Referat FORENSIK FINAL

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

Referat

MALPRAKTEK

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Ujian Kepaniteraan


Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Bengkulu

DISUSUN OLEH
MUHAMMAD HAFIZO DISTRA S. H1AP14056
AULIA DHIYA ALMAS H1AP20035
MUTIARA ANANDA HARFIYANI H1AP20049

PEMBIMBING
dr. MARLIS TARMIZI, Sp. FM

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
PERIODE 20 DESEMBER 2021-30 JANUARI 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama NPM
Muhammad Hafizo Distra S. H1AP14056
Aulia Dhiya Almas H1AP20035
Mutiara Ananda Harfiyani H1AP20049
Telah disetujui oleh pembimbing referat dari :

Fakultas : Kedokteran

Judul : Penerapan Medikolegal Dalam Menghadapi Malpraktek

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal

Pembimbing : dr. Marlis Tarmizi, Sp. FM

Bengkulu, Januari 2022

Pembimbing

dr. Marlis Tarmizi, Sp. FM

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini.

Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Marlis Tarmizi, Sp. FM sebagai pembimbing utama yang telah


bersedia membimbing penulis, meluangkan waktu, dan telah memberikan
masukan-masukan, dan petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas
ini.
2. Teman-teman koas forensik yang telah memberikan bantuan baik material
maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, maka
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat
berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Definisi Malpraktek........................................................................................3
2.2 Jenis Malpraktek.............................................................................................3
2.3 Usaha Menghindari Malpraktek.....................................................................5
2.4 Sengketa Medik............................................................................................16
2.5 Pemahaman masyarakat tentang malpraktek...............................................19
2.6 Unsur malpraktek........................................................................................20
2.7 Sanksi malpraktek........................................................................................27
2.8 Sanksi Pelanggaran Disiplin.........................................................................28
2.9 Standar Profesi Dokter.................................................................................33
2.10 Contoh Kasus............................................................................................35
BAB III PENUTUP................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

Sejak berdirinya republik, pemerintah telah menerbitkan berbagai


peraturan dan ketentuan hukum dalam bidang kesehatan agar pelayanan dan
pemeliharaan kesehatan dapat berjalan dengan baik. Pemerintah mengusahakan
rakyat yang sehat sebagai asset dan tujuan utama, maka dibuatlah peraturan dan
ketentuan hukum mengenai praktik kesehatan. Peraturan dan ketentuan hukum ini
tidak hanya mencakup bidang kedokteran saja, tetapi juga mencakup seluruh
bidang kesehatan seperti farmasi, obat-obatan, rumah sakit, kesehatan jiwa,
kesehatan masyarakat, kesehatan kerja, dan kesehatan lingkungan.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan kemudahan dalam mengakses
informasi, masyarakat menjadi semakin kritis. Masyarakat semakin peka dalam
menyikapi persoalan, termasuk memberikan penilaian terhadap pelayanan yang
diberikan petugas kesehatan. Sorotan masyarakat yang tajam atas jasa pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan mengenai tuntutan hukum terhadap dokter
semakin meningkat. Hal itu dapat terjadi akibat kesadaran hukum pasien yang
semakin meningkat selain itu kesadaran atau semakin mengertinya pasien
mengenai hak-haknya ketika dirawat oleh seorang dokter. Interpretasi yang salah
di masyarakat luas bahwa kegagalan dokter dalam mengobati pasien dianggap
sebuah tindakan malpraktek, padahal seorang dokter tidak bisa disalahkan bila
tindakan yang dilakukaan dirinya dalam upaya penyembuhan pasien sudah sesuai
dengan Standard Operational Procedure (SOP).
Menurut Valentinv. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim digunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama, dari definisi tersebut malpraktek harus
dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam
menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim
dipergunakan diwilayah tersebut1. Namun menurut World Medical Association,
1
Rismalinda. 2011.Buku Saku Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Trans Info Media 

1
2

tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktik medis. Suatu peristiwa
buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi saat dilakukan tindakan
medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak
termasuk dalam pengertian malpraktik atau kelalaian medik2.
Sejak 2006 hingga 2012, tercatat ada 182 kasus malpraktek yang terbukti
dilakukan dokter di seluruh Indonesia. Malpraktek ini terbukti dilakukan dokter
setelah melalui sidang yang dilakukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia (MKDKI). Akibat dari malpraktek yang terjadi selama ini, sudah ada 29
dokter yang ijin prakteknya dicabut sementara3.
Oleh karena itu pengetahuan mengenai malpraktek penting untuk
dipahami bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan praktiknya, khususnya
penyedia pelayanan kesehatan primer seperti dokter umum.

2
World Medical Association. World medical association statement on medical malpractice.
http://www.wma.net/en/30publications/10policies/20archives/m2/index.html , 2 Desember 2013
3
Tempo.Kasus Malpraktek.2012 . https://nasional.tempo.co/read/469172/sampai-akhir-2012-
terjadi-182-kasus-malpraktek
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Malpraktek


Malpraktek terdiri dari suku kata “mal” dan “praktik” atau  “praktek”. Mal
berasal berasal dari kata Yunani, yang berati buruk. Praktik berdasarkan kamus
bahasa Indonesia berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau
menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi malpraktek   berarti   menjalankan
pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktek tidak
hanya dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan,
pengacara, akuntan public, dan wartawan. Malpraktek dapat didefinisikan juga
sebagai :
- Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan atau
- Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban
(negligence) atau
- Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundangan.
Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medik sekaligus
merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Malpraktek
medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang
dimaksud dengan kelalaian disini yaitu sikap kurang hati-hati. Kelalaian dapat
diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan
medik4.

2.2 Jenis Malpraktek


Malpraktek medik dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etika
(ethical malpractice) dan malpraktek yuridis ( yuridical malpractice). Setiap

4
Aflanie I, Nirmalasari N, Arizal MH. Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Ed 1. Jakarta :
Rajawali pers 2017.

3
4

malpraktek yuridis sudah pasti malpraktek etik, tetapi tidak semua malpraktek etik
merupakan malpraktek yuridis5.
1. Malpraktek etika (Ethical malpractice)
Malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang
dokter yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran.

2. Malpraktek yuridis (yuridical malpractice)


Malpraktek yuridis terdiri dari :
a. Malpraktek administratif (Administrative malpractice)
Administrative malpractice terjadi apabila dokter atau tenaga kerja
kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang
berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izin praktek,
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalanka
praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa
membuat catatan medik.

b. Malpraktek perdata (Civil malpractice)


Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan
tidak  terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh
tenaga kesehatan atau terjadi terjadinya perbuatan melanggar hukum, sehingga
menimbulkan kerugian kepada pasien. Adapun isi daripada tidak  dipenuhinya
perjanjian tersebut dapat berupa:
a. tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.  
b. melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melaksanakannya.
c. melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib di lakukan tetapi tidak
sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d. melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan

c. Malpraktek Pidana (Criminal malpractice)

5
Dr. Anny Isfanyarie Sp. An. SH, Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Huk  Malpraktek
Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Prestasi Pustaka. Jakarta. hal. 31.
5

Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami


cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam
melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat
tersebut. Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:
a) Malpraktek pidana karena kesengajaan, misalnya pada kasus aborsi tanpa
indikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat  padahal
diketahui bahwa tidak ada   orang lain yang orang lain yang bisa menolong#
serta bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar.
b) Malpraktek pidana karena kecerobohan kecerobohan (recklessness), misalnya
melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar
profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.
c) Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau
kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang
hati-hati6.

