CBR - MELAYU Klmpok 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

CRITICAL BOOK REPORT

TEKNIK TARI MELAYU


Dosen Pengampu: Dra.Dilinar Adlin,M.Pd

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
INDAH MEWAH SINAGA (2213141008)

STHEFI NESSA HARIANJA (2213141023)


CINDY AGATHA PASARIBU ( 2213141020)
UCI BANUWATI (2213141012)
CINDY ANI BINTANG (2213141035)
JESIKA GEA (223141003)

SENI TARI KELAS B


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa dimana atas berkat dan
karuniaNya, penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Adapun Critical Book Report ini yaitu
dengan buku yang berjudul “Dinamika Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera Utara” karya
dari Dr. SOLIHAH TITIN SUMANTI, M.Ag TASLIM BATUBARA .

Critical Book Report (CBR) ini kami susun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata
kuliah “TEKNIK TARI MELAYU” untuk menjadikan penambahan wawasan sekaligus pemahaman
terhadap materi tersebut. Harapan kami, semoga setelah penyelesaian penulisan Crtical Book
Report ini kami semakin memahami tentang bagaimana penulisan Crtical Book Report yang baik
dan benar.

Dengan melakukan critical book ini kami mendapatkan pengalaman dan ilmu yang
berharga dalam penyusunan penulisan Critical Book Report ini. Kami sangat berterima kasih
kepada teman kelompok 3 atas kerja samanya yang telah membantu dalam penyelesaian CBR
ini, khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah ini Ibu Dra.Dilinar Adlin,M.Pd.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan CBR ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran serta bimbingan dari para dosen
demi penyempurnaan di masa-masa yang akan datang, semoga karya tulis CBR ini bermanfaat
bagi semuanya.

Medan, Mei 2022

Penyusun

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..……..………………………..i
DAFTAR ISI………………..…………………………………………………………………………………………………..ii
BAB I
Pendahuluan………………………………………………………………………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………….……………..………………...…………….….1
1.2 Tujuan………………………………………………………………………………….…………………………………..……1
1.3 Manfaat…………………………………………………………………………………………………………………..…….1
BAB II
ISI
2.1 Identitas Buku………………………………………………………………………………………………………..…………2
2.2 Ringkasan Buku…………………………………………………………………………………………………………………3
BAB 1 (Selayang Pandang Islam Indonesia Awal: Sketsa Sumatera Utara)…………………………..3
BAB 2 (Masuknya Islam dan Masjid-Masjid Di Sumatera Utara : Model, Corak dan
Perkembangannya A. Proses Masuk dan Kemunculan) ………………….…………………….5
BAB 3 (Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera Utara)…………………………………...…………………13
BAB 4 (Masjid - masjid Peninggalan Kesultanan Serdang)……………………………………..……………15
BAB 5 (Refleksi)……………………………………………………………………………………………………….…………17
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Buku……………………………………………………………………………………….18

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………..19

3.2 Saran……………………………………………………………………………………………….……………………………19

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………..…………………..iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Criti cal Book Review sangatlah penti ng, karena bukan hanya sekedar
laporan atau tulisan tentang isi sebuah buku atau arti kel, tetapi lebih meniti k
beratkan pada evaluasi (penjelasan, interprestasi & analisis) mengenai keunggulan dan
kelemahan buku atau artikel tersebut dan apa yang menarik dari artikel tersebut,
bagaimana isi buku tersebut yang bisamempengaruhi cara berpikir dan menambah
pemahaman terhadap suatu bidang kajian tersebut dan lebih kritis menanggapinya.
Dengan kata lain dengan Critical Book Review akan menguji pikiran pengarang atau penulis
berdasarkan sudut pandang, berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

1.2 Tujuan
Penulisan Alasan dibuatnya CBR ini adalah sebagai salah satu persyaratan
penyelesaian tugas,khususnya mata kuliah Teknik Tari Melayu, serta untuk menambah
wawasan yang luas akan pengetahuan khususnya di bagian evaluasi dalam bidang
pendidikan. Meningkatkan daya kritis serta menguatkan materi mengenai CBR .

1.3 Manfaat
Adapun manfaat Critical Book Riport yaitu :
1. Dapat menambah wawasan yang luas, khususnya tentang materi Teknik Tari Melayu
2. Penulis dapat lebih berpikir kritis lebih dari yang ia tahu.
3. Pembaca dapat mengetahui bahwa ada kekurangan dan kelebihan dari buku yang
dikritisi oleh penulis
4. Untuk memenuhi tugas Critical Book Review Mata Kuliah TEKNIK TARI MELAYU

1
BAB II

ISI

2.1 Identitas Buku

Judul Buku : Dinamika Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera Utara


Penulis : Dr. SOLIHAH TITIN SUMANTI, M.Ag dan TASLIM BATUBARA
Penerbit : Atap Buku
Tahun Terbit : 2019
Kota Terbit : yogyakarta
Tebal Buku : 220 hlm (xxxii +190 hlm), 14 cm x 21 cm
Bahasa : Indonesia
ISBN : 978-602-53490-4-1

2
2.2 Ringkasan Buku

BAB 1

Selayang Pandang Islam Indonesia Awal: Sketsa Sumatera Utara

Seiring dengan proses ekspansi yang di lakukan oleh umat Islam ke seluruh penjuru dunia,
sehingga syiar agama Islam mulai tersebar semakin luas dari daratan benua Eropa hingga daratan benua
Asia , tidak ketinggalan dengan Asia Tenggara. Asia Tenggara yang khususnya ras Indo-Melayu
merupakan tujuh dari wilayah kebudayaan dan jejak masa lalu Islam yang terdiri dari wilayah-wilayah
kebudayaan Arab, Islam Persia, Islam Turki, Islam Afrika, Islam Anak Benua India, Islam IndoMelayu, dan
terakhir adalah wilayah jejak masa lalu Islam di Western Hemisphere.

Komplektfitas agama yang terjadi di wilayah Asia Tenggara menunjukan bahwa Islam bukanlah
agama pertama yang tumbuh dan besar, dengan kata lain Islam masuk kelapisan masyarakat yang telah
mempunyai pemahaman keagaaman yang bisa dikatakan bukan hal yang baru ketika Islam datang.
Masyarakat di Asia Tenggara pertama kali sudah bersentuhan dengan agama Hindu yang menghampiri
wilayah ini terlebih dahulu, yang kemudian di ikuti oleh agama Buddha, dan dilanjutkan oleh agama
Islam. Agama – agama ini berinteraksi memunculkan tradisi yang khas sehingga membentuk matriks
budaya agama pribumi yang berlangsung dalam waktu yang lama. Dalam tradisi demikianlah agama
Islam masuk dan berkembang dengan sangat pesat, sehingga mengakibatkan pada hari ini, agama
mayoritas yang di peluk oleh masyakarat di Asia Tenggara adalah Islam.

Islam juga datang ke Asia Tenggara, tanpa pernah berniat untuk menghapus atau menghilangkan
identitas asli kebudayaan masyarakat Asia Tenggara, bahkan kedatangan Islam untuk
mengkombinasikan antara kebudayaan dan agama.

Ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana proses masuknya Islam ke kawasan Asia tenggara, di
antaranya adalah :

 Teori Pertama, Mengatakan jika Islam masuk ke Asia Tenggara langsung dari Arab dan terjadi
sekitar Abad ke 7 Masehi. Pendapat ini di kemukakan oleh Crawfurd (1820), Kayzer (1859),
Niemann (1861) dan Prof. Buya Hamka.
 Teori Kedua, Mengatakan jika Islam masuk ke Asia Tenggara dari India, Teori ini di kemukakan
oleh Pijnapel tahun 1872 berdasarkan catatan perjalanan dari Ibnu Battutah, dan Marcopolo
 Teori Ketiga, Mengatakan jika Islam masuk ke Asia Tenggara dari Benggali (Bangladesh kini) yang
di kemukakan oleh Fatimi, namun teori ini oleh Drewes karena dianggap teori ini tanpa dasar
dan hanya pemikiran liar belaka.

Golongan pembawa Islam ke Asia Tenggara sampai saat ini pun masih terdapat perdebatan di dalamnya.
Sebagian mengatakan bahwa Islam di bawa oleh orang Arab langsung, sedangkan ahli yang
mendasarkan pengamatan pada unsur-unsur Islam yang berkembang lebih dekat ke India.

3
Kepulauan Nusantara juga telah di anggap penting bagi perdagangan antar bangsa, karena pulau-
pulaunya terletak di sepanjang laut (pantai) yang menghubungkan Cina dan kekuasaan Kekaisaran
Romawi. Kapal-kapal dari berbagai negeri singgah di wilayah Nusantara untuk memuat barangbarang
dagangan, seperti rempah – rempah, dammar, dan kayu berharga. Oleh sebab itu Nusantara dan Malaka
telah menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang di jual disana menarik perhatian para
pedagang dan menjadi perlintasan penting anatara Cina dan India. Oleh karena itu, para pedagang
Muslim Arab telah sampai ke kepulauan Nusantara pada Abad ke 2 S.M., hanya saja mereka dahulu
menyebutnya bukan Nusantara (Indonesia).Tentang proses masuknya Islam di Indonesia, hampir sama
terjadinya dengan proses masuknya Islam di Asia Tenggara.

Sedikitnya ada 3 teori yang mengatakan proses masuknya Islam ke Indonesia

 Teori Arab, Mengatakan kalau Islam masuk langsung dari Arab yang di bawa oleh para Mubaligh
dan pedagang Arab yang terjadi sekitar Abad ke 7 Masehi. Teori ini di dukung oleh T.W Arnold,
Van Leur, dan Buya Hamka.
 Teori Persia, Mengatakan Islam masuk ke Indonesia juga pada Abad ke 7 Masehi, namun di
bawa oleh para orangorang Syiah (Persia) dengan bukti banyaknya perayaan Umat Muslim di
Indonesia yang sama dengan perayaan orang-orang Syiah di Iran. Teori ini di kemukakan oleh
Umar Amir Husen dan Hoesein Djajadiningrat.
 Teori Gujarat, Teori ini mengatakan jika Islam di bawa ke Indonesia oleh para pedagang Gujarat
yang terjadi sekitar.

Yang menjadi keunikan dan ciri khas dari masjidmasjid kuno di Indonesia pada zaman dahulu
adalah adanya pemakaman yang terletak di belakang atau samping masjid. Biasanya makam-makam
tersebut adalah makam para Sultan, keluarga Sultan, para pembesar istana. Ulama, dan masyarakat
umum yang berjasa dan memberi manfaat bagi rakyat dan kesultanan. Biasanya juga makam-makam
tersebut di kramatkan oleh masyarakat sekitar karena di anggap memiliki keberkahan dan kekuatan
magis.

Sketsa Sumatera

Utara Sumatera adalah sebuah pulau yang sangat luas dan belum banyak diteliti, dan masih
menanti sejarahwannya untuk meneliti tentang Sumatera. Peranan penting pulau ini dalam sejarah
Samudera India dan Asia Tenggara sangat penting. Hal ini tidak terlepas dari Sumatera merupakan pulau
dengan sumber alam yang berlimpah dan potensi ekonomi yang besar. Bagi pengunjung dari negeri
asing, pulau ini menawarkan keindahan alam. Budaya beraneka ragam, hutan rimba, dan lainnya. Orang
Sumatera juga tidak segan untuk mengakui bahwa mereka kurang berbudaya dibandingkan dengan
orang Jawa kelas atas, tetapi dengan cepat mereka akan menambahkan bahwa mereka lebih berjiwa
wirausaha dan mandiri.

Di Kota Batu (di atas Sungai Pinang) Prof. Stein Callenfels melaporkan dipertengahan tahun 1924
yang diberitakan dalam “Sumatera Post” Medan, bahwa seorang petugas kehutanan menemukan
benteng batu di Hulu sungai Besitang tetapi foto kurang jelas. Di Minta Kasih dan Namo Bintang
(Langkat Hulu) ditemukan peninggalan Hindu dan telah dikirim ke museum pusat. Pada tahun 1924 di
pesisir Langkat dan
4

Deli, hampir-hampir beberapa kilometer saja dari Medan sekarang, ditemukan pula tumpukan-
tumpukan bukit kerang yang merupakan tumpukan-tumpukan bekas makanan manusia purba yang
berpindah-pindah itu, dalam radius 130 km sampai ke Temiang Aceh (Aceh Timur) dengan tinggi kira-
kira 4 meter.

BAB 2

Masuknya Islam dan Masjid-Masjid Di Sumatera Utara : Model, Corak dan Perkembangannya A.
Proses Masuk dan Kemunculan

Kerajaan-Kerajaan Islam di Sumatera Peristiwa masuk dan berkembangnya Agama Islam di


Indonesia ialah salah satu kejadian yang di anggap penting sekali dalam sejarah Tanah Air. Tidak perlu
kiranya di sangka lagi, bahwa persitiwa itu mempengaruhi jalan sejarah dan alam pikiran kita hingga
dewasa. Pada mulanya proses peng-Islaman itu rupanya berlangsung tanpa disadari benar, karena
langsung berangsur-angsur dengan halnya setitik minyak yang jatuh pada secarik kertas, kertas akhirnya
menjalari seluruh kertas itu. Baru setelah proses peng-Islaman berjalan beberapa abad lamanya dan
sebagian besar dari daerah kita menjadi penganut yang taat dari Agama itu.

Dalam zaman pemerintahan Muawiyah Bin Abi Sufyan, pendiri kerajaan Bani Umayyah. Sang
Khalifah telah berupaya untuk memperluaskan wilayah kekuasaan Islam, bukan hanya kebagian barat
saja namun juga ke wilayah timur termasuk kepulauan Melayu (Nusantara). Usaha utama Khalifah
Mu’awiyah bin Abi Sufyan adalah untuk memonopoli perdagangan lada hitam yang dihasilkan oleh
Kerajaan Melayu (Jambi). Di samping membicarakan perdagangan lada, Mu’awiyah telah mengajak
Lokitawarman (Raja Melayu Waktu itu) untuk memeluk Agama Islam. Ajakan tersebut di tolak oleh Raja
Melayu tersebut yang masih beragama Buddha. Namun di pemerintahan selanjutnya, Sri Indrawarman
berhasil di Islamkan oleh Khalifah Bani Umayyah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.2 Setelah itu Kerajaan
Melayu dikenal oleh orang Arab dengan sebutan Sribuza Islam yang tercatat di catatan I-Tsing ketika
Kerajaan Melayu dibawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya (Palembang).

