Juknis 8 Aksi (4 & 5) - BANGDA

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 26

I

SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA,


MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tahun 2021


tentang Percepatan Penurunan Stunting sebagai penguatan dan penajaman Strategi Nasional
Percepatan Penurunan Stunting yang telah diluncurkan sejak tahun 2018. Perpres 72/2021 ini
semakin memperkuat kerangka intervensi dan kelembagaan dalam pelaksanaan percepatan
penurunan stunting baik di tingkat pusat dan daerah untuk mencapai target prevalensi
stunting 14 persen pada tahun 2024 sesuai dengan RPJMN 2020-2024.
Dalam rangka mengawal pelaksanaan program percepatan penurunan stunting,
pemerintah melakukan intervensi melalui pendekatan multisektor yang mengarah pada
peningkatan kualitas intervensi spesifik dan sensitif terutama melalui pemenuhan seluruh
indikator sebagaimana tertuang dalam lampiran Perpres 72/2021 tersebut. Peran multisektor
tersebut dikoordinasikan melalui kelembagaan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS)
dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan dan desa/kelurahan.
Pelaksanaan di tingkat daerah dipimpin langsung oleh wakil kepala daerah agar dapat secara
efektif mengatasi hambatan koordinasi dan intensitas layanan yang dihadapi.
Selain itu, pendekatan percepatan penurunan stunting diarahkan pada aspek
pencegahan dengan memperluas sasaran-sasaran strategis terutama pada sektor hulu melalui
sasaran remaja putri, calon pengantin, pasangan usia subur, hingga sasaran ibu dan bayi
yang memiliki resiko stunting hingga usia 5 (lima) tahun. Untuk memastikan aksesibilitas
layanan bagi seluruh sasaran prioritas tersebut koordinasi lintas sektor diperkuat oleh Tim
Pendamping Keluarga untuk memastikan seluruh intervensi tidak hanya diterima namun
dimanfaatkan oleh sasaran prioritas.
Petunjuk Teknik (Juknis) ini memberi pedoman dan tata laksana teknis tentang
bagaimana pemerintah daerah mengawal intervensi percepatan penurunan stunting secara
tajam, terpadu, dan komprehensif. Diharapkan dengan Juknis ini, pemerintah daerah dapat
memperkuat upaya konvergensi intervensi pada lokasi dan sasaran prioritas.
Kami sangat mengapresiasi upaya Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian
Dalam Negeri yang telah mengkonsolidasikan penyempurnaan Juknis ini sebagai implementasi
Perpres 72/2021. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi masukan dan turut
terlibat langsung dalam menyusun Juknis ini.
Jakarta, Agustus 2022

Plt. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan


Kementerian PPN/Bappenas

Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc


DAFTAR DEFINISI PETUNJUK TEKNIS
8 (DELAPAN) AKSI KONVERGENSI
NO ISTILAH KETERANGAN

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak


akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai
1. Stunting dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang
ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan (sumber : Perpres 72 Tahun 2021)

Layanan untuk mencegah/mengatasi faktor-faktor penyebab Stunting.


Terdiri dari intervensi gizi spesifik dan sensitif. Daftar intervensi gizi
2. Intervensi
selengkapnya dapat dilihat pada Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan
8 (Delapan) Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Di Daerah.

Cakupan pelaksanaan intervensi. Umumnya dikenal dengan istilah


3. Cakupan intervensi
cakupan layanan.

Indikator cakupan pelaksanaan intervensi. Umumnya dinyatakan dalam


persentase. Contoh: cakupan ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah
Indikator cakupan (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan, cakupan rumah tangga
4.
intervensi yang menggunakan air minum layak, cakupan rumah tangga
menggunakan sanitasi yang layak, cakupan orangtua yang mengikuti
kelas parenting.

Indikator outcome/hasil pelaksanaan intervensi. Misalnya: proporsi


Indikator outcome anemia pada ibu hamil, proporsi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
5.
intervensi cakupan ASI eksklusif, tingkat kejadian diare, tingkat kejadian
kecacingan, prevalensi gizi buruk.

Instrumen dalam bentuk kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan


konvergensi/integrasi intervensi gizi dalam penurunan Stunting.
Aksi konvergensi/
6. Terdapat 8 aksi konvergensi/integrasi yang selengkapnya dapat dilihat
integrasi
pada Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan 8 (Delapan) Aksi
Konvergensi Penurunan Stunting Di Daerah.

Rumah Tangga 1000


Kelompok prioritas yang mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan anak
7. Hari Pertama
berusia 0-23 bulan.
Kehidupan (HPK)

Segala hal yang bisa memberikan inspirasi, pengaruh, dorongan,


8. Inspiratif
semangat, kekuatan untuk melakukan atau membuat sesuatu.

9. Target lokasi intervensi Daftar desa/kelurahan lokasi pelaksanaan intervensi.

Kader yang berfungsi untuk membantu desa/kelurahan dalam


memfasilitasi pelaksanaan integrasi penurunan Stunting di tingkat
Kader Pembangunan desa/kelurahan. Kader tersebut berasal dari masyarakat sendiri seperti
10.
Manusia (KPM) kader Posyandu, guru PAUD, dan kader lainnya yang terdapat di
desa/kelurahan. Penjelasan lebih rinci tentang KPM dapat dilihat pada
Pedoman Umum Kader Pembangunan Manusia.

Sebaran Stunting Data prevalensi dan jumlah kasus Stunting yang dirinci dalam wilayah
11. (prevalensi dan jumlah kabupaten/kota, seperti per desa/kelurahan, per kecamatan, atau per
kasus) Stunting wilayah Puskesmas.

IV
NO ISTILAH KETERANGAN

Prosedur variabel independen yang digunakan bersama untuk


memeriksa. apakah suatu produk, layanan, atau sistem memenuhi
12. Verifikasi
persyaratan dan spesifikasi dan memenuhi tujuan atau hasil kerja yang
telah ditetapkan.

Monitoring adalah kegiatan pemantauan untuk memperoleh informasi


secara terus-menerus sehingga hasil sesuai dengan tujuan yang telah
13. Monitoring dan Evaluasi
ditetapkan. Sedangkan evaluasi adalah kegiatan penilaian di akhir
kegiatan untuk melihat pencapaian dari program yang dijalankan.

