LP Hema

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMATOCHEZIA DI RUANGAN LONTARA 3 DEPAN

RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

Disusun Oleh :

A.Kurniawan

NIM: 709001210

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................

BAB I TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................

A. Definisi .....................................................................................................
B. Etiologi......................................................................................................
C. Klasifikasi..................................................................................................
D. Patofisiologi...............................................................................................
E. Manifestasi klinis.......................................................................................
F. Penatalaksanaan.........................................................................................
G. Pemeriksaan penunjang.............................................................................
H. Komplikasi................................................................................................
I. Penyimpangan KDM.................................................................................

BAB II TINJAUN KEPERAWATAN...............................................................

A. Pengkajian ................................................................................................
B. Diagnosis Keperawatan ............................................................................
C. intervensi ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................39

i
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Hematochezia adalah adanya perdarahan dari anus dengan warna

merah segar . Bagian dari kotoran merah cerah, darah dari rektum, juga

disebut thusly (darah merah per rektum). Hal ini dibedakan dari melena,

yang kotoran dengan darah yang telah diubah oleh flora usus dan muncul

hitam. Hematochezia umumnya dikaitkan dengan perdarahan

gastrointestinal yang lebih rendah. Saluran cerna bagian bawah (SCBB)

meliputi jejunum distal dibawah ligamenturn TReitz, ileum, kolon, rektum

dan anus.

BAB darah atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan

keluarnya darah berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk

gumpalan atau telah bercampur dengan tinja. Sebagian besar BAB darah

berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus. Warna darah pada tinja

tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber

perdarahan dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh karena

itu, perdarahan di anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna

merah terang dibandingkan dengan perdarahan di kolon transversa dan

kolon kanan (lebih jauh dari anus) yang berwarna merah gelap atau merah

tua

B. Etiologi

Penyebab dari hematochezia ini adalah berasal dari saluran cerna

bagian bawah. Nama penyakit yang mendasarinya adalah hemoroid

1
(wasir), infeksi kuman seperti amuba, tifus, disentri yang berat, kanker

usus besar, radang usus besar menahun oleh sebab penyakit autoimun

(inflammatory bowel disease).

Lokasi lesi sumber perdarahan pada kasus dengan hematochezia

(sebagai tanda yang paling umum untuk SCBB) 74% berada di kolon, 11%

berasal dari SCBA, 9% usus kecil, dan 6% tidak diketahui sumbernya

Perdarahan akut dan hebat pada umumnya disebabkan oleh

angiodisplasia dan divertikulosis. Sedangkan yang kronik intermiten

disebabkan oleh hemoroid dan keganasan kolon. Etiologi perdarahan

SCBB yang harus dipertimbangkan dan cukup sering dihadapi di

Indonesia adalah perdarahan di usus kecil pada demam tifoid.

Upper GI saluran (biasanya kotoran hitam):

1. Pendarahan lambung atau ulkus duodenum

2. Gastritis

3. Varises esophageal

4. Mallory-Weiss air mata (air mata di kerongkongan dari muntah

kekerasan)

5. Trauma atau asing tubuh

6. Usus iskemia (kurangnya aliran darah yang tepat ke usus)

7. Vascular malformasi

GI rendah saluran (biasanya merah atau bangku merah, berdarah):

1. Wasir

2. Anal fissures

2
3. Divertikular pendarahan

4. Infeksi usus (seperti enterokolitis bakteri)

5. Vascular malformasi

6. Radang usus

7. Tumor

8. Colon polip atau kanker usus besar

9. Trauma atau asing tubuh

10. Usus iskemia (kurangnya aliran darah yang tepat ke usus)

C. Klasifikasi

D. Patofisiologi

Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar

mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya

terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esopagus dan rektum serta

pada dinding abdomen anterior untuk mengalirkan darah dari sirkulasi

splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,

maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh

darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan

gastrointestinal masif.

Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba,

penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika

perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan

perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh

3
melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan

perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama

yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak

digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler.

Sel-sel akan berubah menjadi metabolsime anaerob, dan terbentuk asam

laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem

tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan

mengalami

E. Manifestasi klinis

Adapun manifestasi klinis yang muncul pada kasus hematochezia yaitu:

1. Syok (denyut Jantung, Suhu tubuh)

2. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis)

3. Demam ringan 38-39°C

4. Nyeri di perut

5. Hiperperistaltik

6. Penurunan Hemoglobin dan Hematokrit yang terlihat setelah beberapa

jam

7. Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan

protein darah oleh bakteri usus

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital.

