Juvenile Diabetes - Kep Anak Kelompok 4

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK II
Patofisiologi Kelainan Pada Sistem Endokrin dan Asuhan
Keperawatan Anak: Juvenile Diabetes dan Dampak Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam Konteks
Keluarga dan Sudut Pandang Islam)

Disusun Oleh :
Kelompok IV (Empat)
Felly Santhya Thriskadinanti 142012016005
Glennata Apriatama 142012016008

Dosen Pembimbing :
Ns. Shinta Maharani, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah KEPERAWATAN ANAK II dengan judul
Patofisiologi Kelainan Pada Sistem Endokrin dan Asuhan Keperawatan Anak:
Juvenile Diabetes dan Dampak Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
(Dalam Konteks Keluarga dan Sudut Pandang Islam)
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
Keperawatan Anak II ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian,
semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Palembang, 26 Oktober 2022


Penulis

Kelompok IV (Empat)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
2.1 Sistem Endokrin........................................................................................4
2.2 Pengertian juvenile diabetes......................................................................5
2.3 Etiologi......................................................................................................5
2.4 Patofisiologi...............................................................................................6
2.5 Manifestasi Klinis....................................................................................10
2.6 Komplikasi..............................................................................................11
2.7 Pemeriksaan penunjang...........................................................................12
2.8 Penatalaksanaan medis............................................................................14
2.9 Asuhan Keperawatan Juvenile Diabates.................................................21
2.10 Dampak Juvenile Diabetes terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dalam konteks keluarga..............................................................................26
2.11 Dampak Juvenile Diabetes terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dalam Sudut Pandang Islam.......................................................................29
BAB III..................................................................................................................32
PENUTUP..............................................................................................................32
3.1 Kesimpulan..............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi
pada membran basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF)
menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita
diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang
setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat
di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes.
Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan
rendah- menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus
pada penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah
memerlukan perhatian dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak
lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi
defisit absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya
disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya
tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-
data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada
anak adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua
penderita diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di
Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya
sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena
sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah
mengalami komplikasi dan meninggal.

1
Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai
mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika
ada anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri )
dan kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi
menyebabkan molekul gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak
mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua
kegiatan sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut
terhadap terjadinya komplikasi.

1.2 Rumusan Masalah.


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini ialah ;
1. Apa itu sistem Endokrin?
2. Apa pengertian dari Juvenile Diabetes?
3. Apa etiologi dari Juvenile Diabetes?
4. Bagaimana patofisiologi dari Juvenile Diabetes?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Juvenile Diabetes?
6. Apa saja komplikasi dari Juvenile Diabetes?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Juvenile Diabetes?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Juvenile Diabetes?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari Juvenile Diabetes?
10. Bagaimana dampak Juvenile Diabetes terhadap hubungan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia (Dalam konteks keluarga)?
11. Bagaimana dampak Juvenile Diabetes terhadap hubungan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia (Dalam sudut pandang Islam)?

2
1.3 Tujuan.
Adapun tujuan adanya dari rumusan masalah pada makalah ini ialah ;
1. Untuk mengetahui apa itu sistem Endokrin.
2. Untuk mengetahui apa pengertian dari Juvenile Diabetes.
3. Untuk mengetahui apa etiologi dari Juvenile Diabetes.
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Juvenile Diabetes.
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Juvenile Diabetes.
6. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari Juvenile Diabetes.
7. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang dari Juvenile
Diabetes.
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dari Juvenile
Diabetes.
9. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Juvenile Diabetes.
10. Untuk mengetahui bagaimana dampak Juvenile Diabetes terhadap
hubungan pemenuhan kebutuhan dasar manusia (Dalam konteks keluarga).
11. Untuk mengetahui bagaimana dampak Juvenile Diabetes terhadap
hubungan pemenuhan kebutuhan dasar manusia (Dalam sudut pandang
Islam).

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Endokrin.


Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless)
yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah
untuk mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa
pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang
selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan.
Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah,
kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.

