2093-Article Text-4159-1-10-20190819
2093-Article Text-4159-1-10-20190819
2093-Article Text-4159-1-10-20190819
2 (2015)
Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai penentuan jenis tanin dan penetapan kadar
tanin dari buah bungur muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) dengan metode
spektrofotometri dan permanganometri. Buah bungur muda yang telah
dihaluskan diekstraksi secara maserasi kinetik dengan menggunakan pelarut
etanol 70%. Ekstrak yang didapat diuji kualitatif maupun kuantitatif. Dari hasil
uji kualitatif diperoleh hasil bahwa buah bungur muda mengandung tanin
terhidrolisis. Pada uji kuantitatif didapatkan panjang gelombang maksimum
asam galat dalam pelarut aquadem yaitu 765,5 nm dengan waktu reaksi 90 menit
sehingga diperoleh kurva baku asam galat adalah y = 0,0887 x + 0,0601, nilai r =
0,9992 dan r² = 0,9985. Hasil uji kuantitatif menggunakan metode
spektrofotometri didapat kadar tanin rata-rata 24,37% b/b GAE dengan
menggunakan pereaksi Folin ciocalteu dan menggunakan metode
permanganometri didapat kadar tanin rata-rata 7,98%.
Kata kunci: bungur, Lagerstroemia speciosa Pers., jenis tanin, kadar tanin, olin
Ciocalteu , spektrofotometri, permanganometri
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
PENDAHULUAN
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari
senyawa fenolik yang banyak terdapat pada bermacam-macam tumbuhan, antara
lain: pinang, akasia, gabus, bakau, pinus dan gambir. Umumnya tanin tersebar
hampir pada seluruh bagian tumbuhan seperti pada bagian kulit kayu, batang,
daun, dan buah (Sajaratud, 2013). Istilah tanin pertama sekali diaplikasikan pada
tahun 1796 oleh Seguin. Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder
yang diketahui mempunyai beberapa khasiat diantaranya yaitu sebagai
astringent, anti diare, antibakteri dan antioksidan (Desmiaty et al., 2008). Tanin
berbentuk serpihan mengkilat berwarna kekuningan sampai coklat muda atau
serbuk amorf, tidak berbau, atau sedikit berbau khas (Depkes RI, 1995). Tanin
biasanya disebut juga asam tanat atau galotanat. Tanin memiliki sifat kelarutan
sangat mudah larut dalam air, larut alkohol, larut aseton, larut 1:1 dalam gliserol
hangat, praktis tidak larut dalam petroleum, kloroform dan eter (Reynold,
1996). Tanin mempunyai aktivitas antioksidan menghambat pertumbuhan tumor
dan menghambat enzim seperti reverse transkriptase dan DNA topoisomerase
(Sharma et al., 2009). Kegunaan lain tanin dibidang industri adalah untuk
penyamak kulit (Robinson, 1995).
Secara kimia, tanin dibagi menjadi empat golongan yaitu tanin
terhidrolisis, tanin terkondensasi, tanin kompleks, pseudotanin. Tanin memiliki
peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkelat
logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman,
2002; Trease dan Evans, 1996).
