Analisis

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

TITRASI
(Re-New by : Shirley, Erlina, Sintaria)

Titrasi adalah jenis analisis volumetrik. (H.J. Roth)


Prinsip: Dalam analisis volumetrik, larutan zat yang hendak dianalisis diperlakukan dengan larutan reagen
tertentu yang diketahui konsentrasinya. Penambahan reagen dilakukan sampai sejumlah reagen tersebut
ekivalen dengan jumlah zat yang dianalisis. Secara umum tidak ada jumlah reagen yang berlebih
digunakan.

Larutan yang konsentrasinya diketahui disebut larutan standar, di mana larutan ini mengandung
sejumlah ekivalen tertentu reagen perliter. Larutan ini ditambahkan dari buret pada larutan yang
mengandung sampel uji. Perlakuan ini dikenal sebagai titrasi. Prinsip: sejumlah larutan standar
ditambahkan dari buret pada larutan uji sampai sejumlah yang ekivalen dengan zat yang diuji. Titik
ekivalen ini disebut juga titik akhir teoritis (TEP ‘Theoretical End Point’). Untuk menunjukkan titik
akhir ini digunakan indikator yang ditambahkan dari luar ke dalam sistem titrasi. Bila reaksi visual titrasi
telah sempurna, indikator akan memberikan perubahan visual (perubahan warna maupun kekeruhan) pada
larutan yang dititrasi. Titik di mana terjadi perubahan warna ini disebut titik akhir titrasi (EPT ‘End
Point of Titration’). EPT tidak harus selalu sama dengan TEP. Yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
indikator sehingga perbedaan TEP dan EPT sekecil mungkin. Bila sifat dari indikator dan sistem yang
dititrasi diketahui, kita dapat menghitung perbedaan TEP dan EPT yang dinyatakan dalam % zat yang
diuji. Perbedaan ini disebut dengan kesalahan titrasi. Kesalahan titrasi dapat diketahui secara
eksperimental dan disebut dengan blanko indikator.

Pada umumnya , sejumlah indikator ditambahkan ke dalam sistem yang akan dititrasi, dan diamati
perubahan warna larutan. Indikator ini disebut dengan indikator internal (dalam). Pada beberapa kasus,
interaksi indikator dan sistem yang dititrasi terjadi sebelum titik akhir dicapai, akibatanya titik akhir
dicapai lebih awal, misalnya titrasi phosphat dengan uranil asetat dengan indikator kalium ferrosianida.
Uranil ferrosianida yang berwarna coklat kemerahan sangat sedikit larut sehingga kalium ferrosianida
bereaksi dengan ion uranil sebelum titik akhir dicapai. Hasil yang baik diperoleh hanya bila sejumlah
kecil cairan supernatan ataupun filtrat diuji pada pelat tetes atau secarik kertas saring dengan
menggunakan kalium ferrosianida sebagai indikator eksternal (luar). Bila memungkinkan penggunaan
indikator internal lebih disukai daripada indikator eksternal.

Klasifikasi metode volumetrik


1. Berdasarkan kombinasi ion
(a) H+ + OH- ↔ H2O
H+ + A- ↔ HA
B+ + OH- ↔ BOH
Reaksi di atas digunakan pada analisis volumetrik zat yang bersifat seperti asam atau basa. Asam
dan garam dari basa yang sangat lemah dapat dititrasi dengan basa standar(alkalimetri); basa dan
garam dari asam yang sangat lemah dapat dititrasi dengan asam standar(asidimetri).
(b) Ag+ + Cl- ↔ AgCl
3 Zn++ +2 K4Fe(CN)6 ↔ K2Zn3[Fe(CN)6] 2 + 6 K+
Metode dengan pembentukan lapisan endapan ini biasanya disebut proses presipitasi. Salah satu
reagen yang umum adalah perak nitrat. Analisis volumetrik menggunakan reagen ini sering
disebut argentimetri (argentometri).
(c) 2 CN- +Ag+ ↔ Ag(CN)2-
zat yang diuji juga dapat diubah secara kuantitatif menjadi suatu kompleks yang larut, atau
menjadi suatu senyawa yang sedikit berdisosiasi, contoh:
2 Cl- + Hg++ ↔ HgCl2
2. Berdasarkan transfer elektron
Reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi-reduksi. Oksidator yang terkenal dan sering digunakan
antara lain kalium permanganat, ceric sulfat, kalium dikromat, iodine,kalium iodat, kalium bromat,
dan bromine. Reduktor yang sering digunakan antara lain natrium tiosulfat (untuk titrasi iodine), ferro
sulfat, arsenik trioksida, titan klorida, dan krom klorida.

Keterbatasan analisis volumetrik

Tidak semua reaksi kimia dapat menjadi reaksi dasar titrasi. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk
titrasi antara lain:
1. Reaksi antara zat yang dititrasi dan reagen harus berlangsung cepat. Kondisi ini dipenuhi pada
reaksi asidimetri dan alkalimetri, dan reaksi pada pembentukan senyawa yang sedikit terdisosiasi

1
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
dan senyawa kompleks. Pada reaksi presipitasi, presipitat tidak selalu terpisah secara spontan. Perak
halida hampir terbentuk seketika; presipitat mikrokristalin seperti barium sulfat dan timbal sulfat
terpisah lebih lambat, terutama pada larutan yang encer. Pada kasus-kasus ini penambahan alkohol
dapat memberikan hasil yang lebih baik, karena alkohol menurunkan kelarutan dari garam-garam
anorganik yang sedikit larut sehingga meningkatkan kecepatan pengendapan. Berbagai reaksi
redoks tidak terjadi seketika. Pada kondisi ini penambahan katalis tertentu dapat meningkatkan laju
reaksi. Bila laju reaksi lambata atau bila titik akhir tidak dapat dideteksi dengan cara yang
sederhana, maka dapat ditambahkan reagen berlebih, dan kelebihan reagen dititrasi kembali dengan
larutan standar yang sesuai setelah reaksi yang sebelumnya sempurna.
2. Reaksi harus stoikiometris, dan tidak ada reaksi sampingan. Terkadang dimungkinkan untuk
mengembangkan metoda empiris di mana terdapat reaksi sampingan. Dalam hal ini kondisi
percobaan harus jelas. Namun umumnya, metode empiris ini tidak dianjurkan.
3. Zat lain yang ada dalam larutan tidak bereaksi atau tidak terlibat dengan reaksi utama. Reduktor
sering bereaksi perlahan dengan oksigen atmosfer sehingga larutan hanya stabil sesaat. Pada titrasi
reduktor sering ditemukan reaksi utama yang terjadi memicu (menginduksi) reaksi antara zat yang
direduksi dengan oksigen. Contohnya larutan sulfit atau bisulfit dioksidasi oleh udara, karena
diinduksi oleh reaksi sulfit atu bisulfit dengan iodine.
4. Harus ada indikator untuk mendeteksi titik akhir. Bila tidak ada indikator yang sesuai sering
digunakan metode fikokimia, misalnya perubahan potensial elektroda tertentu (titrasi
potensiometrik), perubahan konduktivitas listrik larutan selama titrasi (titrasi konduktometrik), atau
perubahan arus selama elektrolisis larutan yang dititrasi (titrasi amperometrik).

TEORI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI

Indikator asam-basa

Indikator yang digunakan baik pada asidimetri maupun alkalimetri adalah asam organik lemah (indikator
asam) atau basa organik lemah (indikator basa), di mana bentuk yang terdisosiasinya mempunyai warna
yang berbeda dengan bentuk yang tidak terdisosiasi. Bila indikator asam dilambangkan HI dan indikator
basa IOH, maka berdasarkan defenisi di atas persamaannya adalah:

HI ↔ H+ + I-
Bentuk tidak Bentuk terdisosiasi,
terdisosiasi,asam basa
IOH ↔ OH- + I+
Bentuk tidak ter- Bentuk terdisosiasi,
disosiasi, basa asam

KI =
-log KI =pKI : kontanta indikator
KI: konstanta ionisasi indikator

KIOH =

Warna indikator asam dapat diketahui dengan membandingkan konsentrasi dua bentuk yang berbeda
yaitu HI dan I-, sesuai dengan persamaan:

Kita dapat membedakan warna asam dengan baik apabila nilai:

< 0,1
dan warna basa dengan baik bila:

> 10

2
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

Interval perubahan warna indikator


Perubahan warna indikator adalah antara konsentrasi H + = 10 KI (warna asam) dan 1/10 KI (warna basa)
atau antara pH = pKI ± 1, dimana pKI = -log KI. interval perubahan warna ini dapat diketahui secara
eksperimental dengan penambahan larutan dapar, dan sisanya bergantung penilaian subjektif pengamat.
Perubahan warna indikator disetai dengan perubahan strukturnya.

Nama dagang Pelarut Jenis Warna di asam Warna di basa Interval


indikator pH
Tropeolin 00 air b merah kuning 1.3-3.0
Timol biru air a merah kuning 1.2-2.8
Metil yellow alkohol 90% b merah kuning 2.9-4.0
Metil orange air b merah kuning-orange 3.1-4.4
Bromfenol biru air a kuning ungu 3.0-4.6
Bromkresol hijau air a kuning biru 3.8-5.4
Metil merah (Na) air b merah kuning 4.2-6.2
Klorofenol merah air a kuning merah 4.8-6.4
Bromtimol biru air a kuning biru 6.0-7.6
Fenol merah air a kuning merah 6.4-8.0
Merah netral alkohol 70% b merah kuning-coklat 6.8-8.0
Kresol ungu air a kuning ungu 7.4-9.0
Timol biru air a kuning biru 8.0-9.6
alkohol 70%, a tak berwarna merah-violet 8.0-9.8
alkohol 90% a tak berwarna biru 9.3-10.5
Alizarine yellow air a kuning violet 10.1-12.0
Keterangan: a = indikator asam; b = indikator basa

Indikator campuran

Pada kasus tertentu kita dapat menggunakan campuran dua indikator atau campuran indikator dengan
pewarna tertentu yang tepat untuk menghasilkan perubahan warna yang lebih jelas pad pH tertentu, dan
menjadi pilihan bila perubahan warna tidak jelas dengan indiktor yang umum. Cohtoh campuran
indikator:
- Metil orange (1g) + indigo carmine (2.5g) dalam 1 L air, basa warna: hijau, pH 4: keabuan, semakin
asam berubah warna menjadi violet. Larutan stok harus disimpan dalam botol coklat dan di tempat
gelap.
- Bromkresol hijau (0.1%) + metil merah (0.1%) (3:1), perubahan pada pH 5.1, warna asam: merah,
warna basa: hijau
- Phenolphthalein (0.1%) + metilen hijau (0.1%) (1:2), pH asam warna: hijau, pH 8.8 : biru pucat, pH
>9.0 violet
- Merah kresol (0.1%) + timol biru (0.1%) (1:3), warna asam: kuning, basa: violet, pH 8.2 – 8.4:
pink.

Jenis titrasi asam basa yaitu :

1. Titrasi langsung asam kuat oleh basa kuat (Becket 104, Practical Pharmaceutical chemistry)
Menghasilkan garam yang tidak terhidrolisis dalam larutn air. Larutan menjadi netral pada titik
ekivalen. pH berubah dengan cepat pada titik ekivalen. Indicator yang digunakan adalah yang
berubah pada pH 4-10 dan yang sering digunakan adalah metil orange.
Contoh : penentuan HBr, Asam Hypophosporus encer, asam nitrat, asam perklorat, (72% w/w dan
60% w/w), kalium hydrogen sulfat, asam sulfat, thiamin HCl, dan penentuan aldehid dan keton dalam
minyak esensial.
2. Titrasi langsung asam lemah oleh basa kuat (Becket 107)
menghasilkan garam yang akan terhidrolisis tergantung tetapan disosiasi asamnya. pH pada titik
ekivalen > 7. indicator yang biasa digunakan adalah fenolplatein. Karena asam peka terhadap CO 2
maka harus menggunakan air bebas CO2 dan NaOH bebas Na2CO3.
Contoh : penentuan asam formiat, asam maleat, asamnikotinat, asam salisilat, asam askorbat, asam
sulfanilat, penentuan bilangan asam lemak nabati, asam borat, fenilbutazon, furosemida, cycloserin
3. Titrasi langsung basa kuat oleh asam kuat (Becket 110)
menghasilkan garam yang tidak terhidrolisis dalam larutan air dan larutan menjadi kristal pada titik
ekivalen (ph ekiv = 7). Indicator yang digunakan adalah yang berubah pada pH 4-10, biasanya
digunakan metal orange.
Contoh: penentuan boraks dalam larutan air sebagai campuran borat dan natrium tetraborat, natrium
salisilat, etilenadium, injeksi/tablet Na-bikarbonat.
4. Titrasi langsung basa lemah oleh asam kuat (Becket 116)

3
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
menghasilkan garam yang terhidrolisis. pH ekivalen <7. indicator yang digunaklan adalah metil
merah.
Contoh: penentuan aminofilin, salep merkuri ammonia, piridin, (ind biru bromfenol, pH= 2,8)
5. Titrasi kembali (Becket 117)
cara ini umumnya digunakan untuk:
a. senyawa yang mudah menguap jika dititrasi langsung (amoniak)
b. senyawa yang sukar larut (kalsium karbonat). Cara : senyawa dikocok dengan air, ditamnbah
pereaksi berlebih, kelebihan pereaksi dititrasi kembali
c. senyawa hanya bereaksi cepat jika ada pereaksi berlebih (Asam laktat)
d. senyawa yang membutuhkan pemanasan, sedangkan pereaksi yang digunakan terurai oleh
pemanasan.

KAPASITAS PENETRALAN

Fungsi antacid adalah menetralkan HCl yang disekresi oleh sel pariteal. Secara kuantitatif antasid
dibandingkan berdasarkan KPA-nya. KPA adalah jumlah HCl 1 N (dalam mEq) yang dapat dinetralkan
oleh antasida sehingga mencapai pH 3,5 dalam waktu 15 menit.
Reaksi:
(reaksi pelan)
(reaksi pelan/sedang)
(reaksi cepat)
(reaksi cepat)
Dalam farmakope semua antasid memiliki KPA, jenis antasid :
1. Aluminium hidroksida : ada
2. Magnesium hidroksida : tidak ada
3. Kalsium karbonat : tidak ada
4. magnesium trisilikat : ada
5. magnesium karbonat : tidak ada

TITRASI BEBAS AIR

Prinsip :
Beberapa asam lemah dan basa lemah tidak dapat dititrasi dalam lingkungan berair karena reaksi
yang terjadi tidak dapat nenunjukkan titik akhir yang tajam. Oleh karena itu dilakukan titrasi dalam
lingkungan bebas air dimana digunakan pelarut non air yang dapat bertindak sebagai asam yang lebih
kuat atau basa yang lebih kuat daripada air sehingga reasi antara titran dan titer dapat berlangung lebih
baik dan memberikan titik akhir yang lebih tajam.
Contoh kasus:
Ada 2 pelarut:
1. air :

2. Asam Asetat Glasial:

Asam asetat glacial merupakan donor proton (asam) yang lebih kuat daripada air. Ketika
mentitrasi NH3 (basa lemah) menggunakan asam kuat, lebih baik digunakan pelarut asam asetat glasial
(yang lebih “siap” mendonorkan protonnya) sehingga NH 3 dapat bertindak sebagai basa yang “lebih
kuat”,
Reaksinya:

Reaksi cenderung bergeser ke kanan dibandingkan dengan reaksi:

Jika digunakan pelarut air.

Pelarut :
1. Pelarut aprotik (inert tidak bereaksi dengan asam/basa) : Benzen. CHCI 3, CCl4.
2. Pelarut amprotik (yang dapay bertindak sebagai asam/basa lemah) : air, etanol, methanol,
Pelarut yang “lebih asam” daripada air : asam asetat alasial.
Pelarut yang “lebih basa” daripada air : Amonia, Etilendiamin
3. Pelarut protofilik (bersifat basa & tidak bersifat asam) : eter, keton, piridin.

4
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
4. pelarut protogenik (bersifat asam) : asam sulfat.

Pustaka :
1. Analitikal Chemistry, J.G. Dick, hal 416-427.
2. Practical Pharmaceutical Chemestry, A.H. beckett& J.BStenlake, hal 175-183.

TITRASI PENGENDAPAN

Titrasi pengendapan adalan titrasi dimana hasil reaksi titrasi menghasilkan endapan atau garam
yang tidak larut. Metode ini dapat digunakan jika:
a Reaksi pengendapan menunjukan tercapainya titik akhir dengan cepat.
b Tidak ada lon yang mengganggu reasi pengendapan.
c Terdapat indikator yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi secara akurat.

Tulis salah satu metode berikut sesuai zat aktif anda:


1. Cara Liebeg (Beket 191)
Prinsip:
Penentuan ion CN- dengan pembentukkan kompleks AgCN yang sangat stabil
Reaksi:

tetapi kekeruhan akibat terbentuknya endapan AgCN sukar diamati

2. Cara deniges (memperbaiki cara Liebig)


Prinsip:
Ditambahkan indicator iodida sehingga terbentuk AgI yang lebih sukar larut daripad AgCN. Untuk
mencegah pengendapan prematur, ditambhakan amonia untuk mengontrol konsentrasi Ag + dalam
larutan

Reaksi:

3. Cara Guy Lussac


Prinsip:
Dilakukan titrasi ion Cl- dengan Ag+ sehingga terbentuk endapan AgCl. Titik akhir ditentukan
dengan membandingkan kekeruhan baku (dimana Cl- = Ag+) dengan kekeruhan sampel.
Reaksi:

4. Cara Mohr
Prinsip:
Dilakukan titrasi ion halogen (Cl-, Br-, atau I-) dengan Ag+ menggunakan indikator K 2CrO4.
Reaksi:

5. Cara Volhard
Prinsip:
a. dilakukan titrasi ion Ag+ dengan CNS- menggunakan indikator Fe3+ dalam suasana asam).
Reaksi:

b. Dilakukan penentuan kadar ion halogen (Cl-, Br-, atau I- ) menggunakan metode titrasi balik.
Larutan ion halogen ditambahka AgNO 3 berlebih. kelebihan AgNO 3 dititrasi dengan KCNS
menggunakan indikator Fe3+ (dalam suasana asam).
Reaksi:

5
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

6. Cara Fajans
Prinsip:
Penentuan ion Cl- , Br-, CNS-, Ag+, I- menggunakan indicator adsorpsi (senyawa organic yang
bersifat asam/basa lemah) yang mempunyai warna yang berbeda pada keadaan teradsorpsi dan tidak
teradsorpsi

Titran Titer Indikator

Cl- , Br-, CNS- AgNO3 Fluorescein


Diklofluorescein
Ag+ NaCl Fluorescein
Diklofluorescein
Cl- , Br-, CNS- AgNO3 Eosin

7. Cara Budde
Prinsip:
Dilakukan untuk menentukan kadar asam barbiturat bebas atau tersubstitusi pada posisi 5,5.
barbiturat dititrasi oleh AgNO 3 dalam larutan yang mengandung alkali-karbonat sampai terjadi
kekeruhan. Mula-mula terbentuk kompleks barbiturate-perak yang larut (perbandingan 1:1), pada
akhir titrasi, kelebihan Ag membentuk Barbiturat-perak yang tidak larut (perbandingan 1:2)
Reaksi:
(1:1) larut
(1:2) tidak larut

TITRASI KOMPLEKSOMETRI

Prinsip:
Pembentukkan komplek antara ion logam bervalensi banyak dengan pembentuk khelat organik
yang larut air dan praktis tidak terdosiasi. Titik akhir ditunjukkan oleh perubahan warna indikator yang
terikat ion logam menjadi ion bebas.
Catatan: pembentuk khelat organik yang umum digunakan adalah dinatrium etilendiamin tetraasetat
(Na2EDTA) disimbolkan menjadi H4Y

Reaksi:

Catatan:
Tampak dari persamaan [4] bahwa disosiasi kompleks akan ditentukan oleh pH larutan,menurunkan
pH akan menurunkan kestabilan kompleks logam EDTA.Pada umumnya kompleks EDTA dengan ion
logam divalen stabil pada larutan basa sedikit asam (pH:4-6;8-10),sedangkan kompleks ion logam tri
dan tetravalen stabil pada pH yang lebih rendah (pH:1-3).

Pustaka :
1.FI III,hlm 824-825
2.J.Bassett,”Vogel,Kimia Anolisis Kuatitatif Anorganik”,hlm 299.

TITRARI REDOKS

Titrasi redoks didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi yang berlangsung secara kuantitatif.Suatu
reduktor hanya akan memberikan elektron jika ada oksidator yang menerimanya.Titik akhir reaksi dapat
ditentukan secara potensiometri atau kolorimetri.Penentuan titik akhir secara kolorimetri dapat

6
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
menggunakan berbagai indikator redoks yang dapat berubah warna dalam daerah potensial redoks
tertentu.
1. Permanganometri
Prinsip :Oksidasi suatu substrat oleh permanganat (KMnO4) dalam suasana asam diatas suhu kamar.
2. Iodometri
Prinsip :Titrasi tidak langsung terhadap I 2 yang dihasilkan dari reaksi dengan suatu substrat dengan
pentiter Na2S2O3 menggunakan kanji sebagai indikator.

titik ekivalen ditentukan oleh perubahan warna kompleks I2 kanji dari biru menjadi tidak berwarna.
3. Iodatometri
Prinsip :Ion iodat dalam suasana asam klorida berlebih akan tereduksi secara kuantitatif menjadi I 2
dan selanjutnya menjadi Iodiumonoklorida (ICI) oleh Iodida menggunakan Indikator CCl 4/CHCl3
4. Bromometri
Prinsip :Oksidasi suatu substrat oleh Br 2 yang terbentuk dari hasil oksidasi ion bromida oleh ion
bromat dalam suasana asam.Indikator yang digunakan :metil orange,metil merah,naffalene black 12
B,xylidine ponceau,fuchsine (indikator ini berubah warna setelah dioksidasi oleh Br).
5. Serimetri
Prinsip :Oksidasi suatu substrat ole Ce4 dalam larutan asam.

Ce4+ + e- Ce3+
Larutan garam Ce berwarna kuning dan Ce3+ kuning lemah sehingga untuk menentukan titik akhir
4+

reaksi digunakan indikator redoks.


6. Nitrimetri
Prinsip :titrasi didasarkan atas reaksi antara amin aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana
asam membentuk garam diazonium.Titik akhir dapat ditentukan dengan indiktor internal (campuran 5
tetes larutan tropaeolin oo 0,1 % dan 3 tetes larutan metilen biru 0,1%) memberikan warna merah
violet.
 Indikator eksternal :kertas amilum iodida atau pasta Kl
Kl + HCl Hl + KCl
2Hl + 2HNO2 I2 +2NO +2H2O
I2 + I- + amilum kompleks warna biru
 Elektrometri
Catatan: merupakan pilihan utama untuk amin, terutama: turunan sulfa

GRAVIMETRI
(Re-New by : Iman)

Metode analisis gravimetri adalah metoda analisis yang menggunakan pengukuran bobot suatu zat
dalam sampel atau perhitungan bobot zat dalam sampel berdasarkan bobot lain yang berjumlah ekivalen
secara kimia (Quantitative Pharmaceutical Chemistry. 6th ed., 1967, hal. 33)

Persyaratan:
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar metode gravimetri berhasil:
1. Metoda gravimetri tidak spesifik tapi metode ini dapat bersaing dengan metode analisis lain
dalam hal ketepatan yang dicapai. Jika analitnya merupakan penyusun utama (>1% dari sampel),
ketepatan yang diperoleh sebesar beberapa bagian perribunya, jika sampel itu tidak rumit.
Sedangkan jika analitnya berjumlah kecil (<1% dari sampel) biasanya tidak digunakan metode
gravimetri.
2. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kualitas analit yang tidak terendapkan
secara analitik tidak terdeteksi (biasanya 0,1 mg) atau kurang dalam menetapkan penyusun utama
dari sampel makro. (Underwood, hal 77)
3. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni atau hampir
murni. Bila tidak, akan diperoleh hasil yang galat. (Underwood, hal 77)
4. Endapannya harus mudah dan dapat segera dititrasi dan mudah dicuci dari pengotornya.
(Analytical Chemistry, J.G. Dick, hal 430)
5. Bentuk endapan yang akan ditimbang (setelah pengeringan, pemijaran, dll) komposisinya
diketahui dan konstan. (Analitycal Chemistry, J.G. Dick, hal 430)

Keuntungan dan kerugian:

7
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Keuntungan gravimetri adalah biaya yang dibutuhkan tidak banyak dan menggunakan peralatan yang
sederhana. Kerugiannya adalah membutuhkan waktu yang lama karena pengendapan, perlakuan terhadap
bentuk endapan menyita banyak waktu terutama disebabkan oleh penimbangan yang dilakukan berulang.
(Analisis Farmasi, J. Roth, hal 113)

Pengerjaan Dasar : (Analisis Farmasi, J. Roth, hal 113)


1. Pelarutan
Pada umumnya pelarut yang digunakan adalah air atau larutan air. Apabila tidak berhasil
dilarutkan di dalam air maka dapat dicoba dengan menggunakan asam encer, lalu asam pekat,
atau pereaksi agresif seperti asam nitrat atau aqua regia.
2. Pengendapan
Pada reaksi pengendapan, harus memberikan endapan yang praktis tidak larut dan mempunyai
susunan tertentu sehingga mudah di saring.
3. Pemisahan
Ada dua proses pengerjaan yaitu sentrifugasi, terutama digunakan untuk senyawa yang
jumlahnya sedikit dan endapan yang lambat tersedimentasi. Yang harus diperhatikan dalam
penyaringan adalah materi saringan yang akan mempengaruhi kecepatan penyaringan.
4. Pencucian
Proses pencucian dilaksanakan untuk memberikan jaminan kemurnian endapan.
5. Pengeringan
Bertujuan untuk menghilangkan sisa lembab yang terdiri dari air atau pelarut organik.
Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot yang konstan.
6. Pemijaran
Proses ini dilakukan apabila pada pengeringan belum diperoleh hasil yang stabil/konstan
7. Penimbangan

Penetapan Kadar Nitrogen dengan Metode Kjedahl


Prosedur kerja di FI IV <581> hlm. 964
Untuk menentukan kadar nitrogen dalam suatu senyawa organik, mula-mula nitrogen dibebaskan
dari bagian organik lain dengan mendestruksi bagian organik. Destruksi dilakukan dengan pemanasan
senyawa organik, menggunakan asam sulfat pekat, katalis natrium atau kalium sulfat untuk meningkatkan
titik didih asam dan katalis merkuri, selenium atau tembaga untuk mempercepat reaksi. Destruksi
dilakukan hingga diperoleh larutan hijau jernih atau bening yang tetap selama 30 menit (Becket, 133).
Pada larutan tersebut ditambahkan NaOH berlebih sehingga terbentuk ammonia yang kemudian didistilasi
uap dan diabsorbsi dalam larutan asam berlebih. Kelebihan asam dititrasi kembali dengan larutan basa.
Reaksi : H2SO4
N organic (NH4)2SO4
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2NH3 +Na2SO4 + 2H2O
2NH3 + H3BO3 (asam) NH 4H2BO3 (garam) (ini yang dititrasi asam basa tergantung pereaksi
yang dipakai). H3BO3 yang tersisa dititrasi kembali dengan basa.

KROMATOGRAFI
(Re-New by : Rika, Tazkiah, Amelia)

A. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


Prinsip :
Pemisahan zat terlarut dalam sistem yang terdiri dari dua fase yaitu fase diam (berupa serbuk halus
yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata) dan fase gerak (pelarut/campuran
pelarut). Pemisahan yang dicapai dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi, atau kombinasi kedua efek,
yang tergantung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan.
Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran
yang hampir sama dengan menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang sama. Harga Rf

8
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
ini diperoleh dengan cara membagi jarak yang ditempuh oleh bercak linarut dengan jarak yang ditempuh
oleh garis depan pelarut.
Pembandingan visual ukuran bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar secara semikuantitatif.
Pengukuran kuantitatif dimungkinkan bila digunakan densitometn : fluororesensi atau pemadaman
fluororesensi, atau bercak dapat dikerok dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai
dan diukur secara spektrofotometri. Pada KLT dua dimensi, lempeng yang telah dielusi, diputar 90 ºC
dan dielusi lagi, umumnya menggunakan bejana lain yang dijenuhkan dengan sistem pelarut yang
berbeda. (Fl ed. IV, hlm. 1002, 1004; Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm. 8)
Cara pengembangan KLT adalah menaik, selain itu terdapat cara pengembangan lainnya, antara lain :
 Teknik ganda : setelah pengembangan dan pengeringan pelat kromatografi dilakukan
pengembangan kedua dan untuk ini dapat digunakan pelarut pengembang yang sama atau berbeda.
Melalui pengembangan ganda ini, akan dicapai hasil pemisahan yang lebih baik.
 Kromatografi fungsional : larutan uji yang hendak ditotolkan diperlakukan dulu dengan pereaksi
golongan atau pada titik awal dilakukan reaksi seperti brominasi, esterifikasi, hidrolisis, oksidasi,
dll.
 Teknik gradien : ditandai dengan perubahan kontinyu fase dan komposisi pelarut pengembang
sambil jalan diubah atau digunakan pelat gradien yang dapat diperoleh melalui perbedaan
aktivitas, ketebalan lapisan ukuran partikel adsorben atau impregnasi yang berbeda.
 KLT ini dapat digunakan untuk pemeriksaan identitas dan kemurnian senyawa obat, pemeriksaan
simplisia tanaman dan hewani, pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat serta
untuk penentuan kuantitatif masing-masing senyawa aktif campuran senyawa obat. (Roth, Analisis
Farmasi, hlm. 423)
Data gugus fungsi yang dapat dipisahkan dengan KLT dapat dilihat pada lampiran (Tabel kepolaran :
Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm. 87; dan Tabel Sistem untuk Kromatografi Penjerapan : Bobbit,
Pengantar Kromatografi, hlm. 99 - 105)
Alat:
- lempeng kaca : umumnya 20 cm x 20 cm
- bukti lempeng : permukaan datar untuk meletakkan dan mengatur lempeng kaca pada waktu membuat
lapisan zat penjerap
- rak penyimpanan : tempat lempeng yang dilapisi selama pengeringan
- zat penjerap : bahan penjerap yang halus umumnya berdiameter 5 mm - 40 mm yang sesuai
kromatografi. Dapat mengandung bahan berfluororesensi
- alat pembuat lapisan
- bejana kromatografi : dapat ditutup kedap
- alat sablon : alat bantu untuk menempatkan bercak uji pada jarak yang dibutuhkan dan untuk membantu
penandaan lempeng
- pipet mikro berskala: yang dapat mengeluarkan cairan sejumlah 10 mL
- alat penyemprot pereaksi: alat yang dapat menyemprotkan butir-butir halus serta tahan terhadap
pereaksi.
- lampu ultraviolet : yang sesuai untuk pengamatan dengan panjang gelombang pendek (254 nm) dan
dengan panjang gelombang panjang (366 nm).
Prosedur:
1. Bersihkan lempeng kaca misalnya dengan mencelupkan dalam campuran asam kromat, bilas
dengan air dan keringkan
2. Atur lempeng kaca di atas baki lempeng
3. Kecuali dinyatakan lain, campur 1 bagian zat penjerap dengan 2 bagian volume air. Kocok
kuatdalam labu erlenmeyer selama 30 detik
4. Tuang bubur ke alat pembuat lapisan
5. Geser hati-hati alat pembuat lapisan di atas lempeng kaca ke arah sisi pendek baki yang berbingkai
6. Angkat alat pembuat lapisan dan segera dicuci hingga bebas dari sisa-sisa penjerap
7. Biarkan lempeng selama 5 menit
8. Pindahkan lempeng pada rak penyimpan dengan lapisan menghadap ke atas, keringkan pada suhu
105 °C selama 30 menit. (Sebaiknya rak ditempatkan
dalam lemari pengering dengan posisi miring untuk menghindari kondensasi pada bagian belakang
lempeng)
9. Setelah lempeng kering, biarkan dingin hingga suhu kamar
10. Amati keseragaman distribusi dan susunan lapisan penyerap, simpan lempeng yang baik di atas
silika gel dalam bejana yang sesuai
11. Tempatkan kertas saring 2 lembar pada 2 sisi di sebelah dalam bejana kromatografi, masukkan
pelarut ± 100 mL, tutup kedap dan biarkan sistem keseimbangan

9
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
12. Totolkan larutan uji dan larutan baku menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi
dengan jarak antara ± 1,5 cm dan ± 2 cm dari tepi bawah lempeng, biarkan kering
13. Beri tanda pada jarak 10 - 15 cm di atas titik penotolan
14. Masukkan lempeng ke dalam bejana, tutup bejana, biarkan pelarut merambat hingga 10 - 15 cm di
atas titik penotolan
15. Keluarkan lempeng dari bejana, buat tanda batas rambat pelarut
16. Keringkan lempeng di udara
17. Amati bercak dengan cahaya UV gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya UV
gelombang panjang (366 nm)
18. Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan dan panjang gelombang
19. Tentukan harga Rf untuk bercak utama
20. Jika perlu semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan kromatografi
zat uji dengan kromatografi baku pembanding

Kromatografi Lapis Tipis Pengembangan Sinambung


(FI ed. IV, Lampiran <931>, hlm. 1005)

• Pengembangan sinambung atau teknik aliran sinambung berbeda dengan KLT- konvensional, dimana
bagian atas lempeng menjulur keluar melalui sebuah celah pada tutup bejana kromatografi. Bila fase
gerak mencapai celah itu, terjadi penguapan secara sinambung, mengakibatkan aliran pelarut yang
tetap pada lempeng. Migrasi bercak berlanjut selama lempeng berada dalam bejana dan fase gerak
belum habis. Hal ini berbeda dengan KLT konvensional dimana migrasi bercak berakhir bila pelarut
mencapai tepi atas lempeng dan bercak akan membesar yang disebabkan oleh difusi. Kromatografi
dapat dilanjutkan beberapa jam setelah pelarut mencapai tepi atas lempeng agar terjadi migrasi bercak
yang memadai.
• Keuntungan utama KLT pengembangan sinambung adalah selektivitas pelarut yang lebih besar untuk
pelarut yang daya melarutkannya rendah.
• Harga Rf tidak dapat diukur. Zat-zat dapat dibandingkan jarak tempuh migrasinya selama periode
waktu tertentu atau dibandingkan dengan migrasi zat batas yang ditotolkan pada lempeng yang sama.
Pembandingan dinyatakan sebagai retensi relatif Rr.
• Teknik:
a. pengembangan sinambung
b. pengembangan sinambung dengan bejana rendah : keunggulan utama teknik ini berasal pada
kenyataan bahwa laju pelarut berbanding terbalik dengan panjang bejana. Bejana rendah
memungkinkan terjadinya migrasi yang bermanfaat dalam waktu yang sesuai , memakai pelarut
dengan kekuatan yang sangat rendah. Difusi yang lebih lambat dalam pelarut yang berkekuatan
rendah menghasilkan bercak yang lebih kecil dan pekat, yang meningkatkan kemampuan deteksi
dan ketajaman melihat perbedaan kecil dalam jarak migrasi.

B. KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI


Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu jenis kromatografi kolom cair yang
memiliki sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi tinggi yang menerapkan kemampuan
kemajuan teknologi kolom, sistem pompa bertekanan tinggi dan detektor yang sensitif. Kromatografi ini
terdiri dari fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga, fase gerak yang dialirkan cepat dengan
bantuan tekanan tinggi dan hasil analisis yang dapat dideteksi dengan instrumen (Bobbit, Pengantar
Kromatografi, hlm. 186)
Pelarut pada fase gerak dapat menggunakan dua sistem yaitu sistem isokratik dan sistem elusi
gradien. Keuntungan metode KCKT antara lain : waktu analisis cepat, penentuan dapat dalam jumlah
mikro, dan daya pemisahan tinggi. Pada prinsipnya senyawa dapat dipisahkan dengan metode KCKT jika
senyawa tersebut dapat larut dalam pelarut yang digunakan sebagai fase gerak. KCKT merupakan metode
yang lebih baik untuk cuplikan atau sampel yang jumlahnya sedikit.
Jenis senyawa yang dapat dipisahkan secara KCKT adalah senyawa padat yang larut dalam
pelarutnya, cairan yang kurang atsiri, senyawa polimer dan berbobot molekul tinggi, senyawa anorganik
yang sebagian besar tidak atsiri, senyawa makromolekul, senyawa ionik dan produk alam yang labil
(Bobbit, Pengantar Kromatografi, him. 186)
Pemisahan kromatografi yang baik adalah jika fase diam mempunyai luas permukaan yang besar
dengan adanya penyangga berupa serbuk halus dan fase gerak yang digerakkan cepat dengan adanya
tekanan tinggi sehingga difusi yang terjadi sekecil-kecilnya. Oleh karena itu, faktor-faktor yang
mempengaruhi pemisahan secara KCKT adalah daya pisah, waktu retensi, jumlah cuplikan yang
disuntikkan, ukuran kolom, diameter partikel fase diam, tekanan, tinggi puncak dan jumlah pelarut yang
digunakan (Practical HPLC Method).
Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh 4 sifat khas, yaitu :

10
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
- Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu
- Menggunakan kolom sempit dengan diameter yang kecil untuk memungkinkan pemisahan
dalam jumlah mikro.
- Ukuran partikel bahan sorpsi dibawah 50 μ, hingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik
yang tinggi.
- Pelarut elusi dialirkan ke dalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasikan tekanan
arus di dalam kolom. (Roth, Analisis Farmasi, hlm 431, 432)
• Fase diam
Dapat berupa cairan atau polimer, yang disalut atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga
sebagai lapisan tipis yang mengurangi hambatan terhadap pemisahan massa, sehingga keseimbangan
antara fase gerak dan fase diam dapat tercapai dengan cepat.
Tiga bentuk KCKT yang paling banyak digunakan adalah :
- penukar ion : terutama digunakan untuk pemisahan zat-zat larut dalam air yang ionik atau yang
dapat terionisasi dengan BM < 1500. fase diam umumnya resin organik sintetik dengan gugus
aktif yang berbeda-beda.
- partisi : digunakan fase gerak dan fase diam dengan polaritas yang berbeda. Jika fase gerak
bersifat polar dan fase diam non-polar (kromatografi fase balik), maka dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa yang larut dalam hidrokarbon dengan BM <1000 seperti vitamin larut
lemak dan antrakinon yang berdasarkan atas afinitasnya terhadap fase diam. Jika fase gerak
bersifat non-polar dan fase diam polar, maka zat yang dapat dikromatografi adalah zat yang
bersifat polar seperti golongan alkohol dan amina.
- adsorpsi : yang dapat dikromatografi dengan kromatografi adsorpsi adalah beraneka ragam
senyawa non-ionik.
(FI IV, ed 4, hlm. 1010)
• Alat
Terdiri dari kromatografi cair, sistem pompa, tempat penyuntikan analit, kolom kromatografi,
detektor, penguat sinyal dan perekam. Ada dua cara yang digunakan untuk memasukkan analit ke
dalam kolom, yaitu :
1. injeksi ke dalam arus yang mengalir
2. injeksi waktu aliran berhenti
Keduanya dapat dilakukan menggunakan alat suntik dan katup penyuntik.
• Kolom yang digunakan umumnya mempunyai diameter dalam yang kecil (2- 4 mm)
• Detektor yang biasa dipakai mencakup fotometer ultraviolet, refraktometer diferensial, dan
fluorometer.
• Komposisi fase gerak berpengaruh nyata terhadap kinerja kromatografi dan harus dikendalikan
dengan cermat.
Pada kromatografi partisi dan adsorpsi, fase grak dapat dimodifikasi dengan pelarut yang lain,
sedangkan pada kromatografi penukar ion, pH, kekuatan ion dan modifikasi pelarut dapat meugubah
faktor kapasitas (k adalah perbandingan waktu yang diperlukan selama berada dalam fase diam
terhadap waktu yang diperlukan selama berada dalam fase gerak)
• Elusi gradien adalah teknik yang mengubah komposisi pelarut sinambung selama berlangsungnya
kromatografi (untuk kromatografi contoh kompleks yang terdiri dari komponen-komponen dengan
faktor kapasitas yang perbedaannya besar).

C. KROMATOGRAFI KERTAS
Definisi Kromatografi :
Prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang
terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan
dalam adsorpsi, partisi, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion.
Ada 3 cara pengembangan pada kromatografi kertas :
1. Kromatografi menurun : pada kromatografi menurun, fase gerak dibiarkan merambat turun pada
kertas.
Prosedur:
• Larutkan zat uji dalam pelarut yang sesuai hingga mengandung 1- 20 ug jika ditotolkan dengan pipet
mikro
• Jarak antar bercak tidak kurang dari 3 cm dan diameter bercak 6-10 mm
• Kertas digantung dalam bejana dengan pelarut yang telah ditetapkan. Penjenuhan bejana dapat
dipercepat dengan melapisi dinding bejana dengan kertas saring yang dibasahi oleh pelarut (untuk
bejana besar penjenuhan selama 1 malam). Bejana ditutup rapat

11
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
• Sejumlah fase gerak lebih dari yang diperlukan dijenuhkan dengan fase diam (dengan pengocokan).
Setelah jenuh dimasukkan ke dalam bak pelarut melalui lubang
• Lubang ditutupi dan fase gerak dibiarkan merambat turun pada kertas sejauh yang dikehendaki
• Pada waktu kertas diangkat, batas rambat pelarut segera ditandai dan dikeringkan
• Amati dan ukur kromatogram secara langsung atau setelah disemprot dengan pereaksi untuk
menampakkan bercak obat yang telah terpisah. Hitung harga R (perbandingan jarak rambat
senyawa tertentu dengan jarak rambat baku pembandingnya)
• Untuk analisis kualitatif:
Bagian kertas yang mengandung bercak digunting dan dielusi dengan pelarut yang sesuai.
Dilakukan juga terhadap berbagai kadar baku pembanding yang ditotolkan pada kertas yang sama
untuk membuat kurva kalibrasi.
2. Kromatografi menaik : pada kromatografi menaik , ujung bawah kertas dicelupkan ke dalam fase
gerak, sehingga memungkinkan fase gerak merambat naik pada kertas oleh gaya kapiler.
Prosedur:
• Larutan uji ditotolkan pada kertas, di atas batas kertas yang tercelup dalam fase gerak
• Genangi dasar bejana dengan pelarut yang telah ditetapkan
• Dinding bejana dilapisi kertas saring untuk mempercepat penjenuhan
• Kertas saring digantung sedemikian hingga ujung kertas yang ditotolkan bergantung bebas dalam
bejana
• Bejana ditutup dan dijenuhkan seperti pada kromatografi menurun
3. Kromatografi horizontal : merupakan pengembangan kromatografi melingkar dan pelarut pengembang
dialirkan dari bawah dengan bantuan kapiler kertas atau sumbu kapas pada titik pusat kromatogram
atau dari atas dengan melubangi, diteteskan dengan bantuan pipet yang sesuai.
Kromatografi kertas, yang pada pelaksanaannya rumit dan lebih lama dibandingkan KLT, terutama
digunakan untuk pemisahan golongan senyawa sangat hidrofil. Golongan zat itu adalah gula, alkohol
bervalensi banyak, asam amino, fenol dan asam fenilkarboksilat, asam organik alifatik, glikosida dan
zat anorganik (kation).
Penentuan kuantitatif dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Jika senyawa yang hendak
ditentukan untuk pengukuran kuantitatif diekstraksi dari fase stasioner, maka dinamakan penentuan
tidak langsung. Untuk penentuan jumlah dapat dipilih metode seperti mikrotitrimetri, pengukuran
dalam daerah sinar tamapak dan UV, pengukuran refraksi, penentuan polarografi dan pengukuran
fluorimetri.
Penentuan kuantitatif langsung dapat dilakukan melalui pembandingan luas secara visual masing-
masing bercak dengan densitometri, spektrofotometri, fluoresensi atau penentuan radioaktivitas pada
penggunaan senyawa yang dicacah. (Roth, Analisis Farmasi , hlm .418)

D. KROMATOGRAFI KOLOM (KK)


Alat kromatografi kolom terdiri atas :
1. Tabung kromatografi: tabung silinder dari kaca, kecuali jika pada monograti disebutkan terbuat
dari bahan lain. Ukuran kolom bervariasi, yang umum digunakan dalam analisis farmasi
mempunyai diameter dalam 10-30 mm, panjang kolom 150-400 mm, tidak termasuk tabung
pengalir.
2. Sebuah tabung pengalir dengan diameter lebih kecil untuk mengeluarkan cairan, yang menyatu
dengan tabung kromatografi atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung
bawah tabung utama. Tabung pengalir umumnya berdiameter dalam 3-6 mm, dapat dilengkapi
dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti.
3. Batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca/kapas pada dasar tabung jika
diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata
di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat pada dasar tabung
untuk menyangga isinya. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder melekat kuat pada
sebuah tangkai dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali dinyatakan lain dalam
monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom
dan panjangnya minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom. Diameter batang ± 1 mm lebih
kecil dari diameter dalam kolom.
(FI IV, hlm. 1007)

a. KK ADSORPSI
Pada KK adsorpsi, campuran yang akan dipisahkan berupa zat uji, diletakkan berupa pita pada
bagian atas kolom penjerap yang berada pada tabung kaca, logam, atau plastik. Fase gerak atau pelarut
dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya gravitasi atau didorong oleh
tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda sehingga terjadi
pemisahan dan diperoleh kromatogram. Senyawa yang memisah ini berupa fraksi yang dapat ditetapkan

12
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
dengan cara titrasi, spektrofotometri, atau kolorimetri, atau pelarutnya dapat diuapkan sehingga diperoleh
zat aktif yang diinginkan dalam keadaan hampir mumi.
(Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm. 160)
Zat penjerap (misalnya aluminium oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatomae
terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk kromatografi) dalam keadaan kering atau dalam
campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang
dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat
penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit
pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi
atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan
tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram. Laju gerakan zat dipengaruhi oleh
sejumlah variabel, misalnya daya adsorpsi zat penjerap, ukuran partikel dan luas permukaan, sifat dan
polaritas pelarut, tekanan yang digunakan dan suhu sistem kromatografi.
Jika senyawa yang terpisah itu berwama atau berfluoresensi di bawah cahaya UV, kolom penjerap
dapat dikeluarkan dengan cara memotong melintang, lapisan yang diperlukan dapat dipisahkan.
Senyawa yang dikehendaki diekstraksi dari tiap lapisan dengan pelarut yang sesuai. Jika senyawa
tidak berwama, letaknya dapat diketahui dengan cara memberi warna atau menyemprot kolom yang telah
dikeluarkan dengan pereaksi yang dapat membentuk wama. Zat radioaktif yang dikromatografi dapat
diketahui letaknya dengan menggunakan pencacah Geiger-Muller atau alat yang sejenis. Tabung plastik
yang jernih terbuat dari bahan seperti nilon, yang bersifat inert terhadap kebanyakan pelarut dan
transparan terhadap cahaya UV gelombang pendek, dapat diisi zat penjerap dan digunakan sebagai kolom
kromatografi. Kolom semacam itu dapat disayat dengan pisau yang tajam, tanpa mengeluarkan isi kolom
dari tabungnya. Jika digunakan zat penjerap yang berfluoresensi, kolom dapat ditandai di bawah cahaya
UVsebelum disayat.
Kromatografi "mengalir", yang digunakan secara luas diperoleh dengan prosedur mengalirkan
pelarut melalui kolom sehingga obat yang dipisahkan keluar bersama pelarut, ini disebut “eluat”. Kadar
obat di dalam eluat dapat ditetapkan dengan cara titrasi, spektrofotometri atau kolorimetri, atau pelarutnya
dapat diuapkan, sehingga diperoleh obatnya dalam keadaan hampir murni. Jika terdapat zat berkhasiat
yang kedua, elusi dapat dilanjutkan dengan pelarut yang sama atau pelarut lain yang mempunyai daya
elusi yang lebih kuat. Efisiensi pemisahan dapat diuji dengan membuat kromatogram lapis tipis dari
masing-masing fraksi.
Kadang-kadang digunakan cara yang dimodifikasi untuk menambahkan campuran pada kolom.
Obat dalam bentuk padat, misalnya serbuk tablet tanpa pemisahan dari eksipien dicampur dengan
sebagian zat penjerap dan dimasukkan ke dalam kolom. Selanjutnya aliran pelarut membawa obat turun
dari kolom dengan cara seperti yang telah diuraikan di atas.
(FI IV, hlm. 1007)

b. KK PARTISI
Pada kromatografi partisi, zat yang harus dipisahkan terbagi antara dua cairan yang tidak saling
bercampur. Salah satu cairan yaitu fase diam, umumnya diadsorpsikan pada penyangga padat, karena itu
mempunyai area permukaan yang sangat luas terhadap pelarut yang mengalir (fase gerak). Kontak cairan
dengan cairan secara berturutan yang berulang-ulang terjadi, menghasilkan efisiensi pemisahan yang
tidak dapat dicapai dengan cara ekstraksi cair-cair biasa.
Penyangga padat umumnya bersifat polar dan fase diam yang teradsorpsi bersitat lebih polar
daripada fase gerak. Penyangga padat yang banyak digunakan adalah tanah silika untuk kromatografi,
seperti Celite 545 yang dicuci dengan asam, dengan ukuran partikel yang sesuai sehingga fase gerak dapat
mengalir dengan baik. Pada kromatografi partisi fase balik, fase diam yang teradsorpsi bersifat kurang
polar daripada fase gerak dan zat penjerap padat dibuat nonpolar dengan perlakuan yang sesuai
menggunakan pereaksi silanisasi, seperti diklorodimetilsilana sehingga dihasilkan tanah silika yang
tersilanisasi untuk kromatografi.
Contoh yang akan dikromatografi umumnya dimasukkan ke dalam sistem kromatografi
menggunakan salah satu dari dua cara berikut:
1) Larutan uji dalam sejumlah kecil fase gerak dimasukkan ke dalam kolom
2) Larutan uji dalam sejumlah kecil fase diam dicampur dengan penyangga padat dan dimasukkan ke
dalam kolom sebagai lapisan di atas campuran fase diam dan zat penjerap.
Elusi dilakukan dengan pelarut yang mengalir. Umumnya sebelum digunakan, fase gerak
dijenuhkan dahulu dengan fase diam.
Pada kromatografi partisi cair-cair yang konvensional, derajat partisi suatu senyawa tertentu di
antara dua fase cair dinyatakan sebagai koefisien partisi atau koefisien distribusi. Dalam hal senyawa
yang terdisosiasi, distribusi dapat diatur dengan jalan modifikasi pH, tetapan dielektrik, kekuatan ion,
serta sifat-sifat lain dari kedua fase tersebut. Elusi selektif komponen-komponen suatu campuran dapat
dicapai dengan mengubah fase gerak sampai diperoleh koefisien partisi yang lebih baik atau dengan jalan
mengubah pH fase diam secara in situ dengan suatu fase gerak, yang terdiri dari larutan asam atau basa
yang sesuai dengan pelarut organik.

13
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Jika tidak dinyatakan lain dalam monografi, maka penetapan kadar dan pengujian, yang
menggunakan kromatografi kolom partisi, dilakukan menurut metode umum berikut.
Penyangga padat Gunakan tanah silika yang telah dimurnikan. Pada kromatografi kolom partisi fase
balik, gunakan tanah silika yang tersilanisasi untuk kromatografi.
Fase diam Gunakan pelarut atau larutan yang tertera pada monografi. Jika akan digunakan campuran
cairan sebagai fase diam, campurkan cairan tersebut sebelum diadsorpsikan pada penyangga padat.
Fase gerak Gunakan pelarut atau larutan yang tertera pada monografi. Jenuhkan dengan air jika fase
diam merupakan larutan dalam air, jika fase diam berupa cairan organik polar, jenuhkan dengan
cairan tersebut.
Pembuatan kolom kromatografi Jika tidak dinyatakan lain dalam monografi, tabung kromatografi
mempunyai diameter dalam ± 22 mm dan panjang 200-300 mm, tanpa cakram berpori. Pada tabung
ini dilekatkan tabung pengalir tanpa kran dengan diameter dalam ± 4 mm dan panjang ± 50 mm
 Mampatkan segumpal wol kaca halus pada dasar tabung.
 Masukkan fase diam yang volumenya telah ditentukan dalam gelas piala berukuran 100-250
mL, tambahkan sejumlah tertentu penyangga padat dan campur hingga homogen.
 Masukkan campuran ini ke dalam tabung kromatografi, mampatkan dengan tekanan sedang
agar diperoleh massa yang serba sama. Jika jumlah penyangga padat ditentukan lebih dari 3 g,
pindahkan campuran ke dalam kolom dalam bagian-bagian yang banyaknya ± 2 g, dan
mampatkan setiap bagian. Jika untuk penetapan kadar atau pengujian diperlukan kolom
bersegmen banyak dengan fase diam yang berlainan untuk masing-masing segmen, lakukan
pemampatan setelah penambahan tiap segmen, kemudian langsung ditambahkan segmen
berikutnya. Jika larutan uji dicampurkan dengan fase diam, masukkan secara kuantitatif ke
dalam tabung dengan membilas gelas piala yang dipakai untuk membuat campuran yang akan
diuji dengan suatu campuran yang terdiri dari ± 1 g penyangga padat dan beberapa tetes pelarut
yang dipakai untuk membuat larutan uji.
 Mampatkan segumpal wol kaca halus di atas kolom. Fase gerak mengalir melalui kolom
dengan laju aliran sedang atau menetes perlahan-lahan jika digunakan kromatografi fase balik.
Prosedur
 Masukkan fase gerak ke dalam kolom dan biarkan mengalir melalui kolom oleh gaya gravitasi.
 Bilas ujung kolom kromatografi dengan ± 1 mL fase gerak sebelum mengubah komposisi fase
gerak dan sesudah selesai elusi.
 Jika zat uji ditambahkan pada kolom sebagai larutan dalam fase gerak, biarkan agar seluruhnya
melalui isi kolom, kemudian tambahkan sejumkah kecil fase gerak beberapa kali, tiap kali
biarkan jumlah pelarut mengalir seluruhnya melewati kolom, sebelum menambahkan sisa fase
gerak.
 Bila pada penetapan kadar atau pegujian dikehendaki pemakaian kolom kromatografi ganda
yang dihubungkan secara seri serta penambahan fase gerak dalam jumlah terbagi, biarkan tiap
bagian tersebut seluruhnya melewati kolom, dan bilas ujungnya tiap kali dengan fase gerak
sebelum penambahan sisa pelarut berikutnya.
(FI IV, hlm. 1007-1008)

E. KROMATOGRAFI GAS
Prinsip:
Kromatografi gas adalah prosedur pemisahan zat yang dapat menguap dan mengalami proses
migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari fase gerak gas dan fase diam cairan yang
dilapiskan pada penyangga padat inert atau fase diam padatan. Zat yang diinjeksikan akan menguap
dalam kolom, selanjutnya fase gerak gas akan membawa zat tersebut melalui fase diam sehingga zat akan
terdistribusi di antara dua fase dan menunjukkan perbedaan mobilitas berdasarkan perbedaan tekanan uap
pada suhu kolom.
Mekanisme pemisahan pada kromatografi gas adalah partisi. Dalam proses partisi ini perilaku zat
terlarut ditentukan oleh suatu nilai perbandingan partisi K' yang disebut faktor kapasitas. Tetapan K'
adalah perbandingan jumlah atau waktu tinggal relatif zat dalam kedua fase tersebut. Besamya faktor
kapasitas dan waktu tertahannya zat dalam suatu kolom kromatografi gas-cair tergantung dari hal-hal zat
terlarut spesifik, fase cair spesifik, jumlah fase cair, suhu, dan laju aliran gas. Hasil pemisahan dalam
kolom akan diukur oleh detektor yang selanjutya direkam menjadi kromatogram. Penentuan kuantitatif
zat didasarkan pada pengukuran luas atau tinggi puncak yang terekam dalam kromatogram.
(FI IV, hlm. 1012; Bobbit, Pengantar Kromatografi, hlm. 13; Vogel kuantitatif, hlm. 243)

Penyelesaian Kualitatif dan Kuantitatif


Identifikasi cuplikan yang sudah terpisah dapat dilakukan dengan bantuan senyawa pembanding
dan harga retensi yang diperoleh, yang merupakan tetapan zat yang spesifik. Yang juga dapat digunakan
adalah detektor spesifik zat. Pada pemeriksaan campuran senyawa yang tidak diketahui atau senyawa
alam seringkali perlu untuk melakukan reaksi kimia terlebih dahulu. Dengan demikian misalnya dari
campuran hidrat arang, olefina dapat dihilangkan dengan cara mencuci dengan asam sulfat pekat dan
14
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
kembali dilakukan kromatografi. Jika kromatografi gas dilengkapi dengan pengumpul fraksi, maka
terhadap senyawa yang terisolasi dapat dilakukan reaksi kimia atau prosedur spektroskopi.
Penyelesaian kuantitatif kromatogram gas didasarkan atas pengukuran luas puncak yang umumnya
adalah proporsional dengan konsentrasi senyawa dalam gas pembawa.

Bidang Penggunaan
Secara prinsip kromatografi gas dapat digunakan untuk semua zat yang berbentuk gas atau dapat
menguap tanpa penguraian. Zat padat seringkali dapat menguap melalui derivatisasi. Sekarang mungkin
dilakukan pemisahan hampir semua senyawa obat seperti alkaloid, senyawa aktif sintetik, gula, lemak,
steroid, asam amino secara kromatografi gas. Bahkan senyawa polimer dapat dikarakterisasi secara
kromatografi gas, jika dipirolisis terlebih dahulu dan fragmen yang terjadi diperiksa. Data analitik yang
diperoleh dari kromatografi gas dibandingkan dengan bilangan pengenal fisika lain seperti titik lebur, titik
didih, indeks bias, dan sebagainya. Dalam hal ketelitian data kuantitatif sesuai dengan ketelitian prosedur
laboratorium lainnya. Dengan perlengkapan peralatan yang sesuai, dengan bantuan kromatografi gas
dapat diperoleh sejumlah mikropreparatif senyawa murni.
(Roth, Analisis Farmasi, hlm. 430-431)

F. KROMATOGRAFI EKSKLUSI
Prinsip
Pemisahan yang tergantung pada pertukaran molekul yang terlarut di antara pelarut fase gerak dan pelarut
yang sama dalam pori-pori bahan pengisi kolom. Rentang ukuran pori bahan pengisi kolom menentukan
rentang ukuran molekul pada pemisahan yang terjadi.
Disebut kromatografi permeasi gel jika digunakan fase gerak organik atau kromatografi filtrasi gel jika
digunakan fase gerak yang mengandung air.
Alat
Kolom kromatografi yang berisi bahan yang mampu melakukan fraksinasi pada rentang ukuran yang
sesuai, saluran luar dihubungkan dengan detektor yang dilengkapi dengan perekam otomatis. Fase gerak
melalui kolom dengan aliran tetap, baik oleh gravitasi atau menggunakan pompa yang sesuai.
Prosedur
Pembuatan fase diam:
a. Agarosa FC
 untuk pemisahan protein dengan BM 6 x 104 s/d 2 x 107 dan polisakarida dengan BM 3 x 103 s/d
5 x 106
b. Agarosa FC, ikatan silang
 untuk pemisahan protein dengan BM 6 x 10 4 s/d 20 x 106 dan polisakarida dengan BM 3 x 103
s/d 5 x 106
c. Silika gel FC (ukuran partikel ± 10 µm, hidrofil) dapat bercampur air pH 2 s/d 8 dan pelarut
organik
 untuk pemisahan protein dengan BM 1 x 103 s/d 3 x 105
Contoh dilewatkan melalui kolom dengan salah satu cara sebagai berikut:
1. Alirkan langsung ke permukaan kolom tanpa kolomnya dibiarkan kering
2. Lapisan di bawah fase gerak, untuk contoh yang lebih berat dari fase gerak
3. Memakai adaptor mengalir
4. Memakai alat penyuntik melalui septum
5. Memakai katup penyuntik
Untuk penetapan BM:
 Lakukan pengujian dan bahan baku kalibrasi seperti pada monografi
 Buat grafik volume retensi dari baku kalibrasi sebagai fungsi logaritma BM
 BM dapat diperkirakan dari kurva kalibrasi
Untuk penetapan komposisi relatif:
 Lakukan pengujian dengan kondisi seperti pada monografi
 Jika seluruh komponen menunjukkan respon yang sama terhadap detektor  jumlah relatif tiap
komponen diperoleh dengan membagi masing-masing luas puncak dengan jumlah puncak
komponen yang diinginkan
 Jika respon tidak sama  komposisi dapat dilihat dari kurva kalibrasi dengan baku kalibrasi seperti
tertera pada monografi
(FI IV, hlm. 1008-1009)

15
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

KEMURNIAN
(Re-New by : Desy, Shalimah, Afiatusyafiah)

A. PENETAPAN JARAK LEBUR


Tujuan : Menentukan suhu lebur zat padat dan menggunakannya sebagai kriteria dalam
identifikasi dan pemeriksaan kemurnian.
Prinsip : Jarak lebur/suhu lebur zat padat adalah rentang suhu atau suhu pada saat zat padat
menyatu dan melebur sempurna. Pada suhu yang lebih rendah dari suhu lebur, zat berada dalam bentuk
fase padat. Pada saat suhu lebur tercapai, zat padat melebur menjadi fase cair sampai tercapai
kesetimbangan antara fase padat dan fase cair. Pada saat semua zat padat melebur hanya terdapat fase cair
dan penambahan panas selanjutnya menyebabkan kenaikkan suhu secara linear. Senyawa dapat dikatakan
murni jika mempunyai rentang antara 0,3 – 0,5C.
Pustaka : FI IV <1021> halaman 1032 & Modul prakt KF
Contoh : Untuk zat parasetamol, lidokain, riboflavin, bisakodil, atenolol, salisilamida, gliseril guaiakolat,
kloramfenikol, atropin sulfat, pentetrazol, luminal.

B. PENETAPAN BOBOT JENIS


Tujuan : Melakukan identifikasi dan pemeriksaan kemurnian
Prinsip : Penetapan bobot jenis didasar kan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25C
atau yang ditetapkan dalam monografi terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Kecuali
dinyatakan lain, penetapan bobot jenis hanya digunakan untuk cairan.

d = bobot jenis (g/ml)


w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air
w3 = bobot piknometer + sampel

Pustaka : FI IV <981> halaman 1030 & modul KF


Contoh : Oleum menthae, gliserin, metal salisilat

C. PENETAPAN INDEKS BIAS


Tujuan : Melakukan identifikasi dan pemeriksaan kemurnian
Prinsip : Penetapan indeks bias didasarkan pada perbandingan kecepatan cahaya dalam udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Pada umumnya indeks bias ditentukan dengan
menggunakan cahaya lampu natrium garis D pada  589,3 nm dan suhu 20C. Indeks bias dinyatakan
dengan hukum Snellius:

n = indeks bias pada suatu medium i = sudut datang


c = kecepatan cahaya dalam hampa udara r = sudut bias
v = kecepatan vahaya dalam medium
indek bias kebanyakan zat cair antara 1,3 – 1,8 sedangkan zat padat 2,0 – 2,5 atau lebih

Pustaka : FI IV <1001> halaman 1030 & modul KF


Contoh : Untuk leum cacao, dimerkapol, oleum ricinni, oleum menthae, gliserin, metal salisilat

D. PENETAPAN ROTASI OPTIK


Tujuan : Melakukan penetapan kadar dan uji identifikasi
Prinsip : Kemampuan senyawa optik aktif untuk memutar bidang polarisasi sinar terpolarisasi
yang melewatinya disebabkan oleh susunan ruang molekul yang melewati pusat yang asimetris, tidak
mempunyai bidang simetris atau titik simetris. Optik aktif dapat dianggap sebagai interaksi radiasi bidang
polarisasi dengan elektron pada molekul yang menghasilkan polarisasi elektronik. Rotasi optik dinyatakan
dalam derajat rotasi sudut yang diamati atau derajat rotasi jenis (yang dibandingkan terhadap kadar 1
gram zat terlarut dalam 1 ml larutan, diukur pada kondisi yang telah ditentukan). Senyawa yang dapat
memutar ke arah kanan atau searah jarum jam disebut dekstro dan diberi tanda (+). Senyawa yang dapat
memutar ke kiri disebut levo dan diberi tanda (-). Rotasi optik dipengaruhi oleh sifat alami senyawa,
ketebalan sel atau tabung polarimeter, suhu dan panjang gelombang sinar yang digunakan.
Pustaka : FI IV <1081> halaman 1041
Contoh : Untuk senyawa atropine sulfat, oleum menthae
16
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

E. PENETAPAN SUSUT PEMIJARAN


Tujuan : Penetapan presentase zat uji yang mudah menguap dan hilang pada kondisi yang
ditetapkan.(FI IV halaman 1043)
Prinsip : Penentuan kadar komponen anorganik yang tidak mudah menguap (Hj. Roth halaman
483). Oleh karena itu merupakan pemeriksaan kemurnian dengan melakukan pemijaran pada suhu 450 -
800  25 (FI IV halaman XiiX) dengan tidak merusak zat uji, tetapi merubah zat uji menjadi bentuk lain
seperti bentuk anhidrat (FI IV halaman 1043).

F. PENETAPAN SUSUT PENGERINGAN


Tujuan : Penetapan semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu (FI
IV halaman 1043).
Prinsip : Kehilangan bobot disebabkan oleh adanya sisa bahan yang mudah menguap, termasuk
pelarut organik dan air, pada suhu pemanasan 105  2C (Hj. Roth 477, FI IV halaman 1043). Untuk zat
yang diperkirakan hanya mengandung air sebagai satu-satunya zat yang mudah menguap, hanya
melakukan penetapan kadar air (FI IV halaman 1043).
Contoh : Untuk senyawa thiamin HCl, bisakodil, atenolol, kalsium laktat, asam mefenamat, rifampisin,
lidokain

G. PENETAPAN SISA PEMIJARAN


Tujuan : Pemeriksaan kemurnian senyawa organik terhadap pencemar anorganik (kation dan
silikat), terutama pada saat pembuatan (Hj. Roth halaman 483).
Prinsip : Komponen yang tidak menguap pada pemijaran dengan asam sulfat dan tetap tinggal
setelah pemijaran pada 450- 800  25C. Dengan adanya asam sulfat akan terbentuk garam sulfat yang
sesuai, yang akan tetap bertahan pada suhu tinggi (Hj.Roth halaman 483-484).
Contoh : Untuk senyawa thiamin HCl, salbutamol, aminophyllin, piroxicam, bisakodil, atenolol, asam
mefenamat, lidokain

Sebagai catatan :Prosedur-prosedur penetapan kemurnian biasanya sudah dicantumkan pada


monografi masing-masing senyawa di Farmakope Indonesia.

SPEKTROFLUOROMETRI
(Re-New by : Diana, Ratna, Ambrita)

Prinsip
Spektrofluorometri mengukur intensitas emisi dari larutan yang dapat diperkuat langsung. Spektra ini
lebih spesifik karena adanya spektra emisi (fluoresensi) disamping spektra eksitasi (yang dapat disamakan
dengan spektra absorpsi pada spektrofotometri). Radiasi eksitasi maupun radiasi fluoresensi, umumnya
diukur pada rentang λmax 200-700nm. Pengukuran harus menggunakan pelarut yang dapat melewatkan
seluruh radiasi eksitasi.

Alasan Pemilihan Metode


Bergantung pada struktur kimia zat aktif yang akan dianalisis. Struktur kimia yang berfluoresensi ialah
struktur aromatik, atau struktur yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi, yaitu elektron π dan n
dalam dua ikatan rangkap atau lebih. Dalam molekul tersebut terdapat sejumlah elektron yang memiliki
mobilitas lebih tinggi dibanding elektron lainnya.
Mobilitas elektron ini dipengaruhi oleh gugus subtituen pada molekul tersebut. Gugus subtituen yang
memberikan kebebasan kepada elektron π adalah gugus pengarah orto- dan para-, seperti –NH 2, -OH, -F, -
OCH3, -NHCH3, -N(CH3)2, serta –CN (meskipun –CN pengarah meta-). Sedangkan, pada sistem
heterosiklik dipengaruhi oleh atom hetero, seperti atom O, N, S.
Gugus yang mengurangi fluoresensi adalah gugus pengarah meta-, seperti –Cl, -Br, -I, -NHCOCH 3, dan –
COOH.
Senyawa kimia ada yang berfluoresesnsi secara alami, tetapi pada yang tidak berfluoresensi atau
intensitas fluoresensinya lemah dapat dibangkitkan fluoresensinya dengan suatu reaksi kimia untuk
mengubah strukturnya atau menyambungkan molekul tersebut dengan molekul lain yang berfluoresensi
kuat.

17
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Intensitas fluoresensi suatu senyawa tergantung pada efisiensi fluoresensi, yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya struktur molekul dengan gugus fungsi yang menunjang dan lingkungannya, pelarut dan
zat terlarut didalamnya.

Penentuan Kadar
Penentuan kuantitatif dilakukan dengan membandingkan intensitas fluoresensi zat dalam larutan sampel
terhadap intensitas fluoresensi zat dalam larutan baku. Pada konsentrasi fluofor yang rendah, intensitas
fluoresensi sebanding dengan konsentrasi fluofor. Untuk perhitungan digunakan fluoresensi larutan
sampel dibandingkan dengan fluoresensi larutan baku. Setelah keduanya dikoreksi terhadap Fluoresensi
Latar Belakang (FLB), konsentrasi larutan sampel dihitung dengan rumus:
Csampel = Fsampel - FLB x Cbaku
Fbaku - FLB

Pada penentuan kadar yang tidak langsung, dimana penurunan fluoresensi sebanding dengan naiknya
konsentrasi zat yang memadamkan fluoresensi, maka intensitas fluoresensi digantikan dengan –
log[Intensitas fluoresensi].

Penggunaan lainnya
 Di bidang kimia polimer ; untuk mendeteksi dan mengidentifikasi komponen lastik
 Bahan fluoresen dapat larut dalam larutan maupun bahan padat, misal : bahan dasar plastik, yang dapat
dideteksi oleh radioaktif.
 Uji kemurnian, misal : oksidasi kemurnian pada proetilen dan polipropilen.
 Di bidang biologi ; uji struktur tersier protein dalam bentuk 3 dimensi

Pustaka
Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, 1997, hal. 41-43
Kimia Organik, Fessenden
Instrumental Method, Galen Ewing
Analisis Kimia Kuantitatif, Day, Underwood
Organic Spectrocopy, Kemp, W

SPEKTROFOTOMETRI
(Re-New by : Diana, Ratna, Ambrita)

A. SPEKTROFOTOMETRI ABSORBSI ATOM (SAA)

Prinsip
Teknik SAA digunakan untuk menetapkan kadar ion logam tertentu dengan cara mengukur intensitas
serapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang berasal dari cuplikan.
Atom-atom logam bentuk gas dalam keadaan dasar (tidak tereksitasi) mampu menyerap energi cahaya
yang panjang gelombang resonansinya khas, umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan
dipancarkan oleh atom-atom itu bila tereksitasi dari keadaan dasar.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan pada nyala yang mengandung atom-
atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan
berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala.
Cuplikan yang disuntikan ke dalam alat SAA selanjutnya akan diubah menjadi kabut yang mengandung
atom-atom logam yang akan ditentukan. Atom-atom ini selanjutnya disemprotkan ke dalam nyala dan
dilewati cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Intensitas cahaya yang diserap dapat terukur oleh
detektor, dan akan berbanding lurus dengan konsentrasi atom logam yang akan diukur.

Penetapan Kadar
Dalam penentuan kadar menggunakan SAA dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu:
(jika tidak dinyatakan lain gunakan metode I)
1. Metode I : Metode Kalibrasi Langsung
Dibuat tidak kurang dari tiga larutan baku yang mengandung unsur yang akan ditetapkan kadarnya,
dan mencakup jangkauan kadar larutan uji yang akan diukur. Masing-masing larutan baku diukur
serapannya dan dibuat kurva kalibrasi antara serapan (absorbsi) terhadap konsentrasi. Untuk
memperoleh kadar larutan uji, yaitu nilai serapan larutan uji dimasukkan ke dalam persamaan linier
kurva kalibrasi.

18
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
2. Metode II : Metode Penambahan Baku
Dibuat tidak kurang dari tiga larutan uji, kepada masing-masing larutan uji ditambahkan sejumlah
tertentu (diketahui jumlahnya) larutan baku dari unsur yang akan ditetapkan. Satu larutan uji tidak
ditambahkan larutan baku (misal : ada 6 buah labu larutan uji, maka hanya 5 labu yang ditambahkan
larutan baku) dengan konsentrasi yang membentuk deret pengenceran. Kemudian masing-masing
larutan diukur serapannya dan dibuat kurva kalibrasi antara serapan terhadap konsentrasi baku yang
ditambahkan. Selanjutnya dari kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu konsentrasi (sumbu X), dan
titik potong dengan sumbu itu menunjukkan konsentrasi larutan uji.

Penerapan Serapan Atom


Teknik ini telah diterapkan pada penentapan sekitar 60 unsur, dan teknik ini merupakan alat utama dalam
pengkajian yang meliputi logam runutan dalam lingkungan dan dalam sampel biologis.
Teknik ini berguna dalam kasus dimana logam berada dalam kadar yang cukup dalam sampel, tetapi
hanya tersedia sedikit sampel untuk dianalisis, misalnya untuk analisis metaloprotein.

Pustaka
Farmakope Indonesia, edisi IV, hal. 1067
Vogel, Analisis Kuantitatif, hal. 942

B. SPEKTROFOTOMETRI EMISI NYALA (SEN)

Prinsip
Teknik SEN digunakan untuik menentukan kadar ion logam tertentu dengan cara mengukur intensitas
emisi pada panjang gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang berasal dari cuplilkan.
Jika suatu larutan yang mengandung garam logam disemprotkan ke dalam nyala maka akan terbentuk uap
yang mengandung atom-atom logam tersebut. Beberapa atom logam dalam gas ini dapat dieksitasi ke
tingkat energi yang cukup tinggi sambil memancarkan radiasi yang karakteristik dari logam tersebut.
Radiasi yang dipancarkan ini dapat diukur intensitas transmisinya dan berbanding terbalik dengan
konsentrasinya.
Cuplikan yang disuntikan ke dalam alat SEN selanjutnya akan diubah menjadi kabut yang mengandung
atom-atom logam yang akan ditentukan. Atom-atom ini selanjutnya disemprotkan ke dalam nyala dan
akan melepaskan cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Cahaya yang dipancarkan dilewatkan ke
dalam celah dan didetekdi oleh detektor fotosel.

Penentuan Kadar
Dalam pennetuan kadar menggunakan SEN dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu :
(jika tidak dinyatakan lain gunakan metode I)
1. Metode I : Metode Kalibrasi Langsung
Dibuat tidak kurang dari tiga larutan baku yang mengandung unsur yang akan ditetapkan kadarnya,
dan mencakup jangkauan kadar larutan uji yang akan diukur. Masing-masing larutan baku diukur
transmisinya dan dibuat kurva kalibrasi antara % Transmisi (atau Absorbsinya) terhadap Konsentrasi.
Untuk memperoleh kadar larutan uji, yaitu nilai serapan larutan uji dimasukkan ke dalam persamaan
linier kurva kalibrasi.
2. Metode II : Metode Penambahan Baku
Dibuat tidak kurang dari tiga larutan uji, kepada masing-masing larutan uji ditambahkan larutan baku
(diketahui jumlahnya) yang mengandung unsur yang akan ditetapkan. Satu larutan uji tidak ditambah
larutan baku (misal: ada 6 buah labu larutan uji, maka hanya 5 labu yang ditambhakan larutan baku)
dengan konsentrasi yang membentuk deret pengenceran. Kemudian masing-masing larutan diukur
transmisinya (atau serapannya) dan dibuat kurva kalibrasi antara % Transmisi (atau serapan) terhadap
konsentrasi baku yang ditambahkan. Selanjutnya dari kurva tersebut diekstrapolasi ke sumbu
konsentrasi (sumbu x), dan titik potong dengan sumbu itu menunjukkan konsentrasi larutan uji.

Pustaka
Farmakope Indonesia, edisi IV, hal. 1097
Vogel, Analisis Kuantitatif, hal. 942

C. SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Teori Dasar/Prinsip
Spektrofotometri serapan (meliputi spektro UV/VIS, IR, dan srapan atom) merupakan pengukuran suatu
interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Molekul selalu
mengabsorbsi radiasi elektromagnetik jika frekuensi radiasi ini sama dengan frekuensi getaran molekul
tersebut. Elektron yang terikat maupun tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi, yang
sesuai dengan radiasi UV/VIS. (FI, hal. 1061)

19
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Bagian molekul yang mengabsorbsi dalam daerah UV/VIS dinyatakan sebagai kromofor. Suatu molekul
dapat mempunyai beberapa kromofor.
Untuk berbagai bahan farmasi, pengukuran spektrum dalam daerah UV dan visible dapat dilakukan
dengan ketelitian dan kepekaan yang lebih baik daripada dalam daerah IR-dekat dan IR.
Panjang gelombang daerah spektrum UV adalah 190-380nm, sedaangkan spektrum visible adalah 380-
780nm. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum UV/VIS terdiri dari suatu
sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200-800nm dan
suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan.
Spektrum UV/VIS dari suatu zat umumnya tidak mempunyai derajat spesifikasi yang tinggi. Walaupun
demikian, spektrum tersebut sesuai untuk pemeriksaan kuantitatif dan untuk berbagai zat spektrum
tersebut bermanfaat sebagai tambahan pada identifikasi.

Alasan Pemilihan Metode


Adanya kromofor pada suatu struktur kimia zat yang akan dianalisis, seperti :
 Ikatan rangkap terkonjugasi
Dua ikatan rangkap terkonjugasi memberikan suatu kromofor, seperti dalam butadien akan mengabsorbsi
pada 217nm. Panjang gelombang serapan maksimum (λmax) dan koefisien ekstingsi molar (ε) akan
bertambah dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap terkonjugasi.
 Senyawa aromatik
Cincin aromatik mengabsorbsi dalam daerah radiasi UV. Misal : benzen menunjukkan serapan pada
panjang gelombang sekitar 255nm, begitu juga asam asetil salisilat.
 Gugus karbonil
Pada gugus karbonil aldehida dan keton dapat dieksitasi baik dengan peralihan n→ π* atau π → π*.
 Auksokrom
Gugus auksokrom mempunyai pasangan elektron bebas, yang disebabakan oleh terjadinya mesomeri
kromofor. Yang termasuk dalam gugus auksokrom ini adalah substituen seperti –OH, -NH 2, -NHR, dan –
NR2. Gugus ini akan memperlebar sistem kromofor dan menggeser absorbsi maksimum (λmax) ke arah λ
yang lebih panjang.

Prinsip Kerja
Radiasi polikromatis dipancarkan dari sumber radiasi melewati monokromator sehingga diperoleh radiasi
monokromatis. Radiasi monokromatis diteruskan ke kuvet yang berisi larutan/pelarut yang akan
dianalisis. Radiasi tersebut akan dipantulkan, diabsorbsi dan ditransmisikan.
Jika Io adalah intensitas radiasi yang dipancarkan; dan I adalah intensitas radiasi setelah melewati larutan;
maka Io-I adalah intensitas radiasi yang diabsorbsi oleh larutan. Nilai Absorban (A) adalah sebagai
berikut :
A = log Io/I
Menurut hukum Lambert-Beer : A = a b C
Dimana: A = absorban
a = absorptivitas
b = lebar medium (cm)
C = konsentrasi senyawa yang menyerap radiasi

C A
Molar ε = absorptivitas molar (L mol-1cm-1)
g/L a = absorptivitas (L g-1cm-1)
% (b/v, g/100mL) A1%1cm = absorptivitas jenis

Interpretasi (sesuai dengan penggunaannya)


 Identifikasi
Panjang gelombang serapan maksimum (λmax);
Nilai a;
Nilai A pada C dan λ tertentu
Rasio A pada berbagai λ
→ hasil dibandingkan dengan pustaka atau larutan pembanding
 Kemurnian
Nilai A maksimum dan λmax
Rasio A pada dua λmax yang berbeda
→ hasil dibandingkan dengan persyaratan kompendia
 Penetapan kadar
Bisa untuk senyawa tunggal maupun multikomponen.

Pengukuran Serapan/Penetapan Kadar

20
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Dalam melakukan pengukuran serapan suatu larutan pada λ tertentu sebaiknya digunakan pelarut yang
sesuai, dapat melarutkan zat yang akan dianalisis, dapat diperoleh dalam bentuk murni, dan hanya sedikit
atau tidak memberikan serapan pada daerah pengukuran. Pelarut yang biasa digunakan adalah air, etanol
96%, etanol mutlak, metanol, asetonitril, sikloheksan, dan heksan. Letak A max tergantung pada pelarut dan
akan bergeser ke arah λ yang lebih panjang dengan bertambahnya polaritas pelarut. (Roth, 373)
Penetapan kadar (dapat untuk senyawa tunggal maupun multi komponen)
1. Metode Kurva Kalibrasi
Buat kurva kalibrasi konsentrasi (C) terhadap absorban (A). Jika absorptivitas (a) suatu senyawa pada
λmax telah diketahui dari perhitungan atau literatur, maka kadar larutan senyawa yang sama dapat
dihitung. Larutan senyawa dengan kadar tidak diketahui dibuat dalam pelarut yang sama dengan
larutan senyawa yang diketahui kadarnya. Kadar larutan pembanding harus dibuat sesuai dengan
kadar dimana hukum Lambert-Beer masih dipenuhi. Maka kadar larutan uji dapat dihitung : C u =
Au/(b.a)
2. Metode ‘one point’
Untuk penentuan kadar secara rutin pada λ max, suhu pelarut, dan instrumen yang sama. Larutan uji
dibandingkan terhadap larutan baku yang telah diketahui kadar dan kemurniannya : C u = (Au/Ab).Cb

Pustaka
Farmakope Indonesia, edisi IV, hal. 1061
Analisis Farmasi, Roth, J. Hermann, hal. 353, 367
Organic Spectrocopy, Kemp, W.

D. SPEKTROFOTOMETRI IR

Prinsip
Radiasi inframerah menyebabkan terjadinya vibrasi dan/atau rotasi dalam molekul yang dikenai sinar
merah (deteksi gugus fungsi, yang bevibrasi pada frekuensi spesifik, misal: C=O, NH 2, OH dan lain-
lain.). Daerah radiasi elektromagnetik inframerah yang lazim digunakan dalam analisis berfrekuensi
(bilangan gelombang) 4000-667cm-1 atau panjang gelombang 2,5-15 μm.

Pemeriksaan Senyawa Padat dan Cairan


Untuk pengukuran spektrum inframerah dibutuhkan senyawa sekitar 1 sampai 20mg. Senyawa untuk
pengukuran disiapkan sebagai berikut :
 Cairan sebagai film
Beberapa tetes cairan diletakkan di atas lempeng natrium klorida yang diasah dan ditutup dengan
lempeng natrium klorida kedua. Dengan menekan akan didapat suatu film tipis diantara kedua
lempeng yang kemudian diletakkan dalam cahaya ukur.
 Senyawa cair atau senyawa padat sebagai larutan
Dibuat larutan senyawa 2 sampai 20% dan diukur dalam kuvet berdinding terbuat dari natrium
klorida untuk cairan. Karena koefisien ekstingsi yang rendah dalam daerah inframerah (ε~10) maka
larutan harus dibuat jauh lebih pekat dari yang digunakan untuk pengukuran dalam daerah UV.
 Senyawa padat sebagi kempaan
Pada prosedur yang sering digunakan ini, senyawa padat sejumlah 1-2mg dengan hati-hati dicampur
dengan sejumlah 300-400mg KBr dan dicetak kempa dalam pencetak khusus dengan tekanan sekitar
104 kp. KBr akan tersinterisasi pada kondisi ini dan akan memberikan tablet jernih yang tembus
cahaya. KBr seperti juga NaCl dalam keseluruhan daerah ukur melewatkan cahaya secara sempurna.
 Senyawa padat sebagai suspensi
Kira-kira 2mg senyawa digerus halus di dalam cairan tertentu seperti parafin cair. Akan didapat suatu
suspensi yang dapat diukur diantara dua lempeng NACl. Parafin cair ini sangat sesuai, karena tidak
mudah menguap dan sebagai hidrat arang alifatik hanya menunjukkan spektrum absorbsi lemah
dalam daerah inframerah.

Penggunaan Spektrofotometri IR
Spektrum inframerah dapat dimanfaatkan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.
 Analisis struktur
Identifikasi frekuensi absorbsi senyawa yang tidak diketahui dengan tabel, dengan pembuatan katalog
spektrum untuk mengidentifikasi gugus fungsi atau substituen dengan frekuensi getaran. Identifikasi
komponen juga dapat dilakukan dengan cara membandingkan spektrum IR standar dan spektrum IR
komponen yang belum diketahui. Misal : untuk steroid seperti etiniloestradiol, hidrokortison,
hidrokortison asetat, dan prednisolon.
 Penentuan kadar
Metode ini digunakan untuk sejumlah besar senyawa obat. Keuntungan utama adalah spesifitas yang
tinggi, karena absorbsi hanya diukur pada satu pita spektrum. Cemaran yang mengabsorbsi di luar
aerah ukur yang sempit, tidak akan mengganggu penentuan kadar. Sebaliknya spektroskopi

21
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
inframerah karena menunjukkan pola pita yang kompleks dan bertumpuk sebagian kurang sesuai
untuk pemeriksaan kemurnian.

Pustaka
Organic Spectrocopy, Kemp, W.
Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia, Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, 1997
Analisis Farmasi, Roth

POLARIMETRI
(Re-New by : Ruri, Iman, Phia)

Teori dasar/Prinsip
Beberapa senyawa mempunyai kemampuan untuk memutar bidang polarisasi sinar terpolarisasi yang
melewatinya. Sifat/kemampuan tersebut disebabkan oleh susunan ruang molekul yang memiliki pusat
tidak simetris (asimetris), tidak mempunyai bidang simetris atau titik simetris. Senyawa ini dikenal
sebagai senyawa optik aktif. Optik aktif dapat dianggap sebagai interaksi radiasi bidang polarisasi
dengan elektron pada molekul yang menghasilkan polarisasi elektronik. (Physical Pharmacy, Martin,
Ed. 4, hal. 96)
Cairan aktif optik atau larutan senyawa aktif optik yang disinari langsung dengan cahaya linier
terpolarisasi, akan memutar arah getaran cahaya sebesar sudut α. Rotasi optik ini tergantung pada λ
radiasi (cahaya) yang digunakan dan umumnya akan bertambah dengan semakin pendeknya λ. Sifat ini
disebut dispersi rotasi. Rotasi optik diukur dengan cahaya monokromatis garis D natrium dari 589,3 nm
(cahaya kuning). Pada alat dengan lampu merkuri pengukuran dilakukan pada daerah cahaya tampak
(577/579, 546 dan 436 nm) dan daerah UV pada 365 nm. (Analisis Farmasi, Roth. J.H., hal. 341)
Senyawa yang dapat memutar arah getaran cahaya ke arah kanan (searah dengan jarum jam) disebut
senyawa dekstro (+), sedangkan yang memutar ke kiri disebut levo (-). Biasanya tanda tersebut
dibubuhkan pada awal namanya. (Physical Pharmacy, Martin, Ed. 4, hal. 96)
Rotasi optik: besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar terpolarisasi dilewatkan
melalui cairan. Kecuali dinyatakan lain, pengukuran dilakukan menggunakan sinar natrium pada lapisan
cairan setebal 1dm pada suhu 20o. (FI Ed.III, hal. 771)
Rotasi jenis: besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar terpolarisasi dilewatkan
melalui cairan setebal 1 dm yang mengandung 1 g zat per ml. (FI Ed.III, hal. 771)
Senyawa bersifat optis aktif dapat menyebabkan cahaya yang datang terpolarisasi pada satu bidang,
muncul kembali dengan intensitas yang berbeda-beda dalam bidang-bidang yang berkesinambungan,
sedemikian hingga bidang dengan intensitas maksimum membentuk sudut dengan bidang cahaya datang,
yang dapatr diukur. Apabila efek ini cukup besar untuk dapat diukur dengan teliti, dapat digunakan
sebagai dasar penetapan kadar atau uji identifikasi. (FI Ed. IV, hal. 1040)

Prosedur Penetapan
Zat berupa cairan, atur suhu hingga 25o dan pindahkan ke dalam tabung polarimeter. Lakukan sebagai
berikut: mulai dengan “Lakukan paling sedikit 5 kali pembacaan......”, lakukan penetapan blangko dengan
tabung kosong yang kering.
Zat berbentuk padat,
1) timbang seksama sejumlah tertentu;
2) masukkan ke dalam labu tentukur dengan menggunakan air atau pelarut lain yang ditentukan, sisakan
pelarut untuk penetapan balngko;
3) tambahkan secukupnya pelarut hingga meniskus pelarut sedikit dibawah tanda batas;
4) atur suhu labu hingga 25o dengan mencelupkan labu tersebut dalam tangas dengan suhu tetap;
5) tambahkan pelarut hingga tanda batas dan campur;
6) pindahkan larutan ke dalam tabung polarimeter (tidak lebih dari 30 menit sejak zat dilarutkan,
upayakan agar waktu yang terpakai tiap kali sama bagi zat yang diketahui mengalami rasemisasi atau
mutarotasi). Selama proses penetapan, pertahankan suhu larutan pada 25o.
7) lakukan pembacaan paling sedikit 5 kali pembacaan rotasi pada 25 o;
8) lakukan pembacaan yang sama banyaknya dengan menggunakan sisa pelarut sebagai pengganti
larutan.
Sebagai koreksi terhadap titik nol diambil harga rata-rata pembacaan blangko, yang dikurangkan dari
harga rata-rata rotasi yang teramati. Dalam perhitungan ini perlu dipakai tanda rotasi yang diamati
(positif atau negatif) untuk memperoleh harga rotasi yang terkoreksi.

