BAB I & 2 Paliatif - New
BAB I & 2 Paliatif - New
BAB I & 2 Paliatif - New
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut kerap menyerang organ paru
dibandingkan organ dalam lainnya dan dapat ditularkan melalui udara yang membawa
droplet nuklei penderita TB . Insidensi TB paru di Jawa Tengah pada tahun 2015
adalah sebanyak 115,17 per 100.000 penduduk, dan kota salatiga menempati urutan 4 di
Jawa Tengah dengan 323,13 kasus per 100.000 penduduk (Nugroho, Fitrianto, &
Anugerahni, 2018).
Tingginya angka kejadian TB paru menjadi masalah utama berbagai negara di dunia.
Angka kejadian TB paru yang diperoleh dari berbagi sumber menunjukkan angka kejadian
yang tinggi. Perhitungan World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa saat ini
ditemukan 8 sampai 10 juta kasus baru diseluruh dunia dan dari jumlah kasus tersebut 3 juta
mengalami kematian pertahunnya, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil
disembuhkan, terutama pada penderita menular. Dengan berbagai upaya pengendalian yang
dilakukan insidens dan kematian akibat TB paru telah menurun, namun TB paru
diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada
tahun 2014 (Morphology, 2020)
Angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2016 sebesar 81,3% sedangkan WHO
menetapkan standar angka keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Sementara Kementerian
Kesehatan menetapkan target minimal 88% untuk angka keberhasilan pengobatan pada
tahun 2016. Dengan demikian pada tahun 2016, Indonesia tidak mencapai standar angka
keberhasilan pengobatan pada kasus TB paru. Berdasarkan hal tersebut, pencapaian angka
keberhasilan pengobatan tahun 2016 tidak memenuhi target rentra tahun 2016 (Kemenkes
RI, 2016). Terdapat 3 faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB paru di Indonesia yaitu,
waktu pengobatan yang relatif lama (6 sampai 8 bulan) menjadi penyebab penderita TB sulit
sembuh karena pasien TB paru berhenti berobat (Drop Out) setelah merasa sehat meski
proses pengobatan belum selesai sehingga menyebabkan kekambuhan pada penderita TB
paru dengan DO (Sarah Rahmaniar, 2017).
Masalah lain adalah adanya penderita TB paru laten, dimana penderita tidak sakit namun
akibat daya tahan tubuh menurun, penyakit TB paru akan muncul. Sedangkan di sendiri
keberhasilan upaya penanggulangan TB paru diukur dengan kesembuhan penderita.
Kesembuhan dapat mengurangi jumlah penderita dan terjadinya penularan. Untuk itu, obat
harus diminum dan diawasi oleh keluarga atau orang terdekat.Saat ini upaya
penanggulangan TB paru dirumuskan lewat Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS), dimana pengobatan yang disertai pengamatan langsung. Pelaksanaan strategi
DOTS dilakukan di sarana-sarana Kesehatan Pemerintah dengan Puskesmas sebagai ujung
tombak pelaksanaan program (Sarah Rahmaniar, 2017).
Perawatan paliatif umumnya dianggap berhubungan dengan rasa nyeri dan peringanan
gejala pada akhir hayat. perawatan paliatif harus menjadi pendekatan pada seseorang dengan
penyakit yang membatasi hidup, dengan mempertimbangkan keluarga dan budayanya –
dengan tujuan akhir meningkatkan mutu hidupnya. Perawatan paliatif adalah perawatan
pada seorang pasien dan keluarganya yang memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan
dengan cara memaksimalkan kualitas hidup pasien serta mengurangi gejala yang
mengganggu, mengurangi nyeri dengan memperhatikan aspek psikologis dan spiritual.
Perawatan ini juga menyediakan sistem pendukung untuk menolong keluarga pasien
menghadapi kematian dari anggota keluarga yang dicintai sampai pada proses perkabungan
(Shatri, Faisal, Putranto, & Sampurna, 2020).
