang begitu juga sebaliknya peserta didik tidak merasa terlalu

sulit mengikuti peserta didik dengan kemampuan yang tinggi, maka

tugas guru disini sangat berperan penting, pengelolaan kelas menjadi

tantangan sendiri bagi guru, sama halnya dengan sekolah swasta yang

cenderung notabennya mayoritas peserta didik dengan kemampuan

kurang maka disini guru tidak hanya sebagai mediator tetapi

membimbing, mengarahkan, dan memberi ilmu baik ilmu pengetahuan

maupun karakter dan sikap.

a) SMP N 5 Yogyakarta Pelaksanaan observasi pada hari Rabu

tanggal 19 Maret 2018 (Jam pertama dan kedua)

89
Proses Kegiatan Belajar Mengajar dengan kelompok diskusi dan

menjawab soal kuis dengan system jawaban singkat seperti mencongak

Observasi utnuk peserta didik :

1) Kesiapan peserta didik dalam menerima pembelajaran IPS

Peserta didik duduk dengan tertib seluruhnya terpenuhi ketika hp

diminta untuk dikumpulkan supaya proses KBM kondusif para

peserta didik cepat tanggap

Alat tulis dan sumber belajar untuk peserta didik putri lebih siap

dibandingkan dengan peserta didik putra

2) Antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran IPS

Ada beberapa peserta didik yang ramai, ngobrol dengan teman

sebangkunya dan ada beberapa yang mencari perhatian guru dengn

bersikap gaduh saat dijelaskan oleh guru

Peserta didik tetapi focus dengan pembelajarn IPS dengan kata

lain tidak sambil mengerjakan tugas mata pelajaran lainnya

Hampir semua peserta didik setiap guru mengajukan pertanyaan

dijawab dengan benar sehingga ada hubungan timbal balik

(stimulus-respon) antara guru dengan peserta didik

3) Interaksi peserta didik dengan guru

Hampir semua peserta didik aktif bertanya ketika mereka tidak

paham

Pembelajaran dilakukan secara diskusi kelompok dengan

menjawab soal-soal singkat seperti mencongak semua peserta

90
didik melakukannya dengan baik dan selama kegiatan kelompok

berjalan dengan lancar aktif peserta didiknya

Setelah mengerjakan tugas kelompok kemudian dicocokkan

jawaban dengan cara ditukar silang dengan kelompok lainnya dan

guru menyuruh memperbaiki jawaban jika masih ada yang salah dan

setiap peserta didik ketika kegiatan diskusi berusaha memperbaiki

jawaban pertanyaan yang masih salah

Dalam kegiatan mengemukakan pendapat tidak semua peserta

didik berpartisipasi menyampaikan pendapatnya, tapi hamper

sebagian besar berani mengemukakan pendapatnya

4) Komunikasi penggunaan bahasa yang baik dan benar

Ketika diberi kesempatan untuk berpendapat masih ada beberapa

peserta didik mengemukakan pendapatnya dengan bahasa yang

tidak baku mereka menggunakan bahasa kekinian

Peserta didik berusaha menjawab setiap pertanyaan guru dengan

baik dan benar meskipun tidak semua peserta didik mau bertanya

ketika diberi kesempatan bertanya kepada guru

5) Sikap dan perilaku peserta didik didalam kelas

Sikap dan perilaku peserta didik yang mencerminkan nilai karakter

yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS. guru sudah menerapkan

karakter cinta tanah air dengan pembelajaran sejarah selain itu

peserta didik mempunyai rasa tanggung jawab tinggi

91
ketika proses kegiatan belajar mengajar IPS jujur ketika

mengerjakan soal

Peserta didik bekerja sama dengan baik ketika berdiskusi dengan

anggota kelompoknya, antara kelompok satu dengan lainnya

berkompetisi secara sehat untuk berlomba-lomba mencari jawaban

yang benar karena ketika mereka menjawab pertanyaan dengan

benar mendapat reward dari guru yaitu berupa stampel, hal

tersebut menyebabkan peserta didik menjadi antusias untuk

mendapatkan stampel sebanyak-banyaknya untuk memberikan

jawaban terbaik

b) SMP N 8 Yogyakarta. Pelaksanaan observasi pada hari Rabu

tanggal 14 Maret 2018 (Jam kelima dan keenam)

Proses Kegiatan Belajar Mengajar dengan kelompok diskusi

presentasi. Pada saat akan masuk kelas agak terlambat dikarenakan guru

sebelumnya yang melebihi jam mengajar sehingga waktunya sedikit

terbuang.

Observasi utnuk peserta didik :

1) Kesiapan peserta didik dalam menerima pembelajaran IPS

Sebagian besar peserta didik yang kekinian rame dengan teman

sebangkunya dan cari perhatian

Alat tulis dan sumber belajar beberapa peserta didik asik

mengobrol dengan temannya ada yang main hp

2) Antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran IPS

92
Ada beberapa peserta didik yang ramai, ngobrol dengan teman

sebangkunya , ada yang mainan hp, ada yang tidur dan ada yang

mengerjakan tugas mata pelajaran lain

Hampir semua peserta didik berani menunjukkan diri maka peserta

didik tidak ragu-ragu mencoba menjawab pertanyaan yang

diajukan guru

Ada beberapa sebagian peserta didik yang focus saat pelajaran IPS

tetapi juga ada sedikit peserta didik yang asik dan sibuk dengan

temannya

3) Interaksi peserta didik dengan guru

Sebagian peserta didik mengajukan beberapa pertanyaan

Setelah mengerjakan tugas kelompok presentasi didepan kelas dan

berusaha menjawab pertanyaan dan semua peserta didik berebut

mencari jawaban pertanyaan yang diajukan

Beberapa peserta didik saling membenarkan ketika ada peserta

didik lain salah ketika menyampaikan beberapa pendapat mereka

Seiring berjalannya waktu peserta didik mulai aktif berani

mengungkapkan pendapatnya secara bergantian.

