Ok Makalah Keperawatan Kritis Ketoasidisis Diabetikum Kelompok 3

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Kelompok 3 :

Aisyah Misran Nadhilla Ramadhani Rohadatul Aisy

Elsya Sang Putri Nisa Angraini Syilvia Asri

Fani Cornelia Novira Wahyuni Tilka Afriyanti

Febrisa Putri Rahmadhani Widya Nofri Erika

Mhd. Azland Fikry Ripa Aulia

Dosen Pembimbing : Ns. H. Junaidy S Rustam, S.Kep, MNS

PRODI S1 KEPERAWATAN A

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR

YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan atas Kehadirat Allah SWT, karena atas karunia
dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Kritis Ketoasidosis Diabetikum. Tak lupa shalawat beserta salam semoga
tercurah limpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Penulisan makalah ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu tugas Seminar kelompok Keperawatan Kritis
Universitas Mohammad Natsir Yarsi Bukittinggi.

Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada puhak
yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini dari awal hingga selesai. Penulis yakin
dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan
saran demi perbaikan makalah ini.

Bukittinggi, December 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rumusan Maslah Tujuan Penulisan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II. Tinjauan Teoritis
A. Pengertian Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
B. Anatomi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
C. Fisiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
D. Etiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
E. Manifestasi klinis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
F. Woc Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
G. Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
H. Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
I. Penatalaksanan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
J. Algorithma Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
K. Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
L. Analisa Data Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
M. Diagnosa Keperawatan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
N. Nursing Care Planning Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa


seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.
Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan
hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan
pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma. KAD
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat (Tarwoto,2012)

Angka kematian pasien dengan KAD di Negara maju kurang dari 5%,
beberapa sumber lain menyebutkan 5-10%, atau 9-10%. Sedangkan diklinik dengan
sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD,
seperti sepsis, syok berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar
glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.
Kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis
cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya. Pada usia
lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh factor penyakit dasarnya
(Soewondo, 2006).

Factor pencetus dasar terjadinya KAD adalah infeksi dan diperkirakan


sebagai pencetus lebih 50% kasus KAD. Sedangkan factor lainnya adalah
cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung, trauma,
pheochromocytoma, obat, DM tipe I yang baru diketahui dan diskontinuitas
(kepatuhan) atau terapi insulin inadekuat(Soewondo,2006).

Penatalaksaan KAD bersifat multifactorial sehingga memerlukan pendekatan


oleh dokter dan paramedic yang bertugas. Keberhasilan penatalaksanaan KAD
membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit,
identifikasi factor presipitasi komorbid dan yang terpenting adalah pemantauan
pasien terus menerus. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan
KAD yaitu sebagai berikut terapi cairan, terapi insulin, natrium, kalium, bikarbonat,
fosfat, magnesium, hiperkloremik asidosis selama terapi, penatalaksanaan terhadap
infeksi yang menyertai, serta terapi pencegahan terhadap Deep vein thrombosis
(DVT). (ADA, 2004)

Khususnya mengenai pencegahan KAD, program edukasi perlu


menekannkan pada cara-cara mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi
mengenai pemberian insulin kerjacepat, target konsentrasi glukosa darah pada
saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai pemberian makanan cair yang
mengandung karbohidrat yang mudah dicerna (Sudoyo,2009)

Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden


KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan
untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per
tahun. Sumber lain menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6– 8/1000 pasien DM per
tahun. KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang
dirawat per tahun di Amerika Serikat. Walaupun data komunitas di Indonesia
belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat,
mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia
umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe
2(Tarwoto,2012).

Data epidemiologi KAD yang terbaru di Indonesia masih belum tersedia.


Namun, KAD menjadi tantangan untuk pengobatan diabetes mellitus di Indonesia.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 1 september 2018
didapatkan jumlah pasien diabetes mellitus yang disertai dengan komplikasi
ketoasidosis diabetik sebanyak 18 orang

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ketoasidosis Diabetikum (KAD)


2. Bagaimana Anatomi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
3. Bagaimana Fisiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
4. Bagaimana Etiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
5. Apa Manifestasi klinis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
6. Bagaimana Woc Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
7. Apa Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
8. Apa Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
9. Bagaimana Penatalaksanan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
10. Bagaimana Algorithma Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
11. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
12. Bagaimana Analisa Data Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
13. Bagaimana Diagnosa Keperawatan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
14. Apa Nursing Care Planning Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Pengertian Ketoasidosis Diabetikum (KAD)