Umumnya senyawa tanin banyak terdapat pada tumbuhan dikotil dan
tersebar luas pada tanaman yang berpembuluh terutama pada Angiospermae
(Harborne, 1996). Salah satu tumbuhan Angiospermae dan berkeping dua
(dikotil) yang mengandung senyawa tanin adalah bungur (Lagerstroemia speciosa
Pers.). Tanaman ini banyak dijumpai sebagai peneduh jalan, akan tetapi
tanaman ini juga bisa digunakan untuk menurunkan kadar gula dalam darah
setelah diujikan pada mencit diabetik karena adanya kelompok senyawa
polifenol (Hernawan dan Setyawan, 2004). Masyarakat Filipina telah lama
menggunakan bungur sebagai pengobatan tradisional untuk mengatasi diabetes
dan gangguan ginjal (Klein et al., 2007). Bagian tumbuhan ini yang sering
digunakan sebagai obat yaitu biji, daun, dan kulit kayu. Biji tumbuhan ini dapat
digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan kencing manis. Daunnya
digunakan untuk mengobati kencing batu, kencing manis, dan tekanan darah
tinggi, sedangkan bagian kulit kayu digunakan untuk mengobati diare, disentri
dan kencing darah. Daun bungur memiliki kandungan kimia, seperti saponin,
flavonoid dan tanin, sedangkan pada kulit batang bungur mengandung flavonoid
dan tanin (Dalimartha, 2003).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar tanin dari
kulit buah dan biji bungur (Puspitasari, 2011) serta daun bungur (Rahayu,
2012). Oleh karena itu perlu adanya upaya lebih lanjut untuk mengetahui jenis
tanin dan kadar tanin pada bagian lain pada tanaman bungur. Pada penelitian ini,
digunakan buah bungur muda untuk dilihat kadar senyawa taninnya karena buah
yang masih
2
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
muda mengandung senyawa tanin yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
buah yang tua.
Salah satu parameter standarisasi terhadap simplisia adalah penetapan
kadar senyawa marker yang idealnya adalah merupakan senyawa aktif ataupun
senyawa dominan dan khas dalam simplisia tersebut (Depkes RI, 2000), dimana
salah satu senyawa tersebut adalah tanin (Harborne, 1987).
Metode penentuan kualitatif tanin dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi adanya tanin dan jenis tanin. Identifikasi adanya tanin dapat
dilakukan uji FeCl3, gelatin test, uji penambahan kalium ferrycianida dan
ammonia, dan test for chlorogenic acid. Sedangkan untuk menentukan jenis
tanin terkondensasi, terhidrolisis, dan kompleks tanin dilakukan dengan
menggunakan uji asam asetat ditambah Pb asetat, uji HCl, uji FeCl3, uji KBr,
dan test for catechin. Jika hasil uji menunjukkan hasil positif pada pengujian
tanin terhidrolisis dan terkondensasi, kemungkinan tergolong tanin kompleks.
Untuk itu dilakukan uji tambahan dengan menggunakan pereaksi Stiasny
(formaldehid 30%- HCl 2N) dan uji penambahan FeCl3 pada filtrat.
Dua metode yang sering digunakan untuk menetapkan kadar tanin yaitu
secara spektrofotometri dan permanganometri (DepKes RI, 1989), dalam
penelitian ini digunakan buah bungur muda sebagai sampelnya.
Spektrofotometri UV-Vis merupakan teknik analisis yang memakai sumber
radiasi sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrument spektrofotometer
(Mulja, 1995). Pada metode ini digunakan Folin Ciocalteu sebagai pereaksi
dan asam galat sebagai standart. Sedangkan metode titrasi permanganometri
merupakan pengukuran volume suatu larutan yang diketahui konsentrasinya
dengan pasti, yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan salah satu volume
tepat zat yang akan ditentukan. Larutan yang kadarnya diketahui dengan pasti
itu dinamakan larutan baku atau larutan standart (Underwood dan Day, 1998).
Metode spektrofotometri dan permanganometri merupakan metode yang sering
digunakan karena termasuk metode yang sederhana, mudah, mempunyai tingkat
ketelitian yang cukup tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan upaya lebih lanjut untuk
menjadikan buah bungur muda sebagai bahan yang bermanfaat, salah satunya
dengan menetapkan kadar senyawa tanin dengan metode spektrofotometri dan
permanganometri.
