Tata Cara 50 Hari Kerja
Tata Cara 50 Hari Kerja
Tata Cara 50 Hari Kerja
Anggaran.
Guna mengatasi pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai akhir tahun anggaran,
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro pada tanggal 23 Desember
2015 telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
243/PMK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian
Pekerjaan Yang Tidak Terselesaikan Sampai dengan Akhir Tahun Anggaran.
Ada sejumlah perubahan yang muncul dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor
194/PMK.05/2014 ke Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243/PMK.05/2015,
yakni salah satunya terkait dengan penggunaan batasan penyelesaian pekerjaan 90
hari. Apakah ini lantas bertentangan dengan Perpres 54/2010 pasal 93, yang
menyebutkan bahwa pemberian kesempatan kepada penyedia barang/jasa
menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima piluh) hari kalender, sejak
berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan dapat melampaui tahun anggaran?.
Jika dilihat dari perbandingan antara pasal 93 Perpres 54/2010 (50 hari) dan PMK
243/2015 (90 hari) maka secara tidak langsung PMK 243/2015 mengamini
kesimpulan bahwa kata 50 hari bukanlah masa keterlambatan mutlak, melainkan
pemberian 1x kesempatan. Jika berdasarkan penelitian PPK dengan
mempertimbangkan segala aspek efektivitas dan efisiensi dapat diberikan
kesempatan selanjutnya. Karena menurut PMK 243/2015, disisi pembayaran masa
keterlambatan hanya sampai 90 hari, maka kesempatan kedua hanya maksimal 40
hari. Seperti digambarkan pada bisnis proses ini:
Perlu diingat bahwa PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak apabila
berdasarkan penelitian PPK, setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan
sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan
pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan.
Adapun tata cara penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai akhir
tahun anggaran yang kemudian dilanjutkan pada Tahun Anggaran berikutnya adalah
sebagai berikut :
Dalam pekerjaan konstruksi, misalnya, hasil pekerjaan yang telah mencapai 80%
dapat diberikan kesempatan ini. Hal ini merupakan bentuk dispensasi yang diberikan
oleh PPK sebelum memutuskan kontrak secara sepihak.
“Jadi, PPK sebelum memutus kontrak secara sepihak juga bisa mempertimbangkan
manakala berdasarkan penelitian PPK, penyedia tadi masih sanggup menyelesaikan
pekerjaannya sampai dengan 50 hari,“ kata Kepala Seksi Penanganan Permasalahan
Kontrak Pekerjaan Konstruksi, Ade Rizky Emirsyah, saat rapat kunjungan kerja DPRD
Kota Madiun di kantor LKPP beberapa waktu yang lalu.
Jika pekerjaan konstruksi belum juga selesai dalam tenggat 50 hari, lanjut Ade,
penyedia akan dikenakan sanksi berupa pencairan jaminan pelaksanaan,
pengembalian sisa uang muka, denda keterlambatan, bahkan penjatuhan sanksi
daftar hitam.
Sementara itu, Kepala Seksi Penanganan Permasalahan Kontrak Barang dan Jasa Edi
Kristiyanto menjelaskan bahwa PPK yang memberikan kesempatan ini harus
memberikan surat kepada penyedia yang menerangkan ruang lingkup pekerjaan
berdasarkan inventarisasi progres pekerjaan konstruksi.
Adapun penilaian terhadap penyedia, ujar Edi, yang terkait dengan kemampuan
menyelesaikan pekerjaan dapat dilakukan dengan mengevaluasi program
pengerjaan.
Menurutnya, PPK juga dapat melibatkan pengelola teknis dari instansi terkait untuk
melakukan perhitungan progres pekerjaan.“Karena ini kondisinya tidak normal, ya
Pak, ‘kan sudah kritis, PPK (dapat) meminta kepada penyedia untuk melakukan
upaya percepatan pekerjaan, seperti ada lembur, penambahan jam kerja, (dan)
penambahan peralatan,“ pungkasnya.