Kerajaan Islam yang baru ini kemudian jatuh kembali ketangan Kerajaan Sriwijaya (Shih-li-fo-shih)
yang beragama Buddha hasil campur tangan Kerajaan Cina (Dinasti Tang) yang merasa kegiatan
perdagangan ladanya telah terancam akibat pengislaman Melayu (Jambi). Sriwijaya kembali berhasil
menundukan Melayu (Jambi) setelah membunuh Sri Indrawarman, Raja Islam yang kedua dan terakhir.
Pada saat itu Bani Umayyah tidak bisa membantu kerajaan yang baru di tundukannya tersebut karena
terlalu sibuk dengan pergolakan dalam istana.

Perlak

Perlak merupakan Kerajaan Islam pertama di Sumatera Utara yang berkuasa pada tahun 225-692 H/
840-1292 M. Dengan Raja Pertamanya Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah (840-864 M). Hal
ini sesuai dengan berita Marcopolo yang tiba di Sumatera pada tahun 922 M, yang menyatakan bahwa
pada

masa itu (Abad ke 8) Sumatera terbagi dalam delapan buah kerajaan yang semuanya menyembah
berhala, kecuali Perlak yang berpegang teguh pada Islam.

Hal ini karena Perlak selalu di datangi pedagangpedagang Saracen (Muslimin) yang menjadikan
penduduk Bandar (Pelabuhan) ini memeluk undang-undang Muhammad (Islam).5 Pada mulanya, Islam
berkembang di Perlak di pengaruhi oleh aliran Syi’ah yang beretebaran dari parsi ketika terjadi revolusi
Syi’ah pada tahun 744-747 M yang di pimpin oleh Abdullah bin Muawiyah. Kemudian pada masa
pemerintahan Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913 M) mulai masuk paham Islam
Ahlusunnah wal jamaah yang tidak di sukai oleh Syi’ah. Oleh karena itu, terjadilah konflik perang
saudara antara Syi’ah dan Sunni.

Dengan kata lain, pada Abad ke 13, Perlak sudah berada di dalam kekuasan Kerajaan Samudera
Pasai yang pada saat itu di pimpin oleh Raja pertamanya Malik Ash-Shaleh (Muerah Silo), yang
menjadikan Ahlusunnah Wal Jamaah menjadi dasar atas kerajaan yang di pimpinnya. Sepeninggalnya,
Malik Ash-Shaleh di gantikan oleh putra sulungnya yang bernama Malik AdhDhahir, pada masa Malik
Adh-Dhahir, kerajaan ini di kunjungi oleh seorang penjelajah Samudera dari negeri Maghribi (Maroko)
bernama Ibnu Batutah, yang menyebutkan bahwa Islam sudah hampir 1 Abad di syiarkan di Samudera
Pasai.

Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai di dirikan sekitar tahun 1042 M dan Sultan pertamanya adalah Meurah
Khair yang diberi gelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078). Keturunan dari Meurah Khair memerintah
Samudera Pasai sampai sekitar tahun 1210 M, setelah itu Samudera Pasai di kuasai oleh keturunan dari
Meurah Silue (Malik Ash-Shaleh) yang memerintah dari 1261-1428 M. Meurah Silue dikatakan sebagai
keturunan dari Sultan Makhdum Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat, Sultan yang pernah memerintah
Kerajaan Perlak. Perkara ini dapat menjelaskan cerita tentang kebolehan Meurah Silue dalam membaca
Al-Qur’an ketika diminta oleh Syeikh Ismail dan Fakir Muhammad seperti yang tercatat dalam Sejarah
Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai.

Pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin ini juga, Majapahit telah menyerang Samudera Pasai
dan menundukinya seketika. Akan tetapi karena ada pergolakan di dalam Keraton Majapahit, tentara
Majapahit yang berada di Samudera Pasai terpaksa di tarik mundur kembali ke Jawa. Ketika penarikan
tersebut, ikut pulak seorang ulama tasawuf pantheisme Syeikh Abdul Jalil atau di Jawa lebih di kenal
dengan nama Syeikh Siti Jenar. Pada tahun 1414 M, salah seorang putri Sultan Samudera Pasai di
nikahkan dengan Prameswara Sultan Pertama Malaka dan karena itu, Prameswara memeluk agama
Islam dan merubah namanya menjadi Megat Iskandar Syah. Pada penghujung abad ke 15 M, seorang
ulama dari keturunan Samudera Pasai Syeikh Said telah berhasil mengislmkan daerah Patani.

Kerajaan Samudera Pasai berdiri sampai tahun 1524 M, pada tahun 1521 kerajaan ini pernah di
taklukan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun. Kemudian pada tahun 1524 M Kerajaan
Samudera Pasai di bawah pengaruh Kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam dengan
Sultannya bernama Ali Mughayatsyah. Sultan Ali Mughayatsyah (1514-1530 M) telah banyak berjasa
dalam berbagai aspek ke Islaman.

Dalam bidang politik Sultan berupaya menghadang penjajah Portugis Kristiani dengan memprakarsai
Negara Islam bersatu dan berdaulat yang diberi nama“Aceh Besar”. Dalam bidang pemerintahan, Sultan
telah meletakan Islam sebagai asas kenegaraan, bahkan Sultan melarang orang-orang yang bukan Islam
untuk memangku jabatan kenegaraan. Dalam bidang dakwah, Sultan membangun pusat Islam yang
megah, Sultan menghimpun para ulama dan juru dakwah dari segala penjuru negeri, serta
memerintahkan Jihad Fi Sabililah untuk memerangi penyembah berhala dan syirik. Pada masa
kepemimpinan Sultan Alauddin Riayat Syah (abad ke 16), Aceh di kenal sebagai Negara Islam yang
perkasa dan menjadi pusat penyebaran Islam yang besar di Nusantara.

A. Sejarah Islam di Sumatera Timur

Sentuhan penduduk pesisir Sumatera Timur dengan Agama Islam sudah jauh berlangsung dengan
Islamnya kerajaan Haru (Aru) yang berpusat di Deli. Di ceritakan adanya suatu rombongan yang di
pimpin oleh Nakhoda Ismail dan Fakir Muhammad yang berangkat dari Maabri ( Malabar, India Selatan)
yang bertujuan untuk meng-Islamkan Raja Pasai. Namun kapal yang mereka gunakan terlewat sampai ke
Negeri Haru dan dalam kesempatan itu pulah mereka mengIslamkan Raja Haru. Setelah itu, rombongan
ini melanjutkan perjalannnya ke Samudera Pasai dan meng-Islamkan Raja Samudera Pasai Meurah Silue
yang kemudian di gelar Sultan Malikussaleh, kejadian ini terjadi sekitar akhir abad ke 13 M.

Sejak zaman Hindu-Buddha hubungan antara pantai Sumatera dengan India Selatan berlangsung
secara terusmenerus, demikian juga ketika di India Selatan sudah masuk Islam dan bermazhab Syafi’i.
Hubungan dagang di sertai dengan dakwah Islam terjadi antara Kerajaan di Pesisir Sumatera dengan
para pedagang dari India Selatan, seperti yang tertulis pada “Hikayat Raja-Raja Pasai” yang di dalamnya
banyak bercerita tentang orang India Islam. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa pedagang Arab yang
menetap di India dan Persia sudah lama mengunjungi wilayah Sumatera ini.

Di tahun 1365 M, datang lagi malapetaka ke 2 yang menimpa Kerajaan-Kerajaan Islam di


Sumatera. Yaitu penyerangan dari kerajaan Majapahit dari Jawa Timur yang pada saat itu menjadi
Kerajaan Hinduisme terakhir yang masih ada di Nusantara. Di dalam “Negarakertagama” di cantumkan
nama kerajaan di wilayah Sumatera Utara yang di taklukan yaitu, Pane (wilayah hulu sungai
Panai/Barumin) yang berada di sekitaran komplek biara-biara di Padanglawas, Kampai (di Teluk Haru-
Langkat), dan Haru (di Deli). Namun pada abad ke 15 M, Kerajaan Majapahit ini mengalami kehancuran,
dengan hancurnya Kerajaan Majapahit ini, semakin berkembanglah kerajaan-kerajaan Islam di
Sumatera.