22
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Bila digunakan polarimeter fotoelektrik otomatik dengan derajat ketelitian dan ketepatan yang diperlukan,
maka tidak perlu dilakukan pembacaan ulang 5 kali atau lebih.

Perhitungan
Rotasi jenis dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
Untuk zat cair: [α]t = a .
l.d

Untuk larutan: [α]t = 100a = 100a


l.p.d l.c
Dimana:
a : pengamatan rotasi yang terkoreksi dalam derajat (o), pada suhu t dan panjang
gelombang x
l : panjang tabung polarimeter dalam dm
d : bobot jenis zat cair atau larutan pada suhu pengamatan
p : kadar larutan dinyatakan sebagai jumlah g zat dalam 100 g larutan
c : kadar larutan dinyatakan sebagai jumlah g zat dalam 100 ml larutan.
(FI Ed. IV, hal. 1041)

Harus diperhatikan
1. pengaruh suhu
[α]t1 = [α]t2 + n (t1-t2)
dimana t adalah suhu larutan dengan t2>t1; dan n adalah tetapan yang diperoleh secara percobaan.

2. pengaruh konsentrasi
[α] = A + Bq ........linier
[α] = A + Bq + Cq2 ........parabola
[α] = A + Bq ........hiperbola
(C+q)
dimana:
A, B, C adalah konstanta;
q adalah fraksi bobot pelarut dalam larutan
[α] umumnya diganti (α/Ldp)
dimana:
p adalah fraksi bobot solut
d adalah bobot jenis larutan
L adalah panjang tabung polarimeter (dm)
3. pengaruh panjang gelombang
[α] = k .
(λ0)2 – (λ1)2
dimana:
k adalah konstanta DRUDE yang diperoleh dari percobaan
λ0 adalah panjang gelombang yang digunakan dalam mikron
λ1 adalah konstanta juga

Prinsip pengukuran
Alat pengukur yang digunakan tidak memungkinkan mata manusia dapat menentukan secara tepat titik
akhir dimana tingkat kegelapan terjadi maksimum, maka dilengkapi dengan alat setengah bayangan.

A B C

Kita mulai memutar sampai mendapatkan keadaan A. Kemudian jika diputar ke ara yang
berlawanan/searah akan mendapatkan keadaan C/A, dan pada derajat yang kira-kira sama di tengah-
tengah antara dua keadaan tersebut akan diperoleh keadaan B. Kondisi B inilah yang sangat reporodusibel
dan dinyatakan sebagai kondisi akhir.

23
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

POTENSIOMETRI
(Re-New by : Ruri)

Potensiometer adalah instrumen elektrokimia yang dapat mengukur beda potensial antara
elektrode indikator dan elektoda pembanding. Kedua elektrode yang masing-masingnya merupakan
setengah sel dan suatu jembatan garam yang disusun menjadi sel elektrokimia dicelupkan ke dalam
larutan yang akan dianalisis.
Sifat elektrode pembanding yang terpenting adalah memiliki potensial tetap yang tidak
dipengaruhi oleh perubahan komposisi larutan yang akan dianalisis. Sebaliknya potensial elektrode
indikator merupakan fungsi konsentrasi salah satu ion dalam larutan.
Jika output elektrode pembanding tetap selama titrasi, perubahan GGL sel akan menunjukkan
perubahan konsentrasi yang terjadi selama titrasi dilakukan yaitu selama pereaksi dengan konsentrasi
yang diketahui ditambahkan ke larutan yang dianalisis.

Elektrode
Elektrode indikator maupun elektrode pembanding yang digunakan dalam berbagai titrasi berbeda-beda.
Pada titrasi asam basa sebagai elektrode pembanding dapat digunakan elektrode kalomel atau elektrode
perak-perak klorida, dan sebagai elektrode indikator biasanya digunakan elektroda kaca. Untuk titrasi
oksidasi reduksi elektrode pembanding yang digunakan sama dengan elektrode yang digunakan untuk
titrasi asam basa, sedangkan untuk elektrode indikator digunakan elektrode platina yamg memiliki sifat
inert.
Potensial elektrode
Potensial elektrode merupakan fungsi aktivitas (konsentrasi efektif) ion yang dapat ditetapkan dengan
persamaan Nernst
Titrasi potensiometri
Titrasi potensiometri dapat digunakan untuk reaksi pengendapan, reaksi asam-basa, kompleksometri, dan
reaksi oksidasi reduksi dalam media air atau media bebas air. Dalam hal ini perubahan potensial sel atau
perubahan pH pada setiap penambahan pereaksi diamati untuk mendapatkan lokasi titik ekivalen yang
tepat pada kurva titrasi potensiometri (Day, 1991).
Pada titrasi potensiometri yang perlu diperhatikan adalah bahwa titrasi dilakukan perlahan-lahan
untuk memberi waktu mencapai keseimbangan sebelum ditambahkan pereaksi berikutnya. Perubahan
potensial atau pH yang besar menunjukkan tercapainya titik akhir. Titik akhir ditetapkan dengan cara
penentuan titik akhir menggunakan grafik. Dalam hal ini dibuat kurva dengan potensial sel atau pH
sebagai ordinat volume pereaksi sebagai absis. Titik tengah bagian curam kurva merupakan titik ekivalen
titrasi. Pada titik ini ditentukan emf atau pH dan volume pereaksi yang digunakan. Cara yang kedua
dengan membuat kurva dari perubahan potensial atau pH per setiap volume pereaksi yang ditambahkan
(ΔE/ΔV) atau (ΔpH/ΔV) sebagai ordinat versus volume pereaksi sebagai absis. Titik maksimum kurva
adalah titik ekivalen. Penetapan titik ekivalen yang lebih akurat diperoleh dari kurva derivatif kedua
(Δ2E/ΔV2 atau Δ2pH/ΔV2), yang didapat dari derivat kedua sebagai ordinat versus volume pereaksi
sebagai absis.

mV
Volume titran (ml)
Gambar : Kurva potensial (mV) terhadap volume titran

ΔE/ΔV

24
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

Volume titran (ml)


Gambar : Kurva turunan pertama terhadap volume

Δ2E/ΔV2

Volume titran (ml)


Gambar : Kurva turunan kedua terhadap volume

Pustaka : TA Ruri Ernanda


Prinsip :
Pada potensiometri, dilakukan pengukuran potensial listrik antara elektroda pengukur dan elektroda
pembanding yang dicelupkan dalam larutan. Antara elektroda pengukur dan elektroda pembanding
terdapat jembatan arus/garam dengan larutan elektrolit seperti kalium klorida atau kalium nitrat yang
didalamnya terdapat transport ion arus. Persamaan Nernst menyatakan hubungan antara potensial
elektroda dan perbandingan aktivita bentuk teroksidasi dan bentuk tereduksi ion-ion yang hendak
ditentukan:

E = Eo + log

E = potensial (V), didapat dari elektroda hidrogen normal


Eo = potensial normal
z = jumlah elektron yang terlibat dalam proses redoks
aox = aktivita bentuk teroksidasi
ared = aktivita bentuk tereduksi
(Roth, H.J. dan Blaschke, G., Analisis Farmasi, terjemahan Kisman, S. & Ibrahim, S., 1998, Penerbit
UGM, Yogyakarta, 293-294).

 Elektroda indikator adalah elektroda yang potensialnya bergantung pada konsentrasi ion yang akan
ditetapkan dan dipilih berdasarkan jenis senyawa yang hendak ditentukan. (Roth, H.J., 294)
 Elektroda pembanding adalah elektroda yang potensialnya diketahui dan selama pengukuran
potensial ini tetap konstan. (Roth, H.J., 294)
 Elektroda pembanding yang paling banyak digunakan adalah elektroda kalomel karena konstannya
potensial yang dihasilkan. (Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Organik, 669).
 Titik akhir titrasi dideteksi dengan menetapkan volume dimana terjadi perubahan potensial yang
relatif besar ketika ditambahkan peniter. (Underwood, 330).

Penggunaan :
Potensiometri digunakan untuk penentuan titik akhir titrasi pada titrasi asam/basa, titrasi redoks,
pengendapan dan pembentukan kompleks. (Roth, H.J., 293)
Pada contoh penggunaan berikut ini, indikasi potensiometrik bukan oleh potensial elektrode itu sendiri,
melainkan perubahan tiba-tiba potensial yang digunakan untuk petunjuk titik akhir. (Roth, H.J., 300).

1. Titrasi Asam Basa (Reaksi penetralan)


 Ketetapan untuk dapat menemukan titik akhir secara potensiometri, bergantung pada konsentrasi
dan kekuatan asam serta basa. Hasil akan memuaskan, kecuali pada asam atau basa sangat lemah
(k<10-8) dan larutan encer. (Vogel,704).
 Petunjuk titik akhir juga mungkin dilakukan dalam larutan berwarna, larutan keruh atau larutan
oksidator kuat. (Roth, H.J., 301).
 Metode ini dapat digunakan untuk mentitrasi campuran asam yang kekuatannya berbeda jauh.
Agar metode ini berhasil baik, kedua asam atau basa hendaknya kekuatannya berbanding
sekurangnya 10-5:1. (Vogel,704).
 Metode ini dapat digunakan untuk titrasi asam atau basa bervalensi banyak, tetapi hanya dapat
dilakukan untuk masing-masing senyawa jika harga pka atau pkb berbeda minimal 2 satuan.
(Roth, H.J., 301).

25
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
 Elektroda indikator : elektroda gelas. (Vogel,704).
 Elektroda pembanding : elektroda kalomel. (Vogel,704).
 Potensial pada titik ekuivalen dihitung berdasarkan persamaan:
E = k-0,0592 pH (25º C)
Keterangan : k = potensial asimetri, tergantung pada sistem elektroda yang
digunakan. (Beckett II, 163).

2. Titrasi Redoks
 Secara potensiometri adalah salah satu analisis ukur elektrometri yang paling banyak digunakan.
 Elektroda indikator : kawat atau pita tipis platinum (dicelupkan ke dalam larutan yang hendak
dianalisis yang diaduk). (Vogel, 705; Roth, H.J., 300). Platina sebagai bahan elektroda hanya
bertindak sebagai transport elektron/elektroda indiferen. (Roth, H.J., 295).
 Elektroda pembanding : elektroda kalomel (Vogel, 705; Roth, H.J., 300).
 Potensial elektroda indikator diberikan sesuai persamaan Nerst.

3. Titrasi Pengendapan (Roth, H.J., 304)


 Elektroda indikator : elektroda perak
 Elektroda pembanding : elektroda kalomel
 Contoh : titrasi pengendapan penentuan klorida dalam injeksi besi-dekstran.
 Potensial elektroda dihitung berdasarkan persamaan:

 E = Eo + x log [Mn+] (25º C)


 Keterangan : M adalah konsentrasi ionik yang terjadi selama titrasi dalam kesetimbangan dengan
endapan yang tidak larut. (Beckett II, 164).

4. Titrasi Bebas air (Roth, H.J., 303)


 Elektroda indikator : elektroda gelas
 Elektroda pembanding : elektroda kalomel
 Contoh : titrasi garam alkaloid seperti atropin sulfat, metil atropin nitrat dan kinin HCl dengan
asam perklorat.

Metode potensiometri dapat diterapkan pada reaksi titrasi apapun, asalkan tersedia elektroda indikator
yang dapat dipakai untuk memantau aktivitas sekurang-kurangnya satu zat elektroaktif yang terlibat
dalam reaksi titrasi. (Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fiikokimia, 50).

COULOMETRI (I)
(Re-New by : Phia)

Prinsip :
Metode analisis yang didasarkan pada pengukuran jumlah muatan listrik (Coulomb, C), yang dibutuhkan
untuk melangsungkan reaksi kimia.
Dalam kimia analisis, istilah itu menyiratkan pengukuran coulomb pada kondisi sedemikian rupa
sehingga kuantitas terukur itu dikaitkan dengan suatu reaksi elektrokimia tertentu. Hal ini memungkinkan
perhitungan analitis yang langsung dan sederhana, berdasarkan Hukum Faraday. (Day, Jr., Underwood,
hal. 354)
Coulometri merupakan penerapan hukum Faraday pada proses elektrolisis. Dimana, apabila arus dialirkan
dengan egisiensi arus 100%, pengaliran muatan listrik sebesar satu Faraday akan membentuk satu berat
ekuivalen zat peniter:
1 Faraday ~ 1 berat ekuivalen
Q/F ~ (W.n)/M
W = Q.M
F.n
Dimana :
Q = banyaknya muatan (Coulomb, C)
F = bilangan Faraday = 96,487 C
W = bobot zat (g)
n = bilangan ekuivalen ion yang bereaksi
M = bobot molekul

26
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

Metode Coulometri dapat dilakukan dengan dua cara: (Skoog, 622-623)


1. Coulometri Arus Tetap
Arus listrik yang mengalir dibuat tetap, maka jumlah muatan listrik (Q) dapat dihitung dengan
mengalikan arus (i) dengan waktu (t) :
Q= i.t
Cara ini pada dasarnya serupa dengan titrasi volumetri, tetapi pembukaan dan penutupan buret
digantikan dengan pengaliran dan pemutusan arus listrik, dimana elektron digunakan (berperan)
sebagai baku primer.
Perbedaan mendasar adalah pada cara penambahan peniter (yang dilakukan in situ) melalui
elektrolisis larutan prazat, pada elektrode generator. Besar arus yang mengalir selama titrasi
dibuat tetap, sehingga setelah titik akhir tercapai, masih terjadi pembangkitan peniter dalam
larutan. Oleh karena itu, perlu digunakan indikator untuk menunjukkan titik akhir telah tercapai.
Syaratnya indikator yang digunakan tidak elektroaktif (dapat dioksidasi atau direduksi pada
potensial elektrode yang digunakan). Dapat juga digunakan alat seperti potensiometri,
amperometri atau spektrofotometri untuk mendeteksi titik akhir titrasi.
Teknik ini digunakan lebih meluas daripada coulometri potensial tetap. (Day, Jr., Underwood,
hal. 355)
2. Coulometri Potensial Tetap
Potensial antara dua elektrode dibuat tetap. Pada cara ini arus akan berkurang secara eksponensial
dan mencapai nol pada saat anallit habis dielektrolisis. Jumlah muatan dihitung dengan
mengintegrasikan hasil kali arus dengan waktu:
Q = 0∫t i . dt
Integral ini menyatakan luas di bawah kurva Arus-Waktu.

Penggolongan Titrasi Coulometri


a. Titrasi Coulometri Primer
Pada titrasi ini, analit harus dapat bereaksi langsung pada elektrode generator. Jadi, tidak boleh
ada zat elektroaktif lain yang dapat teroksidasi pada potensial yang lebih rendah dari pada potensial
oksidasi unsur elektrode generator, atau ada zat lain yang dapat bereaksi dengan peniter yang
dibangkitkan.
Penggunaan: titrasi yang melibatkan bahan elektrode sendiri sebagai penghasil peniter, misalnya:
Penentuan gugus merkaptan, sulfhidril dan ion halida secara argentometri, menggunakan peniter
perak(I) yang dihasilkan dari oksidasi logam perak murni.

b. Titrasi Coulometri Sekunder


Pada titrasi ini, peniter dihasilkan kuantitatif melalui oksidasi atau reduksi larutan prazat pada
elektrode generator inert (emas atau platina). Peniter bereaksi seketika dengan analit.
Cara pembentukan peniter ada dua:
- Internal :
Larutan prazat peniter berada bersama-sama dengan analit, misal: titrasi ion besi(II) dengan
peniter seri(IV) yang dihasilkan dari oksidasi larutan prazat seri(III) pada elektrode generator
platina.

- Eksternal :
Peniter dihasilkan dari elektrolisis larutan prazat dalam sel elektrolisis yang terpisah, selanjutnya
larutan peniter dialirkan secara kontinu ke dalam larutan analit, menyerupai titrasi volumetri
biasa. Perbedaannya : pada satuan penambahan peniternya yang dinyatakan dalam waktu atau
Coulomb.
Cara ini dilakukan apabila reaksi lambat, atau titrasi yang melibatkan dua atau lebih analit,
dimana salah satunya mempunyai potensial oksidasi yang dekat dengan larutan prazat, sehingga
dapat bereaksi pada elektrode.

Penggunaan Titrasi Coulometri (Skoog 633-635)


Titrasi Coulometri dapat diterapkan untuk penentuan senyawa organik dan anorganik, yang meliputi
titrasi netralisasi, redoks, pengendapan dan pembentukan kompleks.

