UKM Rahmi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 76

F1 PROMKES

1. Pemberdayaan Masyarakat (Posyandu Tonjong) – 3 JUNI


Latar Belakang:
Posyandu adalah singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu yang merupakan bentuk upaya
kesehatan yang bersumberdaya masyarakat, yang juga dikelola, diselenggarakan, dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat. Karena itu, posyandu merupakan salah satu bentuk
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang bertujuan untuk
memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar
terutama untuk ibu, bayi, dan anak agar dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Pelayanan kesehatan dasar di posyandu adalah pelayanan kesehatan yang mencakup
sekurang-kurangnya lima kegiatan yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare.

Permasalahan:
Pada tanggal 3 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Tonjong yang
merupakan UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Permasalahan yang
ditemukan tidaklah banyak, mengingat pelaksanaan sudah cukup baik. Permasalahan
yang ada menurut saya berasal dari faktor eksternal, di mana di masa pandemi ini
masyarakat yang datang masih banyak yang tidak memakai masker, anak-anak bermain
berdekatan tanpa masker dan tidak adanya protokol menjaga jarak. Tidak juga ditemukan
sarana untuk mencuci tangan.

Perencanaan:
Perencanaan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan memberi edukasi
kepada masyarakat mengenai protokol kesehatan terkait Covid-19. Hal ini dilakukan agar
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan memakai masker, menjaga
jarak, mencuci tangan, dan lain sebagainya.

Pelaksanaan:
Pada tanggal 3 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Tonjong yang
merupakan UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Pelaksanaan dilakukan
bersama seorang bidan desa dari puskesmas dan enam orang kader. Posyandu ini
dilaksanakan di rumah kader dengan pengaturan tata letak meja pendaftaran,
penimbangan, pengukuran tinggi/panjang badan, meja imunisasi, matras untuk ANC dan
meja bendahara/kasir. Pelaksanaan cukup legeartis. Sebanyak 15 bayi dan anak datang
untuk melakukan imunisasi dan 8 orang ibu hamil datang untuk ANC. Untuk kesadaran
masyarakat yang datang sudah baik, karena semua yang datang telah mematuhi jadwal
imunisasi anjuran seperti yang tertera di buku, tidak ada yang terlambat.

Monitoring dan Evaluasi:


Menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi secara ketat, misalnya pengunjung
yang tidak menggunakan masker dan cuci tangan terlebih dahulu tidak diperbolehkan
masuk.
2. Pemberdayaan Masyarakat (Posyandu Teluk Terate) – 12 JUNI
Latar Belakang:
Posyandu adalah singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu yang merupakan bentuk upaya
kesehatan yang bersumberdaya masyarakat, yang juga dikelola, diselenggarakan, dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat. Karena itu, posyandu merupakan salah satu bentuk
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang bertujuan untuk
memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar
terutama untuk ibu, bayi, dan anak agar dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Pelayanan kesehatan dasar di posyandu adalah pelayanan kesehatan yang mencakup
sekurang-kurangnya lima kegiatan yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare.

Permasalahan:
Pada tanggal 12 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Teluk Terate
yang merupakan UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Permasalahan yang
ditemukan adalah kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil maupun ibu
yang memiliki anak balita mengenai ANC dan imunisasi wajib.

Perencanaan:
Perencanaan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan melakukan imunisasi
dasar wajib kepada balita dan konseling kepada ibu hamil.

Pelaksanaan:
Pada tanggal 12 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Teluk Terate
yang merupakan UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Pelaksanaan
dilakukan oleh 1 dokter internsip bersama seorang bidan desa dari puskesmas dan lima
ibu kader. Posyandu ini dilaksanakan di rumah kader dengan pengaturan tata letak meja
pendaftaran, penimbangan, pengukuran tinggi/panjang badan, meja imunisasi, matras
untuk ANC dan meja bendahara/kasir. Pelaksanaan cukup legeartis. Sebanyak 8 bayi dan
anak datang untuk melakukan imunisasi dan 4 orang ibu hamil datang untuk ANC.

Monitoring dan Evaluasi:


Masih didapatkan beberapa ibu hamil dan balita yang tidak rutin melakukan ANC dan
imunisasi. Kader - kader terpilih harus tetap aktif untuk mengajak warga khususnya ibu
hamil dan ibu yang memiliki anak balita untuk melakukan ANC dan imunisasi wajib.

