Kronologi Gempa Dan Tsunami Palu 2018

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MANAJEMEN KL DALAM BENCANA

“Studi Kasus Bencana Gempa Bumi dan Tsunami Kota Palu Tahun 2018”

Dosen Pengampu : Dr. Yusniar Hanani D, STP, M.Kes

Disususn Oleh :

Dini Kusumastuti

25010116120013

KL 2

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bumi sebagai tempat berpijak mahkluk hidup memiliki banyak komplekifitas dalam
pergerakannya. dengan pergerakan lempeng tektonik menjadikan permukaan bumi
memiliki berbagai macam sumber daya alam maupun resiko bencana yang akan terjadi di
kemudian hari. Gempabumi merupakan salah satu dampak negatif dari peroses
pergerakan lempeng tersebut, daerah pertemuan lempeng ini menjadikan kawasan
tersebut menjadi daerah rawan akan bencana Gempabumi. Pada dasarnya Gempabumi
terjadi karena deretan pergerakan atau getaran yang terjadi pada lapisan kulit bumi yang
bersifat sementara kemudian menyebar ke segala arah.
Di sisi lain Indonesia merupakan jalur dari lempeng bumi, yaitu Lempeng Indo-
Australia di sisi selatan yang bergerak ke utara dengan kecepatan 6-7cm/tahun
menumbuk Lempeng Eurasia yang stabil sepanjang Palung Sunda. Dari sisi timur,
Lempeng Pasifik menumbuk kawasan timur Indonesia sepanjang Palung New Guinea-
Pasifik dengan kecepatan sampai 11cm/tahun. (UNESCO Office Jakarta, Bertahan Dari
Gempabumi 2010)
Berdasarkan data dari BNPB tahun 2017, dalam satu dekade ini Indonesia sendiri
banyak mengalami pristiwa gempa seperti pada tabel di bawah tercatat 23 kali peristiwa
gempa, yang memakan korban jiwa yang tidak sedikit, dan menghanjurkan infrastruktur
di berbagai daerah yang di landa tersebut. Dalam pristiwa ini tercatat sudah memakan
142.181 jiwa serta sekitar 37.000 dinyatakan hilang.
Kota Palu yang merupakan pusat pemerintahan dan jantung prekonomian provinsi
Sulawesi Tengah, yang ikut terkena dampak bencana gempa yang mengakibatkan
Tsunami pada tanggal 28 September 2018 lalu. Tercatat 1.636 jiwa meninggal akibat
pristiwa tersebut, dan menurut data citra satelit yang di dapat dari International Disaster
Charter kerusakan bangunan yang terjadi di kota palu akibat gempa dan Tsunami
tersebut mencapai 2.403 bangunan. Menurut data dari BNPB tahun 2018, peristiwa ini
menyebabkan kelumpuhan kota palu dari berbagai aspek, tercata sekitar 70.000 jiwa di
tampung di pengungsian. Menurut peta gempa Indonesia tahun 2010, kota palu masuk ke
jajaran kota yang memiliki potensi gempa sangat tinggi.
Selain itu, Kota Palu juga memiliki potensi tsunami yang besar. Hal ini dikarenakan
telah terjadi tiga kali kejadian gempa di sekitar Teluk Palu, yaitu pada tahun1927, 1968
dan 1996, sementara sekitar Kota Palu (Sulawesi Tengah) terdapat 6 kejadian. Wilayah
Kota Palu dan sekitarnya terdapat beberapa potongan sesaryang sangat berpotensi
membangkitkan gempa bumi yang cukup kuat. Sesartersebut adalah Sesar Palu-Koro
yang memanjang dari Palu ke arah Selatan dan Tenggara melalui Sulawesi Selatan
bagian Utara menuju ke selatan Bone sampaidi Laut Banda.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang
muncul adalah :
a) Bagaimana manajemen bencana dalam kasus bencana gempa dan tsunami Kota Palu
2018 ?
b) Berapa banyak korban dari bencana gempa bumi dan tsunami Kota Palu 2018 ?
c) Bagaimana situasi eksisting dalam bencana dan tsunami Kota Palu 2018 ?
d) Apa rekomendasi program dan kebijakan untuk kasus bencana gempa bumi dan
tsunami Kota Palu 2018 ?
BAB II