Gambar 2.1 Sistem Endokrin

Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak mempunyai


saluran, yang menyalurkan sekresi hormonnya langsung kedalam darah.
Hormon tersebut memberikan efek ke organ atau jaringan target. Beberapa
hormon seperti insulin dan trioksin mempunyai banyak target. Sedangkan
hormon lain hanya memiliki satu atau beberapa target.
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut
sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah
menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam
aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk

4
mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Jika kelenjar endokrin
mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa
menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk
mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus
diatur dalam batas-batas yang tepat.

2.2 Pengertian juvenile diabetes.


Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung
kronik progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh
gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono)
Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi
sebelum umur 15 tahun. (FKUI)

2.3 Etiologi.
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar
glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes
tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human

5
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada
individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan
penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab
DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui
reaksi toimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau-pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
3. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata
pankreas.

2.4 Patofisiologi
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus
limpa diarah kronio-dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang
lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior
berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut
processus unsinatis pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.

6
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau


langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh
darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-
alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel
terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel
B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin
membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam
bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau
agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel
B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula
yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa
yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin.
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel- sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.

Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa
jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.

7
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta
pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar
basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah
puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl.
Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan
setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat
segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam
hati (Guyton & Hall)
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat
ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel
beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa
dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa
insulin Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam
kompartemen vaskular yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan
demikian akan meningkatkan konsentrasi dalam darah. Terjadinya
hiperglikemi akan menyebabkan osmotik diuresis yang kemudian
menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam
rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik
menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui urine (polyuria)
sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul gejala
Polydipsia (kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan
potasium dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak
adanya glukosa yang mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation”
(kekurangan makanan atau kelaparan) sehingga menimbulkan gejala
polyphagia, fatigue dan berat badan menurun.

8
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak
dapat difiltrasi oleh glomerulus karena melebihi ambang renal
sehingga menyebabkan lolos dalam urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan
sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton
yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya
ketoasidosis.
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang
disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon
plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus
insulinogenik.
Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara
genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun
yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang
diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan
oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan
antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi.
Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan
replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi
terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagi pula, gen-gen HLA
yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus
diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon
sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada
pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya
(islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah
autoregresi.

9
2.5 Manifestasi Klinis.
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak
(diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat,
tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya
datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis.
Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang
klasik seperti ;
1. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
2. Poliuria (Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya
DM tipe 1 pada anak)
3. Polidipsia
4. Poliphagia
5. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
6. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
7. Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat
katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
8. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
9. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,
nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma)

Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas ;


1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase
ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit
ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.

10
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan
insulin menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak
disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan
hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu
observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau
keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau
orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini
terjadi kekurangan insulin endogen.

2.6 Komplikasi.
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang
menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak
menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi
ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart).
1. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
a. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar,
keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu
kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering
membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin,
pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi
organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan
oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi,
atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan
fisik yang berlebihan.
b. Koma Diabetik

11
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu
tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik
yang sering timbul adalah:
1) Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai
nafsu makan yang besar)
2) Minum banyak, kencing banyak
3) Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita
menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton
4) Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan
penderita koma diabetik harus segara dibawa ke rumah
sakit
2. Komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah
tahun ke-5) berupa :
a. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati
diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
b. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
1) Gangguan pertumbuhan dan pubertas
2) Katarak
3) Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
4) Hepatomegali

2.7 Pemeriksaan penunjang.


a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4

12
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200

Darah Kapiler <90 90-199 >200

Kadar glukosa darah


puasa
<110 110-125 >126
Plasma vena
<90 90-109 >110
Darah Kapiler

b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
a) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b) Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
c) Fosfor : lebih sering menurun
f. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ; merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
i. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (pada tipe
1)
j. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.

13
2.8 Penatalaksanaan medis.
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/ mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan
jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut
dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin.
Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan
dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri.
Tabel Kriteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
 Puasa 80-109 110-139 >140

 2 jam 110-159 160-199 >200

HbA1c (%) 4-6 6-8 >8


Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
 tanpa PJK <130 130-159 >159
 dengan PJK <100 11-129 >129

Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35


Trigliserida (mg/dl)
 tanpa PJK <200 <200-249 >250

 dengan PJK <150 <150-199 >200

BMI/IMT
 perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
<18,5
20 -24,9 25-27 >27 atau
 laki-laki
<20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/
90- 95
>160/95

14
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang
mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin.
Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.

Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :


a. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
b. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll,
stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan
kepada penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan
penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin,
pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan
jasmani.
c. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status
metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai


dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
a. Bebas dari gejala penyakit
b. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
c. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu


diusahakan supaya anak-anak :
a. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
b. Mengalami perkembangan emosional yang normal
c. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah
serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia

15
d. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
e. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun
oleh lingkungan
f. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk
mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus
mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi.
Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
a. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau
mendekati normal.
b. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada
diabetes.
c. Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk
kedalam ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak
terkendali dengan diet (perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik
oral dosif maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama
bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa
menaikan glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin

16
pada saat makan atau tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan
membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin
turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk
ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar
yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan
sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya
jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah
kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau
suntikan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai
secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem
tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
a. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
b. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
c. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
d. Mixed Insulin
e. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
f. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Tipe Insulin yang Tersedia di Indonesia


Tipe Insulin Mulai Puncak Lama
Kerja Kerja

Ultra Short Acting (Quick-Acting, 15-30 min 60-90 min 3-5 hr


RapidActing)Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid,
Novolog) Insulin Lispro (Humalog)
Short-Acting (Soluble, Neutral) 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin
R
Intermediate-Acting (Isophane) 1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr

17
Insulatard, Humulin N, NPH

Long-Acting Insulin (Zinc-based) 1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr

Monotard, Humulin Lente, Humulin


Zn

Very Long Acting Insulin 2-4 hr 4-24hr 24-36 hr

Insulin Glargine (Lantus) Insulin (nopeak)


Detemir (Levemir)

Mixed Insulin (Short + 30 min 2-8 hr 24 hari


Intermedidiate- Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin
30/70

2. Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1


Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien
diabetes. Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe)
yang berisikan insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk
menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan
melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping
yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan perut pasien.
Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di Indonesia,
alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya. Akan
tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi
favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
a. Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
b. Kadar glukosa darah sering tidak teratur
c. Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
d. Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
e. Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan

18
f. Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada


beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
a. Mengecek kadar glukosa darah (setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan)
untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol
kadar glukosa darah tubuh
b. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut
membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
c. Perhatikan secara teratur (setiap setelah makan) pompa insulin untuk
meminimalisir kerusakan.

Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun


terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa
penggunaan terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan
pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi diabetes secara efektif. Studi
ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif :
a. Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
b. Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
c. Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %

Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous


Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling
menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang
dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau rapid
acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial “bolus”
yang diberikan secara intensif selama 24 jam.

Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :


a. Terbebas dari penggunan multiple daily injection
insulin
b. Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol

19
c. Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
d. Mengurangi variasi kadar glukosa darah
e. Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes

Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :


a. Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula secara
teratur
b. Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
c. Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan
diabetic ketoacidosis yang lebih besar jika tidak mempergunakan pompa
dalam jangka waktu yang lama.
Di Indonesia sendiri, insiden diabetes melitus tipe 1 sangat jarang.
Walaupun alatnya sudah ada di Indonesia, akan tetapi harganya relatif
mahal.

3. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan
kecukupan gizi baik yaitu :
Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
Protein sebanyak 10 – 15 %
Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan
jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-
10%, sehingga didapatkan =
a. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
b. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
c. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
d. Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori
basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB,

20
kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja
berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi
dalam beberapa porsi yaitu :
a. Makanan pagi sebanyak 20%
b. Makanan siang sebanyak 30%
c. Makanan sore sebanyak 25%
d. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

4. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki
biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit
dan olah raga berat jogging.

5. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes
yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai
keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas
hidup yang lebih baik.Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan diabetes (Bare & Suzanne)

2.9 Asuhan Keperawatan Juvenile Diabates.


1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan

21
umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg mungkin timbul :
1) Klien mengeluh sering kesemutan.
2) Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
3) Klien mengeluh sering merasa haus
4) Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan
(polifagia)
5) Klien mengeluh merasa lemah
6) Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :
1) Klien tampak lemas.
2) Terjadi penurunan berat badan
3) Tonus otot menurun
4) Terjadi atropi otot
5) Kulit dan membrane mukosa tampak kering
6) Tampak adanya luka ganggren
7) Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital

22
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda,
kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1,
klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
1) Pulse rate
2) Respiratory rate
3) Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
1) Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering,
tampak adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak
pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati,
kekaburan pandangan.
2) Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
3) Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
2) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak
ada ( pada tipe1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .
( autoantibody)
g. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Keluarga (Adakah keluarga yang
menderita penyakit seperti klien ?)
2) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya (Berapa
lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah
teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.)

23
h. Aktivitas/ Istirahat (Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram
otot, tonus otot menurun.)
i. Sirkulasi (Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah)
j. Integritas Ego (Stress, ansietas)
k. Eliminasi (Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ),
diare
l. Makanan / Cairan (Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik)
m. Pernapasan (Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung
adanya infeksi / tidak)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM
type 1 meliputi:
1) Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus
2) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy
metabolik ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat, klien
tampak letargi/tidak bergairah.
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan
karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas,
berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat,
mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak
lemah, GDS >200 mg/dl
4) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat (penurunan fungsi limfosit).
5) Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.

24
3. RENCANA INTERVENSI
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus
Intervensi
a) Monitor kadar gula darah
b) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia
c) Berikan terapi insulin sesuai program
d) Instruksikan kepada pasien da keluarga mengenai
pencegahan dan pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan
hipoglikemia dan managemen hiperglikemia dan
hipoglikemia
e) Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap
diitnya
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy
metabolik ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat , klien
tampak letargi/tidak bergairah
Intervensi
a) Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas
b) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas
sehari-hari
c) Monitor TTV
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan
karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas,
berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat,
mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah,
GDS >200 mg/dl
Intervensi
a) kolaburasi dengan ahki gizi untuk pemberian diit
b) Monitor berat badan tiap hari
c) libatkan kelurga pasien dalam perencanaan makanan
sesuai dengan indikasi

25
d) Berikan terapi insulin sesuai dengan program
e) Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkomsumsi
makanan
4. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat (penurunan fungsi limfosit).
Intervensi
a) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
b) Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan
yang pada semua orang yang berhubungan dengan pasien
termasuk pasien sendiri
c) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
d) Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas
dalam
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori
Intervensi
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya
c. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan
sensori

2.10 Dampak Juvenile Diabetes terhadap pemenuhan kebutuhan dasar


manusia dalam konteks keluarga.
1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Klien tidak bisa menjaga pola makan dan sering sekali minum minuman
yang manis secara berlebihan dan belum tahu mengenai penyakit diabetes
mellitus, jika sakit klien selalu memeriksakan kesehatanya ke rumah sakit
atau klinik terdekat. Selama sakit, klien mengatakan cemas akan
penyakitnya.
2. Pola Pemenuhan Nutrisi dan metabolisme

26
Klien dengan diabetes makan 3x sehari dengan makanan diet Diabetes dan
tidak dihabisakan ½ porsi. Minum 11-12 gelas/hari dengan minuman yang
disediakan keluarga dengan jenis minuman teh tawar dan air putih.
3. Pola Eliminasi
Klien saat dirawat di rumah klien BAB 1 kali perhari dengan karakteristik
feces lunak berbentuk, bau khas BAK 8-9 kali perhari dengan karakteristik
urine kuning jernih, bau khas, jumlah 1400cc.
4. Pola Aktivitas
Selama sakit klien merasa lelah saat setelah melakukan aktifitas dan
melakukan aktifitas pun perlu dibantu keluarga dan seperti makan, minum,
pergi kekamar mandi dan beraktifitas di tempat tidur.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur 4-5 jam atau saat dirawat di rumah klien tidur lebih /hari karena
klien merasa cemas dengan kondisinya saat ini dan merasakan pegal-pegal
pada daerah paha dan pingang. .
6. Pola koping dan stress
Saat ada masalah pastikan didiskusikan dengan keluarga dan maupun
saudara saudara terdekatnya dan menyelesaikan masalahnya dengan
musyawarah. Klien terlihat cemas dan stress akan penyakit yang di
deritanya. Maka dari itu perlu perhatian dan dukungan dari keluarganya.

