Pkni4317 T2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

EVA CANDRA
Nama Mahasiswa :
………………………………………………………………………………………..

837366803
Nomor Induk Mahasiswa/ NIM :
………………………………………………………………………………………..

PKNI4317/Hak Asasi Manusia


Kode/Nama Mata Kuliah :
………………………………………………………………………………………..

50 / Samarinda
Kode/Nama UPBJJ :
………………………………………………………………………………………..

Masa Ujian : 2020/21.1 (2020.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DANKEBUDAYAAN UNIVERSITAS
TERBUKA
1. Hak asasi manusia merupakan hak hukum yang harus dimiliki oleh tiap orang sebagai
manusia. HAM merupakan hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang merupakan
anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia haruslah dihormati, dilindungi, dan
dijunjung tinggi. Hak Asasi Manusia mucul dari keyakinan manusia itu sendiri
bahwasanya semua manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat.
Manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar
itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. HAM bersifat universal,
artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan atas ras,
agama,suku dan bangsa (etnis)Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat
penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi
masing-masing individu. Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM
di Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui.
Contoh kasus pelanggaran HAM yang paling sering kita temui dalam kehidupan sehari-
hari yaitu kekerasan dalam rumah tangga, pencemaran nama baik, terhalanginya orang
dalam menyampaikan pendapat di muka umum, pelecehan seksual, bullying, dan lain
sebagainya.
Pemerintah sudah melakukan beberapa upaya untuk menegakan ham di Indonesia di
antaranya melalui fasilitas HAM dan penegak hukum, membangun kesadaran HAM
masyarakat, dan membuat peraturan tentang HAM.
Dalam UUD 1945 terdapat aturan tentang penegakan hak asasi manusia. HAM
menempati BAB tersendiri dalam UUD setelah melewati proses perubahan
(amandemen). Kesungguhan pemerintah dalam upaya menegakkan HAM ditunjukkan
dengan komitmen pemerintah seperti yang tertuang dalam BAB XA UUD 1945.
Pemerintah menyatakan menjamin dan melindungi penegakan hak-hak dasar manusia di
Indonesia. Selain itu, DPR dan Presiden juga ditugaskan oleh MPR melalui TAP MPR
No. XVII/MPR/1998 agar ikut menyetujui konvensi internasional tentang hak asasi
manusia, sepanjang hal itu sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Ketika pemerintah sudah berperan dalam mewujudkan implementasi penegakan ham
maka masyarakat memegang peran penting untuk menegakkan ham di Indonesia.
Sebagai seorang individu anggota masyarakat, kita diharuskan untuk taat terhadap
peraturan yang berlaku. UU No. 39 tahun 1999 menyatakan bahwa setiap orang memiliki
kewajiban asasi untuk patuh terhadap aturan perundang-undangan, konvensi atau hukum
yang tak tertulis, dan hukum internasional tentang HAM.
Untuk menjamin tegaknya HAM bukan sekedar mimpi, alangkah baiknya jika kita lebih
memandang kesamaan kita sebagai satu kesatuan masyarakat Indonesia dan memberikan
toleransi terhadap apa-apa yang berbeda di antara kita. Implikasi dari kebijaksanaan kita
ini adalah tertibnya masyarakat dan tegaknya HAM. Dalam menegakaan ham maka kita
sebagai masyarakat dapat mengawasi penegakkan ham oleh pemerintah. Oleh karena itu,
amatlah baik apabila kita membantu pemerintah dan korban pelanggaran ham dengan
melapor adanya kasus pelanggaran HAM itu. Dari sini, kita bisa dapat mengawasi tindak
tanduk pemerintah dalam menegakkan HAM.
Di Indonesia memiliki banyak instansi dan lembaga swadaya masyarakat yang berkaitan
dengan penegakkan HAM, sebut saja Komisi Nasional HAM, Pengadilan HAM,
Lembaga Bantuan Hukum, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi Perlindungan
Anak Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Lembaga
Studi dan Advokasi Masyarakat, Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM
Indonesia dan lainnya. Semua lembaga ini tentunya membutuhkan tenaga penggerak dari
masyarakat untuk menegakkan HAM.

2. Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya


negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM,
regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26
Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim
penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan keadilan harus dapat
dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter. Disadari atau tidak, dengan adanya
political will dari pemerintah terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi
terhadap budaya politik yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan
harus disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang
memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya
hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu
(determinant) yang mendukung tegaknya HAM.
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan
tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang
bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh
dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya
arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang
mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran
terhadap hak-hak orang lain. Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini,
issue mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat
mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu
banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran HAM
berat (gross human right violation). Di samping itu juga karena gigihnya organisasi-
organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan perlindungan HAM.
Pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 meliputi
kejahatan genocide (the crime of genocide) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime
against humanity). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok
bangsa, ras, kelompok etnis kelompok agama, dengan cara : a. membunuh anggota
kelompok ; b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok ; c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya ; d. memaksakan
tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok ; e.
memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa
pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan,
penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, penghilangan orang secara paksa dan kejahatan
apartheid.
Seperti diketahui, di Indonesia telah terjadi banyak kasus yang diindikasikan sebagai
pelanggaran HAM berat, terutama kasus kekerasan struktural yang melibatkan aparat
negara (polisi dan militer) dengan akibat jatuhnya korban dari kalangan penduduk sipil.
Di antara sederetan kasus yang mendapat sorotan tajam dunia internasional, adalah kasus
DOM di Aceh, Tanjung Priuk, Timor-Timur pasca jejak pendapat, tragedi Santa Cruz,
Liquisa, Semanggi dan Trisakti . Pelanggaran-pelanggaran tersebut dinilai cukup serius
dan bukanlah sebagai kejahatan biasa, tetapi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan
(crime against humanity).
Munculnya berbagai kasus pelanggaran HAM berat telah melahirkan kesadaran
kolektif tentang perlunya perlindungan HAM melalui instrumen hukum dan kinerja
institusi penegak hukumnya. Banyak kasus-kasus pelanggaran HAM berat atau yang
mengandung unsur adanya pelanggaran HAM yang selama ini tidak tersentuh oleh
hukum, sebagai akibat dari bergulirnya reformasi secara perlahan tapi pasti mulai
diajukan ke lembaga peradilan. Lembaga peradilan, dalam hal ini Pengadilan HAM,
merupakan forum paling tepat untuk membuktikan kebenaran tuduhan-tuduhan adanya
pelanggaran HAM di Indonesia. Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 secara tegas
menyatakan bahwa untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk Pengadilan
HAM di lingkungan Peradilan Umum. Hukum acara yang berlaku atas perkara
pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000, dilakukan
berdasarkan ketentuan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
Undang ini.
Dibentuknya Pengadilan HAM di Indonesia patut disambut gembira, karena
diharapkan dapat meningkatkan citra baik Indonesia di mata internasional, bahwa
Indonesia mempunyai komitmen dan political will untuk menyelesaikan berbagai kasus
pelanggaran HAM berat. Seiring dengan itu upaya penegakkan HAM di Indonesia
diharapkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

3. Tanggal 17 Juli 1998, dalam konfrensi Diplomatik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
menghasilkan satu langkah penting dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu
disetujuinya Statuta Roma. Statuta Roma, sebuah perjanjian untuk membentuk
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) untuk mengadili tindak
kejahatan kemanusiaan dan memutus rantai kekebalan hukum (impunity). Dari 148
negara peserta konferensi; 120 mendukung, 7 menentang dan 21 Abstain.
Ada empat jenis tindak pelanggaran serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu:
1. Genocide (genosida)
2. Crime Againts Humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan)
3. War crimes (Kejahatan Perang)
4. Aggression (kejahatan Agresi)
5.
Dalam statuta ini juga menjelaskan beberapa hal tentang struktur mahkamah, jenis
pelanggaran, penyelidikan dan penuntutan, persidangan dan hukuman serta beberapa hal
penting lainnya. Beberapa mahkamah yang telah dibentuk untuk berbagai kasus
pelanggaran berat HAM:

1. International Criminal Tribunal for Yugoslavia (ICTY), dibentuk pada tahun 1993
2. International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), dibentuk oleh Dewan Keamanan
1994.

4. Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia


Kasus pelanggaran HAM akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya ditanganidengan
baik.Suatu Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi di
negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang tidak mempunyai
kemauan menegakkan HAM di masyarakatnya.
Kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh
Mahkamah Internasional.Hal ini tentu saja menggambarkan bahwa kedaulatan hukum
negara tersebutsangatlemah dan wibawanya jatuh di dalam pergaulan bangsa-bangsa
yang beradab. Sebagai negara hukum dan beradab, tentu sajanegara kitaIndonesia tidak
mau disebut sebagai unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri kasus
pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Sebelum berlakunya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,salah satu Upaya
Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah
dengandiperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk
berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkupperadilan umum. Setelah
berlakunya undang-undang tersebut, kasus pelanggaran HAM yang terjadidi Indonesia
ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan HAM.
BerdasarkanUUPasal 10 Nomor 26 tahun 2000, penyelesaian kasus pelanggaran HAM
Jenis berat dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana.
Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung dengan disertai surat
perintah dan alasan penangkapan, kecuali jika tertangkap tangan.Penahanan untuk
pemeriksaan sidang di Pengadilan HAM dapat dilakukan paling lama 90 hari dan juga
dapat diperpanjang paling lama 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah
hukumnya.
Penahanan di Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 60 hari danjugadapat
diperpanjang paling lama 30 hari.Penahanan di Mahkamah Agung paling lama 60 hari
danjugadapat diperpanjang paling lama 30 hari. Adapun penyelidikan terhadap
pelanggaran hak asasi manusia jenis berat dilakukan oleh Komnas HAM.Dalam
melakukan penyelidikannya, Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri
dari Komnas HAM dan beberapa unsur masyarakat. Hasil dari penyelidikan Komnas
HAM yang berupa laporan pelanggaran hak asasi manusia, diserahkan berkasnya
kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik kasus. Pihak Jaksa Agung wajib
menindaklanjuti laporan dari Komnas HAM tersebut. Jaksa Agung sebagai penyidik
juga dapat membentuk penyidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan
masyarakat. Untuk proses penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat dilakukan
oleh Jaksa Agung.Dalam pelaksanaan tugasnya, Jaksa Agung juga dapat mengangkat
penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah atau masyarakat. Setiap saat
pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dapat meminta keterangan secara tertulis
kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara
pelanggaran hak asasi manusia jenis berat.Jaksa penuntut umum ad hoc sebelum
melaksanakan tugasnya harus mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu.
Selanjutnya, perkara pelanggaran hak asasi manusia jenis berat diperiksa dan
diputuskan oleh Pengadilan HAM yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan
HAM paling lama 180 hari setelah berkas perkara dilimpahkan dari pihak penyidik
kepada pihak Pengadilan HAM. Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima
orang yang terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan
tiga orang lainya adalah hakim ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM
yang bersangkutan. Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia jenis berat
dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, perkara tersebut diperiksa dan diputus
dalam kurun waktu paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke pihak
Pengadilan Tinggi.Pemeriksaan perkara pelanggaran HAM di Pengadilan Tinggi
dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas dua orang hakim Pengadilan Tinggi yang
bersangkutan dan tiga orang lainya adalah hakim ad hoc. Kemudian, dalam hal perkara
pelanggaran hak asasi manusia jenis berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung,
perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam kurun waktu paling lama 90 hari terhitung
sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.

Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia Internasional


Proses penanganan dan peradilan terhadap pelaku kejahatan Hak Asasi
Manusiainternasional secara umum samasajadengan penanganan dan peradilan
terhadap pelaku kejahatan yang lain, sebagaimana dalam hukum acara pidana di
Indonesia.
Secara garis besar, apabila terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusiajenisberat dan
berskala internasional, untuk Upaya Penyelesaian Kasus PelanggaranHak Asasi
Manusia, prosesperadilannyaadalahsebagai berikut:
Jika suatu negara sedang melakukan penyelidikan terhadap suatu kasus HAM,
penyidikan atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi, maka pengadilan pidana
internasional berada dalam posisi inadmissible(ditolak) untuk menangani kasus
kejahatan tersebut.Akan tetapi, posisi inadmissibledapat berubah menjadi
admissible(diterima untuk menangani perkaran), apabila negara yang bersangkutan
enggan (unwillingness) atau tidak mampu (unable) untuk melaksanakan tugas
investigasi dan juga penuntutan. Bila perkara yang telah diinvestigasi oleh suatu negara,
kemudian negara yang bersangkutantersebuttelah memutuskan untuk tidak melakukan
penuntutan lebih lanjut terhadap pelaku kejahatan, maka pengadilan pidana
internasional berada dalam posisi inadmissible. Namun, posisi inadmissibledapat
berubah menjadi admissiblebila putusan yang berdasarkan keengganan (unwillingness)
dan ketidakmampuan (unability) dari negara tersebut untuk melakukan penuntutan.Jika
pelaku kejahatan telah diadili dan juga memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka
terhadap pelaku kejahatan tersebut telahmelekat asas nebus in idem.Artinya, seseorang
tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama setelah terlebih
dahulu diputuskan perkaranya oleh putusan dari pihak pengadilan peradilan yang
berkekuatan tetap.
Putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pelaku kejahatan ituterbuktibersalah,
berakibat akan jatuhnya sanksi.Sanksi internasional dijatuhkan kepada pihak negara
yang dinilai melakukan pelanggaran atau tidak peduli terhadap pelanggaran hak asasi
manusia di negaranya.Sanksi yang diterapkan ada bermacam-macam, di antaranya:

1. Diberlakukannya travel warning (peringatan bahaya berkunjung ke Negaratertentu)


terhadap warga negaranya,
2. Pengalihan investasi atau penanaman modal asing,
3. Pemutusan hubungan diplomatik,
4. Pengurangan bantuan ekonomi.
5. Pengurangan tingkat kerja sama,
6. Pemboikotan produk ekspor
7. Embargo ekonomi
5. 1.Hak untuk Hidup
Jaminan yang paling dasar yang diatur dalam undang-undang adalah jaminan untuk
hidup. Jaminan hak untuk hidup ini tercantum padapasal 28 A UUD 1945. Pada pasal
28 A disebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Jaminan mengenai hak untuk hidup ini
dijabarkan lagi pada UU no 39 Tahun 1999 pasal 9 sebagai berikut:

Pasal 9, setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahtera lahir dan batin. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat. (baca juga: Dasar Hukum HAM )

2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan


Jaminan perlindungan HAM mengenai hak untuk membangun keluarga dan
melanjutkan keturunan tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 B ayat 1 yang
menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah”. Penjelasan lebih lanjut mengenai jaminan hak
warga untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan dapat ditemui pada UU no 39
Tahun 1999 pasal 10 yaitu :
Pasal 10, setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas
kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (baca juga: Pengertian Instrumen HAM di Indonesia)

