LP Laparotomi
LP Laparotomi
LP Laparotomi
LAPARATOMY
Disusun oleh:
HERA YUNIANTO
NIM. 202104182
Usus halus adalah bagia dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pilorus gaster dan berakhir pada sekum. Panjangnya + 6 meter, merupakan
saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbs hasil pencernaan.
Di dalam lapisan usus halus merupakan sel-sel epitel merupakan lipatan mukosa
dan mikrovili yang memudahkan proses pencernaan dan absorbsi.`
Lapisan usus halus terdiri dari:
1. Lapisan mukosa (sebelah dalam)
2. Lapisan otot melingkar (M.sirkuler)
3. Lapisan oror memanjang (M.longitudinal), dan
4. Lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terbagi atas 3 bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum.
1. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung
ke kiri. Pada lengkungan ini terdapat pangkreas. Pada bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir yang disebut vateri. Pada papila vateri ini bermuara duktus
emperdu (duktus koleduokus) dan salurann pangkreas (duktus wirsungi/dukus
pankreatikus).
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar
yang disebut kelenjar brunner, yang berfungsi memproduksi getah intestinum.
2. Jejunum dan Ileum
Mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagia atas adalah jejunum + 2,5
m dan ileum dengan panjang sekitar 4-5 m. ujung bawah ileum berhubungan
dengan sekum dengan perantaran lubang yang bernama orifisium ileosekalis dan
diperkuat oleh katup sfingter ileosekalis.
C. Usus Besar
(Intestinum
Mayor)
2. DEFINISI
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus (Arif Mansjoer,
2020).Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan
operasi (Lakaman2019).
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses
pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter
(2015) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu
periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif.
Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan
post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepada klien
yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.
3. ETIOLOGI
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa
hal (Smeltzer, 2017) yaitu:
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2. Peritonitis.
3. Perdarahan saluran cernas
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Massa pada abdomen
4. KLASIFIKASI
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2018):
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong
ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya
hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien
serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan
organ dalam pelvis.
2. Paramedian
Yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi
lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain :
merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan
saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah,
3. Transverse upper abdomen incision
Yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision
Yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy.
Menurut (Jitowiyono, 2016) ada beberapa indikasi laparatomi yaitu:
a) Trauma abdomen (tumpul/ tajam) / ruptur hepar.
b) Peritonitis
c) Perdarahan saluran pencernaan
d) Sumbatan pada usus halus dan usus besar
e) Adanya masa pada abdomen.
5. MANIFESTASI KLINIS
A. Nyeri tekan.
B. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
Kelemahan.
C. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
D. Konstipasi.
E. Mual dan muntah, anoreksia.
6. PATOFISIOLOGI
A. Trauma adalah cedera atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2017). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2017).Trauma adalah
penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2017).Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2017) Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut
dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (setbelt) dapat mengakibatkan
terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.(Arif
Muttaqin, 2018).
B. Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan
darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organorgan, nyeri, iritasi
cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan
hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf
simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan
perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri
akut.(Arif Muttaqin, 2018). Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan
membrane serosa rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer,
sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus
duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses
pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier. Obstruksi usus dapat
didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai
akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi
justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan
(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau
pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu
bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat
penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon
dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan
menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus
melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan
tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
7. PATHWAY
( trauma abdomen, peritonitis, perdarahan saluran pencernaan, sumbatan pada
usus halus dan besar, masa pada abdomen )
Laparatomi
Insisi jaringan
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2) Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3) Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4) IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5) Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang
disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum
pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran
bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih
dahulu.
6) Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam
rongga peritonium.
10. PENATALAKSANAAN
iv. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan .
v. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen
darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara
sistemik mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis data
tersebut sehingga dapat pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus
menerus mengenai keadaan pasien .Adapun tujuan utama dari pada pengkajian
adalah memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan pasien
yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan. (Arif mutaaq
2013).
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat
penyakit psikososial.
a. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri
pada abdomen.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa
tindakan yang telah diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan secara medis.
b. Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien
dirawat di rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi,diabetes melitus,atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
d. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga status
emosional meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya
rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status
dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
4. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)
a. Pola Nutrisi
b. Pola Eliminasi
c. Pola Personal Hygiene
d. Pola Istirahat dan Tidur
e. Pola Aktivitas dan Latihan
f. Seksualitas/reproduksi
g. Peran
h. Persepsi diri/konsep diri
i. Kognitif diri/konsep diri
j. Kognitif perceptual
5. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau
riwayat operasi.
2. Mata penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III),
gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
3. Hidung Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus
olfatorius (nervus I).
4. Mulut Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus vagus
adanya kesulitan dalam menelan.
5. Dada Inspeksi : Kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada. Palpasi : Ada
tidaknya nyeri tekan dan massa. Perkusi : Mendengar bunyi hasil perkusi.
Auskultasi :mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.
6. Abdomen Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran. Auskultasi : mendengar
bising usus. Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi. Palpasi : ada tidaknya
nyeri tekan pasca operasi.
7. Ekstremitas Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)
a. Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
b. Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
c. Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
d. Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
e. Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.
f. Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan hipertensi yang muncul menurut (Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia) adalah sebagai berikut:
1) pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
2) Nyeri akut berhubungan dengan luka post op laparatomi
3) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op laparatomi
4) gangguan ventilation spontan disebabkan penggunaan otot bantu napas
meningkat
5) gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot
2. RENCANA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, pola nafas tidak efektif
membaik
Kriteria hasil : pola nafas ( L.01004)
Intervensi :
Observasi :
- monitor pola napas
- monitor bunyi napas tambahan
Terapeutik
- pertahankan kepatenan jalan napas
- posisikan semi fowler/ fowler
- berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
2. Nyeri akut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, nyeri berkurang
Kriteria hasil : kontrol nyeri ( L.08063)
Intervensi :
Observasi :
- identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intesitas nyeri
- identifikasi skala nyeri
- identifikasi faktor pemberat dan memperingankan nyeri
Terapeutik
- berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri( terapi musik)
- fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- jelaskan strategi pereda nyeri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgesik
3. Resiko infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, resiko infeksi dapat
teratasi.
Kriteria hasil : tingkat infeksi ( L.14137)
Intervensi :
Observasi :
- monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
- batasi jumlah pengunjung
- berikan perawatan kulit pada area edema
- cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
- pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
- jelaskan tanda dan gejala infeksi
- ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- ajarkan etika batuk
- ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
- anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
DAFTAR PUSTAKA