2. Untuk mengetahui Bagaimana Anatomi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
3. Untuk mengetahui Bagaimana Fisiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
4. Untuk mengetahui Bagaimana Etiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
5. Untuk mengetahui Apa Manifestasi klinis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
6. Untuk mengetahui Bagaimana Woc Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
7. Untuk mengetahui Apa Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
8. Untuk mengetahui Apa Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
9. Untuk mengetahui Bagaimana Penatalaksanan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
10. Untuk mengetahui Bagaimana Algorithma Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
11. Untuk mengetahui Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Ketoasidosis
Diabetikum (KAD)
12. Untuk mengetahui Bagaimana Analisa Data Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
13. Untuk mengetahui Bagaimana Diagnosa Keperawatan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
14. Untuk mengetahui Apa Nursing Care Planning Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan dekompensasi atau kekacauan metabolic


yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
difesiensi insulin absolutatau relative. KAD dan hipoglekemia merupakan komplikasi
akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membumbutuhkan pengelolaan gawat
darurat (Sudoyo,2007)

Ketoasidosis Diabetik merupakan akibat dari defesiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak, Keadaan ini disebut akselerasi
puasa dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.

Ketoasidosis diabetikum (KAD) tidak memiliki suatu definisi yang disetujui


secara universal dan beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini
dengan menggunakan kriteria kadar betahidroksibutirat plasma. Definisi kerja KAD
sebagai keadaan diabetes tidak terkontrol berat disertai dengan konsentrasi keton tubuh
>5 mmol/L yang membutuhkan penanganan darurat menggunakan insulin dan cairan
intravena (English Wiliam,2003)

Ketoasidosis diabetikum ditandai dengan hiperglikemia (glukosa darah [BG]


biasanya 250 hingga 800 mg/dL), asidosis metabolik anion gap (pH arteri <7,3), dan
ketosi: (urin positif dan keton plasma), bersama dengan dehidrasi dan kelainan elektrolit
dalam berbagai derajat. Tes keton umum menggunakan nitroprusside. mengukur
asetoasetat dan aseton, tetapi bukan beta hidroksibutirat yang memerlukan pengujian
terpisah. Gejala yang menonjol termasuk mual/muntah, nyeri perut, sesak napas
(pernapasan Kussmaul), dan poliuria. Gangguan asam basa campuran juga dapat terjadi,
seperti: sebagai alkalosis metabolik kontraksi berat yang terjadi bersamaan dengan
peningkatan kadar bikarbonat serum, menutupi asidosis metabolik yang mendasarinya
(The washington manual of critical care,edition 3)

B. Anatomi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Menurut Tarwoto (2009), pankreas berhimpitan sebelah atas dengan duodenum,


melintang di atas jejunum sampai dengan ginjal kiri ( bagian cauda dari
pancreas ).Pankreas secara permukaan terdiri dari bagian :

1. Caput ( Menempel pada duodenum atau bagian kepala)

2. Corpus (Bagian badan)

3. Cauda ( Yang bersinggungan dengan ginjal bagian kiri atau Bagian ekor)

Di dalamnya ( pancreas ) terdapat saluran yang di sebut ductus pankreaticus yang


terletak sepanjang pancreas ( mulai dari caput, corpus sampai cauda ). Cabang-cabang
dari ductus pankreaticus yang halus bergabung menjadi ductus pankreaticus Wirsungi.
Pada beberapa orang terdapat ductus pankreaticus asesorius ( ductus Santorini ). Ductus
pancreaticus kemudian bermuara pada duodenum, tepatnya pada papila duodeni major
dan papila duodeniminor.

Bagian pancreas yang mesekresikan getah adalah kelenjar alveolus yang


bentuknya seperti kelenjar saliva. Di dalanm kelenjar alveolus berbentuk granula –
granula yang berisi enzim ( granula zimogen ). Kelenjar tersebut di keluarkan dari aspek
sel menuju alumen ductus pankreaticus yang kemudian menuju ke lumen duodenum.
Insulin dihasilkan oleh pulau – pulau Langerhans pancreas, baik yang terdapat caput,
corpus maupun cauda pancreas . Pulau – pulau Langerhans merupakan kumpulan sel
yang berbentuk ovoud. Pada manusia terdapat 1 – 2 juta pulau – pulau Langerhans. Sel
– sel pada pulau Langerhans di golongkan beberapa jenis yaitu sel A ( disebut juga
alfa ), B ( disebut juga beta ), D ( disebut juga delta ) dan F. Sel B yang merupakan
bagian terbanyak dari pulau – pulau Langerhans ( 60 – 70 persen ) terletak di tengah
pulau. Adapun hasil yang disekresikan masing – masing bagian sel antara lain: sel A
mensekresikan glucagon, sel B mensekresikan insulin, sel D mesekresikan somaotstatin,
dan sel F mensekresikan polipeptidapancreas.

Produk yang di hasilkan oleh kelenjar pancreas akan disalurkan melalui duktur /
saluran ( eksokrin ). Sedangkan produk dari pulau – pulau Langerhans langsung ikut
dalam aliran darah ( endokrin ). Pankreas mendapat nutrisi dan oksigenasi melalui
percabangan arteri dari arteri hepatica comunis, arteri splenic, arteri mesenterica.
Sedangkan pembuluh darah baliknya melalui vena gastro duodenalis, vena gastric
sinistra dan vena hepatica.