2.3 Usaha Menghindari Malpraktek


1. Semua tindakan sesuai indikasi medis
Pelayanan kesehatan, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi memiliki surat ijin tugas mengingat informed consent dan rekam
medik serta rahasia jabatan atau rahasia kesehatan dari hasil pemeriksaan
kesehatan. Pemeriksaan berdasarkan indikasi medis, standar pelayanan, protap
pelayanan dengan memperhatikan dan menjelaskan berbagai resiko penyakit,
keadaan pasien, dan tindakan kesehatan selanjutnya tenaga kesehatan harus
menerapkan etika umum dan profesi dan bila tidak mungkin bisa ditangani yang
bukan kompetensinya harus di rujuk atau diserahkan kepada tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi. Prinsip-prinsip tersebut jika dijabarkan satu persatu
antara lain7:

1) Tenaga kesehatan yang telah lulus pendidikan dengan memperoleh ijasah


termasuk dalam PP No. 32 Tahun 1996.
2) Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi hasil ujian

6
Dr. Anny Isfanyarie Sp. An. SH, Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Huk  Malpraktek
Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Prestasi Pustaka. Jakarta. hal. 31.
7
Suharto G. 2008. Aspek Medikolegal Praktek Kedokteran. Semarang: ABH Associates.
6

3) Tenaga Kesehatan memiliki surat ijin praktek (SIP) dan Surat Tugas dari
Direktur Rumah Sakit, Dinas Tenaga Kesehatan, Dekan (Pimpinan
Pendidik), dan dari Pemerintah yang lainnya.
4) Tiap menangani pasien harus ada ijin atau persetujuan tertulis atau lisan
dari pihak pasien dan keluarganya.
5) Dalam pelayanan kesehatan harus menerapkan standar pelayanan dan
protap pelayanan kesehatan profesi yang dibuat oleh tenaga profesi. Ini
biasanya dibuat SK oleh Direktur Rumah Sakit atau pimpinan Rumah
Sakit setempat.
6) Hasil pemeriksaan / pelayanan atau tindakan ditulis dicatat secara khusus
oleh dokter yang melakukan tindakan atau pemeriksaan atau singkatnya
ditulis yang disebut sebagai rekam medis / rekam rumah sakit. Untuk
bidan dan perawat tertuang dalam Asuhan Keperawatan atau kebidanan.
7) Point 4,5, dan 6 di atas harus dirahasiakan sesuai dengan peraturan PP
No.10 tahun 1966 dan Undang-undang kesehatan yang lain.
8) Dalam menangani pasien atau tindakan harus berdasarkan indikasi medis
dan kontra indikasi medis.
9) Dalam menangani pasien harus menerangkan mengenai resiko, antara lain
resiko keadaan pasien, resiko penyakitnya, dan resiko tindakan.
10) Dalam komunikasi dengan pasien dan keluarga serta masyarakat harus
menerapkan etika umum dan etika profesi dimana tenaga kesehatan
tersebut bekerja.
11) Kemungkinan dalam menangani pasien memperoleh kesulitan karena tidak
kompetensinya sehingga harus dirujuk/dikirim/ dikonsultasikan kepada
tenaga kesehatan yang kompeten atau dirujuk/dikirim ke rumah sakit
sesuai dengan tingkat pelayanan yang lebih prima.
12) Dalam pelayanan atau upaya kesehatan terjadi sesuatu yang menimbulkan
sengketa atau tuntutan pasien dan keluarganya harus diselesaikan secara
komunikasi yang sehat, secara kemanusiaan dan berdasarkan rambu-
rambu aturan hukum kesehatan. Jangan menerapkan Undang-Undang
diluar Undang-Undang Hukum Kesehatan.
7

Dengan menerapkan rambu-rambu tersebut (1-12) tenaga kesehatan


berusaha atau dapat terhindar dari unsur-unsur malpraktek atau secara khusus
disebut malpraktek4.

2. Bekerja sesuai standar profesi


Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, “Seorang dokter harus senantiasa
berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”.
yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran
adalah yang sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia,
kemampuan pasien, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama. ilmu
kedokteran yang menyangkut segala pengetahuan dan keterampilan yang telah
diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk, sesuai dengn fitrah dan
kemampuan dokter tersebut. Etika umum dan etika kedokteran harus diamalkan
dalam melaksanakan profesi secara tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap
sesama manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain
yang terpuji, seimbang dengan martabat jabatan dokter. Standar Profesi
Kedokteran yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
yaitu8:
1) Standar keterampilan
a. Keterampilan kedaruratan medik; merupakan sikap yang diambil oleh
seorang dokter dalam menjalankan profesinya dengan sarana yang sesuai
dengan standar ditempat prakteknya. Bilamana tindakan yang dilakukan tidak
berhasil, penderitan perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan yang lebih lengkap.
b. Keterampilan umum; meliputi penanggulangan terhadap berbagai penyakit
yang tercantum dalam kurikulum inti pendidikan dokter Indonesia.

2) Standar sarana
Meliputi segala sarana yang diperlukan untuk berhasilnya profesi dokter
dalam melayani penderita dan pada dasarnya dibagi 2 bagian, yakni :
a. Sarana Medis; meliputi sarana alat-alat medis dan obat-obatan.

8
Konsil Kedokteran Indonesia. Indonesian Medical Council Jakarta 2012
http://www.kki.go.id/assets/data/menu/Standar_Pendidikan_Profesi_Dokter_Indonesia.pdf
8

b. Sarana Non Medis; meliputi tempat dan peralatan lainnya yang diperlukan
oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya.

3) Standar perilaku
Standar perilaku didasarkan pada sumpah dokter dan pedoman Kode Etik
Kedokteran Indonesia, meliputi perilaku dokter dalam hubungannya dengan
penderita dan hubungannya dengan dokter lainnya, yaitu :
a. Pasien harus diperlakukan secara manusiawi.
b. Semua pasien diperlakukan sama.
c. Semua keluhan pasien diusahakan agar dapat diperiksa secara menyeluruh.
d. Pada pemeriksaan pertama diusahakan untuk memeriksa secara menyeluruh.
e. Pada pemeriksaan ulangan diperiksa menurut indikasinya.
f. Penentuan uang jasa dokter diusahakan agar tidak memberatkan pasien.
g. Dalam ruang praktek tidak boleh ditulis tarif dokter.
h. Untuk pemeriksaan pasien wanita sebaiknya agar keluarganya disuruh masuk
kedalam ruang praktek atau disaksikan oleh perawat, kecuali bila dokternya
wanita.
i. Dokter tidak boleh melakukan perzinahan didalam ruang praktek, melakukan
abortus, kecanduan dan alkoholisme.

4) Standar catatan medik


Pada semua penderita sebaiknya dibuat catatan medik yang didalamnya
dicantumkan identitas penderita, alamat, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis,
terapi dan obat yang menimbulkan alergi terhadap pasien.

3. Membuat informed consent


Secara harfiah consent artinya persetujuan, atau lebih ‘tajam’ lagi, ”izin”.
Jadi informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang
berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan diagnosis,
9

memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan,


melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika terjadi kesulitan, dan
sebagainya. Selanjutnya kata Informed terkait dengan informasi atau penjelasan.
Dapat disimpulkan bahwa informed consent adalah persetujuan atau izin oleh
pasien (atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan tindakan medis
atas dirinya, setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan informasi
atau penjelasan yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat penjelasan lengkap
itu adalah salah satu hak pasien yang diakui oleh undang-undang sehingga dengan
kata lain informed consent adalah Persetujuan Setelah Penjelasan. Sedangkan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989, Persetujuan
Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut9.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral
dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual,
pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum
mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak
adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap
sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa
jawaban atas pertanyaan pasien.
Suatu informed consent harus meliputi4 :
1) Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan
penyakitnya
2) Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar
kemungkinan keberhasilannya
3) Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat
apabila penyakit tidak diobati
4) Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi
5) Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi
dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.

9
Solichin S. Persetujuan tindakan medik (informed consent). Departemen/instalasi ilmu kedokteran forensik
dan medikolegal. Cited from : http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/PERSETUJUAN
%20TINDAKA N%20KEDOKTERAN.pdf
10

Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :


1. Implied Consent (dianggap diberikan)
Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal, artinya
dokter dapat menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang
diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula pada kasus emergensi sedangkan
dokter memerlukan tindakan segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa
memberikan persetujuan dan keluarganya tidak ada ditempat, maka dokter dapat
melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter.

2. Expressed Consent (dinyatakan)


Dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan medis
yang bersifat invasif dan mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan
persetujuan secara tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit sebagai
surat izin operasi. Hakikat informed consent mengandung 2 (dua) unsur penting
yaitu :
1. Informasi yang diberikan oleh dokter.
2. Persetujuan yang diberikan oleh pasien.
Sehingga persetujuan yang diberikan oleh pasien memerlukan beberapa
masukan sebagai berikut :
1) Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan
medis tertentu (masih berupa upaya percobaan).
2) Deskripsi tentang efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tidak
diinginkan yang mungkin timbul.
3) Deskripsi tentang keuntungan-keuntungan yang dapat diantisipasi untuk
pasien.
4) Penjelasan tentang perkiraan lamanya prosedur atau terapi atau tindakan
berlangsung.
5) Deskripsi tentang hak pasien untuk menarik kembali consent tanpa adanya
prasangka mengenai hubungannya dengan dokter dan lembaganya.
6) Prognosis tentang kondisi medis pasien bila ia menolak tindakan medis
tersebut. Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses komunikasi
antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan
dilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter),
11

sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan


formulir informed consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas
apa yang telah disepakati sebelumnya.

