Ushul Fiqh

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Alquran diturunkan dalam keadaan berbahasa Arab sementara makna
yang  dikehendaki tuhan sangat samar, namun demikian keberadaan rasulullah
mampu menjelaskan ayat-ayat al-qur’an yang tidak jelas yang populer disebut
hadis (sabda, perbuatan, dan ketetapan Nabi), selanjutnya pada gilirannya
penjelasan rasulullah pun juga ada yang tidak jelas arti yang dimaksudnya.
dalam al-qur’an.
Macam-macam lafad dari segi kejelasan maknanya dibagi menjadi
dua,yaitu: lafad jelas dan lafad yang tidak jelas. Oleh karena itu pada makalah
ini akan membahas sedikit lebih lanjut tentang lafad yang jelas dan lafad yang
tidak jelas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian lafad jelas?
2. Apa macam-macam lafad jelas?
3. Apa pengertian lafad tidak jelas?
4. Apa macam-macam lafad tidak jelas?
C. TUJUAN PENULISAN
1. mengetahui pengetian lafad jelas
2. mengetahui macam-macam lafad jelas
3. mengetahui pengertian lafad tidak jelas
4. mengetahui macam-macam lafad tidak jelas

BAB II

ushul fiqh 2 1
PEMBAHASAN

A. Pengertian lafad jelas


Lafadz jelas adalah lafadz yang sudah terang maksudnya, untuk mengetahui
arti atau maksudnya tidak membutuhkan indikasi-indikasi atau penjelasan dari
luar.
B. Macam-macam lafad jelas
1. Dzahir
Lafal yang petunjuknya jelas untuk pengertian yang dimaksudkan, dan
masih mungkin menerima makna lain.
Contoh:
firman allah dalam surat adz-dzariyat : 47
     
“dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan
Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa.”
Dzahir lafad ‫ أيد‬adalah tangan, dan bisa menerima makna lain, yaitu
kekuasaan.
2. Nash
lafal yang menunjukkan suatu pengertian yang tidak menerima makna
lain.
Contoh:
firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 89
...       ...
‘’barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka
kaffaratnya puasa selama tiga hari.’’
ayat diatas menunjukkan pengertian yang jelas dan tidak menerima lagi
makna lain.1

1
Khairul Uman dan Achyar Aminudin,Ushul fiqih II,(Bandung: cv pustaka setia,2001),13

ushul fiqh 2 2
3. Mufassar
Lafal yang petunjuknya jelas untuk makna yang dimaksud dari
rangkaian lafal tersebut serta masih mungkin dimansukh. 2Atau dapat juga
di artikan nash itu sendiri sudah bisa menunjukkan arti yang sangat rinci.
Contoh:
firman Allah QS. An-Nur:24
.... …  
“Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera.”
Dimana bilangan tertentu itu tidak mengandung bilangan yang lebih
ataupun kurang.3
4. Muhkam
Lafal yang petunjuknya untuk pengertian yang jelas sesuai dengan
susunan lafal itu dan tidak mungkin menerima sesuatu yang lain, baik
ta’wil dan takhsis.4 Dalam artian, ia tidak membutuhkan arti lain yang
mana bukan arti yang sebenarnya. seperti sabda Rasulullah SAW:
‫الجها د ما ض الي يوم القيامة‬
“Jihad itu berlangsung sampai hari kiamat.” 5
C. Pengertian lafad tidak jelas
Lafadz yang tidak jelas adalah lafadz yang belum jelas makna yang
dimaksud kecuali dengan membutuhkan penjelasan dari luar.