METODE PENELITIAN
A. BAHAN PENELITIAN
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bungur
muda (Lagerstroemia speciosa Pers.), yang diambil di kota Surabaya (daerah
Rungkut), pada bulan Mei 2014. Tanaman ini dideterminasi oleh Pusat
Informasi dan Pengembangan Obat Tradisional (PIPOT), Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: etanol 70%
yang dibuat dari etanol absolut GR pro analisis (Mallinckrodt), aqua
demineralisata, asam asetat 10%, asam oksalat 2H2O, asam galat, Folin
Ciocalteu,
3
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
asam klorida, stiasny (formaldehid 30%-HCl 2N), Besi (III) ammonium sulfat,
larutan ammonia, kalium ferricyanida, KBr, H 2SO4 4N, indigo karmin P, larutan
asam sulfat pekat, larutan FeCl3, larutan gelatin 1%, larutan KMnO4 0,1N,
Na2CO3 15%, Pb asetat 10%.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan
analitik (Ohaus), pengayak mesh 30, rotary evaporator (Buchii), moisture
content balance (Mettler Toledo), alat maserasi kinetik, waterbath B-480
(Buchii), waterbath listrik (Memmert), blender, spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu), mikropipet volume 100-1000 µl dan 0,5-5 ml (SOCOREX),
magnetic stirrer, buret, pipet volume, dan alat-alat gelas laboraturium.
B. METODE KERJA
Penyiapan Bahan Penelitian
Buah bungur muda dicuci bersih, lalu dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan. Setelah diperoleh simplisia kering, buah bungur muda yang sudah
bersih dihaluskan dengan blender dan diayak menggunakan pengayak ukuran
mesh 30 agar terbentuk serbuk yang lebih halus dan seragam.
4
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
2. Gelatin test
Ekstrak ditambah larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl, jika timbul
endapan berarti mengandung tanin (Trease dan Evans, 1996).
3. Penambahan Kalium ferricyanida dan ammonia
Ekstrak yang mengandung tanin akan bereaksi positif, memberikan warna
merah tua (Tyler dkk, 1976).
4. Test for chlorogenic acid
Ekstrak ditambah larutan ammonia kemudian dipapar dengan udara, jika
timbul warna hijau berarti mengandung tanin (Trease dan Evans, 1996).
5
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
c. Tanin kompleks
Untuk membedakan tanin katekol dan tanin galat, larutan ekstrak etanol
70% buah bungur muda ditambah dengan pereaksi Stiasny
(formaldehid 30%-HCl 2N (2:1)) dan dipanaskan di atas penangas air
sambil digoyang-goyangkan. Bila terjadi endapan merah, menunjukkan
adanya tanin katekol. Endapan yang terbentuk disaring kemudian filtrat
dinetralkan dengan Natrium Asetat. Dengan penambahan FeCl3 1%
pada filtrat akan terbentuk warna biru tinta atau hitam yang
menunjukkan adanya tanin galat (Hilpiani, 2012).
6
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
7
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
HASIL PENELITIAN
PENENTUAN KANDUNGAN LEMBAB SERBUK BUAH BUNGUR
MUDA (Lagerstroemia speciosa Pers.)
Serbuk buah bungur muda yang telah dikeringkan, ditentukan kandungan
lembabnya menggunakan alat Moisture Content dan diukur sebanyak tiga kali
replikasi. Hasil penentuan kandungan lembab serbuk buah bungur muda
(Lagerstroemia speciosa Pers.) dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Penentuan Kandungan Lembab Serbuk Buah Bungur
Muda (Lagerstroemia speciosa Pers.)
8
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
9
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Konsentrasi
Hasil regresi menunjukkan bahwa r hitung > r tabel (0,999 > 0,754), maka
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi memiliki korelasi yang bermakna.
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
Dari penelitian penetapan kuantitatif kadar tanin pada buah bungur muda
(Lagerstroemia speciosa Pers.) secara spektrofotometri, diperoleh rata-rata
kadar tanin sebesar 24,37% b/b GAE.
Dari penelitian penetapan kuantitatif kadar tanin pada buah bungur muda
(Lagerstroemia speciosa Pers.) secara permanganometri, dipeoleh hasil rata-rata
kadar tanin sebesar 7,98%.
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
PEMBAHASAN
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari
senyawa fenolik yang banyak terdapat pada bermacam-macam tumbuhan.
