Tugas 3 Pengantar Ilmu Hukum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

NAMA :Bahdar Abdul Aziz

NIM :044437061
Tugas 3

KASUS

Januari-April 2020 Terjadi 22 Peristiwa Kekerasan Menimpa Pembela HAM

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyatakan perlindungan terhadap


pembela atau pejuang hak asasi manusia (HAM) masih menjadi persoalan yang belum
tersentuh penuh secara hukum. Tahun ini misalnya, Elsam mencatat ada 22 peristiwa
pelanggaran dan kekerasan terhadap pembela HAM yang terjadi dalam kurun Januari-April
2020.

"Dari identifikasi 22 kasus terhadap pembela HAM atas lingkungan, sebanyak 69 korban
individu dan 4 kelompok komunitas masyarakat adat," papar Direktur Eksekutif ELSAM
Wahyu Wagiman dalam diskusi daring, Kamis (23/7/2020). Peristiwa tersebut terjadi di 10
wilayah. Para korban umumnya merupakan masyarakat adat, petani, termasuk jurnalis.
Adapun pelaku yang paling banyak dilaporkan melakukan pelanggaran adalah aktor negara
yaitu kepolisian dan pihak perusahaan atau korporasi.

"Baru 4 bulan, sudah terjadi 69 korban. Kalau ini tidak ditangani segera, bisa jadi catatan ini
akan meningkat pada bulan-bulan berikutnya," celetuknya.  Jumlah itu menambah catatan
pelanggaran HAM yang juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019, Elsam
mencatat adanya 127 individu dan 50 kelompok pembela HAM atas lingkungan yang
menjadi korban kekerasan. Tahun sebelumnya, data Komisi Orang Hilang dan Korban tindak
Kekerasan (Kontras) tercatat 156 peristiwa penyerangan yang ditujukan pada pembela HAM.
Sementara, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia juga mendokumentasikan ada 131
pembela HAM yang menjadi korban penyerangan.

"Bahkan, LBH Pers juga menyatakan adanya laporan kasus kekerasan itu tidak hanya
menimpa aktivis, tapi juga menimpa jurnalis, khususnya yang meliput isu-isu lingkungan,"
ujar dia. Melihat masih tingginya pelanggaran tersebut, Wahyu menagih komitmen
pemerintah dalam penyelesaian kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis pembela
HAM, masyarakat, maupun jurnalis. salah satunya, mendorong agar DPR melakukan revisi
terhadap UU HAM dan memasukkan substansi yang menjamin perlindungan terhadap
pembela HAM, seperti menambah pengertian mengenai pembela HAM dan perlindungannya
serta menambah tugas dan fungsi Komnas HAM.

Selain itu, meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera
mengesahkan rancangan peraturan menteri (Rapermen) Anti-SLAPP yang diharapkan
mampu melindungi aktivis dan pembela HAM atas lingkungan. Begitu juga meminta agar
adanya institusi nasional seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, dan
Ombudsman membangun mekanisme perlindungan pembela HAM.

1. Telaah oleh saudara berdasarkan kasus di atas, Bagaimana agar sistem hukum di
Indonesia dapat bekerja dengan baik dalam penegakan HAM
2. Bagaimana jaminan Hak Asasi Manusia ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata
Negara?
3. Analisis oleh saudara terkait konflik agraria yang terjadi di Indonesia yang beririsan
dengan HAM. Serta bagaimana upaya yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan
konflik tersebut.

~Jawaban~
1. Bagaimana agar sistem hukum di Indonesia dapat bekerja dengan baik
dalam penegakan HAM
A. Perbaikan Sistem Hukum
Tawaran perubahan dan pembaharuan dalam bidang hukum terus bergema
dengan kondisi keterpurukan hukum. Baik dilakukan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat, organisasi-organisasi massa rakyat, akademisi dan politisi, yang
kesemuanya prihatin dengan sistem hukum yang ada. Reformasi sistem hukum
menjadi wacana hangat yang patut di sambut baik demi perbaikan kondisi
bangsa ini. Sebab semuanya sepakat hukum menjadi salah satu penentu
perbaikan bangsa di atas moralitas dan kepribadian masyarakat.
Keterpurukan hukum di Indonesia di sebabkan sistem hukum yang bekerja di
dalamnya mengalamai disorientasi gerakan dan tujuan. Sistem hukum yang
dimaksud dan perlu diperbaiki adalah, struktur, substansi dan kultur hukum serta
sarana prasarana.
1. Struktur
Struktur di ibaratkan sebagai mesin yang di dalamnya ada institusi-institusi
pembuat dan penegakan hukum[30], seperti DPR, Eksekutif, Legislatif,
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Terkait dengan ini, maka perlu dilakukan
seleksi yang objektif dan transparan terhadap aparatur penegakan hukum.
Selain itu, keanggotaan lembaga pembuat produk peraturan perundang-
undangan juga perlu mendapat perhatian dalam proses pemilihannya, sehingga
kualitasnya dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas produk peraturan
perundang-undangan yang akan dibuat.
2. Substansi
Substansi adalah apa yang di kerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu, yang
berupa putusan dan ketetapan, aturan baru yang mereka susun, substansi juga
mencakup aturan yang hidup dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab
undang-undang[31].
Selain itu, substansi suatu peraturan perundang-undangan juga dipengaruhi
sejauh mana peran serta atau partisispasi masyarakat dalam merumuskan
berbagai kepentingannya untuk dapat diatur lebuh lanjut dalam suatu produk
peraturan perundang-undangan.
Partisipasi berarti ada peran serta atau keikutsertaan (mengawasi, mengontrol
dan mempengaruhi) masyarakat dalam suatu kegiatan pembentukan peraturan,
mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi pelaksanaan UU[32]. Adanya
partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu undang-undang
memungkinkan substansi dari suatu undang-undang berasal dari pemikiran atau
ide yang berkembang didalam masyarakat yang akan digulirkan masuk kedalam
lembaga atau badan legislatif, dan didalam lembaga inilah pemikiran atau ide
tersebut kemudian dirumuskan untuk dijadikan sebagai undang-undang[33].