D. Macam-macam lafad tidak jelas


1. Khafi
lafadz yang dapat menunjukkan kepada artinya secara jelas, namun
ketika arti tersebut diaplikasikan kepada kasus tertentu, maka ia menjadi
2
Khairul Uman dan Achyar Aminudin,Ushul fiqih II,(Bandung: cv pustaka setia,2001),11
3
http://nafisahworld.blogspot.co.id/2014/01/macam-macam-lafadz-ushul-fiqh_5226.html diakses pada
tanggal 22 agustus 2016
4
Ibid,.11
5
http://nafisahworld.blogspot.co.id/2014/01/macam-macam-lafadz-ushul-fiqh_5226.html diakses pada
tanggal 22 agustus 2016

ushul fiqh 2 3
samar dan tidak jelas. Hal tersebut terjadi karena faktor kasus tersebut
tidak sama persis dengan kasus yang dibicarakan oleh dalil yang ada.
Sebagai contoh pencuri pada ayat 38 surah al-Maidah :
        
     
“laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
Jika kita amati makna pencuri (‫ )والسارق‬dalam ayat di atas, sangat jelas
maknanya yaitu setiap orang yang mengambil harta milik orang lain
secara tersembunyi dari tempat yang layak seperti umumnya orang
menyimpan harta antara lain lemari, kotak, penyimpan harta. Namun jika
ayat di atas dibenturkan dengan kasus  yang lain, seperti pencopet (‫)الطرار‬
yang melakukan pencurian secara terang-terangan dan pencuri kafan
mayat (‫)النباش‬di kuburan yang tidak jelas pemiliknya, hal ini disebabkan
mayat tidak punya hak memiliki harta benda. Oleh karena itu kedua
istilah baru ini  berdampak kesamaran bagi sebagian jenis pencuri  dalam
mengeneralkan penyebutan istilah pencuri. Untuk mengetahui hal ini
masih membutuhkan pemikiran lebih mendalam.
Ulama telah berpandangan dalam kasus di atas bahwa pencuri  (
‫ )والس__ارق‬mencuri harta benda secara tersembunyi sementara pencopet
mencuri secara terang-terangan. Karena hal ini mereka berkonsensus
bahwa pencopet dihukumi sama dengan pencuri, artinya wajib memotong
tangan pencopet, bahkan ia lebih berhak untuk dipotong. Sementara untuk
kasus pencuri kain kafan mayoritas  Ulama Hanafiyyah sepakat bahwa
pencuri kafan tidak dikatagorikan sebagai pencuri pada umumnya karena
sesuatu yang terdapat dalam kuburan tidak terhitung sebagai harta benda

ushul fiqh 2 4
dan kafan tidak termasuk harta yang disenangi masyarakat pada
umumnya, sehingga si pelaku tidak dikategorikan sebagai pencuri yang
dapat menyebabkan kewajiban potong tangan tetapi hanya dita’zir.
Sementara Ulama lain dan Abu Yusuf berpendapat sebaliknya yaitu ia
terhitung sebagai pencuri pada umumnya dan wajib dipotong tangannya.6
2. Musykil
7
‫المشكل هو اللفظ الذي خفي معناه المراد بسبب فى النفس اللفظ‬
Adalah lafadz yang samar karena lafadz itu sendiri.
Dengan kata lain, bahwa lafadz ini tidak menunjukkan maksud apa-
apa, maka diperlukan sebuah qarinah atau indikasi untuk menjelaskan
maksud dari lafadz tersebut. Perbedaan musykil dan khafi , apabila
musykil kesamarannya bersumber dari lafadz itu sendiri. Sedangkan khofi
kesamarannya bersumber dari faktor luar bukan dari shigat atau lafadz itu
sendiri dan tidak membutuhkan qarinah atau indikasi untuk mengetahui
maksudnya.
Salah satu sebab kesamaran lafadz adalah lafadz musytarak yaitu satu
lafadz yang mempunyai dua arti atau lebih yang berlawanan tanpa adanya
petunjuk mengarah kepada makna yang dimaksud. Seperti lafaz quru’ (
‫ ) قروء‬dalam surat al-Baqarah (2) : 228
.…      

“ wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga


kali quru'.