Perlunya perawatan paliatif pada tb paru sendiri untuk mengurangi penderitaan pasien,
meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya dan utama
perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit dan yang ditangani bukan hanya
penderita, tetapi juga keluarganya. Meski pada akhirya pasien meninggal, yang terpenting
sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres
menghadapi penyakit yang dideritanya (Shatri et al., 2020).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
D. Manfaat
A. Tuberkulosis Paru
1. Pengertian
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi
bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh
melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.
menyerang paru, akan tetapi kuman TB juga dapat menyerang organ Tubuh yang
lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang
dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain yang rentan (Ginanjar, 2008).
Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang
ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut dengan BTA (bakteri tahan
asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan
lebar
0,2 –0,5 μm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada
positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap
3. Patofisiologi
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC)
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari
satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung
dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer.
Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang
kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura
tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran
ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di
luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks,
efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum
a. Tuberculosis Paru
pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak
SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis
aktif.
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi
duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat
kelamin.
c. Tipe Penderita
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh (Relaps)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti
2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA (+).
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk yang tidak
spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda
a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang /
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent
(menghasilkan sputum)
c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru
d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot
6. Komplikasi Tuberkulosis
c. Tuberkulosa milier
d. Meningitis tuberkulosa
b. Pemeriksaan sputum
didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu
positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan
ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
asam.
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi
e. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium
Tuberkulosis.
g. Biopsi jaringan paru
h. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan
paru.
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
hari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakteri
obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri
berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari
50 kg.
nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain), berkurangnya kelainan
radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA
langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan
obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA dilakukan
pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Kontrol terhadap
Bila fasilitas memungkinkan foto dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai
2) Mengetahui adanya gejala efek samping obat dan merujuk bila diperlukan
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima
dan enam
a. Terhadap individu
1) Biologis
sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
2) Psikologis
menyenangkan.
3) Sosial
4) Spiritual
yang manakutkan.
b. Terhadap keluarga
1) Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurang
penularan penyakit.
2) Produktifitas menurun.
3) Psikologis
Peran keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang lain
4) Sosial
c. Terhadap masyarakat
1) Apabila penemuan kasus baru TB Paru tidak secara dini serta pengobatan
Penderita TB Paru positif tidak teratur atau droup out pengobatan maka
resiko penularan pada masyarakat luas akan terjadi oleh karena cara
semua orang yang batuk dalam 3 minggu harus diperiksa dahaknya, harus
selama 6 bulan oleh Pengawas Minum Obat (PMO) dan ada sistem
pencatatan / pelaporan.
10. Konsep Asuhan Keperawatann
1. Pengkajian (Kholifah dan Widagno, 2016)
a. Data pengenalan keluarga
Data yang dikumpulkan berupa nama kepala keluarga, alamat lengkap, komposisi
keluarga, tipe keluarga, latar belakang , budaya, identitas, agama, status, kelas sosial
Data yang perlu dikaji antara lain lahan perkembangan keluarga saat ini,diisi
berdasarkan data umur anak pertama dan tahap perkembangan yang belum terpenuhi. c.
Data lingkungan
Data yang perlu dikaji adalah karakteristik rumah, karakteristik tetangga, dan
komunitas. Data komunitas terdiri atas tipe penduduk, tipe hunian rumah, sanitasi,
antara lain kelas sosial, etnis, pekerjaan dan bahasa sehari-hari. Selanjutnya, data yang
perlu dikaji adalah mobilitas geografi keluarga yang meliputi berapa lama keluarga
tinggal ditempat itu. Adakah riwayat pindah rumah. Ditanya juga perkumpulan
Data berikutnya adalah sistem pendukung keluarga. Data yang perlu dikaji antara lain
selanjutnya yang dikaji adalah struktur kekuatan keluarga yang meliputi siapa yang
responnya
4) Fungsi ekonomi
5) Fungsi reproduksi
b. Risiko penularan pada anggota keluarga yang lain berhubungan dengan kurangnya
: 3/3 x 1 = 1
paru
skorsing : 1/2 x 2 = 1
: 2/3 x 1 = 2/3
pasru yang cukup jelas, kemungkinan masalah yang akan muncul dapat
dicegah.