Yang paling penting pada pasien perdarahan SCBB atau hematochezia

adalah memberikan resusitasi pada waktu pertama kali datang ke rumah

4
sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan

kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma

expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya

bila diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor

apakah perdarahan memang berasal dari SCBB dan apakah masih aktif

berdarah atau tidak dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai

jernih.

Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit,

leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan.

Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan pembekuan darah seperti

Disseminated Intravascular Coagullation (DIC) dan lainnya, harus

dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa perdarahan, masa

pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D-dimmer

dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai

kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan

disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin

atau oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif, dapat juga

diberikan somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja.

Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan

pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak

perlu dipuasakan lagi, dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada

dan memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga

5
misal memberi tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-

cara pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi

G. Pemeriksaan penunjang

1. Anoskopi/Rektoskopi

Pada umumnya dapat segera, mengetahui sumber perdarahan tersebut

bila berasal dari perdarahan hemoroid interns atau adanya tumor

rektum. Dapat dikerjakan tanpa persiapan yang optimal.

2. Sigmoidoskopi

Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin

dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan

laksan enema (YAL) atau klisma, mengingat darah dalam lumen usus

itu sendiri sudah bersifat laksan.

3. Kolonoskopi

Pada, keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal,

pemeriksaan ini dapat dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber

perdarahan di seluruh bagian kolon sampai ileum terminal. Tetapi

pada, keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah (terutama

bekuan darah), maka lapang pandang kolonoskop akan terhambat.

Diperlukan usaha yang berat untuk membersihkan lumen kolon secara,

kolonoskopi. Sering sekali lumen skop tersumbat total sehingga

pemeriksaan harus dihentikan. Tidak jarang hanya dapat

menyumbangkan informasi adanya demarkasi atau batas antara lumen

6
kolon yang bersih dari darah dan diambil kesimpulan bahwa letak

sumber perdarahan di distal demarkasi tersebut.

4. Push Enteroskopi

Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati ligamentum

Treitz serta dapat mengidentifikasi perdarahan pada usus kecil. Sarana

ini masih sangat jarang di Indonesia.

5. Barium Enema (colon in loop)

Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini tidak

mempunyai peran. Bahkan kontras yang ada akan memperlambat

rencana pemeriksaan kolonoskopi (kontras barium potensial dapat

menyumbat saluran pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan

mengacaukan interpretasi) bila diperlukan. Serta tidak ada tambahan

manfaat terapeutik. Tetapi pada keadaan yang efektif, pemeriksaan ini

mampu mengidentifikasi berbagai lesi yang dapat diprakirakan sebagai

sumber perdarahan (tidak dapat menentukan sumber perdarahan).

6. Angiografi/Arteriografi

Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkan melalui arteri

femoralis dan arteri mesenterika superior atau inferior, memungkinkan

visualisasi lokasi sumber perdarahan. Dengan teknik ini biasanya,

perdarahan arterial dapat terdeteksi bila lebih dari 0,5 ml per menit.

Arteriografi dapat dilanjutkan dengan embolisasi terapeutik pada,

pembuluh darah yang menjadi sumber perdarahan.

7. Blood Flow Scintigraphy (Nuclear Scintigraphy)

7
Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif

(99m.technitium), kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh.

Darah yang berlabel tersebut akan bersirkulasi dan keluar pada

daerah/lokasi lesi. Teknik ini dilaporkan dapat mendeteksi perdarahan

yang relatif sedikit (0,1 ml per menit). Scanning diambil pada jam 1

dan 4 setelah injeksi darah berlabel Berta 24 jam setelah itu atau sesuai

dengan prakiraan terjadinya perdarahan. Sehingga dapat mendeteksi

perdarahan yang bersifat intermiten dengan cara mengambil scanning

pada jam-jam tertentu.