Lafadz quru’ disini adalah lafadz musytarak yang mempunyai dua arti
yang berlawanan, suci dan haid. Dan artinya akan menghasilkan hukum
yang berbeda, apakah iddah dihitung dengan suci atau haid? Untuk
6
https://elmisbah.wordpress.com/lafadz-dipandang-dari-ketidak-jelasannya/ diakses pada tanggal 22
agustus 2016
7
Wahbah Zuhaily, Ushul Fiqh al-Islamiy,(Damaskus: Dar-Fikri,1986) jilid 1,337

ushul fiqh 2 5
mengetahuinya harus ada qarinah yang menjelaskannya. Dalam masalah
ini ulama berbeda pendapat:

a. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah mengartikan bahwa yang dimaksud


quru’ adalah haid. Pendapat mereka dikuatkan dengan dalil-dalil
berikut:
1. Firman Allah dalam surat at-Thalaq (65) : 4
         
… 

“dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di


antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang
masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan”

Ayat ini menerangkan bahwa bagi perempuan yang sudah


monopouse yang ragu-ragu terhadap iddahnya maka dihitung tiga
bulan. Maka perhitungan tiga quru’ berlaku bagi perempuan yang
masih haid. Dengan demikian quru’ disini artinya haid bukan suci.
Hikmah dari disyariatkan iddah bagi istri-istri yang telah ditalak
suaminya adalah, untuk mengetahui kebersihan rahim istri dari
kehamilan.

2. Sabda Nabi Muhammad tentang jumlah talak dan iddah bagi


hamba sahaya dan orang merdeka:

‫طال ق االمة اثنتان و عدتها حيضتان‬

“ bilangan talak untuk budak perempuan adalah dua kali dan


iddahnya adalah dua kali haid. “

Jika bilangan iddah untuk hamba sahaya dan perempuan


merdeka adalah dua kali haid. Disini perhitungan iddah

ushul fiqh 2 6
menggunakan haid bukan suci. Disini tidak ada perbedaan antara
hamba sahaya dan perempuan merdeka.

b. Ulama Malikiyah dan Syafi’iyyah berpendapat bahwa arti quru’ disini


adalah suci. perempuan yang telah dicerai suaminya wajib menunggu
masa iddah yaitu tiga kali suci. Dengan sebuah qorinah, kaidah adad
ma’dud dalam bahasa arab. Jika muannasnya bilangan ( adad ) dalam
ayat diatas( ‫ ) ثالثة‬yang berarti jika adadnya muannas maka ma’dud
adalah mudzakar. Dengan kata lain arti quru’ dsini adalah suci ( ‫)طهر‬
mudzakar bukan haid yang muannas.
3. Mujmal
Adalah Lafadz yang tersembunyi maksudnya dari segi lafadz itu sendiri
dan tidak akan diketahui maksudnya kecuali dengan penjelasan dari
pembuat hukum sendiri. Lafadz ini tidak bisa diketahui dengan akal, tetapi
harus menggunakan dalil. Mujmal berlawanan dengan lafadz mufassar.
Mujmal ini lebih tinggi derajat ketidakjelasaannya dibanding dengan lafadz
sebelumnya yaitu, musykil. Karena lafadz ini juga tidak ditemukan qarinah
untuk sampai kepada maksud yang diinginkan.
Kebanyakan hukum taklifi yang ada pada al-Quran muncul dalam
bentuk mujmal kemudian datanglah sunnah untuk menjelaskan dan
merincikan hukum.
Faktor-faktor kemujmalan tersebut sebagai berikut:
a. Lafadz musytarak ( mempunyai arti dua atau lebih ) serta tidak ada
qarinah yang menunjuk kemaksudan dari sebuah lafadz.
b. Keasingan sebuah lafadz contoh : ayat al-qur’an( ‫) القارعة‬lafad ini asing
dan tidak diketahui artinya sampai adanya penjelasan dari Allah bahwa
artinya adalah hari kiamat.
c. Lafadz – lafadz yang dipindahkan dari makna secara bahasa ke makna
secara istilah teknis hukum seperti; shalat, zakat, puasa, haji, riba , dan