Dalam keadaan gawat darurat informed consent tetap merupakan hal yang
paling penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling
utama adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun
informed consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi
pelaksanaan emergency care sebab dalam keadaan kritis dimana dokter berpacu
dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan sampai pasien
benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan
keputusannya. Dokter juga tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu
kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian
tidak menyetujui tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter
tetap harus melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes
Nomor 585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa
dalam keadaan emergensi tidak diperlukan informed consent.
Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek
dokter, khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya.
Hukum yang umum diberbagai negara menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan
informed consent setara dengan kelalaian atau keteledoran. Akan tetapi, dalam
beberapa hal, ketiadaan informed consent tersebut setara dengan perbuatan
kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan tersebut lebih
tinggi. Tindakan malpraktek dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan
adalah sebagai berikut :
1) Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi
dokter tetap melakukan tindakan tersebut.
2) Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan
akibat dari tindakan medis yang diambilnya.
3) Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko dan akibat dari tindakan
medis yang diambilnya.
4) Informed consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara
substansial dengan yang dilakukan oleh dokter.
12

4. Mencatat semua tindakan yang dilakukan


Penyedia layanan kesehatan bertanggung jawab atas mutu pelayanan
medik di rumah sakit yang diberikan kepada pasien. Rekam medis sangat penting
dalam mengemban mutu pelayanan medik yang diberikan oleh rumah sakit
beserta staf mediknya. Rekam medis merupakan milik rumah sakit yang harus
dipelihara karena bermanfaat bagi pasien, dokter maupun bagi rumah sakit.
Tanggung jawab utama akan kelengkapan rekam medis terletak pada dokter yang
merawat. Tahap memperdulikan ada tidaknya bantuan yang diberikan kepadanya
dalam melengkapi rekam medis oleh staf lain di rumah sakit. Dokter mengemban
tanggung jawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam medis. Data
harus dipelajari kembali, dikoreksi dan ditanda tangani juga oleh dokter yang
merawat. Pada saat ini banyak rumah sakit menyediakan staf bagi dokter untuk
melengkapi rekam medis. Namun demikian tanggung jawab utama dari isi rekam
medis tetap berada pada dokter yang bertanggung jawab. Nilai ilmiah dari sebuah
rekam medis adalah sesuai dengan taraf pengobatan dan perawatan yang tercatat.
Oleh karena itu ditinjau dari beberapa segi rekam medis sangat bernilai penting
karena :
1. Pertama bagi pasien, untuk kepentingan penyakitnya dimasa sekarang maupun
dimasa yang akan datang.
2. Kedua dapat melindungi rumah sakit maupun dokter dalam segi hukum
(medikolegal). Bila mana rekam medis tidak lengkap dan tidak benar maka
kemungkinan akan merugikan bagi pasien, rumah sakit maupun dokter sendiri.
3. Ketiga dapat dipergunakan untuk meneliti medik maupun administratif.
Personil rekam medis hanya dapat mempergunakan data yang diberikan
kepadanya. Bilamana diagnosanya tidak benar dan tidak lengkap maka kode
penyakitnyapun tidak tepat, sehingga indeks penyakit mencerminkan
kekurangan. Hal ini berakibat riset akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu
data statistik dan laporan hanya dapat secermat informasi dasar yang benar

Rekam medis harus memuat isi sebagai berikut10 :


10
Informasi rekam medis dan bidang kesehatan. Gatot kaca. Februari 2009. Cited from :
http://rekamkesehatan.wordpress.com/2009/02/25/definisi-dan-isi-rekam-medis-sesuaipermenkes-
no-269menkesperiii2008
13

1. Semua diagnosis ditulis dengan benar pada lembaran masuk dan keluar, sesuai
dengan istilah terminologi yang dipergunakan, semua diagnosa serta tindakan
16 pembedahan yang dilakukan harus dicatat Simbol dan singkatan jangan
dipergunakan.
2. Dokter yang merawat menulis tanggal dan tanda tangannya pada sebuah
catatan, serta telah menandatangani juga catatan yang ditulis oleh dokter lain
Pada rumah Sakit Pendidikan, yaitu : Riwayat Penyakit, Pemeriksaan fisik dan
resume Lembaran lingkaran masuk dan keluar tidak cukup apabila hanya
ditanda tangani oleh seorang dokter.
3. Bahwa laporan riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik dalam keadaan lengkap
dan berisi semua data penemuan baik yang positif maupun negative.
4. Catatan perkembangan, memberikan gambaran kronologis dan analisa klinis
keadaan pasien Frekwensi catatan ditentukan oleh keadaan pasien.
5. Hasil Laboratorium dan X-Ray dicatat dicantumkan tanggalnya serta ditanda
tangani oleh pemeriksa.
6. Semua tindakan pengobatan medik ataupun tindakan pembedahan harus itulis
dicantumkan tanggal, serta ditanda tangani oleh dokter.
7. Semua konsultasi yang dilaksanakan harus sesuai dengan peraturan staf medik
harus dicatat secara lengkap serta ditanda tangani Hasil konsultasi, mencakup
penemuan konsulen pada pemeriksaan fisik terhadap pasien termasuk juga
pendapat dan rekomendasinya.
8. Pada kasus observasi, catatan prenatal dan persalinan dicatat secara lengkap,
mencakup hasil tes dan semua pemeriksaaan pada saat prenatal sampai masuk
rumah sakit Jalannya persalinan dan kelahirannya sejak pasien masuk rumah
sakit, juga harus dicatat secara lengkap.
9. Catatan perawat dan catatan prenatal rumah sakityang lain tentang Observasi &
Pengobatan yang diberikan harus lengkap catatan ini harus diberi cap dan
tandatangan.
10. Resume telah ditulis pada saat pasien pulang Resume harus berisi ringkasan
tentang penemuan, dan kejadian penting selama pasien dirawat, keadaan waktu
pulang saran dan rencana pengobatan selanjutnya.
14

11. Bila otopsi dilakukan, diagnosa sementara / diagnosa anatomi, dicatat segera
( dalam waktu kurang dari 72 jam ) : keterangan yang lengkap harus dibuat dan
digabungkan dengan rekam medis
12. Analisa kualitatif oleh personel medis untuk mengevaluasi kualitas pencatatan
yang dilakukan oleh dokter untuk mengevaluasi mutu pelayanan medik
Pertanggung jawaban untuk mengevaluasi mutu pelayanan medik terletak pada
dokter yang bertanggung jawab.

Berikut pasal yang mengatur mengenai rekam medis11 :


Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan
petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan
milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

5. Apabila ragu-ragu konsultasikan dengan konsulen


Apabila saat akan melakukan tindakan terhadap pasien, dokter yang
melaksanakan tindakan dapat berkonsultasi dengan dokter penanggung jawab
pasien (DPJP). Pada saat emergency, dokter berhak melakukan upaya
penyelamatan nyawa pasien terlebih dahulu. Rekam Medis harus diberi data yang
cukup terperinci, sehingga dokter lain dapat mengetahui bagaimana pengobatan

11
Dasar Hukum Penyelenggaraan Rekam Medis. Cited from :
http://permatakakilangit.files.wordpress.com/2010/12/dasar-hukum-penyelenggaraan.rm.pdf
15

dan perawatan kepada pasien dan konsulen dapat memberikan pendapat yang
tepat setelah dia memeriksanya ataupun dokter yang bersangkutan dapat
memperkirakan kembali keadaan pasien yang akan datang dari prosedur yang
telah dilaksanakan.

6. Memperlakukan pasien secara manusiawi


Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kriteria paling utama bagi
dokter yang baik bukanlah dokter yang pintar dengan keterampilan klnis yang
baik, tetapi dokter yang memiliki sense atau rasa kemanusiaan ketika berhadapan
dengan pasien. Secara detail, studi itu menunjukkan bahwa ada empat aspek
utama yang harus dimiliki seorang dokter, salah satunya adalah memiliki rasa
kemanusiaan (humanness). Dokter yang baik adalah dokter yang menghargai dan
merawat pasiennya secara manusia dan tidak menganggap mereka sebagai objek
mencari keuntungan pribadi. Saat bertemu dengan pasien, dokter yang baik
memiliki niat dan komitmen untuk menolong pasien agar pasien dapat pulang ke
rumahnya dengan rasa puas dan terbebas dari rasa sakit.
Dokter yang baik akan memerlakukan pasiennya secara manusiawi dan
profesional. Mereka mendegarkan keluhan pasien dengan cermat, tidak
menginterupsi keluhan mereka, serta memiliki rasa empati dengan penyakit yang
diderita oleh mereka. Dokter yang baik tidak memeriksa pasien secara tergesa-
gesa sekedar karena ingin cepat-cepat menyelesaikan konsultasi dan memanggil
pasien berikutnya. Dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, dokter yang
baik selalu menjaga kerahasiaan pasien dan tidak membiarkan orang lain
mengetahui keluhan dan kondisi pasiennya. Dokter seperti ini melihat pasiennya
sebagai manusia dan karena itu memperlakukan mereka secara manusiawi.

7. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga, dan masyarakat


sekitar
Menurut hukum perdata, hubungan profesional antara dokter dengan
pasien dapat terjadi karena 2 hal, yaitu12:
1. Berdasarkan perjanjian (ius contractu)

12
Ali MM, Sidi IPS, Hadad T. Komunikasi efektif dokter pasien. November 2006. Cited from :
http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20Efektif.pdf
16

Kontrak berupa terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasie


berdasarkan kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan bila terjadi
"wanprestasi", yakni pengingkaran terhadap hal yang diperjanjikan. Dasar
tuntutan adalah tidak, terlambat, salah melakukan, ataupun melakukan sesuatu
yang tidak boleh dilakukan menurut perjanjian itu.
2. Berdasarkan hukum (ius delicto) Berlaku prinsip siapa merugikan orang lain
harus memberikan ganti rugi. Rumusan perjanjian atau kontrak menurut hukum
perdata ialah suatu tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan secara
sukarela oleh dua orang atau lebih, yang bersepakat untuk memberikan
"prestasi" satu kepada lainnya. Dalam hubungan antara dokter dengan pasien,
timbul perikatan usaha (inspanningsverbintenis) dimana sang dokter berjanji
memberikan "prestasi" berupa usaha penyembuhan yang sebaik-baiknya dan
pasien selain melakukan pembayaran, ia juga wajib memberikan informasi
secara benar atau mematuhi nasihat dokter sebagai "kontra-prestasi". Disebut
perikatan usaha karena didasarkan atas kewajiban untuk berusaha. Dokter
harus berusaha dengan segala daya agar usahanya dapat menyembuhkan
penyakit pasien. Hal ini berbeda dengan kewajiban yang didasarkan karena
hasil atau resultaat pada perikatan hasil (resultaatverbintenis), dimana prestasi
yang diberikan dokter tidak diukur dengan apa yang telah dihasilkannya,
melainkan ia harus mengerahkan segala kemampuannya bagi pasien dengan
penuh perhatian sesuai standar profesi medis. Selanjutnya dari hubungan
hukum yang terjadi ini timbul lah hak dan kewajiban bagi pasien dan dokter.

2.4 Sengketa Medik


2.4.1 Ketidakpuasan pasien atau keluarganya terhadap pelayanan dokter
Tenaga kesehatan, sebuah profesi yang masih mendapat tempat yang
istimewa di mata masyarakat. Bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi
karena jiwa kemanusiaannya yang akrab dengan tugasnya yang amat mulia, yakni
menyelamatkan nyawa orang. Tetapi, sepertinya kesan baik itu sudah mulai luntur
dengan banyaknya tingkah laku tenaga kesehatan yang mulai menimbulkan rasa
was-was kepada pasien. Faktanya, tidak jarang, tenaga kesehatan melakukan
kesalahan-kesalahan yang tidak lazim dalam menjalankan tugasnya yang
ironisnya tak jarang menyebabkan kerugian yang amat besar kepada pasien.
17

Kesalahan-kesalahan yang terjadi saat proses pelayanan seorang tenaga kesehatan


tak jarang karena disebabkan oleh kelailaian si tenaga kesehatannya sendiri,
padahal bisa jadi, kekurang telitian tersebut sebenarnya bisa dihindari.
Ketidakpuasan pasien dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Gagal Berkomunikasi
Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya ketidakpuasan
pasien adalah masalah komunikasi yang dibangun sewaktu tenaga kesehatan
menggali informasi dari pasien. Dalam praktik medis disebut dengan anamnesis.
Beberapa fakta empirik yang sering diresahkan masyarakat adalah sikap tenaga
kesehatan yang kurang ramah, kurang empati dan kurang mengayomi pasien-
pasiennya. Pasien hanya diibaratkan sebagai sebuah mesin yang tunduk pada
perintah tenaga kesehatan tanpa memperhatikan feedback langsung dari lawan
bicaranya.
Ketidaksempurnaan tenaga kesehatan dalam membangun komunikasi
terhadap pasien akan berakibat buruk terhadap proses terapeutik yang dikelolanya
nanti. Karena tak jarang, tenaga kesehatan terlalu intervensif dalam melakukan
anamnesis. Seorang tenaga kesehatan menurut sebuah penelitian di Amerika,
umumnya menyela keluhan yang disampaikan pasiennya setelah 22 detik.
Artinya, tenaga kesehatan sering tidak sabar menunggu Anda menyelesaikan
semua keluhan, dan lebih suka menghentikannya di tengah-tengah pembicaraan.
Padahal, jika tenaga kesehatan mau bersikap lebih sabar sedikit saja terhadap
pasiennya, dan mendengarkan semua penjelasan yang disampaikan, hal itu tidak
memakan waktu lama.
Penelitian yang dilakukan di Swiss, menyimpulkan bahwa pasien rata-rata
hanya butuh waktu dua menit untuk menyelesaikan semua keluhan yang
dirasakan. 1314

2. Krisis waktu
Kurangnya perhatian dalam hal komunikasi ini sedikit banyak dipengaruhi
oleh alokasi waktu yang diberikan tenaga kesehatan kepada pasiennya. Tenaga

13
Ali MM, Sidi IPS, Hadad T. Komunikasi efektif dokter pasien. November 2006. Cited from :
http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20Efektif.pdf
14
Nasser M. Sengketa Medis dalam Pelayanan Kesehatan. Maret 2011. Cited from :
http://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/file/2011/M%20Nasser.pdf
18

kesehatan, terutama di negeri ini, cenderung bersikap kurang bijak antara


kemampuan dan output pemeriksaan yang mereka lakukan. Para tenaga kesehatan
lebih mengutamakan kuantitas pasien yang mereka periksa daripada kualitas hasil
pemeriksaannya. Tak jarang, mereka memaksakan jam periksanya di luar batas
endurance fisiknya. Tuntutan kejar tayang menyebabkan kurangnya fokus tenaga
kesehatan sewaktu memeriksa pasien. Otomatis, alokasi waktu anamnesis pasien
sangat sedikit. Padahal, kunci keberhasilan pasien adalah pada anamnesis. Tanpa
anamnesis yang baik, diagnosis pasien bisa meleset dan berakibat terjadinya
ketidakpuasan pasien. 15

2.4.2 Penyelesaian ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan dokter


Hubungan pasien dan SPK (Sarana Pelayanan Kesehatan) adalah suatu
hubungan sederajat berupa perikatan ikhtiar dengan masing-masing memiliki hak
dan kewajibannya. Karena pengobatan merupakan suatu ikhtiar, SPK tidak bisa
menjanjikan kesembuhan, melainkan memberikan usaha maksimal sesuai dengan
standar pelayanan untuk kesembuhan pasien.Pasien sebaiknya mengerti bahwa
haknya adalah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai penyakit,
pemeriksaan, pengobatan, efek samping, risiko, komplikasi, sampai alternatif
pengobatannya. Pasien juga berhak untuk menolak pemeriksaan atau pengobatan
dan meminta pendapat dokter lain. Selain itu, isi rekam medik atau catatan
kesehatan adalah milik pasien sehingga berhak untuk meminta salinannya.
Pasien memiliki kewajiban untuk memberikan informasi
selengkaplengkapnya, mematuhi nasihat/anjuran pengobatan, mematuhi peraturan
yang ada di SPK, dan membayar semua biaya pelayanan kesehatan yang telah
diberikan. Di pihak lain, SPK wajib memberikan pelayanan sesuai dengan standar
dan kebutuhan medis pasien, merujuk ke tempat yang lebih mampu jika tidak
sanggup menangani pasien, dan merahasiakan rekam medik. SPK pun berhak
menerima pembayaran atas jasa layanan kesehatan yang diberikannya kepada
pasien. Selain mengerti hak dan kewajibannya, kedua belah pihak pun harus
memiliki komunikasi yang baik dan rasa saling percaya untuk menghindari
kesalahpahaman.
15
Ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan RS. Oktober 2011. Cited from : http://chantiqueen-
home.blogspot.com/2011/10/ketidakpuasan-pasien-terhadappelayanan.html
19

Berbagai konflik antara pasien dan SPK hampir selalu diawali oleh
komunikasi yang buruk dan kurangnya rasa percaya di antara keduanya. Baik
pasien maupun SPK harus saling terbuka dan mau menerima masukan agar
pengobatan dapat dilaksanakan dengan baik.Ada berbagai cara lain yang dapat
dipilih, seperti penyelesaian secara kekeluargaan atau dengan bantuan
penengah/mediator yang dipercayai dan dihormati oleh kedua pihak.
Selain cara-cara penyelesaian masalah di atas, terdapat pula Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) jika pasien merasa dokter berlaku tidak
sesuai etika. Untuk masalah yang berkaitan dengan kinerja/tindakan dokter di
dalam praktiknya, pasien dapat mengadukannya ke Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang anggotanya terdiri atas tokoh masyarakat,
sarjana hukum, dan dokter. Pasien bisa mengadu ke kedua lembaga tersebut
sekaligus dengan meminta bantuan kantor cabang organisasi profesi dokter atau
dinas kesehatan setempat. Hubungan pasien dan SPK memang dinamis sehingga
masalah pun akan selalu timbul. Dengan cara penyelesaian masalah yang tepat,
diharapkan hubungan di antara keduanya dapat terus terjalin dengan baik sehingga
dunia pelayanan kesehatan di Indonesia dapat lebih berkualitas.16