Seorang Melayu adalah seorang Muslim yang sehariharinya berbahasa Melayu, yang memakai adat
Melayu dan memenuhi syarat-syarat tempatan tertentu. Jadi jelas, ikatan Melayu itu bukanlah ikatan
darah tetapi ikatan kultural. Sudah jelas pula bahwa seorang Melayu harus beragama Islam seperti
pepatah Melayu mengatakan “Adat Melayu Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah”. Peng-Islaman
Asahan-Panai- BilahKota Pinang dimulai ketika seorang puteri panai bernama Siti Onggu di ambil oleh
Sultan Al Qahhar dari Aceh ketika Sultan itu berhasil menaklukan benteng “Puteri Hijau” di Haru Deli.
Penaklukan tersebut terjadi di tahun 1539 M, diceritakan bahwa Puteri Siti Onggu itu hamil tua dan di
bawa kembali oleh abangabangnya dan kemudian melahirkan seorang anak laki-laki dan kemudian di
jadikan Sultan Abdul Jalil – I (Sultan Pertama di Asahan).

Raja-raja dan pembesar-pembesar Melayu mengawini puteri Sibayak (Raja atau Penghulu Orang
Karo dan Simalungun) dan menjadikan mereka Islam begitu juga puteraputera mereka di didik di
lingkungan Istana Melayu dan kemudian di perkenalkan dengan Agama Islam dan budaya Melayu.
Mereka yang sudah menjadi Melayu diberikan layanan seperti orang Melayu, bahkan kepala-kepala
daerah asal Batak itu yang sudah Islam dan sudah diperkenalkan kepada Budaya Melayu diberikan gelar-
gelar kebangsawanan Melayu seperti, Wan, Raja, Datuk, Orang Kaya, dan Kejeruan.

B. Islam di Sumatera Utara Awal Abad Ke XX

Pada awal abad ke-20 M, pemerintah Hindia-Belanda telah menancapkan kekuasaannya di


Sumatera Utara dengan kokoh. Pada tahun 1907, perlawanan terakhir dengan bersenjata yang agak
memadai telah dapat di tumpasnya seperti, terbunuhnya Raja Sisingamangaraja XII di Dairi, Kiras Bangun
di Tanah Karo dan di jajahnya wilayah terakhir yang masih merdeka di Sumatera Utara yaitu, Kerajaan
Na IX – Na X di Hulu Bilah.24 Tapanuli Selatan pada abad ke-19 M telah terpisah secara keagaamaan
dengan wilayah-wilayah Batak lainnya. Ini disebabkan karena perluasan Agama Islam yang begitu cepat
diantara orang Mandailing dan Angkola pada pertengahan abad ke-19 itu, di mulai sejak 1820-1835 oleh
Tuanku Tambusai dengan aliran Wahabinya yang dilanjutkan oleh panglimanya Tuanku Rao, merambah
ke arah tanah Toba.

Keadaan pernah menjadi heboh ketika Raja Siantar, SANG NAHUALU DAMANIK, tiba-tiba masuk
Islam dan dengan giat mempropagandakan Islam di kalangan rakyatnya. Sekaligus dengan tindakan anti
Kolonial, Ia akhirnya di tangkap dan di buang seumur hidup ke Bengkalis, Riau. Putranya yang tertua
yang beragama Islam tetapi masih di bawah umur, lalu di serahkan pada asuhan seorang Zending
bernama GUIL LAUME, sehingga akhirnya menjadi Kristen dan ketika ia dinobatkan menjadi Raja Siantar
yang baru, Belanda bangga bahwa Ia merupakan Raja Batak Kristen yang pertama di Indonesia. Di
daerah pesisir timur, di Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu yang dihuni oleh
orangorang melayu yang Islam, kedatangan penjajahan Belanda telah menghentikan hegemoni politik
kerajaan-kerajaan Melayu Islam itu untuk menguasai wilayah-wilayah perbatasan yang berpenduduk
Batak yang masih Perbegu(belum beragama).

Untuk menjaga keseimbangan dan politik persahabatan maka Sultansultan Melayu dan para
Datuknya mengadakan perkawinan dengan penguasa Aceh dan putri Raja-Raja Batak. Islam merupakan
unsur yang esensil pada jati diri budaya melayu dan mengikuti pengaruh Syiah Persia, mereka dianggap
selaku “Khalifatullah Fi’l Ardh” dan “Ulil Amri” dan memainkan rolnya selaku pembela agama Islam di
dalam Kesultanannya. Adanya anggapan jika durhaka terhadap Sultan, dianggap durhaka terhadap
pimpinan Agama Islam.30 Setelah gagal menentang penetrasi Kolonial Belanda, maka Sultan-sultan
Melayu terpaksa menendatangani kontrak politik dengan Belanda sebagaimana halnya dengan Raja-raja
di Jawa dan di Nusantara lainnya tapi berhasil mempertahankan kedaulatannya dalam bidang adat
istiadat dan Agama Islam.
Kontrak politik itu dimulai pada tahun 1907. Maka terbukalah jalan untuk penanaman modal
asing secara besar-besaran di Sumatera Timur dalam bidang perkebunan dan pertambangan minyak.
Demikian juga halnya dengan Raja-raja di Tanah Karo dan Simalungun yang diikat dengan pernyataan
pendek.

Dengan perkembangannya, kemajuan pembangunan yang pesat maka di buka pula Kota Praja ala Barat
seperti, Medan, Siantar, Binjai, dan lain-lain di mana hukum Belanda berlaku, dimana berlaku hukum
Islam. Oleh sebab itu timbul kesadaran di kalangan wanita Islam di Kota Medan untuk bersatu di dalam
organisasi untuk memajukan pendidikan kaum putri yang disebut “SEKOLAH DERMA” pada tahun 1916
bertempat dijalan Sisingamangaraja dekat rel kereta api saat ini.

C. Arsitektur Melayu Tradisional

Arsitektur tradisional merupakan suatu bangunan dan lingkungannya, yang bentuk, struktur,
fungsi, ornamen, dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun yang berfungsi sebagai
wadah bagi aktifitas kehidupan manusia. Rumah tradisional Melayu merupakan salah satu komponen
budaya Melayu dalam konteks arsitektur, dirancang dan dibangun dengan kreatifitas dan kemampuan
estetika oleh masyarakat Melayu sendiri. Pada bangunan Melayu terdapat beberapa komponen yang
menjadikan bangunan itu sebagai tempat melakukan aktifitas kehidupan. Komponen tersebut
merupakan materi dasar dari bangunan yang tersusun menjadi suatu kesatuan bangunan yang
menyeluruh.

Karakteristik lainnya dari rumah Melayu mencakup atap berlapis (bisa sampai tiga lapis) dengan
teritisan lebar, tiang (kolom) bulat dan tanpa loteng. Bangunan tradisional Melayu adalah suatu
bangunan yang utuh yang dapat dijadikan sebagai tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah,
tempat berketurunan, dan tempat berlindung bagi siapa saja yang memerlukannya.35 Motif dasar dari
ornamen arsitektur tradisional Melayu pada umumnya bersumber dari alam, yaitu terdiri atas flora,
fauna, dan benda- benda lainnya. Benda-benda tersebut kemudian diubah menjadi bentuk-bentuk
tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga-bungaan, maupun dalam bentuk yang telah
dimodifikasi sehingga tidak lagi memperlihatkan wujud asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya
saja seperti itik pulang petang, itik sekawan, semut beriring, dan lebah sedangkan Motif Bunga Manggis,
Cengkih, dan Melur (Motif Flora) (Al Mudara, 2004 dalam Faisal 2013:4).

