Implementasi Teori Strukturalisme Genetik Dalam Kajian Karya Sastra

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Implementasi Teori Strukturalisme Genetik dalam

Kajian Karya Sastra

Ricky Rivaldi (122011133068)

Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia


Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga Surabaya
Semester Ganjil
Gresik, 2021
1

Pendahuluan
Karya sastra dapat diartikan sebagai hasil ekspresi dari pengarang sebagai
bentuk representatif dari segala hal yang terdapat pada hidup pengarang. Hal-hal
tersebut salah satunya meliputi lingkungan sosial yang hadir di sekitar pengarang.
Dalam hal ini, karya sastra dapat diposisikan sebagai ekspresi pengarang yang
telah menangkap realitas pada keadaan sosial dan budaya di sekitarnya. Hal itu
membuat karya sastra tidak hanya dipandang sebagai ilustrasi imajinatif belaka,
melainkan juga dipandang sebagai representasi kehidupan sosiokultural
masyarakat. Dari pengertian tersebut, karya sastra dapat dikatakan menarik karena
di samping menyangkut sisi estetis, karya sastra juga bersangkutan dengan nilai
historis, humanis, dan sosiologis.
Menurut Semi (1990: 1), karya sastra juga dapat didefinisikan sebagai
bentuk cerminan dan cita-cita masyarakat tertentu. Hal itu terlihat dari gambaran
karya sastra yang memperlihatkan kehidupan yang telah atau sedang terjadi,
bahkan masa depan yang diharapkan oleh masyarakat. Kehadiran karya sastra di
tengah-tengah masyarakat juga diterima sebagai salah satu realitas sosial budaya.
Dari beberapa keterangan di atas, didapatkan konklusi bahwa karya sastra
tidak hanya mengandung kehidupan maya semata, akan tetapi juga merupakan
cerminan dari realitas yang ada. Karya sastra sebagai refleksi atas kondisi
sosiokultural masyarakat tentunya mengandung beragam aspek kehidupan
sehingga relevan untuk dikaji dan ditelaah. Oleh karena itu, kajian terhadap karya
sastra tentu dibutuhkan sebagai sumber intelektualitas yang multidimensi. Selain
itu, pengkajian karya sastra juga diperlukan dalam upaya merekonstruksi etika
dan budi pekerti masyarakat. Hal itu dikarenakan karya sastra senantiasa
mengandung narasi-narasi positif sebagai cerminan realitas yang seharusnya pro
terhadap kebaikan dan kontra terhadap kejahatan.
Berdasarkan diperlukannya pengkajian karya sastra, tentu ada tahap-tahap
yang harus diimplementasikan oleh peneliti. Salah satu yang fundamental dalam
hal ini ialah proses pemilihan teori. Helaluddin (2017: 3) mengungkapkan bahwa
2

ada banyak metode dan teori-teori sastra yang digunakan sebagai pisau dalam
menganalisis karya sastra. Dari zaman ke zaman, perkembangan teori sastra
semakin menunjukkan ragamnya. Bermula dari teori yang hanya membedah karya
sastra dari unsur intrinsik dan ekstrinsiknya sampai pada teori yang mengaitkan
karya sastra dengan ranah sekitarnya. Ranah-ranah tersebut meliputi ranah
psikologi, sosiologi, dan bahkan antropologi.
Ditinjau dari pengertian sastra sebagai cerminan realitas, terdapat satu
teori yang relevan untuk diimplementasikan sebagai alat penelitian. Teori yang
dimaksud yakni teori strukturalisme genetik. Teori tersebut dikatakan relevan
karena memandang karya sastra sebagai kesatuan struktur yang memiliki
koherensi dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang melahirkannya. Teori
strukturalisme genetik mengakui adanya tindakan individu yang ditentukan oleh
status, norma, dan kelompok sosialnya. Penggunaan teori tersebut dapat dikatakan
mampu menunjang eksistensi karya sastra sebagai monumen kebudayaan pada
wilayah masyarakat tertentu. Selain itu, hasil pengkajiannya juga dapat dijadikan
sebagai ajang refleksi bagi masyarakat di wilayah terciptanya karya sastra
tersebut. Hal-hal tersebut semakin memantapkan posisi karya sastra sebagai
produk yang lahir dari masyarakat dan sekaligus hadir untuk masyarakat.