Pembinaan Usaha, tindakan, dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan


14. Penyelenggaraan tercapainya tujuan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam
Pemerintah Daerah kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengawasan Usaha, tindakan, dan kegiatan yang ditujukan untuk menjamin


15. Penyelenggaraan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan
Pemerintah Daerah efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Variabel-variabel yang dapat menunjukkan ataupun mengindikasikan


16. Indikator kepada penggunanya tentang kondisi tertentu, sehingga dapat
digunakan untuk mengukur perubahan yang terjadi.

Prestasi adalah unjuk kerja yang diperoleh melalui pembelajaran yang


17. Prestasi melibatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap setelah proses
tertentu dalam ber-interaksi dengan pihak-pihak terkait.

Transparansi adalah keterbukaan dan kemudahan informasi


18. Transparansi penyelenggaran pemerintahan memberikan pengaruh untuk
mewujudkan berbagai indikator lainnya.

Akuntabilitas adalah dapat dipertanggungjawabkan sebagai umpan


19. Akuntabilitas balik bagi pimpinan organisasi untuk lebih meningkatkan kinerja
organisasi pada masa yang akan datang

Integritas adalah tindakan yang dilakukan secara konsisten antara apa


20. Integritas yang dikatakan dengan tingkah yang dilakukan, sesuai nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat

Replikasi adalah proses mengembangkan suatu keberhasilan yang


21. Replikasi
dinyatakan unjuk kerja pada suatu lokasi pada lokasi lainya.

Keluarga Beresiko Stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau


lebih faktor resiko Stunting yang terdiri dari keluarga yang memiliki
Keluarga Berisiko anak remaja putri/calon pengantin/Ibu Hamil/Anak Usia 0 (nol) 23 (dua
22.
Stunting puluh tiga) bulan/anak usia 24 (dua puluh empat) bulan-59 (lima puluh
Sembilan) bulan berasal dari keluarga miskin, Pendidikan orang tua
rendah, sanitasi lingkungan buruk dan air minum tidak layak.

Audit Stunting adalah identifikasi resiko dan penyebab resiko pada


23. Audit Stunting
kelompok sasaran berbasis surveilans rutin atau sumber data lainnya.

V
DAFTAR ISI
HAL
KATA PENGANTAR I
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA, MASYARAKAT
DAN KEBUDAYAAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL II
(BAPPENAS)
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PENGGERAKAN DAN INFORMASI BADAN
III
KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL (BKKBN)
DAFTAR DEFINISI PETUNJUK TEKNIS 8 (DELAPAN) AKSI KONVERGENSI IV
DAFTAR ISI VI

PERATURAN BUPATI/WALIKOTA PERCEPATAN


AKSI 4
PENURUNAN STUNTING

4.1 DEFINISI 1
4.2 TUJUAN DAN RUANG LINGKUP 2
4.3 PENANGGUNG JAWAB 2
4.4 JADWAL 2
4.5 TAHAPAN PELAKSANAAN 3

PEMBINAAN PELAKU DAN PEMERINTAHAN


AKSI 5 7
DESA/KELURAHAN
5.1 DEFINISI 7
5.2 TUJUAN DAN RUANG LINGKUP 7
5.3 OUTPUT 8
5.4 PENANGGUNG JAWAB 8
5.5 JADWAL 8
5.6 TAHAPAN PELAKSANAAN 8

5.7 PERAN KECAMATAN DALAM PEMBINAAN PELAKU DAN 15


PEMERINTAHAN DESA/KELURAHAN

VI
DAFTAR TABEL
HAL

Tabel 5.1 FORM FORM IDENTIFIKASI UNSUR PELAKU PERCEPATAN 16


PENURUNAN STUNTING DI TINGKAT DESA DAN KELURAHAN
FORM JENIS PEMBINAAN PELAKU PERCEPATAN
Tabel 5.2 16
PENURUNAN STUNTING TINGKAT DESA/KELURAHAN

VII
PERATURAN
BUPATI/WALIKOTA
PERCEPATAN PENURUNAN
STUNTING

1
AKSI 4
PERATURAN
BUPATI/WALIKOTA
PERCEPATAN PENURUNAN
STUNTING

4.1. DEFINISI
Masalah Stunting masih merupakan masalah nasional dengan angka prevalensi
Stunting yaitu sebesar 24,4% dan ditargetkan dalam RPJMN 2019-2024 pada tahun 2024
turun menjadi 14%. Untuk itu, telah terbit Perpres 72 Tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting dan peraturan BKKBN nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi
Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia.

Dengan terbitnya dua peraturan tersebut, menunjukkan kesungguhan pemerintah


dalam penangangan Stunting di pusat maupun daerah. Dalam hubungan ini, Kementerian
Dalam Negeri mendorong pemerintah daerah untuk melakukan aksi nyata melalui optimalisasi
fungsi kelembagaan dan penganggaran daerah.

Pemerintah telah menganggarkan Dana Desa yang setiap tahun meningkat


jumlahnya. Selain itu, desa juga memiliki sumber pendanaan lain seperti Alokasi Dana Desa
(ADD) dan pendapatan asli desa. Namun demikian, secara umum alokasi pendanaan desa
yang digunakan untuk kegiatan pembangunan yang terkait dengan penurunan Stunting relatif
masih sangat kecil.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2019 tentang perubahan kedua atas PP Nomor
43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6/2014 pasal 37 telah
mengamanatkan kewajiban Bupati/Walikota untuk menerbitkan peraturan terkait daftar
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Peraturan ini
akan menjadi acuan pemerintah desa dalam menetapkan peraturan desa terkait kewenangan
tersebut sesuai situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.

1
4.2. TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Tujuan utama dari diterbitkannya peraturan Bupati/Walikota tentang ‘Percepatan
penurunan Stunting’ adalah untuk memberikan kepastian hukum yang dapat digunakan
sebagai rujukan bagi OPD, desa dan kelurahan dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya pencegahan dan penurunan Stunting. Peraturan
Bupati/Walikota terkait Percepatan penurunan Stunting’ dapat menjadi dasar untuk:
1. Target tahunan penurunan prevalensi stunting di Kabupaten/kota;
2. Intervensi gizi spesifik dan sensitif : memenuhi target cakupan layanan dalam lampiran
perpres 72/2021 dalam APBD dan APBDes;
3. Peran Kecamatan dan Desa/Kelurahan (termasuk di dalamnya peran TPPS Kecamatan
dan TPPS Desa/Kelurahan);
4. Skema insentif pelaku penurunan prevalensi stunting pelaku desa/kelurahan;
5. Meningkatkan alokasi APBD dan APBDes dari tahun sebelumnya untuk porgram kegiatan
percepatan penurunan Stunting;
6. Koordinasi lintas sektor dan tenaga pendamping program;
7. Peran Kelembagaan masyarakat desa;
8. Kampanye public dan kampanye perubahan perilaku.