Pembenaran : masalah bersihan jalan nafas tidak efektif adalah masalah aktual
: 2/3x1 = 2/3
skorsing : 1/2x2 = 1
informasi
: 2/2x1 = 1
Skorsing : 3 2/3
c. Keidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga
: 2/3x1 = 2/3
skorsing : 1/2x2 = 1
: 3/3x1 = 1
skorsing : 0/2x1 = 0
Skorsing : 2 2/3
Berdasarkan rumusan prioritas diatas, maka dapat diketahui
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
2) Risiko penularan pada anggota keluarga yang lain berhubungan dengan kurangnya
Tujuan : Setelah dilakukan penyuluhan 3 x 24 jam, bersihan jalan nafas menjadi efektif.
Dengan kriteria hasil :
1) Keluarga dapat menjelaskan pengertian Tb paru
Rencana tindakan :
3) Bimbing keluarga untuk mengulang kembali apa yang dijelaskan oleh perawat 4)
b) Dx 2 Risiko penularan pada anggota keluarga yang lain berhubungan dengan kurangnya
keluarganya.
2) Klien dan keluarga dapat menyebutkan sumber yang dapat menularkan TBC.
penularan.
Rencana tindakan :
1) Kaji pengetahuan keluarga
3) diskusikan dengan keluarga tentang akibat penyakit TBC terhadap diri dan
keluarganya
keluarga.
3) keluarga memutuskan tindakan yang harus dilakukan bila obat habis Rencana
keperawatan :
1) kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit TBC, penyebab, gejala, dan cara
penanganannya
serangan kambuhan
pengobatan
6) Berikan pujian terhadap kemampuan ide/sikap yang positif yang diungkapkan
keluarga.
Oleh karena itu, diharapkan perawat dapat memberikan kekuatan dan membantu
kebutuhan dan harapan tentang kesehatan, serta mendorong sikap emosi yang
b) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara
tindakan.
Faktor penyulit dari keluarga yang dapat menghambat minat keluarga untuk bekerja
a. Keluarga kurang memperoleh informasi yang jelas atau mendapatkan informasi, tetapi
keliru.
hanya sebagian.
c. Keliru, tidak dapat mengaitkan antara informasi yang diterima dengan situasi yang
dihadapi.
e. Anggota keluarga tidak mau melawan tekanan dari keluarga atau sosial
g. Keluarga gagal mengaitkan tindakan dengan sasaran atau tujuan upaya keperawatan.
6. Tahap Evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, tahap penilaian dilakukan
untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil, maka perlu disusun rencana
baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dilakukan dalam satu kali
kunjungan ke keluarga. Oleh karena itu, kunjungan dapat dilaksanakan secara bertahap
pelayanan keperawatan yang diberikan, baik kepada individu maupun keluarga adalah
sebagai berikut :
a. Tentukan garis besar masalah kesehatan yang dihadapi dan bagaimana keluarga
c. Tentukan kriteria dan standar untuk evaluasi. Kriteria dapat berhubungan dengan
d. Tentukan metode atau teknik evaluasi yang sesuai serta sumber-sumber data yang
diinginkan
e. Bandingkan keadaan yang nyata dengan kriteria dan standar untuk evaluasi
f. Identifikasi penyebab atau alasan penampilan yang tidak optimal atau pelaksanaan yang
kurang memuaskan.
g. Perbaiki tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai, perlu ditentukan alasan
kemungkinan tujuan tidak realistis, tindakan tidak tepat atau kemungkinan ada faktor
1) Macam-macam evaluasi
Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi kualitatif dan evaluasi kuantitatif.
a) Evaluasi kuantitatif
Evaluasi kuantitatif dilaksanakan dalam kuantitas, jumlah pelayanan atau kegiatan
yang telah dikerjakan. Evaluasi kuantitatif sering digunakan dalam kesehatan karena
b) Evaluasi kualitatif
Evakuasi kualitatif merupakan evaluasi mutu yang dapat difokuskan pada salah satu
c) Struktur atau sumber evaluasi struktur atau sumber terkait dengan tenaga manusia
d) Proses
tujuan.
e) Hasil
hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Potter &Perry, 2009). Tanpa oksigen dalam
waktu tertentu sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan
kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen.
Otak masih mampu mentoleransi kekurangan oksigen hanya 3-5 menit. Apabila
kekurangan oksigen berlangsung lebih dari 5 menit, dapat terjadi kerusakan sel otak
secara permanen.