3. Hak Mengembangkan Diri


Kebebasan untuk mengembangan diri tercantum di beberapa pasal dalam UUD 1945.
Pertama tercantum dalam pasal 28C ayat 1 dan 2 yang berbuyi :
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.
Setiap orang berhap untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (baca juga: Perwujudan
Kedaulatan Rakyat)
Selain pasal 28 C, kebebasan untuk mengembangkan diri juga tercantum pada pasal 31
ayat 1 yang menyebutkan bahwa “ Setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan.” Selanjutnya kebebasan mengembangan diri ini dijabarkan lebih lanjut
pada UU no 39 Tahun 1999 pasal 11-16. Berikut ini merupakan pasal-pasal tersebut:
Pasal 11, setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan
berkembang secara layak.
Pasal 12, setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk
memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya
agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia,
bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. (baca juga: Hak dan Kewajiban
Warga Negara dalam UUD 1945)
Pasal 13, setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi
kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia.
Pasal 14, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang
diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. setiap orang
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Pasal 15, setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik
secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 16, setiap orang berhak untuk melakukan pekerjaan sosial dan kebajikan,
mendirikan organisasi untuk itu, termasuk menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran, serta menghimpun dana untuk maksud tersebut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (baca juga: Jenis jenis pelanggaran HAM)

4. Hak Memperoleh Keadilan


Hak memperoleh keadilan tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang
menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum”. Peratuan
mengenai hak atas keadilan ini tertuang pula dalam UU no 39 Tahun 1999 pasal 17-19
sebagai berikut:
Pasal 17
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata,
maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak
memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh
hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar. (baca juga:
Hambatan Penegakan HAM)

Pasal 18
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu
tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara
sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang
diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana,
kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum
tindak pidana itu dilakukannya.

Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan


yang paling menguntungkan bagi tersangka. Setiap orang yang diperiksa berhak
mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Setiap orang tidak dapat dituntut untuk
kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 19
Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apapun diancam dengan hukuman berupa
perampasan seluruh harta kekayaan milik yang bersalah. Tidak seorangpun atas putusan
pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan
ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.

5. Hak Atas Kebebasan Pribadi


Terdapat beberapa pasal mengenai kebebasan pribadi ini. Kebebasan pribadi yang
diberikan meliputi kebebasan memeluk agama, kebebasan berpendapat, status
kewarganegaraan, dan lain-lain. Pada UUD 1945 kebebasan memeluk agama dijelaskan
pada pasal 29 ayat 2 yaitu “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu.”
Kebebasan untuk berpendapat terdapat pada pasal 28 UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu juga
dijelaskan pada pasal 28 F yaitu “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia.” Kebebasan pribadi mengenai agama, berpendapat, dan
memilih tempat tinggal juga dijelaskan pada pasal 28 E yang terdiri dari 3 ayat berikut:
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keperjayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Peraturan yang menjamin hak atas kebebasan pribadi juga terdapat pada pasal 28 I UUD
1945 ayat 1-2 yang menyatakan bahwa :
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
Jaminan atas hak-hak kebebasan pribadi juga tercantum dalam UU no 39 Tahun 1999
pasal 20-27 sebagai berikut :
Pasal 20, tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan atau
perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa
apapUn yang tujuannya serupa, dilarang.
Pasal 21, Setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan
karena itu tidak boleh menjadi obyek penelitian tanpa persetujuan darinya.
Pasal 22, setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Negara menjamin kemerdekaan setiap
orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Pasal 23, setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat
sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun
elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban,
kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Pasal 24, setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-
maksud damai. Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan
partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan
serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan
tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25, setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk
hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
setiap orang berhak memiliki, memperoleh, mengganti, atau mempertahankan status
kewarganegaraannya. Setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya dan tanpa
diskriminasi berhak menikmati hak-hak yang bersumber dan melekat pada
kewarganegaraannya serta wajib melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27, setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah,
dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia. Setiap warga negara
Indonesia berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik
Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (baca juga: Ciri-
Ciri Konstitusi)