4) Komunikasi penggunaan bahasa yang baik dan benar

Peserta didik menyampaikan pertanyaan menggunakan bahasa

yang baik tapi tidak baku ketika ngomong (berpendapat)

Peserta didik berusaha menjawab setiap pertanyaan guru dengan

baik dan benar tetapi bahasa yang digunakan masih kurang baku

93
Ada beberapa peserta didik yang tidak menggunakan bahasa baku

ketika mengemukakan pendapatnya

5) Sikap dan perilaku peserta didik didalam kelas

Sikap dan perilaku peserta didik yang mencerminkan nilai karakter

yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS yaitu peserta didik

bersikap religious mau mengucapkan salam, kemudian mereka

hamper sebagian besar bersikap critical thinking sehingga hal

terkecil pun ditanyakan

Peserta didik berusaha aktif berpendapat, kondusif dan

bertanggungjawab menyelesaikan tugas yang diberikan

Saling bekerja sama dan membenarkan jawaban yang salah ketika

diskusi berlangsung

Peserta didik tetapi lebih efektif pembelajarannya dengan dibei

tugas daripada diskusi kelas karena peserta didik lebih kooperatif

c) SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Pelaksanaan observasi pada hari

Rabu tanggal 21 Maret 2018 (Jam terakhir)

Proses Kegiatan Belajar Mengajar dengan kerja kelompok

Observasi untuk peserta didik:

1) Kesiapan peserta didik dalam menerima pembelajaran IPS

Pada awal pembelajaran peserta didik bersikap tertib semua

berjalan baik

Alat tulis dan sumber belajar ada sebagian yang menyiapkan dan

masih ada beberapa yang tidak membawa alat tulis

94
2) Antusiasme peserta didik dalam mengikuti pembelajaran IPS

Sebagian peserta didik ada yang memperhatikan dengan seksama

da nada beberapa peserta didik yang asik sendiri selama proses

pembelajaran IPS

Hampir semua peserta didik focus mengerjakan kelompok dengan

bimbingan guru karena setiap saat guru berkeliling memantau

peserta didik

Ada sebagian peserta didik yang yang minat belajar kurang hal ini

dapat dilihat ketika guru bertanya peserta didik tidak merespon

dengan baik.

Ada peserta didik yang tidur dikelas karena memang pelajaran IPS

jam siang setelah dzuhur, ada yang asik ngobrol dengan temannya

sendiri.

3) Interaksi peserta didik dengan guru

Sebagian peserta didik mengajukan beberapa pertanyaan

Secara bergilir sebagian peserta didik bertanya pada guru dan guru

menjawab langsung ke bangku peserta didik.

Beberapa peserta didik ada yang tidak bisa menjawab pertanyaan

guru bahkan tidak mau memperbaiki pertanyaan yang salah dan

tidak mau mengemukakan pendapatnya.

4) Komunikasi penggunaan bahasa yang baik dan benar

Beberapa peserta didik ketika berusaha mengemukakan

pendapatnya tidak menggunakan bahasa yang baik dan benar

95
terkadang malah sering bercanda, menggoda gurunya karena

memang gurunya masih fresh graduate, muda, bahkan observer

juga di goda oleh peserta didik-peserta didik tertentu yang suka

cari perhatian.

5) Sikap dan perilaku peserta didik didalam kelas

Sikap dan perilaku peserta didik yang mencerminkan nilai karakter

yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS yaitu peserta didik

bersikap kerjasama meskipun tidak semua tapi sebagian besar

mampu bekerjasama dengan baik ketika kerja kelompok.

Seluruh peserta didik berusaha bertanggung jawab mengerjakan

lembar tugas dengan berdiskusi bersama teman sebangku, tetapi

banyak menghabiskan waktu dengan berdiskusi tanpa ada

ketentuan waktu(batas waktu) sehingga peserta didik kurang

sungguh-sungguh.

2. Wawancara dengan peserta didik

a) Di SMP Negeri 5 Yogyakarata, sampelnya sebanyak 2 orang.

Sampel peserta didik pertama

1) Menurut adik bagaimana pembelajaran IPS yang selama ini

diterima di sekolah? “Menurut saya pembelajaran IPS cukup

menarik dan tidak membosankan ‘’.

2) Bagaimana kondisi Bapak/Ibu guru saat mengajar IPS di kelas?

“Menurut saya, Bapak guru suka melawak dan menyenangkan

ketika mengajar IPS ‘’.

96
3) Apakah materi yang disampaikan Bapak/Ibu guru di kelas mudah

dipahami dan dimengerti? “ Iya mudah sekali kalau sudah penah

dengar atau mengetahuinya dan sudah disampaikan oleh Bapak guru

sebelumnya ‘’.