ISI

1. Kronologi Gempa dan Tsunami Palu 2018


Peristiwa gempa bumi berkekuatan 7,4 SR diikuti dengan tsunami yang melanda
pantai barat Pulau Sulawesi, Indonesia, bagian utara pada tanggal 28 September 2018,
pukul 18.02 WITA. Pusat gempa berada di 26 km utara Donggala dan 80 km barat laut
kota Palu dengan kedalaman 10 km. Guncangan gempa bumi dirasakan di Kabupaten
Donggala, Kota Palu, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi, Kabupaten Poso,
Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Mamuju bahkan hingga Kota Samarinda, Kota
Balikpapan, dan Kota Makassar. Gempa memicu tsunami hingga ketinggian 5 meter di
Kota Palu. Secara umum gempa dirasakan berintensitas kuat selama 2-10 detik. Dengan
memperhatikan lokasi episentrum dan kedalaman hiposentrum gempa bumi, tampak
bahwa gempa bumi dangkal ini terjadi akibat aktivitas di zona sesar Palu Koro. Sesar ini
merupakan sesar yang teraktif di Sulawesi, dan bisa pula disebut paling aktif di Indonesia
dengan pergerakan 7 cm per tahun. Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa
bumi dangkal akibat aktivitas sesar Palu Koro, yang dibangkitkan oleh deformasi
dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar mendatar mengiri (strike-slip sinistral).
Gempa bumi ini dinyatakan berpotensi tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) sehingga dikeluarkan peringatan dini tsunami untuk wilayah
pesisir pantai Kabupaten Donggala, Kota Palu dan sebagian pesisir Kabupaten Mamuju.
Tsunami diprediksi memiliki ketinggian 0,5 – 3 meter dengan waktu tiba di Kota
Palu pukul 18.22 WITA. Pukul 18.27 WITA terjadi kenaikan air muka laut 6 cm di pesisi
r Kabupaten Mamuju. BNPB mengeluarkan sebab daripada terjadinya tsunami ini.
Menurut BNPB, tsunami ini sebabnya adalah adanya kelongsoran sedimen dalam laut
yang mencapai 200-300 meter. Sutopo Purwo Nugroho, pihak Humas BNPB lebih lanjut
menyatakan bahwa sendimen tersebut belum terkonsolidasi dengan kuat sehingga ketika
di guncang gempa terjadi longsor. Di lain tempat selain Donggala, adanya gempa lokal
yang membuat tsunami tak sebesar di Donggala. Di Teluk Palu jaraknya lebih dekat
dengan pusat gempa diperkirakan terlebih dahulu mengalami tsunami setinggi 1,5 meter.
Pukul 18.37 WITA, BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami akibat gempa ini. Fakta
terbaru menyebut bahwa titik tertinggi tsunami tercatat 11,3 meter, terjadi di Desa
Tondo, Palu Timur, Kota Palu. Sedangkan titik terendah tsunami tercatat 2,2 meter,
terjadi di Desa Mapaga, Kabupaten Donggala. Baik di titik tertinggi maupun titik
terendah, tsunami menerjang pantai, menghantam permukiman, hingga gedung-gedung
dan fasilitas umum.

2. Korban Bencana Gempa Bumi Palu


Bencana alam gempa bumi dan tsunami menyebabkan banyak korban jiwa dan
berbagai kerusakan material. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penagnggulangan
Bencana (BNPB) pada 5 Oktober 2018 pukul 17:00 WIB, gempa ini telah menyebabkan
1.649 korban jiwa, dimana sebagian besar korban berada di kota Palu, Donggala, Sigi,
Parigi Mountaong, dan Pasangkayu, Sulawesi Barat. Selain itu, korban dengan luka berat
tercatat sebnayak 2q.549 orang, 265 orang hilang, 152 orang diperkirakan masih terkubur
dan belum dievakuasi serta 62.359 orang pengungsi. Tercatat pula sebanyak 66.926
rumah diperkirakan rusak.