Peraturan Bupati/Walikota terkait percepatan penurunan Stunting dalam


pencegahan dan penurunan Stunting terintegrasi dapat berupa peraturan baru
atau merevisi peraturan yang ada yang relevan dengan agenda pelaksanaan
intervensi pencegahan dan penurunan Stunting di kabupaten/kota.

4.3. PENANGGUNG JAWAB


Bupati/Walikota selaku penanggung jawab pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi di
kabupaten/kota memberikan kewenangannya kepada OPD yang bertanggung jawab
terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa/kelurahan untuk menyusun atau
merevisi Peraturan Bupati/Walikota terkait upaya pencegahan dan penurunan Stunting
terintegrasi di tingkat desa dan kelurahan.

4.4. JADWAL
Idealnya penyusunan Peraturan Bupati/Walikota selesai ditetapkan paling lambat
pada bulan Mei tahun berjalan sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk proses
perencanaan dan penganggaran tahunan di desa pada tahun berjalan dan/atau satu tahun
berikutnya.

2
4.5. TAHAPAN PELAKSANAAN
Tahapan Aksi Integrasi 4 Peraturan Bupati/Walikota tentang Percepatan Penurunan
Stunting terdiri dari:
Tahap 1: Penyusunan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota
Tahap 2: Pembahasan Rancangan Peraturan Bupati/ Walikota
Tahap 3: Penetapan dan Sosialisasi Peraturan Bupati/Walikota

Tahap Pertama: Penyusunan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota


1. Penyusunan Inisiatif Rancangan Peraturan Bupati/ Walikota
a. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa
atau OPD pengampu di tingkat Kota yang bertanggung jawab terhadap urusan
pemberdayaan masyarakat di tingkat kelurahan berperan penting dalam mengajukan
inisiatif Rancangan Peraturan Bupati/Walikota.
b. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan
desa/kelurahan membentuk Tim Penyusun untuk menginisiasi Rancangan Peraturan
Bupati/ Walikota.
c. Tim Penyusun bertugas untuk melakukan review atas peraturan terkait percepatan
penurunan Stunting yang sudah ada dan merumuskan ruang lingkup yang akan diatur
dalam Peraturan Bupati/Walikota.

Tim Penyusun diketuai oleh Pimpinan OPD pemrakarsa atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Kepala Daerah, dibantu oleh Sekretaris yang berasal dari Bagian
Hukum Kabupaten/Kota; ditetapkan melalui surat keputusan Pemerintah Daerah;
dan sebaiknya melibatkan OPD lain yang terkait dan perwakilan dari lembaga
masyarakat yang relevan dan akademisi.

Tim penyusun juga dapat mempelajari Peraturan Bupati/Walikota tentang


pencegahan dan penurunan Stunting dari daerah lain:

1. Apakah upaya penurunan Stunting dilakukan secara terintegrasi?


2. Bagaimana peran pemerintahan Kecamatan, kelurahan dan desa dimasukan sebagai
upaya pencegahan dan penurunan Stunting dalam Peraturan Bupati/Walikota?

Proses review dapat dilakukan melalui diskusi kelompok terarah dengan melibatkan
lintas sektor, mitra pembangunan, lembaga kemasyarakatan, dan akademisi.

3
2. Review Peraturan Bupati/Walikota tentang Percepatan Penurunan Stunting
a. Tim Penyusun mengidentifikasi Peraturan Bupati/Walikota terkait tentang
Percepatan Penurunan Stunting yang sudah ada;
b. Tim Penyusun mengidentifikasi kesesuaian Peraturan Bupati/Walikota yang ada
dengan hasil rekomendasi dari Analisis Situasi (Aksi 1), Penyusunan Rencana
Kegiatan (Aksi 2), dan Rembuk Stunting (Aksi 3);
c. Tim Penyusun mengidentifikasi adanya kebutuhan untuk merevisi atau membuat
peraturan Perbub/Perwal, dengan output yang diharapkan; memperkuat pelibatan
mitra pembangunan, lembaga masyarakat dan akademisi dalam proses review dan
pembahasan draft Perbub/Perwal Stunting.
3. Menyusun Ruang Lingkup Peraturan Bupati/Walikota
a. Tim penyusun merumuskan ruang lingkup dan substansi yang akan diatur dalam
peraturan Bupati/Walikota yang mengacu pada hasil Analisis Situasi (Aksi 1),
Penyusunan Rencana Kegiatan (Aksi 2), dan komitmen dalam Rembuk Stunting
Kabupaten/Kota (Aksi 3) untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Ruang lingkup Peraturan Bupati/Walikota terkait Percepatan Penurunan Stunting
yang didalamnya sudah merujuk pada 5 pilar stranas dan Perpres no 72 tahun 2021
sekurang-kurangnya memuat tentang:
1) Target tahunan penurunan prevalensi stunting di Kabupaten/kota
2) Intervensi gizi spesifik dan sensitif : memenuhi target cakupan layanan dalam
lampiran perpres 72/2021 dalam APBD dan APBDes;
3) Peran Kecamatan dan Desa/Kelurahan (termasuk di dalamnya peran TPPS
Kecamatan dan TPPS Desa/Kelurahan);
4) Skema insentif pelaku penurunan prevalensi stunting pelaku desa/kelurahan.
5) Meningkatkan alokasi APBD dan APBDes dari tahun sebelumnya untuk porgram
kegiatan percepatan penurunan Stunting.
6) Koordinasi lintas sektor dan tenaga pendamping program;
7) Peran Kelembagaan masyarakat desa;
8) Kampanye publik dan kampanye perubahan perilaku
4. Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota
a. Tim Penyusun membuat Rancangan Peraturan baru atau revisi Peraturan
Bupati/Walikota yang relevan terkait dengan Percepatan Penurunan Stunting dalam
pencegahan dan penurunan Stunting terintegrasi sesuai tujuan dan ruang lingkup
yang telah ditetapkan.
b. Tim Penyusun Peraturan Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Peraturan
Bupati/Walikota kepada bagian Hukum Kabupaten/Kota.