3. Advokasi – IKS
LB:
   Program Indonesia Sehat (PIS) merupakan salah satu program dari agenda ke 5
Nawacita; yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. PIS selanjutnya
menjadi program utama pembangunan kesehatan yang kemudian direncanakan
pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2015-22019,
yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/Menkes/52/2015. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS
PK) adalah suatu pendekatan pelayanan kesehatan yang menggali faktor resiko terjadinya
penyakit dalam suatu keluarga dan menilai status kesehatan keluarga, yang kemudian
diwujudkan dalam bentuk Indeks Keluarga Sehat (IKS). Nilai IKS ini merupakan
akumulasi dari nilai 12 indikator PIS PK dan dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yakni
Keluarga Sehat bila nilai IKS > 0,8, Keluarga Pra Sehat bila nilai IKS 0,5 - 0,8 dan
Keluarga Tidak Sehat bila nilai IKS < 0,5.

Permasalahan:
IKS di Desa … masih …

Perencanaan:
Hal-hal yang perlu diingat sebelum melakukan kunjungan rumah
- Pilih waktu yang tepat
- Mengupayakan mengetahui kapan responden ada di tempat
- Hindari pengaruh orang ketiga pada saat wawancara
- Bila orang ketiga tidak dapat dihindari, sampaikan pada orang ketiga tersebut untuk
tidak mempengaruhi jawaban

Pelaksanaan:
Kegiatan ini dilakukan dengan mengunjungi KK di Desa … dan melakukan survey
berdasarkan indicator yang ada. Didapatkan hasil sbb:

Monitoring dan Evaluasi:


Pro-aktif menjangkau keluarga
- Balita yang tidak datang penimbangan ke posyandu, segera dilakukan kunjungan
rumah  agar dapat dilakukan deteksi dini keadaan balita ybs.
- Pro-aktif ke keluarga harus dilakukan untuk menemukan 2/3 penderita PTM
(hipertensi) yang belum sadar bahwa mereka menderita PTM tersebut
- Pendekatan keluarga secara total diperlukan

4. UKS SDN Toyomerto 2


LB:
Screening merupakan program tahunan. Pembinaan dan pengembangan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS)  di sekolah dilaksanakan melalui tiga program pokok yang
biasa dikenal sebagai trias UKS meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan
kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat. Pelayanan
kesehatan yang dimaksud meliputi Screening Kesehatan Anak Sekolah atau dikenal
sebagai penjaringan kesehatan, pemantauan kesehatan serta penyuluhan kesehatan.

Permasalahan:

Perencanaan:

Pelaksanaan:

Monitoring dan Evaluasi:

5. Advokasi – IKS
LB:

Permasalahan:

Perencanaan:

Pelaksanaan:

Monitoring dan Evaluasi:

6. Penyuluhan Gizi Balita di Posyandu Lebakwana 6/6


LB:
Masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh
para ibu untuk menjaga agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, sehat dan
cerdas. Oleh karena itu para ibu harus memperhatikan asupan gizi untuk anak-anaknya.
Gizi adalah zat yang dikonsumsi karena dapat memberikan energi, atau dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan menjaga kesehatan atau jika kekurangan maka akan
menyebabkan perubahan biokimia maupun fisiologi dalam tubuh. Karbohidrat, protein
dan lemak merupakan zat gizi makro yang dibutuhkan tubuh. Sedangkan vitamin dan
mineral merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan oleh tubuh.
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip
keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal.
Jumlah sesuai dengan kebutuhan tubuh berarti bahwa jumlah asupan sama dengan jumlah
energi yang dikeluarkan sehingga tidak kurang atau tidak berlebih. Prinsip
keangkeargaman pangan penting diperhatikan dalam makanan yang diberikan kepada
anak agar anak mendapatkan berbagai macam zat gizi yang diperlukan oleh tubuhnya di
samping itu makanan yang bervariasi akan meningkatkan selera makan anak. Penting
pula diperhatikan agar anak mempunyai polah hidup yang aktif sehingga terjadi
keseimbangan antara asupan energi dengan energi yang dikeluarkan. Selain itu para ibu
juga perlu memperhatikan kebersihan dalam pemberian makanan kepada anak untuk
menghindari penyakit yang dapat timbul dari makanan yang tidak bersih. Kebersihan
mencakup persiapan, pengolahan maupun penyajian makanan. Ibu juga perlu memantau
berat badan anak untuk mengetahui status gizinya.