3. Manajemen Bencana
Manajemen bencana merupakan proses dinamis tentang bekerjanya fungsifungsi
manajemen yang kita kenal selama ini misalnya fungsi planning, organizing, actuating,
dan controling. Cara bekerja manajemen bencana adalah melalui kegiatan-kegiatan yang
ada pada tiap kuadran atau siklus atau bidang kerja yaitu pencegahan, mitigasi dan
kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta pemulihan. Sedangkan tujuannya secra umum
antara lain untuk melindungi masyarakat beserta harta bendanya dari ancaman bencana.
Manajemen operasi dalam konteks bencana dipandang sebagai pengelolaan semua
aktifitas dalam proses operasional bantuan bencana secara efektif. Efektif berarti
melakukan tindakan yang benar untuk menciptakan nilai yang terbaik dalam empat
tahapan disasters management seperti yang dikutip oleh Kiefer dan Montjoy dari Waugh
(2000), yaitu tahapan peringatan (prevention), perencanaan dan persiapan (planning and
preparedness), tanggapan (response) dan pemulihan (recovery). Peristiwa bencana
memiliki karakteristik yang berbeda, namun pada hakekatnya mempunyai konsep siklus
bantuan bencana yang sama dalam manajemen bencana. Siklus manajemen bencana
menggambarkan proses pengelolaan bencana yang pada intinya merupakan tindakan pra
bencana , menjelang bencana, saat bencana dan pasca bencana.
a. Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami Palu
Seperti penuturan para korban dan saksi mata memperlihatkan bahwa bencana
yang terjadi membuat warga panik dan tidak memiliki pengetahuan jika terjadi
bencana. Secara teori ini yang dimaksud dengan mitigasi bencana. Mitigasi bencana
adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik
melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik
melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil (Pasal 1 PP No 64 tahun 2010). Banyaknya korban jiwa pada
bencana kali ini memperlihatkan bahwa ketidaksiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana, serta peranan pemerintah yang kurang maksimal dalam
melaksanakan sosialisasi tentang mitigasi bencana kepada warganya. Hal ini sesuai
dengan temuan bahwa sampai sepekan sejak musibah terjadi masih banyak
masyarakat yang mengeluhkan lambannya penanganan dari pemerintah. Minimal
terdapat enam langkah yang bisa diupayakan dalam melakukan mitigasi bencana
tsunami :
1. Melakukan upaya-upaya perlindungan kepada kehidupan, infrastruktur dan
lingkungan pesisir. Pengembangan sistem peringatan dini (early warning
system) dan pembuatan bangunan pelindung merupakan contoh upaya
perlindungan yang bisa dikembangkan.
2. Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat pesisir terhadap kegiatan
mitigasi bencana gelombang pasang.
3. Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Kebijakan ini bisa
diimplementasikan dalam hal-hal sebagai berikut: pengembangan sistem yang
menunjang komunikasi untuk peringatan dini dan keadaan darurat,
menyelenggarakan latihan dan simulasi tanggapan terhadap bencana dan
kerusakan yang ditimbulkan, serta penyebarluasan informasi tahapan bencana
dan tanda-tanda yang mengiringi terjadinya bencana.
4. Meningkatkan koordinasi dan kapasitas kelembagaan mitigasi bencana.
Implementasi dari kebijakan ke empat ini antara lain peningkatan peran serta
kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak.
5. Menyusun payung hukum yang efektif dalam upaya mewujudkan upaya-upaya
mitigasi bencana yaitu dengan jalan penyusunan produk hukum yang mengatur
pelaksanaan upaya mitigasi, pengembangan peraturan dan pedoman
perencanaan dan pelaksanaan bangunan penahan bencana, serta pelaksanaan
peraturan dan penegakan hokum terkait mitigasi.
6. Mendorong keberlanjutan aktivitas ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat pesisir melalui melakukan kegiatan mitigasi yang mampu
meningkatkan nilai ekonomi kawasan, meningkatkan keamanan dan
kenyamanan kawasan pesisir untuk kegiatan perekonomian.

Bencana yang melanda kota Palu dan beberapa wilayah Sulawesi Tengah
lainnya memperlihatkan bahwa otoritas pemerintah setempat juga tidak sepenuhnya
memahami alur dan prosedur pengangan bencana dengan cepat. Ketika terjadi
bencana, baik pemerintah dan masyarakat sama-sama tidak siap. Hal ini terlihat dari
hasil pantauan tim Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Posko
Gabungan Karajalemba (Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kemanusiaan) pada kurun
waktu 10-19 Oktober 2018. Pada awal masa pantuan, bantuan yang datang dari
kementerian/lembaga negara dan organisasi non-pemerintah datang bertubi-tubi dan
hanya terkonsentrasi di halaman kantor pemerintah daerah Kota Palu. Pola distribusi
bantuan juga terkesan tidak profesional, ini terlihat dari pengakuan warga korban
bencana menjelaskan bahwa mereka belum mendapatkan distribusi bantuan sampai
tiga hari pasca bencana.
Mitigasi harus memperhatikan semua tindakan yang diambil untuk mengurangi
pengaruh dari bencana dan kondisi yang peka dalam rangka untuk mengurangi
bencana yang lebih besar dikemudian hari. Karena itu seluruh aktivitas mitigasi
difokuskan pada bencana itu sendiri atau bagian/elemen dari ancaman. Beberapa hal
untuk rencana mitigasi (mitigation plan) pada masa depan dapat dilakukan sebagai
berikut :
1. Perencanaan lokasi (land management) dan pengaturan penempatan penduduk
2. Memperkuat bangunan dan infrastruktur serta memperbaiki peraturan (code)
disain yang sesuai.
3. Melakukan usaha preventif dengan merealokasi aktiftas yang tinggi kedaerah
yang lebih aman dengan mengembangkan mikrozonasi
4. Melindungi dari kerusakan dengan melakukan upaya perbaikan lingkungan
dengan maksud menyerap energi dari gelombang Tsunami (misalnya dengan
melakukan penanaman mangrove sepanjang pantai)
5. Mensosialisasikan dan melakukan training yang intensif bagi penduduk didaerah
area yang rawan Tsunami Membuat early warning sistem sepanjang daerah
pantai/perkotaan yang rawan Tsunami.