Tahap Kedua: Pembahasan Rancangan Peraturan Bupati/ Walikota


1. Pembahasan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota dengan Bagian Hukum
a. Tim Penyusun Peraturan Bupati/Walikota melakukan pembahasan dengan bagian
Hukum untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan OPD terkait untuk
selanjutnya disampaikan kepada Kepala Daerah.
b. Tim Penyusun diketuai oleh Sekda sebagai pemrakarsa atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Kepala Daerah, dibantu oleh Sekretaris yang berasal dari Bagian
Hukum Kabupaten/Kota; ditetapkan melalui surat keputusan Pemerintah Daerah;
dan sebaiknya melibatkan OPD lain yang terkait dan perwakilan dari lembaga
masyarakat yang relevan dan akademisi, dan mempunyai periode waktu bekerja
yang disepakati dan penggantian hanya karena hal teknis.

4
c. Ketua Tim Penyusun melaporkan perkembangan rancangan Peraturan
Bupati/Walikota kepada Sekretaris Daerah.
2. Pembahasan dengan OPD Terkait
a. Tim penyusun selanjutnya melakukan pembahasan untuk penyempurnaan
rancangan Peraturan Bupati/Walikota dengan OPD terkait.
b. Personil OPD terkait yang diharapkan adalah mereka yang sudah terlibat sejak
perumusan tujuan dikeluarkannya Peraturan Bupati/Walikota agar pembahasan
berjalan efektif dan efisien.
3. Konsultasi Publik
a. Konsultasi publik penting dilakukan sebagai wujud penerapan prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik dan untuk mendapatkan input dari masyarakat dan
pemangku kepentingan terkait.
b. Masyarakat berhak mendapatkan informasi dan memberikan masukan atas
peraturan yang akan dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota.
c. Konsultasi publik dapat dilakukan dengan berbagai metode dan disesuaikan dengan
kondisi daerah masing-masing.
d. Pemerintahan Desa/Kelurahan dan lembaga kemasyarakatan yang ada di
desa/kelurahan merupakan kelompok utama yang diharapkan dapat memberikan
input dalam rancangan Peraturan Bupati/Walikota.

Tahap Ketiga: Menetapkan dan Mensosialisasikan Peraturan Bupati/


Walikota
1. Penyelesaian dan Penetapan Peraturan Bupati/Walikota
a. Tim Penyusun melakukan serangkaian pembahasan atas hasil dari konsultasi publik
sebagai bahan untuk memfinalisasi rancangan Peraturan Bupati/Walikota.
b. Rancangan akhir/final Peraturan Bupati/Walikota ini harus mendapatkan paraf
koordinasi dari Kepala Bagian Hukum kabupaten/kota dan Pimpinan OPD terkait.
c. Pimpinan OPD terkait atau pejabat yang ditunjuk mengajukan rancangan akhir/final
Peraturan Bupati/Walikota kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.
d. Sekretaris Daerah menyampaikan rancangan Peraturan Bupati/Walikota kepada
Bupati/Walikota untuk ditandatangani.
2. Pelaksanaan Sosialisasi Peraturan Bupati/Walikota
a. Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban untuk melakukan sosialisasi atas
Peraturan Bupati/ Walikota tersebut. Peraturan bupati/Walikota menjadi materi
belajar pada pelatihan penguatan kapasitas bagi Lembaga dan pelaku di kecamatan
dan di Kelurahan/Desa.
b. Sosialisasi dan penyebarluasan Peraturan Bupati/Walikota ini perlu dilakukan
seintensif mungkin untuk bisa menjangkau sampai ke pelosok desa/kelurahan.
Keberadaan Peraturan Bupati/Walikota ini harus dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat, jika ada masukan yang bagus dari masyarakat dapat diakomodir untuk
dibahas lebih lanjut oleh tim pada saat pelaksanaan uji publik.

5
PEMBINAAN PELAKU
DAN PEMERINTAHAN
DESA/KELURAHAN

6
AKSI 5
PEMBINAAN PELAKU
DAN PEMERINTAHAN
DESA/KELURAHAN
5.1. DEFINISI
Definisi dari Pelaku Desa/Kelurahan adalah warga masyarakat yang dipilih melalui
musyawarah desa/kelurahan untuk membantu pemerintah desa/kelurahan dalam
memfasilitasi masyarakat desa/kelurahan dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengawasi kegiatan pembangunan sumber daya manusia di desa/kelurahan.

Secara lebih spesifik, Pelaku memfasilitasi pelaksanaan integrasi percepatan


penurunan stunting di tingkat desa/kelurahan. Pelaku disini terdiri Kader Pembangunan
Manusia (KPM), Tim Pendamping Keluarga (TPK), Tim Percepatan Penurunan Stunting
(TPPS) Desa, dan Pemerintahan Desa/Kelurahan.

Definisi Pemerintahan Desa/Kelurahan adalah lembaga pemerintah yang bertugas


mengelola wilayah tingkat desa/kelurahan. Pemerintahan Desa/kelurahan mencakup unsur
pemerintahan desa/kelurahan, lembaga pemerintahan desa/kelurahan, dan Badan
Permusyawaratan Desa/Kelurahan.

5.2. TUJUAN DAN RUANG LINGKUP


Tujuan pembinaan pelaku percepatan penurunan stunting di tingkat desa/kelurahan
adalah untuk memastikan mobilisasi Pelaku di seluruh desa/kelurahan di kabupaten/kota
berjalan dengan baik dan kinerja pelaku dapat optimal sesuai dengan tugas dan perannya.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah kabupaten/kota agar pembinaan pelaku
percepatan penurunan stunting berjalan baik meliputi:
a. Menyesuaikan tugas pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan dengan
kondisi lokal.
b. Mengidentifikasi ketersediaan sumber daya dan operasional pembiayaan pelaku
percepatan penurunan stunting di desa/keluarga.
c. Mensinergikan kinerja pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
dengan Dinas Layanan (OPD) terkait upaya percepatan penurunan stunting.
d. Mengkonsolidasikan rencana kegiatan dan anggaran antar OPD untuk peningkatan
kapasitas pelaku di desa/kelurahan.
e. Penguatan kapasitas pelaku percepatan penurunan stunting dalam pelaksanaan
konvergensi tingkat desa/kelurahan.