4) Apakah saat pemmbelajaran IPS berlangsung Bapak/Ibu guru

dikelas menggunakan media dan metode yang menarik?

“ Iya, Bapak guru menggunakan media yang cukup menarik

dengan power point, menonton film pendek. Metode yang

digunakan juga menarik karena tidak hanya mendengarkan

tapi diselingi kuis, diskusi kelompok dan pemeberian stampel‘’.

5) Kendala apa yang dirasakan saat mengikuti kegiatan pembelajaran

IPS ? “ Hampir tidak ada kendala, hanya pada saat akan ulangan

IPS karena harus menyiapkan dengan sungguh-sungguh kadang

sudah belajar tapi lupa saat mengerjakan soal ulangan’’.

6) Apakah pada saat pembelajaran IPS Bapak/Ibu guru sering

memberikan permainan? “Cukup sering Bapak guru

menggunakan permainan dan saya sering menang’’.

7) Pembelajaran yang seperti apa yang diinginkan untuk

membangkitkan semangat dalam belajar IPS? “ Saya ingin yang

banyak permainan dan kalau bisa tidak ada ulangan”.

8) Setelah pembelajaran IPS apakah ada makna dan manfaat yang

diperoleh untuk kehidupan sehari-hari? “ Iya ada, saya jadi tahu

tentang penjelajahan samudera”.

97
Sampel peserta didik kedua

1) Menurut adik bagaimana pembelajaran IPS yang selama ini

diterima di sekolah? “menurut saya pelajaran IPS baik-baik saja

‘’.

2) Bagaimana kondisi Bapak/Ibu guru saat mengajar IPS di kelas?

“menurut saya Pak guru sangat sabar ‘’.

3) Apakah materi yang disampaikan Bapak/Ibu guru di kelas mudah

dipahami dan dimengerti? “ menurut saya sangat mudah

dipahami dan dimengerti‘’.

4) Apakah saat pemmbelajaran IPS berlangsung Bapak/Ibu guru

dikelas menggunakan media dan metode yang menarik? “ Iya

Pak guru menggunakan media dan metode yang sangat menarik ‘’.

5) Kendala apa yang dirasakan saat mengikuti kegiatan pembelajaran

IPS ? “mati listrik dan tidak bisa menggunakan LCD saat

pelajaran IPS’’.

6) Apakah pada saat pembelajaran IPS Bapak/Ibu guru sering

memberikan permainan? “ Cukup sering Pak guru menggunakan

permainan tapi lebih sering pakai kuis’’.

7) Pembelajaran yang seperti apa yang diinginkan untuk

membangkitkan semangat dalam belajar IPS? “ saya lebih senang

belajar IPS memakai kuis”.

8) Setelah pembelajaran IPS apakah ada makna dan manfaat yang

diperoleh untuk kehidupan sehari-hari ? “ Iya ada, pemahaman

saya jadi luas”.

98
b) Di SMP Negeri 8 Yogyakarata, sampelnya sebanyak 2 orang.

Sampel peserta didik pertama

1) Menurut adik bagaimana pembelajaran IPS yang selama ini

diterima di sekolah? “menurut saya pelajaran IPS baik-baik saja

‘’.

2) Bagaimana kondisi Bapak/Ibu guru saat mengajar IPS di kelas?

“menurut saya pak guru saabar sekali ‘’.

3) Apakah materi yang disampaikan Bapak/Ibu guru di kelas mudah

dipahami dan dimengerti? “menurut saya lumayan ada materi

yang mudah ada materi yang sulit ‘’.

4) Apakah saat pemmbelajaran IPS berlangsung Bapak/Ibu guru

dikelas menggunakan media dan metode yang menarik? “jarang

dan kadang tidak menarik saat pelajaran IPS ‘’.

5) Kendala apa yang dirasakan saat mengikuti kegiatan pembelajaran

IPS? “menurut saya pemahaman dan penghafalan yang sangat

sulit’’.

6) Apakah pada saat pembelajaran IPS Bapak/Ibu guru sering

memberikan permainan? “tidak pernah pak guru memberikan

permainan’’.

7) Pembelajaran yang seperti apa yang diinginkan untuk

membangkitkan semangat dalam belajar IPS? “Saya ingin yang

ada permainan kerja kelompok dan penjelasan yang tidak

membosankan”.

99
8) Setelah pembelajaran IPS apakah ada makna dan manfaat yang

diperoleh untuk kehidupan sehari-hari? “Iya ada, saya jadi lebih

tahu dan paham”.

Sampel peserta didik kedua

1) Menurut adik bagaimana pembelajaran IPS yang selama ini

diterima di sekolah? “ saya paham dengan pelajaran IPS ‘’.

2) Bagaimana kondisi Bapak/Ibu guru saat mengajar IPS di kelas? “

menurut saya pak guru menyenangkan ‘’.

3) Apakah materi yang disampaikan Bapak/Ibu guru di kelas mudah

dipahami dan dimengerti? “ menurut saya iya cukup saya pahami

‘’.

4) Apakah saat pemmbelajaran IPS berlangsung Bapak/Ibu guru

dikelas menggunakan media dan metode yang menarik ? “ Iya sudah

cukup menarik menggunakan LCD ‘’.

