LP Plasenta Previa (Shofia Najma Fauzia)

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEHAMILAN PATOLOGIS DENGAN PLASENTA PREVIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu penilaian Praktik Kebidanan Patologis


Stase 8 (Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Berpusat Pada Perempuan)

Dosen pembimbing:
Lisnawati, SST., M.Keb

Disusun Oleh:

Shofia Najma Fauzia


NIM. P2.06.24.8.21.088

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN TASIKMALAYA

JURUSAN KEBIDANAN TASIKMALAYA

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat membuat dan
menyelesaikan Laporan Pendahuluan Kebidanan Kehamilan Dengan Plasenta
Previa.
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Laporan Kasus ini bisa
diselesaikan tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan
masukan-masukan kepada saya. Untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada yang terhormat :
1. Hj Ani Radiati R, S.Pd., M.Kes, selaku direktur Poltekkes Kemenkes
Tasikmalaya
2. Nunung Mulyani, APP., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST., M.Keb selaku ketua Program Studi Profesi
Bidan.
4. Lisnawati, SST., M.Keb, selaku dosen dari Tim Penanggung Jawab Praktek
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
5. dr. H. Budi Setiawan Soenjaya, MM, selaku direktur RSUD Waled
6. Coleta Retna Winarni, S. Tr. Keb, selaku CI Ruang Nifas RSUD Waled
7. Entin Sugihartini, S.Tr. Keb, Selaku Kepala Ruang Nifas RSUD Waled
8. Serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa di sebutkan satu
persatu.
Penyusun menyadari bahwa banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat masih kurangnya pengetahuan
dan pengalaman. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Terimakasih.

Cirebon, Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................2
C. Manfaat...............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
A. Definisi Plasenta Previa......................................................................4
B. Etiologi Plasenta Previa......................................................................4
C. Tanda dan Gejala Plasenta Previa.......................................................5
D. Patofisiologi Plasenta Previa...............................................................6
E. Diagnosa Kebidanan Plasenta Previa..................................................7
F. Penatalaksanaan Kebidanan Plasenta Previa......................................8
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) angka
kematian ibu sangat tinggi. Sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi
kehamilan atau persalinan diseluruh dunia setiap harinya. Diperkirakan pada
tahun 2015 sekitar 303.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan
dan persalinan.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibanding
negara-negara maju seperti Amerika Serikat. World Health Organization (WHO)
memperkirakan pada tahun 2015 diseluruh dunia 303.000 ibu meninggal saat hamil
atau bersalin, dengan AKI 216/100.000 kelahiran hidup. Menurut data Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015 menyebutkan bahwa AKI di
Indonesia mencapai 305/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari
Tujuan Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals/MDGs) yang
mengharapkan AKI pada tahun 2015 turun menjadi 102/100.000 kelahiran hidup.
Menurut Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, jumlah kematian ibu hamil di
provinsi Jawa Barat tahun 2012 yang terlaporkan sebanyak 818 jiwa (87,99/100.000
kelahiran hidup), dengan kota Bandung sebanyak 51 jiwa. 5 Penyebab utama
kematian ibu di Indonesia pada tahun 2013 adalah perdarahan (30,3%), hipertensi
(27,1%), infeksi (7,3%), sisanya sekitar 40,8% disebabkan penyakit lain yang
memburuk saat kehamilan atau persalinan. Berdasarkan laporan dari fasilitas
kesehatan tahun 2008 oleh Dinas Kesehatan Jawa Barat, penyebab kematian ibu
hamil di provinsi Jawa Barat akibat perdarahan sebesar 58,79%.
Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum
dan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang
kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta
previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya. Dari seluruh
kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab utama. Meskipun
plasenta previa relatif jarang, tetapi hal tersebut dianggap sebagai salah satu faktor
utama terjadinya perdarahan antepartum yang dapat menyebabkan masalah yang
serius baik untuk ibu ataupun bayi itu sendiri, dengan meningkatnya risiko kematian
ibu dan bayi, gangguan tumbuh bayi, kelahiran kurang bulan, perlunya transfusi
darah, dan juga histerektomi.
Kasus paling banyak terjadi pada tahun 2021 di RSUD Waled yaitu PEB
berjumlah 342 kasus sedangkan yang paling sedikit kejadiannya yaitu hipertensi
dalam kehamilan berjumlah 34 kasus. Untuk kasus plasenta previa merupakan kasus
yang jarang terjadi.
Plasenta previa adalah komplikasi kehamilan dimana plasenta
terletak dibagian bawah rahim, sebagian atau seluruhnya menutupi leher rahim.
Hal ini menyebabkan perdarahan vagina tanpa rasa sakit dan beberapa mengarah
ke perdarahan yang mungkin cukup besar untuk mengancam kehidupan ibu dan
janin yang mengarahkan kepersalinan segera, baik secara elektif atau darurat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat membuat rumusan
masalah:

“bagaimana asuhan kebidanan patologis kehamilan dengan plasenta previa di


RSUD Waled kabupaten cirebon ?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan asuhan kebidanan patologis kehamilan dengan plasenta
previa yang berpusat pada perempuan.
1. Tujuan Khusus
a. Melaukan pengkajian data subjektif dan objektif secara terfokus
b. Melakukan analisis dari hasil pengkajian data subjektif dan objektif dengan
tepat
c. Melakukan penatalaksanaan sesuai dengan yang dibutuhkan dari hasil analisis
kasus
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Seacara teoritis laporan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
ilmu pengetahuan dalam mengembangkan ilmu kebidanan. Selain itu diharapkan
dapat menjadi bahan referensi bagi penulis selanjutnya yang ingin mengambil
kasus yang sama serta menambah informasi bagi pembaca.
1. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
hal mengembangkan asuhan kebidanan kehamilan patologi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah


rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum
(OUI). Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan
segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang
secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah
luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik
dalam masa antenatal maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena
itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan
antenatal maupun intranatal. (Trianingsih, 2015).

Berdasarkan dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan


bahwa Plasenta Previa didefinisikan sebagai suatu keadaan seluruh atau
sebagian plasenta ber-insersi di ostium uteri internum, sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari jalan lahir. (Trianingsih, 2015)

Gambar 1.1 Letak Plasenta


B. Etiologi Plasenta Previa
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim.3 Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan
endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang
baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai
kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi
plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari). Keadaan
endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas
untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati
atau menutupi ostoum uteri internum.2 Endometrium yang kurang baik juga dapat
menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat
yang lebih rendah dekat ostium uteri.
Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti
pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel.
C. Tanda dan Gejala dan Dampak pada Ibu dan Janin
Gejala dan dampak yang dapat terjadi pada ibu dan janin dengan kasus plasenta
previa adalah sebagai berikut:
1. Gejala Gejala-gejala plasenta previa ialah perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi
pada malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim, bagian terendah masih
tinggi diatas pintu atas panggul (kelainan letak). Perdarahan dapat sedikit atau
banyak sehingga timbul gejala. Biasa perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi
gambaran yang tidak berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa di
sebabkan karena pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim.
Biasanya kepala anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah
rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul, karena hal tersebut di
atas, juga ukuran panjang rahim berkurang maka plasenta previa lebih sering
terdapat kelainan letak(Rukiyah, 2010:205-206).
D. Dampak
a. Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi, yaitu perdarahan yang
hebat, Infeksi sepsis dan emboli udara
b. Sementara bahaya untuk janinnya antara lain yaitu Hipoksia, Perdarahan dan
syok (Maryunani, 2013:138)

E. Klasifikasi Plasenta Previa


Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan
secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.

2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium


uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan
biasanya janin tetap tidak dilahirkan secara normal.

3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.

4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga


dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm
dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta
letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar, dan janin
bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati (Astriyana, 2017).
Klasifikasi plasenta previa menurut Browne adalah:

1. Tingkat 1, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta 6 berinsersi sampai ke


segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat 2, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir pembukaan
(Ostium).

3. Tingkat 3, Complete placenta previa: plasenta menutupi ostium waktu tertutup


dan tidak menutupi bila pembukaan hamper lengkap.

4. Tingkat 4, Central placenta previa: plasenta menutupi seluruh ostium pada


pembukaan hampir lengkap. (Astriyana, 2017).

Menurut de Snoo, klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5


cm adalah:

1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostium.

2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan


ditutupi oleh plasenta, dibagi 3.

3. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian plasenta menutupi ostium


bagian belakang.

4. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian plasenta menutupi ostium


bagian depan.

5. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang
ditutupi plasenta (Astriyana, 2017).
F. Predisposisi Plasenta Previa

Penyebab plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah


diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja plasenta menimpa desidua
di daerah segmen bawah rahim. Plasenta previa meningkat kejadiannya pada
keadaan-keadaan endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi
endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa
ditemukan pada :

1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek

2. Mioma uteri

Tumor, seperti tumor mioma uteri, polip dan endometrium. Plasenta


previa dapat disebabkan oleh tumor dalam hal ini mioma uteri dan polip
endometrium karena basanya mioma dan polip tersebut tumbuh pada fundus
uteri sehingga dalam kehamilan plasenta akan mencari tempat yang masih
tersedia untuk berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga menutupi
ostium uteri internum. Di samping itu tumor yang membesar dalam uterus
dapat menekan plasenta sehingga bergeser dan menutupi ostium uteri
internum (Trianingsih, I, dkk, 2015).

3. Bekas seksio sesaria

4. Riwayat abortus

5. Kuretasi yang berulang

Endometrium cacat dan bekas persalinan berulang- ulang, bekas


operasi, bekas kuretase, dan manual plasenta. Pada operasi seksio caesarea
dilakukan sayatan pada dinding uterus sehingga dapat mengakibatkan
perubahan atropi pada desidua dan berkurangnya vaskularisasi. Kedua hal
tersebut dapat mengakibatkan aliran darah ke janin tidak cukup dan
mengakibatkan plasenta mencari tempat yang lebih luas dan endometrium
yang masih baik untuk berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum, demikian pula
dengan bekas operasi, kuretase dan manual plasenta (Trianingsih, I, dkk,
2015).

6. Umur lanjut (diatas 35 tahun)

Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering daripada umur


dibawah 25 tahun. Usia optimal yang aman bagi ibu untuk hamil dan
melahirkan adalah diantara 20-35 tahun. Pada usia <20 tahun organ
reproduksi seorang wanita belum siap untuk menerima kehamilan demikian
juga dengan jaringan endometriumnya. Ketidaksiapan jaringan endometrium
inilah yang dapat mengakibatkan jaringan plasenta akan melebar diri untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi janin, sehingga menutupi seluruh atau sebagian
ostium uteri internum (Trianingsih, I, dkk, 2015).

Sementara itu pada usia >35 tahun ibu hamil beresiko terjadinya
plasenta previa karena adanya penuaan uterus, sehingga terjadi seklerosis
pembuluh darah arteri kecil dan arteriole mometrium yang menyebabkan
aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga endometrium menjadi
kurang subur dan plasenta tumbuh dengan luas permukaan yang lebih besar,
untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat, yang akhirnya menyebabkan
terjadinya plasenta previa (Hartono, F, dkk, 2011).

7. Defek vaskularisasi pada desidua

8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.

9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya

10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai
kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20
batang/hari).
11. Hipoplasia endometrium: bila menikah dan hamil pada umur muda.

Paritas lebih dari satu mempertinggi resiko terjadinya plasenta previa


karena dalam kehamilan plasenta mencari tempat yang paling subur untuk
berimplantasi. Pada kehamilan pertama fundus merupakan tempat yang subur
dan tempat favorit untuk plasenta berimplantasi, tetapi seiring bertambahnya
frekuensi kehamilan kesuburan pada fundus akan semakin berkurang
(Trianingsih, I, dkk, 2015). Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman bila di
tinjau dari kasus kematian ibu. Paritas lebih dari 3 dapat menyebabkan angka
kematian ibu tinggi (Herawati, T, dkk, 2009) Keadaan endometrium yang
kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk
mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati
atau menutupi ostoum uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga
dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di
tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum. Plasenta previa juga
dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada
eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel.

G. Patofisiologi Plasenta Previa

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin
juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta
akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari
uteri. 13 Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks
mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi
maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena
pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun
pasti kan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena
segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen
otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak
akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi
mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih
banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian
perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless).
Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less). Pada plasenta
yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan
karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium
uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah perdarahan
baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan
dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke
atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada dekat dengan ostium uteri internum,
maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan 12 melepaskan
tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi
koagulopati pada plasenta previa.

H. Diagnosis Plasenta Previa


Diagnosa plasenta previa ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan
pemeriksaaan:

1. Gejala Klinis
Gejala utama berupa perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu
atau pada kehamilan trimester III yang bersifat tanpa sebab (causeless), tanpa
nyeri (painless), dan berulang (recurrent).

3. Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah dan bagian
terbawah janin belum turun, biasanya kepala masih floating.
3. Pemeriksaan inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui asal perdarahan, apakah
perdarahanberasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan
vagina. Penentuan letak plasenta tidak langsung Dapat dilakukan dengan
radiografi, radioisotop dan ultrasonografi. Akan tetapi pada pemerikasaan
radiografi clan radioisotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi
sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya
radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan
letak plasenta.

4. Penentuan letak plasenta secara langsung


Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai
dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian
terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Jari di
masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan plasenta
(Yeyeh, 2017).

I. Komplikasi Plasenta Previa

Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada
ostium dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien
biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Bahaya
plasenta previa adalah:

1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi


secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat
berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat
dicegah.
2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh
permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan
plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang pernah seksio
sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.

3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila
oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan
cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi
a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka
pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.

4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.

5. Kehamilan prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena


tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis
untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid
untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta

7. Kematian maternal akibat perdarahan

8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)

9. Infeksi sepsis (Rukiyah, 2017)

J. Penatalaksanaan Plasenta Previa


Menurut Sukarni. I,. Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu:
1. Konservatif
Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu,
perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal), tempat
tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan dalam 1
menit). Perawatan konservatif berupa:
a. Istirahat
b. Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia
c. Memberikan antibotik bila ada indikasi
d. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit. Bila selama 3 hari tidak terjadi
perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi
bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul
perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
2. Penanganan aktif Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia
kehamilan, umur kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati. Penanganan aktif
berupa persalinan pervaginam dan persalinan per abdominal. Penderita di persiapkan
untuk pemeriksaan dalam diatas meja operasi. (double set up) yakni dalam keadaan
siap operasi. Bila pemeriksaan dalam didapatkan:
a. Plasenta previa margnalis,
b. Plasenta previa letak rendah
c. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah
matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau
hanya sedikit maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada
partus pervaginam, bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan).
Bila terjadi perdarahan banyak lakukan seksio caesarea.
3. Indikasi untuk melakukan seksio caesarea adalah:
a. Plasenta previa totalis
b. Perdarahan banyak tanpa henti
c. Presentase abnormal
d. Panggul sempit
e. Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
f. Gawat janin
4. Cara Menyelesaikan Persalinan pada Kehamilan dengan Plasenta Previa Menurut
Prawirohardjo (2010), cara menyelesaikan persalinan pada kehamilan dengan
plasenta previa adalah sebagai berikut:
a. Seksio caesarea Prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea (adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan
untuk hidup, tindakan ini tetap di laksanakan). Tujuan seksio caesarea yaitu
melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan dan menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan
pada servik uteri, jika janin di lahirkan pervaginam.
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga
serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu,
bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena
adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.Lakukan
perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan
keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar.
b. Melahirkan pervaginam Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada
plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
- Amniotomi dan akselerasi Umunya dilakukan pada plasenta previa lateralis /
marginalis dengan pembukaan lebih dari 3 cm serta presentasi kepala. Dengan
memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan di tekan
oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi
dengan infus oksitosin.
- Versi baxton hicks Tujuan melakukan versi braxton hicks ialah mengadakan
temponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi braxton hicks tidak
dilakukan pada pada janin yang masih hidup.
DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization, 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta.

Yeyeh Ai Rukiyah, Yulianti dan Lia, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi 4. Jakarta:

CV. Trans Info Media.


Cut Meurah Yeni, Muhammad Bayu Z. Hutagalung, Dwinka S. Eljatin dan Alyani A.
Basar. Plasenta Previa Totalis pada Primigravida: Sebuah Tinjauan Kasus.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol 17, No 1 (2017): Volume 17 Nomor 1
April 2017

Masudik, Yulita N., Herselowati, Elfifin T., S.P.D Kusuma Wardani, 2016. Maternal
and Neonatal Emergency Life Support. Bekasi : GADAR Medika Indonesia

Cut Meurah Yeni, Muhammad Bayu Z. Hutagalung, Dwinka S. Eljatin dan Alyani A.
Basar. Plasenta Previa Totalis pada Primigravida: Sebuah Tinjauan Kasus.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol 17, No 1 (2017): Volume 17 Nomor 1
April 2017
Astriyana, Willy, 2017. Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan
Usia. Jurnal Ilmu Kesehatan.

Masriroh, 2013. Keperawatan Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta: Imperium.


Tartwoto dan Wasnidar, 2013. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil Konsep Dan
Pentalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai