Wen Wu - Sampul Maut
Wen Wu - Sampul Maut
Wen Wu - Sampul Maut
com
Sampul Maut 1
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
SAMPUL MAUT
Oleh : Wen Wu
JILID I
BAB 1
PERSYARATAN TIGA SAMPUL SURAT
Sampul Maut 2
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 3
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 4
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 5
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 6
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 7
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 8
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 9
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 10
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 11
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 12
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 13
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
itu tak dapat kulupakan, dan aku bukan seorang laki-laki jika
aku mengingkari janjiku!”
Sambil menggosok-gosok kedua telapak tangannya Ouw
Lo Si berkata. "Itulah yang aku harapkan. Aku lihat sudah
masuk empat orang yang menenteng lampion ke dalam
lembah itu. Di waktu hujan turun rintik-rintik ini adalah
kesempatan terbaik untuk kau masuk ke dalam lembah. Aku
mendoakan agar Lotee dapat masuk dan keluar dari lembah
Yu-leng-kok itu dengan selamat dan tidak kurang sesuatu
apapun! Nah, terimalah lampion ini dan sampai kita bertemu
lagi dua tahun yang akan datang......!”
Wei Beng Yan menerima lampion yang disodorkan si
kakek lalu dia memberi hormat kepadanya dan berjalan keluar
dari rumah gubuk itu menuju ke mulut lembah Yu-leng-kok.
Ketika hampir tiba di pinggir lembah itu, ia membaui darah
yang amis sekali dari empat mayat manusia yang pada menit-
menit yang lalu masih merupakan manusia segar bugar! Ia
mengkirik melihat mayat-mayat itu, namun dengan keteguhan
hati ia berjalan terus. Iapun tak lupakan pesan si kakek
pincang untuk bernyanyi sedih ketika mulai memasuki lembah
maut itu.
"Di dalam dunia yang besar dan luas ini,
Nasib manusia bersaling ganti,
Suka-ria atau duka cita,
Tak dapat diminta menurut kehendak kita!”
Demikian ia bernyanyi terus menerus tanpa mengetahui
jika Ouw Lo Si mengikutinya dari belakang.
Sampul Maut 14
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 15
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 16
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
BAB 2
SIASAT KEJI TIE-SAN-SAI-CU-KAT
Sampul Maut 17
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 18
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
selubung kuningan dan satu kotak kecil dari batu giok dari
tubuh mayat-mayat itu.
Ketika itu sudah jam lima pagi, dan hujan pun sudah
berhenti.
Setelah suasana mulai menjadi terang, maka di pinggir
jurang yang merupakan pintu masuk ke dalam lembah Yu-
leng-kok yang sempit itu terlihat delapan huruf yang digores
oleh seorang yang pasti memiliki ilmu silat yang sakti sekali.
Adapun delapan huruf itu berbunyi.
"Lembah ini sudah tertutup. Barang siapa lancang
masuk, tentu mati!”
"Setelah melihat delapan huruf tersebut, Ouw Lo Si
bersenyum, lalu mengajak Khouw Kong Hu kembali ke rumah
gubuknya.
"Ouw Si-ko,” kata si saudara angkat sambil menyertai
kakak angkatnya berjalan pulang. "Aku tidak heran jika kau
sangat gembira meskipun kau tidak tidur semalam suntuk.
Tanpa turun tangan, kau telah berhasil membunuh mati
ketiga jahanam Tong-coan-sam-ok yang kau sangat benci, dan
sekaligus kau telah memperoleh mustika milik Thian-hiang-
sian-cu......”
Ouw Lo Si hanya bersenyum, dan setelah mereka tiba
kembali di rumah gubuk, segera menyiapkan minuman dan
hidangan untuk kawan akrabnya itu. Sambil makan dan
minum Ouw Lo Si lalu mulai percakapannya.
"Khouw Hiantee, kau telah tebak jitu kegembiraanku.
Tetapi aku menjadi gembira bukan karena hasil yang kau telah
Sampul Maut 19
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 20
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 21
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 22
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 23
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
dipencundangi oleh Wei Tan Wi. Coba pikir, apakah itu bukan
suatu rencana yang baik sekali?” tanya si kakek sambil
tertawa lebar.
Khouw Kong Hu menunjukan ibu jarinya sambil memuji.
"Ouw Si-ko, julukan Tie-san-sai-cu-kat tidaklah kecewa
orang telah berikan kepadamu!”
"Tetapi apakah senjatamu Cit-kauw-tie-san, masih tetap
ampuh seperti sediakala?” tanyanya lagi.
Ouw Lo Si masih terus tertawa gelak-gelak. Dari saku
dibalik jubahnya ia keluarkan satu kipas baja yang dapat
dilipat. Lalu ia berkata dengan bangga.
"Aku telah dipecundangi Wei Tan Wi dengan pedang Ku-
tie-kiam nya dan dianiaya oleh ketiga iblis Tong-coan-sam-ok,
tetapi...... semenjak itu aku jadi tambah giat berlatih, dengan
senjata Cit-kauw-tie-san ini aku yakin dapat menggempur jago
silat yang manapun!”
“Akupun yakin bahwa Ouw Si-ko takkan merasa puas jika
tidak memulihkan nama. Maka aku ingin memberitahukan
satu rahasia dari kalangan Bu-lim kepada Si-ko,” kata Khouw
Kong Hu dengan wajah sungguh-sungguh.
"O...... Khouw Hiantee datang ke sini dengan suatu
maksud.......” kata si kakek. "Mengapa tidak segera
menyatakan maksud itu?”
Khouw Kong Hu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ouw Si-ko jangan terburu napsu!” katanya. "Rahasia ini
berkenaan dengan mustika Thian-hiang-sian-cu, Cu-gan-tan
Sampul Maut 24
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 25
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 26
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 27
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 28
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 29
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
BAB 2
KEHANCURAN DESA HUI-ING-SAN-CONG
Sampul Maut 30
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 31
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 32
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
"Pada limabelas tahun yang lalu, pada bulan tujuh Kiu Ji-
tee merayakan hari ulang tahun kesatu puteri kesayangannya,
dan ia telah mengundang banyak tamu ke pesta tersebut.
Akupun telah datang. Aku sudah lanjut usia, namun otakku
masih sehat, dan aku masih ingat jalan ke Hui-ing-san-cong.
Tu! Sisi gunung itu adalah pintu masuknya!”
Secepat kilat dengan ilmu It-hok-cong-thian (Bangau sakti
menerjang ke angkasa) ia telah meloncat ke atas birai yang
lebih kurang tiga meter tingginya.
Bukan main kagumnya Khouw Kong Hu menyaksikan si
kakek pincang yang seolah-olah terbang ke atas.
"Ouw Si-ko! Hebat betul loncatanmu itu!” serunya
memuji.
Lalu iapun meloncat dengan gesitnya ke atas birai itu!
"Loncatan Hiantee lebih lihay dari pada loncatanku!” kata
si kakek, "seolah-olah Hiantee melakukannya tanpa
mengeluarkan tenaga......”
Khouw Kong Hu bersenyum girang mendengar pujian itu.
Setelah mendaki lereng gunung, akhirnya mereka tiba di
atas jurang yang tanahnya agak rata.
Tidak berapa jauh di hadapan mereka, tampak satu goa
gunung yang tingginya kira-kira satu meter dan lebarnya kira-
kira tiga meter.
Mulut goa itu gelap sekali dan mungkin juga menjadi
sarangnya binatang-binatang, ular-ular atau serangga yang
berbahaya.
Sampul Maut 33
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 34
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 35
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 36
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 37
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 38
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 39
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 40
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 41
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
BAB 4
ANALISIS KEMATIAN GARUDA SAKTI
Sampul Maut 42
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 43
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 44
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 45
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 46
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 47
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 48
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 49
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 50
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 51
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 52
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 53
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 54
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
BAB 5
RAHASIA KETANGGUHAN CIAM-HUA-GIOK-SIU
Sampul Maut 55
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 56
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 57
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 58
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 59
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 60
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 61
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 62
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 63
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 64
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 65
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 66
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 67
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 68
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 69
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
BAB 6
KERUMITAN PARTAI TIANG-PEK-KIAM
Sampul Maut 70
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 71
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 72
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 73
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 74
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 75
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 76
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 77
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 78
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Belum selesai ucapannya itu ketika Kim Cin Jie, salah satu
pemimpin partai Kong-tong-sam-kiam mengejek.
"Sam-kiat-sian-seng sudah terkenal di kolong langit, dan
kita juga sangat menghormatinya!”
Betul nada ucapan itu sangat hormat, namun Kong-ya
Coat harus menghadapi musuh-musuh partai Tiang-pek-kiam
itu. Dengan sikap yang tenang ia menyahut.
"Aku Kong-ya Coat hanya seorang Bu-beng-siauw-cu
(orang yang tak terkenal) dan tak dapat dipersamakan dengan
para Tay-hiap dari partai Kong-tong-sam-kiam!”
Ketika itu sambil menatap Kim Cin Jie, Kiu It berkata.
"Kong-ya Tay-hiap, yang bicara itu adalah Kim Cin Jie tay-
hiap, si tujuh keistimewaan!”
Kiu It sengaja menyebut ‘si tujuh keistimewaan’ itu keras-
keras untuk membangkitkan amarah Kong-ya Coat, tetapi ia
menjadi kecele, karena ternyata si dewa sakti tak dapat
‘dibakar’! Tampak ia berdiri tenang sambil menatap Kim Cin
Jie yang terdengar berkata.
"Betul aku mempunyai julukan tujuh keistimewaan,
namun aku tak dapat melawan Kong-ya Tay-hiap yang
memiliki ilmu silat maha tinggi......”
LIMA
Kong-ya Coat masih berdiri tenang, hanya matanya
menatap tajam bakal lawannya itu.
Kemudian terdengar Kim Cin Jie berkata lagi.
Sampul Maut 79
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 80
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 81
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 82
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 83
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
JILID II
BAB 7
TIGA PASANG SARUNG TANGAN SAKTI
Sampul Maut 84
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 85
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 86
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 87
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 88
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 89
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 90
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 91
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 92
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 93
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 94
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 95
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 96
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
BAB 8
AKAL MUSLIHAT BERBALAS TIPU
Sampul Maut 97
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 98
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
Sampul Maut 99
Koleksi Goldy Senior http://lontaremas.blogspor.com
BAB 9
PERTEMUAN BESAR JAGO PERAIRAN
BAB 10
PEREBUTAN KETUA JAGO PERAIRAN
dahsyat itu, karena kali ini dialah yang harus naik ke atas Lui-
tay untuk mempertahankan nama baik partainya.
Sebagai kepala dari salah satu cabang partai Tai-hu, ia
harus memberikan bukti bahwa ia juga memiliki kepandaian
yang tidak boleh dipandang ringan. Maka dengan tekad
berusaha mempertahankan nama serta kedudukannya,
dengan sikap yang agak gelisah, iapun lalu mendayung
perahunya menuju ke Lui-tay, kemudian dengan jurus Han-
san-sin-tit (jangkrik muda meloncat di rumput), tampak ia
menotok pinggir perahu dengan ujung jari kakinya dan
sejenak kemudian ia sudah berdiri berhadapan dengan Ku Pak
Su.
Mereka akan bertarung tanpa mempergunakan senjata,
tampak si naga kecil sudah mulai menyerang dengan jurus
Ciok-po-thian-kheng (Menghancurkan batu mengejutkan
lawan). Ia memekik seperti burung hantu sambil mencelat di
udara dan melepaskan tendangan ke arah dada lawannya!
Thio Beng dengan cepat melangkah ke samping
mengelakkan tendangan maut itu. Egosannya yang dilakukan
dengan cepat dan tenang itu telah memperoleh tampik sorak
dari para hadirin. Tiba-tiba ia berbalik dan menerkam Ku Pak
Su yang baru saja tiba di atas geladak, dengan jurus Beng-
houw-kim-to (Harimau ganas menerkam kelinci).
Tidak percuma Ku Pak Su menjadi murid kesayangan
Siauw Cu Gie, dengan jurus Ouw-bong-sim-ciu (Lindung hitam
menyelam ke dalam air), entah dengan cara apa ia melejit,
hanya tampak Thio Beng terhuyung-huyung menerkam angin!
BAB 11
JAGO-JAGO PERAIRAN LAINNYA
BAB 12
KEDATANGAN DENGAN NAMA PALSU
JILID III
BAB 13
PERTARUNGAN DENGAN PEMBUNUH AYAH
BAB 14
CIAM-HUA-GIOK-SIU SUDAH LENYAP!
mereka itu tampak Ouw Lo Si, si Ahli nujum kipas baja, yang
pun tengah berdiri terlongong-longong sambil memegangi
obor yang hampir padam apinya! Mereka semua lebih mirip
patung-patung batu dari pada orang yang berkepandaian
tinggi!
Siauw Cu Gie mengetahui bahwa suatu bencana besar
telah menimpa pertemuan itu, tetapi bencana apakah? Ia
sendiri berdiri terpaku menyaksikan akibat bencana itu!
Obor kecil di tangan Ouw Lo Si akhirnya padam juga.
Maka hanya sinar rembulan sajalah yang masih menerangi
lapangan rumput, lentera-lentera kertas yang sudah rusak dan
wajah para jago silat yang pucat pasi!
Suasana di sekitarnya sepi, sepi sekali, sepi seperti juga
dunia ini telah berhenti berputar dan mati......
Orang pertama yang memecahkan kesunyian itu adalah
ketua pertemuan itu sendiri, Kong-ya Coat.
"Ciam-hua-giok-siu sudah lenyap! Maka pertemuan Tan-
kwi-piauw-hiang-song-gwat-ta-hwee inipun berakhirlah
sudah! Para tamu yang terhormat diminta kembali ke kamar
masing-masing untuk bermalam. Besok pagi aku akan
mengantar kalian meninggalkan tempat yang telah membikin
kalian penasaran ini!”
Siauw Cu Gie jadi makin bingung, karena hanya dia
sendirilah yang tidak mengetahui apa yang telah terjadi di
pertemuan itu.
Tiba-tiba ia dibikin terkejut oleh suara nyanyian yang
pernah didengarnya di hutan. Suara itu hanya terdengar
"Eu-yong Lo-koay......!”
"Hee, hee, hee! Kau masih kenal kepadaku? Aku merasa
girang dan bangga sekali!”
"Kenapa dia berada di sini?” tanya Siauw Cu Gie di dalam
hati. "Aku datang untuk memberitahukan Kong-ya Coat
tentang Ciam-hua-giok-siu dan menanyakan apa yang telah
terjadi di pertemuan Tan-kwi-piauw-hiang-song-gwat-ta-
hwee. Iblis ini tidak boleh turut campur urusanku itu!” Ia
segera hendak berlalu dari ruangan itu, ketika Eu-yong Lo-
koay berkata.
"Duduk dulu saudara Siauw! Mengapa ingin lekas-lekas
berlalu setelah kau berhasil menjumpai saudara Kong-ya!”
"Jika aku sekarang berlalu bagaimana?”
"Kau akan menjumpai ajalmu di telaga Tong-teng!”
"Apa perlunya kau menahan aku, aku yang tidak
berurusan denganmu?”
"Hee, hee, hee! Mungkin kau sudah linglung saudara
Siauw! Bukankah barusan kau sendiri yang mengatakan
bahwa kau ingin memberitahukan saudara Kong-ya tentang
Ciam-hua-giok-siu?”
"Apakah dengan kata-kataku itu aku harus berurusan
denganmu?”
"Betul! Seperti dapat kau lihat sekarang ini bahwa
saudara Kong-ya telah menjadi orang tawananku, maka jika
kau ingin memberikan keterangan kepada saudara Kong-ya,
BAB 15
RAHASIA HILANGNYA SARUNG TANGAN SAKTI
berada di situ pada waktu itu, aku yakin kau pun pasti tidak
dapat tampil ke muka untuk mulai mengadu silat!”
"Ha, ha, ha! Aku tidak berani mulai? Apakah kau baru
mengenal aku? Dengan senjata Kauw-tok-kou ini, aku pasti
dapat mengalahkan semua jago-jago silat yang hadir di
lapangan rumput itu dan merebut Ciam-hua-giok-siu!”
"Hm! Aku betul-betul merasa ragu jika pada waktu itu kau
dapat merebut benda mujizat itu!”
"Hah! Apakah dalam pertemuan itu di samping kau
sendiri masih jago silat lain yang terlatih lihay?”
"Betul! Jika kau pun hadir pada waktu itu, belum tentu
kau dapat mengalahkan semua orang yang hadir, tetapi
sekalipun kau berhasil mengalahkan mereka semua, kau pun
pasti tidak dapat merebut Ciam-hua-giok-siu!”
"O...... kalau begitu kau menyelenggarakan pertemuan itu
hanya untuk menipu dan mempermainkan orang-orang gagah
yang telah kau undang itu, kau mempunyai maksud tertentu
maksud yang keji!”
Tiba-tiba dari luar ruangan kapal sungai itu terdengar
orang ketiga turut berkata.
"Apakah yang tengah dirundingkan dengan demikian
gaduh? Aku ingin mendengar juga!”
"Apakah itu bukan suara seorang Tojin yang terkenal
sebagai si pemabuk?” tanya Eu-yong Lo-koay.
"Betul,” sahut orang itu sambil menyingkap kere bambu
dan melangkah masuk ke dalam ruangan itu.
"Hari ini ada arak, hari ini kita minum sampai mabuk!
Persetan dengan hari esok!”
Setelah berkata begitu, Si Lam Tojin lalu mengangkat guci
arak dan menenggak isinya, tetapi dengan tiba-tiba ia
menyemprotkan arak yang berada di mulutnya ke arah muka
Eu-yong Lo-koay.
Eu-yong Lo-koay mundur dua langkah sambil menyerang
dengan tinjunya dan terdengarlah suatu ledakan hebat akibat
daripada pertemuan kedua serangan tenaga dalam itu, dan
tampak arak itu terdampar kembali dan muncrat di ruangan
dalam kapal itu.
Dengan serangannya Si Lam Tojin hendak membebaskan
Kong-ya Coat berbareng membikin buta kedua mata Eu-yong
Lo-koay. Dua orang yang berkepandaian tinggi telah bertemu,
yang satu ingin membasmi seorang iblis, sedangkan yang
lainnya memang terkenal kejam dan keji!
Dengan mundurnya Eu-yong Lo-koay menggelakkan
serangan Si Lam Tojin, maka terbebaslah Kong-ya Coat dari
ancaman iblis dari pegunungan Kun-lun-san itu.
Mengapa Kong-ya Coat dapat demikian mudah dibikin
tidak berkutik oleh Eu-yong Lo-koay?
Eu-yong Lo-koay yang keranjingan ketiga mustika Thian-
hiang-sian-cu, telah dengar bahwa Ciam-hua-giok-siu berada
di tangan Kong-ya Coat. Maka dengan tekad bulat merampas
mustika itu ia telah berangkat dari pegunungan Kun-lun-san
dengan perahu.
BAB 16
KEGELISAHAN MEMBAWA BARANG CURIAN
BAB 17
MISTERI TIGA JARUM YAN-BIE-TIN
BAB 18
MURID PENGUASA LEMBAH YU-LENG-KOK
". . . . . . . . .”
"Jika Suhu masih tidak percaya akan kepatuhanku itu, To-
ji bersedia bersumpah untuk mendengar segala perintah
suhu!”
"Kau dapat melanggar sumpahmu sendiri!”
"Biarlah langit menjadi saksi bahwa jika To-ji melanggar
sumpah, To-ji akan tidak diberkahi dalam usaha To-ji
membalas dendam!”
"Ha, ha, ha! Jika kau berani bersumpah demikian, mau tak
mau aku harus percaya bahwa hubungan kita tetap masih ada
dan tak akan retak kelak!”
Wei Beng Yan berlutut untuk memberi hormat, tetapi Yu
Leng mengebat lengan bajunya sambil berkata.
"Jangan berlutut! Sekarang telah tiba saatnya untuk kau
pergi dan membereskan urusanmu sendiri, kesempatan untuk
kita berjumpa lagi di kemudian hari masih banyak!”
Wei Beng Yan telah tinggal bersama gurunya selama dua
tahun dan ternyata gurunya itu seorang yang cukup lemah
lembut meskipun wataknya angkuh, ia telah manganggap
gurunya itu sebagai ayahnya sendiri, maka ketika
diperintahkan untuk pergi, ia merasa berat sekali untuk
mengangkat kaki dari lembah itu, tetapi ia tidak berani
membangkang, bukankah ia baru saja bersumpah untuk
mendengar segala perintah gurunya? Berpikir sampai di situ ia
segera memberi hormat, lalu bertindak pelahan-lahan keluar
dari dalam lembah Yu-leng-kok.
EMPATBELAS
Wei Beng Yan berkelana kebanyak tempat untuk mencari
ketiga musuh ayahnya, tetapi ia tidak berhasil, maka ia lalu
menuju ke rumah seorang sahabat ayahnya yang bernama
Gan Leng Hong, pada siapa ia telah menitipkan pedang
ayahnya dua tahun yang lalu.
Ia menjadi terkejut sekali ketika mendapat kenyataan
bahwa Gan Leng Hong kini sudah bukan lagi seorang jago silat
yang disegani. Gan Leng Hong telah menjadi seorang
cacad...... kedua matanya sudah buta!
"Gan Supee, apa yang telah terjadi atas dirimu?” tanya
Wei Beng Yan.
Gan Leng Hong bersenyum getir dan tidak menyahut.
"Gan Supee, siapakah yang telah menganiayamu?”
"Ai! Aku tidak nyana kedua jahanam itu ingin juga
mencelakai aku!” kata Gan Leng Hong sambil menggeleng-
gelengkan kepalanya, "Ilmu silat yang telah aku pelajari
dengan susah payah telab dibikin musnah oleh kedua iblis
itu!”
"Siapakah kedua iblis itu?”
"Lebih baik kau tidak mengetahui siapa iblis itu, jika kau
berhasil membalas dendam ayahmu aku sudah merasa puas!”
"Tetapi aku tidak akan merasa puas jika tidak mengetahui
siapa musuh-musuh Gan Supee yang kejam itu!”
JILID IV
BAB 19
PERINTAH SUHU YANG MENYAKITKAN
"Hah! Soat-hay-siang-hiong......?”
"Betul! Soat-hay-siang-hiong! Ha, ha, ha! Kedua mataku
dibikin buta, ilmu silatku musnah karena urat di punggungku
telah diputuskan! Ha, ha, ha.......”
Wei Beng Yan menjadi terharu sekali melihat keadaan
Gan Leng Hong yang sudah seperti orang gila itu.
"Tetapi mengapa mereka harus menganiaya Gan Supee?”
tanyanya
"Karena aku adalah sahabat terkarib ayahmu, karena
khawatir aku membikin pembalasan, mereka telah
menganiaya aku dengan mempergunakan racun sehingga aku
pingsan dan di waktu inilah...... aku masih dapat merasakan
suatu besetan kulit di punggungku setelah itu aku tidak dapat
berdiri lagi...... tidak bisa berdiri lagi! Ha, ha, ha.......”
Suaranya yang seram itu mendadak berhenti, Wei Beng
Yan menghampiri sambil memanggil-manggil Supeenya, tetapi
yang dipanggil telah menjadi mayat!
Baru saja keluar dari lembah Yu-leng-kok, Wei Beng Yan
telah ketemui kekejaman kedua iblis musuh besarnya itu,
sehingga napsunya membalas dendam semakin berkobar.
Setelah mengubur jenazah Gan Leng Hong ia segera menuju
ke pegunungan Kun-lun-san untuk mencari musuhnya itu,
tetapi ia tidak berhasil menemui kedua iblis itu. Maka pada
malam tanggal limabelas bulan delapan menurut hitungan Im-
lek, karena tertarik oleh keindahan sang puteri malam, maka
ia telah pergi pesiar dengan perahu di atas telaga tong-teng,
sehingga di luar dugaan sama sekali di situ ia bertemu dengan
––––––––
BAB 20
KEBIMBANGAN ATAS PERINTAH GURU
BAB 21
KECURIGAAN KEASLIAN YU LENG
Kim Cin Jie dan Kim Cin Lam yang sudah siap segera
menangkis terkaman itu dengan pedang mereka.
Yu Leng yang kejam dun licik ternyata tidak menerkam
dengan tangan kosong, ia telah menerkam dengan dua
potong senjata rahasia di tangannya yang segera dilontarkan
ke arah kedua saudara Kim dengan cepat sekali.
enamBeLAs
Kedua saudara Kim melihat datangnya kedua benda
berkilat itu menerjang ke arah mereka, tanpa banyak pikir lagi
mereka menangkis dan menjadi kaget sekali merasakan tubuh
mereka mendadak jadi panas setelah menangkis benda itu
berbareng dengan itu terdengar suara.
"T i n g!!” yang nyaring sekali, dan tampak Yu Leng
secepat kilat sudah berada dekat mereka sambil mengulur
tangannya untuk menotok pundak Kim Cin Lam dan Kim Cin
Jie!
Senjata rahasia itu telah dipergunakan Yu Leng untuk
menangkis serangan pedang, dan begitu lekas sudah
melontarkan senjatanya itu, secepat kilat ia menyerang
lawannya!
Kim Cin Lam dan Kim Cin Jie merasa bahwa pedang
mereka seolah-olah digempur oleh suatu tenaga yang gaib
sekali, ketika melihat Yu Leng mendekati, mereka lekas-lekas
memutar pedang mereka dengan jurus Thian-ji-ie-hua (Hujan
lebat menyiram bumi).
Yu Leng menjadi cemas melihat terkamannya yang
pertama itu meleset. Ia meraung keras dan meloncat ke kiri,
––––––––
BAB 22
SIASAT SI TUA PINCANG
––––––––
BAB 23
TERMAKAN SIASAT PERTAMA SI PINCANG
"Betul! Tetapi......”
"Apakah Lo-cianpwee yang memadamkan tiga lentera
kertas merah dalam Lembah Yu-leng-kok dua tahun yang
lalu?!”
Khouw Kong Hu menjadi bingung juga tampaknya,
menghadapi serentetan pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-
tubi itu.
"Aku tidak menduga Wei siohiap mengetahui juga
peristiwa itu,” sahutnya sambil bersenyum. "Betul! Dua tahun
yang lalu aku pernah memadamkan tiga lentera kertas dengan
jarum Yan-bie-tin ku itu!”
Tiba-tiba Wei Beng Yan menatap Khouw Kong Hu, tetapi
sejenak kemudian sambil menggeleng-geleng kepalanya ia
berkata.
"Apakah Khouw Tay-hiap mengetahui bahwa perbuatan
Tay-hiap itu dapat menyebabkan kematian bagi tay-hiap?”
"Hah! Perbuatanku itu dapat membahayakan diriku
sendiri?”
"Ya!”
"Mengapa memang? Apa salahnya jika aku perbuat
demikian?”
"Apakah......?”
"Sstt! Jangan bicara terlalu keras, ikutilah jejakku!” sahut
Ouw Lo Si sambil berjalan ke arah cahaya tadi.
Di hadapan mereka hanya tampak satu jalan yang sempit
dan agaknya jarang ditempuh orang. Akhirnya setelah dengan
susah-payah dan berjalanan lebih kurang satu lie, mereka
melihat satu batu gunung yang besar menghadang di pinggir
jalan gunung yang sempit itu. Mereka jadi terkejut sekali
waktu dapat melihat delapan huruf tertulis di atas batu
gunung itu!
––––––––
BAB 24
PENYELIDIKAN KUIL CIT-PO-SIE
JILID V
BAB 25
SEKARANG TIBA GILIRANMU, BANGSAT!
BAB 26
TERBUKANYA KEDOK SI KERUDUNG HITAM
diingusi oleh Kong-ya Coat, orang she Kiu itu harus memikul
segala akibat ketololannya!
“Kiu Ji-tee!” Ouw Lo Si berseru dalam hati, “kau berkawan
sembarangan saja sehingga seorang jahanam kau anggap
sebagai nabi!”
Setelah itu ia mengawasi Pek Tiong Thian dan berkata.
“Hei orang she Pek! sebenarnya yang harus kau bunuh
bukan Kiu It!”
“Siapa lagi kalau bukan dia?”
“Kong-ya Coat!”
“Mengapa kau dapat mengatakan demikian?”
“Karena Kiu It telah ditipu oleh orang she Kong-ya yang
licik itu!”
Pek Tiong Thian jadi menjublek sejenak, namun setelah
berpikir sebentar ia lalu berkata lagi.
“Aku tidak mengerti!”
“Ketika Kong-ya Coat mengetahui bahwa kau telah
bersekongkol dengan Kiu It, ia lalu menukar tanda-tanda yang
melekat di ketiga kotak sehingga ia berhasil membawa lari
Ciam-hua-giok-siu yang tulen!”
Pek Tiong Thian terkejut juga mendengar keterangan itu,
tetapi ia tiba-tiba tertawa berkakakan dan berkata lagi.
“Hai pincang! Kau memang terkenal cerdik tetapi aku tak
dapat kau tipu!”
BAB 27
TERSANDERA IBLIS PEK TIONG THIAN
BAB 28
PENGEROYOKAN IBLIS PEK TIONG THIAN
Aku beriang-gembira,
Dan persetan dengan hari esok!”
Setelah itu ia lalu menuang arak dari dalam guci ke
mulutnya. Justru pada saat ia mendongak itu Pek Tiong Thian
telah menerkam!
Si Lam Tojin memang sengaja bersikap begitu untuk
mengejek Pek Tiong Thian, dan ketika merasa lawannya sudah
menerkam, lekas-lekas ia menyemburkan arak yang sudah
berada di dalam mulutnya, sambil berseru.
“Awas! Arak beracun!”
Pek Tiong Thian dapat melihat semburan arak, ia menarik
napas dalam-dalam untuk kemudian meniup dengan penuh
tenaga dan berhasil membuyarkan serangan arak itu tetapi
tiba-tiba ia meringis sambil menekap dadanya yang masih
mengeluarkan darah.
“Jika si pincang masih berada di sini, celakalah aku
sekarang!” pikirnya.
Apa yang dikhawatirkan oleh Pek Tiong Thian itu tidak
mungkin terwujutkan, karena Ouw Lo Si yang tidak menduga
pertarungan akan berkesudahan demikian rupa, telah
melarikan diri demi kepentingan dirinya sendiri.
Sungguh sayang Ouw Lo Si telah bertindak terburu napsu,
kalau saja ia menunggu beberapa saat lagi, maka sakit hati Kiu
It sekeluarga pasti dapat ia balaskan di depan warung araknya
itu.
BAB 29
PATUNG SUHU SUAMI ISTERI
BAB 30
KECEMBURUAN SEORANG KEKASIH HATI
JILID VI
BAB 31
CIAN-JIN-HUANG PEMBASMI SERIBU JIWA
yang agak rata. Satu sungai kecil mengalir melalui lembah itu.
Di kedua tepi sungai kecil itu, tampak pohon-pohon bunga
yang beraneka warna tumbuh dengan suburnya. Harum
semerbak bunga-bunga itulah yang tertiup angin ke lorong
goa, yang telah merangsang hidungnya hebat sekali.
Melihat keindahan pemandangan di situ, yang
bermandikan sinar si puteri malam, Wei Beng Yan untuk
sementara waktu jadi lupa akan segala kesulitannya.
“Apakah ini betul-betul tempatnya setan-setan?” pikirnya.
Ia memperhatikan keadaan di sekitar tempat itu, kedua
matanya tiba-tiba ditujukan ke ujung lembah, dimana tampak
beberapa rumah gubuk yang berukuran mungil-mungil. Di
depan salah satu gubuk itu, tampak seorang kakek yang
bertubuh kurus jangkung sedang memukuli satu patung batu.
Si kakek agaknya tidak menghiraukan kedatangan Wei
Beng Yan, ia tetap memukuli patung batunya.
Wei Beng Yan menghampiri sambil melancarkan ilmu
Leng-po-hui-pu untuk berjalan di atas permukaan sungai
bunga yang harum semerbak itu dan jadi terkejut ketika dapat
melihat di bagian dada patung batu itu tertulis tiga huruf .
,,Wei Tan Wi”
“Hei apa maksudmu memukuli patung yang kau mungkin
menganggap sebagai ayahku itu?”
Si kakek tiba-tiba berbalik dan mereka jadi berdiri
berhadapan kedua pasang mata saling menatap tajam.
Sejenak kemudian terdengar Wei Beng Yan berseru kaget.
“Kau!?”
Si kakek pun agaknya tercengang ketika dapat mengenali
putera Wei Tan Wi itu.
Karena mereka sudah pernah berjumpah ketika
dilangsungkannya pertandingan untuk memilih seorang
pemimpin partai silat perairan di atas telaga Tong-teng.
Kakek itu bukan lain daripada Tang Ceng Hong yang
mengaku sebagai pertapa dari sungai bunga. Si kakek hanya
mengetahui bahwa Wei Beng Yan adalah si pemuda baju hijau
yang berada di atas kapal bersama-sama Siauw Bie.
Kedatangan Tang Ceng Hong di pertemuan di atas telaga
Tong-teng dulu, sebetulnya hanya bermaksud untuk
mengacau saja, tetapi ia telah dirobohkan oleh Thian-ji-san-jin
alias Suto Eng Lok. Ketika dilemparkan ke dalam telaga, ia
dapat melihat Suto Eng Lok sedang beriempur dengan si
pemuda baju hijau (Wei Beng Yan) yang akhirnya dapat
mengalahkan Suto Eng Lok.
“O...... jika tidak salah kau ini yang mengaku sebagai Hua-
kee-yun-hiap, bukankah?” tanya Wei Beng Yan.
“ Betul!” sahut Tang Ceng Hong tenang.
“Mengapa kau membenci ayahku?”
“Hm! Mengapa aku membenci Wei Tan Wi? Ayahmu telah
menewaskan semua anggota keluarga serta keenampuluh
orang muridku! Itulah mengapa!”
“Aku tidak mengerti!”
BAB 32
PEMBUKAAN SAMPUL SURAT PERTAMA
BAB 33
TINDAKAN BRUTAL KECUMBURUAN WANITA
“Wei siaohiap......”
Demikianlah terdengar suara empuk serta merdu
memanggil nama Wei Beng Yan yang sekonyong-konyong jadi
bercekat.
“Wei siohiap, akulah yang bersalah! Karena aku seorang,
kalian berdua jadi retak!”
Wei Beng Yan perlahan-lahan berbalik dan......
“Apakah kedua mataku ini tengah menipu?!” pikirnya
sambil mengucek-ucek matanya untuk kemudian mengawasi
lagi ke arah semak belukar, tidak jauh dari tempatnya berdiri,
ia melihat seorang gadis sedang berdiri sambil bersenyum
simpul. Gadis itu mengenakan pakaian serba putih, parasnya
putih dengan kedua baris alis yang hitam, senyumnya segar
serta manis, seolah-olah sinar surya di pagi hari yang
mengusir sisa-sisa kabut malam yang dingin!
Dialah bukan lain daripada gadis yang baru saja disanjung-
sanjung, To Siok Keng!
Melihat sikap Wei Beng Yan yang seperti orang baru sadar
dari mimpinya, To Siok Keng tertawa sambil menghampiri dan
berkata.
“Wei siohiap, apakah kau kira aku ini rokh jahat yang
gentayangan di pagi buta?”
“Katanya..... siocia..... telah terbakar hidup-hidup......”
sahut Wei Beng Yan gugup.
“Tentu saja! Apakah kau kira Wei Beng Yan turut datang
juga untuk melindungimu?” jawab Siauw Bie tegas.
“Kau telah datang kembali tentu dengan maksud
menyerang aku,” kata To Siok Keng sambil meletakkan
serulingnya di atas meja, “dan mungkin kau sudah jadi
demikian cemburu sehingga bermaksud membunuh aku!”
“Ya, aku datang dengan maksud seperti telah kau katakan
barusan, tetapi...... untuk itu aku tidak usah tergesa-gesa!”
“Mengapa kau masih bersikap lamban? Ayohlah serang!”
Siauw Bie demikian gusarnya sehingga baru saja To Siok
Keng selesai mengatakan kata-katanya itu, ia sudah meloncat.
Terkamannya dilancarkan dengan jurus Siang-liong-to-thian
(Sepasang naga mengamuk di angkasa), yang seolah-olah
dapat menggempur gunung..... maka tidak heran jika
hembusan anginnya saja sudah cukup untuk membikin
seluruh gubuk itu tergoyah!”
To Siok Keng tidak mengegos atau bergerak dari tempat
duduknya, hanya tampak ia mengebut lengan bajunya sambil
memejamkan kedua matanya!
Siauw Bie jadi girang bukan main, sambil menambah
tenaga kepada serangannya itu ia menyodok terus dan pada
saat kedua tangannya hampir mengenai sasaran, tiba-tiba
tampak kedua mata To Siok Keng terbuka lebar dan balas
menyodok ke atas dengan dua jari tangannya dengan jurus
Sin-kang-cit (Sodokan atau totokan jari maut).
Meskipun Siauw Bie berkepandaian sama dengan
kakaknya, Siauw Cu Gie, yang terkenal sebagai si Raja naga
BAB 34
KENAPA TENAGAKU LENYAP?!
BAB 35
ASUTAN MANTAN KEKASIH HATI
Ketika itu Wei Beng Yan dan To Siok Keng sudah berada
cukup dekat, mereka jadi terkejut sekali melihat Siauw Bie
tengah duduk di atas satu batu gunung dengan sikap acuh tak
acuh. Setelah melirik To Siok Keng, Wei Beng Yan lalu
menyahut.
“Aku sudah berusaha mencari, menurut keterangan-
keterangan buah itu sangat beracun, sebetulnya untuk apakah
buah itu?”
Jawaban yang mengandung unsur-unsur tidak percaya itu
membikin Pek Tiong Than marah sekali.
“Aku telah memerintahkan kau mencari buah itu,”
katanya, “tentu ada gunanya, apa gunanya kau mengajukan
banyak pertanyaan?”
Wei Beng Yan tidak menyahut mendengar teguran yang
keras itu, ia hanya menatap selembar kain hitam yang
menempel di muka Pek Tiong Thian itu.
“Dari Siauw Bie aku telah mendapat keterangan bahwa
kau telah terkena bujukan Ouw Lo Si, betulkah?” Pek Tiong
Thian menanya lagi.
“Bujukan?” Wei Beng Yan berlagak tidak tahu sambil
menoleh ke arah Siauw Bie.
“Ya! Bujukan agar kau mencurigai keaslianku sebagai Ji Cu
Lok!” kata Pek Tiong Thian tegas.
Wei Beng Yan belum menyahut, ketika Pek Tiong Thian
sudah menegur lagi.
“Mengapa kau sekarang jadi demikian kurang ajar?!”
“Hii, hii, hii! Siapa bilang urusan ini adalah urusan guru
dan murid?” To Siok Keng balik menanya.
“Apakah kau tidak mengetahui bahwa Ji locianpwee
adalah guru Wei Beng Yan?” Siauw Bie menanya lagi.
“Betul! Ji Cu Lok adalah guru suko ku ini,” sahut To Siok
Keng, kemudian sambil menunjuk ke arah Pek Tiong Thian. Ia
melanjutkan.
“Tetapi aku tidak merasa yakin jika Locianpwee ini
bernama Ji Cu Lok!”
“Siapa gerangan Locianpwee ini jika begitu?” Siauw Bie
sengaja menanya untuk memanaskan suasana agar
pertempuran antara Yu Leng gadungan dengan Wei Beng Yan
dapat segera dimulai, karena rasa cemburunya, ia sudah ingin
lekas-lekas melihat Wei Beng Yan menjadi mayat dihajar
‘gurunya’ itu.
“Aku tidak tahu!” sahut To Siok Keng. “Yang pasti yalah
Locianpwee ini BUKAN Ji Cu Lok!”
“Dapatkah kau membuktikan ucapanmu itu?!” tanya Pek
Tiong Thian dengan sikap mengancam.
“Bukan aku yang harus membuktikan, tetapi Locianpwee
sendirilah!”
“Aku?!”
“Dengan membuka selembar kain hitam yang menutupi
mukamu!”
Pek Tiong Thian tertawa berkakakan mendengar kata-kata
yang cerdik itu, sambil menatap To Siok Keng, tangan
BAB 36
AKSI MURID THIAN-HIANG-SIAN-CU
“Ha, ha, ha! Aku tidak perduli!” kata Pek Tiong Thian
sambil mengangkat tangannya yang memegang Ciam-hua-
giok-siu. “Aku akan segera menyerang!”
“Apakah kau mengetahui bahwa aku memiliki ilmu yang
khusus diciptakan untuk mengimbangi kedahsyatan sarung
JILID VII
BAB 37
PELARIAN SEPASANG MUDA-MUDI PENDEKAR
BAB 38
RAHASIA TIGA SAMPUL MAUT
saja ketika melihat mayat Suto Eng Lok, “apakah kau yang
telah membunuh jahanam itu?”
Wei Beng Yan mengangguk dan berkata.
“Betul! Kedua jahanam itu ingin membunuh Khouw Tay-
hiap dan aku kebetulan dapat melihat mereka.......”
Khouw Kong Hu jadi terpaku sambil mengawasi mayat
Suto Eng Lok.
“Khouw Tay-hiap,” kata lagi Wei Beng Yan, “ayohlah kita
lekas-lekas berlalu dari sini agar tidak menarik perhatian
orang!”
“Marilah!” sahut Khouw Kong Hu.
Wei Beng Yan segera mengangkat mayat Suto Eng Lok
dan mendahului berlari keluar rumah penginapan itu diikuti
oleh To Siok Keng dan Khouw Kong Hu.
Setelah mengubur mayat Suto Eng Lok di suatu tempat
yang terpencil, mereka lalu menjauhkan diri ke arah suatu
hutan belukar. Tidak lama kemudian, mereka sudah berada di
suatu kuil tua yang terbengkalaikan dan hampir ambruk. Di
dalam kuil itulah mereka beristirahat sambil menantikan
datangnya fajar.
“Khouw Tay-hiap,” kata Wei Beng Yan. “Siapa yang telah
melukaimu? Katanya kau sering mengaco dalam tidurmu......”
“Siapa yang mengatakan demikian?” tanya Khouw Kong
Hu terperanjat.
“Si iblis wanita, Hua Ceng Kin!”
Cepat luar biasa Wei Beng Yan meloncat keluar kuil dan
masih dapat melihat satu bayangan berkelebat dengan
gerakan yang pesat, yang dalam beberapa detik saja telah
meninggalkannya jauh sekali!
Ia mengejar, namun setelah mengejar kira-kira satu lie
jauhnya, di suatu pengkolan bayangan itu menghilang. Ia
mengejar lagi tetapi bayangan itu sudah entah ke mana
larinya, maka dengan perasaan kecewa ia lalu berlari balik.
Setibanya di kuil yang hampir runtuh tadi, ia melihat paras
To Siok Keng sudah berubah sedangkan Khouw Kong Hu
menggeletak di tanah.
“Sumoay, bagaimana keadaan Khouw Tay-hiap?”
tanyanya cemas.
“Ia sudah tewas!” sahut si gadis sedih.
“Mati?!”
“Ya! Ia tewas diserang oleh senjata rahasia! Apakah kau
mengenal siapa orang yang telah menyerangnya tadi?”
“Tidak! Ilmu meringankan tubuhnya lihay sekali sehingga
aku kehilangan jejaknya di tempat yang agak gelap......”
To Siok Keng mencabut satu benda yang menancap di
punggung Khouw Kong Hu sedalam sepuluh sentimeter.
“Benda inilah yang telah membunuh Khouw Tay-hiap!”
katanya sambil mengangsurkan sebuah jarum yang sudah
agak berkarat.
––––––––
BAB 39
TIGA SAUDARA ANGKAT AYAH
BAB 40
PEMBUKAAN SAMPUL MAUT KEDUA
“Lee Heng, kau kira kita ini orang macam apa?” tanya Lim
Ceng Yao agak mendongkol. “Untuk membalas kebenaran,
kita tidak takut mati, apalagi orang yang sedang terancam
sekarang ini adalah kau sendiri, saudara angkat kita yang
tertua!”
“Aku sudah berusia lebih dari setengah abad, dan aku kira
tidak lama lagi aku akan meninggal dunia,” kata Song Thian
Hui, “Di masa muda, aku telah belajar silat dengan giat serta
tekun dan setelah memiliki hasil daripada jerih payahku itu,
aku lalu berkelana dan bolehlah dikatakan aku telah
menjelajahi seluruh pelosok dunia persilatan.”
Semua orang jadi terbengong mendengar kata-kata yang
diucapkan sungguh-sungguh itu.
“Sewaktu-waktu aku merasa terhibur juga jika
mengenang peristiwa-peristiwa yang telah lampau itu,” Song
Thian Hui melanjutkan, “karena aku yakin telah banyak
berbuat kebaikan-kebaikan, maka jika sekarang aku
memperoleh kesempatan untuk mengulangi perbuatan-
perbuatanku dulu itu. Apalagi terhadap kau, Toa-suhengku,
apakah aku harus lari tunggang langgang karena mengetahui
lawan atau mungkin lawan-lawan yang akan itu dari kaliber
berat?!?”
Lee Beng Yan jadi berlinang air mata karena terharu
mendengar kesetiaan saudara angkatnya yang ketiga itu.
“Baiklah......” katanya parau, “Tetapi bagaimana kita harus
menghadapi mereka itu, maksudku, apakah kita berlima
sekalian mengerubuti?”
BAB 41
TERHINDAR DARI SAMPUL MAUT KETIGA
Lim Ceng Yao adalah seorang jago silat pedang yang tiada
taranya di propinsi Hok-kian. Maka ia telah memperoleh gelar
sebagai Jago silat pedang nomor wahid dari propinsi Hok-kian
atau Bun-tiong-it-kiam, dan adalah seorang yang telah banyak
melakukan perbuatan-perbuatan luhur.
Ketika tadi mendengar bahwa ada orang menggantung
lentera kertas merah di depan gedung markas partai saudara
angkatnya itu, untuk beberapa saat lamanya ia terpesona.
Kemudian ia mendadak sadar dan mengetahui bahwa
musuh yang sangat disegani mereka itu akan datang, maka
seperti orang kalap ia tertawa berkakakan, karena menurut
pendapatnya kesempatan untuk membasmi jahanam yang
terakhir yang masih mengancam kalangan Bu-lim telah tiba
saatnya. Mungkin ia dan kawan-kawan itu tidak berhasil
membasmi musuh yang terkenal luar biasa kepandaiannya itu,
namun ia lebih condong mencoba kekuatannya sendiri dari
pada meninggalkan tempat itu dan selamat!
Lee Beng Yan dan Song Thian Hui tidak mengatakan
sesuatu. Mereka tengah memikirkan siasat yang terbaik untuk
menghadapi lawan-lawan mereka itu.
Tetapi Wei Beng Yan yang sudah kehilangan lagi tenaga
dalamnya menjadi gelisah sekali. Ia merasa menyesal sudah
tidak mendengar nasehat To Siok Keng. Jika Pek Tiong Thian
datang pada waktu itu juga, maka ia seolah-olah hanya
menantikan kedatangan seorang algojo untuk memenggal
kepalanya!
Orang yang bersikap paling tenang adalah si gadis she To,
maka meskipun berada dalam suasana segawat itu, ia masih
Lee Beng Yan tidak lagi dapat mendesak kakek itu dan
ketika mengingat bahwa ia memang memerlukan seorang
pelayan untuk mengurus keperluan-keperluan tamu-tamu
atau kawan-kawannya, ia akhirnya meluluskan juga
permintaan kakek yang setia itu.
Ia lalu mengajak rombongannya untuk memeriksa lentera
kertas yang katanya sudah digantung di gedung itu. Rumah
gedung yang dibangun oleh Lee Beng Yan itu sangat indah
serta megah. Ia telah menghamburkan banyak waktu dan
uang, karena segala sesuatu adalah bahan yang terpilih.
Di atas pintu depan yang besar dan dicat dengan warna
merah digantungi dua lentera kertas yang besar. Tiap-tiap
lentera bertuliskan huruf Lee, tetapi kini lentera itu telah
dilemparkan ke tanah dan sebagai gantinya telah
digantungkan empat lentera yang masing-masing bertuliskan
huruf
PEK dan CAP JIT
yang berarti sepuluh hari!
Tergetar hati Wei Beng Yan ketika dapat mengenali ke
empat lentera kertas itu, yang berbentuk sama benar dengan
lentera-lentera kertas merah yang dapat dilihatnya ketika ia
masuk ke dalam lembah Yu-leng-kok dulu. Ia mengetahui
bahwa lentera-lentera kertas merah itu adalah sebagai
pertanda bahwa si penghuni rumah yang telah digantungi
lentera-lentera itu, akan digempur habis oleh si jahanam yang
pernah menyamar sebagai Ji Cu Lok!
BAB 42
PERMAINAN SI NENEK IBLIS
Lee Beng Yan, Song Thian Hui ataupun Lim Ceng Yao,
ketiga orang ini sudah memiliki nama tenar dan disegani di
kalangan Bu-lim, namun pada saat segawat serta setegang itu,
mereka harus mengakui bahwa jantung mereka masing-
masing berdebar keras! Betapa tidak, orang yang sedang
mendatangi dengan langkah-langkah lincah serta sudah
diperhitungkan masak-masak itu ternyata membawa sebatang
tongkat di samping menenteng empat lentera kertas merah!
Meskipun demikian, mereka bertiga belum dapat
memastikan bahwa orang itu adalah si nenek Hua Ceng Kin.
Karena orang itu menenteng ke empat lentera kertas
demikian rupa sehingga wajahnya tetap tidak kelihatan!
Setelah orang itu berada cukup dekat dan sudah siap
menggantung keempat lentera yang dibawanya itu, tiba-
tiba......
“Terkam!!”
Lee Beng Yan berseru lantang agar kedua kawannya
mengikuti jejaknya menerkam dengan serentak.
Begitu mendengar komando itu, Lim Ceng Yao dan Song
Thian Hui segera meloncat keluar dari tempat persembunyian
mereka dan berusaha menghadang orang itu.
“Yaa.....!”
Pekik orang itu sambil mengelakkan terkaman Lee Beng
Yan, setelah itu sambil tetap memegangi keempat lentera
kertas, ia meloncat dan menyabetkan tongkatnya ke arah Lim
Ceng Yao dan Song Thian Hui.
JILID VIII
BAB 43
PERJUANGAN MENCAPAI CIT-PO-SIE
BAB 44
KAKEK TUA DARI SIT-BIE-KENG
Lee Beng Yan, Lim Ceng Yao, Song Thian Hui, Wei Beng
Yan dan To Siok Keng melangkah mundur ketika kedua
jahanam itu datang menghampiri. Setelah Pek Tiong Thian
masuk ke dalam ruangan untuk berlatih silat, ia mengawasi
musuhnya dengan sikap yang mengejek, dan ia kelihatan
gembira sekali setelah melihat Wei Beng Yan dan To Siok Keng
juga berada di situ. Ia lalu berkata dengan lantang dan
congkak.
“Aku tidak menduga aku juga dapat menjumpai kedua
anak anjing ini! Apakah kedua anak anjing ini sudah
mengetahui bahwa aku akan datang ke sini? Ha, ha, ha!”
Wei Beng Yan gelisah memikiri tenaga dan semangatnya
yang masih belum pulih dan ia tak dapat menggempur iblis itu
dengan ilmu Thay-yang-sin-jiauw.
Hanya To Siok Keng yang agak tenang, dan ia berbisik.
“Kita akan bertempur dengan rencana yang sudah kita
tetapkan. Lim Tay-hiap, musuh Suko ku Hua Ceng Kin, adalah
makanan Tay-hiap!”
Mereka sudah mengetahui bahwa jika mereka tidak
bertempur dengan sekuat tenaga, mereka pasti tewas. Maka
setelah mendengar bisikan To Siok Keng, dengan pedang
terhunus Lim Ceng Yao meloncat dan menusuk pundak Hua
Ceng Kin dengan jurus Liu-seng-pun-gwat (Bintang sapu
mengejar bulan)!
Hua Ceng Kin telah berhasil mengajak Pek Tiong Thian
menggempur musuh-musuhnya dengan omongan bahwa Wei
Beng Yan dan To Siok Keng sedang bersembunyi di markas Lee
Beng Yan. Dan setelah Pek Tiong Thian melawan Wei Beng
Yan di atas puncak Cie-sin-hong, jahanam itu sudah mulai
mengetahui bahwa ilmu Wei Beng Yan dapat dilawan dengan
Ciam-hua-giok-siu. Hanya ia masih belum dapat memastikan
sampai di mana kelihayan Thay-yang-sin-jiauw yang
sebenarnya.
Hua Ceng Kin merasa tenang melawan semua musuh-
musuh yang ia hadapi, karena yakin bahwa musuh-musuhnya
itu kelak akan dilalap oleh Pek Tiong Thian.
Ketika ujung pedang Lim Ceng Yao hampir menusuk
pundaknya, dengan melangkah mundur satu tindak ia tangkis
tusukan pedang itu.
––––––––
BAB 45
SUMPAH BALAS DENDAM TERPENUHI
Baru saja tiba di luar pintu ruangan untuk berlatih silat itu,
To Siok Keng dan Wei Beng Yan dikejutkan oleh suara
seseorang yang melengking tinggi.
“Hee, hee, hee! Kalian ingin melarikan diri ke mana?”
To Siok Keng segera mengenali suara orang yang
mengejar mereka itu, ialah Hua Ceng Kin. Ia tidak menoleh
ataupun menghentikan langkahnya. Perlahan-lahan dan
sambil berlari terus ia menghunus pedang Wei Beng Yan yang
sedang diajak melarikan diri. Ketika pedang sudah berada di
tangannya, tiba-tiba ia berhenti dan secepat kilat berbalik
sambil menusuk ke arah jantung lawan.
Iblis Hua Ceng Kin itu hanya mengetahui bahwa Wei Beng
Yan terluka parah, tetapi tidak mengetahui kelihayan To Siok
Keng. Ia hanya melihat bahwa gadis itu masih muda dan
belum pernah menyaksikan bagaimana gadis itu dapat
menyelomoti Pek Tiong Thian!
Ia mengejar dengan tekad membunuh muda-mudi itu,
maka ia tidak menduga sedikitpun jika tiba-tiba ia ditusuk oleh
gadis itu.
Perlu diketahui bahwa tusukan yang secepat kilat itu
dilakukan dengan jurus Tok-coa-pun-si (Ular berbisa
menyemburkan maut), dan tak pernah gagal membunuh
korbannya!
Si iblis Hua Ceng Kin tak diberikan kesempatan untuk
mempertunjukkan kelihayannya. Mendadak terdengar ia
menjerit.
––––––––
BAB 46
KEMUNCULAN SI PINCANG OUW LO SI
tewas dibunuh oleh Hua Ceng Kin! Kouw Tay-hiap tak akan
terbunuh jika Suko ku dapat melancarkan Thay-yang-sin-jiauw
untuk membunuh iblis wanita Hua Ceng Kin itu!”
Ouw Lo Si makin menjadi menyesal mendengar tewasnya
Khouw Kong Hu juga sebab akibat perbuatannya yang keji!
Ia tiba-tiba memukul kepalanya sendiri seraya berkata.
“Ai! Aku ini menganiaya Wei siohiap hanya untuk
menganiaya aku sendiri dan membunuh saudara angkatku!
Tetapi Wei siohiap masih dapat ditolong. Aku membawa obat
yang mujarab untuk melenyapkan racun itu. Dan setelah
makan obatku ini, setelah lewat 4 x 4 = 16 hari ia dapat
memulihkan seluruh tenaga dan semangatnya!”
To Siok Keng menyahut.
“Suko ku telah ditolong oleh si orang sakti dari Sit-bie-
keng. Aku kira dia tak lagi memerlukan obatmu itu! Setelah
lewat tujuh hari, Suko ku sudah pasti dapat memulihkan
tenaga dan semangatnya lagi! Tetapi.......”
“Apa katamu? Orang sakti dari Sit-bie-keng?” tanya Ouw
Lo Si.
Ketika itu Pek Tiong Thian sudah menghampiri dan berada
hanya beberapa meter saja dari mereka, maka iapun dapat
mendengar pertanyaan Ouw Lo Si yang menanya dengan
suara yang agak keras itu.
Pek Tiong Thian juga terperanjat mendengar orang sakti
dari Sit-bie-keng disebut-sebut oleh Ouw Lo Si, karena dengan
obat dari orang sakti itu, ia yakin ia dapat mengobati kedua
betisnya dan ia tak memerlukan lagi betis dan kaki palsu yang
dibuat dari logam!
Iapun menanya meskipun tidak diajak bercakap-cakap.
“Apa kau bilang? Orang sakti dari Sit-bie-keng?!” lalu ia
tertawa gelak-gelak.
––––––––
BAB 47
SIASAT MENANTANG IBLIS TUA
nujum untuk membela Wei Beng Yan dan To Siok Keng tanpa
menghiraukan jiwanya sendiri!
“Aku memang ingin pergi ke neraka!” katanya, “mungkin
di sana keadaannya akan terlebih ramai lagi daripada di dunia
ini. Di sana aku akan menjumpai saudara-saudara angkatku
Kiu It dan Khouw Kong Hu. Jika kau ingin menyiksa aku
sebelum aku mati, aku yakin namaku di neraka akan jadi
tambah terkenal saja! Ha, ha, ha!”
“Hei, Pek Tiong Thian!” bentak To Siok Keng yang masih
dicengkeram batang lehernya. “Jika kau ingin membunuh aku,
ayohlah bunuh! Mengapa kau menggertak-gertak orang tidak
karuan?”
“Sabar anjing betina! Kalian bertiga, akan mati secara
bergilir, yalah satu setelah yang lain, aku tidak takut kalian
dapat melarikan diri, maka mengapa aku harus tergesa-gesa?”
“Mengapa kau masih mencengkeram aku jika kau tidak
takut kita nanti melarikan diri?” tanya lagi To Siok Keng.
Pek Tiong Thian yang congkak mendadak merasa jengah
mendengar ucapan yang beralasan itu, lekas-lekas ia
mendorong sambil melepaskan cengkeramnya sehingga si
gadis she To terjerumus dan hampir roboh.
“Aku lepaskan kau sekarang!” katanya. “Aku tadinya
mengira kau sebagai murid Thian-hiang-sian-cu memiliki ilmu
yang lihay sekali, tetapi kenyataannya, baru tiga jurus kau
sudah aku kalahkan! Ha, ha, ha!”
Begitu dibebaskan, To Siok Keng segera berdiri di samping
Wei Beng Yan sambil mengawasi gerak gerik Pek Tiong Thian.
BAB 48 (TAMAT)
KESADARAN SI PINCANG, KEHANCURAN IBLIS
“Aku datang kapan saja aku kehendaki! Ha, ha, ha!” sahut
Pek Tiong Thian. Lalu ia melanjutkan kepada Wei Beng Yan.
“Hei, anjing! Mana itu orang sakti dari Sit-bie-keng?”
“Hei, jahanam!” bentak To Siok Keng. “Tahukah kau
benda apa yang berada dalam tanganku ini?”
“Ha, ha, ha! Kau pernah mengingusi aku di atas puncak
Cie-sin-hong, dan kali ini kau akan mampus!” seru Pek Tiong
Thian sambil mengeluarkan Ciam-hua-giok-siu dari balik
bajunya.
Sementara itu, Wei Beng Yan diam-diam sudah
mengerahkan tenaganya. Sebagai isyarat agar To Siok Keng
menyerang berbareng ia segera berkata.
“Hei, jahanam! Hari ini kau akan mati oleh Thay-yang-sin-
jiauw!”
Berbareng dengan berakhirnya kata-kata itu, tampak
tangan kanannya diangkat ke atas. Tiba-tiba kelima jarinya
membentang dan......
“Sssaaatt!!”
Serunya lantang sambil menyerang ke arah dadanya
lawannya.
Pek Tiong Thian tidak menjadi kaget mendengar seruan
yang seram itu, tetapi tampak ia terdorong mundur ke
belakang sehingga tidak dapat melancarkan serangan dengan
tangan yang memegang sarung tangan ajaib itu.
––––––––––
TAMAT