Teori Strukturalisme Genetik


Strukturalisme genetik merupakan salah satu teori pengkajian karya sastra
yang meneliti teks sebagai unsur-unsur terstruktur yang berhubungan dengan
realitas masyarakat yang melahirkannya. Teori ini dapat dikatakan memanfaatkan
teks dan konteks secara langsung. Teks di sini merupakan kesatuan yang dibentuk
oleh konstruksi struktur-struktur dengan berlandaskan sistematika penyusunan
karya sastra. Kemudian konteks dalam hal ini merupakan kondisi kehidupan
sosiokultural dari masyarakat yang tercermin melalui teks dalam karya sastra.
Selain hal-hal tersebut, strukturalisme genetik juga memanfaatkan posisi
pengarang sebagai salah satu anggota masyarakat. Kehidupan pengarang di
3

tengah-tengah masyarakat memiliki pengaruh terhadap karya sastra yang


dilahirkannya. Pengarang sebagai subjek kolektif tentunya mengantongi berbagai
fakta kemanusiaan berdasarkan struktur sosial pada masa penciptaan karya sastra.
Kemudian pengetahuan tersebut berkonstribusi dalam membentuk pandangan dari
pengarang terhadap dunia dan kehidupan di sekitarnya. Strukturalisme genetik
mencoba meneliti hal-hal tersebut sebagai wujud kontekstual yang memengaruhi
struktur tekstual dalam karya sastra.
Teori strukturalisme genetik ditemukan oleh seorang filsuf dan sosiolog
Rumania-Perancis bernama Lucien Goldmann. Teori ini muncul pertama kali
pada tahun 1956 melalui buku dari Goldmann dalam bahasa Perancis yang
berjudul The Hidden God: A study of Tragic Vision in the Penses of Pascal and
the Tragedies of Racine.
Strukturalisme genetik tidak seperti pendekatan Marxisme yang cenderung
positivistik dan mengabaikan literasi sebuah karya sastra. Goldmann berpijak
pada strukturalisme karena ia menggunakan prinsip struktural yang dinafikan oleh
pendekatan Marxisme. Hanya saja, kelemahan pendekatan strukturalisme
diperbaiki dengan memasukkan faktor genetik dalam memahami karya sastra
(Pradopo, 2002: 60). Pendapat tersebut korelatif dengan penyataan Teeuw dikutip
dari Endraswara (2003: 55-56) yang menyatakan bahwa teori strukturalisme
murni (strukturalisme klasik) kurang berhasil. Hal ini disebabkan oleh pemaknaan
teks sastra yang mengabaikan pengarangnya sebagai pemberi makna akan
berbahaya terhadap analisis karya sastra tersebut. Pendapat-pendapat tersebut
mengungkapkan bahwa teori strukturalisme genetik berasal dari bentuk respon
dan reaksi atas teori yang muncul sebelumnya.
Dengan memanfaatkan teori strukturalisme genetik, peneliti akan
mendapatkan cakupan lebih luas. Pemerolehan wawasan dan intelektualitas dari
suatu karya sastra didapatkan melalui tinjauan terhadap pandangan dunia
pengarang. Hal tersebut memengaruhi tingkat verisimilitude yang tinggi antara
realitas kehidupan sosial dan esensi dari karya sastra yang diteliti. Selain itu,
4

pengetahuan mengenai kebudayaan dari suatu masyarakat juga dapat dijangkau


melalui teori ini.
Strukturalisme genetik memang cenderung berkaitan erat dengan sosiologi
sastra. Nurhasanah (2015: 135-146) menyatakan bahwa strukturalisme genetik
merupakan embrio penelitian sastra dari aspek sosial yang kelak disebut sosiologi
sastra. Hanya saja, srukturalisme genetik tetap mengedepankan juga aspek
struktur. Baik struktur dalam maupun struktur luar tetap dianggap penting bagi
pemahaman karya sastra.
Pemanfaatan setiap unsur karya sastra menjadikan teori strukturalisme
genetik memerhatikan teks secara komprehensif. Namun, dalam implementasinya,
teori ini juga mendapatkan hal-hal faktual yang mencerminkan aspek sosial dan
budaya masyarakat. Paradigma struktur menjadi modal dalam mengartikan karya
sastra sebagai sarana ekspresi pengarang berdasarkan realitas sekitar yang ia
tangkap. Interpretasi suatu karya dalam teori ini juga dilandasi oleh proses
penelitian yang mencoba menggali validitas pengarang (subjek). Hal itu kemudian
melahirkan beberapa bab yang relevan dengan teori strukturalisme genetik, antara
lain ialah pandangan dunia pengarang, subjek kolektif, fakta kemanusiaan, dan
struktur sosial. Selain itu, teori ini juga mengkaji struktur-struktur teks melalui
unsur-unsur yang dibangun, baik itu unsur intrinsik maupun ekstrinsik.

Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian berbekal strukturalisme genetik
ini ialah metode deskriptif-kualitatif. Metode tersebut menempatkan peneliti
sebagai instrumen pokok dalam proses pengumpulan data. Menurut Helaluddin
(2017: 8-9), penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang objek yang dianalisisnya.
Kemudian analisis dengan memanfaatkan teori strukturalisme genetik juga
menggunakan metode khusus, yakni metode dialektik. Metode ini dapat dikatakan
mampu menjadi prosedur yang efektif, efisien, dan relevan dalam kajian yang
5

berlandaskan teori strukturalisme genetik. Hal tersebut berkaitan dengan konsep


metode dialektik yang cenderung praktis, yakni konsep “keseluruhan-bagian” dan
“pemahaman-penjelasan”. Konsep “keseluruhan-bagian” menekankan bahwa
setiap bagian objek adalah unsur yang penting dalam membangun keseluruhan
objek, sedangkan konsep “pemahaman-penjelasan” lebih menekankan pada
implementasi pemahaman sebagai usaha meneliti struktur objek (teks) dan
implementasi penjelasan sebagai usaha mengaitkan struktur objek dengan struktur
yang lebih besar (konteks).
Goldmann menyatakan bahwa prinsip dasar dialektik adalah pengetahuan
tentang fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak jika tidak dibuat konkret
dengan mengintregrasikannya ke dalam keseluruhan (Faruk: 2005).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat dirumuskan langkah-
langkah dalam penelitian strukturalisme genetik. Langkah-langkah ini merupakan
aktualisasi dari metode dialektik dan deskriptif-kualitatif, yakni :
1) Mengkaji unsur intrinsik dalam karya sastra sebagai upaya memahami
struktur teks.
2) Mencari sumber yang memuat latar belakang sosial pengarang sebagai
warga yang juga hidup di tengah-tengah masyarakat.
3) Mengamati sisi historis pada lingkup sosial dan budaya dalam kurun
waktu di mana karya sastra tersebut dilahirkan.
4) Merumuskan benang merah dari pemahaman akan struktur teks dengan
pemerolehan data kehidupan sosial pengarang dan kondisi masyarakat
yang melatarbelakanginya.

Pandangan Dunia Pengarang


Dalam Yasa (2012: 30), Goldmann mengungkapkan bahwa pandangan
dunia (world view) merupakan sesuatu pemahaman total terhadap dunia dengan
segala permasalahan. Bentuk-bentuk problematika dunia yang hadir senantiasa
menjadi refleksi bagi setiap anggota masyarakat. Hal tersebut dapat
6

merekonstruksi ideologi, konsep, dan pemahaman yang kemudian menjadi suatu


bentuk pemikiran dan aspirasi pada kelompok-kelompok sosial. Pandangan dunia
sendiri merupakan interpretasi dari pengarang terhadap hal-hal tersebut. Dalam
hal ini, pengarang diposisikan bukan sebagai subjek individu, akan tetapi sebagai
salah satu anggota kelompok sosial.
Selain menyangkut kelompok sosial, pandangan dunia juga tidak terlepas
dari konsep kelas sosial. Nurhasanah (2015: 135-146) menyatakan bahwa konsep
ini bisa dilihat melalui pengarang, karena seorang pengarang merupakan anggota
sosial, lewat suatu kelas ia berinteraksi dan berhubungan langsung dengan
perubahan sosial dan politik yang besar. Perubahan sosial dan politik akan
merangsang adanya kesadaran kelas karena perubahan tersebut merupakan
ekspresi antagonisme kelas.
Pandangan dunia dapat dikatakan sebagai representasi dari keseluruhan
interpretasi pengarang dalam memahami dunia. Oleh karena itu, pandangan dunia
juga berpedoman pada pemaknaan karya yang bersifat total. Totalitas makna
mampu memberikan verisimilitude yang tinggi dalam mengaitkan struktur cerita
dengan pandangan dunia pengarang. Totalitas makna juga mampu menangkap
gejolak-gejolak problematika yang dialami oleh tokoh penting (problematic hero)
dalam cerita. Hal tersebut dapat menjadi bahan untuk dikaji berdasarkan
korelasinya terhadap problematika pada struktur sosial dunia.
Dalam Endraswara (2003: 60), Goldmann menyarankan agar karya sastra
yang dianalisis dengan teori strukturalisme genetik merupakan karya sastra
tertentu, yaitu pada sastra besar. Efektivitas teori ini cenderung akan tercermin
dalam sastra besar karena ekspresi pandangan dunia dalam karya yang besar
relatif lebih total daripada karya-karya yang lain.

