Lapsus OK - Athiyah Dan Dihar
Lapsus OK - Athiyah Dan Dihar
Lapsus OK - Athiyah Dan Dihar
DISUSUN OLEH :
Athiyah Ulya Arif 70700120037
Izdihar Hafizhah AZ-Zahra 70700120032
Pembimbing :
dr. Halim Syahril, Sp. An
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua program studi Pendidikan profesi dokter
UIN Alauddin Makassar
ii
DAFTAR ISI
A. Identitas ..................................................................................................... 1
B. Anamnesis ................................................................................................. 1
A. GETA ....................................................................................................... 9
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
- Nama : An. K
- Umur : 6 Tahun
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Pekerjaan :-
- Status : Belum menikah
- Alamat : BTN Sejaherah Permai
- No. RM : 95739
- Tgl MRS : 10/08/2022 (20.35 WITA)
B. Anamnesis
- Keluhan Utama
- Anamnesis Terpimpin
nyeri perut kanan bawah yang dialami sejak 2 minggu terkahir dan memberat
hari ini. Nyeri menjalar (-), mual (+), muntah (-). Riwayat demam (+), BAB
terakhir kemarin, flatus (+). BAK lancar, nyeri (-). Telah dilakukan USG pada
1
Riwayat Alergi Obat (-)
- Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (-)
Riwayat Alergi (-)
- Riwayat Pribadi
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat Minum Alkohol : disangkal
- Riwayat Anestesi dan Operasi
Pasien tidak memiliki riwayat operasi
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
2
Buka mulut : 3 cm
Mallampati score II
- Inspeksi : Distended
- Auskultasi : Peristaltik kesan normal
- Palpasi : Nyeri tekan Mc Burney (+),
Pemeriksaan Abdomen
Rovsing sign (+)
- Perkusi : Timpani
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Tanggal 11/08/2022)
Nama test Hasil Nilai rujukan
Darah rutin :
WBC 8.35 ribu/uL 4.11 –11.30
RBC 4.51 juta/uL 4.50 – 5.90
HGB 11.8 g/dL 14.0 – 17.5
HCT 34.6 % 41.5 – 50.4
PLT 406 ribu/uL 172 – 450
Hemostasis :
PT 9.0 s 9.7 – 13.1
APTT 20.9 s 21.9 – 34.9
INR 0.84 s 0.85 – 1.27
3
Kimia Darah :
SGOT 23 U/L < 38
SGPT 26 U/L < 41
Ureum 34 mg/dL 10-50
Kreatinin 0.46 mg/dL < 1.1
Elektrolit :
Natrium 136.3 mmol/L 135 – 148
Kalium 4.35 mmol/L 3.4 – 4.5
Klorida 107.2 mmol/L 98 - 107
Sero Imunologi :
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
Rapid Antigen SARS- Negatif Negatif
CoV-2
E. Status Fisik
ASA PS Klas II
F. Diagnosis Kerja
Susp appendisitis
G. Rencana Tindakan Bedah
Laparoskopi
H. Rencana Tindakan Anestesi
General Endotracheal Anasthesia
I. Terapi Anestesi
a. Pre-operasi
Persiapan pre-operasi :
Informed consent terhadap pasien dan keluarga mengenai tindakan
pembedahan dan anestesi
IVFD RL 16 tpm
Puasa 6 jam pre op (mulai jam 05.00 WITA)
4
Pemberian antibiotik profilaksis 30’-60’ sebelum tindakan
Menyiapkan alat-alat
o Monitor, handscoon, stetoskop, laringoskop, ETT, guedel, plester (ETT,
guedel, mata, infus), introducer, connector, suction dan alatnya
o Siap darah 1 unit PRC
b. Intra-operasi
1. Medikasi selama operatif :
- Pre-medikasi
Ondansetron (4-8 mg IV) 2 mg bolus IV
Dexamethason (5-10 mg IV) 5 mg IV
- Sedasi Midazolam (0,01-0,1 mg/kgbb) 2 mg
- Analgetik Fentanyl (1-5 mcg/kgbb) 50 mcg
- Induksi anestesi:
Propofol (1-2 mg/kgbb) 50 mg (5 cc)
Sevofluran 2%
- Muscle relaxant Atracurium (0,3 - 0,5 mg/kgbb) 10,5 mg (1 cc)
2. Diberikan O2 6 liter/menit
3. Kebutuhan cairan selama operasi
Lama anestesi : 11.00 – 12.30 (90 menit)