Di samping seimbang, pemberian gizi pada anak harus tepat. Pertama, tepat kombinasi
gizinya. Artinya semua kebutuhan zat gizinya terpenuhi dengan kombinasi dan susunan
yang tepat. Kedua, tepat porsinya. Artinya porsi makanan yang diberikan berdasarkan
kebutuhan tubuhnya atau sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian. Ketiga,
tepat dengan tahap perkembangan anak. Artinya makanan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan kalori anak berdasarkan usia dan berat badan anak. Jika kebutuhan gizi anak
tidak terpenuhi maka anak akan mengalami kekurangan gizi. Atau sebaliknya, jika anak
mengalami kelebihan energi maka anak akan mengalami kegemukan atau obesitas.
Kegemukan atau obesitas dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner, diabetes
maupun penyakit degeneratif lainnya. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah
memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya gizi seimbang untuk anak.

Permasalahan:
 Stunting (bertubuh pendek). Stunting disebabkan karena malnutrisi atau kekurangan gizi
kronis dan penyakit berulang selama kanak-kanak. 
 Wasting (bertubuh kurus). Wasting adalah masalah kekurangan gizi akut yang
disebabkan oleh penurunan berat badan secara drastis atau kegagalan dalam proses
menaikkan berat badan.
 Kasus obesitas pada orang dewasa. Masalah gizi yang satu ini meningkatkan risiko
seseorang terkena penyakit berbahaya seperti diabetes dan juga penyakit kardiovaskular
seperti serangan jantung dan stroke

Perencanaan:
 Suplementasi Makanan. Suplemen makanan adalah produk Kesehatan yang mengandung
satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Yang bersifat nutrisi termasuk vitamin,
mineral dan asam amino.
 Pendidikan gizi adalah Tindakan dan usaha dengan maksud untuk merubah pikiran serta
sikap masyarakat dengan tujuan menanamkan pengertian kepada masyarakat mengenai
gizi yang baik dikonsumsi sehari-hari.
 Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrient) ke pangan. Tujuan utama
adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk
meningkatkan status gizi populasi.
 Makanan formulasi adalah kegiatan untuk merumuskan kebutuhan gizi spesifik penderita
masalah gizi, memilih bahan-bahan makanan yang berkhasiat dan kemudian menentukan
proses pengolahan, distribusi serta penyajian yang tepat
 Subsidi harga pangan
 Integrated program adalah program lain yang terintegrasi yang mendukung perubahan
status gizi masyarakat. Penyediaan air bersih, penyetaraan gender dan penanggulangan
kemiskinan.

Pelaksanaan:
1. Menyiapkan materi/bahan penyuluhan
2. Mengatur waktu dan tempat penyuluhan (Posyandu Lebakwana, 6 Juni 2021)
3. Menentukan target sasaran penyuluhan (ibu yang memiliki balita)
4. Melakukan penyuluhan di posyandu
5. Melakukan sesi tanya jawab

Monitoring dan Evaluasi:


 Pemahaman masyarakat terutama ibu tentang kebutuhan gizi anak dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
 Evaluasi berat badan anak setiap bulan

7. Penyuluhan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Hipertensi di Posbindu


Kramatwatu 10/6
LB:
Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan
deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM utama yang dilaksanakan secara
terpadu, rutin, dan periodik.
PTM merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan
status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di
suatu negara. Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM
menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola
struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial
ekonomi masyarakat diduga sebagai halyang melatar belakangi prevalensi Penyakit Tidak
Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam transisi
epidemiologi.

Permasalahan:
Penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, gout
artritis, dsb merupakan faktor risiko yang tersering yang menyebabkan angka
morbiditas dan mortalitas di Indonesia.
Hipertensi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Obat-obatan efektif
banyak tersedia, namun angka penderita tetap meningkat. Padahal
hipertensi merupakan faktor utama kerusakan otak, ginjal dan jantung jika tidak
terdeteksi sejak dini. Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia
(InaSH) menyebutkan, angka kematian di Indonesia mencapai 56 juta jiwa
terhitung dari tahun 2000-2013. Diketahui bahwa factor kematian paling tinggi
adalah hipertensi, menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk
Indonesia. Menurut National Basic Health Survey 2013, prevalensi hipertensi di
Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia
25- 34 tahun adalah 14,7 %, 35-44 tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64
tahun 45,9 %, 65-74tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 %.
Dengan prevalensi yang tinggi tersebut, hipertensi yang tidak disadari mungkin
jumlahnya bisa lebih tinggi lagi. Hal ini karena hipertensi dan komplikasi
jumlahnya jauh lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala . Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi pre hipertensi di Indonesia
dewasa muda (18-29 tahun) adalah 48,4%.