Motif hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan
mitos atau kepercayaan setempat. Contohnya motif semut, walaupun tidak dalam bentuk
sesungguhnya, disebut dengan motif semut beriring dikarenakan sifat semut yang rukun dan tolong-
menolong, yang mana sifat inilah yang menjadi dasar sifat orang-orang Melayu.

D. Karakteristik Rumah Masyarakat Melayu

Menurut Husny (1976) dalam Asnah dan Yuri (2013:2), karakteristik rumah Melayu dipengaruhi
oleh aspek iklim setempat dan syariat agama. Pengaruh iklim dimanifestasikan dalam bentuk rumah
berkolong/panggung dan bertiang tinggi serta ditunjukkan dengan adanya banyak jendela yang
ukurannya hampir sama tinggi dengan pintu, banyaknya jendela dan lubang-lubang angin tujuannya
untuk memberi udara dan cahaya yang cukup bagi penghuninya.

Sementara syariat agama (Syariat Islam) mempengaruhi arsitektur Melayu, di antaranya berupa
pemisahan ruang lelaki dengan ruang kaum perempuan (Sinar, 1993).37 Serta terlihat dari ukiran-ukiran
dinding dan tiang yang menghindari motif hewan ataupun manusia dengan dominan digunakan adalah

berbentuk bunga, daun, dan buah, serta sulur-suluran.Bahan bangunan yang digunakan dalam
pembuatan rumah Melayu ini sebagian besar juga masih terbuat dari kayu, sedangkan atapnya masih
menggunakan rumbia. Menurut (Sinar, 1993), bahwa kayu untuk rumah berasal dari kayu yang tahan
lama dan tahan air. Jenis-jenis kayu yang digunakan antara lain kayu cengal, merbau, damar laut, kulim,
petaling, cingkam, damuli, lagan, dan sebagainya. Karakteristik permukiman tradisional Melayu awalnya
berupa pola sebaran rumah yang berbanjar mengikuti sungai atau jalan. Jarak antar rumah yang satu
dengan rumah lainnya tidak terlalu dekat dan kepadatan bangunannya rendah dengan vegetasi alami
yang rindang di sekitarnya.

E. Filosofi Rumah Bagi Puak Melayu Serdang

Zaman dahulu dalam mendirikan bangunan baik itu rumah maupun Istana, lokasi tapak
bangunan berdekatan dengan sungai atau laut. Ketentuan ini kemudian menjadi konsep Kesultanan
Melayu Serdang, yaitu terdiri dari Istana, Masjid, Lapangan (alun-alun), Sungai, Pelabuhan dan Pasar.
Istana dan masjid serta rumah tinggal dipercayai sebagai bangunan suci. Hal ini sejalan dengan konsep
Hindu bahwa dalam mendirikan bangunan suci harus berada di dekat air.

Peran air secara teknis juga diperlukan dalam pembangunan maupun pemeliharaan dan
kelangsungan hidup bangunan itu sendiri. Agar tetap terjaga dan terpeliharanya kesucian suatu tempat,
maka harus dipelihara daerah sekitar titik pusat bangunan serta keempat titik mata angin. Sehingga
dalam upaya pendirian suatu bangunan suci, selain potensi kesucian tanah, yang perlu diperhatikan juga
adalah keberadaan atau tersedianya air di daerah tersebut. Dalam menjalani kehidupan, masyarakat
Melayu Serdang mempercayai bahwa Alam Menjadi Guru. Oleh sebab itu dalam memilih lokasi
mendirikan bangunan, harus disesuaikan dengan kondisi alam dan makhluk hidup sekitarnya. Misalnya,
jenis tanahnya subur sehingga banyak cacing hidup disitu.

Kemudian banyak burung atau serangga hidup di pohon-pohon sekitar. Selanjutnya pada malam
hari terdengar suara jangkrik dan kehidupan binatang malam lainnya seperti kunang-kunang. Dari segi
kegunaan, rumah adalah tempat berlindung dari cuaca panas dan hujan. Dari segi kejiwaan, rumah
memberikan rasa aman dan dari segi status, rumah memberi rasa kebanggaan bagi penghuninya. Bagi
kaum Melayu Serdang, dalam membangun rumah syariat agama Islam sangat diperhatikan.

G. Bagian-Bagian Rumah Melayu Serdang

1. Atap

Pada masa lalu bahan utama atap adalah daun nipah dan dau rumbia, tetapi pada
perkembangannya sering dipergunakan atap seng dan genteng. Dilihat dari bentuknya, bubungan rumah
Melayu Serdang umumnya masuk kategori atap susun perabungan lima, namun ada juga kategori
bubungan limas. Pada struktur atas terdapat krepyak susun sisir.

2.` Selembayung/Tombak Layar Selembayung/Tombak Layar adalah hiasan yang terletak pada ujung
perabung bangunan, terbuat dari kayu berbentuk tombak terhunus. Selembayung/Tombak Layar
memiliki beberapa makna, antara lain:

 Tajuk Rumah : selembayung/Tombak Layar membangitkan seri dan cahaya rumah.


10
 Pekasih Rumah : lambang keserasian dalam kehidupan rumah tangga.
 Pasak Atap : lambang sikap hidup yang tahu diri.
 Tangga Dewa : lambang tempat turun para dewa, dan mambang yang menjaga keselamatan
bagi manusia.
 Rumah Beradat : tanda bahwa bangunan itu adalah tempat kediaman orang berbangsa, balai
atau kediaman orang patut-patut.
 Tuah Rumah : lambang bahwa bangunan itu mendatangkan tuah kepada pemiliknya.

3. Lebah Bergantung

Hiasan yang terletak di bawah cucuran atap (lispang) dan kadang-kadang di bagian bawah anak
tangga. Hiasan ini melambangkan manisnya kehidupan rumah tangga, rela berkorban dan tidak
mementingkan diri sendiri.

4.Singap/Bidai

Bagian ini biasanya dibuat bertingkat dan diberi hiasan yang sekaligus berfungsi sebagai ventilasi.

5.Tiang

Tiang dapat berbentuk bulat atau persegi. Jumlah tiang rumah induk paling banyak 24 buah,
sedangkan tiang untuk bagian bangunan lainnya tidak ditentukan jumlahnya. Pada rumah bertiang 24,
tiang-tiang itu didirikan dalam 6 baris, masing-masing 4 buah tiang termasuk tiang seri,
Lambanglambang pada tiang :

 Tiang tua : tiang utama yang terletak disebelah kanan dan kiri pintu tengah, atau tiang yang
terletak ditengah bangunan yang pertama kali ditegakkan. Tiang tua melambangkan tua rumah,
yaitu pimpinan di dalam banguna itu, pimpinan di dalam keluarga dan masyarakat.
 Tiang seri : tiang yang terletak di keempat sudut bangunan induk, dan tidah boleh dari tanah
terus ke atas. Tiang seri melambangkan Datuk Berempat atau induk berempat, serta
melambangkan empat penjuru mata angin.
 Tiang penghulu : tiang yang terletak di antara pintu muka dengan tiang seri disudut kanan muka
bangunan. Tiang ini melambangkan bahwa rumah itu didirikan menurut ketentuan adat istiadat,
dan sekaligus melambangkan bahwa kehidupan didalam keluarga wajib disokong oleh anggota
keluarga lainnya.
 Tiang tengah : tiang yang terletak di antara tiang-tiang lainnya, terdapat diantara tiang tua dan
tiang seri.
5.Pintu

Pintu masuk bagian muka disebut pintu muka, sedangkan pintu di bagian belakang di sebut pintu dapur.
Pintu berbentuk persegi empat panjang. Ukuran pitu lebar antara 60 s/d 100 cm, tinggi 1.50 s/d 2 meter.

