Ok Makalah Keperawatan Kritis Ketoasidisis Diabetikum Kelompok 3
Ok Makalah Keperawatan Kritis Ketoasidisis Diabetikum Kelompok 3
Ok Makalah Keperawatan Kritis Ketoasidisis Diabetikum Kelompok 3
Kelompok 3 :
PRODI S1 KEPERAWATAN A
TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan atas Kehadirat Allah SWT, karena atas karunia
dan rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Kritis Ketoasidosis Diabetikum. Tak lupa shalawat beserta salam semoga
tercurah limpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Penulisan makalah ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu tugas Seminar kelompok Keperawatan Kritis
Universitas Mohammad Natsir Yarsi Bukittinggi.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada puhak
yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini dari awal hingga selesai. Penulis yakin
dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan
saran demi perbaikan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rumusan Maslah Tujuan Penulisan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II. Tinjauan Teoritis
A. Pengertian Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
B. Anatomi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
C. Fisiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
D. Etiologi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
E. Manifestasi klinis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
F. Woc Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
G. Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
H. Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
I. Penatalaksanan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
J. Algorithma Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
K. Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
L. Analisa Data Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
M. Diagnosa Keperawatan Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
N. Nursing Care Planning Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian pasien dengan KAD di Negara maju kurang dari 5%,
beberapa sumber lain menyebutkan 5-10%, atau 9-10%. Sedangkan diklinik dengan
sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD,
seperti sepsis, syok berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar
glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.
Kematian pada pasien KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis
cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya. Pada usia
lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh factor penyakit dasarnya
(Soewondo, 2006).
B. Rumusan Masalah
TINJAUAN TEORITIS
Ketoasidosis Diabetik merupakan akibat dari defesiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak, Keadaan ini disebut akselerasi
puasa dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.
3. Cauda ( Yang bersinggungan dengan ginjal bagian kiri atau Bagian ekor)
Produk yang di hasilkan oleh kelenjar pancreas akan disalurkan melalui duktur /
saluran ( eksokrin ). Sedangkan produk dari pulau – pulau Langerhans langsung ikut
dalam aliran darah ( endokrin ). Pankreas mendapat nutrisi dan oksigenasi melalui
percabangan arteri dari arteri hepatica comunis, arteri splenic, arteri mesenterica.
Sedangkan pembuluh darah baliknya melalui vena gastro duodenalis, vena gastric
sinistra dan vena hepatica.
2. EndokrinPankreas
Susunan insulin terdiri dari pioipeptida yang mengandung dua mata rantai asam
amino yang di hubungkan dengan jembatan disulfide. Insulin dibentuk di kulum
endoplasmic sel B. Insulin kemudian di kemas di apparatus golgi dalam sebuah
granula. Granula ini yang kemudian bergerak ke membrane plasma. Insulin kemudian
di keluarkan melalui proses eksositosis kemudian melintasi lamina basalis sel B
menuju kapiler dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah. Waktu paruh
insulin dalam sirkulasi berlangsung selam 5menit.
Efek fisiologi insulin terbagi dalam efek lambat, sedang dan cepat. Efek itu terlihat
dalam tabel 1.1 sebagai berikut :
Secara umum insulin mempunyai efek yang paling populer yaitu memfasilitasi
masuknya glukosa ke dalam sel. Efek insulin terhadap jaringan tubuh terlihat dalam
tabel di bawah ini :
Factor pencetus pada psien KAD yang sejak diketahui DM sebelumnya, 80%
dapat dikenali adanya factor pencetus.Mengatasi factor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Factor pencetus yang berpera untuk
terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin ( Sudoyo, 2007)
Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD, namun
beberapa penelitian terbaru menunjukkan penghentian atau kurangnya dosis insulin
dapat menjadi faktor penyebab penting. Patut diperhatikan bahwa terdapat sekitar 10-
22% pasien yang datang dengan diabetes awitan baru. Infeksi yang paling sering
diketemukan adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih yang mencakup antara 30%
sampai 50% kasus. Penyakit medis lainnya yang dapat mencetuskan KAD adalah
penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli pulmonal dan infark miokard. Beberapa obat
yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat juga dapat menyebabkan KAD
diantaranya adalah kortikosteroid, pentamidine, zat simpatomimetik, penyekat alpha dan
beta serta penggunaan diuretik berlebihan pada pasien lansia (Kitabchi, et al., 2004).
1. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah
sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
2. Ketidapatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertamakali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan
dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari
menjelang KAD, dan sering disertai mual - muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering
disalah artikan sebagai akut aabdomen. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab
utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah
asidosisnya teratasi. Sering dijumpai penurunan kesadaran bahkan koma (10% kasus),
dehidrasi dan syok hipovolemik (kulit atau mukosa kering dan penurunan turgor,
hipotensi dan takikardi). Tanda lain adalah nafas cepat dan dalam (kusmaul) yang
merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton
padanapasnya.
Gejala klinis lain pada KAD :
1. Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut)
2. Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul)
3. Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
4. Kadang-kadang hipovolemi dansyok
5. Bau aseton dan hawa napas tidak terlalutercium
6. Didahului oleh poliuria,polidipsi.
7. Riwayat berhenti menyuntik insulin
8. Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut
(Dr. MHD. Syahputra. Diabetic ketosidosis.http://www.library.usu.ac.id)
Muntah - muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan
air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipidnormal. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah
glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh
hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam
upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium).
Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit.
Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air
dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24
jam. Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan
keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah,
badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula
darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat
gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuriamakase jumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang
pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.
1. PemeriksaanLaboratorium
a. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau
lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa
ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah.
Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air keruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg /dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar1, 6 mEq/L. Bila kadar glukosa turun, tingkat
natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
d. Bikarbonat.
h. β-hidroksibutirat.
m. Kadarkreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien
yang mengalami insufisiensi renal.
h. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
m. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik ) Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat
dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air
kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati
diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik ) Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan
sembab pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan
kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik ) Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf.
Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa).
4. Kelainan Jantung. Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi
jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
5. Hipoglikemia. Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa
gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi. Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada
diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler
serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke
otak untuk menambah takanan darah.
4. Mengecah komplikasi
1. Terapi Cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan (Alberti, 2004).
Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya
dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Studi
menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula
darah disebabkan oleh rehidrasi. Oleh karena itu, hal penting pertama yang harus
dipahami adalah penentuan defisit cairan yang terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang
terjadi dipengaruhi oleh durasi hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan
penderita. Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6 mEq/l
tiap kenaikan 100 mg/dl kadar gula darah di atas kadar gula 100 mg/dl. Nilai corrected
serum sodium concentration >140 dan osmolalitas serum total > 330 mOsm/kg air
menunjukkan defisit cairan yang berat. Penentuan derajat dehidrasi dengan gejala klinis
seringkali sukar dikerjakan, namun demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong
untuk menentukan derajat dehidrasi (Wolfsdore,2003)
2. Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi
yang memadai (Soewondo, 2006). Pemberian insulin dimulai setelah diagnosis KAD
ditegakkan dan pemberian cairan telah dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan
kadar hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam
lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan
meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Sampai tahun 1970-an penggunaan insulin
umumnya secara bolus intravena, intramuskular, ataupun subkutan. Sejak pertengahan
tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis rendah
mulai digunakan dan menjadi popular.
Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan
kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke
intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebihsedikit.Pemberian
insulin dengan infus intravena dosis rendah adalah terapi pilihan pada KAD yang
disebutkan oleh beberapa literatur, sedangkan ADA menganjurkan insulin intravena tidak
diberikan pada KAD derajat ringan. Jika tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3mEq/l),
dapat diberikan insulin regular 0,15 u/kgBB, diikuti dengan infus kontinu 0,1
u/kgBB/jam (5-7 u/jam). Jika kadar kalium < 3,3 mEq/l, maka harus dikoreksi dahulu
untuk mencegah perburukan hipokalemia yang akan dapat mengakibatkan aritmia
jantung (Umpierrez, et. al. 2002).