2.5 Pemahaman masyarakat tentang malpraktek


Asumsi masyarakat tentang kesehatan menyimpang.Anggapan bahwa
layanan di rumah sakit harus selalu sempurna, seolah olah stigma di masyarakat
adalah layanan rumah sakit yang baik, pasien pasti sembuh. Dokter dianggap
serba bisa, kalau tidak sembuh, berarti malpraktek.
Pelayanan kedokteran itu kompleks dan berjenjang, pekerjaan yang harus
dilakukan dengan penuh hati-hati, berhubungan dengan manusia (Hak Asasi
Manusia). Sedangkan permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pasien sering
dibawa terlambat, dokter multifungsi, dimana sebagai dokter memiliki banyak
kesibukan dan jabatan sehingga kadang kadang terjadi overwork. Masyarakat
mempercayai bahwa usaha medis dokter berhubungan dengan takdir dari Tuhan.
Mitos bahwa segala upaya manusia hanya usaha, namun Tuhan yang menentukan
masih menghinggapi sebagian besar masyarakat. Hal ini semakin membuat para
16
Hariyani, Safitri, 2005, SengketaMedik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter
Dengan Pasien, Jakarta: PT. Diadit Media.
20

dokter terlena dan sewenang-wenang mengobati pasien. Padahal tindakan medis


apapun sebenarnya sudah terukur. Proses penanganan medis ada prosedunya dan
hasil dari tindakan dokter jelas terukur dan dapat diperkirakan, dengan adanya
pemahaman masyarakat seperti itu maka jika ada malpraktek, dokter dianggap
masyarakat Indonesia dapat lepas tangan dan tak tersentuh oleh hukum.
Masyarakat pun tak menuntut para dokter yang tak profesional karena adanya
pemahaman masyarakat mengenai hal tersebut. 17

2.6 Unsur malpraktek


2.6.1. Unsur kesengajaan (intensional)
Unsur kesengajaan (intensional) menyebabkan professional misconducts
atau yang disebut dengan melakukan tindakan yang tidak benar.

1. Menahan-nahan pasien
Tindak pidana ini menurut pasal 333 KUHP, yaitu “barang siapa dengan
sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan (menahan) orang atau
meneruskan tahanan itu dengan melawan hak”.
Istilah dari kata “menahan” dan “meneruskan penahanan” dari pasal di atas,
adalah:
a. Menahan; menunjukkan aflopende-delicten (delik yang sekilas atau
sekejap).
b. Meneruskan penahanan; menunjukkan voor tdurende delicten (delik yang
selalu/ terus menerus diperbuat).
Unsur-unsur dari pasal 333, yaitu:
a. Perbuatan “menahan/ merampas kemerdekaan”.
b. Yang ditahan “orang”.
c. Penahanan terhadap orang itu untuk melawan hak.
d. Adanya unsur kesengajaan dan melawan hukum.
Pasal 333 KUHP ini hanya melindungi kemerdekaan badan seseorang, bukan
kemerdekaan jiwa. Jadi, harus adanya perbuatan yang menyentuh badan seseorang
yang ditahan, misalnya diikat tangannya sehingga sulit bergerak.18
17
Apriani D. Malpraktik. Mei 2013. Cited from :
http://deniaprianichan.wordpress.com/type/quote/
18
Sukmana BI. Malpraktek (MP). http://elearning.unlam.ac.id/course/info.php?id=43
21

2. Membuka rahasia kedokteran tanpa hak


` Masalah sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena
seringkali menggambarkan nilai–nilai sosial budaya bangsa. Artinya, pidana
mengandung tata nilai (value) dalam suatu masyarakat mengenai apa yang amoral
serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Disamping keberadaannya
telah menjadi kecenderungan internasional, sistem pemidanaan yang bertolak dari
ide individualisasi pidana ini merupakan hal yang harus diperhatikan sehubungan
dengan pendekatan humanistik dalam penggunaan sanksi pidana untuk tujuan
perlindungan masyarakat (social defence). Ide menyangkut konsepsi social
defence tersebut ternyata diterima oleh ahli hukum pidana di Indonesia, terbukti
dalam pasal 322 KUHP menyebutkan bahwa barangsiapa dengan sengaja
membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik
yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan ribu rupiah. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu,
maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pergaulan orang itu.
Menurut R. Soesilo dokter yang membuka rahasia dapat dihukum menurut
pasal ini, maka elemen–elemen di bawah ini harus dibuktikan :
a. Yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia.
b. Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut dan ia
harus betul–betul mengetahui, bahwa ia wajib menyimpan rahasia itu.
c. Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari
suatu jabatan atau pekerjaan yang sekarang, maupun yang dahulu
pernah jabatan.
d. Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja. Yang diartikan
dengan rahasia yaitu barang sesuatu yang hanya diketahui oleh orang
yang berkepentingan, sedang orang lain belum mengetahuinya.
Siapakah yang diwajibkan menyimpan rahasia itu, tiap–tiap peristiwa
harus ditinjau sendiri–sendiri oleh hakim yang masuk disitu misalnya
seorang dokter harus menyimpan rahasia penyakit pasiennya.
Proses hukum ini perlu dilakukan, agar para dokter lainnya atau para
profesional dalam bidang lainnya, tidak seenaknya saja membuka dan
membeberkan rahasia jabatan di muka umum. Seringkali didengar para dokter
22

yang dengan enteng membeberkan penyakit dari pasiennya yang sebenarnya


termasuk ke dalam rahasia jabatan. Para profesional ini tahu, tentang adanya
rahasia kedokteran, tetapi karena tidak pernah terjadi adanya pengaduan dari
mereka yang dilanggar haknya atas rahasia kedokteran, maka pelanggaran
terhadap hak pasien yang satu ini seringkali terjadi. Tidak dapat dihindarkan
bahwa wajib penyimpan rahasia membandingkan berat ringannya kepentingan–
kepentingan yang harus diperhatikan dan yang saling bertentangan. Titik tolaknya
adalah menyimpan rahasianya. Hanya kalau dikehendaki oleh kepentingan–
kepentingan yang dianggap lebih berat dari pada kepentingan “Pemilik Rahasia”
ditambah dengan kepentingan–kepentingan tersebut dan akhirnya pemutusan
apakah wajib menyimpan rahasia menggunakan hak tolaknya atau tidak,
dilakukan sendiri oleh wajib penyimpan rahasia, kalau dirasa perlu setelah
berunding dengan satu orang atau lebih yang ia pilih, rekan atau bukan rekan.
Seorang saksi sebelum memberi kesaksian harus sumpah bahwa ia akan
memberi keterangan tentang segala sesuatu yang benar dan tidak lain dari pada
yang benar. Ia tidak dapat mengungkapkan hanya sebagian dari kebenaran dan
menyembuhkan bagian yang lain, ini akan mendapatkan kedustaan dan demikian
sumpah palsu. Jadi seorang dokter atau wajib penyimpan rahasia lain dihadapkan
sebagai saksi menggunakan hak tolaknya, walaupun diminta dengan sangat oleh
pasiennya untuk memberi kesaksian, ada kemungkinan bahwa dokter tersebut
berbuat demikian untuk kepentingan pasiennya. 1920

Menurut undang-undang RI NO. 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran. Pasal 4 berbunyi demikian :
a. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
b. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-
undangan.
19
Informasi rekam medis dan bidang kesehatan. Gatot kaca. Februari 2009. Cited from :
http://rekamkesehatan.wordpress.com/2009/02/25/definisi-dan-isi-rekam-medis-sesuaipermenkes-
no-269menkesperiii2008/
20
Dasar Hukum Penyelenggaraan Rekam Medis. Cited from :
http://permatakakilangit.files.wordpress.com/2010/12/dasar-hukum-penyelenggaraanrm.pdf
23

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan


Menteri.
Sanksi yang diberikan dapat sebagai berikut :
a. Sanksi terhadap pelanggaran dari hukum diterapkan oleh penguasa (orang
atau lembaga yang memegang kekuasaan).
b. Sanksi terhadap pelanggaran dari etika diterapkan oleh masyarakat. 21