Pembahasan
a) Fakta Kemanusiaan
7

Fakta kemanusiaan merupakan segala kegiatan yang menyangkut aktivitas


verbal maupun fisik dari manusia. Aktivitas tersebut memiliki pengaruh terhadap
sosiologi dan kebudayaan masyarakat secara utuh. Adapun orisinalitas yang
dihadirkan pada bagian ini ialah berdasarkan metode pengungkapan fakta
kemanusiaan yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan. Setiap pengkajian gejolak
kemanusiaan diimplementasikan dengan mempertimbangkan aspek faktual. Fakta
kemanusiaan sendiri terdiri dari fakta individual dan fakta sosial yang masing-
masing memiliki perbedaan. Fakta individual menyangkut perilaku individu setiap
manusia, baik itu dalam bentuk mimpi maupun tingkah laku, sedangkan fakta
sosial berkaitan dengan sisi historis yang mengungkapkan dampak hubungan
sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi antar-masyarakat.
Fakta kemanusiaan memiliki andil sebagai objek komparasi terhadap sudut
pandang yang dihadirkan pengarang dalam melihat dunia secara komprehensif.
Selain itu, fakta kemanusiaan juga korelatif untuk dibandingkan dengan aspek
humanisme yang coba diangkat dalam karya sastra.
b) Subjek Kolektif
Subjek kolektif merupakan sekumpulan individu dalam paradigma sosial
yang membentuk suatu kesatuan dalam memandang kehidupan dan dunia dari
sudut pandang mereka. Sudut pandang tersebut dapat dipengaruhi oleh kelas-kelas
sosial dan juga kelompok-kelompok yang telah konkret berdasarkan kriteria
kehidupan dan abstraksi tertentu. Pengarang tentu merupakan bagian dari subjek
kolektif, karena sebagai anggota masyarakat, ia pasti tergabung dalam kelas-kelas
sosial. Dialektika berperan penting dalam memengaruhi sudut pandang satu sama
lain berdasarkan kelas sosial dari setiap masyarakat. Pengarang yang merupakan
anggota kelas sosial tertentu pasti menangkap pandangan tersebut. Hal itu
memengaruhi kreasi pengarang terhadap karya sastra. Dari pengaruh itulah tokoh-
tokoh yang dianggap penting (problematic hero) dibentuk berdasarkan karakter
atau perwatakan yang mencerminkan kelas sosial tertentu. Penjelasan tersebut
mengartikan pengarang sebagai subjek kolektif merupakan jembatan dalam
8

