14543-Article Text-35238-40456-10-20210428
14543-Article Text-35238-40456-10-20210428
14543-Article Text-35238-40456-10-20210428
35-42
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/kumparan_fisika
e-ISSN: 2655-1403 p-ISSN: 2685-1806
Diterima 24 Februari 2021 Direvisi 31 Maret 2021 Disetujui 20 April 2021 Dipublikasikan 30 April 2021
https://doi.org/10.33369/jkf.4.1.35-42
ABSTRAK
Dilakukan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan penerapan model Project Based Learning
(PjBL) di Program Studi Pendidikan IPA FKIP Universitas Bengkulu Tahun 2020 pada mata kuliah IPA-3. Penelitian
ini secara umum bertujuan meningkatkan literasi sains mahasiswa calon guru IPA. Sedangkan tujuan khusus adalah
untuk (1) menghasilkan perangkat pembelajaran dengan Project Based Learning (PjBL) berupa rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan peserta didik (LKPD) yang dilengkapi instrumen tes literasi sains (2)
mendeskripsikan peningkatan literasi sains mahasiswa dengan Pembelajaran Berbasis Proyek (3) mendeskripsikan
peningkatan aktivitas belajar mahasiswa dengan Pembelajaran Berbasis Proyek. Penelitian ini merupakan penelitian
Classroom Action Research (penelitian tindakan kelas/PTK) dengan 4 siklus yaitu perencanaan (planning), Tindakan
(Acting), observasi (observation), dan refleksi (reflection). Pada tahap perencanaan (planning), dilakukan beberapa
kegiatan sebagai perancangan produk awal, yaitu: (1) pengembangan perangkat pembelajaran yaitu (a) RPP (b) bahan
ajar (c) LKPD (d) Instrumen tes Literasi Sains. (2) Validasi ahli (content validity) perangkat pembelajaran. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran valid. (a) aktivitas mahasiswa menunjukkan peningkatan yakni
dari 3,62 pada siklus I menjadi 3,74 pada siklus II. (b) Literasi sains mahasiswa menunjukkan bahwa rata-rata
persentase kemampuan literasi sains mahasiswa baik pada 3 aspek literasi sains yaitu aspek konten (53,80%), aspek
proses (44,038%) dan aspek konteks (35,088%).
ABSTRACT
Classroom Action Research was carried out by applying the Project Based Learning (PjBL) model in the Science
Education Study Program FKIP Bengkulu University in 2020 in the IPA-3 course. This research generally aimed to
improve the science literacy of science teacher student candidates. While the specific objectives were (1) to produce
learning tools with Project Based Learning (PjBL) in the form of a learning implementation plan (RPP) and student
activity sheets (LKPD) equipped with scientific literacy test instruments (2) to describe the increase in student scientific
literacy with Project Based Learning (PjBL). (3) describes an increase in student learning activities with Project Based
Learning (PjBL). This research was a Classroom Action Research (classroom action research / CAR) with 4 cycles,
namely planning (planning), action (acting), observation (observation), and reflection (reflection). At the planning stage,
several activities were carried out as the initial product design, namely: (1) developing learning tools, namely (a) RPP
(b) teaching materials (c) LKPD (d) Scientific Literacy test instruments. (2) Expert validation (content validity) of
learning tools. The results showed that the learning device was valid. Student activity showed an increase, from 3.62 in
the first cycle to 3.74 in the second cycle. Student science literacy showed that the average percentage of students'
scientific literacy skills was good in 3 aspects of scientific literacy, namely the content aspect (53.80%), the process
aspect (44.038%) and the context aspect (35.088%).
I. PENDAHULUAN
Menurut National Research Council (1996) rendahnya kontribusi pembelajaran sains terhadap
keberhasilan peserta didik/mahasiswa disebabkan karena terlepasnya pembelajaran sains dari
© 2021 Jurnal Kumparan Fisika 35
Jurnal Kumparan Fisika, Vol. 4 No. 1, April 2021, Hal. 35-42 36
konteks sosial, hanya menitikberatkan pada penguasaan materi, dan penggunaan asesmen yang tidak
tepat sehingga mahasiswa hanya menguasai pengetahuan. Dalam pembelajaran seharusnya
mahasiswa mengetahui relevansi pembelajaran sains terhadap kehidupan sehari-hari dan kehidupan
bermasyarakat. Hoolbrook menyatakan pembelajaran sains sebaiknya diarahkan pada pemahaman
betapa pentingnya sains bila dikaitkan dengan masyarakat di masa lalu, kini atau masa datang (1).
Ada banyak pembekalan yang bisa diberikan kepada mahasiswa untuk mengimbangi
perkembangan teknologi, salah satunya literasi sains. Literasi sains merupakan aspek penting yang
bisa dijadikan bekal bagi mahasiswa untuk menghadapi perkembangan teknologi yang semakin
canggih, terutama dalam hal mengakses informasi. Bond mengemukakan bahwa peserta didik yang
memiliki pengetahuan untuk memahami fakta ilmiah serta hubungan antara sains, teknologi dan
masyarakat, dan mampu menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah-masalah dalam
kehidupan nyata disebut dengan masyarakat berliterasi sains. Literasi sains merupakan salah satu
keterampilan yang diperlukan di abad 21 diantara 16 keterampilan yang diidentifikasi oleh World
Economic Forum. Menurut DeBoer, mengingat pentingnya literasi sains maka mendidik masyarakat
agar memiliki literasi sains merupakan tujuan utama dalam setiap reformasi pendidikan sains (2).
Berdasarkan Kerangka Asesmen Literasi Sains PISA 2015 terdapat beberapa aspek dalam
penilaian PISA 2015, yaitu (a) Pengetahuan ilmiah atau konten (b) Proses; (c) Konteks (3). Literasi
sains bersifat multi dimensional dalam pengukurannya, yaitu meliputi konten sains, proses sains dan
konteks sains. Konten sains merujuk pada konsep kunci sains yang diperlukan untuk memahami
fenomena alam dan perubahannya yang terjadi akibat kegiatan manusia. Proses sains mengkaji
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah. Dalam penilaian literasi
sains tiga aspek proses sains yang ditetapkan mengacu pada PISA (Program for International
Student Assessment) yaitu mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena secara
ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah. Konteks literasi sains mencakup bidang-bidang aplikasi
sains dalam kehidupan personal, sosial, dan global yang meliputi kesehatan, sumber daya alam,
mutu lingkungan, bahaya, dan pekembangan mutakhir sains dan teknologi (4).
Literasi sains penting bagi mahasiswa untuk memahami lingkungan, kesehatan, ekonomi,
sosial modern, dan teknologi. Kemajuan teknologi memiliki dampak pada perilaku dan kebiasaan
seseorang, terutama dalam cara mengakses dan mendapatkan informasi. Kemudahan mengakses
informasi di era teknologi yang semakin canggih harus diimbangi dengan pembekalan berupa
pengetahuan, sikap dan keterampilan generasi industri 4.0.
Literasi sains dapat diartikan sebagai melek sains, baik melek sains dalam hal konsep maupun
melek sains dalam aplikasinya. Pengertian yang lebih luas dan mendalam, literasi sains terdiri dari
empat domain yaitu domains konteks, kompetensi sains, pengetahuan sains, dan sikap terhadap
sains. Empat domain literasi sains inilah yang harus dimiliki mahasiswa generasi zaman industri
4.0 sebagai bekal dalam menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat. Dengan
menguasai domain konteks ini mahasiswa diharapkan bisa mengetahui, memilih dan memilah jenis
informasi yang disesuaikan dengan lingkup dan bidangnya. Selain itu mahasiswa dapat mengkaji
informasi mengenai isu-isu konstekstual dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk
mengatasi permasalahan pribadi dan masyarakat umum. Mahasiswa perlu memiliki kompetensi-
kompetensi tersebut supaya informasi yang diakses dan diperoleh dapat dikaji dan di uji
kebenarannya secara ilmiah sehingga tidak akan ada informasi yang bersifat hoax dan tidak benar.
Selain itu, kompetensi-kompetensi tersebut juga akan membantu mahasiswa membaca dan
memahami data dalam berbagai bentuk sehingga mampu menarik kesimpulan valid dari data yang
tersebar pada berbagai sumber (5).
Keterampilan literasi sains sejalan dengan pendidikan pada era revolusi industri 4.0 diarahkan
untuk pengembangan kompetensi abad ke-21, yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu
kompetensi berpikir, bertindak, dan hidup di dunia. Komponen berpikir meliputi berpikir
kritis,berpikir kreatif, dan kemampuan pemecahan masalah. Komponen bertindak meliputi
komunikasi, kolaborasi, literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. Komponen hidup di
masyarakat meliputi inisiatif, mengarahkan diri (self-direction), pemahaman global, serta tanggung
jawab sosial (6).
Penerapan Model Project Based Learning untuk Meningkatkan Literasi Sains Mahasiswa Pendidikan IPA
Indra Sakti, Nirwana, Eko Swistoro
Penerapan Model Project Based Learning untuk Meningkatkan Literasi Sains Mahasiswa Pendidikan IPA
Indra Sakti, Nirwana, Eko Swistoro
Keterampilan literasi sains bukanlah keterampilan yang dibawa oleh seseorang sejak lahir,
sehingga keterampilan ini dapat dilatihkan dan dikembangkan melalui proses pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran, dosen berperan sebagai mediator dan fasilitator. Sehingga dalam
pelaksanaannya, dosen dapat mendesain dan menerapkan model pembelajaran untuk meningkatkan
keterampilan literasi sains mahasiswa.
Mata kuliah IPA-3 adalah salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa S1 Pendidikan IPA.
Mata kuliah ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa pada materi IPA SMP kelas
IX dan mampu menerapkannya dalam pembelajaran IPA kelas IX. Capaian pembelajaran mata
kuliah IPA 3 adalah: (1) mampu mengeksplorasi hakekat sains pada buku IPA kelas IX, (2) mampu
menganalisis materi dari buku IPA kelas IX (3) mampu mengidentifikasi dan menganalisis PjBL
pada buku IPA kelas IX. (4) Mampu mengaplikasikan pembelajaran PjBL dalam tataran yang
konkrit.
Hasil observasi yang dilakukan pada mahasiswa semester V tahun ajaran 2020/2021 ketika
belajar pada mata kuliah IPA-3 diketahui bahwa: (1) Proses perkuliahan yang dilakukan oleh dosen
menerapkan metode tugas kelompok, presentasi dan diskusi. Pembelajaran dimulai dari kelompok
penyaji presentasi, kemudian didiskusikan secara klasikal oleh mahasiswa, dengan kata lain dosen
berfungsi sebagai fasilitator. Dosen sudah memvariasikan model pembelajaran, namun belum
terlihat pembelajaran yang aktif. (2) Aktivitas belajar mahasiswa kurang aktif dalam pembelajaran.
(3) Kegiatan pembelajaran berlangsung tidak begitu menarik karena penekanan pembelajaran selalu
pada penguasaan konsep bukan pada proses. (4) Kemampuan komunikasi mahasiswa baik lisan
maupun tulisan masih sangat terbatas. (5) mahasiswa belum mampu mendefinisikan konsep; (6)
literasi sains mahasiswa masih rendah.
Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA dihadapkan kepada dua tuntutan sekaligus yakni
sebagai individu anggota masyarakat di era industri 4.0 dengan literasi baru dan calon guru IPA.
Mengacu pada era industri 4.0 dengan literasi baru, yang ditandai perkembangan pendidikan dan
kemajuan teknologi dan informasi yang sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
penerapan teknologi canggih berupa aplikasi yang menyediakan kebutuhan untuk mempermudah
kelangsungan hidup manusia. Di era industri 4.0 dengan literasi baru ini pendidikan menjadi
semakin penting untuk menjamin mahasiswa memiliki keterampilan dan berinovasi, keterampilan
menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, dan bertahan dengan
menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills) (2).
Guru-guru IPA juga pada umumnya memiliki tanggung jawab dalam menghadapi
permasalahan dengan hasil uji program PISA, dimana hasil literasi sains siswa-siswa sangat rendah
dan jauh dibawah rata-rata pencapaian siswa-siswa negara lain. Skor literasi sains siswa bangsa
Indonesia yang telah mengikuti program PISA sejak tahun 2000 hingga 2018 tidak mengalami
kemajuan. Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) untuk Indonesia tahun
2018 adalah rerata skor PISA negara anggota OECD untuk sains 489 dan rerata skor kemampuan
sains siswa bangsa Indonesia kembali mengalami penurunan di angka 396. Maka sebagai
mahasiswa calon guru IPA seharusnya menerima tantangan ini dengan mempersiapkan diri lebih
baik. Salah satu cara mempersiapkan mahasiswa terkait literasi sains adalah meningkatkan literasi
sains mahasiswa itu sendiri melalui pembelajaran dengan project based learning.
Pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah model pembelajaran yang
melibatkan peserta didik dalam suatu kegiatan (proyek) yang menghasilkan suatu produk.
Tahapan/langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut (a) Penentuan pertanyaan mendasar (Start
with the essential question); (b) Mendesain perencanaan proyek yang akan dilakukan (Design a
plan for the project); (c) Menyusun jadwal yang akan dilakukan (Create a schedule), guru dan
peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek antara lain
: (1) membuat timeline menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3)
peserta didik jika akan merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik melaksanakan
proyek yang akan dilakukan dan (5) peserta didik untuk membuat penjelasan pemilihan proyek yang
akan dilakukan; (d) Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek yang akan dilakukan (Monitor
the students and the progress of the project); (e) Menguji hasil (Assess the outcome); (f)
Jurnal Kumparan Fisika, Vol. 4 No. 1, April 2021, Hal. 35-42 37
Jurnal Kumparan Fisika, Vol. 4 No. 1, April 2021, Hal. 35-42 38
Aktivitas pembelajaran meningkat dari penilaian 3,88 berkategori sangat baik pada siklus I
menjadi 4 dengan kategori sangat baik pada siklus II. Dengan demikian aktivitas dosen sudah dapat
mendukung untuk meningkatkan aktivitas dan literasi sains mahasiswa.
3.2 Data Aktivitas Mahasiwa
Penilaian terhadap aktivitas belajar mahasiswa diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 2. Data Aktivitas Belajar Mahasiswa
Langkah PBL Siklus I Siklus II
A. Pendahuluaan
B. Kegiatan Inti:
1. Pertanyaan mendasar (Start with the essential question) 3,27 3,38
2. Mendesain perencanaan proyek yang akan dilakukan 3,73 3,81
(Design a plan for the project);
3. Menyusun jadwal yang akan dilakukan (Create a 3,85 4,00
schedule),
4. Memonitor mahasiswa dan kemajuan proyek yang 4,00 4,00
dilakukan (Monitor the students and the progress of the
project);
5. Menguji hasil (Assess the outcome); 3,58 3,77
6. Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the experience). 3,23 3,50
C. Penutup
Jumlah 21,65 22,46
Rata-rata 3,62 3,74
Kategori B SB
Berikut adalah gambaran kenaikan rata-rata aktivitas belajar mahasiswa pada setiap siklus
yang ditunjukkan pada grafik dibawah ini.
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4 Fase 5 Fase 6
siklus 1 siklus 2
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Siklus I Siklus II
penggunaanya berjangka panjang; (c) Sesuai untuk tingkat perkembangan peserta didik/mahasiswa.
Berdasarkan kriteria konten tersebut, maka dalam konten sains dipilih pengetahuan yang diperlukan
untuk memahami dan memaknai pengalaman dalam konteks personal, sosial, dan global meliputi
bidang-bidang Listrik Statis dan Listrik Dinamis dengan merujuk pada kriteria tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan kemampuan literasi sains mahasiswa dalam aspek konten sains
dalam kategori baik. Meskipun penguasaan konsep mahasiswa tentang pembelajaran Listrik Statis
dan Listrik Dinamis telah tergolong baik, sejalan dengan pembelajaran IPA yang menekankan pada
pengusaan aspek konten, namun kenyataanya penguasaan konsep mahasiswa tentang IPA masih
miskonsepsi untuk beberapa konsep. Adanya tuntutan terselesaikannya materi bahan ajar oleh dosen
sesuai target kurikulum memaksa mahasiswa harus menerima konsep-konsep IPA yang mungkin
belum sepenuhnya dipahami. Hal ini menjadikan beberapa konsep-konsep IPA dipahami secara
miskonsepsi atau hanya sekedar dihafalkan yang pada akhirnya konsep tersebut mudah dilupakan
(12).
2. Aspek proses sains
Hasil penelitian literasi sains mahasiswa berdasarkan tabel 3 mennjukkan rata-rata
kemampuan literasi sains siswa pada aspek proses sebesar 77,79 adalah dalam kategori baik. Proses
sains merujuk pada kemampuan mahasiswa memahami prosedur sains. Dalam hal ini proses
kognitif yang terlibat dalam proses sains antara lain penalaran induktif/deduktif, berpikir kritis,
mengkonstruksi ekplanasi berdasarkan data. Kemampuan memecahkan masalah, mengidentifikasi
dan menginterpretasi serta menerangkan kesimpulan. Termasuk di dalamnya mengenal jenis
pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenai bukti apa yang diperlukan
dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenai kesimpulan sesuai dengan bukti yang tersedia (12).
Kemampuan literasi sains mahasiswa dalam aspek proses sains dalam kategori baik.
Berdasarkan hasil pengamatan di kelas, proses pembelajaran IPA berlangsung tidak sekedar transfer
pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa yang dilakukan secara verbal, tetapi juga menekankan
pada proses, sehingga mahasiswa memahami konsep-konsep IPA yidak hanya sebagai hafalan.
3. Aspek konteks sains
Hasil penelitian literasi sains mahasiswa berdasarkan tabel 3 menunjukkan rata-rata
kemampuan literasi sains siswa pada aspek konteks hanya sebesar 67,88 atau dalam kategori
rendah. Jika dianalisis, pembelajaran IPA khususnya di kelas 5A Program Studi Pendidikan IPA
masih dilakukan secara parsial (terpisah) atau belum terpadu, akibatnya konsep IPA yang diterima
oleh mahasiswa juga terpisah. Kecenderungan dosen untuk memberikan materi masih kurang
mengaitkannya dengan kehidupan nyata menyebabkan mahasiswa kesulitan mengaitkan
pengetahuan yang telah didapatkan dengan situasi kehidupan nyata. Hal ini terlihat dari jawaban-
jawaban mahasiswa yang masih sangat teoritik sesuai dengan konsep materi yang diajarkan di kelas
dan belum mampu mengaplikasikan konsep materi untuk memecahkan masalah-masalah sains yang
dijumpai di dalam soal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa
rendahnya literasi sains siswa tersebut diduga karena belum mengaitkan konsep sains dengan
kehidupan sehari-hari (4).
Berdasarkan data hasil penelitian, saat ini mahasiswa yang menjadi subyek penelitian hanya
memiliki kemampuan mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana. Proses
pembelajaran IPA lebih sering menekankan pada abstract conceptualization dan kurang
mengembangkan active experimentation serta rendahnya budaya membaca. Pembelajaran sains
cenderung menempatkan materi subyek terlebih dahulu kemudian sedikit aplikasinya. Padahal
penerapan prinsip-prinsip sains harus berjalan seimbang sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan masalah atau mengambil keputusan yang berkenaan dengan masalah sehari-hari (12).
peningkatan aktivitas belajar mahasiswa dengan penerapan Pembelajaran Berbasis Project (Project
Based Learning) pada mata kuliah IPA-3 di Program Studi Pendidikan IPA FKIP Universitas
Bengkulu. (3) Ada peningkatan Literasi Sains mahasiswa dengan Pembelajaran Berbasis Proyek
(Project Based Learning) pada mata kuliah IPA-3 di Program Studi Pendidikan IPA FKIP
Universitas Bengkulu.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, ada beberapa saran penerapan
pembelajaran berbasis proyek yaitu : (1) Perlunya dikembangkan perangkat pembelajaran yang
menunjang pelaksanan literasi sains dalam pembelajaran IPA. (2) Perlunya peningkatan dan
pembiasaan budaya membaca/literasi di kalangan mahasiswa calon guru IPA di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Penerapan Model Project Based Learning untuk Meningkatkan Literasi Sains Mahasiswa Pendidikan IPA
Indra Sakti, Nirwana, Eko Swistoro