5) Kendala apa yang dirasakan saat mengikuti kegiatan pembelajaran

IPS ? “ menurut saya tidak konsentrasi dan sering rebut di

kelas’’.

6) Apakah pada saat pembelajaran IPS Bapak/Ibu guru sering

memberikan permainan? “ tidak pernah pakai permainan’’.

7) Pembelajaran yang seperti apa yang diinginkan untuk

membangkitkan semangat dalam belajar IPS? “Saya ingin

pelajaran IPS yang seruu dan menyenangkan”.

100
8) Setelah pembelajaran IPS apakah ada makna dan manfaat yang

diperoleh untuk kehidupan sehari-hari? “iya saya tambah

ilmunya”.

c) Di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarata, sampelnya sebanyak 2

orang.

Sampel peserta didik pertama

1) Menurut adik bagaimana pembelajaran IPS yang selama ini

diterima di sekolah? “ menurut saya pelajaran IPS sangat baik,

dapat diterima, gurunya tegas dan seru ‘’.

2) Bagaimana kondisi Bapak/Ibu guru saat mengajar IPS di kelas?

“menurut saya bu guru slow tapi tegas ‘’.

3) Apakah materi yang disampaikan Bapak/Ibu guru di kelas mudah

dipahami dan dimengerti? “Ya, tetapi terkadang kami kurang

paham setelah dijelaskan lagi akhirnya paham ‘’.

4) Apakah saat pembelajaran IPS berlangsung Bapak/Ibu guru

dikelas menggunakan media dan metode yang menarik? “ jarang

dan kadang-kadang saja menggunakan media dan metode dalam

pelajaran IPS ‘’.

5) Kendala apa yang dirasakan saat mengikuti kegiatan pembelajaran

IPS ? “ bosan dan ramai dan banyak yang mengira IPS hanya

hafalan’’.

6) Apakah pada saat pembelajaran IPS Bapak/Ibu guru sering

memberikan permainan? “ ya contohnya seperti permainan

binggo’’.

101
7) Pembelajaran yang seperti apa yang diinginkan untuk

membangkitkan semangat dalam belajar IPS? “ menurut saya

diberikan game lain, ada cerita untuk membuat refreshing otak dan

diadakan kuis dan mendapat hadiah”.

8) Setelah pembelajaran IPS apakah ada makna dan manfaat yang

diperoleh untuk kehidupan sehari-hari ? “ Ya, kami dapat

menerapkan aspek social dalam kehidupan sehari-hari, seperti

kegiatan social, berorganisasi, dan saling menghormati sesama,

saling tolong menolong”.

Sampel peserta didik kedua

1) Menurut adik bagaimana pembelajaran IPS yang selama ini

diterima di sekolah? “ lumayan baik menurut saya pelajaran IPS

‘’.

2) Bagaimana kondisi Bapak/Ibu guru saat mengajar IPS di kelas? “

menurut saya bu guru menyenangkan dan kondisi sehat ‘’.

3) Apakah materi yang disampaikan Bapak/Ibu guru di kelas mudah

dipahami dan dimengerti? “ menurut saya iya cukup lumayan

kadang saya bisa pahami ‘’.

4) Apakah saat pembelajaran IPS berlangsung Bapak/Ibu guru

dikelas menggunakan media dan metode yang menarik? “ Iya

kadang menggunakan media dan metode yang menarik ‘’.

5) Kendala apa yang dirasakan saat mengikuti kegiatan pembelajaran

IPS? “ menurut saya materi IPS yang membingungkan’’.

102
6) Apakah pada saat pembelajaran IPS Bapak/Ibu guru sering

memberikan permainan? “ Iya kadang pakai permainan’’.

7) Pembelajaran yang seperti apa yang diinginkan untuk

membangkitkan semangat dalam belajar IPS? “ Saya ingin

pelajaran IPS dengan menonton film ”.

8) Setelah pembelajaran IPS apakah ada makna dan manfaat yang

diperoleh untuk kehidupan sehari-hari ? “ Iya ada, saya jadi

bertambah ilmunya dan mengenal dunia”.

Berdasarkan dari data observasi peserta didik diatas dapat disimpulkan

bahwa problematika pembelajaran IPS yang terjadi pada peserta didik adalah

ada dari factor intern dan ekstern. Faktor intern yang kami lihat peserta didik

cenderung kurang berminat terhadap pelajaran IPS, hal ini bisa dikarenakan

materi IPS yang sangat banyak dan luas sedangkan alokasi waktu yang tidak

banyak, sedangkan IPS sudah tertanam dipikiran peserta didik yaitu ilmu

hafalan yang membosankan.

Di setiap sekolah yang kami observasi pada dasarnya baik sekolah

negeri maupun swasta kendala yang dirasakan oleh dalam diri peserta didik

ketika proses kegiatan belajar mengajar yaitu tentang pembelajaran IPS yang

membosankan, materi yang membingungkan sehingga membuat peserta

didik malas, bosan, akhirnya ramai dan ribut sendiri apalagi pelajaran IPS

jam siang peserta didik sudah mulai tidak konsentrasi. Hal tersebut tidak

terlepas factor ekstern mungkin juga mempengaruhi.