ushul fiqh 2 7
sebagainya. Kemudian diterangkan oleh sunnah maksud dari kata-kata
ini.
Hukum lafadz mujmal, pada zaman Rasulullah cara menentukan
maksud dari lafadz mujmal dengan menanyakan langsung kepada
Rasulullah dikarenakan tidak ada qarinah yang mampu menjelaskan
kecuali penjelasan dari pembuat hukum itu sendiri. Jika kemujmalan
ada di dalam al-Quran maka dikembalikan kepada al-Quran itu sendiri.
Lafadz mujmal yang telah mendapatkan penjelasan bisa berubah
menjadi dhohir, kadang juga bisa menjadi mufassar bahkan jika
penjelasannya sangat detail bisa berubah menjadi muhkam. Semua itu
tergantung kepada penjelasan yang didapatkan, apakah kuat atau tidak
terlalu kuat.
4. Mutasyabih
“Lafadz mutasyabih adalah lafadz yang samar artinya dan tidak ada cara
yang dapat digunakan untuk mencapai artinya. “
Ketidakjelasan lafadz mutasyabih karena sighatnya sendiri tidak
memberikan arti yang dimaksud, tidak ada qarinah yang menjelaskannya.
Lafadz ini adalah tingkatan paling tinggi dalam kesamaran. Bertentangan
dengan lafadz muhkam yang memiliki nilai paling tinggi dalam kejelasan
sebuah lafadz.
Telah diteliti tidak ada ayat al-Quran dan hadist yang berkaitan dengan
hukum syar’i tentang perbuatan manusia yang berupa dari lafadz
mutasyabih, Dikarenakan ketidakmampuan manusia mencapai makna yang
dimaksud ,dan mengembalikan pemaknaan semuanya kepada Allah.
Lafaz mutasyabih mempunyai dua bentuk :
a. Huruf- huruf hijaiyah yang menjadi pembuka surat . misalnya ‫ المر‬, ‫ الم‬.
b. Ayat-ayat yang secara dhohirnya mempersamakan Allah dengan
makhluknya sehingga tidak bisa dipahami secara bahasa.Allah. Maha

ushul fiqh 2 8
Suci dari yang demikian. Misalnya ( ‫ ) يد‬dalam ayat al-Quran surat al-
fath 48:10
… ….    
“Yang arti secara bahasanya adalah, tangan Allah diatas tangan-tangan
mereka.”
Cara mengetahui hukum lafadz mutasyabih dalam bentuk yang
kedua, dalam artinya menyamakan Alah dengan sifat-sifat makhluk ada
dua macam :
1. Metode ulama salaf, ini adalah metode yang digunakan kebanyakan
ulama ahlussunah wal jama’ah dan ahli ushul fiqh. Dengan cara
menolak sebuah ta’wil dan membiarkan. Memahami ayat apadanya
dan menyerahkan kepada Allah tanpa berusaha untuk mencari dan
meneliti.
2. Metode ulama khalaf, ini adalah yang dipakai kelompok mu’tazilah.
Berusaha mencapai maksud dari sebuah lafadz dengan cara
mena’wilkan dari makna bahasa ke makna yang lain. Agar
menghindarkan diri dari menyamakan Allah dengan sifat-sifat
makhlukNya. Contoh mena’wilkan lafadz ‫ه ربك‬99‫ وج‬yang artinya
muka Tuhanmu menjadi Dzat Tuhanmu.
Sumber perbedaan pendapat antara ulama shalaf dan ulama
khalaf berasal dari pemahaman dari firman Allah pada surat ali
Imran (3) : 7
....        
      