3. Aborsi ilegal
Naluri yang terkuat pada setiap makhluk bernyawa termasuk manusia
adalah mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan
berpikir dan mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan
ilmupengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua
usaha tersebut merupakan tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara dan
mempertahankan hidup makhluk insani.
Banyak pendapat mengenai abortus provocatus yang disampaikan oleh
berbagai ahli dalam berbagai macam bidang seperti agama, kedokteran, sosial,
hukum, eugenetika, dan sebagainya. Pada umumnya setiap Negara mempunyai
undang-undang yang melarang abortus provocatus (pengguguran kandungan).
Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai pengobatan, apabila merupakan
satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus
therapeuticus). Dalam undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
diperjelas mengenai hal ini. Indikasi medic ini dapat berubah-ubah sesuai
perkembangan ilmu kedokteran. Beberapa penyakit seperti hipertensi,
tuberkulosis dan sebagainya.
Sebaliknya ada pula negara yang membenarkann indikasi sosial,
humaniter, dan eugenetik, seperti misalnya di Swedia dan Swiss yaitu bukan
semata-mata untuk menolong ibu, melainkan juga mempertimbangkan demi
keselamatan anak, baik jasmaniah maupun rohaniah. Keputusan untuk melakukan
abortus provocatus therapeuticus harus dibuat oleh sekurang-kurangnya dua
dokter dengan persetujuan tertulis dari wanita hamil yang bersangkutan, suaminya
dan atau keluarhanya yang terdekat. Hendaknya dilakukan dalam suatu rumah

21
UU No.29 tentang Praktek Kedokteran
24

sakit yang mempunyai cukup sarana untuk melakukannya. Menurut penyelidikan,


abortus provocatus paling sering terjadi pada wanita bersuami, yang telah sering
melahirkan, keadaan sosial dan keadaan ekonomi rendah. Ada harapan abortus
provocatus di kalangan wanita bersuami ini akan berkurang apabila keluarga
berencana sudah dipraktekkan dengan tertib. Setiap dokter perlu berperan serta
untuk membantu suksesnya program keluarga berencana ini.Seperti yang telah
diatur pada pasal 349 KUHP, “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat
membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan
348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan.” dimana dokter dapat dikenakan sanksi 4 tahun penjara.22

4. Euthanasia
Euthanasia memiliki tiga arti, yaitu :
a. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan dan bagi
yang beriman dengan nama Allah di bibir.
b. Waktu hidup akan berakhir penderitaan pasien diperingan dengan memberi
obat penenang.
c. Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas permintaan
pasien sendiri dan keluarganya.
Di beberapa Negara Eropa dan Amerika sudah banya terdengar suara yang
pro-euthanasia. mereka mengadakan gerakan yang mengukuhkannya dalam
undang-undang. Sebaliknya, bagi mereka yang kotraeuthanasia berpendirian
bahwa tindakan demikian sama dengan pembunuhan.
Di Indonesia sebagai umat yang beragama dan berfalsafah atau berazazkan
Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa. segala
sesuatu yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada
makhlukNya mengandung makna dan maksud terentu. dokter harus mengerahkan
segala kepandaianannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan
memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.

22
Suharto G. 2008. Aspek Medikolegal Praktek Kedokteran. Semarang: ABH Associates.
25

5. Memberikan keterangan palsu


Pada pasal 267 KUHP dinyatakan bahwa :
a. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu
tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
b. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang
ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan
pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan.
c. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai
surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. 23

6. Melakukan praktek tanpa ijin


Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, “Seorang dokter harus senantiasa
berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”.
Ijazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyartan untuk memperoleh ijin
kerja sesuai profesinya SID (surat ijin dokter) atau SP (Surat Penugasan)). Untuk
melakukan pekerjaan profesi kedokteran, wajib dituruti peraturan
perundangundangan yang berlaku (SP, yaitu : Surat Ijin Penugasan). 24

2.6.2. Unsur Pelanggaran


1. Negligence (kelalaian)
Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian pada pasien.
Kelalaian medik merupakan salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus
merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya
kelalaian terjadi apabila seorang dengan tidak sengaja melakukan sesuatu (komisi)
yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang
seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada
suatu keadaan dan situasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.

23
13 Kode etik kedokteran Indonesia.http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/Kode-
EtikKedokteran.pdf
24
26

Pengertian istilah kelalaian medis menurut World Medical Association


tahun 1992 yaitu, “ Medical malpractice involves the physicians’s failure to
conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of
skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of
an injury to the patient. WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan
medis adalah akibat malpraktik medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat
diduga sebelumnya yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai
standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk dalam pengertian
malpraktik atau kelalaian medik.

Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai apabila memenuhi empat
unsur, yaitu
 Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau
tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada
suatu kondisi medis tertentu
 Dereliction of the duty / penyimpangan kewajiban tersebut
 Damage/kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat layanan dari kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh
pemberi layanan
 Indirect causal relationship / hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam
hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan
kewajiban dengan kerugian yang setidak-tidaknya merupakan “proximate
cause”.25

2. Malfeasance (pelanggaran jabatan)


Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang
tidak tepat dan layak (unlawful/improper). Seperti melakukan tindakan
pengobatan tanpa indikasi yang memadai dan mengobati pasien denga coba-
coba tanpa dasar yang jelas.

3. Misfeasance (ketidak hati-hatian)

25
World Medical Association. World medical association statement on medical malpractice.
http://www.wma.net/en/30publications/10policies/20archives/m2/index.html , 2 Desember 2013.
27

Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan


dengan tidak tepat (improper performance). Seperti melakukan tindakan medis
dengan menyalahi prosedur.

4. Lack of skill (kurang keahlian)


Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang
dokter, kecuali pada situasi kondisi sangat darurat, seperti melakukan
pembedahan oleh bukan dokter, dan mengobati pasien diluar spesialisasinya.

2.7 Sanksi malpraktek


1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

a. Pasal 359 “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang


dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-
lamanya satu tahun.”
b. Pasal 360 “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang luka berat
dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-
lamanya 1 tahun.”
c. Pasal 361 “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang menjadi
sakit atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaanya
sementara, dihukum dengan selamalamanya sembilan bulan atau
hukuman selama-lamanya enam bulan atau hukumkan denda setinggi-
tingginya Rp 4.500.000,00.

2. Undang-Undang Praktik Kedokteran


a. Pasal 75 ayat 1 “Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00.
b. Pasal 76 Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa meliki surat izin praktik sebagaimana
28

dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3


tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
c. Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau
denda oaling banyak Rp 50.000.000,- setiap dokter atau dokter gigi
yang:
1. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana
dimaksud dalam pasal 41 ayat 1
2. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 46 ayat 1.
3. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam pasal 51 huruf a,b,c,d atau e.26

2.8 Sanksi Pelanggaran Disiplin


Pelanggaran disiplin dokter adalah pelanggaran aturan-aturan dan/atau
ketentuan ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran
yang harus diikuti oleh dokter. Pelanggaran disiplin di bidang kedokteran diatur
dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) Nomor 16 tahun 2006
tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan
Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia27. Sesuai
dengan pasal 27 ayat (2), dokter yang terbukti bersalah melakukan pelanggaran
disiplin kedokteran diberikan sanksi disiplin. Sanksi disiplin ini diputuskan pada
sidang Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD), yang merupakan keputusan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) atau keputusan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di tingkat Provinsi(MKDKI-P) yang
mengikatnya.Sanksi disiplin tersebut dijelaskan lebih lanjut pada pasal 28 ayat
(1). Sanksi disiplin yang diberikan dapat berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis;
b. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin
Praktik; dan/atau
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan

26
UU No.29 tentang Praktek Kedokteran.
27
Perkonsil No.16 tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin
Dokter dan Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Konsil
Kedokteran Indonesia
29

kedokteran atau kedokteran gigi.


Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
dapat berupa rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin
Praktik sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau rekomendasi pencabutan
Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau selamanya (Pasal 28 ayat
(2)). Adapun kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi sesuai dengan pasal 28 ayat (3)
a. Pendidikan formal
b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau keterampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan
dan paling lama 1 (satu) tahun.
Wewenang MKDKI dalam melaksanakan tugasnya pada kasus pelanggaran
disiplin kedokteran telah diatur dalam Perkonsil No.15 tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi pasal
5 ayat (1)28.
a. Menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
b. Menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran
etika atau bukan keduanya
c. Memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
d. Memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
e. Menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter
gigi
f. Melaksanakan keputusan MKDKI
g. Menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan
doktergigi
h. Menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P
i. Membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas
MKDKI-P

28
Perkonsil No.15 tentang Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi. Konsil
Kedokteran Indonesia.
30

j. Membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI


Pkepada Konsil Kedokteran Indonesia
k. Mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI
dan dan MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan,
proses pemeriksaan, dan keputusan MKDKI.
Ringkasnya, MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya
pelanggaran disiplin kedokteran serta menetapkan sanksi disiplinnya. Akan
tetapi, MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya.
Pada Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.2 tahun 2011 tentang Tata Cara
Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi 29
disebutkan bahwa dalam penanganan pelanggaran disiplin kedokteran terdapat
tahap pemeriksaan awal dan tahap pemeriksaan disiplin. Tahap pemeriksaan awal
adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang atau kepentingan yang dirugikan melakukan pengaduan
tertulis kepada MKDKI, dengan memenuhi persyaratan pengaduan
yang telah ditentukan dalam perkonsil.
2. Ketua MKDKI menetapkan Majelis Pemeriksa Awal, yang terdiri atas
anggota MKDKI, untuk menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin
kedokteran tersebut.
3. Majelis Pemeriksa Awal melakukan investigasi dan membuat satu di
antara 3 keputusan, yaitu:
a. Kasus yang diadukan bukan merupakan kasus diluar disiplin.
Kasus diserahkan kembali kepada pengadu.
b. Kasus yang diadukan merupakan kasus pelanggaran etik. Kasus
seperti ini diserahkan oleh secretariat MKDKI kepada organisasi
profesi, dalam hal ini IDI.
c. Kasus tersebut benar merupakan kasus pelanggaran disiplin.
Selanjutnya, ketua MKDKI menetapkan Majelis Pemeriksa
Disiplin untuk melakukan tahap pemeriksaan disiplin.

29
Perkonsil No.2 tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin
Dokter dan Dokter Gigi. Konsil Kedokteran Indonesia.
31

Langkah-langkah tersebut dapat disederhanakan dalam bagan berikut30


32

Adapun tahap pemeriksaan disiplin adalah sebagai berikut30:


1. Majelis Pemeriksa Disiplin melakukan proses pembuktian terhadap kasus.
2. Majelis Pemeriksa Disiplin membuat satu di antara 4 keputusan, yaitu:
a. Dokter dinyatakan bebas/ tidak bersalah. Oleh sekretariat MKDKI,
dokter tidak dikenai sanksi apapun.
b. Dokter diberikan peringatan tertulis oleh MKDKI.
c. Dilakukan rekomendasi pencabutan STR/SIP. Sekretariat MKDKI
menghubungi KKI untuk pencabutan STR dan Dinkes Kab/Kota untuk
pencabutan SIP.
d. Dokter diwajibkan mengikuti pendidikan/pelatihan kembali. Sekretariat
MKDKI menyerahkan kepada KKI, untuk menangani
pendidikan/pelatian tersebut. Pendidikan/pelatihan dilaksanakan di
instansi penidikan dan kolegium yang akan mengeluarkan bukti bahwa
telah dilaksanakan.

30
Konsil Kedokteran Indonesia. Indonesian Medical Council Jakarta 2012
http://www.kki.go.id/assets/data/menu/Standar_Pendidikan_Profesi_Dokter_Indonesia.pdf
33

2.9 Standar Profesi Dokter


Semua profesional dalam melaksanakan pekerjaannya harus sesuai dengan
apa yang disebut standar (ukuran) profesi.Komalawati memberikan batasan yang
dimaksud dengan standar profesi adalah pedoman yang harus digunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Berkenaan dengan pelayanan
medik, pedoman yang digunakan adalah standar pelayanan medik yang terutama
dititik beratkan pada proses tindakan medik. Menurut Leenen, salah seorang
pakar Hukum Kesehatan dan Negeri Belanda, Standar Profesi Medis dapat
diformulasikan sebagai berikut:
a. Terapi (yang berupa tindakan medik tertentu) harus teliti
b. Harus sesuai dengan ukuran medis (kriteria yang ditentukan dalam
kasus konkret yang dilaksanakan berdasarkan ilmu pengetahuan
medik), yang berupa cara tindakan medis tertentu. Dan tindakan medis
yang dilakukan haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan medik dan
pengalaman.
c. Sesuai dengan kemampuan rata-rata yang dimiliki oleh seorang dokter
dengan kategori keahlian medis yang sama.
d. Dalam kondisi yang sama
e. Dengan sarana dan upaya yang wajar sesuai dengan tujuan konkrit
tindakan medis tertentu tersebut.
Rumusan Leenen tentang Standar Profesi Kedokteran tersebut lebih
dijelaskan secara detail oleh Hariyani sebagai berikut :
a. berbuat secara teliti atau seksama (zorgvuldig handelen) dikaitkan
dengan culpa/ kelalaian. Bila dokter bertindak tidak teliti, tidak berhati-
hati maka ia memenuhi unsur kelalaian, dan bila tindakannya sangat
tidak berhati-hati atau ceroboh maka ia memenuhi “culpa lata”.
b. Sesuai ukuran ilmu medik (volgens de medische standard).
c. Kemampuan rata-rata (average) dibanding kategori keahlian medik
yang sama (gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie).
d. Situasi dan kondisi yang sama (gelijke omstandigheden).
e. Sarana upaya (middelen) yang sebanding/ proporsional (asas
34

proportionalitas) sebagai terjemahan dari met middelen die in redeljke


verhouding staan dengan tujuan konkrit tindakan perbuatan tersebut
(tot het concreet handelingsdoel).
Dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
pengertian standar profesi disebutkan di dalam penjelasan pasal 50. Standar
profesi adalah kemampuan (pengetahuan/knowledge, keterampilan teknis/skill dan
sikap perilaku/professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh individu
untuk dapat melakukan kegiatan profesinya di masyarakat secara mandiri yang
dibuat oleh organisasi profesi. Standar profesi kedokteran adalah batasan
kemampuan minimal dokter, sebagai syarat untuk melakukan kegiatan
profesionalnya. Standar profesi ini dibuat oleh suatu organisasi profesi, dalam hal
ini adalah Ikadan Dokter Indonesia (IDI).Dokter yang melaksanakan praktik
kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur,
berhak memperoleh perlindungan hukum.
Pada pasal 2 KODEKI disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa
melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. Melakukan profesi kedokteran
adalah sesuai dengan ukuran ilmu kedokteran mutakhir, etika umum, etika
kedokteran, hukum dan agama sesuai tingkat atau jenjang pelayanan kesehatan,
serta kondisi dan situasi setempat.
Standar profesi dokter merupakan pedoman bagi para dokter dalam
menjalankan profesinya untuk menjaga mutu pelayanan. Acuan yang dipakai
dalam menyusun standar profesi adalah katalog pendidikan dokter. Menurut SK
Mendiknas No. 45/U/2002 kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan
penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggapmampu oleh masyarakat dalam menjalankan tugas-tugas di bidang
pekerjaan tertentu. Standar kompetensi dokter di indonesia dibuat dengan tujuan
agar kemampuan profesi dapat diukur dengan jelas.
Standar kompetensi dokter Indonesia terdiri atas 7 (tujuh) area kompetensi
yang diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan fungsi dokter layanan primer :
1. Profesionalitas yang luhur
2. Mawas diri dan pengembangan diri
3. Komunikasi efektif
35

4. Pengelolaan informasi
5. Landasan ilmiah ilmu kedokteran
6. Keterampilan klinis
7. Pengelolaan masalah kesehatan
Standar pelayanan medis disusun oleh ikatan dokter indonesia sebagai salah
satu upaya penertiban dan peningkatan manajemen rumah sakit dengan
memanfaatkan pendayagunaan segala sumber daya yang ada di rumah sakit.
Pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien yang meliputi jenis penyakit, penegakan diagnosis,
lama rawat inap, pemeriksaan penunjang yg diperlukan, dan terapi yg diberikan.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan Indonesia dilakukan dengan
meningkatkan mutu dan kuantitas sumber daya, tenaga, peralatan, pelengkapan
dan mateial yang diperlukan dengan menggunakan teknologi tinggi atau dengan
kata lain meningkatkan input dan struktur, serta memperbaiki metode atau
penerapan teknologi yang dipergunkan dala kegiatan pelayanan, hal ini berarti
memperbaiki pelayanan kesehatan.Pelayanan medis di rumah sakit wajib
mempunyai standar pelayanan medis yang merupakan standar operasional
prosedur(SOP).