6. Hak Atas Rasa Aman


Bentuk dalam mengatur beberapa jaminan perlindungan HAM, yang banyak dipunyai
dalam jaminan atas rasa aman diatur pada UUD 1945 tepatnya pada pasal 28 G yaitu:
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, masyarakat,
martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Dalam UU no 39 tahun 1999 hak atas rasa aman dijelaskan pada pasal 28-35. Pasal-
pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Pasal 28, setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik
dari negara lain. Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi mereka
yang melakukan kejahatan nonpolitik atau perbuatan yang bertentangan dengan tujuan
dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 29, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan hak miliknya. Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum
sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
Pasal 30, setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Pasal 31, tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu. Menginjak atau memasuki
suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan
kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang telah
ditetapkan oleh Undang-undang.
Pasal 32, kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk
hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas
perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 33, setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau
perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat
kemanusiaannya. Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan
penghilangan nyawa.
Pasal 34, setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan,
atau dibuang secara sewenang-wenang.
Pasal 35, setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang
damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi, dan melaksanakan
sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini. (baca juga: Hubungan Demokrasi dan HAM di Indonesia)

7. Hak atas Kesejahteraan


Dalam UUD 1945 juga mengatur mengenai hak atas kesejahteraan yang tercantum
dalam pasal 28H ayat 1-4 sebagai berikut :
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.’ ’
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.’ ’
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.’ ’
Dalam UU no 39 Tahun 1999 jaminan perlindungan HAM dalam hak mengenai
kesejahteraan di jelaskan pada pasal 36-42 sebagai berikut :
Pasal 36, setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat
dengan cara yang tidak melanggar hukum. Tidak boleh seorangpun boleh dirampas
miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum. Hak milik mempunyai
fungsi sosial.
Pasal 37 pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya
diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila sesuatu benda
berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau tidak
diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu maka hal itu
dilakukan dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan kecuali ditentukan lain.
Pasal 38, setiap orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak
atas pekerjaan yang layak. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang
disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan. Setiap orang, baik pria
maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa,
berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama. Setiap orang, baik pria
maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat
kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat
menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.
Pasal 39, setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh
dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan
kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40, setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.
Pasal 41, setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup
layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh. Setiap penyandang cacat,
orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus.
Pasal 42, setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental
berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atau biaya
negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat
kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

8. Hak Turut Serta dalam Pemerintahan


Kebebasan bagi seluruh warga untuk berpartisipasi dalam pemerintahan diatur pada
pasal 28 D ayat 3 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini
diatur dalam UU no 39 Tahun 1999 pasal 43 dan 44 sebagai berikut :

Pasal 43, setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap
warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan
perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap
jabatan pemerintahan.
Pasal 44, setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan
pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka
pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun
dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (baca juga: Hak
perlindungan Anak)

9. Hak Wanita
Hak wanita diatur dalam UU no 39 Tahun 1999 pada pasal 45-51, yang harus kita
ketahui beberapa pasalnya dalam perundang-undangan alkitab sebagai berikut:
Pasal 45, hak wanita dalam Undang-undang ini adalah hak asasi manusia.
Pasal 46, sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan
sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan
wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.
Pasal 47, seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing
tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai
hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status
kewarganegaraannya.
Pasal 48, wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis,
jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
Pasal 49, wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan
profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Wanita berhak
untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya
terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan
dengan fungsi reproduksi wanita. Hak khusus yang melekat pada diri wanita
dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Pasal 50, wanita telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan
perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.
Pasal 51, seorang isteri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung
jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan
perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta pengelolaan
harta bersama. Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan
tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan
dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Setelah
putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan
suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak
anak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (baca juga: Ciri-ciri
Negara Demokrasi)

10. Hak Anak


Peraturan yang mengatur mengenai hak anak pada UUD 1945 berada pada pasal 28B
ayat 2 yang menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan diskriminasi.” Peraturan
lebih detil mengenai perlindungan hak anak dijelaskan pada UU no 39 tahun 1999 pasal
52-66.

Anda mungkin juga menyukai