Insulin dosis rendah biasanya menurunkan gula darah dengan kecepatan 50-75
mg/dl/jam, sama seperti pemberian insulin dosis lebih tinggi. Jika gula darah tidak
menurun sebesar 50 mg/dl dari nilai awal pada jam pertama, periksa status hidrasi pasien.
Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dapat dinaikkan 2 kali lipat setiap jam sampai
tercapai penurunan gula darah konstan antara 50-75 mg/dl/jam. Ketika kadar gula darah
mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi 0,05-0,1 u/kgBB/jam (3-6 u/jam),
dan tambahkan infus dextrose 5-10%. Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau
konsentrasi dextrose harus disesuaikan untuk memelihara nilai glukosa sampai keadaan
asidosis membaik. Pada kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat diberikan,
maka insulin diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4-0,6 iu)/kgBB yang terbagi menjadi
setengah dosis secara intravena dan setengahnya lagi secara subkutan atau intramuskular,
selanjutnya diberikan insulin secara intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/jam,
selanjutnya protokol penatalaksanaannya sama seperti pemberian drip intravena.
3. Terapi Natrium
4. Terapi Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3-5
mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi karena
shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan insulin, dan
hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan
akan menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian
kalium dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan
nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20-30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter
cairan infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4- 5mEq/l.
Kadang-kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan. Pada kasus
tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan terapi
insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau
gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium dimulai saat terapi cairan
sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal,
atau kadar kalium > 6mEq/l (ADA, 2004).
5. Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0,
pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki ketoasidosis tanpa
pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah gagal menunjukkan baik
keuntungan atau kerugian pada perubahan morbiditas atau mortalitas dengan terapi
bikarbonat pada pasien KAD dengan pH antara 6,9-7,1. Tidak didapatkan studi random
prospektif yang mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan nilai pH < 6,9.
Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan banyak efek vaskular yang tidak
diinginkan, tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan
pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan fisiologis
dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam.
Pada pasien dengan pH 6,9-7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200
ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat
tidak diperlukan jika pH > 7,0. Sebagaimana natrium bikarbonat, insulin menurunkan
kadar kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus diberikan secara
intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam
sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap 2 jam jika perlu (Ennis and
Kreisberg, 2000).
Anamnesis
Anamnesis: : Laboratorium :
Pemeriksaan Fisik :
a.a.Poliuri
Poliuri a. Ketonuria
b.b.Polidipsi
Polidipsi b. Hiperglikemia >
a. Tentukan derajat dehidrasi
c. c.Penurunan
PenurunanBB BB 300mg/dl
b. Nafas cepat dan dalam (kusmaul)
d.d.Nyeri
Nyeri
perut
perut c. Asidosis
c. Nafas bau keton
e.e.Lemas
Lemas
atauatau metabolik
lelah
lelah
Diabetes Ketoasidosis
c. Syok
d. Muntah
1. PengkajianPrimer
a. Airway
b. Breathing
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
2. PengkajianSekunder
a. Anamnesis :
1) RiwayatDM
2) Poliuria,Polidipsi
3) Berhenti menyuntikinsulin
4) Demam daninfeksi
6) Penglihatan kabur
b. Pemeriksan Fisik :
1) Data subyektif
2) Data Obyektif :
a) Aktivitas /Istirahat
d) Eliminasi
e) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretic (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan atau distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik
dengan peningkatan gula darah), bauhalisitosis atau manis, bau buah
(napas aseton)
f) Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahanpada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
ganggua nmemori (baru, masalalu), kacaumental, reflex tendon dalam
menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri(sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangatberhati-hati
h) Pernapasan
DO :
1. Pernafasan
kusmaul Sel beta pancreas
2. RR 36 x/mnt rusak/terganggu
3. GCS 3 (M1 V1
E1)
4. HCO3 12,2 Penurunan produksi insulin
mmol
Glucagon meningkat
Lypolisis meningkat
Ketonemia
Ketonaturia
Ketoasidosis
Asidosis metabolisme
DO :
1. GDA 651
2. PCV 4,8
3. Na 115 mEq Glucagon meningkat
4. Bibir kering
5. Turgor kulit
menurun Hiperglekemi
Glikosuri
Diuresis Osmotic
Poliuri
Dehidrasi
Glucagon meningkat
Hiperosmolaritas
Koma
Kalori keluar
Rasa lapar
polifagi
Perubahan kulit
Ulserasi
Resiko Infeksi
DS : Polisetimia Kelelahan
1. Klien mengatakan
perasaan lelah
2. Klien mengatakan
tidak mampu Peningkatan viskositas darah
mempertahankan
aktivitas fisik pada
tingkat biasa
DO : Peningkatan laju O2
1. Klien tampak letih dan nutrisi
2. Klien tampak malas
bergerak
3. Konsentrasi klien
menurun Peningkatan asupan nutrisi
Kurang energy
Keletihan
D. Diagnosa Keperawatan
NO
SDKI SLKI
DX
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan dekompensasi atau kekacauan metabolic yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
difesiensi insulin absolutatau relative. KAD dan hipoglekemia merupakan komplikasi
akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membumbutuhkan pengelolaan gawat
darurat .
Ketoasidosis Diabetik merupakan akibat dari defesiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak, Keadaan ini disebut akselerasi
puasa dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin. Ketoasidosis diabetikum (KAD) tidak memiliki suatu definisi
yang disetujui secara universal dan beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi
permasalahan ini dengan menggunakan kriteria kadar betahidroksibutirat plasma.
Definisi kerja KAD sebagai keadaan diabetes tidak terkontrol berat disertai dengan
konsentrasi keton tubuh >5 mmol/L yang membutuhkan penanganan darurat
menggunakan insulin dan cairan intravena
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah trias dari hiperglikemia asidosis dan ketosis
yang terlihat, terutama pada pasien dengan diabetes tipe 1. Pada pasien dengan KAD
yang berat bisa menyebabkan pasien koma sampai terpasang ventilator. Pengkajian pada
pasien KAD dengan pemasangan ventilator dilakukan secara komprehensif dan data
yang didapatkan cukup lengkap. Untuk diagnosa keperawatan yang muncul disesuaikan
secara teori dan berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan. Penyusunan rencana
keperawatan bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan yang muncul. Dan
tentunya penyusunan rencana keperawatan diutamakan pada tindakan keperawatan
secara mandiri dan menyertakan evidance practice.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah seminar ini, diharapkan penulis, mahasiswa, dan tenaga
pendidik atau kesehatan lainnya dapat meningkatkan dan memperluas lagi wawasan serta
ilmu pengetahuannya dibidang keperwatan kritis khsusnya. Sehingga tindakan atau
intervensi yang diberikan bisa dilakukan dengan benar. Dan teori teori yang sudah
didapatkan dapat diterapkan dan dikembangkan lagi sebagaimana mestinya
DAFTAR PUSTAKA
Dr. MHD. Syahputra. Diabetic ketosidosis. www. Library.usu.ac.id. Diakses pada tanggal
20 Mei 2018.
ADA, 2004. Diagnosis And Classification Of Diabetes Mellitus, Diab Care, Vol. 27 (1): S5-
S10
Ennis and Kreisberg, 2000. Diabetic Ketoacidosis and The Hyperglycemic Hyperosmolar
Syndrome. Diabetes mellitus a fundamental and clinical text. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. p.336-46
Soewondo, 2006. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3.
Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Umpierrez, et. al. 2002. Narrative review: Ketosis prone type 2 diabetes mellitus. Ann Intern
Med, Vol. 144, pp. 350-357