        
           
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang

ushul fiqh 2 9
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak
dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang
yang berakal.”
Ulama Salaf membaca ayat tersebut dengan meletakkan tanda
berhenti setelah kata “ Allah “ dan mengartikan ayat tersebut, Tiada
yang dapat mengetahui ta’wilnya kecuali Allah. Maka dari itu
ulama Salaf menyerahkan semuanya kepada Allah. Dan tidak
mencoba mena’wilkannya .
Ulama Khalaf membaca ayat tersebut dengan meletakkan tanda
berhenti setelah kata “ ‫و الراسخون فى العلم‬. Yang artinya tidak ada
orang yang bisa memahami lafadz-lafadz mutasyabihat ini kecuali
Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Ulama Khalaf
disini masih mencoba mena’wilkan ayat-ayat mutasyabihat agar
terhindar dari penyamaan Allah dengan sifat-sifat makhluk.
Lafaz mutasyabih ini paling tinggi nilai kesamaraannya, bertentangan
dengan lafadz muhkam yang mempunyai nilai tertinggi dalam sebuah
kejelasan sebuah lafadz. Lafadz mutasyabih dan lafadz yang tidak jelas
lainnya pemahamannya hanya zhanni yaitu tidak secara pasti.8

8
https://www.academia.edu/11829809/ushul_fiqh_-_Lafadz_tidak_jelas?auto=download diakses pada
tanggal 22 agustus 2016

ushul fiqh 2 10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dzahir
Lafal yang petunjuknya jelas untuk pengertian yang dimaksudkan, dan
masih mungkin menerima makna lain.
2. Nash
lafal yang menunjukkan suatu pengertian yang tidak menerima makna
lain.
3. Mufassar
Lafal yang petunjuknya jelas untuk makna yang dimaksud dari rangkaian
lafal tersebut serta masih mungkin dimansukh. Atau dapat juga di artikan
nash itu sendiri sudah bisa menunjukkan arti yang sangat rinci.
4. Muhkam

ushul fiqh 2 11
Lafal yang petunjuknya untuk pengertian yang jelas sesuai dengan
susunan lafal itu dan tidak mungkin menerima sesuatu yang lain, baik
ta’wil dan takhsis.
5. Khafi
lafadz yang dapat menunjukkan kepada artinya secara jelas, namun ketika
arti tersebut diaplikasikan kepada kasus tertentu, maka ia menjadi samar
dan tidak jelas.
6. Musykil
lafadz yang samar karena lafadz itu sendiri.
7. Mujmal
Lafadz yang tersembunyi maksudnya dari segi lafadz itu sendiri dan tidak
akan diketahui maksudnya kecuali dengan penjelasan dari pembuat hukum
sendiri.

8. Mutayabih
lafadz yang samar artinya dan tidak ada cara yang dapat digunakan untuk
mencapai artinya.
B. Saran
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
penulis. Penulis menyaran kepada pembaca agar menambah wawasannya
mengenai muqoronah madzahib al-ushul dengan membaca lebih lanjut buku
rujukan yang dipakai oleh penulis dan buku rujukan lainnya. Sehingga
Pembaca lebih mengerti dan paham mengenai pembahasan yang dibahas
dalam makalah ini.

ushul fiqh 2 12
DAFTAR PUSTAKA

Zuhaily, Wahbah. Ushul Fiqh al-Islamiy. Damaskus: Dar-Fikri,1986. jilid 1

Uman, Khairul dan Achyar Aminudin. Ushul fiqih II. Bandung: cv pustaka setia,2001

https://www.academia.edu/11829809/ushul_fiqh_Lafadz_tidak_jelas?auto=download
diakses pada tanggal 22 agustus 2016

https://elmisbah.wordpress.com/lafadz-dipandang-dari-ketidak-jelasannya/ diakses
pada tanggal 22 agustus 2016
http://nafisahworld.blogspot.co.id/2014/01/macam-macam-lafadz-ushul-
fiqh_5226.html diakses pada tanggal 22 agustus 2016

ushul fiqh 2 13

Anda mungkin juga menyukai