BAB IV - DR Samuel - 25 September 2022
BAB IV - DR Samuel - 25 September 2022
BAB IV - DR Samuel - 25 September 2022
Kesehatan
kata lain ada perasaan tidak enak apabila tidak membalas budi
perusahaan farmasi dan balas budi yang paling mungkin dilakukan adalah
tersebut.
Pasal 12 ayat (1). Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif dan
diberikan berupa teguran lisan, tertulis dan pencabutan surat ijin praktik.
96
97
pidana penjara dan denda, baik bagi penerima maupun bagi pemberi.
dari uji kompetensi dan mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) yang
dapat dicegah sedini mungkin. Jabatan Dokter dapat juga mengacu pada
Pasal 92 KUHP.119
itu dibagi atas gratifikasi yang dianggap suap dan gratifikasi yang tidak
119
Andi Muliyono, Tindak Pidana Gratifikasi, (Makassar: Genta Publishing, 2017),
hlm.5
99
suap dijelaskan sebagai gratifikasi yang diterima oleh aparatur yang tidak
kelalaian nyata/berat.
gratifikasi berkaitan erat dengan masalah korupsi karena jika dilihat asal
kata korupsi itu, yang berarti perbuatan kotor atau dalam naskah kuno
bertahap. Pada umumnya secara garis besar dapat deibefakan dalam tiga
tahap.120
1. Tahap Pertama
tersebut.
2. Tahap Kedua
3. Tahap Ketiga
120
Elwi Danil, Korupsi, Tidank Pidana, dan Pemberantasannya, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm. 75.
101
sebagai salah satu bentuk tindak pidana korupsi dalam hukum nasional,
pada bagian ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai apa sebenarnya
luar negeri serta digunakan baik dengan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik.121
121
Kristian dan Yopi Gunawan, Tindak Pidana Korupsi Kajian terhadap
Harmonisasi antara Hukum Nasional dan The Unite Nations Convention Againts
Corruption (UNCAC), (Bandung : Reflika Aditama, 2015), hlm. 187.
102
khusus.123
122
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung : Alumni, 2007), hlm. 117.
123
Eddy O.S. Hiariej, Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi, Demi Keadilan,
Antologi Hukum Pidana dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta : Pustaka Kemang, 2016),
hlm. 132
103
124
I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, (Bandung : Yrama Widia,
2004), hlm. 38,
104
tidak boleh diadili dan atau dijatuhi putusan untuk kedua kalinya
125
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana(Criminal Justice System)
Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, (Jakarta : Bina Cipta, 1996), hlm. 15.
105
bahwa kejahatan akan tetap ada selama masih ada manusia di dalam
masyarakat.
dilihat dalam kerangka atau konteks sosial. Sifatnya yang terlalu formal
bagi pelaku tindak pidana korupsi yang berada dalam lingkup peradilan
mengacu pada asas lex specialis derogate legi generali yang artinya
atau jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan cukup bervariasi. Upaya
126
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 1995), hlm. 18
106
dan
sangat merugikan orang banyak dan tidak berjalan sesuai aturan hukum
untuk menerima komisi dalam bentuk uang, tiket perjalanan, seminar dan
tersebut. Jadi, sebenarnya yang terjadi adalah usaha “kejar target” dan
dan politik.128 Aspek ekonomi dari korupsi antara lain pembayaran yang
alat-alat kesehatan. Hal ini juga bisa dimengerti bahwa sulit untuk
korupsi dilingkungan kedokteran tidak hanya terbatas pada kode etik saja,
ini, berarti yang dimaksud adalah lapangan hukum pidana, yaitu hukum
pidana khusus. Khusus karena persoalan ini diatur tersendiri diluar KUHP
128
Mia Amiati Iskandar, Perluasan Penyertaan Dalam Tindak Pidana Korupsi
Menurut UNCATOC 2000 dan UNCAC 2003, (Jakarta : Referensi, 2013), hlm. 3
108
merupakan salah satu unsur dari tindak pidana. Menurut S.R. Sianturi
menyebutkan bahwa :
melalui prosedur yang sama, diajukan oleh lembaga yang berbeda, dan
129
S.R. Sianturi, Hukum Pidana Militer di lIndonesia, (Jakarta : Alumni AHAEM
PETEHAEM, 1985), hlm. 28
109
‘luar biasa’.
biasa’.
pidana korupsi sebagai tindak pidana yang luar biasa dan ditangani
menangani perkara tindak korupsi agar memiliki daya cegah yang efektif
Korupsi selain ditindak oleh lembaga kepolisian serta kejaksaan ada juga
130
Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, Cetakan Pertama,
(Yogyakarta : UII Press, 2011), hlm,. 92.