3. Kultur
Sedangkan kultur hukum menyangkut apa saja atau siapa saja yang
memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan
bagaimana mesin itu digunakan, yang mempengaruhi suasana pikiran sosial dan
kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau
disalahgunakan[34].
Untuk itu diperlukan membentuk suatu karakter masyarakat yang baik agar dapat
melaksanakan prinsip-prinsip maupun nilai-nilai yang terkandung didalam suatu
peraturan perundang-undangan (norma hukum). Terkait dengan hal tersebut,
maka pemanfaatan norma-norma lain diluar norma hukum menjadi salah satu
alternatif untuk menunjang imeplementasinya norma hukum dalam bentuk
peraturan perundang-undangan. Misalnya, pemanfaatan norma agama dan
norma moral dalam melakukan seleksi terhadap para penegak hukum, agar
dapat melahirkan aparatur penegak hukum yang melindungi kepentingan rakyat,
maupun sebagai norma pelengkap dalam rangka menegakkan hukum.
Secara umum, jika ingin keluar dari keterpurukan hukum maka sistem hukum
perlu diperbaiki secara keseluruhan dan diisi oleh komponen yang benar-benar
ingin memperbaiki hukum dan bukannya mencari keuntungan dan
menyalamatkan kepentingan diri dan kelompoknya.

B. Meningkatkan Kesadaran Hukum


Selain persoalan system hokum yang harus diperbaiki, maka kesadaran hokum
juga memiliki peranan dalam proses penegakan hokum dan HAM. Menurut
Krabe hukum tidak bergantung pada kehendak manusia, tapi telah ada pada
kesadaran hukum setiap orang. Kesadaran hukum tidak datang, apalagi
dipaksakan dari luar, melainkan dirasakan setiap orang dalam dirinya. Dengan
demikian, kesadaran akan pentingnya hukum dan HAM dari setiap masyarakat
diperlukan untuk mendukung efektifitas hukum dan HAM.

Kesimpulan
Sebagai suatu Negara hukum maka sudah selayaknya Indonesia menghormati
dan menerapkan prinsip-prinsip Negara hukum dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah banyak terjadi diskriminasi
dalam penerapan prinsip-prinsip Negara hukum yang dilakukan oleh para aparat
penegakkan hukum, hal ini menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap
kinerja aparat penegak hukum, dan dari tumpukan kekecewaan tersebut,
memunculkan sikap main hakim sendiri di dalam masyarakat dalam mewujudkan
rasa keadilan masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa aparat penegak hukum
memegang peranan yang penting dalam menumbuhkan kesadaran berhukum
dalam masyarakat sekaligus menegakkan prinsip-prinsip Negara hukum. Untuk
itu, salah satu factor yang perlu mendapat perhatian serius dalam
mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum melalui kinerja aparat
penegak hukum adalah, perlu adanya pembaharuan perilaku dan moral para
petugas penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
dalam menegakkan hukum tanpa adanya diskriminasi, selain itu, peningkatan
kesadaran hukum masyarakat juga perlu ditingkatkan.

2. Bagaimana jaminan Hak Asasi Manusia ditinjau dari sudut pandang Hukum
Tata Negara?
Jaminan Hak Asasi Manusia ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata Negara
yaitu didalam Konstitusi Negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945
telah memberikan jaminan hak asasi manusia warga negaranya.

Penjelasan:
Menurut Wade dan phillips dalam bukunya yang berjudul “Constitusional law “.
Hukum Tata Negara merupakan hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan
negara, tugasnya dan hubungan antara alat pelengkap negara. Jaminan Hak
Asasi Manusia ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata Negara yaitu negara
berkewajiban menghormati hak asasi manusia warga negaranya, tersirat di
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan
pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan
warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan
untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran.