7
5.3. OUTPUT
Output dari pembinaan pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
adalah tersedianya pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan dan peningkatan
kapasitas dan pembinaan kepada pelaku di desa/kelurahan yang dilakukan oleh OPD.

5.4. PENANGGUNG JAWAB


Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab mendelegasikan kewenangan kepada
OPD-OPD yang bertanggung jawab terhadap pembinaan terhadap pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan seperti Dinas Kesehatan, Dinas Dalduk dan KB, Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan Dinas Sosial.

5.5. JADWAL
Kegiatan pembinaan pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
idealnya dapat dilakukan secara paralel atau beriringan dengan pelaksanaan aksi-aksi
konvergensi lainnya. Diharapkan Kegiatan pembinaan pelaku percepatan penurunan stunting
ini dapat selesai hingga bulan november.

Peningkatan Kapasitas bagi pelaku percepatan penurunan stunting, dapat menfaatkan


forum Pembinaan Lengkap di Desa/Kelurahan.

5.6. TAHAPAN PELAKSANAAN


Tahapan memobilisasi pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
meliputi hal-hal berikut ini:

Tahap 1: Memahami Tugas pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan.


Tahap 2: Mengidentifikasi Ketersediaan Sumber Daya dan Operasional Pembiayaan
pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan.
Tahap 3: Mengembangkan Dukungan Sistem untuk Mengoptimalkan Kinerja pelaku
percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan.
Tahap 4: Penguatan Kapasitas Pelaku dalam pelaksanaan konvergensi tingkat
desa/kelurahan.
Tahap 5: Mensinergikan Kinerja pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
dengan Program OPD.

Tahap Pertama: Memahami Tugas Pelaku Percepatan penurunan


Stunting Di Desa/Kelurahan
1. Pemahaman Yang Sama Tentang pelaku percepatan penurunan stunting di
desa/kelurahan
a. Untuk memahami tugas pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
perlu dilakukan sosialisasi tentang peran dan tanggung jawab pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan dalam rangka integrasi percepatan penurunan
stunting tingkat desa/kelurahan di internal OPD kabupaten/kota.

8
b. Hal-hal yang perlu disamakan persepsinya oleh OPD kabupaten/kota terkait pelaku
percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan, meliputi:
• Peran strategis pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
sebagai pelaksana pelaksanaan percepatan penurunan stunting terintegrasi di
desa/kelurahan,
• Bentuk tugas yang dapat dikerjakan oleh pelaku percepatan penurunan stunting
di desa/kelurahan,
• Pola pembinaan yang dapat dilakukan oleh setiap OPD kepada pelaku
percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan,
• Mekanisme distribusi tugas dari OPD Kabupaten kepada pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan, dan
• Pola pelaporan kegiatan pelaku percepatan penurunan stunting di
desa/kelurahan.
2. Tugas dari pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
a. Mensosialisasikan kebijakan integrasi percepatan penurunan stunting kepada
masyarakat desa dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap stunting
melalui pengukuran tinggi badan bayi dan balita sebagai deteksi dini stunting.
b. Mendata dan mengidentifikasi sasaran remaja, calon pengantin, ibu hamil. Ibu
menyusui dan anak usia 0 – 59 bulan.
c. Memantau layanan percepatan penurunan stunting terintegrasi terhadap remaja,
calon pengantin, ibu hamil. Ibu menyusui dan anak usia 0 – 59 bulan untuk
memastikan setiap sasaran mendapatkan layanan yang berkualitas.
d. Menfasilitasi dan melakukan advokasi peningkatan belanja APBDes utamanya yang
bersumber dari Dana Desa untuk digunakan dalam membiayai percepatan
penurunan stunting terintegrasi baik intervensi gizi spesifik dan sensitif.
e. Memfasilitasi masyarakat desa untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan,
pelaksaaan, dan pengawasan program/kegiatan pembangunan desa untuk
pemenuhan layanan gizi spesifik dan sensitif.
f. Memfasilitasi dan memastikan pelaksanaan kegiatan percepatan penurunan
Stunting di tingkat desa/kelurahan;
g. Memfasilitasi tim pendamping keluarga berisiko Stunting dalam pendampingan dan
pelayanan dasar lainnya yang diselenggarakan di Posyandu, BKB, PAUD bagi
kelompok sasaran dalam percepatan penurunan Stunting di tingkat desa/kelurahan;
h. Memanfaatkan asset/potensi desa untuk mendukung pelaksanaan intervensi
sensitive seperti penggunaan lahan desa untuk kegiatan ketahanan pangan keluarga
dengan pola 3K (kebun, kolam, kandang).
i. Melakukan pendataan, pemantauan dan evaluasi secara berkala dalam
pendampingan, dan pelayananan bagi kelompok sasaran percepatan penurunan
Stunting di tingkat desa/kelurahan;
j. Melaksanakan rembuk Stunting di tingkat desa/kelurahan minimal 1 (satu) kali dalam
1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; dan

9
k. Melaporkan penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting kepada Pengarah 1
(satu) kali dalam 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan;

Kelompok sasaran yang menjadi sasaran pendampingan pelaku percepatan


penurunan stunting di Desa/Kelurahan diantaranya adalah Keluarga Beresiko
Stunting yaitu Keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor resiko Stunting yang
terdiri dari keluarga yang memiliki anak remaja puteri/calon pengantin/Ibu
Hamil/Anak usia 0 (nol)-23 (dua puluh tiga) bulan/anak usia 24 (dua puluh empat)-59
(lima puluh sembilan) bulan berasal dari keluarga miskin, pendidikan orang tua
rendah, sanitasi lingkungan buruk, dan air minum tidak layak.