Perencanaan:
Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman
beralkohol, pola makan tida sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, stress, hipertensi,
hipoglikemia, hiperkolesterolemia, serta menindaklanjuti secara dini faktor risiko
yang ditemukan melalui konseling kesehetan dan segera merujuk ke fasilitas
kesehatan dasar. Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker,
penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru obstruktif kronik, stroke, dan
gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.

Untuk memberikan informasi dan tambahan pengetahuan masyarakat Desa


Kramatwatu mengenai permasalahan tentang Penyakit Tidak Menular,
Puskesmas Kramatwatu menyelenggarakan penyuluhan tentang Hipertensi di
Posyandu Kramatwatu agar masyarakat di desa tersebut mengetahui apa tanda
dan gejala awal penyakit tersebut serta bagaimana menyikapinya apabila telah
mengidap penyakit tersebut.
1.Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan intervensi ini antara lain:
a.Sasaran primer ialah ibu-ibu peserta posyandu Desa Kramatwatu
b.Sasaran sekunder ialah kader desa

2.Tujuan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Hipertensi beserta
penanganan dan pencegahan untuk mengurangi angka kejadian hipertensi.

3.Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan
(empowerment). Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan kemampuan
kepada individu (sasaran) serta keluarga melalui penyuluhan yang dibarengi
dengan kegiatan posyandu. Adapun pesan-pesan yang disampaikan meliputi
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, bahaya jika penyakit tidak diobati, pola
hidup sehat untuk mencegah penyakit hipertensi, serta bagi penderita untuk
mencegah komplikasi lebih lanjutnya.
4.Metode
Metode intervensi yang dilakukan adalah dengan tahapan berikut :
a.Memberikan edukasi tentang penyakit tidak menular.
b.Memberikan penyuluhan tentang hipertensi
c.Mengajarkan pola hidup sehat sebagai bentuk upaya pencegahan penyakit
tidak menular.

5.Evaluasi kegiatan
Evaluasi kegiatan dengan memberikan pertanyaan terkaitmateri setelah diberikan
penyuluhan.

Pelaksanaan:
Penyuluhan Hipertensi dilakukan pada saat Posyandu Desa Kramatwatu pada tanggal 10 Juni 2021
pukul 09.00 sampai 11.00 dengan peserta ibu-ibu di desa Kramatwatu sejumlah 30 orang. metode
penyuluhan berupa presentasi materi melalui leaflet dan sesi tanya jawab
 Meja 1: Registrasi dan pemberian nomor urut berdasarkan kedatangan oleh
kader
 Meja 2: Wawancara oleh kader
 Meja 3: Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar perut oleh kader
 Meja 4: Pemeriksaan tekanan darah oleh kader
 Meja 5: Edukasi kesehatan oleh tenaga medis/paramedis dari puskesmas

Monitoring dan Evaluasi:


Intervensi berjalan dengan baik dan mendapat dukungan dari pihak puskesmas.
Sebagai monitoring lanjutan diharapkan masyarakat memahami mengenai gejala
hipertensi dan melakukan pencegahan pada orang yang belum sakit dan juga patuh
minum obat dan kontrol untuk mencegah komplikasi dari hipertensi.

8. Penyuluhan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) TB pada Kader di Posyandu


Pegadingan 15/6

LB:
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2018, persentase jumlah kasus
baru tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis di Indonesia banyak ditemukan pada
penduduk usia produktif: usia 15-24 tahun (16,41%), usia 25-34 tahun (18,29%), usia 35-
44 tahun (18,93%), dan usia 45-54 tahun (19,97%). Angka Case Detection Rate (CDR)
penyakit TB di Indonesia adalah 60,7%, yang berarti jumlah pasien baru TB BTA positif
yang ditemukan dan diobati baru sebesar 60,7%. Dari 204.394 kasus baru TB paru
terkonfirmasi bakteriologis pada tahun 2018, sebanyak 81,88% dinyatakan pengobatan
berhasil (baik sembuh maupun pengobatan lengkap).

Angka ini menunjukkan bahwa semakin banyak kasus TB dapat terdeteksi dan diobati,
dengan monitoring yang baik, pengobatan akan berhasil. Oleh karena itu, diperlukan
suatu upaya untuk menjaring tersangka TB sehingga angka penemuan kasus baru TB
paru BTA positif meningkat dan demikian dapat segera dilakukan intervensi.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, dibutuhkan peran serta
masyarakat sebagai salah satu strategi penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
meliputi perorangan misalnya kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama,
politisi, figur masyarakat, kelompok masyarakat misalnya posyandu, organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga sosial masyarakat dan pemerintah yang
berperan sebagai agen perubahan untuk penerapan perilaku hidup sehat.

Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan merupakan salah satu cara untuk


mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan, salah satu diantaranya dengan
pemberdayaan kader kesehatan. Kegiatan yang dilakukan lebih diarahkan untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kader dalam menjaring tersangka TB dan
pengobatan dapat segera dilakukan.

Permasalahan:
Setelah dilakukan analisis penyebab masalah, penyebab cakupan temuan kasus baru TB
paru BTA positif antara lain: kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penyakit TB,
kurangnya sosialisasi tenaga kesehatan mengenai penyakit TB, kurangnya penemuan
kasus oleh kader kesehatan, pencarian kasus oleh kader kesehatan yang belum
maksimal, dan tidak ada transpor kader untuk penemuan suspek. Maka, sebagai solusi
pemecahan masalah, kami mengusulkan pembaharuan ilmu dan pendampingan
langsung kader kesehatan dalam upaya meningkatkan temuan kasus baru TB paru BTA
positif. Diharapkan kader TB tersebut dapat membuka wawasan masyarakat dengan
memberikan edukasi mengenai penyakit TB kepada masyarakat sekitarnya dan sekaligus
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kader dalam menjaring suspek TB, yang
selanjutnya diharapkan memberikan kontribusi dalam memberantas penyakit TB di
Indonesia.

Perencanaan:
Untuk memberikan informasi dan tambahan pengetahuan kader Desa Pegadingan
mengenai permasalahan tentang Tuberkulosis, Puskesmas Kramatwatu
menyelenggarakan penyuluhan tentang Tuberkulosis di Posyandu Pegadingan
agar memberdayakan kader-kader di desa tersebut.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan saat kegiatan Posyandu di Desa Pegadingan pada tanggal 15 Juni
2021. Peserta mengikuti kegiatan sebagai berikut:

1. Kader datang dan mengisi daftar hadir yang disediakan oleh petugas Puskesmas
2. Kader menempatkan diri sesuai tempat yang disiapkan
3. Kader mendapatkan materi dari narasumber
4. Kader mempraktikkan apa yang sudah diberikan narasumber dan menanyakan hal
yang belum dipahami kepada narasumber
5. Kader menularkan ke kader lain mengenai apa yang sudah diberikan di pertemuan
ini

Monitoring dan Evaluasi:


Hal yang dievaluasi adalah
1. Pengetahuan kader lain mengenai materi yang sudah diberikan narasumber
2. Capaian suspek berdasarkan target yang sudah ditentukan
3. Cara kader dalam wawancara terhadap suspek TB
4. Kesulitan kader dalam mencari suspek

9. Penyuluhan Kesehatan Reproduksi pada Remaja di Wilayah Kramatwatu (Kerja Sama


dengan BKKBN)
LB:
Definisi kesehatan reproduksi menurut ICPD Kairo (1994) yaitu suatu keadaan sejahtera
fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan
prosesnya. Dengan adanya definisi tersebut maka setiap orang berhak dalam mengatur
jumlah keluarganya, termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara
kontrasepsi sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti pelayanan antenatal,
persalinan, nifas dan pelayanan bagi anak, dan kesehatan remaja perlu dijamin.
Rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi dapat diketahui dengan masih tingginya
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Bawah Lima
Tahun (AKBalita). Masalah kesehatan reproduksi perempuan, termasuk perencanaan
kehamilan dan persalinan yang aman secara medis juga harus menjadi perhatian
bersama, bukan hanya kaum perempuan saja karena hal ini akan berdampak luas dan
menyangkut berbagai aspek kehidupan yang menjadi tolok ukur dalam pelayanan
kesehatan.

Permasalahan:
– Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan
komplikasinya.
– Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu
dan bayi.
– Masalah PMS, termasuk infeksi HIV/AIDS.
– Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, dan transaksi seks
komersial.