Tuberkulosis didalam saluran nafas. Bakteri ini merupakan bakteri dengan sifat aerob
yang sangat suka dengan tempat dimana terdapat oksigen yang banyak. Bakteri yang
sekret. Pada penderita tuberkulosis yang tidak bisa mengeluarkan sekret maka sekret
2. Batuk Efektif
Pada penderita tuberkulosis batuk adalah gejala yang paling dini dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk
biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan
terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari
(Yulianti, 2015). Hal ini yang membuat penderita tuberkulosis sangat tidak nyaman.
Untuk mengeluarkan sekret dengan baik caranya dengan cara batuk yang benar yaitu
batuk efektif. Batuk efektif yaitu merupakan latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.
Batuk efektif adalah merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara maksimal.
Batuk efektif merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja. Namun, dibandingkan
dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh terhadap masuknya benda asing dalam
saluran pernapasan, batuk efektif dilakukan melalui gerakan yang terencana atau
dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk efektif maka berbagai penghalang yang
gerakan refleks yang bersifat reaktif terhadap masuknya benda asing dalam saluran
pernapasan. Gerakan ini terjadi atau dilakukan tubuh sebagai mekanisme alamiah
terutama untuk melindungi paru-paru. Gerakan ini pula yang kemudian dimanfaatkan
kalangan medis untuk menghilangkan lendir yang menyumbat saluran pernapasan akibat
Batuk efektif dan napas dalam merupakan tekhnik batuk efektif yang menekankan
maupun mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernapasan.
Lendir, baik dalam bentuk dahak (sputum) maupun sekret dalam hidung, timbul akibat
adanya infeksi pada saluran pernapasan maupun karena sejumlah penyakit yang di derita
seseorang.
Bahkan bagi penderita tuberkulosa (TB), batuk efektif merupakan salah satu metode
yang dilakukan tenaga medis untuk mendiagnosis penyebab penyakit. Tidak sedikit
penderita yang justru mengalami kondisi yang semakin memburuk meski pengobatan
telah dilakukan. Bahkan sejumlah penelitian menemukan, tak kurang satu orang dari 4
tidak efektif.
5. Persiapan melakukan batuk efektif
b. Tisu
c. Stestoskop
d. Hanscoon
e. Masker
jalan nafas, sehingga penderita merasakan banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan
batuk efektif sangat bermanfaat bagi penderita Tuberkulosis paru untuk mengeluarkan
lendir atau sekret tersebut. Penderita tuberkulosis paru dapat dilatih melakukan teknik
dari otot
g) Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan penderita tuberkulosis bila duduk
i) Menampung lendir ditempat pot yang telah disediakan tadi (Ambarwati &
Nasution,
2015)
d) Evaluasi setelah melakukan teknik batuk efektif
a. Berikan air kumur untuk membersihkan mulut dengan tissu
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti
tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru.
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut kerap menyerang organ paru
dibandingkan organ dalam lainnya dan dapat ditularkan melalui udara yang
membawa droplet nuklei penderita TB . Insidensi TB paru di Jawa Tengah
pada tahun 2015 adalah sebanyak 115,17 per 100.000 penduduk, dan kota salatiga.
Perlunya perawatan paliatif pada tb paru sendiri untuk mengurangi penderitaan
pasien, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada
keluarganya dan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit dan
yang ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya. menempati urutan 4
di Jawa Tengah dengan 323,13 kasus per 100.000 penduduk.
B. Saran
Kepada seluruh mahasiswa/i dan kawan-kawan sejawat, mari kita pelajari dan
pahami lebih dalam untuk materi yang ada di makalah ini. Agar dapat menambah
wawasan yang lebih luas mengenai perawatan paliatif pada penyakit TB .
Diharapkan kepada petugas kesehatan bagian penyakit TB di Puskesmas bersedia
untuk memberikan konsultasi kepada penderita TB maupun Pengawas Menelan Obat
(PMO) secara langsung maupun tidak langsung (melalui telepon), sehingga apabila
penderita TB dan PMO (keluargapenderita TB) yang kesulitan memberikan obat pada
penderita TB tetap dapat berkonsultasi dengan petugas kesehatan tersebut. Hal ini
dilakukan karena jarak rumah penderita ke Puskesmas yang cukup jauh.
Daftar Pustaka