Dalam penatalaksanaan di rumah dan dapat dilakukan keluarga dengan cara:


1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes mielitus.
- Penentuan gizi, hitung persentase, Relatief Body Weigth.
- Jika kerja berat atau latihan berat maka jumlah kalori bertambah.
- Untuk klien DM pekerja biasa:
1) Kurus; < 90% : BB x 40-60 kal/hr.
2) Normal; 90-110% : BB x 30 kal/hr.
3) Gemuk; > 110% : BB x 20 kal/hr.
- Komposisi diet

27
1) Lemak 20%
2) Protein 20%
3) Karbohidrat 60%
2. Latihan atau Olahraga
Menimbulkan penurunan kadar gula darah yang disebabkan oleh tingginya
penggunaan glukosa didarah perifer dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Tidak berlaku bagi klien dengan kadar gula darah tinggi.
3. Pemantauan Glukosa
4. Terapi atau Obat-obatan
Pengobatan dengan oral, hipoglikemik agent yaitu bagi klien yang belum
pernah mendapat terapi insulin, ibu atau klien yang tidak hamil, pasien
gemuk dan pasien yang berusia >40 tahun. Pengobatan dengan injeksi
insulin 2 x/hari atau bahkan lebih sering lagi dalam sehari.
5. Pendidikan dan Pertimbangan Perawatan di Rumah
Diabetes merupakan penyakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup, sehingga harus belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari. Pasien diabetes juga
harus memiliki perilaku prepentif dalam gaya hidupnya untuk mencegah
komplikasi sehingga memerlukan pendidikan atau informasi. Keluarga
juga harus perlu mendukung untuk perawatan lebih optimal terhadap
pasien diabetes agar lebih memperhatikan kesehatan serta pola hidup sehat
dalam keluarga.

28
2.11 Dampak Juvenile Diabetes terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
manusia dalam Sudut Pandang Islam.

Kebutuhan menurut Abraham Maslow

Jika dikaitkan dengan juvenile diabetes,


1. Kebutuhan anak untuk fisiologis, Jasmani klien harus tetap harus dijaga
dengan salah satu mencukupi kebutuhan anak, memperhatikan pola makan
anak, eliminasi pada anak, pola tidur nya juga. Tak lupa untuk membantu
imun anak, bisa diajak anak untuk berolahraga.
Dari Jabir bin Abdillah Rasulullah Saw. bersabda,
“Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah
merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan. Kecuali empat
perkara, yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih
memanah, dan berenang.” (HR. An-Nasa’i).
2. Kebutuhan akan keselamatan, peran orang tua dalam proses penyembuhan
penyakit pada anak sangatlah besar, salah satunya ialah orang tua harus
mampu memberikan rasa aman terhadap anaknya, orang tua harus bisa
meyakinkan keamanan anak agar semuanya bisa berjalan dengan baik-baik
saja.
Contoh yang dapat dilihat, peran orang tua yang meyakinkan anaknya
dalam pemberian suntik insulin dengan alibi agar anak bisa lebih baik,
disini peran orang tua ialah memberikan keyakinan kepada anak tersebut
bahwa tindakan tersebut tidak mengakibatkan kondisi yang memperburuk.

29
3. Kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta, tentu klien anak sulit
menerima kenyataan akan sakitnya. Maka dari itu bisa diberikan rasa kasih
sayang yang mendalam agar dirinya mampu menerima kenyataannya
meski memerlukan waktu yang cukup lama.

Rasulullah SAW pun bersabda, 'Apakah (dayaku) yang aku miliki jika
Allah telah mencabut rasa kasih-sayang dari hatimu?' Betapa luasnya kasih
sayang yang Allah berikan kepada segenap makhluk-Nya. Maka dari itu,
hendaknya kaum beriman menebarkannya, bukan justru bersikap masa
bodoh.”