b. Preparedness (Siap Siaga Bencana) Gempa dan Tsunami Palu


Bencana sering terjadi tanpa peringatan sehingga Anda membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapinya. Salah satu kebutuhan yang
diperlukan untuk menghadapi bencana adalah kesiapsiagaan.
 Kesiapsiagaan gempa bumi
Gempa bumi merupakan jenis bencana ini bersifat merusak, dapat terjadi
setiap saat dan berlangsung dalam waktu singkat. Gempa bumi dapat
menghancurkan bangunan, jalan, jembatan, dan sebagainya dalam sekejap.
Sampai saat ini, belum ada ahli dan institusi yang mampu memprediksi kapan
terjadinya gempa bumi. Institusi yang berwenang untuk mengeluarkan informasi
kejadian gempa bumi adalah BMKG. Anda dapat mengetahui informasi dari
berbagai parameter mengenai besaran suatu gempa bumi, titik pusat gempa bumi
kedalaman,dan potensi tsunami dari laman (www.bmkg. go.id) atau pun aplikasi
gawai BMKG berbasis android atau IOS.
1) Pra bencana
a) Menyiapkan rencana untuk penyelamatan diri apabila gempa bumi terjadi
b) Melakukan latihan yang dapat bermanfaat dalam menghadapi reruntuhan
saat gempa bumi, seperti merunduk, perlindungan terhadap kepala,
berpegangan ataupun dengan bersembunyi di bawah meja
c) Menyiapkan alat pemadam kebakaran, alat keselamatan standar, dan
persediaan obat-obatan
d) Membangun konstruksi rumah yang tahan terhadap guncangan gempa
bumi dengan fondasi yang kuat. Selain itu, Anda bisa merenovasi bagian
bangunan yang sudah rentan.
e) Memperhatikan daerah rawan gempa bumi dan aturan seputar penggunaan
lahan yang dikeluarkan oleh pemerintah
2) Saat bencana
Yang harus dilakukan ketika terjadi bencana baik saat di dalam bangunan,
seperti rumah, sekolah ataupun bangunan bertingkat :
a) Guncangan akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, upayakan
keselamatan diri Anda dengan cara berlindung di bawah meja untuk
menghindari dari benda-benda yang mungkin jatuh dan jendela kaca.
Lindungi kepala dengan bantal atau helm, atau berdirilah di bawah pintu.
Bila sudah terasa aman, segera lari keluar rumah.
b) Jika sedang memasak, segera matikan kompor serta mencabut dan
mematikan semua peralatan yang menggunakan listrik untuk mencegah
terjadinya kebakaran
c) Bila keluar rumah, perhatikan kemungkinan pecahan kaca, genteng, atau
material lain. Tetap lindungi kepala dan segera menuju ke lapangan
terbuka, jangan berdiri dekat tiang, pohon, atau sumber listrik atau gedung
yang mungkin roboh
d) Jangan gunakan lift apabila sudah terasa guncangan. Gunakan tangga
darurat untuk evakuasi keluar bangunan. Apabila sudah di dalam elevator,
tekan semua tombol atau gunakan interphone untuk panggilan kepada
pengelola bangunan.
e) Kenali bagian bangunan yang memiliki struktur kuat, seperti pada sudut
bangunan
f) Apabila Anda berada di dalam bangunan yang memiliki petugas
keamanan, ikuti instruksi evakuasi.
3) Pasca bencana
a) Tetap waspada terhadap gempa bumi susulan
b) Ketika berada di dalam bangunan, evakuasi diri Anda setelah gempa bumi
berhenti. Perhatikan reruntuhan maupun benda-benda yang membahayakan
pada saat evakuasi.
c) Jika berada di dalam rumah, tetap berada di bawah meja yang kuat
d) Periksa keberadaan api dan potensi terjadinya bencana kebakaran
e) Berdirilah di tempat terbuka jauh dari gedung dan instalasi listrik dan air.
Apabila di luar bangunan dengan tebing di sekeliling, hindari daerah yang
rawan longsor.
f) Jika di dalam mobil, berhentilah tetapi tetap berada di dalam mobil.
Hindari berhenti di bawah atau di atas jembatan atau rambu-rambu lalu
lintas.

 Kesiapsiagaan tsunami
Tsunami terdiri dari rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan
kecepatan mencapai lebih dari 900 km/jam atau lebih di tengah laut. Jenis
bencana ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain gempa bumi yang terjadi
di dasar laut, runtuhan di dasar laut, atau karena letusan gunungapi di laut. Saat
mencapai pantai yang dangkal, teluk, atau muara sungai, kecepatan gelombang
tsunami akan menurun, namun ketinggian gelombang akan meningkat puluhan
meter dan bersifat merusak.
Institusi yang berwenang untuk memberikan peringatan bencana tsunami
adalah BMKG. Seperti gempa bumi, belum ada ahli dan institusi yang mampu
memprediksi dengan tepat kapan tsunami akan terjadi. Anda dapat mengenali
suatu wilayah yang berpotensi terdampak tsunami dengan rambu peringatan
bahaya tsunami.
1) Pra bencana
a) Ketahui tanda-tanda sebelum tsunami terjadi, terutama setelah gempa
bumi (intensitas gempa bumi lama dan terasa kuat, air laut surut, bunyi
gemuruh dari tengah lautan, banyak ikan menggelepar di pantai yang
airnya surut, dan tanda-tanda alam lain).
b) Memantau informasi dari berbagai media resmi mengenai potensi tsunami
setelah gempa bumi terjadi.
c) Cepat berlari ke tempat yang tinggi dan berdiam diri di sana untuk
sementara waktu setelah satu gempa bumi besar mengguncang
d) Segera menjauhi pantai dan tidak perlu melihat datangnya tsunami atau
menangkap ikan yang terdampar di pantai karena air surut.
e) Mengetahui tingkat kerawanan tempat tinggal akan bahaya tsunami dan
jalur evakuasi tercepat ke dataran yang lebih tinggi.
2) Saat bencana
a) Setelah gempa bumi berdampak pada rumah Anda, jangan berupaya untuk
merapikan kondisi rumah. Waspada gempa bumi susulan
b) Jika Anda berada di rumah, usahakan untuk tetap tenang dan segera
membimbing keluarga untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih
tinggi dan aman.
c) Tidak semua gempa bumi memicu tsunami.Jika mendengar sirine tanda
bahaya atau pengumuman dari pihak berwenang mengenai bahaya
tsunami, Anda perlu segera menyingkir dari daerah pantai.Perhatikan
peringatan dan arahan dari pihak berwenang dalam proses evakuasi
d) Jika telah sampai di daerah tinggi, bertahanlah disana karena gelombang
tsunami yang kedua dan ketiga biasanya lebih besar dari gelombang
pertama serta dengarkan informasi dari pihak yang berwenang melalui
radio atau alat komunikasi lainnya.
e) Tsunami tidak datang sekali, tetapi bisa sampai lima kali. Oleh karena itu,
sebelum ada pengumuman dari pihak berwenang bahwa kondisi telah
aman, janganlah meninggalkan tempat evakuasi karena seringkali
gelombang yang datang kemudian justru lebih tinggi dan berbahaya.
f) Bagi Anda yang melakukan evakuasi menggunakan kendaraan dan terjadi
kemacetan, segera kunci dan tinggalkan kendaraan serta melanjutkan
evakuasi dengan berjalan kaki.
3) Pasca bencana
a) Tetap utamakan keselamatan dan bukan barang-barang Anda.Waspada
dengan instalasi listrik dan pipa gas
b) Anda dapat kembali ke rumah setelah keadaan dinyatakan aman dari
pihak berwenang.
c) Jauhi area yang tergenang dan rusak sampai ada informasi aman dari
pihak berwenang
d) Hindari air yang menggenang karena kemungkinan kontaminasi zat-zat
berbahaya dan ancaman tersengat aliran listrik.
e) Hindari air yang bergerak karena arusnya dapat membahayakan Anda
f) Hindari area bekas genangan untuk menghindari terperosok atau terjebak
dalam kubang
g) Jauhi reruntuhan di dalam genangan air karena sangat berpengaruh
terhadap keamanan perahu penyelamat dan orang-orang di sekitar.
c. Response (Tanggap Darurat) Gempa dan Tsunami Palu
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
 Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya; untuk mengidentifikasi:  cakupan lokasi bencana; jumlah korban;
kerusakan prasarana dan sarana; gangguan terhadap fungsi pelayanan umum
serta pemerintahan; dan kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
 Penentuan status keadaan darurat bencana;
 Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana melalui upaya: 
pencarian dan penyelamatan korban; pertolongan darurat; dan/atau evakuasi
korban.
 pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi :  kebutuhan air bersih dan sanitasi;
pangan; sandang; pelayanan kesehatan; pelayanan psikososial; dan 
penampungan dan tempat hunian.
 Perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu dengan memberikan prioritas
kepada kelompok rentan (bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang sedang
mengandung atau menyusui; penyandang cacat; dan orang lanjut usia)
berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan
psikososial.
 pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital, dilakukan dengan
memperbaiki dan/atau mengganti kerusakan akibat bencana
Untuk bencana alam gempa bumi, BNPB menyebut Gubernur Sulawesi
Tengah Longki Djanggola menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari.
Masa tanggap darurat ditetapkan sejak 28 September 2018 sampai 11 Oktober
2018. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap tanggap darurat yaitu :
1) Sanitasi dan Air Bersih
 15 unit HU kap. 2.000 lt (7 unit sudah di lokasi: 1 HU di Bandara Palu, 2
HU di Posko Induk BWS, 2 HU di lapangan walikota, dan 2 HU di Mesjid
Agung);
 15 unit WC knock down;
 10 Tenda Hunian Darurat;
 3 unit Mobil Tangki Air (MTA), sedang melakukan pengambilan air
intake PDAM.
2) Jalan dan jembatan
 Sedang dilakukan penyambungan jalan pada jalur Palu-Donggala dan
Palu-Parigi yang terputus;
 Perbaikan 2 jembatan rusak di Towalen dan Toyobo;
 Pembersihan longsoran dibeberapa titik seperti di kawasan Kebon Kopi
yang menghubungkan Parigi – Poso dan Palu – Gorontalo
3) Alat berat
 Mobilisasi 16 excavator (14 unit untuk evakuasi korban di Petoba dan
Balaroa, 2 unit untuk pembersihan puing-puing kota);
 3 dump truck;
 1 crane;
 4 unit mobil double cabin (membawa sembako).
4) Mobilisasi personil
Telah diberangkatkan 5 orang tim medis dari Universitas Hasanuddin.

Selain itu, dalam tahap tanggap darurat Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakya (PUPR) telah melakukan perbaikan infrastruktur yang rusak
antara lain :
1) Membuka akses jalan dan menyediakan air bersih untuk masyarakat.
2) Membuat hunian sementara (huntara).
Titik-titik lokasi huntara ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dengan
Pemerintah Kota Palu dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Rencana
tapak ini berisi rancangan permukiman warga yang dilengkapi dengan
fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos). Rancangan tersebut
merupakan tindak lanjut dari pembuatan rencana induk. Fasum dan fasos
yang disediakan seperti gedung sekolah SD, SMP, dan SMA.
3) Posyandu dan puskesmas
4) Tempat peribadatan, pertokoan, dan pasar lingkungan. Selanjutnya akan
dibangun ruang terbuka hijau, jalan, dan permukiman.
5) Untuk total rumah yang akan dibangun diperkirakan mencapai 14 ribu unit
dan total luas kawasan relokasi ini diperkirakan 82.192 ha atau mencapai
821.920 m2.

d. Recovery (Pemulihan/Rehabilitasi dan Rekonstruksi) Gempa dan Tsunami


Palu
Setelah melewati masa tanggap darurat, penanggulangan pasca gempa bumi
Palu selanjutnya berada dalam fase rehabilitasi dan rekonstruksi. Pada masa
rehabilitasi dan rekonstruksi ini, sesuai instruksi presiden maka pembangunan
prasarana umum dan sosial, dan permukiman masyarakat yang didanai oleh dana
siap pakai dan atau dana APBN dari Kementerian/Lembaga terkait. Instruksi
Presiden Nomor 10 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Sulawesi Tengah menargetkan masa pemulihan hingga 31 Desember 2020.
Pembangunan kembali haruslah mempertimbangkan aspek kebencanaan, untuk
membangun kembali lebih baik (build back better).
Terdapat tiga jenis perencanaan pemulihan, yaitu jangka pendek, menengah
dan panjang. Jangka pendek yang direncanakan dalam perencanaan pemulihan
pasca bencana di Kota Palu dan sekitarnya ini berlangsung dari H+1 dari waktu
bencana sampai batas waktu 2 minggu. Selanjutnya jangka menengah dimulai
pada minggu ketiga hingga bulan ke 3 pasca terjadi bencana. Kemudian
dilanjutkan pemulihan jangka panjang mulai dari bulan ke 3 hingga satu tahun
terjadinya bencana.
Setelah proses tanggap darurat selesai, sektor yang terlebih dulu dilakukan
proses pemulihan pertama kali adalah sektor permukiman, misalnya dengan
membangun tenda pengungsian dalam jangka pendek, membangun rumah
sementara (temporary shelter) dalam jangka menengah dan merencanakan rumah
permanen dalam jangka panjang. Sektor berikutnya yang perlu dibangun adalah
sosial. Dalam hal ini penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan dan peribadatan
yang dilakukan dalam jangka pendek dan jangka menengah.

4. Situasi Eksisting
Sistem transportasi darat memiliki jaringan jalan yang dilintasi oleh jaringan jalan
nasional, regional, dan lokal. Selain jaringa jalan tersebut, di setiap lingkungan
perumahan telah dibangun jalan-jalan lingkungan berupa jalan setapak yang
menghubungkan daerah/lingkungan permukiman ke jalan raya yang tersedia. Jaringan
jalan lokal menjangkau semua lingkungan di kota Palu. Tingkat aksesibilitas jaringan
jalan tersebut relatif cukup baik dengan kondisi jaringan jalan secara keseluruhan relatif
cukup baik.
Jaringan jalan dapat dipergunakan untuk menghubungkan wilayah kota Sibolga
dengan daerah lain dalam skala regional dan Nasional. Jaringan jalan yang menempatkan
Kota Palu sebagai simpul dalam skala regional meliputi :
a) Sebagai jalan arteri sekunder meliputi ruas jalan lingkar Pantai Teluk Palu meliputi
ruas jalan lingkar luar SegmenPalupi-Pengavu-Silae-Watusampu
b) Jalan arteri sekunder yaitu ruas jalan lingkar luar Kota Palu segmen Petobo-
Mamboro-Tawaeli,
c) Ruas jalan lingkar Pantai Teluk Palu segmenTalise-Tondo; dan
d) Jalan bebas hambatan Palu-Pantoloan-Toboli.