Tahap Kedua: Mengidentifikasi Ketersediaan Sumber Daya dan


Operasional Pembiayaan Pelaku Percepatan penurunan Stunting Di
Desa/Kelurahan
1. Identifikasi ketersediaan sumber daya
a. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pembinaan pelaku Desa/Kelurahan
dan Pemerintahan Desa/Kelurahan perlu mengidentifikasi ketersediaan sumber daya
pelaku Desa/Kelurahan dan Pemerintahan Desa/Kelurahan sesuai kriteria sebagai
berikut;
2. Identifikasi Ketersediaan Pembiayaan Operasional pelaku percepatan penurunan
stunting di desa/kelurahan
a. Dana bantuan operasional stunting;
b. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pembinaan pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan mengidentifikasi potensi pembiayaan
operasional pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan dalam
integrasi intervensi percepatan penurunan stunting di desa (misalnya: APBDes/Dana
Desa, Dinas PMD, Dinas Kesehatan, OPD lainnya, dan swasta).
c. Dari potensi pembiayaan tersebut dikaji aspek apa saja yang akan dapat dibiayai
(misalnya: insentif, biaya transportasi, dan penyusunan laporan).
3. Identifikasi Ketersediaan Pembiayaan Peningkatan Kapasitas
a. Alokasi penanggaran untuk operasional kegiatan pelaku (contohnya: insentif,
transportasi) secara umum sudah tercantum dalam APBDes dan/atau Dana Desa.
b. Kabupaten/Kota bertugas untuk memperkuat peran pelaku percepatan penurunan
stunting di desa/kelurahan agar dapat bekerja lebih baik. Oleh karena itu,
Kabupaten/Kota perlu mengalokasikan pendanaan untuk membiayai hal-hal sebagai
berikut:
• Dana pelatihan pra-tugas sebelum pelaku percepatan penurunan stunting di
desa/kelurahan menjalankan tugasnya,
• Dana insentif kinerja sebagai stimulasi agar pelaku percepatan penurunan
stunting di desa/kelurahan dapat terus termotivasi melaksanakan tugas dan
meningkatkan kinerja, dan
• Dana bimbingan teknis baik untuk pelatihan lanjutan maupun biaya supervisi
pemantauan kabupaten/kota ke desa.

10
Beberapa Kriteria yang dapat digunakan untuk Pemberian Insentif Pelaku dan Pemerintahan
Desa/Kelurahan

Kriteria pemberian insentif bagi Pelaku dan Pemerintahan Desa/Kelurahan berdasarkan target
pemenuhan beberapa kegiatan, yang meliputi:

a. Peta sosial, data sasaran, dan laporan hasil rembuk Stunting desa yang dilaporkan setelah tiga
(3) bulan pertama pelaksanaan.
b. Laporan hasil pemantauan integrasi layanan termasuk tindak lanjut pengukuran tinggi badan
anak usia di bawah dua tahun sekurang-kurangnya setiap tiga (3) bulan.
c. Pelaksanaan kegiatan forum koordinasi antar penyedia layanan setiap tiga (3) bulan mulai dari
April-Desember.
d. Pemberian insentif juga dapat diberikan dalam bentuk bukan uang seperti:
• Penghargaan pelaku dan Pemerintahan Desa/Kelurahan berprestasi;
• Mendapatkan pelatihan lanjutan sebagai bagian peningkatan kualifikasi;
• Sertifikat pelatihan.

Tahap Ketiga: Mengembangkan Dukungan Sistem untuk


Mengoptimalkan Kinerja Pelaku Percepatan penurunan Stunting di
Desa/Kelurahan
1. Sistem Pembinaan Dan Peningkatan Kapasitas pelaku percepatan penurunan
stunting di desa/kelurahan
a. OPD yang bertanggung jawab terhadap urusan pembinaan pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan perlu mengembangkan pola dukungan
terhadap peningkatan kinerja pelaku percepatan penurunan stunting di
desa/kelurahan.
b. Kegiatan pembinaan dan peningkatan kapasitas perlu dilakukan secara rutin dan
berkelanjutan. Untuk itu diperlukan adanya tim kerja, biaya operasional, dan modul
pelatihan.
c. Modul pelatihan pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan mengacu
pada Panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional, dan pihak-pihak lainnya yang berkompeten.
2. Sistem Pemberian Insentif pelaku percepatan penurunan stunting di
desa/kelurahan
a. OPD yang bertanggung jawab terhadap pelaku percepatan penurunan stunting
di desa/kelurahan mengembangkan sistem pemberian insentif kepada pelaku
percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan dengan memperhatikan capaian
kinerja.
b. Pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan mempunyai tugas yang
jelas tentang target pencapaiannya sebagai dasar pemberian insentif.
c. Membuat standar minimal insentif pelaku percepatan penurunan stunting yang
diberikan oleh desa dan insentif tambahan yang akan di berikan oleh kabupaten.
3. Sistem keberlanjutan pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan

11
Mengingat peran strategis pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
dalam integrasi percepatan penurunan stunting di desa, maka memastikan keberadaan
pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan ada di setiap desa sepanjang tahun
anggaran merupakan hal yang penting dilaksanakan. Perlu dikembangkan pembagian peran
antara desa dengan kabupaten/kota untuk menjamin keberadaan pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan. Desa/kelurahan berperan untuk menyediakan pelaku
percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan sedangkan kabupaten/ kota berperan untuk
memberikan pendampingan.

Berikut ini beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk memastikan keberlanjutan
keberadaan pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan:
a. Perlu dipastikan bahwa pengelolaan pelaku percepatan penurunan stunting di
desa/kelurahan sudah tercakup dalam Peraturan Bupati/Walikota.
b. Perlu disusun Rencana Kerja kabupaten/kota untuk pembinaan pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan di mana OPD yang bertanggung jawab terhadap
urusan pembinaan pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
melibatkan seluruh dinas sektor teknis.
c. Mengalokasikan anggaran untuk memberikan insentif kinerja pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan.
4. Pengembangan Peran Kecamatan Dalam Pembinaan pelaku percepatan penurunan
stunting di desa/kelurahan dan Integrasi Layanan Penurunan Stunting Desa
Pemerintah kabupaten/kota perlu mempertegas peran kecamatan dalam upaya
pelaksanaan integrasi percepatan penurunan stunting di tingkat desa. Secara rinci tugas dan
peran kecamatan dalam integrasi layanan penurunan stunting meliputi:
a. Melakukan review atas usulan APBDes dengan memastikan bahwa desa telah
memasukkan anggaran kegiatan penurunan stunting termasuk pembiayaan
operasional untuk pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan.
b. Memberikan advokasi rancangan Peraturan Desa dengan memastikan bahwa draft
Peraturan Desa tidak menghambat proses integrasi layanan percepatan penurunan
stunting tetapi akan mendukung pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi.
c. Memfasilitasi terjadinya rapat koordinasi sekurang-kurangnya setiap satu (1) bulan
antar unit-unit layanan untuk membahas beberapa hal:
• Konsolidasi data hasil laporan layanan dengan data laporan desa;
• Identifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas pelaku desa khususnya pelaku
percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan termasuk data hasil
pendampingan keluarga beresiko stunting,
• Pembahasan dalam rangka mengefektifkan pola-pola koordinasi dalam
mendukung layanan di desa,
• Menyusun rencana kerja bersama untuk bulan berikutnya, dan
• Mensinergikan rencana kerja kabupaten dengan rencana kerja desa, terutama
pada aspek waktu pelaksanaan.
d. Memfasilitasi terjadinya sosialisasi rencana pembangunan daerah (kegiatan stunting)
kepada desa sebelum desa melakukan proses rembuk stunting desa dan penyusunan
RKP desa.