Perencanaan:
 I. Analisis Masalah Kesehatan Reproduksi di tingkat Puskesmas
 II. Menetapkan sasaran:
o 1. Menetapkan sasaran primer (anak remaja, PUS)
o 2. Menetapkan sasaran sekunder
 III. Menetapkan Strategi
o 1. Advokasi
o 2. Gerakan Masyarakat
o 3. Dukungan social
 IV. Menetapkan Pesan Pokok

Pelaksanaan:
- Menyiapkan materi/bahan penyuluhan
- Mengatur waktu dan tempat penyuluhan (Aula Puskesmas Kramatwatu, 31 Mei
2021)
- Menentukan target sasaran penyuluhan (remaja di wilayah kerja Puskesmas
Kramatwatu)
- Melakukan penyuluhan bersamaan dengan pihak dari BKKBN
- Melakukan sesi tanya jawab

Monitoring dan Evaluasi:


 Pemahaman dan kesadaran remaja tentang pentingnya kesehatan reproduksi.

10. Penyuluhan KB di Posyandu Terate 21 Mei


LB:
Indonesia merupakan sebuah negara berkembang dengan jumlah penduduk sebanyak
252.124.458 jiwa dengan luas wilayah 1.913.378,68 km2 dan kepadatan penduduk
sebesar 131,76 jiwa/km2 (Depkes RI, 2014). Masalah yang terdapat di Indonesia adalah
laju pertumbuhan penduduk yangrelatif masih tinggi. Perkiraan penduduk pertengahan
(2013) sebesar 248,8 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,48%. Laju
pertumbuhan ditentukan oleh kelahiran dan kematian dengan adanya perbaikan
pelayanan kesehatan menyebabkan tingkat kematian rendah, sedangkan tingkat kelahiran
tetap tinggi hal ini penyebab utama ledakan penduduk. Menekan jumlah penduduk
dengan menggalakan program Keluarga Berencana (KB) (BPS, 2013).

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program pemerintah yang
diselenggarakan untuk membatasi kelahiran guna mengurangi pertumbuhan penduduk
dan menurunkan laju penduduk.Program KB diatur berdasarkan UU No 10 Tahun 1992
dan disempurnakan lagi dengan terbitnyaUU No 52 Tahun 2009. Program KB merupakan
upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas (UU No 52, 2009). Tujuan dari program KB pada
dasarnya yaitu pengaturan kelahiran guna membangun keluarga sejahtera
(Sulistyaningsih, 2013). Awalnya pada tahun 1957, terbentuklah Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) yang merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam
bidang KB. Namun setelah adanya perkembangan, program KB diambil oleh Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai tindak lanjut dari
UU No. 52 Tahun 2009 (Rismawati, 2015).
Permasalahan:
Kegiatan dilakukan di Posyandu Terate, diawali dengan mengamati secara langsung
untuk melihat dan mengobsercasi pasangan usia subur dalam memilih dan yang sudah
menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang, dari kegiatan yang dilakukan adalah
wawancara kepada pasangan usia subur menenai program KB yang diadakan oleh
pemerintah serta manfaat KB mulai dari kelebihan dan kekurangan dari KB tersebut,
selain itu bagaimana para pasangan usia subur tersebut memilih KB yang cocok untuk
mereka gunakan. Lalu, dapat disimpulkan dari beberapa responden masalah yang terjadi
yaitu:
1. Kurangnya pengetahuan warga pada program KB.
2. Kurangnya sosilisasi dari tenaga kesehatan kepada para ibu.
3. Sulitnya memberikan kepercayaan tentang manfaat alat kontrasepsi khususnya bagi
wanita usia subur, karena masih terpengaruh oleh mitos dan masih bergantung pada
teman-teman.

Perencanaan:
Untuk memberikan informasi dan tambahan pengetahuan warga Desa Terate
mengenai Keluarga Berencana, Puskesmas Kramatwatu menyelenggarakan
penyuluhan tentang KB di Posyandu Terate agar memberdayakan para pasangan
usia subur di desa tersebut.

Pelaksanaan:
- Menyiapkan materi/bahan penyuluhan
- Mengatur waktu dan tempat penyuluhan (Posyandu Desa Terate, 21 Mei 2021)
- Menentukan target sasaran penyuluhan (pasangan usia subur Desa Terate)
- Melakukan penyuluhan tentang KB
- Melakukan sesi tanya jawab

Monitoring dan Evaluasi:


1. Dapat membantu masyarakat di Posyandu Terate Kelurahan
Kramatwatu untuk mendapatkan informasi tentang program KB untuk ikut serta
dalam mendukung program KB.
2. Bertambahnya pengetahuan masyarakat terhadap program KB serta manfaatnya.

F2 KESLING
11. Upaya Pelayanan Kesling: Keluarga Tanpa Air Bersih di Rumah
LB:
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam
kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan
minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus
menerus diupayakan pemerintah. Oleh karena itu, salah satu indikator penting untuk
mengukur derajat kesehatan adalah ketersediaan sumber air minum rumah tangga.