menciptakan kelas-kelas sosial dalam suatu karya, baik itu secara implisit maupun
eksplisit.
Secara general, subjek kolektif yang bersifat faktual dalam kehidupan
pengarang dapat dijadikan objek untuk dikaitkan dengan subjek kolektif dalam
suatu karya sastra yang tercermin melalui tokoh-tokohnya.
c) Struktur
Struktur merupakan paradigma yang menyusun bagian-bagian konsep
menjadi satu bentuk yang utuh dan menyeluruh. Struktur memiliki peran penting
dalam proses konstruksi suatu karya sastra. Struktur dapat menjadi tolak ukur
arah, pesan, dan makna suatu karya sastra yang disusun oleh pengarang. Hal itu
dikarenakan struktur berasal dari konsepsi pengarang yang ditangkap melalui
gejolak problematis pada kondisi sosial di sekitarnya. Pada teori strukturalisme
genetik sendiri struktur dibagi menjadi dua bagian yang korelatif dan komparatif
berdasarkan esensi yang dihadirkan. Dua bagian itu ialah struktur teks (cerita) dan
struktur konteks (sosial).
Struktur teks dihadirkan dalam rangka menggali totalitas makna yang
dihadirkan suatu karya sastra. Makna yang bersifat total akan berfungsi dalam
hubungannya terkait refleksi atas pandangan dunia pengarang. Struktur teks juga
menjadi bagian penting dalam penelitian agar meskipun berfokus pada konteks,
peneliti tetap berpegang teguh pada teks.
Struktur konteks dapat juga disebut sebagai struktur sosial. Struktur ini
mencoba menelisik lapisan-lapisan yang faktual dari kehidupan sosiokultural
masyarakat. Struktur sosial memberikan interpretasi mendalam mengenai keadaan
dunia atau masyarakat pada saat suatu karya diciptakan oleh pengarang. Struktur
ini juga menjadi bagian penting dari peneliti agar dapat mengaitkan struktur teks
dengan ranah yang lebih besar dan fundamental, yakni struktur konteks.
9

Kesimpulan
Karya sastra merupakan hasil ekspresi dari pengarang yang dipengaruhi
oleh kondisi sosial budaya di sekitarnya. Karya sastra menjadi objek kajian yang
relevan karena mengandung representasi dari realitas masyarakat yang
melahirkannya. Selain itu, kajian terhadap karya sastra yang kerap mengandung
narasi positif juga bermanfaat dalam upaya merekonstruksi adab dan budi pekerti
masyarakat.
Dalam pengkajian karya sastra, tentu ada tahap-tahap yang harus dilalui.
Salah satu yang fundamental dalam hal ini ialah pemilihan teori. Terdapat satu
teori yang relevan dalam menganalisis karya sastra sebagai bentuk representatif
dari realitas sosial. Teori tersebut ialah strukturalisme genetik yang dicetuskan
oleh filsuf bernama Lucien Goldmann. Strukturalisme genetik memanfaatkan
pandangan dunia pengarang sebagai penggambaran yang komprehensif atas
realitas dan segala problematika yang hadir di dunia. Dalam implementasi
pengkajian, strukturalisme genetik juga memanfaatkan bab-bab yang relevan,
antara lain ialah : (1) Fakta kemanusiaan yang merupakan ilustrasi faktual dari
keseluruhan aktivitas manusia, baik itu verbal maupun fisik; (2) Subjek kolektif
yang merupakan sekumpulan individu yang membentuk kesatuan sosial dalam
memandang dunia berdasarkan strata kelas sosial; (3) Struktur yang merupakan
kerangka konstruktif dari karya sastra yang terdiri dari struktur teks sebagai
eksplanasi atas karya secara keseluruhan, dan struktur konteks sebagai realitas
yang tercermin melalui makna total dari suatu karya.
Metode yang relevan digunakan pada teori strukturalisme genetik ialah
metode deskriptif-kualitatif. Hal itu dikarenakan analisis terhadap objek bisa lebih
mendalam dengan hasil yang jelas dan faktual. Kemudian teori ini juga
memanfaatkan metode dialektik. Metode ini dianggap praktis dengan menerapkan
konsep “keseluruhan-bagian” yang relevan untuk menginterpretasi struktur teks.
Selain itu, terdapat juga konsep “pemahaman-penjelasan” yang mampu
10

mengaitkan aspek tekstual karya sastra dengan aspek kontekstual yang


berkoherensi dengan fakta sosial masyarakat.
10

Daftar Pustaka
Endraswara, S. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Helaluddin. 2017. "Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann dalam Pengkajian
Karya Sastra". UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten , 1-12.
Nurhasanah, D. 2015. "Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann dalam Novel
Orang-orang Proyek Karya Ahmad Tohari". Humaniora (Language,
People, Art, and Communication Studies , 6 (1), 135-146.
Pradopo, R. D. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.
Semi, A. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Wigati, N. W., dkk. 2017. "Analisis Struktural Genetik Novel Akulah Istri Teroris
Karya Abidah El Khalieqy". Caraka , 4 (1), 130-145.
Yasa, I. N. 2012. Teori Sastra dan Penerapannya. Bandung: Karya Putra Darwati.

Anda mungkin juga menyukai