Lama operasi : 11.05 – 12.30 (85 menit)
Perdarahan : 5 cc
Urine output :-
Kebutuhan Cairan Maintenance
- 10 kg pertama : 10 kg x 4 cc/kgBB = 40 cc
- 10 kg kedua : 10 kg x 2 cc/kgBB = 20 cc
- 10 kg selanjutnya : 1 kg x 1 cc/kgBB = 1 cc
∑ Kebutuhan cairan maintenance 81 cc/jam
Operasi berlangsung selama 85 menit 81 cc/jam x 85 menit = 114,75 cc
5
Kebutuhan Cairan Puasa
Jumlah cairan pengganti puasa : Lama Puasa x Kebutuhan Cairan Maintenance
: 6 jam x 81 cc = 486 cc
Sebelum operasi, pasien mendapat infus RL sebanyak 16 tpm selama 30 menit
maka cairan yang sudah diberikan selama puasa adalah sebanyak 480 cc. Dengan
demikian selisih cairan pengganti puasa,
= 480 - 486
= - 6 cc (defisit negatif)
Jumlah cairan yang harus diberikan sebagai pengganti puasa diberikan secara
bertahap tiap jam,
- Jam I : 50% x 6 cc = 3 cc
- Jam II : 25% x 6 cc = 1,5 cc
- Jam III : 25% x 6 cc = 1,5 cc
6
= 3 x 5 cc
= 15 cc
c. Post-operasi
Pasien dipindahkan ke recovery room
Keluhan: Tidak ada keluhan, nyeri (-)
O2 8 lpm via simple mask
IVFD RL 16 tetes/menit
Awasi KU, TTV, head up 30°
Tirah baring, boleh makan minum pasca op
Post op pain control : Paracetamol 500 mg/8 jam/IV
J. Resume Kasus
Pasien anak perempuan berusia 6 tahun datang ke IGD RS TC dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialami sejak 2 minggu terkahir dan
memberat hari ini. Nyeri menjalar (-), mual (+), muntah (-). Riwayat demam (+),
BAB terakhir kemarin, flatus (+). BAK lancar, nyeri (-). Telah dilakukan USG
pada pasien di RS Labuang Baji dengan suspek Appendisitis akut. Riwayat
penyakit sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit keluarga tidak ada, tidak
merokok, riwayat konsusmsi obat (-), riwayat anestesi sebelumnya (-).
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal,
pemeriksaan kepala, thorax, ekstremitas dalam batas normal, mallampati score II.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan distended, nyeri tekan Mc Burney dan
Rovsing sign positif. Pada pemeriksaan penunjang yaitu USG ditemukan adanya
7
susp appendisitis. Berdasarkan temuan pasien didiagnosis dengan Appendisitis
akut. Berdasarkan kesimpulan dokter bedah anak akan dilakukan tindakan
laparoskopi, oleh karen aitu, akan dilakukan teknik anestesi dengan GETA
(General Endotracheal Anasthesia). Pasien masuk dalam ASA PS II. Anastesi
menggunakan premedikasi antiemesis (Ondansentron IV 2 mg) dan dexamethason
IV 5 mg. Induksi anestesi dengan pemberian Midazolam 2 mg, Fentanyl 50 cc,
Propofol 5 cc, Sevofluran 2% dan Atracurium 1 cc sebagai muscle relaxant. Serta
post-op pain control menggunakan Paracetamol 500 mg/8 jam/IV. Dalam kasus
ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi
anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan pasien
tenang, stabil, lalu pasien dipindahkan ke ruang perawatan. Secara umum
pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GETA1
Anestesi umum menggunakan cara melalui intravena dan secara inhalasi
untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat dimana akan
dilakukan operasi. Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi. Induksi
anestesi merupakan peralihan dari keadaan sadar dengan reflek perlindungan
masih utuh sampai dengan hilangnya kesadaran (ditandai dengan hilangnya reflek
bulu mata) akibat pemberian obat–obat anestesi. Tindakan pembedahan terutama
yang memerlukan anastesi umum diperlukan teknik intubasi, baik intubasi
endotrakeal maupun nasotrakeal.
Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut
atau hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan
intubasi nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa
trakea ke dalam trakea melalui rima glottis dengan mengembangkan cuff,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara
dan bifurkasio trakea. Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal adalah
untuk memudahkan pemberian anastesi, membersihkan saluran trakheobronchial,
mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta
mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.
Indikasi GETA 1
1. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan
oksigen arteri) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai
oksigen melalui masker nasal.
2. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
3. Sebagai proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien
dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
9
4. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan,
karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan
face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.
5. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang
dan tidak ada ketegangan.
6. Operasi intra-torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan
dengan mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah
pengontrolan tekanan intra pulmonal.
7. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
8. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
Kontra indikasi GETA2
1. Pasien menolak
2. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus
dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
3. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra
servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
Persiapan GETA3,4
1. Informed consent
Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui GETA
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada daerah tempat dilakukan intubasi apakah
ada penyulit yang akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit.
Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan
bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah. Pemeriksaan
laboratorium anjuran Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pemeriksaan
pre-op yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang untuk menentukan status fisik ASA & risiko. Diputuskan
kondisi fisik pasien termasuk ASA.
10
Peralatan GETA
Tabel Komponen STATICS3,4
Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
S Scope Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang
sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T Tube Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau
pipa hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini
A Airway
menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
mengelakkan sumbatan jalan napas.
Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
T Tape
tercabut.
Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic
(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
I Introducer
supaya pipa trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini
tidak digunakan introducel atau stilet.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anastesia
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
11
- Memberikan obat relaksan yaitu atracurium 1 ml/iv tunggu 3-5 menit.
- Melakukan intubasi trachea dengan memasukan laringoskop secara lembut
hingga pita suara sudah terlihat
- Memasukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian
proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 –2 cm atau pada orang dewasa
atau kedalaman pipa ET ±19 -23 cm
- Mengangkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara 5 –10
ml. Waktu intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.
- Menghubungkan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil
melakukan auskultasi, pertama pada lambung, kemudaian pada paru kanan dan
kiri sambil memperhatikan pengembangan dada. Bila terdengar gurgling pada
lambung dan dada tidak mengembang, berarti pipa ET masuk ke esofagus dan
pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan hiperventilasi ulang selama
30 detik. Berkurangnya bunyi nafas di atas dada kiri biasanya mengindikasikan
pergeseran pipa ke dalam bronkus utama kanan dan memerlukan tarikan
beberapa cm dari pipa ET. Setelah bunyi nafas optimal dicapai,
mengembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 10 cc.
- Melakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut
- Maintenance selama operasi diberikan O2 6 lpm via Endo Trachea Tube
(ETT) dan Sefoflurans 2 vol%
- Operasi selesai, pasien bernafas spontan, adekuat dan hemodinamik stabil.
Dilakukan ekstubasi dengan pasien dalam keadaan sadar
- Diberikan 500 mg/8 jam/iv
- Pasien di transfer ke recovery room
B. Laparoskopi Appendiktomi4
Laparaskopi apendiktomi merupakan tindakan bedah invasive minimal
yang paling banyak digunakan pada kasus appendicitis akut. Tindakan
apendiktomi dengan menggukanan laparaskopi dapat mengurangi
ketidaknyamanan pasien jika menggunakan metode open apendiktomi dan pasien
dapat menjalankan aktifitas paska operasi dengan lebih efektif. Laparaskopi
12
apendiktomi tidak perlu lagi membedah rongga perut pasien. Metode ini cukup
dengan memasukan laparaskop pada pipa kecil (yang disebut trokar) yang
dipasang melalui umbilicus dan dipantau melalui layar monitor. Selanjutnya dua
trokar akanv melakukan tindakan pemotongan apendiks.
13
DAFTAR PUSTAKA
14