Pernikahan Menurut Islam
Pernikahan Menurut Islam
Pernikahan Menurut Islam
Disusun oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perkawinan adalah suatu yang sakral, agung dan monumental bagi setiap pasangan
hidup. Karena itu, perkawinan bukan hanya sekadar mengikuti agama dan meneruskan naluri
para leluhur untuk membentuk sebuah keluarga dalam ikatan hubungan yang sah antara pria
dan wanita, namun juga memiliki arti yang sangat mendalam dan luas bagi kehidupan
manusia dalam menuju bahtera kehidupan seperti yang dicita-citakannya1. Dengan adanya
perkawinan, rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma dan tata cara
kehidupan masyarakat2. Selanjutnya, budaya atau tradisi perkawinan ini, setiap kelompok,
golongan atau suku memiliki identitas atau ciri khas tersendiri.
Masyarakat Jawa termasuk salah satu etnis yang sangat bangga dengan bahasa dan
budayanya meskipun terkadang mereka sudah tidak mampu lagi menggunakan bahasa secara
Jawa secara aktif, serta tidak begitu paham dengan kebudayaannya3.
Perkawinan merupakan peristiwa yang dianggap penting oleh masyarakat Jawa
sebelum kelahiran dan kematian. Masyarakat jawa memiliki sebuah tradisi atau adat
tersendiri dalam melaksanakan upacara perkawinan yang lengkap dengan semua prosesi
masih digunakan serta dilestarikan dan menjadi suatu upacara sakral4.
BAB II
1
1 Fatkhur Rohman, “Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat Jawa Kraton Surakarta dan
Yogyakarta (Studi Komparasi)” (Skripsi—UIN Walisongo, Semarang, 2015), 1.
2
2 Linda Puji Astuti, “Upacara Adat Perkawinan Priyayi di Desan Ngembal Kecamatan Tutur Kabupaten
Pasuruan” (Skripsi--Universitas Negri Malang, Desember, 2010), 6.
3
3 Ni Wayan Sartini, “Menggali Nilai kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka, dan
Paribasa)” Logat (Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra), Vol. V, No. 1 (April, 2009), 29.
4
Mentari Nurul Nafifa, “Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekalan
Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen”, Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Universitas Muhammadiyah Pruworejo, Vol. 06, No. 02 (April 2015), 105-106.
2
PEMBAHASAN
1. Masang Tarub
Upacara pasang Tarub merupakan tradisi dekorasi khas pernikahan adat Jawa yang
digunakan saat akan melakukan hajat pernikahan. Biasanya sebelum malam midodareni atau
siraman,tarub ini sudah terpasang dengan rapih di depan pagar rumah calon pengantin.
Upacara pasang Tarub biasa dilakukan sebagai persiapan orang Jawa yang akan
menyelenggarakan hajat pernikahan anaknya. Kegiatan ini berupa penataan ruang dan
pemasangan tenda di sekitar rumah yang punya hajat, sebagai tempat tambahan bagi para
tamu yang datang.
Selain mendirikan tenda, dalam tradisi pernikahan Jawa ini juga dilakukan pemasangan
berbagai hiasan seperti anyaman daun kelapa untuk peneduh atau yang biasa disebut
bleketepe. Selain bleketepe juga ada pemasangan janur kuning, pisang suluhan, kelapa muda
dan berbagai dedaunan hijau lainnya. Seluruh elemen hias yang dibuat dalam tradisi upacara
pasang Tarub memiliki simbol dan makna sakral seagai doa keselamatan lahir batin untuk
pasangan pengantin yang akan menjalani prosesi pernikahan.
Ornamen yang sering kita lihat pada tradisi upacara pasang Tarub salah satunya adalah
Janur kuning. Janur yang biasanya dipasang sebagai hiasan pintu masuk, dipakai untuk
membuat Kembar mayang dan sebagai bahan dalam membuat pajangan Mayang Sari yang
dipasang di sisi kanan dan kiri sasana sewaka pelaminan.
Di depan pintu masuk rumah bagian kanan dan kiri, biasanya diletakkan hiasan sepasang
pisang suluhan. Makna peletakan pisang ini juga tidak sembarangan, namun syarat akan
makna baik bagi kehidupan calon pengantin. Pemilihan pisangpun dipilih yang terbaik, yaitu
pisang raja Talun yang artinya diharapakan memiliki rasa cinta sejati. Karena pohon pisang
ini hanya berbuah sekali selama hidupnya.
3
Itulah makna dan filosofi dari sebuah tradisi upacara pasang tarub dalam sebuah
pernikahan adat jawa. Budaya yang kental membawa pengaruh kepada tradisi-tradisi yang
memiliki simbol kesakralan. Simbol budaya dan tradisi inilah yang harus kita dijaga
kelestariannya. Karena syarat akan makna yang mengandung doa dan harapan yang baik bagi
yang menjalankannya.
2. Siraman
Setelah semua persiapan siraman siap, maka prosesi siraman pun bisa dimulai.
Siraman pertama dilakukan oleh ayahanda dari mempelai wanita, lalu dilanjutkan dengan
sang ibunda.