12
Tahap Keempat: Penguatan Kapasitas Pelaku Dalam Pelaksanaan
Konvergensi Tingkat Desa/Kelurahan
Penguatan kapasitas bagi pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pemetaan kebutuhan untuk peningkatan kapasitas pelaku
Penguatan kapasitas bagi pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan
diawali dengan penjajakan kebutuhan pelatihan/pembinaan yang akan dilakukan oleh
masing-masing OPD.
b. Menyusun rencana pengembangan kapasitas
Hasil dari pemetaan kebutuhan penguatan kapasitas bagi pelaku penurunan stunting
disusun rencana pengembangan kapasitas pada masing-masing OPD.
c. Bimbingan teknis peningkatan kapasitas
Bimbingan teknis dilakukan oleh masing-masing OPD terhadap pelaku percepatan
penurunan stunting di desa/kelurahan.

Tahap Kelima: Mensinergikan Kinerja Pelaku Percepatan penurunan


Stunting Di Desa/Kelurahan Dengan Program OPD
1. Koordinasi dan Sinergi
Bappeda kabupaten/kota perlu memfasilitasi koordinasi antar OPD untuk merumuskan
pola sinergi kerja pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan dengan petugas
atau pendamping program dari OPD. Sinergi bisa diawali dengan menggunakan hasil
pendataan dan laporan yang dilakukan oleh masing-masing OPD. Hasil dari pelaporan akan
menghasilkan data-data sasaran remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita
serta kasus stunting dari setiap desa lokasi layanan atau lokasi dampingan.

Hasil kerja dari pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan, salah


satunya adalah laporan rutin sekurang-kurang setiap tiga 3 (bulan) yang berisikan data
sasaran dan data capaian layanan. Data laporan sudah dikonsolidasikan dengan sumber
layanan setempat seperti dengan Posyandu, Bidan Desa, Poskesdes, dan PAUD. Laporan
pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan akan menjadi bagian dari laporan
desa yang akan dikirimkan ke kabupaten/kota khususnya kepada OPD terkait dengan
pembangunan dan pemberdayaan desa seperti OPD yang bertanggung jawab terhadap
urusan pemberdayaan masyarakat dan desa.

Data dari laporan desa ini menjadi penting untuk dikonsolidasikan dengan data dari
setiap OPD. Rapat rutin OPD sekurang-kurang setiap tiga (3) bulan untuk
mengkonsolidasikan data antar OPD menjadi penting untuk diagendakan oleh kabupaten/kota
dalam rangka memantau kemajuan penurunan stunting.

Perlu adanya kebijakan kabupaten/kota untuk menetapkan tim kerja yang bertugas
untuk melakukan konsolidasi data dan menetapkan salah satu OPD sebagai koordinator.
Selanjutnya setiap OPD akan menggunakan data yang dikeluarkan oleh tim kerja ini sebagai
data rujukan di dalam menyusun perencanaan kegiatan dan pengembangan layanan.

13
2. Rapat Bulanan KPM dengan OPD Layanan
Di dalam melaksanakan tugasnya, pelaku percepatan penurunan stunting di
desa/kelurahan akan lebih banyak melakukan pemantauan kepada seluruh warga desa.
Sedangkan petugas layanan seperti bidan desa dan guru PAUD cenderung fokus pada
sasaran yang datang ke pusat layanan. Rapat sekurang-kurangnya setiap tiga (3) bulan
antara pelaku percepatan penurunan stunting di desa/kelurahan dengan petugas layanan di
unit kesehatan, PAUD, dan unit layanan atau program lainnya menjadi penting untuk
dilakukan secara rutin. Rapat ini bertujuan untuk saling menginformasikan tentang cakupan
pelayanan.

Hasil pembahasan diharapkan akan menghasilkan beberapa kesepakatan seperti:


a. Konsolidasi dan pemutakhiran data sasaran remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu
menyusui, dan balita dan kasus gizi/stunting,
b. Pembahasan masalah yang muncul,
c. Rencana kerja bersama dan pembagian tugas atau peran, dan
d. Rencana penguatan kapasitas kepada remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu
menyusui, dan balita dalam pelaksanaan kegiatan penurunan stunting.

3. Fasilitasi Penanganan Masalah pada Layanan Percepatan penurunan Stunting


Dalam pelaksanaan integrasi intervensi percepatan penurunan stunting mungkin saja
ditemukan sejumlah permasalahan. Kendala koordinasi, komunikasi, integrasi pelaksanaan
layanan, dan keterbatasan dukungan bisa saja terjadi. Penanganan atas masalah ini tidak
dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. Prinsip dasarnya adalah semua pihak yang terlibat
dalam integrasi penurunan stunting wajib terlibat dalam pembahasan penyelesaian masalah
lapangan.

Jika masalah yang muncul adalah pola koordinasi di tingkat kabupaten/kota, maka
pemangku kepentingan kabupaten/kota perlu duduk bersama untuk membahas langkah
penyelesaiannya. Demikian juga, jika penyebab masalahnya ada di tingkat kecamatan atau
desa maka pemangku kepentingan di kecamatan dan desa perlu difasilitasi untuk
mendiskusikan langkah penyelesaiannya.

Pada pembahasan penyelesaian masalah, jika disepakati langkah perbaikannya


bersifat teknis, maka OPD dan/atau dinas teknis bersangkutan yang bertanggung jawab untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika langkah penanganan masalahnya terkait
dengan kebijakan maka Bappeda yang bertanggung jawab melakukan perbaikan dan
memberikan arahan perbaikan kebijakan yang diperlukan.