Umumnya tanin tersebar hampir pada seluruh bagian tumbuhan seperti pada
bagian kulit kayu, batang, daun, dan buah (Sajaratud, 2013). Tanin merupakan
senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat
diantaranya yaitu sebagai astringent, anti diare, antibakteri dan antioksidan
(Desmiaty et al., 2008). Umumnya senyawa tanin banyak terdapat pada
tumbuhan dikotil dan tersebar luas pada tanaman yang berpembuluh terutama
pada Angiospermae (Harborne, 1996). Salah satu tumbuhan Angiospermae dan
berkeping dua (dikotil) yang mengandung senyawa tanin adalah bungur
(Lagerstroemia speciosa Pers.). Bagian tumbuhan ini yang sering digunakan
sebagai obat yaitu biji, daun, dan kulit kayu (Dalimartha, 2003).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penentuan jenis tanin dan
kadar tanin total pada kulit buah dan biji bungur secara kolorimetri
(Puspitasari, 2011) serta penetapan kadar tanin pada daun bungur secara
permanganometri dan kolorimetri (Rahayu, 2012). Oleh karena itu, pada
penelitian ini digunakan bagian tanaman lain pada bungur yaitu buah bungur
yang masih muda untuk dilihat kadar senyawa taninnya karena buah yang masih
muda mengandung senyawa tanin yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
buah yang tua.
Langkah awal yang dilakukan untuk persiapan ekstraksi yaitu buah bungur
muda yang telah dikeringkan, dihaluskan dan diayak dengan mesh 30. Setelah
itu diukur kadar lembabnya dengan alat moisture content balance. Kadar
lembab dalam simplisia merupakan salah satu uji kualitas simplisia dalam
bentuk serbuk kering. Simplisia perlu dikeringkan agar jumlah kandungan air
dalam simplisia sedikit, karena kandungan air dalam suatu simplisia
kemungkinan akan mempengaruhi hasil penelitian dan kadar air yang tinggi
akan mempercepat pembusukan dan tumbuhnya jamur pada simplisia. Hasil
rata-rata kadar lembab untuk serbuk buah bungur muda (Lagerstroemia
speciosa Pers.) adalah 9,08% (Tabel 4.1), hasil ini sesuai dengan literatur yaitu
proses pengeringan dilakukan sampai kadar air maksimal 10%. (Harborne,
1987).
Pembuatan ekstrak etanol 70% buah bungur muda (Lagerstroemia
speciosa Pers.) dilakukan dengan metode maserasi kinetik yang termasuk
ekstraksi dingin, karena dalam upaya memperoleh ekstrak dihindari adanya
penggunaan pemanasan sehingga dapat menghindari adanya senyawa dalam
buah bungur muda yang bisa rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi. Serbuk
kering buah bungur muda direndam dengan penambahan pelarut etanol 70% dan
diaduk selama + 2 jam kemudian didiamkan semalam dan disaring sehingga
didapat filtrat dan ampas. Pada ampas dilakukan maserasi ulang (maserasi
dilakukan 3 kali). Filtrat yang didapat dikumpulkan dan dipekatkan dengan
Rotary evaporator pada suhu 60oC sampai sepertiga bagian. Setelah etanol
terpisahkan, filtrat kemudian diuapkan diatas waterbath sampai didapatkan
ekstrak etanol dengan bobot konstan. Dari 101,3999 gram serbuk kering buah
bungur muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) yang ditimbang, diperoleh ekstrak
etanol 70% sebanyak 7,8211 g yang berwarna coklat kehitaman.
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
menit, sehingga diperpanjang sampai 110 menit untuk melihat waktu stabil
reduksi Folin ciocalteu oleh asam galat yang terjadi. Pada penelitian ini
diperoleh absorbansi larutan asam galat ditambah Folin ciocalteu dan natrium
karbonat absorbansi sudah stabil dengan ditunjukkannya perubahan absorbansi
yang sangat kecil pada menit ke-90 (Tabel 4.6).
Kemudian dilakukan pembuatan kurva baku asam galat untuk
mengetahui korelasi antara konsentrasi asam galat dan absorbansinya.
Persamaan kurva baku yang diperoleh dari konsentrasi larutan asam galat adalah
y = 0,0887 x + 0,0601, nilai r hitung = 0,999 lebih besar dari r tabel = 0,754
dengan taraf signifikansi 5%. Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa
hubungan antara kosentrasi dan absorbansi memiliki korelasi yang bermakna
(gambar 4.2).
Dilanjutkan dengan pengukuran serapan sampel. Sejumlah tertentu
sampel direaksikan dengan 1 ml pereaksi Folin Ciocalteu yang berfungsi
sebagai reduktor, kemudian direaksikan dengan Na2CO3 15% menghasilkan
larutan berwarna biru. Larutan tersebut dikocok sampai homogen, dan
didiamkan pada waktu stabil yang diperoleh kemudian dilihat absorbansinya
pada panjang gelombang 765,5 nm dengan blanko aquadem. Data absorbansi
yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam kurva persamaan regresi linier
larutan standar asam galat sehingga didapat hasil dalam %b/b Gallic Acid
Equivalents (GAE). Hasil penetapan kadar tanin secara spektrofotometri yang
didapat adalah sebesar 24,37% b/b GAE (Tabel 4.8)
Penetapan kadar tanin dari buah bungur muda (Lagerstroemia speciosa
Pers.) secara permanganometri dilakukan dengan pembuatan baku primer
terlebih dahulu. Didapatkan penimbangan baku primer asam oksalat 2H 2O
sebanyak 0,6948 gram, kemudian dilarutkan dengan aqua demineralisata sampai
100,0 ml sehingga didapatkan Normalitas asam oksalat 0,1102 N. Perhitungan
Normalitas asam oksalat dapat dilihat pada lampiran 6. Setelah itu dibuat
pembakuan KMnO4 dengan asam oksalat sebagai larutan baku, karena asam
oksalat sangat baik dalam keadaan asam sehingga memudahkan titrasinya.
Sebanyak 10,0 ml larutan asam oksalat 2H2O yang telah dibuat dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 10 ml H2SO4 yang tahan panas dan
tidak mudah teroksidasi untuk menciptakan suasana asam. Penambahan
bertujuan untuk menjaga konsentrasi ion hidrogen yang tetap dalam larutan
titrasi, juga untuk mencegah pembentukan mangan dioksida dan mencukupi
kebutuhan ion hidrogen mereduksi permanganat. Campuran larutan tersebut
dipanaskan sampai suhu + 70o C lalu dititrasi dengan KMnO4 sambil dikocok
konstan. Reaksi ini berjalan lambat pada temperatur kamar, sehingga pada saat
titrasi diperlukan pemanasan hingga suhu + 70o C. Hal ini disebabkan karena
reaksi akan berjalan lambat jika titrasi dilakukan pada suhu kurang dari 60o C,
dan asam oksalat akan terurai jika dititrasi pada suhu diatas 90o C. Pada
penambahan tetesan titrasi, awalnya warna merah muda akan hilang dengan
lambat tetapi lama kelamaan warna merah muda nya akan hilang semakin cepat
karena Mn2+ sudah banyak terbentuk yang berfungsi sebagai katalis
(mempercepat reaksi). Titrasi dihentikan apabila sudah terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna sampai merah muda yang disebabkan oleh kelebihan
permanganat yang tahan + 15 detik dan catat hasil volume larutan baku pada
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
titran. Volume titran yang terpakai pada saat titrasi sebanyak 10,25 ml sehingga
didapatka Normalitas KMnO4 0,1075 N.
Proses selanjutnya pada penelitian ini yaitu menetapkan kadar tanin dari
buah bungur muda menggunakan KMnO4. Sejumlah tertentu serbuk buah
bungur muda ditambahkan aquadem sambil dipanaskan diatas waterbath selama
30 menit dan diaduk. Kemudian diendapkan selama beberapa menit dan dituang
melalui kertas saring ke dalam labu ukur 250,0 ml sehingga didapat filtrat.