8. Operasi Laparatomi Eksplorasi

Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi

sumber perdarahan. Tetapi masalahnya adalah kapan tindakan ini akan

dilakukan sebagai modalitas diagnostik sekaligus terapeutik,

bagaimana pertimbangan toleransi operasi bagi pasien dan sejauh

mana kemudahan untuk mengidentifikasi sumber perdarahan durante

operasi. Secara nyata dalam praktek penatalaksanaannya di rumah

sakit, hal ini sering menimbulkan kontroversi. Keadaan ini

membutuhkan koordinasi multidisiplin yang terkait. Pada dasarnya

laparatomi eksplorasi diindikasikan bila perdarahan hebat yang tidak

dapat diatasi secara konservatif. Perdarahan berulang pada keadaan

yang sudah teridentifikasi sumber perdarahan pada pemeriksaan

kolonoskopi, arteriografi, atau scanning, juga tidak memerlukan

intervensi operasi. Risiko operasi akan menurun bila pada operasi

8
tersebut dapat dilakukan identifikasi sumber perdarahan per

kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi.

H. Komplikasi

1. Encelofati

2. Asites

3. Sirosis Hepatis

9
I. Penyimpangan KDM

10
BAB II

TINJAUAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnese

a. Identitas klien.

b. Riwayat keperawatan.

c. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan

banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan

menurun. tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan

bibir kering.

d. frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

e. Riwayat kesehatan masa lalu.

f. Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.

g. Riwayat psikososial keluarga.

h. Kebutuhan dasar.

1) Pola eliminasi

Perubahan BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau

jarang.

2) Pola nutrisi

Diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan

penurunan berat badan pasien.

3) Pola istirahat dan istirahat


Terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan

menimbulkan rasa tidak nyaman.

4) Pola hygiene

Kebiasaan mandi setiap harinya.

5) Pola aktivitas

Terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri

akibat distensi abdomen

2. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran

composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan

lemah, pernapasan agak cepat.

b. Pemeriksaan sistematik :

1) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut

dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.

2) Perkusi : adanya distensi abdomen.

3) Palpasi : Turgor kulit kurang elastis

4) Auskultasi : terdengarnya bising usus.

B. Diagnosa keperawatan
Masalah I : Defisit nutrisi

1. Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

2. Penyebab

a. Ketidakmampuan menelan makanan

b. Ketidakmampuan mencerna makanan

22
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

d. Peningkatan kebutuhan metabolisme

e. Faktor ekonomi

f. Faktor psikologis

3. Gejala dan Tanda

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif
( tidak tersedia) a. Berat badan menurun
minimal 10% di bawah
rentang ideal
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Subjektif
a. Cepat kenyang setelah a. Otot pengunyah lemah
makan b. Otot menelan lemah
b. Kram/ nyeri abdomen c. Membran mukosa pucat
a. Nafsu makan menurun d. Sariawan
e. Serum albumin turun
f. Diare
4. Kondisi klinis terkait

a. Stroke

b. Parkinson

c. Cerebral palsy

d. Cleft lip

e. Cleft palate

f. Kerusakan neuromuskuler

g. Luka bakar

h. Kanker

i. infeksi

Masalah II : Risiko ketidakseimbangan elektrolit

23
1. Definisi

Beresiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit

2. Faktor risiko

a. Ketidakseimbangan cairan

b. Kelebihan volume cairan

c. Gangguan mekanisme

d. Efek samping prosedur

e. Diare

f. Muntah

g. Disfungsi ginjal

h. Disfungsi regulasi endokrin

3. Kondisi klinis terkait

a. Gagal ginjal

b. Anoreksia nervosa

c. Diabetes melitus

d. Penyakit chron

e. Gastroenteritis

f. Pankreatitis

g. Cedera kepala

h. Kanker

i. Trauma mutipel

24
j. Luka bakar

k. Anemia sel sabit

Masalah III : Perfusi perifer tidak efektif

1. Definisi

Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu

metabolisme tubuh

2. Penyebab

a. Hiperglikemia

b. Penurunan konsentrasi hemoglobin

c. Peningkatan tekanan darah

d. Kekurangan volume cairan

e. Penurunan aliran arteria atau vena

f. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat

g. Kurang terpapar informasi terkait penyakit

h. Kurang aktivitas fisik

3. Gejala dan tanda mayor

Gejala dan Tanda Mayor

Subejektif Objektif
(tidak tersedia) a. Pengisian kapiler >3 detik
a. Merasa depresi b. Nadi perifer menurun atau
tidak teraba
c. Akral teraba dingin
d. Warna kulit pucat
e. Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Mayor