14
5.7. PERAN KECAMATAN DALAM PEMBINAAN PELAKU DAN
PEMERINTAHAN DESA/KELURAHAN
Peran kecamatan kecamatan dalam pembinaan pelaku dan Pemerintahan
Desa/Kelurahan terbagi menjadi dua yaitu kecamatan sebagai pengarah dan pelaksana.
A. Sebagai Pengarah
1. Memberikan arahan dalam pelaksanaan kebijakan, rencana, program dan kegiatan
percepatan penurunan Stunting di tingkat kecamatan;
2. Memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi dalam penyelesaian kendala
dan hambatan penyelenggaraan percepatan penurunan Stunting di tingkat
kecamatan;
3. Melakukan rapat dengan bidang bidang dengan pelaksana 1 (satu) kali dalam 1
(satu) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; dan.
4. Melaporkan penyelenggaraan percepatan penurunan Stunting kepada Ketua
Pelaksana TPPS Kabupaten/Kota 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-
waktu apabila diperlukan.
B. Sebagai Pelaksana
1. Penyediaan data penyelenggaraan percepatan penurunan Stunting di tingkat
kecamatan;
2. Menggerakan dan pendampingan lapangan untuk percepatan penurunan Stunting di
tingkat kecamatan;
3. Pendampingan dan pengawasan perencanaan dan pemanfaatan dana desa dan
alokasi dana desa untuk percepatan penurunan Stunting;
4. Monitoring dan evaluasi Stunting di tingkat kecamatan;
5. Mengkoordinasikan peningkatan kerja sama dan kemitraan dengan pemangku
kepentingan dalam penyelenggaraan percepatan penurunan Stunting;
6. Mengkoordinasikan mekanisme penghargaan bagi pelaku terkait percepatan
penurunan Stunting di tingkat kecamatan;
7. Melaksanakan minilokarya di tingkat kecamatan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
bulan;
8. Melaksanakan rembuk Stunting di tingkat kecamatan minimal 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan;
9. Melaporkan penyelenggaraan percepatan penurunan Stunting kepada Tim Pengarah
1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

15
TABEL 5.1 FORM IDENTIFIKASI UNSUR PELAKU PERCEPATAN PENURUNAN
STUNTING DI TINGKAT DESA DAN KELURAHAN

IDENTIFIKASI UNSUR PELAKU PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING TINGKAT DESA


NO KECAMATAN DESA/KELURAHAN MEMILIKI MEMILIKI MEMILIKI JUMLAH UNSUR MEMILIKI
JUMLAH
SK OPERASIONAL RENCANA JUMLAH TPK SK OPERASIONAL RENCANA JUMLAH TPPS SK OPERASIONAL RENCANA PEMERINTAHAN SK OPERASIONAL RENCANA
KPM AKTIF
KERJA KERJA KERJA DESA/KELURAHAN KERJA
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
1
2
3
4
5
dst

Keterangan :
(1) diisikan numerik (11) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0)
(2) diisi nama kecamatan (12) diisi dengan jumlah Anggota TPPS yang aktif (absolute)
(3) diisi dengan nama desa/kelurahan (13) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0)
(4) diisi dengan jumlah KPM/Kader dasawisma yang aktif (absolute) (14) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0)
(5) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0) (15) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0)
(6) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0) (16) diisi dengan jumlah unsur pemerintah desa/kelurahan yang aktif (absolute)
(7) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0) (17) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0)
(8) diisi dengan jumlah Anggota TPK yang aktif (absolute) (18) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0)
(9) diisi dengan statusdiisi
ada dengan
atau tidak
status
SK (1ada
danatau
0) tidak SK (1 dan 0) (19) diisi dengan status ada atau tidak SK (1 dan 0)
(10) diisi dengan statusdiisi
ada dengan
atau tidak
status
SK (1ada
danatau
0) tidak SK (1 dan 0)

TABEL 5.2 FORM JENIS PEMBINAAN PELAKU PERCEPATAN PENURUNAN


STUNTING TINGKAT DESA/KELURAHAN

KETERSEDIAAN MODUL/PANDUAN UNTUK PELAKU JENIS PEMBINAAN YANG DIDAPATKAN PELAKU DALAM ADANYA MEKANISME PELAPORAN YANG
PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING UPAYA PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING DISAMPAIKAN
NO KECAMATAN DESA

UNSUR UNSUR UNSUR


KPM TPK TPPS DESA PEMERINTAH KPM TPK TPPS DESA PEMERINTAH KPM TPK TPPS DESA PEMERINTAH
DESA/KELURAHAN DESA/KELURAHAN DESA/KELURAHAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 TOT PELATIHAN KONSULTASI
2
3
4
5
dst

Keterangan :
(1) diisikan numerik (11) diisi dengan jenis pembinaan yang didapatkan (TOT, Pelatihan, Bimbingan teknis, Konsultasi)
(2) diisi nama kecamatan (12) diisi dengan status ada atau tidak pelaporan (1 dan 0) jika ada, maka (Bulanan, Triwulan, Smester, Tahunan)
(3) diisi dengan nama desa/kelurahan (13) diisi dengan status ada atau tidak pelaporan (1 dan 0) jika ada, maka (Bulanan, Triwulan, Smester, Tahunan)
(4) diisi dengan status ada atau tidak modul atau panduan (1 dan 0) (14) diisi dengan status ada atau tidak pelaporan (1 dan 0) jika ada, maka (Bulanan, Triwulan, Smester, Tahunan)
(5) diisi dengan status ada atau tidak modul atau panduan (1 dan 0) (15) diisi dengan status ada atau tidak pelaporan (1 dan 0) jika ada, maka (Bulanan, Triwulan, Smester, Tahunan)
(6) diisi dengan status ada atau tidak modul atau panduan (1 dan 0)
(7) diisi dengan status ada atau tidak modul atau panduan (1 dan 0)
(8) diisi dengan jenis pembinaan yang didapatkan (TOT, Pelatihan, Bimbingan teknis, Konsultasi)
(9) diisi dengan jenis pembinaan yang didapatkan (TOT, Pelatihan, Bimbingan teknis, Konsultasi)
(10) diisi dengan jenis pembinaan yang didapatkan (TOT, Pelatihan, Bimbingan teknis, Konsultasi)

16
17

Anda mungkin juga menyukai