Ampasnya disari kembali dengan aqua demineralisata mendidih dan
dimasukkan ke dalam labu ukur yang sama. Penyarian dilakukan beberapa kali
hingga residu tidak menunjukkan perubahan warna menjadi biru kehitaman jika
direaksikan dengan FeCl3. Jika pada plat tetes masih memberikan warna biru
gelap dengan penambahan FeCl3, berarti residu tersebut masih mengandung
tanin. Warna tersebut muncul karena tanin merupakan golongan polifenol yang
mengandung gugus OH. Gugus OH ini akan berikatan dengan Fe membentuk Fe
fenolik yang berwarna biru gelap. Jika larutan ekstrak diteteskan pada plat tetes
berwarna kuning kecoklatan, maka larutan tersebut sudah tidak mengandung
tanin. Filtrat yang terkumpul ditambah aqua demineralisata sampai 250,0 ml,
kocok homogen. Selanjutnya dipipet 25,0 ml, masukkan ke dalam erlenmeyer
1000 ml, ditambah 750 ml aqua demineralisata dan 25,0 ml indikator asam
indigo sulfonat LP. Penambahan aqua demineralisata pada sampel ini
dimaksudkan agar sampel tidak terlalu pekat sehingga mempermudah
pengamatan titrasi. Pada penetapan kadar tanin ini, digunakan indikator asam
indigo sulfonal LP sebagai indikator dengan perubahan warna dari biru tua
menjadi kuning emas. Penambahan indikator ini disebabkan karena warna
ekstrak buah bungur muda yang coklat sehingga menyulitkan pengamatan titik
akhir titrasi. Lalu titrasi dengan KMnO4 menggunakan magnetik bar dan
magentik stirrer untuk mengatur kecepatan adukan yang konstan antara partikel
sampel, indikator, dan titran supaya homogen hingga terjadi perubahan warna
dari biru menjadi berwarna kuning keemasan. Dicatat hasil titrasinya dan
dilakukan 5 kali replikasi. Dilakukan juga titrasi blanko yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa banyak KMnO4 yang bereaksi dengan asam indigo sulfonat.
Volume titrasi blanko dijadikan faktor pengurangan pada volume titrasi sampel.
Dari hasil titrasi tersebut, didapat kadar tanin yang ada pada buah bungur muda
sebanyak 7,98%.
Telah dilakukan penelitian dengan kedua metode, yaitu metode
spektrofotometri dan metode permanganometri yang didapatkan data kadar tanin
rata-rata yang berbeda. Kadar tanin rata-rata menggunakan metode
spektrofotometri dengan pereaksi Folin ciocalteu adalah 24,37% b/b GAE, dan
menggunakan metode permanganometri adalah 7,98%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan identifikasi adanya tanin dan penentuan jenis tanin, buah bungur
muda (Lagerstroemia speciosa Pers.) mengandung tanin yang tergolong jenis
tanin terhidrolisis.
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
DAFTAR PUSTAKA
Alfian R, Susanti H, 2012, penetapan Kadar Fenolik Total Ekstrak Metanol
Kelopak Bunga Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa Linn) Dengan
Variasi Tempat Tumbuh Secara Spektrofotometri, Jurnal Ilmiah
Kefarmasian, Vol. 2, No. 1, 73-80.
Desmiaty Y, Ratih H, Dewi MA, 2008, Penentuan Jumlah Tanin Total pada
Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan Daun Sambang Darah
(Excoecaria bicolor Hassk) Secara Kolorimetri dengan Pereaksi Biru
Prusia, Artocarpus, Vol. 8, 106-109.
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 261 tahun 2009 tentang
Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama, 2009, Jakarta, 179.
Reynolds JE, 1996, Martindale The Extra Pharmacopoeia, 31th edition, The
Pharmaceutical Press, London, 1757.
Sajaratud D, 2013, Pembuatan Tanin dari Buah Pinang, Fakultas Ilmu Tarbiyah
& Keguruan Institut Agama Islam Negeri, Sumatera Utara
1
Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.2 (2015)
Tyler VE, Brady LR, Robbers JE, 1976, Pharmacognosy, 7th edition, Lea
Febiger, Philadelphia, 77-78.
Underwood AL dan Day RA, 2001, Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi IV,
Terjemahan oleh Lis Sopyan, 2001, Erlangga, Jakarta, 290-291.