Beberapa skenario yang mungkin diterapkan dalam pengembangan jaringan jalan


pada kota yang rawan bencana gempa dan tsunami berdasarkan analisis yang sudah
dibahas di atas sebagai berikut:
a) Pelebaran ruas jalan dan radius persimpangan di daerah perkotaan yang memiliki
kepadatan tinggi
b) Pengembangan jalan koridor dari pusat kota dan pusat permukiman sebagai jalur
alternatif
c) Peningkatan/pelebaran jalan lingkungan di kawasan permukiman pesisir pantai
dan jalan-jalan di pegunungan
d) Pelebaran jalan trotoar untuk pejalan kaki
e) Kombinasi (Pengembangan jaringan jalan sangat tergantung pada kondisi fisik
kota, tata guna lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat perkotaan sehingga
untuk memilih skenario terbaik harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut)

5. Rekomendasi Program dan Kebijakan


Berdasarkan dua bencana besar terakhir (gempa bumi dan tsunami 2018)
menunjukkan bahwa Indonesia, khususnya Kota Palu harus menyongsong babak baru
dalam tata kelola risiko bencana. Hal tersebut harus fokus pada upaya untuk memastikan
bahwa PRB (Pengurangan Risiko Bencana) tertanam dalam perencanaan pembangunan,
terutama di tingkat lokal. Kota dan kabupaten di Indonesia harus memiliki perencanaan
tata ruang yang sensitif terhadap bencana atau bahkan mempromosikan budaya
keselamatan dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa rekomendasi program dan kebijakan untuk mengatasi bencana, khususnya
di Kota Palu adalah :
a. Memperkuat dan memantau pengurangan risiko bencana ke berbagai sektor
pembangunan (misalnya perumahan dan pendidikan) sehingga setiap sektor dapat
secara langsung berkontribusi untuk mengurangi risiko dan mengalokasikan
anggaran untuk PRB (Pengurangan Risiko Bencana). PRB mencakup berbagai
kegiatan dan membutuhkan peran multisektor dan institusi yang berbeda. Namun,
berdasarkan peraturan saat ini, PRB masih dilihat sebagai masalah sektoral di
Indonesia, seperti kesehatan dan pendidikan.
b. Meningkatkan jangkauan kegiatan yang terkait dengan peningkatan kesadaran,
kapasitas, dan kolaborasi di antara para pemangku kepentingan lokal. PRB
(Pengurangan Risiko Bencana) adalah tindakan lokal, tapi pemerintah daerah dan
masyarakat lokal sering memiliki kesadaran dan kapasitas yang rendah dalam
merencanakan dan menerapkan strategi PRB.
c. Mencari sumber dan skema pembiayaan alternatif, seperti melalui asuransi, atau
dana perwalian internasional untuk memastikan kemampuan pembiayaan untuk
menangani dampak bencana. Karena biaya bencana sangat besar, asuransi akan
sangat berguna untuk transfer risiko dan kapasitas untuk membangun kembali dan
merekonstruksi setelah bencana. Kolaborasi dengan mitra internasional juga akan
mempercepat proses dan mengatasi lambatnya birokrasi.
d. Mengembangkan pusat atau platform pertukaran pengetahuan bagi pemerintah
daerah untuk berbagi opsi inovatif agar meningkatkan kapasitas dan kesadaran,
terutama pertukaran praktik terbaik dalam mitigasi bencana. Pelajaran dari Aceh,
Padang, dan Yogyakarta akan berguna untuk Palu, serta tempat-tempat lain yang
rawan bencana.
e. Pendidikan mitigasi bencana
Pendidikan bencana di Indonesia merupakan salah satu dari prioritas arahan
presiden untuk penanggulangan bencana di tahun 2019. Terdapat tiga aspek/pilar
yang menjadi target dari program penguatan Pendidikan kebencanaan di sekolah,
yaitu: fasilitas pembelajaran yang aman bencana, manajemen bencana di sekolah,
dan pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana di sekolah. Tiga pilar
ini menjadi pendekatan dalam program pendidikan kebencanaan di Indonesia.
f. Pemerintah mengadopsi berbagai kebijakan pengurangan risiko bencana, termasuk
kebijakan untuk pembangunan gedung dan rumah tahan gempa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peristiwa gempa bumi berkekuatan 7,4 SR diikuti dengan tsunami yang melanda
pantai barat Pulau Sulawesi, Indonesia, bagian utara pada tanggal 28 September
2018, pukul 18.02 WITA. Pusat gempa berada di 26 km utara Donggala dan 80 km
barat laut kota Palu dengan kedalaman 10 km. Gempa bumi ini dinyatakan berpotensi
tsunami oleh BMKG sehingga dikeuarkan peringatan dini tsunami untuk wilayah
pesisir pantai Kabupaten Donggala, Kota Palu dan sebagian pesisir pantai Kabupaten
Mamuju. Tsunami diprediksi memiliki ketinggian 0,5-3 meter dengan waktu tiba di
Kota Palu pukul 18.22 WITA. Pukul 18.27 WITA terjadi kenaikan air muka laut 6
cm di pesisir Kabupaten Mamuju. Pukul 18.37 WIT, BMKG mengakhiri peringatan
dini tsunami akibat gempa ini.
2. Bencana alam gempa bumi dan tsunami menyebabkan banyak korban jiwa dan
berbagai kerusakan material. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penagnggulangan
Bencana (BNPB) pada 5 Oktober 2018 pukul 17:00 WIB, gempa ini telah
menyebabkan 1.649 korban jiwa, dimana sebagian besar korban berada di kota Palu,
Donggala, Sigi, Parigi Mountaong, dan Pasangkayu, Sulawesi Barat. Selain itu,
korban dengan luka berat tercatat sebnayak 2q.549 orang, 265 orang hilang, 152
orang diperkirakan masih terkubur dan belum dievakuasi serta 62.359 orang
pengungsi. Tercatat pula sebanyak 66.926 rumah diperkirakan rusak.
3. Siklus manajemen bencana terdapat empat tahapan yaitu peringatan (prevention),
perencanaan dan persiapan (planning and preparedness), tanggapan (response) dan
pemulihan (recovery). Peristiwa bencana memiliki karakteristik yang berbeda, namun
pada hakekatnya mempunyai konsep siklus bantuan bencana yang sama dalam
manajemen bencana. Siklus manajemen bencana menggambarkan proses pengelolaan
bencana yang pada intinya merupakan tindakan pra bencana , menjelang bencana,
saat bencana dan pasca bencana.
Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur
atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau
nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil. Banyaknya korban jiwa pada bencana gempa bumi dan
tsunami Kota Palu kali ini memperlihatkan bahwa ketidaksiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana, serta peranan pemerintah yang kurang maksimal dalam
melaksanakan sosialisasi tentang mitigasi bencana kepada warganya. Mitigasi harus
memperhatikan semua tindakan yang diambil untuk mengurangi pengaruh dari
bencana dan kondisi yang peka dalam rangka untuk mengurangi bencana yang lebih
besar dikemudian hari.
Bencana sering terjadi tanpa peringatan sehingga membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan untuk menghadapinya. Salah satu kebutuhan yang diperlukan untuk
menghadapi bencana adalah kesiapsiagaan tentang tanda-tanda dari bencana gempa
bumi dan tsunami.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Tanggap darurat untuk bencana gempa bumi dan tsunami Kota Palu 2018 meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana.
Pada masa pemulihan, sesuai instruksi presiden maka pembangunan prasarana umum
dan sosial, dan permukiman masyarakat yang didanai oleh dana siap pakai dan atau
dana APBN dari Kementerian/Lembaga terkait. Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun
2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sulawesi Tengah
menargetkan masa pemulihan hingga 31 Desember 2020. Pembangunan kembali
haruslah mempertimbangkan aspek kebencanaan, untuk membangun kembali lebih
baik (build back better). Terdapat tiga jenis perencanaan pemulihan, yaitu jangka
pendek, menengah dan panjang.
4. Situasi eksisting jaringan jalan di Kota Palu belum mengakomodir upaya mitigasi
bencana sehingga dibutuhkan pengembangan sesuai scenario kombinasi dengan
melakukan intervensi pengembangan pad setia simpul jalan untuk evakuasi ketika
terjadi bencana.
5. Rekomendasi program dan kebijakan untuk menanggulangi bencana di Kota Palu
harus fokus pada upaya untuk memastikan bahwa PRB (Pengurangan Risiko
Bencana) tertanam dalam perencanaan pembangunan. Rekomendasi programnya
antara lain Memperkuat dan memantau pengurangan risiko bencana ke berbagai
sektor pembangunan, mencari sumber dan skema pembiayaan alternatif, pendidikan
mitigasi bencana, dan kebijakan untuk pembangunan gedung dan rumah tahan
gempa.