11

7. Jendela

Jendela lazim disebut tingkap. Bentuknya sama seperti bentuk pintu, tetapi ukurannya lebih kecil atau
lebih rendah. Penutup jendela dapat terdiri atas dua atau satu lembar daun jendela. Ketinggian letak
jendela di dalam sebuah rumah tidak selalu sama.

8. Tangga

Tangga naik ke rumah pada umumnya menghadap ke jalan. Tangga lainnya berada di samping atau
belakang rumah. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat. Bagian atas disandarkan miring ke
ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga dapat di bentuk bulat atau pipih.

9. Loteng

Pada masa lalu fungsi loteng tempat anak gadis mengintip kehadiran calon pendamping hidupnya.

10. Lantai

Lantai rumah induk pada umumnya terbuat dari kayu bilah papan diketam rapi dengan ukuran lebar
antara 20 s/d 30 cm.

11. Dinding

Papan dinding dipasang vertikal. Kalau ada yang dipasang miring atau bersilang, pemasangan tersebut
hanya untuk variasi. Untuk variasi sering pula dipasang miring searah atau miring berlawanan, dengan
kemiringan rata-rara 45 derajat.

F. Perjalanan Masjid dari Masa ke Masa

Masjid berasal dari bahasa arab sajada yang berarti tempat bersujud atau tempatmenyembah
Allah SWT. Selain itu, masjid juga merupakan tempat orang berkumpul dan melaksanakan shalat secara
berjamaah dengan tujuan meningkatkan solidaritas dan silaturrahmi dikalangan kaum muslimin.41
Masjid merupakan bangunan yang penting bagi umat Islam karena disanalah tempat segalakegiatan
keislaman berlangsung. Masjid adalah tempat bersujudnya makhluk kepada Allah SWT pencipta alam
semesta. Penampilan dan isi masjid mencerminkan derajat hubungan manusia dengan Allah SWT, dan
antara manusia dengan manusia. Pada umumnya wajah masjid akan bergantung kepada taraf iman
manusia, makin tinggi iman maka makin makmurlah masjid itu ataupun sebaliknya.
12

BAB 3

Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera Utara

A. Kerajaan Haru Deli Tua

Pada awalnya Islam telah di yakini orang banyak melalui pedagang-pedagang Islam (dari Persia
maupun Arab sendiri) yang datang ke sumatera dalam perjalanan awal mereka menuju Tiongkok.Tetapi
tentang Islamnya Kerajaan Haru yang di wilayahnya meliputi kira-kira antara Temiang (Aceh Timur)
hingga Rokan (Provinsi Riau), barulah ditemukan dalam hikayat raja-raja pasai dan dalam sejarah
Melayu. Di dalam sejarah, Haru di kenal berperang berkali-kali melawan Malaka dan kemudian di
pertengahan abad ke-16 berteman dengan Riau-Johor melawan penetrasi Aceh yang baru muncul,
sebagai kekuatan di sekitar selat malaka.Meskipun pada tahun 1539 M Haru dapat di taklukan Aceh,
tetapi tetap saja wilayah itu berkali-kali memberontak terhadap dominasi Aceh.

Bukti-bukti tentang letaknya ibukota Haru di Deli Tua :

1. Dalam tahun 1612 M Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam dengan susahpayah berhasil merebut
Deli dengan memakai taktik memggali lubang-lubang pertahanan dan menyerbu dengan
memakai 100 ekor gajah perang, ia mengangkut semua penduduk Deli untuk di bawa ke Aceh.
Dalam suratnya kepada Raja James dari Inggris, Sultan Iskandar Muda dengan bangga menyebut
telah berhasil dengan sukses menaklukan Deli yang sebelumnya sangat sulit di taklukan oleh
pendahulunya.
2. Di dalam tabal Mahkota Asahan , juga disebut bahwa Asahan di taklukan oleh Sultan Alaidin
Riayat Syah Al Qahhar dari Aceh,setelah sang Sultan berhasil menaklukan benteng Puteri Hijau
di Deli Tua. Menurut cerita rakyat (Catatan Jhon Anderson), kapal bisa berlayar sampai ke Deli
Tua dalam abad ke-17. Benteng tanah tinggi yang ada di Deli Tua itu cocok untuk pertahanan
terhadap serangan yang datang dari arah laut. Dalam tahun 1867 M Deli Tua adalah batas Tanah
Melayu dengan Karo.
3. Jika dipelajari peta-peta Tiongkok dari abad ke-15 juga menunjukan Haru berada di Deli.
4. Di dalam wawancara dengan Residen Sumatera Timur, J.Faes dengan wakil senembah bernama
Sulong Bahar yang diadakan di Patumbak pada tanggal 17-8-1879, di ceritakan oleh Sulong
Bahar bahwa cikal bakal dari turunan Kejeruan Senembah bernama Sibolang Pinggul datang ke
Senembah (hulu sungai serdang) dan menemui Raja yang berkuasa dari marga Karo dan
rakyatnya suku Aru. Putera dari Bolang Pinggul yang bernama Bedah Sari mendapat gelar Sawit
Deli dari Raja Deli asal Batak (karo) yang berkedudukan di Deli Tua (sebelum penyerangan
Aceh)dan bukan Raja Deli sekarang yang turunan Tuanku Gocah Pahlawan.
5. Pada tahun 1637 M, Syeikh Nuruddin Ar Raniri mengarang kitab “Bustanussalatin”mengenai
kehidupan Sultan Iskandar Thani. Di situ disebutkan bahwa nama negeri Gori (Guri,Gurai) dulu
bernama Haru. Di dalam peta San Son D’Abbeville (1615 M) tertera juga nama Gare untuk Gori
ini dan letaknya dalam peta Willem Ijsbrandtsz Bontekoe (Polepon) pada tanggal 10 April 1622
M meletakan nama Rio De Delim (Sungai Deli) atau sungai petani.

13

B. Sejarah Kesultanan Deli

Menurut Hikayat Deli, Putra seorang Raja India bernama Muhammad Dalikhan merantau ke arah
Nusantara. Kapalnya karam di dekat Kuala Pasai dan kemudian terdampar di Pasai. Ketika itu di Pasai
ada kenduri besar karena Rajanya baru mangkat. Muhammad Dalik diberi makan nasi di atas daun
pisang oleh orang Pasai, ia tidak mau memakannya. Maka orang Pasai pun mengerti bahwa ia bukan
keturunan rakyat biasa. Tidak berapa lama peristiwa itupun, ia pergi ke Negeri Aceh. Sultan Iskandar
Muda sedang mendapat kesulitan menaklukan 7 orang Rum yang mengacau negeri Aceh. Muhammad
Dalik dapat membunuh satu persatu pengacau tersebut, ia menyaru dengan memakai nama Lebai
Hitam.