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan secara
berkelanjutan. Penggunaan air bersih sangat penting untuk komsumsi rumah tangga,
kebutuhan industri dan tempat umum. Karena pentingnya kebutuhan akan airbersih,
maka adalah hal yang wajar jika sektor air bersih mendapatkan prioritas penanganan
utama karena menyangkut kehidupan orang banyak. Penanganan akan pemenuhan
kebutuhan air bersih dapat dilakukan dengan berbagai cara, disesuaikan dengan sarana
dan prasarana yang ada. Di daerah perkotaan, sistem penyediaan air bersih dilakukan
dengan sistem perpipaan dan non perpipaan. Sistem perpipaan dikelola oleh Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) dan sistem non perpipaan dikelola oleh masyarakat baik
secara individu maupun kelompok.

Kebutuhan air bersih merupakan kebutuhan yang tidak terbatas dan berkelanjutan.
Sedang kebutuhan akan penyediaan dan pelayanan air bersih dari waktu ke waktu
semakin meningkat yang terkadang tidak diimbangi oleh kemampuan pelayanan.
Peningkatan kebutuhan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
derajat kehidupan warga serta perkembangan kota/kawasan pelayanan ataupun hal-hal
yang berhubungan dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi warga.

Akibat dari meningkatnya jumlah penduduk yang di iringi peningkatan ekonomi


penduduk, peningkatan jumlah kebutuhan air bersih tidak bisa dihindarkan. Kekurangan
air di jam-jam tertentu terutama di jam puncak pemakaian dapat mengganggu kebutuhan
air untuk kebutuhan penduduk, sehingga memerlukan alternative pengatur dan
pendistribusian air secara efektif yang memenuhi kebutuhan minimal di jam puncak.

Sumber air minum yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut air kemasan,
ledeng, pompa, sumur terlindung, sumur tidak terlindung, mata air terlindung, mata air
tidak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya. Data dari Statistik Kesejahteraan
Rakyat (BPS, 2003) menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia yang menggunakan
air minum dari air kemasan sebesar 1,83%, ledeng 17,03%, pompa 14,51%, sumur
terlindung 35,57%, sumur tidak terlindung 12,09%, mata air terlindung 7,88%, mata air
tidak terlindung 4,93%, air sungai 3,10%, air hujan 2,66% dan sumber lainnya 0,39%.

Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indera kita, antara lain (dapat dilihat,
dirasa, dicium, dan diraba) seperti air tidak berwarna harus bening/jernih, air tidak keruh,
harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa dan kotoran lainnya, air tidak berasa,
tidak berasa asin, tidak berasa asam, tidak payau,dan tidak pahit, harus bebas daribahan
kimia beracun, air tidak berbau seperti bau amis, anyir, busuk atau bau belerang.

Ada banyak manfaat menggunakan air bersih yakni terhindar dari gangguan penyakit
seperti diare, kolera, disentri,thypus, kecacingan, penyakit mata, penyakit kulit atau
keracunan.

Permasalahan:
Beberapa keluarga masih menggunakan air tanah atau air sumur sebagai sumber
kebutuhan air utama mereka, baik digunakan sebagai air minum langsung (tanpa dimasak
terlebih dahulu), untuk mandi, mencuci dan lain-lain. Selain itu jentik nyamuk juga masih
ditemukan di bak mandi salah satu rumah warga yang kami kunjungi. Melihat
permasalah yang ada di masyarakat, maka perlu dilakukan penyuluhan yang intensif
seperti penyuluhan.

Perencanaan:
Materi penyuluhan berupa pengetahuan mengenai definisi air sehat, manfaat menggunakan air
bersih, syarat-syarat air yang sehat, dan cara pengolahan air yang bersih. Edukasi kepada
masyarakat bahwa air bersih adalah tidak keruh, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
berasa. Walaupun air yang kotor hanya mereka gunakan untuk mencuci dan tidak
dikonsumsi, tapi tetap saja dapat berdampak pada kesehatan khususnya kesehatan kulit.
Edukasi mengenai pemberantasan jentik nyamuk juga perlu ditekankan. Bak mandi harus
secara berkala dikuras dan disikat bagian dinding bak nya. Apabila ada genangan air
harus ditutup, Setelah penyuluhan, diadakan diskusi interaktif dengan warga mengenai materi
pengolahan dan penggunaan air bersih.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada 8 Juni 2021 di Desa Toyomerto. Program kesehatan
lingkungan dilakukan dengan cara skrining situasi lingkungan di Desa Toyomerto. Aspek
yang diperhatikan adalah kebersihan, mandi cuci kakus, sirkulasi udara, dan juga lokasi
atau tempat yang rentan menjadi sarang nyamuk serta profil keluarga. Pengamatan juga
dilakukan terhadap kebiasaan masyarakat sekitar kali yang sedang mencuci baju dan
memandikan anaknya. Kegiatan dilakukan dengan mengunjungi beberapa rumah warga
secara acak.