1. Reaksi Netralisasi
Titrasi ini melibatkan pembangkitan ion hidroksil untuk penentuan zat yang bersifat asam, atau
pembangkit proton untuk penentuan zat yang bersifat basa.
Ion hidroksil dihasilkan melalui elektrolisis air pada katode platina:
2 H2O + 2 e- H2 + 2 OH-

27
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Sebagai anode dapat digunakan logam perak, asalkan dalam larutan ditambahkan ion bromida, yang
berfungsi mengikat perak(I) yang dilepaskan, sehingga tidak mengganggu.
Titrasi sebaiknya dilakukan terlin dung dari cahaya, karena perak bromida dapat terurai
membebaskan brom yang dapat mengganggu.
Apabila menggunakan anode platina, harus diisolasi dalam kompartemen terpisah karena pada anode
akan terbentuk proton yang dapat mengganggu.
Basa dapat dititrasi secara langsung dengan peniter proton, apabila anode platina digunakan sebagai
elektrode generator dan katode platina diisolasi dalam kompartemen terpisah.
Cara lain penambahan peniter ion hidroksil atau proton adalah dengan pembangkitan peniter secara
eksternal, misal :
Larutan prazat natrium sulfat dialirkan melewati sepasang elektrode platina. Pada ruang anode
akan terbentuk proton dan pada katode terbentuk ion hidroksil. Selanjutnya, melalui konstruksi
sel berbentuk T, hasil elektrolisis pada anode dan katode akan terpisah dan dialirkan ke dalam
larutan analit yang ditentukan.
Untuk penggunaan titrasi asam, yang digunakan adalah bagian katode dan untuk titrasi basa
digunakan bagian anode.
Proton dapat pula dihasilkan untuk titrasi dalam pelarut bukan air, misalnya pada penentuan amin
dalam pelarut asetonitril. Proton ditambahkan secara eksternal dari sejumlah kecil air (+ 0,3%) yang
terdapat dalam bentuk air hidrat litium perklorat (LiClO 4.3H2O).
Cara lain, dengan menggunakan membran paladium atau paladium perak (yang permeabel terhadap
gas hidrogen) dikonstruksi sebagai penghasil proton dengan mengoksidasi gas hidrogen murni yang
dialirkan melewati membran. Keuntungan dari cara ini, elektrode tidak dipengaruhi oleh pelarut yang
dipakai dan dapat digunakan untuk pelarut air, pelarut campur dan pelarut bukan air.

2. Reaksi Pembentukan Kompleks


Pada penentuan logam atau ion logam menggunakan EDTA sebagai bahan pembetuk kompleks.
Peniter EDTA dihasilkan dari reduksi kompleks raksa-EDTA pada katode raksa. Larutan prazat
menggunakan larutan kompleks raksa-EDTA 0,02M, yang didapar pada pH 8,5 menggunakan larutan
0,1 amonium nitrat. Adanya oksigen dapat menurunkan efisiensi arus, maka harus dihilangkan
dengan nitrogen.
Apabila pembentukan kompleks logam dengan EDTA terlalu lambat, maka larutan baku EDTA dapat
ditambahkan berlebih, dan kelebihannya dititrasi dengan peniter kadmium yang dibangkitkan pada
katode amalgam-kadmium.

3. Reaksi Pengendapan
Penggunaan pada titrasi pengendapan lebih terbatas, karena seringkali reaksi pengendapan terlalu
lambat, terutama pada larutan encer. Penggunaan utama : pada titrasi pengendapan ion perak(I) oleh
anion seperti halida, thiosianat, sulfhidril dan merkaptan.
Anion halida dititasi dengan peniter ion perak(I) yang dihasilkan dari oksidasi anode perak. Logam
perak harus memiliki kemurnian tinggi, pengotor akan menurunkan efisiensi arus.
Titik akhir dapat ditentukan secara visual, potensiometri atau amperometri, memungkinkan penentuan
simultan campuran halida dalam sampel.
Anion halida dapat juga ditentukan menggunakan peniter raksa(I) yang dihasilkan pada anode raksa.

4. Reaksi Redoks
Penggunaan dalam titrasi redoks sangat luas, melibatkan pembentukan peniter reduktor pada katode
untuk penentuan oksidator, atau pembentukan peniter oksidator pada anode untuk penentuan
reduktor.
Contoh peniter oksidator : ion halida, seri(IV), mangan(V), besi(II), dan sebagainya.
Contoh peniter reduktor : tembaga(I), krom(II), besi(III), dan sebagainya.
Elektrode yang digunakan adalah bahan inert seperti platina atau emas. Elektrode hanya berfungsi
sebagai penghantar elektron, tidak terlibat dalam reaksi.
Titik akhir dapat ditentukan secara visual, potensiometri, amperometri dan biamperomatri.

Penentuan Titik Akhir Secara Potensiometri


Yang diukur adalah perubahan potensial yang terjadi selama titrasi berlangsung, yang proporsional
dengan harga log dari perubahan kadar zat yang dititrasi. Zat yang ditentukan kadarnya mengalami
destruksi oleh penambahan peniter dan metode potensiometri digunakan untuk menentukan titik akhirnya.
Keuntungan :
1. sensitivitas tinggi
2. dapat digunakan untuk larutan keruh, berfluoresensi, atau berwarna
3. dapat digunakan untuk penentuan campuran zat secara simultan.

Hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan pada titrasi coulometri


1. variasi arus listrik selama proses elektrolisis
28
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
2. kesalahan pada pengukuran arus
3. kesalahan pada pengukuran waktu
4. proses (reaksi elelktrode) tidak memenuhi syarat efisiensi arus 100%
5. kesalahan titrasi yang disebabkan perbedaan antara titik ekuivalen dengan titik akhir.

COULOMETRI II
(Re-New by : Phia)

Prinsip :
Titrasi coulometri merupakan suatu cara penetapan kadar secara elektrometri, berdasarkan pengukuran
muatan listrik yang diperlukan untuk melangsungkan reaksi kimia. Pereaksi dihasilkan secara elektrolitik
(pereaksi antara) dan direaksikan dengan senyawa yang hendak dianalisis. Kondisi titrasi coulometri yaitu
suatu hasil arus kuantitatif elektrolisis dan reaksi stokiometrik antara pereaksi antara dengan senyawa
yang ditentukan. Pengerjaan kuantitatif dilakukan menurut hukum Faraday kedua. Dalam hal ini berlaku
hubungan antara jumlah senyawa dan jumlah elektrisitas:

m= =

m = Jumlah zat dalam gram (gram)


M = Massa molar peniter (gram/mol)
Q = Jumlah elektrisitas yang diukur dalam Coulomb = Amper . detik
z = Jumlah elektron yang diubah pada elektroda per bagian
i = Arus listrik (Ampere)
t = Lama pengaliran arus (detik)

Analisis coulometrik dapat dilakukan pada tegangan konstan atau pada kekuatan arus konstan.
Jika tegangan dibuat konstan, maka kekuatan arus akan menurun selama analisis. Umumnya elektrolisis
dilakukan pada kekuatan arus konstan dan dengan demikian jumlah elektrisitas Q dan massa m zat yang
diubah dapat dihitung dari lamanya aliran arus.
Elektroda yang dicelupkan ke dalam larutan analisis (elektroda kerja) dapat dipasang sebagai
katode atau sebagai anode dalam lingkaran arus. Umumnya sebagai tambahan potensial diukur terhadap
elekroda pembanding. Lazim juga penggunaan raksa sebagai materi katode (tegangan berlebih tinggi
hidrogen).
(Roth, H.J. dan Blaschke, G., Analisis Farmasi, terjemahan Kisman, S. & Ibrahim, S., 1998, Penerbit
UGM, Yogyakarta, 309-312).

Syarat yang harus dipenuhi pada titrasi Coulometri (Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Organik, 645):
1. Reaksi pembentukan peniter pada elektroda harus terjadi dengan efisiensi arus 100%
2. Reaksi peniter dengan analit harus terjadi seketika dan beraksi secara stokiometri.

Jenis titrasi Coulometri (Willard, Instrumental Methods of Analysis, 714):


1. Analisis Coulometri Primer
Analit yang ditetapkan, bereaksi langsung pada elektroda. Jadi, tidak boleh ada senyawa lain yang
dapat terelektrolisis pada elektroda tersebut sampai tercapai potensial yang tinggi.
2. Analisis Coulometri sekunder
Peniter dihasilkan secara kuantitatif melalui oksidasi atau reduksi larutan prazat pada elektroda
dan bereaksi seketika dengan analit yang ditetapkan.

Penentuan Titik Akhir Titrasi


Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi titik akhir (Roth, H.J. dan Blaschke, G., Analisis
Farmasi, terjemahan Kisman, S. & Ibrahim, S., 1998, Penerbit UGM, Yogyakarta, 310 dan Vogel, Kimia
Analisis Kuantitatif Organik, 645):
1. Menggunakan indikator kimia, tetapi zat-zat tidak boleh elektroaktif.
2. Menggunakan pengamatan potensiometrik.
3. Menggunakan prosedur amperometrik.

Penggunaan (dapat digunakan untuk alasan pemilihan metode ini)


Coulometri dapat digunakan untuk penentuan jumlah senyawa yang sangat kecil karena kekuatan
arus pada titrasi ini dapat dipertahankan tetap rendah dan juga lamanya waktu aliran arus dapat diukur
secara teliti. Contoh penggunaan : pada titrasi asam basa dan titrasi redoks.

29
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
(Roth, H.J. dan Blaschke, G., Analisis Farmasi, terjemahan Kisman, S. & Ibrahim, S., 1998, Penerbit
UGM, Yogyakarta, 310-311).

Keuntungan (dapat digunakan untuk alasan pemilihan metode ini):


1. Tidak diperlukan larutan standar dan sebagai gantinya, Coulomb menjadi standar primer.
2. Reagensia yang tidak stabil, seperti Br, Cl, Ag 2+, dapat dipergunakan karena dibentuk dan segera
dipakai habis.
3. Titran dalam jumlah yang sangat sedikit (skala mikro atau semimikro) dapat dibentuk.
4. Koreksi indikator titik akhir tidak diperlukan dan efek dari zat-zat pengotor dalam larutan
pembentuk dapat dikurangi karena pada titrasi pendahuluan larutan pembentuk sebelum
penambahan contoh, dapat diperoleh hasil yang lebih tepat.
5. Metode mudah diadaptasi untuk pengendalian secara jauh atau jarak jauh, terutama untuk titrasi
bahan-bahan radioaktif atau berbahaya.
(Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Organik, 645)

EKSTRAKSI
(Re-New by : Desy, Shalimah, Afiatusyafiah)

Salah satu cara pemisahan berdasarkan perbedaan sifat kelarutan adalah ekstraksi. Ada dua cara
ekstraksi, yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.
1. Ekstraksi padat-cair (Phytopharmaceutical Technology, 1989, halaman 100–101)
Ekstraksi padat-cair merupakan cara untuk memisahkan suatu senyawa dari sediaan padat
menggunakan suatu pelarut. Ekstraksi ini melibatkan dua fase yang berbeda, yaitu fase padat dan
fase cair.
2. Ekstraksi cair-cair (Beckett, halaman 286)
Prinsip ekstraksi cair-cair berdasarkan pada perpindahan suatu komponen dari suatu fase cair ke
fase cair lainnya yang tidak bercampur satu sama lain. Proses yang terjadi adalah distribusi atau
partisi komponen tersebut ke dalam dua fase cair yang digunakan. Distribusi suatu senyawa
dalam dua pelarut yang tidak bercampur pada suhu tertentu dinyatakan sebagai tetapan koefisien
distribusi/koefisien partisi (K), yang merupakan perbandingan antara konsentrasi senyawa yang
larut pada pelarut organik dengan konsentrasi senyawa yang larut pada pelarut air. K dinyatakan
sebagai berikut :

K=

Rumus tersebut dapat diterapkan untuk larutan encer, pelarut yang tidak dapat bercampur,
senyawa yang memiliki bobot molekul yang tidak berubah pada kedua pelarut dan pelarutan tidak
berefek pada ketercampuran pelarut.
Jumlah senyawa yang diekstraksi tergantung pada jumlah zat yang ada, koefisien partisi dan
volume kedua pelarut. Efisiensi proses dapat ditingkatkan denagn meningkatkan volume pelarut
dan meningkatkan frekuensi ekstraksi. Sebagai gambaran dapat dinyatakan bahwa lebih efektif
melakukan 3 kali ekstraksi senyawa larut pelarut organik dengan sejumlah pelarut organik sama
banyak dengan air daripada mengekstraksi sekaligus dengan menggunakan pelarut organik
sejumlah 3 kali air.

Hal ini sesuai dengan persamaan (Panduan Praktikum Kimia Fisika Farmasi, 1996, halaman 56) :

Xn = Xo

Dengan V : volume larutan awal


Xo : banyaknya senyawa awal yang terdapat dalam larutan sebelum titrasi
Xn : banyaknya senyawa yang tertinggal dalam larutan setelah n kali titrasi
v : volume pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi
n : jumlah ekstraksi yang dilakukan

Sebagai catatan :
Ekstraksi senyawa berdasarkan keasamannya dapat dikira-kira dari teori berikut : Beckett, halaman 286).
Untuk senyawa bersifat basa lemah seperti alkaloid :

30
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
 Kebanyakan senyawa bersifat basa lemah, seperti alkaloid, tidak larut dalam air, tetapi mudah
larut dalam pelarut organik seperti seperti eter dan kloroform. Kecuali alkaloid fenolat, seperti
morfin, yang tidak larut dalam pelarut air dan organik, sehingga dapat diekstraksi dari air dengan
mencampurkan pelarut organic seperti kloroform-etanol.
 Garam dari suatu senyawa basa, seperti hidroklorida, sulfat, dll, larut dalam air, tetapi tidak larut
dalam pelarut organik.

Untuk senyawa bersifat asam lemah :


 Prinsip umum ekstraksi senyawa asam lemah sama dengan senyawa bersifat basa lemah.
Penambahan asam mineral pada larutan air suatu garam dapat membebaskan asam bebas yang
kemudian dapat terekstraksi oleh pelarut organik.

Prosedur ekstraksi atau pemisahan senyawa dari sediaan biasanya sudah dicantumkan pada monografi
untuk masing-masing tahap, baik identifikasi maupun penetapan kadar.

UJI CEMARAN
(Re-New by : Rika, Tazkiah, Amelia)

1. Uji Batas Arsen


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <321>, hlm.926
Prinsip : Senyawa arsen diubah menjadi arsin yang akan berubah warna menjadi merah dengan
larutan perak dietilditiokarbamat. Intensitas warna merah dibandingkan dengan warna larutan
baku yang diperlakukan sama. Kandungan arsen tidak melebihi batas yang tertera dalam masing-
masing monografi.
 Pustaka alternatif :
Prinsip : Uji batas arsen merupakan modifikasi cara Gutzeit, dimana seluruh arsenat direduksi
menjadi arsin (AsH3) dengan seng dan asam klorida. Gas arsin yang terbentuk ditentukan dengan
kertas raksa (II) klorida dan memberikan warna kuning dan dibandingkan dengan noda
pembanding yang mengandung sejumlah arsen.
AsH2
2AsH3 + HgCl2  Hg + 2HCl

AsH2

Noda kuning yang terbentuk dibandingkan dengan noda baku. Garis tengah noda dipertahankan
pada 6,5 mm sehingga warna noda yang dihasilkan sebanding dengan jumlah arsen yang terdapat
dalam bahan atau larutannya.

2. Uji Batas Besi


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <331>, hlm.928
Tujuan : Menunjukkan kandungan besi dalam bentuk Fe(III) dan Fe(II) tidak lebih dari batas besi
yang tertera dalam masing-masing monografi.
Prinsip reaksi : Fe(III) dalam larutan asam klorida bereaksi dengan amonium tiosianat
menghasilkan warna merah. Intensitas warna yang terjadi dari larutan uji dibandingkan secara
visual dengan larutan yang dibuat khusus dari larutan baku besi. Reaksi hanya terjadi pada Fe(III)
oleh karena itu Fe(II) harus dioksidasi terlebih dahulu dengan penambahan amonium
peroksidasulfat.

Fe2+ + S2O62-  Fe3+ + 2SO42-


Fe3+ + 3SCN-  Fe(SCN)3 merah

 Pustaka alternatif : "Practical Pharmaceutical Chemistry" edisi 3, vol.1, Beckett, p.26-27

31
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Prinsip : Uji ini berdasarkan pembentukan warna ungu hasil reaksi antara besi (II) dengan asam
tioglikolat dalam larutan dapar amonium sitrat. Warna yang terbentuk dibandingkan dengan
larutan pembanding yang mengandung sejumlah besi (0,04 mg Fe). Warna ungu merupakan
koordinasi besi (II) tioglikolat :

2Fe3+ + 2CH2SHCOOH  2Fe2+ + COCH.CH2SSCH2COOH + 2H+

CH2SH O.CO
Fe2+ + 2CH2SCHCOOH Fe + 2H+
CO.O HSCH2
3. Uji Batas Klorida
 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <361>, hlm.931
Prinsip : Larutan uji ditambahkan perak nitrat dalam suasana asam nitrat akan terbentuk
kekeruhan yang akan dibandingkan dengan larutan pembanding yang mengandung sejumlah
volume asam klorida 0,02N yang tertera pada monografi.
 Pustaka Alternatif : "Practical Pharmaceutical Chemistry" edisi 3, vol.1, Beckett, p.30
Prinsip : Uji batas klorida berdasarkan reaksi kualitatif ion klorida dengan penambahan perak
nitrat dalam suasana asam nitrat encer menggunakan tabung nessler. Opalesensi yang terjadi
dibandingkan dengan opalesensi larutan pembanding yang mengandung ion klorida yang
diketahui jumlahnya.
Pengamatan dilakukan dengan melihat intensitas kekeruhan menggunakan latar belakang hitam.
Keasaman larutan setara dengan 10 ml asam nitrat encer, hal ini diperlukan terutama untuk
senyawa yang bersifat basa seperti hidroksida logam alkali.

4. Uji Batas Sulfat


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <361>, hlm.931
Prinsip : Larutan uji ditambahkan barium klorida dalam suasana asam klorida akan terbentuk
kekeruhan yang dibandingkan dengan larutan pembanding yang mengandung sejumlah volume
asam sulfat 0,02N seperti yang tertera pada monografi.
 Pustaka alternatif : "Practical Pharmaceutical Chemistry" edisi 3, vol.1, Beckett, p.33
Prinsip : Uji batas ini bertujuan untuk mengetahui adanya cemaran ion sulfat dengan cara
mengendapkan sulfat menjadi barium sulfat pada penambahan barium klorida dalam suasana
asam klorida dan adanya sesepora barium sulfat untuk menginduksi pengendapan barium sulfat.
Opalesensi larutan dibandingkan dengan larutan pembanding. Keasaman larutan setara dengan 2
ml larutan asam klorida encer. Kelarutan endapan barium sulfat sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi asam.