103
Di sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta fasilitas yang menunjang

untuk kegiatan belajar mengajar sudah terpenuhi. Hanya saja input di sekolah

negeri dan swasta memang beda. Mungkin dari yang kita lihat di sekolah negeri

apalagi yang favorit input guru dan peserta didik sudah jauh lebih unggul

dibandingkan dengan sekolah swasta. Di sekolah negeri peserta didik sendiri

kebanyakan sudah sadar akan pentingnya belajar jadi tidak heran mereka jauh

lebih tertata. Tidak dipungkiri bahwa guru juga sangat berperan dalam

menunjang keberhasilan pembelajaran IPS. Yang kami lihat guru yang sudah

tua kadang sudah berbeda cara mengajarnya cenderung banyak ceramah

tapi tidak dibarengi dengan variasi pembelajaran sehingga menyebabkan

peserta didik bosan dan akhirnya sibuk ngobrol dengan teman sebangkunya.

Jadi metode yang digunakan menurut kami sangat berpengaruh untuk

mengurangi problematika pembelajaran IPS.

Pelajaran IPS yang kami lihat pelaksanaannya dalam KBM juga sudah

tidak dilakukan dengan model ceramah seluruhnya, metode yang variasi dan

menarik bahkan menantang mungkin bisa menjadi solusi untuk menumbuhkan

minat belajara peserta didik untuk pembelajaran IPS. Tetapi para guru sudah

melakukan KBM dengan metode diskusi, kerja kelompok, presentasi bahkan

ada yang menggunakan kuis. Metode dan media yang digunakan untuk

menunjang KBM juga variatif kebanyakan menggunakan powerpoint. Tetapi

dari hasil wawancara peserta didik kebanyakan dari mereka menginginkan

pembelajaran IPS dilakukan dengan banyak permainan, ataupun kuis.

System reward juga disukai oleh peserta didik, bisa dibarengi dengan sistem

punishment juga. Mungkin dengan kegiatan seperti

104
itu selain untuk meningkatkan minat belajar IPS juga untuk memberikan kesan

bahwa pelajaran IPS itu tidak melulu soal hafalan yang membingungkan tetapi

menjadi daya tarik belajar IPS dengan menyenangkan. Belajar IPS tidak

melulu soal hafalan mungkin dibarengi dengan wisata education,

menumbuhkan motivasi peserta didik dengan mendatangkan motivator

misalnya.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pada hasil observasi, wawancara dan angket terbuka

mengenai probelamatika pembelajaran IPS kaitannya dengan sekolah,

masyarakat, guru termasuk di dalamnya mengenai kurikulum, media dan bahan

ajar, penilaian serta kaitannya dengan peserta didik dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Tidak adanya laboratorium IPS di sekolah nyatanya menyebabkan pembelajaran IPS

kurang maksimal dalam praktiknya, hal ini di alami oleh guru IPS yang kurang

kreatif dalam mengonsep pembelajaran IPS yang tidak di dukungan adanya

laboratorium IPS. Pembelajaran IPS cenderung pasif siswa lebih banyak

mendengar, membaca, mengamati dari pada menciptakan sebagai bentuk praktik

105
dari pembelajaran IPS walaupun tidak harus menggunakan laboratorium IPS, hal ini

sesuai dengan data yang kami dapatkan dari angket terbuka yang kami sebarkan

MGMP IPS Kota Yogyakarta yang disampaikan oleh Pak Sumarjo bahwa

belum adanya dukungan laboratorium IPS di sekolah mengakibatkan pemberian

contoh ketika pembelajaran IPS menjadi abstrak hanya ada dalam bentuk bayangan,

khayalan dan pengamatan dari jauh saja sehingga pemahaman peserta didik

terhadap materi pun juga menjadi setengah-setengah. Alternatif solusi dari

masalah ini yaitu kreativitas guru untuk membuat pembelajaran IPS lebih menarik

tanpa adanya laboratorium juga pembangunan laboratorium IPS oleh pihak-pihak

yang berwenang dan berkenan.

2. Selain belum tersedianya laboratorium IPS di sekolah kurangnya dukungan

sekolah secara umum terlihat pada minimnya sarana dan prasarana seperti LCD

proyektor yang sekarang ini menjadi bagian penting dari pembelajaran IPS di

SMP kota Yogyakarta. Berdasarkan data yang kami peroleh dari MGMP IPS di Kota

Yogyakarta hampir seluruh responden menyebutkan bahwa yang menjadi

problematika IPS kaitannya dengan dukungan sekolah dan masyarakat selain

laboratorum IPS adalah sarana dan prasarana terutama LCD yang menyebabkan

pembelajaran IPS menjadi terhambat, kurang lancar, kurang kondusif dan kurang

maksimal karena kebanyakan guru dan siswa sibuk membetulkan LCD portable atau

bongkar pasang seperti yang terjadi di MTs Muhammadiyah Gedongtengen

sehingga memakan waktu dan pemahaman peserta didik terhadap materi IPS yang

di sampaikan juga kurang mendalam hanya pada bagian kulit luar dari materi IPS

saja yang dapat di serap oleh peserta didik.