‫صلى هللا عليه‬- ‫ سمعت رسول هللا‬:‫ قال‬-‫رضي هللا عنه‬- ‫عن أبي هريرة‬
، َ‫ فََأ ْم َسكَ ِع ْن َدهُ تِ ْس َعةً َوتِ ْس ِعين‬،‫ َج َع َل هللاُ الرحمةَ مائة ج ُْز ٍء‬:‫ يقول‬-‫وسلم‬
‫ حتى‬،‫ق‬ ُ ‫ك الج ُْز ِء يَتَ َرا َح ُم ال َخاَل ِئ‬ ِ ْ‫وَأ ْن َز َل في اَألر‬
ِ ‫ض ج ُْز ًءا َو‬
َ ِ‫ فَ ِم ْن َذل‬،‫احدًا‬
ِ ُ‫تَرْ فَ َع ال َّدابَّةُ َحافِ َرهَا ع َْن َولَ ِدهَا خَ ْشيَةَ َأ ْن ت‬
ُ‫صيبَه‬
Abu Hurairah berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
”Allah SWT menjadikan rahmat itu seratus bagian. Maka Dia menahan di
sisi-Nya 99 bagian, dan menurunkannya di bumi satu bagian. Maka dari
satu bagian itu, mahkluk saling berkasih sayang, hingga seekor kuda
mengangkat kakinya karena khawatir akan menginjak anaknya.”

4. Kebutuhan akan harga diri, pada kebutuhan ini orang tua mampu untuk
meningkatkan harga diri dari sang anak, pada dasarnya penyakit yang ia
derita menyebabkan ia amat tersiksa batin dan juga fisik namun dengan
meningkatkan harga diri sang anak, maka dapat diharapkan semangat anak
untuk melanjutkan hidup masih terbilang panjang.
Contoh kecil yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kebutuhan akan
harga diri anak ialah dengan memberikan anak kepercayaan dengan
memberikan kesempatan kepada anak untuk meminum obat tanpa harus
diawasi, kepercayaan yang diberikan itu akan membuat anak masih

30
memiliki harapan serta anak masih merasa bahwasannya anak masih
dipercaya oleh orang tuanya.
Surat Al-Anfal Ayat 27:

‫يا ايها الذين امنوا ال تخونواهللا والرسول وتخونواأمنتكم وانتم تعلمون‬


Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui".

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri, adapun pada kebutuhan ini anak diajarkan
dalam hal-hal kebaikan sembari berjalannya proses pengobatan, pada
kebutuhan ini juga anak akan memanfaatkan potensi yang ada didalam
dirinya untuk mencapai tujuannya (Kesembuhan)nya. Peran orang tua
disini ialah memberikan semangat yang tak pernah pudar serta membantu
anak untuk melakukan hal yang bermanfaat.
Contohnya dengan menemani anak dalam mendengarkan murottal al-
qur’an disela-sela kegiatan olahraga.

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan.
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam makalah ini ialah ;
1. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan
memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu.
Sistem endokrin memiliki fungsi untuk mempertahankan hemoestatis,
membatu mensekresikan hormon-hormon yang bekerja dalam sistem
persyarafan, pengaturan pertumbuhan dan perkembangan dan kontrol
perkembangan seksual dan reproduksi.
2. Penderita terbanyak diabetes mellitus tipe 1 adalah usia anak dan remaja.
Perlu kewaspadaan pada tenaga medis mengenai penyakit ini maupun
komplikasi yang mungkin terjadi yang seringkali salah diagnosis.
Keterlambatan dalam diagnosis akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa
penderita DM tipe 1.
3. Peran orang tua dan dukungan dari keluarga sangatlah mempengaruhi
penyembuhan dan proses perawatan dari penyakit klien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 (Edisi
8). Jakarta: ECG

Corwin J. Elizabeth. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan


(Edisi 2). Jakarta: ECG

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan


(Edisi III). Jakarta: ECG

Rostinah. TIM. 2017. Asuhan Keperawatan System Endokrin Dilengkapi


Mind Mapping Dan Asuhan Keperawatan Nanda Nic Noc.
Yogyakarta: Deepublish

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System


Endokrin. Jakarta: EGC

Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N


(2010).Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang
Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi
Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.

Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam:


Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h
3-18.

33

Anda mungkin juga menyukai