5. Uji Batas Timbal


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <401>, hlm.936
Prinsip : Analisis kandungan dengan cara diekstraksi menggunakan ditizon kemudian dianalisis
dengan cara diendapkan sebagai garam sulfida.
 Pustaka alternatif : "Practical Pharmaceutical Chemistry" edisi 3, vol.1, Beckett, p.20-21
Prinsip : Uji batas timbal berdasarkan pada pembentukan timbal sulfida yaitu suatu koloidal
berwarna coklat hasil reaksi antara cemaran timbal dengan natrium sulfida dalam suasana sedikit
basa yang didapar dengan amonium asetat. Warna coklat dari larutan uji dibandingkan dengan
larutan pembanding.
Penetapan uji batas timbal dipersulit oleh adanya beberapa senyawa yang dapat memberikan
warna pada larutan mengandung koloidal timbal sulfida tersebut. Hal tersebut dapat diatasi
dengan menggunakan 2 larutan yaitu larutan primer dan larutan pembantu. Larutan primer dibuat
dengan melarutkan bahan yang diperiksa dalam suatu pelarut, sedangkan larutan pembantu dibuat
dengan melarutkan sejumlah kecil bahan yang akan diperiksa dalam suatu pelarut kemudian
ditambahkan sejumlah tertentu larutan encer timbal. Intensitas warna tergantung pada jumlah
timbal yang terdapat dalam larutan. Semakin pekat konsentrasinya maka semakin gelap warna
koloidal timbal sulfida yang terbentuk. Sesepora logam lain terutama Cu dan Fe dapat
mengganggu penetapan karena akan bereaksi dengan ion sulfida membentuk endapan hitam. Hal
ini dapat diatasi dengan penambahan amoniak dan kalium sianida yang akan membentuk
kompleks sianida dengan tembaga dan besi yang larut. Untuk membandingkan intensitas warna
digunakan tabung Nessler dengan melihat larutan dari arah tegak lurus ke bawah dan tabung
diletakkan pada dasar berwarna putih.

6. Uji Batas Logam Berat


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <371>, hlm.931

32
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
Prinsip : Pada kondisi penetapan cemaran logam berat bereaksi dengan ion sulfida menghasilkan
warna yang dibandingkan secara visual terhadap larutan baku batas logam berat yang tertera pada
masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen (bobot) timbal dalam zat uji.
 Pustaka alternatif :
Prinsip : Uji ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kadar cemaran logam yang dengan
hidrogen sulfida memberikan warna, tidak melebihi batas logam berat yang tertera pada
persyaratan yang dinyatakan sebagai bagian timbal persejuta bagian senyawa yang diperiksa. Uji
dilakukan dengan membandingkan larutan uji terhadap larutan pembanding timbang dengan
menggunakan tabung Nessler.
7. Uji Batas Selenium
 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <391>, hlm.936
Prinsip : Untuk mengetahui kadar selenium di dalam zat aktif yang didapat melalui prinsip
destruksi dan ekstraksi. Hasil yang didapat diukur serapannya pada panjang gelombang 380 nm.
 Pustaka alternatif :
Prinsip : Selenium bersifat toksik dan kontaminan, yang dikontrol dengan metode absoprsi
setelah dilakukan destruksi dari senyawa organik dengan uap asam nitrat. Selanjutnya selenium
sebagai asam seleneous yang diperlakukan dengan 3,3-diaminobenzidin di bawah kondisi
terkontrol, memberikan warna yang intensitasnya tinggi piazselenol. Kemudian diekstraksi
dengan toluen setelah dibasakan dan warna yang terbentuk dibandingkan dengan standar yang
telah diketahui jumlah seleniumnya.

8. Uji Batas Raksa


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <381>, hlm.934
Prinsip : Analisis kandungan raksa dengan cara titrasi menggunakan ditizon, sampel terlebih
dahulu diendapkan dalam suasana asam dan diekstraksi dengan kloroform.

9. Uji Natrium, Kalium dan Kalsium


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <351>, hlm.930
Prinsip : Menggunakan fotometer nyala, dimana unsur-unsur natrium, kalium dan kalsium
merupakan unsur-unsur yang mempunyai spektrum nyala yang mudah tereksitasi dengan
intensitas yang cukup untuk dideteksi dengan sebuah fotosel.

10. Cemaran Senyawa Organik Mudah Menguap


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <471>, hlm.943
Prinsip : Analisis pelarut mudah menguap dalam bahan baku atau sediaan menggunakan
kromatografi gas biasanya kromatografi gas dengan teknik dinamika ruang kosong di bagian atas
dengan detektor tertentu.
 Pustaka alternatif :
Prinsip : Metode ini digunakan untuk menetapkan cemaran senyawa organik mudah menguap
dalam bahan uji yang berasal dari pelarut-pelarut organik yang digunakan dalam proses
pembuatan, penanganan dan penyimpanan bahan. Metode kromatografi gas dapat digunakan
untuk beberapa senyawa yang mudah menguap yang penguapannya tidak kuantitatif pada
pengeringan suhu 105C. prinsip kromatografi gas didasarkan atas partisi zat yang akan dianalisis
antara dua fase yang saling kontak tetapi tidak bercampur. Partisi tercapai melalui absorpsi atau
adsorpsi atau proses keduanya.

11. Zat Mudah Terarangkan


 Pustaka utama : FI IV, Lampiran <411>, hlm.938
Prinsip : Membandingkan warna larutan zat dalam H 2SO4 P dengan larutan padanannya (biasanya
dalam monografi sudah disebutkan) yang terdapat dalam wadah banding dari kaca tidak
berwarna, tahan asam dan mempunyai ukuran yang sama pada bagian dalam dan penampang
melintangnya. Kadar H2SO4 yang dipakai : 95,07  0,5%.

33
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

UJI UNTUK GUGUS FUNGSI


(Re-New by : Phia)

Pustaka : Catatan Kimia Analisis Farmasi


Gugus fungsi adalah kumpulan atom-atom dari suatu molekul yang memberikan peranan besar
terhadap sifat fisikokimia suatu senyawa organik. Sifat fisikokimia adalah kelarutan/sekaligus polaritas,
reaktifitas, kereaktifan suatu pereaksi, keasaman-kebasaan, selain sifat fisikokimia juga dipengaruhi oleh
sifat bioaktivitas.
Hampir semua senyawa mmiliki gugus fungsi, uji gugus fungsi menrupakan tahap tahap yang paling
penting dalam penentuan kuantitatif setelah ditentukan analsisi kualitatif dari unsur ini, setelah itu kita
bisa tentukan kadar dengan gugus fungsinya. Kadar suatu senyawa harus ditentukan berdasarkan gugus
fungsi yang memiliki peranan dalam bioaktivitas.

- Hidroksi alkana R – OH  Alkohol, R = aril


Fenol, R = aril
- Karbonil (aldehida & keton),  (R–CHO dan R–CO–R)
- Karbokslat  R-COOH dan ester  R-COO-R
- amida,  R-CO-NH2 dan amida siklik

- Sulfidril = merkaptam = tiol  R-SH


- Amin, primer = - NH2, sekunder = - NHR, dan tersier = - NR2
- Nitro

A. ALKOHOL
Senyawa hidroksi yang berikatan dengan radikal alifatik, umumnya netral dan larut dalam air/dioksan

R – OH (alkil, alifatik) RO- + H+

Stearil alkohol (contoh alkohol yang tidak larut air, R-nya panjang namun pada umumnya larut dalam
dioksan.

Jenis-jenis alkohol :

Alkohol primer Alkohol sekunder Alkohol tersier

Reaksi Umum
a. Reaksi dengan Na
R-OH + Na  R-ONa + ½H2

b. Rx oksidasi oleh Ce(IV)


Ce(IV) warna kuning  ada alkohol  warna merah
R-OH + Ce(IV)  merah
Ar + Ce(IV)  hijau coklat

c. Pembentukan ester
R-OH + R-COOH  R-COO-R (harum) + H2O

d. Uji pembentukan Xantat


menggunakan pereaksi CS2
R-OH + KOH  ROK + H2O
R-OH + CS2  Xantat (kuning/beracun)

34
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

Reaksi pembedaan
Dilakukan berdasarkan reaksi oksidasi alkohol
a. Oksidasi
R-OH  RCHO  merah (menggunakan pereaksi schiff)
Untuk reaksi oksidasi alkohol dapat digunakan KMnO4
untuk membedakan antara alkohol monovalen dan polivalen dapat digunakan reaksi malaprada, yaitu :

 R-OH direaksikan dengan NAIO4  tidak bereaksi (tidak menunjukkan hasil)

 -C(OH)-C(OH)- direaksikan dengan NAIO4  terbentuk aldehid

Selain itu, alkohol polivalen juga dapat dideteksi dengan pereaksi H 3BO3. Apabila alkohol polivalen
direaksikan dengan H3BO3akan terjadi peningkatan keasaman H3BO3.

CH2(OH)-CH(OH)-CH2OH + H3BO3  keasaman meningkat

b. Reaksi Lucas
peraksi lucas : ZnCl2 anhidrat + HCl (p)
Apabila pereaksi lucas ditambahkan kepada alkohol, dan menunjukkan ciri-ciri :
1. Terbentuk larutan jernih  maka alkohol tersebut diduga alkohol primer
2. Terbentuk larutan keruh  maka alkohol tersebut diduga alkohol sekunder

ZnCl2
R2CH-OH + HCl R2CH-Cl + H2O

3. Terbentuk endapan  maka alkohol tersebut diduga alkohol tersier

ZnCl2
c. Uji R3C-OH + HCl R3C-Cl + H2O kromat
Terjadinya oksidasi brutal, terutama dalam H2SO4 p
Pereaksi : krom trioksida dalam H2SO4 p
Alkohol primer dan sekunder teroksidasi menjadi asam dan keton, krom akan memberikan endapan warna
hijau.

R-OH  RCOOH + Cr2(SO4)3 (endapan hijau)

R2CH-OH  R3C=O + Cr2(SO4)3 (endapan hijau)

R3C-OH  akan tetap berwarna jingga


d. Uji Vanadium oksim (8-hidroksi kuinolin)
Campuran  Amonium vanadat dan 8 hidroksi kuinolin
Dalam asam encer, jika alkohol ditambahkan dengan pereaksi, akan :
R-OH  merah (cepat)
R2CH-OH  jingga (cepat)
R3CH-OH  lama-lama menjadi jingga

B. FENOL/ARIL ALKOHOL
Senyawa hidroksi yang berikatan dengan radikal aril aromatik, fenol akan larut dalam NaOH 5%
membentuk fenolat.

Reaksi umum
a. Reaksi dengan FeCl3 (ditambahkan 1-3 tetes FeCl3)
- Reaksi oksidasi Fe3+  oksidasi  Fe2+ (ferro) apabila direaksikan dengan enol polivalen.
Contoh :
Fe3+ + ArOH  Fe2+

35
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
- Reaksi pembentukan pembentukan garam : garam fenolat
ArOH  (ArO)3Fe + H2O
Reaksi pada umumnya menghasilkan warna berbeda tergantung fenol yang diperiksa, fenol bertindak
sebagai reduktor  terutama fenol polivalen.
Contoh :
a. resorsinol, kresol  biru + violet
b. α-naftol  pink

- Reaksi Lieberman
pembentukan indofenol  reaksi positif untuk fenol dengan posisi para yang bebas/kosong

NaNO2/H2SO4
HNO3

Indofenol (merah pada suasana basa)

Preview gugus fenol

1. Pada umumnya tidak berwarna, namun karena adanya udara dapat teroksidasi menjadi berwarna
2. Merupakan asam lemah
3. Larut dalam NaOH 5%

Klasifikasi :

1. Fenol monovalen (OH = 1)


2. Fenol polivelen (OH>1), lebih reduktif dari pada fenol monovalen

Reaksi umum
1. FeCl3  larutan 0,2% dalam air
akan menghasilkan warna yang bermacam-macam, contoh : dengan resorsinol akan terbentuk warna biru
Reaksi yang terjadi adalah :
- 6C6H5OH + FeCl3  garam besi fenolat + 3HCl + 3H+
- Fe3+ + fenol  Fe3+ terjasi reduksi

2. Uji Lieberman
yaitu dengan pembentukan indofenol warna yang terbentuk warma merh terlebih dahulub setelah
ditambahkan NaOH lalu akan terbentuk warna biru. Reaksi ini posotif untuk senyawa yang mamiliki
gugus para bebas.
3. Uji pelelehan ftalin
digunakan anhidrida asam ftalat.

C. GUGUS KARBONIL
1. Bersifat netral dan mengandung gugus R–CHO (aldehid) dan –CO– (keton)
2. Aldehid lebih reaktif daripada keton
3. Reaksi umum : adisi dan reduksi

Aldehid (R–CHO)  reduktif  mengalami reaksi oksidasi

a. Reaksi dengan tollen


campuran AgNO3 dalam NH4OH dibuat segar, maka akan terbentuk cermin perak, aldehid akan
teroksidasi.

RCHO + 2AgNH3+  2Ag (endapan) + RCOO- + NH4+ + H2O + NH3

Aldehid alifatik + aromatik akan memberikan reaksi positif

b. Fehling/Benedict/barfoed
ketiganya mengandung Cu2+, hanya beda pH-nya. Fehling  baersifat basa, Benedict  bersifat kurang
basa karena ada sitrat, Barfoed  bersifat netral

RCHO + Cu(OH)2+  Cu2O + RCOO- + 3H2O

36
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
c. Uji Schiff
pereaksi schiff adalah larutan air yang mengandung fuchsin, akan terbentuk warna pink

Keton (–CO–)
Semua reaksi pada aldehid akan negatif pada keton
a. Uji Legal-Rothera
Dengan reaksi Na-nitroprusida /NH3+, keton akan memberikan warna merah ungu

b. Iodoform
Tidak semua keton akan bereaksi, karena reaksi ini hanya posotif pada gugus –CO–CH 3

R–CO–CH3 + NaOH 10% + ½KI  akan terbrntuk warna kuning coklat


kadang-kadang terjadi warna kuning (CHI3) dalam susana dingin atau dipanaskan

R–CO–CH3 + 4NaOH + 3I2  CHI3 + RCOONa + 3NaI + H2O

c. Uji m-dinitrobenzen
Reaksi spesifik untuk metil keton
Metil keton + dinirobenzen  akan terbentuk warna merah

Senyawa aldehid dan keton dapar dibedakan dari senyawa-senyawa lain melalui reaksi adisinya, adisinya
memberikan H2O sehingga disebut reaksi kondensasi.

Uji menggunakan “Hidrazon“ pereaksi = 2,4-dinitrofenilhidrazin dalam HCl pekat

Gula/glukosa + fenilhidrazin  glukosazon

D. GUGUS KARBOKSILAT

a. R–COOH  R–COO- + H+ (Sifat keasaman > dari fenol)


b. Larut dalam air s.d. C5, tidak larut apabila > dari C5
Reaksi umum
a. Dengan lakmus biru akan berwarna merah

b. NaHCO3 + gugus karboksilat  CO2


CO2 ditangkap dengan air kapur (keruh)

c. esterifikasi
RCOOH + ROH  RCOO-R’ + H2O
Digunakan H2SO4 sebagai dehidrator

E. ESTER

Reaksi umum
a. Penyabunan (hidrolisis ester dengan NAOH
RCOO-R’ + NaOH  RCOO-Na (sabun) + R-OH

Disebut uji fenolftalein, jadi NaOH semua merah karena terwarnai oleh fenolftalein, namun karena ester
dipanaskan dengan NaOH, NaOH akan bereaksi maka fenolftalein warnanya jadi hilang

b. Uji asam hidroksamat

R-(C=O)-X (asil, amida, ester) + NH2OH  R-(C=O)-NHOH + X

R-(C=O)-NHOH (asam hidroksamat) + Fe3+  terbentuk warna merah + 3HCl

F. GUGUS AMIN

a. Bersifat basa, namun sifat basa tergantung pada R. R alifatik umumnya bersifat basa tapi kalau R
aromatik bersifat netral.

R-NH2 + H+  RNH3+
37
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005

b. Memiliki bau yang khas


c. Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam asam mineral

Reaksi umum
a. Diazotasi
R-NH2 + NaNO2 + H+  R-N2+ (diazo)

- R alifatik cepat terbentuk dan tidak stabil


R-N2+ + H2O  R-OH + N2
- R arommatik tahan dibawah t = 15o. Jika > 15o terurai menjadi gas N2, sehingga digabung
dengan α-naftol biar tidak terbentuk gas N2

R-N2+ (amin aromatik primer) + α-naftol  berwarna


b. pDAB.HCl (dimetil aminobenzaldehid)
terjadi perubahan amin  imin
R-NH2 + HOCR  RN=CHN (imin, terbentuk endapan kuning merah)

c. Reaksi korek api


Dari batang korek api yang mengandung lignin. Amin dalam HCl p dicelupkan batang korek api  warna
jingga

d. Uji Karbilamin

G. AMIDA
Merupakan hasil reaksi asam karboksilat dengan amin (R-CO-NH 2)
Untuk membedakan amina primer, sekunder dan tersier digunakan reaksi “Hinsberg“ (p-toluen sulfonil
klorida dalam NaOH)

R3N +

R2NH + idem

RNH2 + idem

Reaksi umum

a. Pembebasan NH3 jika direaksikan degan NaOH


RCONH2 + NaOH  NH3 + RCOOH

b. Reaksi hidroksamat

H. NITRO (-NO2)

Contoh : TNT
Reaksi umum
a. Reuksi menjadi senyawa amin
RNO2 + Zn/HCl  RNH2

b. Uji Fe(OH)2
Pelarut harus dibuat sendiri, dibuat daripereaksi in situ (langsung terbentuk disitu). Fe (ammonium sulfat)
segar + H2SO4 (untuk menekan agar teroksidasi) + NaOH  lalu terbentuk warna coklat merah
(endapan)

I. SENYAWA TAK JENUH (ikatan rangkap)

a. Uji Brom
 warna brom jadi hilang
b. Uji Baeyer
 Warna ungu KMnO4 hilang
c. Uji Denige

38
Teori ANALISIS – Apoteker 2004/2005
 terbentuk endapan kuning
d. Uji Berthelot
 terbentuk endapan nerah kuning

Selamat Belajar 
From : Tim Analisis 2005

39

Anda mungkin juga menyukai