106
3. Jam pelajaran IPS di akhir menyebabkan konsentrasi peserta didik untuk

menyerap pelajaran IPS juga menurun karena kondisi peserta didik dan kondisi guru

juga mungkin sudah sedikit terforsir, solusinya terkait jam pelajaran dapat di

koordinasikan kepada waka kurikulum agar disortir dengan mata pelajaran lain yang

berada di jam-jam awal, jika hal tersebut tidak menjadi solusi maka pembelajaran

IPS dapat di setting sehingga tidak menjemukan dan memberikan ice breaking

terhadap peserta didik sehingga lebih fresh dalam menerima pembelajaran IPS atau

juga bisa mengajak peserta didik merasakan pembelajaran IPS di tempat lain seperti

di perpustakaan atau yang lain.

4. Berbeda dengan mata pelajaran lain seperti Matematika atau IPA yang di anggap

sulit dan urgen karena masuk dalam mata pelajaran yang di uji nasionalkan

dampaknya pada pembelajaran IPS di kelas ialah pembelajaran menjadi

cenderung pasif dan ramai sendiri serta mengeluh capek. Hal yang demikian

membuat pembelajaran IPS kurang bermakna hanya dijalankan atau dilakukan

untuk memenuhi presensi saja tanpa ada ilmu yang masuk dan di serap oleh

peserta didik, mindset peserta didik yang berpikiran bahwa pelajaran IPS tidak

penting karena tidak masuk pada ujian nasional juga membuat pembelajaran IPS

di kelas sedikit terabaikan sehingga alih-alih peserta didik termotivasi untuk serius

dalam belajar IPS nyatanya justru termakan oleh mindset tersebut, peserta didik

malas untuk belajar IPS dan berimbas pada pembelajaran yang cenderung

membosankan dan tidak menarik lagi kemudian menyebabkan pembelajaran juga

kurang kondusif dan pasif dalam pembelajaran IPS tapi aktif bermain dan asyik

sendiri.

107
5. Jam pelajaran yang terbuang begitu saja dan jam pelajaran yang kurang juga

menjadi problem dalam pembelajaran IPS dengan materi yang cukup luas

sehingga guru tidak dapat melaksanakan pembelajaran IPS secara variatif dengan

berbagai metode yang unik dan membuat siswa tertarik. Yang menjadi target

dalam pembelajaran IPS yang mengalami masalah tersebut hanyalah bagaimana

seluruh materi yang luas itu tersampaikan dalam waktu yang singkat, bukan lagi

bagaimana pembelajaran IPS di kelas menjadi bermakna dengan berbasis

pembelajaran nilai untuk membentuk karakter siswa salah satunya menjadi warga

negara yang baik dan critical thinking yang menjadi tujuan utama dari pembelajaran

IPS yang sesungguhnya dan paling utama.

6. Problematika IPS juga muncul dari persepsi masyarakat yang terbentuk saat ini

bahwa IPS itu pelajaran yang mudah sehingga tidak perlu banyak belajar dan

sudah dilakukan setiap harinya dalam kehidupan dampaknya pada pembelajaran IPS

di kelas ialah peserta didik yang kurang tertarik dan mengabaikan guru saat

menerangkan di dalam kelas, hal ini menuntut guru untuk lebih kreatif sehingga

persepsi “menggampangkan” itu tidak mempengaruhi motivasi siswa untuk

belajar IPS yang mungkin bisa disiasati dengan metode guru agar seluruh peserta

didik di dalam kelas terlibat misalnya metode jigsaw yang mau tidak mau siswa

harus belajar untuk kemudian disampaikan pada teman sebayanya dari

menyiapkan materi kemudian mempresentasikannya

7. IPS menjadi pelajaran yang di nomor duakan sehingga tidak jarang ada orang tua

yang menginginkan anaknya tidak mengambil jurusan IPS karena dianggap

kurang bergengsi dibandingkan dengan ilmu saintek yang dipandang sebagai ilmu

yang sangat rumit sehingga orang yang dapat memahaminya adalah orang yang

108
sangat pintar, biaya les dan sekolahnya pun juga mahal. Ketika hal tersebut terjadi

dalam lingkungan pembelajaran kita maka akibatnya pembelajaran IPS akan

memperoleh perlakuan yang juga biasa saja baik oleh peserta didik maupun oleh

sekolah karena tidak dianggap urgen, terlebih pembelajaran IPS yang cenderung

ke bacaan sejarah yang begitu banyak, cenderung menghafal juga akan

memperuncing problematika pembelajaran IPS kaitannya dengan masyarakat dalam

hal ini adalah orang tua peserta didik yang terlibat sebagai tiga pilar penting dalam

terciptanya pendidikan nilai yang bermakna selain sekolah, peserta didik.

8. Secara keseluruhan dalam kompetensi guru secara pribadi tidak terlalu banyak

mengalami kendala hanya satu guru yang masih guru yang masih butuh pengalaman

mengajar lebih banyak. Sehingga alternatif solusi yang kami tawarkan ialah

guru diharapkan sering mengikuti pelatihan-pelatihan untuk melatih guru agar

lebih luwes dalam mengajar. Karena dengan kompetensi guru yang masih kurang

memberikan dampak negative bagi peserta didik yaitu pembelajaran yang kurang

maksimal dalam menyampaikan materi sehingga peserta didik tidak memahami

materi yang disampaikan.