Masing-masing menyiram sebanyak tiga kali, yaitu satu siraman di kepala, satu siraman
di pundak atau badan, dan satu lagi siraman di kaki.
Setelah ayah dan ibu, siraman diteruskan oleh pini sepuh, orang terdekat yang sudah
ditunjuk untuk mengikuti prosesi siraman. Jumlah orang yang menyiram haruslah ganjil,
biasanya berjumlah 7 orang, namun bisa juga 5 atau 9 orang.
Syarat Orang yang Melakukan Siraman kepada Pengantin Selain Orang tua:
3. Srah-Srahan
Srah-srahan dilakukan pada tahap midodareni. Pada tahapan ini keluarga calon
penganten pria menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan
pelaksanaan prosesi pernikahan sampai hajat berakhir. Biasanya perlengkapan itu berupa
barang yang mempunyai makna khusus, yaitu berupa cincin, seperangkat busana putri,
makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih dan uang.
4. Ijab Qabul
Ijab kabul atau ijab dan kabul berasal dari kata wajib yang berarti mewajibkan dan
kata kabul yang berarti menerima. Ijab kabul digunakan dalam pernikahan yaitu ucapan dari
4
orangtua atau wali mempelai wanita untuk menikahkan putrinya kepada sang calon mempelai
pria.
Ijab yakni pengucapan atau akad dari wali pengantian perempuan. Sedangkan kabul
diucapkan mempelai pria atau wakilnya disaksikan dua saksi. Ustaz Muhammad Saiyid
Mahadhir dari Rumah Fiqih Indonesia menjelaskan, secara umum tidak ada lafaz atau bacaan
khusus yang harus diucapkan dalam ijab kabul.
Ijab kabul merupakan ucapan yang dilakukan oleh wali mempelai perempuan dan
penerimaan oleh mempelai laki-laki. Ijab kabul biasanya diawali dengan permintaan dari
pihak pengantin laki-laki yang kemudian diterima dan diserahkan oleh pihak wali perempuan.
5. Sungkeman
Ritual sungkeman merupakan ritual yang tidak boleh dilewatkan dalam acara
pernikahan adat Jawa. Acara ini merupakan salah satu acara yang sakral dimana kedua
mempelai meminta restu pada kedua orang tua mereka.
Prosesnya dimulai dari sungkeman kepada orang tua pengantin wanita, lalu kemudian
sungkeman kepada orang tua ppengantin pria. Ketika melakukan sungkeman kedua mempelai
pengantin berjongkok dan seolah-olah menyembah kedua orang tua mereka.
1. Seserahan
Pengertian seserahan sendiri dapat diartikan sebagai simbol yang diberikan pihak laki-
laki kepada pihak perempuan sebagai bentuk tanda tanggung jawab kepada calon istri.
Dalam hal ini wujud tanggung jawab tersebut dapat berupa memenuhi beragam
kebutuhan calon pengantin wanita dan keluarga setelah menikah. Seserahan juga dapat
diartikan dengan peningset, tanda pengikat hati antara kedua belah pihak keluarga.
Menurut pengamatan penulis berikut seserahan yang diberikan pihak mempelai pria:
a) Sirih ayu
5
b) Sepatu
c) Kebaya
d) Makanan Tradisional
2. Mahar
Menurut istilah Ilmu Fiqh mahar adalah pemberian yang wajib dari calon suami
kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami, untuk menimbulkan rasa cinta kasih
bagi seorang istri bagi suaminya5
3. Hantaran
Sedangkan hantaran dapat diartikan sebagai buah tangan untuk pengetuk pintu bagi
kedua belah pihak keluarga. Hantaran tersebut diberikan dari pihak pengantin pria kepada
pihak keluarga wanita ataupun pihak pengantin wanita kepada pihak pengantin pria.
Berdasarkan pengamatan penulis hantaran pada pernikahan ini berupa aneka jenis
makanan, buah, beras dan lain sebagainya. Hantaran diberikan untuk masing-masing kedua
belah pihak baik menerima, memberi, tukar menukar sebagai bentuk untuk mempererat
hubungan.
5
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwam, Fikih Munakahat, (Jakarta:Azmah,2009),
hal 174-175
6
HASIL WAWANCARA
Nama: Husna
Pertanyaan:
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masang Tarub
Siraman
Srah Srahan
Ijab Qabul
Sungkeman
Seserahan
Mahar
Hantaran
7
DOKUMENTASI
8
9
10
11
12
Daftar Pustaka
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab Sayyed Hawwam, Fikih Munakahat,
(Jakarta:Azmah,2009), hal 174-175
Astuti, Linda Puji. “Upacara Adat Perkawinan Priyayi di Desan Ngembal Kecamatan
2010
Nafifa, Mentari Nurul. “Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Pruworejo, Vol. 06,
Rohman, Fatkhur. “Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat Jawa Kraton
Semarang, 2015.
Sartini, Ni Wayan. “Menggali Nilai kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan
(Bebasan, Saloka, dan Paribasa)” Logat (Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra), Vol.
13