C. Fisiologis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)


Menurut Syaifuddin (2006), fisiologi pankreas meliputi :
1. Getah Pankreas ( eksokrin)
Getah pancreas bersifat basa dengan komposisi: HCO3 9 ( asam ) dengan kadar
113 meq/L. Setiap hari disekresikan sekitar 1500mL getah pancreas. Sekresi getah
pancreas bersama dengan sekresi empedu dan getah usus berefek pada penetralan
asam lambung dan menaikkan PH duodenum menjadi 6,0 – 7,0. Di dalam getah
pancreas terdapat tripsinogen yang di ubah menjadi enzim aktif tripsin. Trpsin
berfungsi untuk mengubah kimotripsinogen menjadi kimitripson yang merangsang
kerja enzim enteropeptidase. Defenisi enteropeptidase akan mengakibatkan kelainan
congenital dan malnutrisiprotein.

2. EndokrinPankreas
Susunan insulin terdiri dari pioipeptida yang mengandung dua mata rantai asam
amino yang di hubungkan dengan jembatan disulfide. Insulin dibentuk di kulum
endoplasmic sel B. Insulin kemudian di kemas di apparatus golgi dalam sebuah
granula. Granula ini yang kemudian bergerak ke membrane plasma. Insulin kemudian
di keluarkan melalui proses eksositosis kemudian melintasi lamina basalis sel B
menuju kapiler dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah. Waktu paruh
insulin dalam sirkulasi berlangsung selam 5menit.
Efek fisiologi insulin terbagi dalam efek lambat, sedang dan cepat. Efek itu terlihat
dalam tabel 1.1 sebagai berikut :

Tabel 1.1 Efek fisiologi insulin

Lambat ( jam) Peningkatan mRNA enzim lipogemik ( penumpukan lemak )


Sedang ( menit ) Stimulasi sintesis protein
Penghambatan pemecahan protein
Pengaktifan glikogen sintetase
Penghambatan fosfolirase
Cepat ( detika ) Peningkatan transportasi glukosa, asam amino dan K+ ke dalam
sel yang peka insulin

Secara umum insulin mempunyai efek yang paling populer yaitu memfasilitasi
masuknya glukosa ke dalam sel. Efek insulin terhadap jaringan tubuh terlihat dalam
tabel di bawah ini :

Tabel 1.2 Efek insulin terhadap jaringan


Otot Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis glikogen
Meningkatkan ambilan asam amino
Meningkatkan sintesis protein
Maningkatkan ambilan keton
Meningkatkan ambilan K+
Hati Menurunkan ketogenesis
Meningkatkan sintesis protein
Meningkatkan sintesis lemak
Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan glukogenesis
dan meningkatkan sintesis glukosa
Jaringan Adiposa Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis asam lemak
Meningkatkan sintesis gliserol fosfat
Meningkatkan pengendapan trigliserid

D. Etiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat


hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :Infeksi dan
stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan
proses katabolik dan Menolak terapi insulin ( Price,2005)

Factor pencetus pada psien KAD yang sejak diketahui DM sebelumnya, 80%
dapat dikenali adanya factor pencetus.Mengatasi factor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Factor pencetus yang berpera untuk
terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin ( Sudoyo, 2007)

Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD, namun
beberapa penelitian terbaru menunjukkan penghentian atau kurangnya dosis insulin
dapat menjadi faktor penyebab penting. Patut diperhatikan bahwa terdapat sekitar 10-
22% pasien yang datang dengan diabetes awitan baru. Infeksi yang paling sering
diketemukan adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih yang mencakup antara 30%
sampai 50% kasus. Penyakit medis lainnya yang dapat mencetuskan KAD adalah
penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli pulmonal dan infark miokard. Beberapa obat
yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat juga dapat menyebabkan KAD
diantaranya adalah kortikosteroid, pentamidine, zat simpatomimetik, penyekat alpha dan
beta serta penggunaan diuretik berlebihan pada pasien lansia (Kitabchi, et al., 2004).

Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah :

1. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah
sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
2. Ketidapatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis

3. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat

4. Kardiovaskuler : infark miokardium

5. Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan kortikosteroid


and adrenergik (Samijean Nordmark,2008)

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertamakali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan
dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :

1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yangdikurangi

2. Keadaan sakit atauinfeksi

3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati

E. Manifestasi Klinis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari
menjelang KAD, dan sering disertai mual - muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering
disalah artikan sebagai akut aabdomen. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab
utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah
asidosisnya teratasi. Sering dijumpai penurunan kesadaran bahkan koma (10% kasus),
dehidrasi dan syok hipovolemik (kulit atau mukosa kering dan penurunan turgor,
hipotensi dan takikardi). Tanda lain adalah nafas cepat dan dalam (kusmaul) yang
merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton
padanapasnya.
Gejala klinis lain pada KAD :
1. Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut)
2. Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul)
3. Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
4. Kadang-kadang hipovolemi dansyok
5. Bau aseton dan hawa napas tidak terlalutercium
6. Didahului oleh poliuria,polidipsi.
7. Riwayat berhenti menyuntik insulin
8. Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut
(Dr. MHD. Syahputra. Diabetic ketosidosis.http://www.library.usu.ac.id)

F. Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya


jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal
ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak
dan bias menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan
makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes
mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,
stroke, dan sebagainya.

Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis


diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin.
Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan
insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan


menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis
akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya
akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik
dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan
kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan
klorida. Dehidrsi yang terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan
dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolic yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).

Muntah - muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan
air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipidnormal. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah
glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh
hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam
upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium).
Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit.

Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air
dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24
jam. Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan
keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah,
badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.

Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami


metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjad iglikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit Diabetes Mellitus
disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka
glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan
terjadi hiperglikemi.

Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula
darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat
gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuriamakase jumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang
pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa


kesel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan .Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik (Price,1995).
G. WOC Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
H. Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

1. PemeriksaanLaboratorium

a. Glukosa

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau
lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa
ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah.
Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air keruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg /dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar1, 6 mEq/L. Bila kadar glukosa turun, tingkat
natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.

d. Bikarbonat.

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang


rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik.
Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil
pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (>15X109/L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri(ABG).
PH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang PH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa PH pada tingkat gas
darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari PH 0,03 pada
ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara
untuk menilai asidosis juga.
g. Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.

h. β-hidroksibutirat.

Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons


terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol/L dianggap
normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk
ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis(UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi
saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2(Na+)(mEq/L)+glukosa(mg/dL)/18+BUN(mg/dL)/2.8.
Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma
biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm/kgH2O. Jika osmolalitas kurang
dari > 330 mOsm/ kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor

Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme


kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

m. Kadarkreatinin

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien
yang mengalami insufisiensi renal.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium sebagai tambahan :

a. Glukosa Darah : meningkat 200-1000 mg/dl atau lebih

b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L


Pemeriksaan Osmolaritas = 2(Na+K) + (GDR/18) + (UREUM/6)

e. Elektrolit : Natrium : mungkin normal, meningkat atau normal

f. Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya


akan menurun.

g. Fosfor : lebih sering menurun

h. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir

i. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan PH rendah dan penurunan pada


HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
j. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi),
leukositosis, hemokonsentrasi sebagai respon terhadap stress atau infeksi

k. Ureum/Kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan


fungsi ginjal)

l. Amylase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya


pankreatitis akut sebagai penyebab KAD

m. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

n. Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih,


pernafasan dan pada luka

I. Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah


sebagai berikut : edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi
iatrogenic. Komplikasi iatrogenic tersebut ialah hipoglikemia, hypokalemia,
hiperkloremia, edema otak dan hipokalsemia. Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum
dapat berupa :

1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik ) Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat
dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air
kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati
diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.

2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik ) Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan
sembab pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan
kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik ) Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf.
Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa).

4. Kelainan Jantung. Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi
jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.

5. Hipoglikemia. Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa
gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.

6. Hipertensi. Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada
diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler
serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke
otak untuk menambah takanan darah.

J. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial sehingga memerlukan pendekatan


terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Terdapat banyak sekali pedoman
penatalaksanaan KAD pada literatur kedokteran, dan hendaknya semua itu tidak diikuti
secara ketat sekali dan disesuaikan dengan kondisi penderita. Dalam menatalaksana
penderita KAD setiap rumah sakit hendaknya memiliki pedoman atau disebut sebagai
integrated care pathway. Pedoman ini harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam
rangka mencapai tujuan terapi. Studi terakhir menunjukkan sebuah integrated care
pathway dapat memperbaiki hasil akhir penatalaksanaan KAD secara signifikan (ADA,
2004).
Tujuan dati penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum (KAD) :

1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),

2. Menghentikan ketogenesis (insulin)

3. Koreksi gangguan elektrolit

4. Mengecah komplikasi

Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan


ketoasidosis diabetikum (KAD) :

1. Terapi Cairan

Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan (Alberti, 2004).
Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya
dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Studi
menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula
darah disebabkan oleh rehidrasi. Oleh karena itu, hal penting pertama yang harus
dipahami adalah penentuan defisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang
terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan
penderita. Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6 mEq/l
tiap kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/dl. Nilai corrected
serum sodium concentration >140 dan osmolalitas serum total > 330 mOsm/kg air
menunjukkan defisit cairan yang berat. Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis
seringkali sukar dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong
untuk menentukan derajat dehidrasi (Wolfsdore,2003)

2. Terapi Insulin

Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi
yang memadai (Soewondo, 2006). Pemberian insulin dimulai setelah diagnosis KAD
ditegakkan dan pemberian cairan telah dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan
kadar hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam
lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan
meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Sampai tahun 1970-an penggunaan insulin
umumnya secara bolus intravena, intramuskular, ataupun subkutan. Sejak pertengahan
tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis rendah
mulai digunakan dan menjadi popular.

Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan
kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke
intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebihsedikit.Pemberian
insulin dengan infus intravena dosis rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang
disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA menganjurkan insulin intravena tidak
diberikan pada KAD derajat ringan. Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3mEq/l),
dapat diberikan insulin regular 0,15 u/kgBB, diikuti dengan infus kontinu 0,1
u/kgBB/jam (5-7 u/jam). Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi dahulu
untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan aritmia
jantung (Umpierrez, et. al. 2002).

Insulin dosis rendah biasanya menurunkan gula darah dengan kecepatan 50-75
mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis lebih tinggi. Jika gula darah tidak
menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama, periksa status hidrasi pasien.
Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap jam sampai
tercapai penurunan gula darah konstan antara 50-75 mg/dl/jam. Ketika kadar gula darah
mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi 0,05-0,1 u/kgBB/jam (3-6 u/jam),
dan tambahkan infus dextrose 5-10%. Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau
konsentrasi dextrose harus disesuaikan untuk memelihara nilai glukosa sampai keadaan
asidosis membaik. Pada kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat diberikan,
maka insulin diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4-0,6 iu)/kgBB yang terbagi menjadi
setengah dosis secara intravena dan setengahnya lagi secara subkutan atau intramuskular,
selanjutnya diberikan insulin secara intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/jam,
selanjutnya protokol penatalaksanaannya sama seperti pemberian drip intravena.
3. Terapi Natrium

Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum yang


rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100
mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6mEq/l daripada
kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah
setelah penyesuaian efek ini. Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan
level natrium yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x
5) = 138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan
normal saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar Snatrium dapat meningkat setelah
dilakukan resusitasi cairan dengan normal saline oleh karena normal saline memiliki
kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium ekstraselular saat itu disamping oleh karena
air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular sehingga akan meningkatkan kadar
natrium. Serum natrium yang lebih tinggi daripada 150 mEq/l memerlukan koreksi
dengan NaCl 0,45% (ADA, 2004).

4. Terapi Kalium

Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3-5
mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena
shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan
hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan
akan menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian
kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan
nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20-30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter
cairan infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4- 5mEq/l.
Kadang-kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus
tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi
insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau
gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium dimulai saat terapi cairan
sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal,
atau kadar kalium > 6mEq/l (ADA, 2004).
5. Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0,
pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki ketoasidosis tanpa
pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah gagal menunjukkan baik
keuntungan atau kerugian pada perubahan morbiditas atau mortalitas dengan terapi
bikarbonat pada pasien KAD dengan pH antara 6,9-7,1. Tidak didapatkan studi random
prospektif yang mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan nilai pH < 6,9.
Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak
diinginkan, tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan
pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan fisiologis
dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam.

Pada pasien dengan pH 6,9-7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200
ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat
tidak diperlukan jika pH > 7,0. Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan
kadar kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara
intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam
sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap 2 jam jika perlu (Ennis and
Kreisberg, 2000).

K. ALGORITMA Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Anamnesis
Anamnesis: : Laboratorium :
Pemeriksaan Fisik :
a.a.Poliuri
Poliuri a. Ketonuria
b.b.Polidipsi
Polidipsi b. Hiperglikemia >
a. Tentukan derajat dehidrasi
c. c.Penurunan
PenurunanBB BB 300mg/dl
b. Nafas cepat dan dalam (kusmaul)
d.d.Nyeri
Nyeri
perut
perut c. Asidosis
c. Nafas bau keton
e.e.Lemas
Lemas
atauatau metabolik
lelah
lelah
Diabetes Ketoasidosis

a. Syok (+), Dehidrasi a. Ada Gejala klinis


berat dan sedang
b. Bisa makan/minum
a. Dehidrasi > 5%
b. Terjadi penurunan
kesadaran b. Asidosis
(hiperventilasi)

c. Syok

d. Muntah

Resusitasi : a. Berikan insulin SC


IFVD :
a. Airway/Nasogastric b. Rehidrasi oral
a. Tentukan kebutuhan
Tube cairan + deficit
b. Berikan Oksigen b. Koreksi defisit dalam
masker 100% 48 jam
c. Terapi syok :NS c. Menggunakan
20ml/gd (bisa normal salin
diulang)
L. Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

1. PengkajianPrimer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat


kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
1) Chin lift / jawtrust
2) Suction /hisap
3) Guedelairway
4) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.

b. Breathing

Kelemahan menelan atau batuk, melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan


yang sulit atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi atau aspirasi, whezing,
sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosapucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang
cukup jelas dan cepat adalah :
1) Awake:A
2) Respon bicara:V
3) Respon nyeri :P
4) Tidak ada respon:U

e. Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
2. PengkajianSekunder

a. Anamnesis :

1) RiwayatDM

2) Poliuria,Polidipsi

3) Berhenti menyuntikinsulin

4) Demam daninfeksi

5) Nyeri perut, mual,mutah

6) Penglihatan kabur

7) Lemah dan sakitkepala

b. Pemeriksan Fisik :

1) Data subyektif

a) Riwayat penyakit sekarang

Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi,lemas, luka sukar


sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak
diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati
serta penyakit pembuluh darah.
b) Riwayat penyakitsebelumnya
Mungkin klien telahmenderita penyakit sejak beberapa lama dengan atau
tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan
kardiovaskuler serta penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka
dapat memperberat kondisi klinis.
c) Riwayat penyakitkeluarga
penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan (herediter)
walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul
sejak kecil (kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan
diagnosis.
d) Statusmetabolic Intake

Makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit


akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan
social, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah,
penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.

2) Data Obyektif :

a) Aktivitas /Istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot


menurun, gangguanistrahat/tidur

Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas,


letargi /disorientasi,koma
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutanpadaekstremitas,ulkuspadakaki,penyembuhanyanglama,
takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola matacekung.
c) Integritas/Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengankondisi
Tanda : Ansietas, pekarangsang

d) Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,


kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan
abdomen,diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria ,jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)

e) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretic (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik
dengan peningkatan gula darah), bauhalisitosis atau manis, bau buah
(napas aseton)
f) Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahanpada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
ganggua nmemori (baru, masalalu), kacaumental, reflex tendon dalam
menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri(sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangatberhati-hati

h) Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen


(tergantung adanya infeksi/tidak)\

Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi


pernapasan meningkat
i) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot- otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukuptajam).
j) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita
k) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik
(thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan
diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosadarah.

M. Analisa Data Ketoasidosis Diabetikum (KAD)

Data Etiologi Masalah


DS : Asupan insulin tidak cukup Pola nafas tidak efektif

DO :
1. Pernafasan
kusmaul Sel beta pancreas
2. RR 36 x/mnt rusak/terganggu
3. GCS 3 (M1 V1
E1)
4. HCO3 12,2 Penurunan produksi insulin
mmol

Glucagon meningkat

Lypolisis meningkat

Asam lemak bebas meningkat


Asam lemak teroksidasi

Ketonemia

Ketonaturia

Ketoasidosis

Asidosis metabolisme

CO2 DAN PCO2 meningkat

Nafas cepat dan dalam


Pola nafas tidak efektif

DS : Asupan insulin tidak cukup Defisit volume Cairan

DO :
1. GDA 651
2. PCV 4,8
3. Na 115 mEq Glucagon meningkat
4. Bibir kering
5. Turgor kulit
menurun Hiperglekemi
Glikosuri

Diuresis Osmotic

Poliuri

Dehidrasi

Defisit Volume Cairan

DS : Asupan insulin tidak cukup Perubahan Nutrisi Kurang


Dari Kebutuhan
DO :
1. Kesadaran menurun
2. GCS 3(M1 V1 E1) Sel beta pancreas
3. Kemampuan makan rusak/terganggu
menurun
4. Terpasang NGT

Penurunan produksi insulin

Glucagon meningkat

Hiperosmolaritas

Koma

Kalori keluar

Rasa lapar
polifagi

Perubahan Nutrisi Kurang Dari


Kebutuhan

DS : Klien mengeluh lemah Angiopati Resiko Infeksi

DO : Adanya luka yang tak


sembuh sembuh
Mikroangiopati

Perubahan kulit

Ulserasi

Resiko Infeksi
DS : Polisetimia Kelelahan
1. Klien mengatakan
perasaan lelah
2. Klien mengatakan
tidak mampu Peningkatan viskositas darah
mempertahankan
aktivitas fisik pada
tingkat biasa

DO : Peningkatan laju O2
1. Klien tampak letih dan nutrisi
2. Klien tampak malas
bergerak
3. Konsentrasi klien
menurun Peningkatan asupan nutrisi

Kurang energy

Keletihan

D. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat


hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan
intake akibatmual.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, statushipermetabolisme

3. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan


respirasi ditandai dengan pernafasankusmaul.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan


fungsi leukosit, perubahan padasirkulasi.

5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik,


perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhanenergi.
E. Nursing Care Planning

NO
SDKI SLKI
DX

1. Risiko Setelah dilakukan Tindakan Observasi :


Ketidakseimb pengkajian n x 24 jam
a. Monitor status dehidrasi (Mis, frekuensi nadi,
angan Cairan diharapkan keseimbangan tekanan darah
cairan klien meningkat b. Monitor berat badab harian
Defenisi : c. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dial
Berisiko dengan kriteria hasil : d. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (Hem
mengalami e. Monitor status hemodynamic (Mis, MAP, CVP
penurunan, a. Asupan cairan
peningkatan meningkat Tindakan Teraupetik :
atau b. Haluaran urin
percepatan meningkat a. Catat intke-output dan hitung balans cairan 24
perpindahan c. Kelembaban membran b. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
cairan dari mukosa meningkat c. Berikan cairan intravena bila perlu
intravaskuler, d. Edema menurun
interstisial atau e. Dehidrasi menurun Tindakan Kolaborasi :
intraseluler f. Tekanan darah a. Kolaborasi pemberian diuretik jika perlu
membaik
g. Turgor kulit membaik
2. Defisit Setelah dilakukan Tindakan observasi :
Nutrisi pengkajian n x 24 jam
a. Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Defenisi :
klien meningkat dengan c. Identifikasi makanan yang disukai
Asupan nutrisi
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
tidak cukup kriteria hasil : e. Identifikasi perlunya pengguanan selang nasog
untuk
f. Monitor asupan makanan
memenuhi
a. Porsi makanan g. Monitor berat badan
kebutuhan
yang dihabiskan h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
metabolisme
meningkat
b. Kekuatan otot
mengunyah Tindakan Terapeutik :
meningkat
c. Kekuatan otot a. Lakukan oral hygiene sebelum makan jika perl
menelan meningkat b. Fasilitasi menentukan pedoman diet
d. Verbalisasi c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yan
keinginan untuk d. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
meningkatkan e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi prote
nutrisi meningkat f. Berikan suplemen makanan jika perlu
e. Pengetahuan g. Hentikan pemberian makanan melalui selang n
tentang pilihan
makanan yang Tindakan Edukasi :
sehat meningkat a. Anjurkan posisi duduk jika mampu
f. Pengetahuan b. Anjurkan diet yang diprogramkan
tentang pilihan
minuman yang Tindakan Kolaborasi :
sehat meningkat a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum maka
g. Pengetahuan b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
tentang standar
asupan nutrisi yang
tepat meningkat
h. Perasaan cepat
kenyang menurun
i. Nyeri abdomen
klienmenurun
j. Berat badan dan
IMT klien
meningkat
k. Frekuensi
makananklien
meningkat
l. Nafsu makan klien
meningkat
m. Bising usus klien
membaik

3. Pola Napas Setelah dilakukan Tindakan Observasi :


Tidak Efektif pengkajian n x 24 jam
a. Monitor pola nafas klien
diharapkan pola napas b. Monitor binyi napas tambahan klien
Defenisi :
klien membaik dengan c. Monitor sputum klien
inpirasi atau
ekspirasi yang kriteria hasil : Tindakan Terapeutik :
tidak
a. Pertahanankan kepatenan jalan napas klien den
memberikan
a. Ventilasi semenit b. Posisikan kliendengan semi fowler atau fowler
ventilasi
meningkat c. Berikan minuman hangat pada klien
adekuat
b. Kapasitas vital d. Lakukan fisioterapi dada pada klien jika perlu
klien meningkat e. Lakukan penghisapan lendirkurang dari 15 det
c. Tekanan ekspirasi f. Lakukan hiperoksigenisasi sebelum penghisap
klien meningkat g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan force
d. Tekanan inspirasi h. Berikan oksigen pada klien jika perlu
klien meningkat
e. Dispne klien Tindakan Edukasi :
menurun a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari pada klie
f. Penggunaan otot b. Ajarkan teknik batuk efektif pada klien
bantu napas klien
menurun Tindakan Kolaborasi :
g. Frekuensi napas a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspekto
membaik
h. Kedalaman napas
membaik
4. Risiko Infeksi Setelah dilakukan Tindakan observasi :
pengkajian n x 24 jam
Defenisi : a. Identifikasi riwayat keehatan dan riwayat alerg
berisiko diharapkan tingkat atau b. Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisas
mengalami derajat infeksi klien c. Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan k
peningkatan
terserang menurun dengan kriteria Tindakan Terapeutik :
organisme hasil : a. Berikan suntikan pada bayi dibagian paha ante
patogenik b. Dokumentasikan informasi vaksinasi
c. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang
a. Demam klien
menurun
Tindakan Edukasi :
b. Kemerahan klien
a. Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, j
menurun
b. Informasikan imunisasi yang diwajibkan peme
c. Nyeri klien
c. Informasikan imunisasi yang melindungi terha
menurun
d. Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
d. Bengkak klien
e. Informasikan penundaan pemberian imunisasi
menurun
f. Informasikan penyedia layanan pekan imunisa
e. Kebersihan tangan
klien meningkat
f. Kebersihan badan
klien meningkat
g. Nafsu makan klien
meningkat
h. Kadar sel darah
putih klien mebaik
i. Kultur aarea luka
membaik
5. Keletihan Setelah dilakukan Tindakan Observasi :
pengkajian n x 24 jam
Defenisi : a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerim
penurunan diharapkan tingkat
kapasitas kerja keletihan klien menurun Tindakan Terapeutik :
fisik dan a. Sediakan materi dan media pengturan aktivitas
mental yang dengan kriteria hasil : b. Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan se
tidak pulih c. Berikan kesempatan pada pasien dan keluarga
dengan a. Verbalisasi lelah
istirahat pada klien Tindakan Edukasi :
menurun a. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik
b. Lesu pada klien b. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, ak
menurun c. Anjurkan menyusun jadwal akrivitas dan istira
c. Gangguan d. Anjurkan cara mengidentifikasi kebutuhan isti
konsentrasi pada e. Anjurkan cara mengidentifikasi kebutuhan iast
klien menurun
d. Sakit kepala pada
klien menurun
e. Verbalisasi
kepulihan energi
klien meningkat
f. Tenaga klien
meningkat
g. Kemampuan
melakukan
aktivitas rutin klien
meningkat
h. Selera makan pada
klien membaik
i. Pola istirahat pada
klien membaik
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan dekompensasi atau kekacauan metabolic yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
difesiensi insulin absolutatau relative. KAD dan hipoglekemia merupakan komplikasi
akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membumbutuhkan pengelolaan gawat
darurat .

