1. Saluang berasal dari Tanah Datar, Sumatera Barat dan menyebar ke wilayah lain di provinsi itu.
2. Saluang dibuat dari bambu dan namanya berasal dari kata "sa-lu-ang" yang berarti seruas.
3. Legenda mengaitkan Saluang dengan mantera sihir Nabi Daud yang dipercaya menghipnotis pendengar.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan3 halaman
1. Saluang berasal dari Tanah Datar, Sumatera Barat dan menyebar ke wilayah lain di provinsi itu.
2. Saluang dibuat dari bambu dan namanya berasal dari kata "sa-lu-ang" yang berarti seruas.
3. Legenda mengaitkan Saluang dengan mantera sihir Nabi Daud yang dipercaya menghipnotis pendengar.
1. Saluang berasal dari Tanah Datar, Sumatera Barat dan menyebar ke wilayah lain di provinsi itu.
2. Saluang dibuat dari bambu dan namanya berasal dari kata "sa-lu-ang" yang berarti seruas.
3. Legenda mengaitkan Saluang dengan mantera sihir Nabi Daud yang dipercaya menghipnotis pendengar.
1. Saluang berasal dari Tanah Datar, Sumatera Barat dan menyebar ke wilayah lain di provinsi itu.
2. Saluang dibuat dari bambu dan namanya berasal dari kata "sa-lu-ang" yang berarti seruas.
3. Legenda mengaitkan Saluang dengan mantera sihir Nabi Daud yang dipercaya menghipnotis pendengar.
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 3
Alat Musik Saluang Berasal dari daerah Tanah Datar,
kemudian menyebar ke berbagai wilayah di provinsi Sumbar. Awal
mulanya, merupakan perwujudan dari ide si Kalam yang hendak menciptakan alat musik bunyi-bunyian, sebagai kegiatan pengisi di waktu senggangnya.
Nama Saluang sendiri diambil dari kata ”sa-lu-ang” yang berarti
”seruas”, karena seperti yang kita ketahui bahwa alat musik ini terbuat dari bambu, sehingga memiliki ruas-ruas di sepanjang batangnya. Nah, dari bambu tersebut diambil 1 ruas saja untuk dijadikan saluang.
Di zaman awal pengenalannya, kabarnya orang yang memainkan
alat musik Salung di harapan publik memiliki mantra tertentu, yang bisa menarik minat atau menghipnotis para pendengar, yang diberi nama Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira begini :
”Aku malapehan pituang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun,
aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga bunyi saluang ambo, kununlah anak sidang manusia…… dan seterusnya…” Salah satu pemain Saluang Legendaris bernama Idris Sutan Sati, dengan penyanyinya Syamsimar.
Dalam mendorong kualitas musik tradisional di daerah Maluku,
banyak keragaman yang dikembangkan lewat berbagai alat musik tradisional. Salah satu alat musik yang dikembangkan berasal dari dasar laut, yakni kulit bia. Kulit bia merupakan salah satu hasil laut yang cukup terkenal di daerah Maluku. Seiring berjalannya waktu, pengembangan kulit bia ini pun berubah bukan hanya sebagai kerajinan tangan, melainkan dipakai sebagai alat musik tiup. Seperti yang telah kita ketahui bahwasannya bia atau siput di dunia ini tersebar dengan beraneka ragam. Baik dalam ukuran besar, sedang maupun dalam ukuran kecil. Ide awal pembuatan Tahuri sebagai alat musik tradisional ini mulai dimunculkan lewat gagasan seorang wakil Gubernur Daerah Tingkat I provinsi Maluku. Letkol G. Latumahina . Profesi yang dimilikinya bukan hanya seorang militer, ia juga seorang pamong praja yang baik yang memiliki talenta sebagai seorang budayawan di daerah ini. Menurut Dominggus Paulus Horhorouw yang lahir pada 18 Desember 1913 di desa Hutumuri Ambon, pimpinan Orkes Suling desa, pada sekitar tahun 1962 ia dipanggil menghadap wakil Gubernur Maluku di kediamannya di kota Ambon. Saat bertemu dengan Dominggus Paulus Horhorouw, ia menceritakan tentang tahuri. Menurut G. Latumahina, tahuri merupakan suatu alat yang memiliki nilai budaya yang sangat tinggi dan mampu mengangkat nama negeri, terkhususnya Maluku. Dominggus yang mendengarkan hal itu, menceritakan pula keinginannya yang selama ini dia pendam yaitu dia ingin agar tahuri tidak hanya dikenal hanya itu-itu saja, melainkan dengan fungsi baru yaitu sebagai alat musik. Ternyata benar mereka memiliki keinginan yang sama untuk membentuk jati diri Maluku, dengan alat musik yang endemik ini. Beberapa waktu berlalu rencana untuk menambah nilai seni pada kulit bia/ kerang ini belum terealisasikan, tetapi Dominggus terus mencari tahu bagaimana cara membuat kulit bia ini hingga menjadi alat musik yang dapat melantunkan harmonisasi nada yang merdu. Ketika G. Latumahina dilantik menjadi wakil gubernur pada saat itu, ia pun memberi material dan doa, memang semuanya sudah berjalan lancar. Tapi sumber daya dari kulit kerang sangatlah minim. Akhirnya, ia menegaskan sekali lagi baginya. Dominggus untuk tidak berputus asa. Ia meminta beberapa orang yang mampu melubangi kulit bia. Dengan pergi ke Saumlaki, Dobo, Kepulauan Aru dan Banda untuk mencari, dan ternyata hasil pengumpulan kulit bia/ kerang ini sangat-sangat memuaskan. Kulit kerang yang dikumpulkan jauh melaumpaui harapan. Dengan adanya kulit kerang yang memiliki nama latin Syrinx aruanus, nama daerah Kulit Bia Terompet dan nama latin Cypraecassis rufa, Casis cornutanama nama daerah Kulit Bia kepala Kambing ini menumbuhkan kreativitas anak-anak Maluku di bidang seni musik dalam hal membuat sebuah alat musik. Kreativitas bukan hanya didorong dari bahan yang diterima, namun sangat bergantung pada keinginan serta harapan yang timbul dalam membentuk alat musik yang begitu sederhana ini.