9. Dalam kelas masih terdapat peserta didik yang belum maksimal mengikuti

kegiatan pembelajaran, masih ada yang sibuk sendiri dan mengobrol dengan

temannya dan cenderung pasif. Hal tersebut menyebabkan mengganggu aktifitas

belajar mengajar. Untuk mengatasi masalah tersebut pengelolaan kelas yang

dilakukan masih perlu ada perhatian guru yang lebihsehingga peserta didik bisa

mengikuti kegiatan proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang ingin

capai.

109
10. Problematika pembelajaran IPS terjadi karena faktor eksternal dari guru

seperti karakteristik siswa di mana masih ada beberapa peserta didik yang belum

mempunyai motivasi belajar dengan baik sehingga mereka tidak mengikuti kegiatan

belajar mengajar secara maksimal. Untuk mengatasi masalah tersebut guru lebih

banyak menggunakan strategi belajar dan memberikan contohnya kegunaan belajar

IPS dalam kehidupan serta memberikan reward kepada peserta didik sehingga

memacu peserta didik untuk termotivasi dengan pembelajaran IPS

11. Perubahan kurikulum yang sering terjadi pada akhir-akhir ini juga menjadi

kendala yang dihadapi guru karena ada beberapa materi yang belum tersampaikan

karena terjadi perubahan materi pada jenjang kelas. Banyak revisi-revisi yang sering

dilakukan baik kurikulum maupun materi menyebabkan guru tidak maksimal dalam

menyampaikan. Terkadang guru juga masih belum mendalami kurikulum yang

baru tetapi sudah dituntut untuk mengajarkan kepada peserta didik,

menyebabkan proses dan hasil pembelajaran IPS tidak maksimal. Selain itu materi

IPS yang terlalu banyak sehingga guru harus menambahkan materi di luar jam

pelajaran agar materi yang hilang tersampaikan.

12. Kurikulum 13 untuk pembelajaran IPS sudah cukup terpadu di mana sudah

saling berkaitan satu sama lain. Namun isi materinya hanya masih berupa materi

dasar sehingga guru masih perlu menambahkan materi agar tercapai tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai. Dalam kurikulum 2013 siswa dituntut untuk

aktif sedangkan tidak semua bisa seperti itu di terapkan disetiap sekolah, maka

mau tidak mau ketercapaian kurikulum 2013 belum sepenuhnya terlaksana dengan

baik. Untuk mencapai keberhasilan kurikulum 2013 bisa disesuaikan dengan

kondisi dan potensi sekolah.

110
13. Evaluasi dan penilaian yang dilakukan guru sudah cukup baik dan terkelola

dengan rapi. Mungkin penilaian dari kurikulum 2013 terlalu banyak,rinci karena

mencakup penilaian pengetahuan, penilaian sikap dan penilaian keterampilan

maka guru juga bisa membuat macam-macam pengambilan nilai untuk mengukur

kemampuan siswa, alangkah baiknya jika disederhanakan penilaiannya dengan

tidak mengurangi aspek-aspek penilaian. Bisa juga dilakukan workshop ataupun

sosialisasi tentang “penilaian” yang diadakan oleh MGMP ataupun sekolah untuk

menunjang kemampuan guru dalam system penilaian, dan tentu saja kemauan

yang sangat tinggi untuk selalu mengeksplore diri untuk memberikan kualitas

yang terbaik bagi peserta didik maupun sekolah.

14. Komunikasi guru dan peserta didik sudah baik, dimana guru dapat

memperhatikan dan mendengarkan peserta didik yang mengajukan pertanyaan dan

guru juga sudah sangat baik dalam penyampaian nasehat berupa teguran kepada

peserta didik yang belummengikuti proses belajar mengajar dengan baik. Tetapi

masih ada beberapa peserta didik dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan

kepada guru menggunakan bahasa yang tidak baik dan benar, hal ini

menyebabkan peserta didik kurang memiliki sikap menghormati terhadap guru.

Solusinya guru lebih sering mengajarkan bagaimana cara penyampaian dengan baik

dan benar.

15. Evaluasi dan penilaian yang dilakukan guru pada dasarnya sudah cukup baik dan

terkelola dengan rapi mungkin hanya masalah penerapan penilaian apalagi yang

sudah menggunakan kurikulum 2013, masih ada beberapa guru yang

mengeluhkan dengan penilaian yang terlalu luas, detail dan rinci maka bisa

dilakukan workshop, kegiatan MGMP untuk memperdalam wawasan guru.

111
16. Komunikasi guru dan peserta didik sudah sangat baik, dimana guru dapat

memperhatikan dan mendengarkan peserta didik yang mengajukan pertanyaan dan

guru juga sudah sangat baik dalam penyampaian nasehat berupa teguran kepada

peserta didik yang belum mengikuti proses belajar mengajar dengan baik.

17. Berdasarkan dari data observasi peserta didik diatas dapat disimpulkan bahwa

problematika pembelajaran IPS yang terjadi pada peserta didik adalah ada dari

factor intern dan ekstern. Faktor intern yang kami lihat peserta didik cenderung

kurang berminat terhadap pelajaran IPS, hal ini bisa dikarenakan materi IPS yang

sangat banyak dan luas sedangkan alokasi waktu yang tidak banyak, sedangkan

IPS sudah tertanam dipikiran peserta didik yaitu ilmu hafalan yang membosankan.