Ketoasidosis Diabetik merupakan akibat dari defesiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak, Keadaan ini disebut akselerasi
puasa dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin. Ketoasidosis diabetikum (KAD) tidak memiliki suatu definisi
yang disetujui secara universal dan beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi
permasalahan ini dengan menggunakan kriteria kadar betahidroksibutirat plasma.
Definisi kerja KAD sebagai keadaan diabetes tidak terkontrol berat disertai dengan
konsentrasi keton tubuh >5 mmol/L yang membutuhkan penanganan darurat
menggunakan insulin dan cairan intravena

Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah trias dari hiperglikemia asidosis dan ketosis
yang terlihat, terutama pada pasien dengan diabetes tipe 1. Pada pasien dengan KAD
yang berat bisa menyebabkan pasien koma sampai terpasang ventilator. Pengkajian pada
pasien KAD dengan pemasangan ventilator dilakukan secara komprehensif dan data
yang didapatkan cukup lengkap. Untuk diagnosa keperawatan yang muncul disesuaikan
secara teori dan berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan. Penyusunan rencana
keperawatan bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan yang muncul. Dan
tentunya penyusunan rencana keperawatan diutamakan pada tindakan keperawatan
secara mandiri dan menyertakan evidance practice.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah seminar ini, diharapkan penulis, mahasiswa, dan tenaga
pendidik atau kesehatan lainnya dapat meningkatkan dan memperluas lagi wawasan serta
ilmu pengetahuannya dibidang keperwatan kritis khsusnya. Sehingga tindakan atau
intervensi yang diberikan bisa dilakukan dengan benar. Dan teori teori yang sudah
didapatkan dapat diterapkan dan dikembangkan lagi sebagaimana mestinya
DAFTAR PUSTAKA

Dr. MHD. Syahputra. Diabetic ketosidosis. www. Library.usu.ac.id. Diakses pada tanggal
20 Mei 2018.

Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA.


http://intensivecare.hsnet.nsw.gov.au.Diakses pada tanggal 20 Mei2018.

Gotera W, Budiyasa GDGA. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD). J. Peny


Dalam. 2011; 11(2): 126-138

Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ . Acute hyperglycemic cr isis in elderly. Med


Cli N Am 88: 1063-1084,2004.

Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus.American Diabetes


Association. Diabetes Carevol27 supplement1 2004,S94-S102.
Samijean Nordmark. Critical Care Nursing Handbook. http://books.google.co.id. Diakses
pada tanggal 20 Mei 2018

Ramainah, Savitri. 2003. Diabetes. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.

ADA, 2004. Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus, Diab Care, Vol. 27 (1): S5-
S10

Ennis and Kreisberg, 2000. Diabetic Ketoacidosis and The Hyperglycemic Hyperosmolar
Syndrome. Diabetes mellitus a fundamental and clinical text. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. p.336-46

Soewondo, 2006. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3.
Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Umpierrez, et. al. 2002. Narrative review: Ketosis prone type 2 diabetes mellitus. Ann Intern
Med, Vol. 144, pp. 350-357

Anda mungkin juga menyukai