111
untuk semua tindak pidana yang diatur di Indonesia, termasuk pelaku aktif
pelaku pasif ini tampaknya memang lebih sulit, karena para penegak
Agar bisa dijerat dengan Pasal 5 ini, tetap harus dilihat pemenuhan unsur-
unsurnya. Tidak boleh terbentuk opini yang terlalu dini apakah seseorang
tersebut pelaku pasif pencucian atau bukan, tetap harus dilihat apakah dia
orang yang bersalah dibebaskan karena bukti yang tidak cukup. Atau
subjektif (mens rea) dan unsur objektif (actus reus). Mens rea yang harus
persis yang tertera dalam pembuktian Pasal 480 KUHP yang menjelaskan
pun sulit. Maka dari itu, apabila unsur sengaja dan mengetahui atau patut
dokter dan perusahaan farmasi memiliki kode etik mereka sendiri. Namun,
finansial akibat menerima resep obat dari dokter. Dalam Pasal 3 Kode Etik
kedokteran.
132
Elwi Danil, Korupsi, Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, (Jakarta :
Rajawali Pers, 2012), hlm. 193.
133
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoretis, Praktik
dan Masalahnya, (Bandung : Alumni, 2011), hlm. 254.
114
kemandirian profesi.
kehendak pasien.
134
Lihat Pasal 12 UU Tipikor.
117
dibatasi pada hadiah, maka hadiah tersebut baru akan diberikan oleh
hadiah tersebut diberikan oleh pelaku dan diterima oleh pegawai negeri
dengan pegawai negeri pun dapat saja dituntut karenanya. Jika merujuk
pada pendapat ahli hukum pidana diatas, yang menyatakan bahwa dokter
135
Djoko Prakoso dan Ati Suryati, Upetisme Ditinjau Dari Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta : Bina Aksara, 1986), hlm. 35.
118
masyarakat.
subjek delik gratifikasi. Sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang
pekerjaannya
memiliki kode etik tersendiri. Namun, hubungan yang terbilang biasa saja
keinginan pasien adalah untuk sembuh dan dalam situasi ini pasien tidak
tahu penyakit yang diderita yang berlaku juga tidak tahu pilihat obat yang
memberikan resep obat. Permasalahan ini juga menjadi isu adanya konflik
secara finansial dalam menerima resep obat yang diberikan oleh dokter.
Hal ini berupa dokter memberikan resep dengan harga obat yang jauh
diatas standar daripada harga yang lebih terjangkau walaupun dari sisi
kesembuhan pasien. Kejadian ini tidak hanya di rumah sakit umum daerah
pidana berupa pidana denda maupun pidana penjara. Pidana denda disini
pemberian obat pada pasien dimana dokter sebagai media promosi obat
pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan kewajiban
pidana korupsi baru termuat dalam UU No.3 Tahun 1971. Sifat melawan
hukum tersebut tertera didalam Pasal 1 ayat (1) sub a. Dalam ketentuan
hukum materil dalam hukum pidana dibedakan atas fungsi negatif dan
136
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2011), hlm. 186
137
Loebby Loqman, Percobaan Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana,
(Jakarta, Sinar Grafika, 1995), hlm. 103
122
perbuatan tersebut tidak tercela, jadi secara materil tidak melawan hukum,
pidana penjara dan denda, baik bagi penerima maupun bagi pemberi.
luas tidak hanya pejabat senior, tetapi juga agen di bawahnya, sehingga
senior, ataupun agen yang ada dalam korporasi tersebut yang dapat
terkait dalam hal promosi obat, dimana dokter tersebut dapat dikenakan
Tipikor yaitu pidana denda dan pidana penjara. Selain itu, PBF dapat
pidana denda dan pidana penjara berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU No. 8
yang paling relevan digunakan adalah teori gabungan karena dalam teori
terhadap tindak pidana yang sama. Hal tersebut di atas sejalan dengan
teori ini juga sesuai dengan konsep pemidanaan melalui Double Track
System yaitu konsep pemidanaan melalui dua jalur yaitu sanksi pidana
dan efek jera kepada pelaku tindak pidana sedangkan sanksi tindakan
yaitu : 139
antara lain adalah untuk mencegah agar setiap orang tidak berupaya
tanggung jawabnya.