2.10 Contoh Kasus


Kasus dr. Ayu
Tanggal 10 April 2010
Ny. JF (25) yang sedang hamil anak kedua masuk ke RS Dr Kandau
Manado atas rujukan Puskesmas atas indikasi ketuban pecah dini. Pada waktu itu,
ia didiagnosis oleh Puskesmas dalam tahap persalinan pembukaan dua.
Selanjutnya di RS Dr Kandau Manado, Ny.F dilakukan observasi inpartu.
Namun setelah delapan jam, tidak ada kemajuan dalam persalinan dan muncul
tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu diputuskan untuk dilakukan
pengambilan tindakan yaitu operasi caesar.
Pada saat sayatan pertama operasi caesar dimulai, pasien mengeluarkan
darah yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan hal tersebut adalah tanda
bahwa pasien kurang oksigen. Setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca
36

operasi kondisi pasien semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, pasien
dinyatakan meninggal dunia 40

Tanggal 15 September 2011


Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr
Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan
penjara karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri
(PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni. Hal
tersebut dikarenakan dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah
karena adanya emboli udara pada bilik jantung kanan, sehingga mengganggu
peredaran darah. Emboli udara merupakan hal yang tidak dapat diprediksi oleh
dokter sebelumnya. Kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan.

18 September 2012
Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan
dr Hendy Siagian akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).

11 Februari 2013
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke
Mahkamah Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali
(PK). Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN
Manado menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
kalau ketiga dokter tidak bersalah melakukan tindak pidana. Sementara itu,
Majelis Kehormatan dan Etika Profesi Kedokteran (MKEK) menyatakan tidak
ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian para terdakwa dalam melakukan
operasi pada pasien.

8 November 2013
Dr Ayu diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10
bulan penjara. Pada kasus ini terdapat beberapa tuntutan yang ditujukan oleh
dokter, yaitu:
1. Menurut ibu kandung Ny.F, anaknya ditelantarkan dan tidak segera
37

ditangani oleh RS Dr Kandau Manado.


2. Adanya emboli udara dari bilik kanan jantung Ny. F yang didapatkan dari
hasil otopsi dianggap keluarga ny. F merupakan kesalahan tim dr.Ayu.
3. Menurut ibu Ny.F tidak diberikan penjelasan yang jelas mengenai
tindakan operasi saecar dan resiko tindakan, dan hanya diminta untuk segera
tanda tangan
4. Dr. Ayu dituduh tidak melakukan pemeriksaan penunjang pre operasi.

Analisa kasus:
1. Di RS Dr Kandau Manado, Ny.F tidak ditelantarkan oleh dokter namun
dilakukan observasi inpartu dan telah diberikan antibiotik profilaksis untuk
penatalaksanaan ketuban pecah dini.
2. Emboli udara yang terjadi merupakan hal yang tidak dapat diprediksi oleh
dokter sebelumnya.
3. Dokter tidak menyampaikan informed consent ke pasien atau keluarganya
dengan baik sehingga keluarga merasa tidak diberikan penjelasan mengenai
tindakan operasi caesar yang akan dilakukan terhadap Ny.F
4. Pada operasi cito sectio saecaria tidak memungkinkan dilakukan
pemeriksaan penunjang (jantung)31.

31
Kompasiana. Malpraktek Dewa Ayu, Mitos Dokter dan Momentum Penyadaran Publik.
http://hukum.kompasiana.com/2013/11/23/malpraktek-dewa-ayu-mitos-dokter-danmomentum-
penyadaran-publik-613370.html
38

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan
standar profesi atau standar prosedur operasional. Kelalaian dalam praktek medik
jika memenuhi beberapa unsur (1) duty atau kewajiban tenaga medis untuk
melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan suatu tindakan tertentu
terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang sama, (2) dereliction of the
duty atau penyimpangan kewajiban tersebut, (3) damage atau kerugian yaitu
segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari pelayanan
kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan, (4) direct causal
relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Sedangkan unsur
pelanggaran displin yaitu pelanggaran meliputi negligence, malfeasance,
misfeasance, lack of skill.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya menghindari malpraktek
seperti semua tindakan sesuai indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti,
bekerja sesuai standar profesi, membuat informed consent, mencatat semua
tindakan yang dilakukan (rekam medik), apabila ragu-ragu konsultasikan dengan
senior, memperlakukan pasien secara manusiawi, menjalin komunikasi yang baik
dengan pasien, keluarga, dan masyarakat sekitar. Selain itu juga diperlukan
upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yaitu meningkatkan
kualitas sumber daya, tenaga, peralatan, pelengkapan dan mateial yang
diperlukan dengan menggunakan teknologi tinggi atau dengan kata lain
meningkatkan input dan struktur, memperbaiki metode atau penerapan teknologi
yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki
pelayanan kesehatan.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Rismalinda. 2011.Buku Saku Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Jakarta :


Trans Info Media 
2. World Medical Association. World medical association statement on medical
malpractice.http://www.wma.net/en/30publications/10policies/20archives/m2/
index.html , 2 Desember 2013
3. Tempo.Kasus Malpraktek.2012 . https://nasional.tempo.co/read/469172/sampai-
akhir-2012-terjadi-182-kasus-malpraktek
4. Aflanie I, Nirmalasari N, Arizal MH. Ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
Ed 1. Jakarta : Rajawali pers 2017.
5. Dr. Anny Isfanyarie Sp. An. SH, Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian
Huk  Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Prestasi
Pustaka. Jakarta. hal. 31.
6. Dr. Anny Isfanyarie Sp. An. SH, Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian
Huk  Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Prestasi
Pustaka. Jakarta. hal. 31.
7. Suharto G. 2008. Aspek Medikolegal Praktek Kedokteran. Semarang: ABH
Associates
8. Konsil Kedokteran Indonesia. Indonesian Medical Council Jakarta 2012
http://www.kki.go.id/assets/data/menu/Standar_Pendidikan_Profesi_Dokter_Indo
nesia.pdf
9. Solichin S. Persetujuan tindakan medik (informed consent). Departemen/instalasi
ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Cited from :
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/PERSETUJUAN
%20TINDAKA N%20KEDOKTERAN.pdf
10. Informasi rekam medis dan bidang kesehatan. Gatot kaca. Februari 2009. Cited
from : http://rekamkesehatan.wordpress.com/2009/02/25/definisi-dan-isi-rekam-
medis-sesuaipermenkes-no-269menkesperiii2008
11. Dasar Hukum Penyelenggaraan Rekam Medis. Cited from :
http://permatakakilangit.files.wordpress.com/2010/12/dasar-hukum-
penyelenggaraan.rm.pdf

39
40

12. Ali MM, Sidi IPS, Hadad T. Komunikasi efektif dokter pasien. November 2006.
Cited from :http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20Efektif.pdf
13. Ali MM, Sidi IPS, Hadad T. Komunikasi efektif dokter pasien. November 2006.
Cited from http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20Efektif.pdf
14. Nasser M. Sengketa Medis dalam Pelayanan Kesehatan. Maret 2011. Cited from :
http://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/file/2011/M
%20Nasser.pdf
15. Hariyani, Safitri, 2005, SengketaMedik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan
Antara Dokter Dengan Pasien, Jakarta: PT. Diadit Media.
16. Apriani D. Malpraktik. Mei 2013. Cited from :
http://deniaprianichan.wordpress.com/type/quote/
17. Sukmana BI. Malpraktek (MP). http://elearning.unlam.ac.id/course/info.php?
id=43
18. Informasi rekam medis dan bidang kesehatan. Gatot kaca. Februari 2009. Cited
from : http://rekamkesehatan.wordpress.com/2009/02/25/definisi-dan-isi-rekam-
medis-sesuaipermenkes-no-269menkesperiii2008/
19. Dasar Hukum Penyelenggaraan Rekam Medis. Cited from :
http://permatakakilangit.files.wordpress.com/2010/12/dasar-hukum-
penyelenggaraanrm.pdf
20. UU No.29 tentang Praktek Kedokteran
21. Suharto G. 2008. Aspek Medikolegal Praktek Kedokteran. Semarang: ABH
Associates13 Kode etik kedokteran
Indonesia.http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/Kode-EtikKedokteran.pdf
22. World Medical Association. World medical association statement on medical
malpractice.http://www.wma.net/en/30publications/10policies/20archives/m2/
index.html , 2 Desember 2013.
23. UU No.29 tentang Praktek Kedokteran.
24. Perkonsil No.16 tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan
Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia
25. Perkonsil No.15 tentang Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di
Tingkat Provinsi. Konsil Kedokteran Indonesia.
41

26. Perkonsil No.2 tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan
Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi. Konsil Kedokteran Indonesia.
27. Konsil Kedokteran Indonesia. Indonesian Medical Council Jakarta 2012
http://www.kki.go.id/assets/data/menu/Standar_Pendidikan_Profesi_Dokter_Indo
nesia.pdf
28. Kompasiana. Malpraktek Dewa Ayu, Mitos Dokter dan Momentum Penyadaran
Publik. http://hukum.kompasiana.com/2013/11/23/malpraktek-dewa-ayu-mitos-
dokter-danmomentum-penyadaran-publik-613370.html

Anda mungkin juga menyukai