Atas jasanya membunuh 7 pengacau, Sultan Aceh mengaruniakan gelar Laksamana Kuda Bintan dan
ia di angkat menjadi Laksamana Aceh, Kemudian dia dapat pula mengalahkan gajah “Gandasuli”. Maka
dinaikkan pangkatnya menjadi Gocah Pahlawan untuk mengepalai orangorang besar dan Raja-raja
taklukan Aceh. Kekuasaan diberikan oleh Aceh padanya yaitu sebagai Wakil Sultan Aceh untuk wilayah
eks Kerajaan Haru dari batas Temiang sampai ke Sungai Rokan Pasir Ayam Denak yaitu dengan gelar
Panglima Deli, kekuasaan ini diberikan oleh Aceh dengan misi :

1. Menghancurkan sisa-sisa perlawanan Haru (yang di bantu Portugis).


2. Mengembalikan misi Islam ke wilayah pedalaman.
3. Mengatur pemerintahan yang menjadi bahagian dari Imperium Aceh.

Seri Paduka Gocah Pahlawan Laksamana Kuda Bintan kemudian menikah dengan adik Raja Sunggal
Datuk Itam Surbakti, yang bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti sekitar 1632 M. Pada waktu itu
wilayah Urung asal Karo di Deli ialah Dua Kuta Hamparan Perak, Suka Piring, Petumbak (Senembah), dan
Sunggal, dari kesemuanya Kerajaan Sunggallah yang paling kuat. Oleh karena perkawinan ini, maka
secara otomatis wilayah pesisir di serahkan kepada Gocah Pahlawan selaku anak Beru dari Sunggal. Dari
sini beliau edikit demi sedikit meperluas kekuasannya yang kemudian mendirikan kampung Gunung
Klarus, Sempali, Kota Bangun, Pulau Berayan, Kota Jawa, Kota Rengas, Percut dan si GaraGara.

C. Periodesasi Sultan Deli

 Seri Paduka Tuanku Gocah Pahlawan (1632-1669 M)

Dikisahkan dalam Hikayat Deli bahwa Muhammad Dalik atau yang dikenal dengan
Muhammad Delikhan adalah merupakan keturunan Raja Hindustan Ditengah perjalanan, kapalnya
karam dihantam badai di Pasai. Di awal kehidupannya di Pasai (Aceh) ia mempelajari ilmu bela diri
dan meninggalkan segala kebiasaan buruk. Sampai pada suatu hari Sultan Iskandar Muda
mendengar tentang keberanian dan kegagahannya. Muhammad Dalik kemudian datang menghadap
Sultan dan di beri gelar “Laksamana Kodja Bintan”. Sultan Iskandar Muda kembali menguji kekuatan
dan kegagahan Muhamamd Dalik.Sultan bertitah agar Muhammad Dalik mengalahkan seekor Gajah
yang bernama “Gandasuli”.

 Seripaduka Tuanku Panglima Padrap (1698-1728 M)


Dilahirkan pada tahun 1658 M, memerintah sejak hari kemgkatan ayahandanya pada tahun
1698, Tuanku Panglima Padrap memindahkan ibu kota kerajaan dari Padang Datar ke Pulo
Brayan. Tuanku Panglima Padrap mangkat pada tahun 1728 dan di makamkan di Pulo Brayan.
14
 Seripaduka Tuanku Panglima Pasutan (1728-1761 M)
Tuanku Panglima Pasutan bergelar  Kejuruan Padang adalah penguasa keempat  Kesultanan
Deli. Ia menggantikan ayahnya Tuanku Panglima Paderap, namun terjadi perpecahan dalam
keluarga sehingga sebagian wilayah Deli berpisah, yang kemudian menjadi Kesultanan Serdang.
 Seripaduka Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761- 1805 M)
Tuanku Panglima Gandar Wahid memerintah dari tahun 1761-1805 M, di bawah
pemerintahannya kedudukan Datuk Empat Suku semakin kokoh sebagai wakil rakyat karena
peranannya semakin nyata sebagai pengaman rakyat. Raja Deli ke V ini memindahkan pusat
pemerintahan ke-hilir yaitu ke daerah Kampung Labuhan Deli.

BAB 4

Masjid - masjid Peninggalan Kesultanan Serdang

A. Masjid Jami’ Sultan Sinar (1819 M/1320 H - sekarang)

Masjid ini didirikan pada tahun 1819, terletak di Kampung Besar Serdang, sekarang Desa
Paya Gambar, Kecamatan Batang Kuis. Masjid ini merupakan peninggalan tertua dari Kesultanan
Serdang yang kurang di ekspos para akademis sejarah dan budaya di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil
wawancara dengan nazir masjid, pada awalnya masjid ini dibangun dengan bahan kayu yang sebagian di
datangkan dari luar Sumatera. Masjid yang sekarang merupakan lokasi kedua sebelum dipindahakan
dari kompleks makam Diraja Serdang. Namun karena beberapa faktor masjid ini dipindahkan. Berbeda
dengan masjid – masjid peninggalan Kesultanan Serdang lainnya, Masjid Jamik Sultan Sinar bisa
dikatakan tidak semujur masjid lainnya. Hal ini terbukti dari penuturan Bapak Hasanuddin selaku nazir
masjid, ketika ditemukan sudah dalam keadaan hancur akibat terjangan air bah yang melanda Kampung
Besar Serdang. Yang tersisa dari masjid ini hanya berupa kayu-kayu yang menjadi bahan bangunan.

Letak masjid yang berada dikawasan masyarakat minoritas muslim, membuat masyarakat muslim
membutuhkan tempat untuk ibadah terutama sholat Jum’at. Kemudian atas permintaan masyarakat
melayu disekitarnya kepada keturunan Kesultanan Serdang. Dengan dana pribadi dari keturunan
Kesultanan Serdang maka direalisasikan untuk membangun ulang masjid ini yang dilaksanakan pada
tahun 1960. Pada proses pembangunan ulang sebahagian kayunya diambil dari puing masjid yang lama
dengan tujuan untuk memperkecil pengeluaran dalam membeli bahan bangunan. Menurut Hasanuddin,
pembangunan kedua ini didatangkan batu bata dari Penang, hal ini batu bata Penang dikenal sebagai
Batu bata dengan kualitas terbaik dan juga sebagai bentuk hubungan bilateral antara Kesultanan
Serdang dengan Penang.

Renovasi dilakukan pada tahun 2000, Masjid yang berbahan kayu tersebut dibuat menjadi
permanen dari batu. Renovasi selanjutnya dilakukan pada tahun 2003-2004, dana renovasi diperoleh
dari infak Tuanku Luckman Sinar yang disumbangkan kepada kenaziran masjid. Renovasi yang dilakukan
berupa perbaikan secara bertahap, seperti mihrab dan sanitasi, dan pengecatan ulang seluruh bangunan
masjid. Letak masjid yang sekarang berada di area persawahan, dengan kountur tanah yang lembek
sering

15

menyebabkan sanitasi terendam lumpur sehingga membuat tanah disekitar masjid mengalami
penurunan. Atas bantuan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, maka dilakukan perbaikan fasilitas
sanitasi pada tahun 2008.

Ruang Utama

Ruang utama Masjid Jami’ Sultan Sinar merupakan ruangan inti yang berfungsi sebagai ruang shalat.
Bentuknya persegi empat yang melambangkan kesederhanaan duniawi. Ruang utama dilengkapi tiga
buah pintu dan dua buah jendela. Masjid Raya Sulaimaniyah Pantai Cermin terdiri tiga bagian yakni
bagian atap, badan dan lantai atau pondasi. Dalam ruang utama, beberapa bagian bagunan diperincikan
sebagai berikut.