Disetiap sekolah yang kami observasi pada dasarnya baik sekolah negeri maupun

swasta kendala yang dirasakan oleh dalam diri peserta didik ketika proses

kegiatan belajar mengajar yaitu tentang pembelajaran IPS yang membosankan,

materi yang membingungkan sehingga membuat peserta didik malas, bosan,

akhirnya ramai dan ribut sendiri apalagi pelajaran IPS jam siang peserta didik sudah

mulai tidak konsentrasi. Hal tersebut tidak terlepas factor ekstern mungkin juga

mempengaruhi. Berdasarkan yang kami lihat di sekolah-sekolah baik negeri

maupun swasta fasilitas yang menunjang untuk kegiatan belajar mengajar sudah

terpenuhi.

18. Input di sekolah negeri dan swasta memang beda. Di sekolah negeri apalagi yang

favorit input guru dan peserta didik sudah jauh lebih unggul dibandingkan dengan

sekolah swasta. Di sekolah negeri peserta didik sendiri kebanyakan sudah sadar akan

pentingnya belajar jadi tidak heran mereka jauh lebih tertata. Tidak dipungkiri

bahwa guru juga sangat berperan dalam menunjang keberhasilan

112
pembelajaran IPS. Yang kami lihat guru yang sudah tua kadang sudah berbeda

cara mengajarnya cenderung banyak ceramah tapi tidak dibarengi dengan variasi

pembelajaran sehingga menyebabkan peserta didik bosan dan akhirnya sibuk

ngobrol dengan teman sebangkunya. Jadi metode yang digunakan menurut kami

sangat berpengaruh untuk mengurangi problematika pembelajaran IPS.

19. Pelajaran IPS dalam kegiatan belajar mengajar sudah tidak dilakukan dengan

model ceramah seluruhnya, tetapi para guru sudah melakukan KBM dengan metode

diskusi, kerja kelompok, presentasi bahkan ada yang menggunakan kuis. Media

yang digunakan untuk menunjang KBM juga variatif kebanyakan menggunakan

powerpoint. Tetapi dari hasil wawancara peserta didik kebanyakan dari mereka

menginginkan pembelajaran IPS dilakukan dengan banyak permainan, ataupun

kuis. Sistem reward juga disukai oleh peserta didik, bisa dibarengi dengan sistem

punishment juga. Mungkin dengan kegiatan seperti itu selain untuk meningkatkan

minat belajar IPS juga untuk memberikan kesan bahwa pelajaran IPS itu tidak

melulu soal hafalan yang membingungkan tetapi menjadi daya tarik belajar IPS

dengan menyenangkan.

B. Saran

Berdasar simpulan yang menunjukkan bahwa problematika pembelajaran

IPS dapat berasal dari guru, peserta didik, maupun masyarakat. Dari hasil

penelitian dapat memberikan saran:

1. Sebaiknya guru meningkatkan kemampuan kompetensi profesional dan

pedagogik

113
2. Sebaiknya ada kegiatan rutin yang memberikan pemahaman kepada

masyarakat yang dapat membuat stigma IPS lebih baik

3. Sebaiknya sekolah-sekolah mengadakan dan pengelola mengoptimalkan

pemanfaatan laboratorium IPS dalam pembelajaran IPS

DAFTAR PUSTAKA

Wahab, A. A. 2009. Konsep Dasar IPS. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.

Ali, M. 2009. Pendidikan untuk pembangunan nasional. Bandung: IMTIMA

Barth, J. L. 1984. Methods of instruction in social studies education. University


Press of America.

Creswell, J. (2010). Research design, pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan


mixed. Yogjakarta: Pustaka Pelajar

Hamalik, O., 1995. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

.1992. Studi ilmu pengetahuan sosial. Bandung: Mandar Maju.

Jarolimek, J., 1986. Social studies in elementary education (7th. Ed). New York:
Macmillan Publishing Company.

114
Majid, A., 2014. Strategi pembelajaran. Bandung: Rosdakarya.

Massialas, B.G. and Allen, R.F. 1996. Critical issues in teaching social studies, K
to 12. USA: Wadsworth Publishing Company.

Miles, M.B dan Huberman, A.B. 1992. Analisis data kualitatif. Jakarta : UI
Press.

Muhaimin. 1996. Strategi belajar mengajar. Surabaya: Citra Media.

Mukminan, et al. 2002. Dasar-dasar IPS (Diktat). PPs UNY.

Musnir, D. N., 2008. Implementasi lima pilar belajar dalam pendidikan IPS.
(Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dalam rangka Dies
Natalis ke-44 Universitas Negeri Yogyakarta, 10 Mei 2008)

Saidiharjo. 2004. Pengembangan kurikulum ilmu pengetahuan sosial (IPS): Diktat


kuliah PIPS. PPs UNY.

Somantri, M. N., 2001. Menggagas pembaharuan pendidikan IPS. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Syah, M., 1997. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung:


Rosdakarya.

Sugiyono. 2011. Metode penelitiankKuantitatif,kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Supriatna, N., dkk. 2007. Pendidikan IPS di SD. Bandung : UPI Press.

Syukir. 1983. Dasar-dasar strategi dakwah Islami. Surabaya: Al-Ikhlas.

115

Anda mungkin juga menyukai