3. Analisis oleh saudara terkait konflik agraria yang terjadi di Indonesia yang
beririsan dengan HAM. Serta bagaimana upaya yang perlu dilakukan dalam
menyelesaikan konflik tersebut.
Konflik agraria timbul akibat adanya ketimpangan kepemilikan dan penguasaan
serta pengelolaan sumber-sumber agraria (ketimpangan struktur agraria). Konflik
ini bersifat kronis, masif, meluas, dan berdimensi hukum, sosial, politik, serta
ekonomi. Konflik juga bersifat struktural. Hal ini ditandai dengan adanya
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penguasaan dan kegunaan tanah serta
pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang disebabkan adanya benturan-
benturan antara pihak yang hendak mengusai tanah dan pihak yang mempunyai
hak dan Dalam konflik juga terjadi penyalahgunaan wewenang memberikan izin
usaha penggunaan tanah dan pengelolaan SDA dengan tidak menghormati
keberagaman hukum hak tenurial masyarakat. Terakhir, dalam konflik biasanya
terjadi pelanggaran HAM. Negara harus hadir Peristiwa yang terjadi antara PT
Buana Permata Hijau, Pemprov DKI, dan BPN Jakarta Utara, serta kasus antara
KTPHS dan PT SMART, menunjukkan bahwa negara harus hadir dalam urusan
agraria. Dalam agenda prioritas Nawacita yang kelima, negara diamanatkan
untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong land reform dan program
kepemilikan tanah.

Dalam rangka mewujudkan penataan kembali penguasaan dan pemilikan tanah,


hal itu mempunyai makna bahwa konflik penguasaan SDA dapat diselesaikan.
Hal itu dapat dilakukan melalui penataan aset dan penataan akses serta
memberikan kepastian hukum terhadap penguasan tanah. Penyelesaian konflik
agraria merupakan salah satu tujuan reforma agraria.
Dengan melihat secara sinkronisasi dan konsistensi berbagai aturan hukum di
bidang pertanahan dalam kaitannya dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945
mengenai SDA, khususnya di bidang pertanahan, dengan tidak melepaskan
kaitannya dengan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 sebagai payung hukum dari
semua aturan hukum agraria.

Pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) yang


bertugas menerima pengaduan kasus, menganalisis kasus, memverifikasi
lapangan, mengadakan rapat koordinasi, dan memberikan rekomendasi
penyelesaian, menandakan bahwa pemerintah serius menangani konflik agraria.
Oleh sebab itu, koordinasi antarinstansi yang terkait dengan masalah
agraria/pertanahan untuk mengatasi atau mencegah tumpang-tindih kewenangan
maupun tumpang-tindih administrasi pertanahan sangat penting. Penyelesaian
tumpang-tindih di antara instansi-instansi pemerintah harus dilakukan secara
musyawarah atau melalui instansi yang lebih tinggi dengan mekanisme
koordinasi.

terkait penyelesaian konflik agraria yang perlu segera dilakukan;


1. menyangkut penataan di bidang peraturan perundang-undangan tentang
penyelesaian konflik agraria, mulai UU, PP, perda, sampai dengan surat
keputusan bupati.
2. adanya peran serta semua pihak, yaitu pihak yang memerlukan tanah,
masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan, pemda, serta pemimpin
informal/ketua-ketua masyarakat hukum adat.
3. pemda berlaku sebagai mediator independen (tidak memihak).
4. DPRD berkomitmen kuat untuk membantu masyarakat.
5. buka saluran keluhan warga sebelum terjadi konflik.
6. para pihak harus membangun komunikasi yang intensif.
7. sosialisasi dan monitoring kesepakatan.
8. pilihan kompensasi yang bersifat sustainable.
9. akses masyarakat terhadap tanah dan sumber daya tidak putus.
10. perlu ada pemahaman dan pengetahuan yang setara mengenai hukum di
antara para pihak.
11. keputusan diambil secara sukarela dan tidak dimanipulasi.
12. mediator memahami sosiobudaya masyarakat setempat.
13. identifikasi sumber, aktor, dan cakupan konflik/sengketa.

Selain aspek-aspek pendukung penyelesaian konflik di atas, yang penting ialah


bukan caranya, melainkan pemahaman tentang sumber, asas ketentuan, serta
penerapan asas dan ketentuan tersebut dalam menyelesaikan konflik/sengketa.
Selanjutnya, kebijakan dan produk hukum pertanahan di kabupaten/kota yang
bersifat lintas sektoral dan partisipatif harus dikaji ulang secara berkala. Semua
itu dilakukan dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, prinsip
penghormatan terhadap hak-hak atas tanah, dan prinsip keadilan.

Anda mungkin juga menyukai