B. Saran
Berikut dibawah ini terdapat beberapa saran yang bertujuan untuk pengembangan
mitigasi bencana Kota Palu selanjutnya:
1. Menambah beberapa unit sirine peringatan dini bencana tsunami
2. Melakukan sosialisasi atau penyuluhan mengenai ancaman tsunami,serta cara
menghadapi tsunami kepada masyarakat
3. Membangun shelter yang terpilih sebagai bangunan evakuasi beradadi wilayah yang
tidak beresiko tsunami.
4. Mengutamakan pengintegrasian tindakan mitigasi bencana tsunami diKota Palu ke
dalam bentuk dokumen tata ruang seperti DokumenPeraturan Daerah (Perda) RTRW
Kota Palu, RDTRK, izin lokasi, danIzin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan
karakteristik potensibencana tsunami di Kota Palu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aris Pratomo, Rahmat, & Rudiarto, Iwan. (2013). Permodelan Tsunami dan
Implikasinya Terhadap Mitigasi Bencana di Kota Palu. Biro Penerbit Planologi Undip
Vol. 9(2):174-18.
2. BPIW Kementrian PUPR. 2018. Menata Kembali Permukiman Penduduk di Sulawesi
Tengah dengan Rencana Terpadu. Jakarta : Buletin Sinergi.
3. Kronologi Gempa Donggala dan Tsunami Palu
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180929122511-20-334221/kronologi-gempa-
donggala-dan-tsunami-palu
4. Ramadhani, S. (2011). Kondisi Seismisitas dan Dampaknya untuk Kota Palu. Journal
Teknik Sipil Dan Infrastruktur, 1(2).
5. Sukino, W. G., Samad, M. A., Mangngasing, N., & Rivai, A. Manajemen Mitigasi
Bencana Kota Palu. Journal of Public Administration and Government, 1(2), 1-6.
ARTIKEL

Anda mungkin juga menyukai