139
Eddy O.S Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Jogjakarta: Cahaya
Atma Pustaka, 2014), hlm. 121.
140
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm 10.
126
pelaku korupsi yang bertujuan agar adanya efek jera terhadap pelaku
141
Martiman Prodjohamidjojo, Pemberantasan Korupsi Suatu Komentar, (Jakarta :
Pradnya Paramita, 1984), hlm.17.
127
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yaitu: 142
tidak benar.
tersangka.
negara, tindak pidana korupsi yang diangkat dari KUHP utamanya adalah
dengan tujuan :
meliputi:
129
atau daerah;
pengganti.
143
Indonesia, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Pasal 11
131
serta tindak pidana terorisme yang dikatan sebagai Extra Ordinary Crime
dipertanggungjawaban.
Undang Anti Korupsi dikenakan pidana seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling
132
sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
penjara paling sedikit 1 tahun dan paling lama 5 tahun atau pidana denda
paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta) dan paling banyak
kerjasama antara dua pihak, yaitu pihak yang mengambil atau menerima
dengan pihak yang memberikan. Mungkin dalam hal korupsi, bisa saja
terjadi tanpa ada pihak yang secara aktif menjadi pemberi, misalnya
sendiri adalah tindakan korupsi yang sama saja dengan pencurian biasa,
suap dari orang lain sehubungan dengan jabatannya, maka ada dua pihak
yang melakukan korupsi, yaitu pihak yang menerima suap dan pihak yang
menyatakan bahwa
144
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran:Studi tentang Hubungan
Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1998), hlm. 82
145
J. Soedrajat Djiwandono, Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi
Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2001), hlm. 34
133
Undang-undang.
134
sesuatu hal atau dengan kata lain pemberian atau janji dimaksud supaya
kewajibannya.
yaitu pidana penjara paling singkat satu hari sedangkan batas maksimum
yaitu seumur hidup atau selama waktu tertentu. Dalam hal ini pidana
136
penjara selama waktu tertentu tidak boleh melebihi dari lima belas tahun
negara dalam realitasnya sebagai roh. Sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Barda Nawawi Arief bahwa tujuan dari kebijakan pemidanaan yaitu
semua filsuf ataupun pakar hukum pidana sepakat bahwa negaralah yang
musuh tidaklah boleh dibenci. 146 Pendapat ini dapat digolongkan sebagai
tertentu. Bagi kalangan religius hal ini dianggap menuju arah paham
sekularisme (walaupun tidak secara absolut), namun hal ini semakin hari-
hukum dan negara adalah identik, karena adalah tak lain daripada satu
146
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung :
Refika Aditama, 2008), hlm. 23.
147
Russel Butarbutar, Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana
Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerinntah di Bidang Konstruksi, (Bekasi :
Gramata Publishing, 2015), hlm. 97
138
dokter baik dokter umum ataupun spesialis masuk dalam tenaga kerja
Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP) dan diangkat sumpah
dokternya.149
satu pihak yang masuk dalam definisi pegawai negeri atau penyelenggara
dokter dalam kasus ini telah jelas tersebut dengan pasal 12 b UU No.20
Tahun 2001 :
148
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, Sistem Pertanggungjawaban Pidana ;
perkembangan dan Penerapan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 5
149
Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 118
150
Hanafi Amrani dan Mahrus Ali, Op.Cit, hlm. 6
139
pemberian
selain manusia alamiah juga korporasi sebagai subjek delik. Hal ini wajar
berdasarkan asas kesalahan. Hal ini tercermin dari rumusan delik baik
bahwa “Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
itu dibagi atas gratifikasi yang dianggap suap dan gratifikasi yang tidak
dan gratifikasi yang tidak dianggap suap. Gratifikasi yang dianggap suap
141
suap dijelaskan sebagai gratifikasi yang diterima oleh aparatur yang tidak
“barang siapa” yang artinya merujuk pada suatu manusia tertentu. Dalam