25
Subejektif Objektif
a. Parastesia a. Edema
b. Nyeri ekstremitas b. Penyembuhan luka lambat
c. Indeks ankie-brachial
<0,90
d. Bruit femoral

4. Kondisi klinis terkait

a. Tromboflebtis

b. Diabetes melitus

c. Anemia

d. Gagal jantung kognitif

e. Kelainan jantung kongenital

f. Thrombosis vena dalam

g. Sindrom kompartemen

26
C. Intervensi

N Diagnosis Rencana Tindakan Keperawatan

o keperawatan Luaran keperawatan Intervensi Rasional

1 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi Observasi


keperawatan selama 3X24 jam, Observasi a. Untuk mengetahui status nutrisi
diharapkan status nutrisi a. Identifikasi status nutrisi klien
meningkat dengan kriteria b. Identifikasi alergi dan intoleransi b. Untuk mengetahui adanya alergi
hasil: makanan pada pasien
a. Kekuata otot pengunyah c. Identifikasi makanan yang disukai c. Untuk mengetahu makanan
meningkat d. monitor berat badan yang disukai klien
b. Kekuatan otot menelan Terapeutik d. Untuk mengetahu berat bada
meningkat a. Lakukan oral hygiene sebelum makan klien
c. Nyeri abdomen menurun b. Sajikan makan yang menarik dan suhu Terapeutik
d. Nafsu makan membaik yang sesuai a. Untuk membersihkan mulut
c. Berikan makanan tinggi serat untuk sebelum makan
mencegah konstipasi b. Untuk menambah daya Tarik
d. Berikan makanan tinggi kalori dan makan klien
tinggi protein

27
Edukasi c. Menambah serat pada klien
a. Anjurkan posisi duduk d. Untuk mencukupi kalori dan
Kolaborasi protein pada klien
a. Kolaborasi pemberian medikasi Edukasi
sebelum makan a. Untuk mencegah terjandinya
Kolaborasi dengan ahli gizi mual dan muntah
Kolaborasi
a. Untuk memberi informasi
kepada klien
Untuk memberikan pemenuhan
nutrisi pada klien
2 Risiko Setelah dilakukan tindakan Pemantauan elektrolit Observasi
keperawatan selama 3X24 jam, Observasi a. Mengetahui penyebab
ketidakseimbangan
diharapkan risiko tidak terjadi a. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
elektrolit
dengan kriteria hasil: ketidakseimbangan elektrolit pasien
a. Serum natrium b. Monitor kadar elektrolit serum b. Mengetahui kadar elektoril
c. Monitor mual, muntah dan diare pasien
meningkat
d. Monitor kehilngan cairan c. Mengetahui pasien mengalami
b. Serum klorida
e. Monitor tanda dan gejala hiperkalemia mual, muntah atau diare

28
meningkat f. Monitor tanda dan gejala hiponatremia d. Mengetahui jumlah kehilangan
g. Monitor tanda dan gejala cairan pasien
c. Serum kalsium
hypernatremia e. Mengetahui tanda dan gejala
meningkat
Terapeutik hiperkalemia pasien
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai f. Menetahi tanda dan gejala
dengan kondisi pasien hyponatremia pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan g. Mengetahui tanda dan gejala
Edukasi hipernatremia
a. Jelaskan tujuan dan prosedur Terapeutik
pemantauan a.
b. Untuk sebagai bukti melakukan
Tindakan
Edukasi
a. Untuk mmberikan informasi
kepada pasien maupun keluarga
pasien terkait tujuan dan
prosedur
3 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3X24 jam,
efektif

29
diharapkan perfusi perifer
membaik dengan kriteria hasil:
a. Denyut nadi perifer
meningkat
b. Edema perifer munurun
c. Nyeri menurun

DAFTAR PUSTAKA

National Cancer Institute, 2019, NCI Dictionary of Cancer Terms. [online]

Availableat:https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancerterms/def/paranasal-sinus-and-nasal-cavity-cancer

[Accessed 20 April 2019].

30
Sukri Rahman, M. A. F. (2012). Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru.

http://jurnal.fk.unand.ac.id.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1. DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

ULYA, U. (2018). PROFIL PENDERITA TUMOR SINONASAL.

31

Anda mungkin juga menyukai