Tiang Sokoguru

Seperti masjid Kesultanan Serdang lainnya, Masjid Jami’ Sultan Sinar memiliki empat buah tiang
penyangga yang dikenal dengan nama Sokoguru, yang juga dimiliki oleh semua masjid peninggalan
Kesultanan Serdang. Empat tiang sokoguru ini melambangkan sumber kekuatan dalam kehidupan di
dunia syariat, tarekat, hakikat dan makrifat.

Atap

Salah satu unsur arsitektural yang sangat menonjol pada bangunan Masjid Kesultanan Serdang adalah
atap yang meruncing keatap yang bentuknya berlapis-lapis atau yang disebut juga dengan bentuk
mahligai. Pada ujung kubah terdapat simbol bulan sabit dan bintang yang bermakna sebagai pengingat
bagi umat muslim untuk terus berdoa kepada Allah SWT. Filosofi atap Mahligai yang menggambarkan
kejadian peletakan Hajar Aswad dengan menggunakan kain yang keempat sisi kain masing – masing
digenggam oleh 4 orang perwakilan suku di Makkah, sehingga peristiwa tersebut dianggap sebagai
simbolisasi persatuan. Bangunan masjid berbentuk atap Mahligai ini sudah bukan lagi atap yang lama,
telah diganti dengan dinding beton.
Pintu Dan Jendela

Ruang shalat utama Masjid Jami’ Sultan Sinar, seperti yang dijelaskan sebelumnya, bisa dicapai
pengunjung dan para jamaah melalui tiga pintu. Pada pintu yang ada di bagian depan masjid ini
menggunakan dua daun pintu panil sedangkan pintu yang ada di sisi kiri dan kanan masjid yang
berwarna hijau yang dihiasi dengan rongga ventilasi yang di beri warna kuning.

16

BAB 5

Refleksi

Kesultanan Serdang merupakan satu dari empat kesultanan yang ada di Sumatera Timur
(sekarang Sumut). Kesultanan ini lahir ketika terjadi kronik perebutan takhta di Kesultanan Deli yang
mengakibatkan diharuskannya pangeran yang kalah untuk mendirikan sebuah Kesultanan baru, maka
dari itu dirajakannya Tuanku Umar Junjongan selaku Sultan Serdang yang Pertama. Kesultanan serdang
yang berada di pesisir timur pulau sumatera, memiliki perdagangan yang ramai.

Komoditas utama yang diperjualbelikan oleh Kesultanan Serdang adalah Karet, Pala, Tembakau,
dan tanaman lainnya. Kesultanan ini mencapai masa kegemilangannya dimasa Sultan yang ke-5, yaitu
Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah. Seperti kesultanan-kesultanan Islam lainnya, kesultanan Serdang
mendirikan beberapa masjid sebagai bukti kemajuan sebuah peradaban dan sebagai legetimasi
kesultanan Islam yang dibawanya. Sampai saat ini, Kesultanan Serdang memiliki 4 masjid yang tersebar
di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Namun yang amat disayangkan, masjid-masjid
peninggalan Kesultanan Serdang ini sudah sedikit kurang diperhatikan oleh masyarakat sekitar masjid.
Padahal masjid Kesultanan Serdang ini merupakan gaya arsitektur masjidmasjid Indonesia awal, yang ciri
tersebut berasal asli dari tanah Nusantara, tidak seperti masjid sekarang yang memakai kubah sebagai
tiruan dari gaya arsitektur Romawi.

Masjid-masjid yang memiliki nilai kesejarahan mulai banyak ditinggalkan oleh masyarakat Islam
di Indonesia. Kesan tua dan ketinggalan zaman mengakibatkan umat Islam mulai beralih untuk
membangun masjid-masjid bergaya modern dan megah sehingga menimbulkan sebuah rasa bangga
tersendiri bagi masyarakat sekitar. Hampir setiap kampung ataupun dusun masyarakat sekitar
berlomba-lomba membangun sebuah masjid yang besar sehingga bisa menjadi sebuah kebanggan bagi
kampung tersebut. Hal itu juga yang terjadi pada masjidmasjid yang berada pada lokasi penelitian kami.
Keberadaan masjid-masjid yang memilki nilai sejarah mulai tergerus dengan kehadiran masjid yang
bergaya arsitektur lebih baru dan lebih megah.

Hilangnya kebanggaan dan ketertarikan masyarakat terhadap masjid yang memiliki nilai historis
tinggi, dapat dilihat dengan jelas pada keempat masjid peninggalan Kesultanan Serdang. Padahal kalau
masyarakat memahami bagaimana besarnya peran masjid-masjid tersebut menjadi pusat penyebaran
syiar Islam disekitar daerah mereka ( sekitaran pesisir pantai cermin dan pantai labu), pastilah mereka
akan terus melestarikan dan menjadikan masjid tersebut sebagai ikon bersejarah bagi kampung mereka.

17

2.3 Kelebihan dan Kelemahan Buku

Kelebihan
 Tata letak pada buku utama baik, dikatakan baik karena susunan materi dengan submateri
menggambarkan keterkaitan, submateri diberi nomor sehingga dapat memudahkan
pembaca untuk mengetahui point point penting dalam materi tersebut.
 Kajian pada materi buku ini juga sangat lengkap dan sistematik meskipun cakupannya luas
atau dapat dikatakan lebih terfokus pada psikologi pendidikan.
 Bahasa yang digunakan dalam buku ini adalah formal sehingga, mudah dimengerti pembaca
dapat memahaminya dengan sangat mudah.

Kekurangan
Setelah dari kelebihan dari buku tersebut, ada juga kekungannya yaitu:
Tidak adanya rangkaian soal ataupun uji kompetensi diakhir bab untuk menguji seberapa banyak
pengetahuan pembaca dalam memahami materi.
18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Buku ini memiliki keunggulan dan kelemahan . Seperti kita lihat dari penyajian dan
penjelasan yang diberikan. Buku ini juga membahas tentang bagaimana itu Komplektfitas agama
yang terjadi di wilayah Asia Tenggara menunjukan bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh
dan besar, dengan kata lain Islam masuk kelapisan masyarakat yang telah mempunyai pemahaman
keagaaman yang bisa dikatakan bukan hal yang baru ketika Islam datang. Masyarakat di Asia Tenggara
pertama kali sudah bersentuhan dengan agama Hindu yang menghampiri wilayah ini terlebih dahulu,
yang kemudian di ikuti oleh agama Buddha, dan dilanjutkan oleh agama Islam.

Dengan tugas dalam membuat kritikal buku ini maka,terciptalah dalam diri kita rasa ingin tahu dan
ilmu pengetahuan yang baru untuk mengetahui isi dari buku tersebut, bagaimana kita menemukan
kelemahan dan kelebihan buku tersebut. Dan tanpa kita sadari rasa mau tau dalam diri kita membuat
kita belajar keras demi mendapatkan hasil yang memuaskan.

3.2 Saran
Buku ini pada dasarnya sangat baik digunakan sebagai panduan memahami materi
Dinamika Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera Utara . Tetapi seiring dengan perkembangan
zaman yang selalu berubah maka alangkah baiknya jika buku ini diperbaharui agar memberikan
rangkuman dan uji kompetensi untuk menguji pengetahuan pembaca terhadap materi yang ada
di buku pembanding.

Daftar Pustaka

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/buku%20cbr%20melayu.pdf
iii

Anda mungkin juga menyukai