Monitoring dan Evaluasi:

Penyuluhan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Setelah penyuluhan, warga cukup


antusias untuk berdiskusi terkait materi penyuluhan. Perlu dilakukan penyuluhan
mengenai air bersih secara rutin baik dilakukan di puskesmas maupun di posyandu.
Selain penyuluhan, dapat juga dilakukan pembagian pamflet atau penempelan poster-
poster mengenai air bersih sehingga diharapkan masyarakat memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai air bersih dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

12. Upaya Pelayanan Kesling: Penyuluhan Jamban Sehat


LB:
Jamban sehat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting. Setiap warga
menggunakan jamban untuk buang air besar dan buang air kecil sehingga menjaga
lingkungan sekitar agar tetap bersih, sehat dan tidak berbau, tidak mencemari sumber air
yang ada disekitarnya dan tidak mengundang lalat atau serangga yang menjadi perantara
penularan penyakit diare, kolera, disentri, tifoid, cacingan, penyakit infeksi saluran
pencernaan, penyakit kulit, dan keracunan.

Terdapat 7 kriteria jamban sehat:


a. Tidak mencemari air
b. Tidak mencemari tanah permukaan
c. Bebas dari serangga
d. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
e. Aman digunakan oleh pemakainya
f. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
g. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan.

Beberapa cara dan langkah untuk memelihara jamban sehat:


a. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air
b. Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih
c. Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat
d. Tidak ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran
e. Tersedia alat pembersih (sabun, sikat, dan air bersih)
f. Bila ada kerusakan, segera diperbaiki.

Permasalahan:
Belum terciptanya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan kebersihan
lingkungan terhadap peningkatan kualitas hidup khususnya pada daerah cakupan
Puskesmas Kramatwatu. Beberapa masyarakat masih belum memiliki jamban keuarga di
rumahnya. Masih ada masyarakat yang melakukan buang air besar dan kecil di saluran
pembuangan air, kebun, kali/sungai atau menumpang ke jamban tetangganya.

Perencanaan:
Penerapan hidup bersih dan sehat sangat penting untuk menciptakan bangsa yang sehat.
Oleh karena itu, perlunya penerapan pola hidup bersih dan sehat di setiap desa, termasuk
penggunaan jamban yang tepat. Mengingat di beberapa daerah di Indonesia masih banyak
terdapat keterbatasan, baik dalam hal; penyediaan jamban, pemeliharaan kebersihan
jamban, maupun pemanfaatan jamban oleh masyarakat, maka perlu diadakan penyuluhan
kepada masyarakat Desa Margatani tentang jamban sehat. Pentingnya untuk membuang
air besar dan kecil di jamban adalah untuk menjaga lingkungan agar selalu bersih, sehat
dan tidak berbau, tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya, dan tidak
menimbulkan datangnya lalat yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri,
tifoid, cacingan, dan lain-lain. Perencanaan yang cocok untuk kasus ini adalah edukasi
mengenai pentingnya setiap rumah memiliki jamban keluarga. Atau bila hal ini tidak
memungkinkan, dapat dibuat jamban bersama (jamban umum) di wilayah pemukiman.
Hal ini bertujuan agar tidak terulangnya kebiasaan untuk buang air besar di sungai, kali,
kebun atau saluran pembuangan air.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada 11 Juni 2021, di Desa Margatani. Program kesehatan lingkungan
dilakukan dengan cara skrining situasi lingkungan di Desa Margatani. Aspek yang diperhatikan
adalah kebersihan, mandi cuci kakus, sirkulasi udara, dan juga lokasi atau tempat yang
rentan menjadi sarang nyamuk. Aspek utama yang diperhatikan dalam kunjungan ini
adalah inspeksi jamban keluarga di rumah masyarakat. Kegiatan dilakukan dengan
mengunjungi beberapa rumah warga secara acak. Kegiatan yang dilakukan antara lain
memberikan penyuluhan singkat berupa pengetahuan mengenai definisi jamban sehat,
manfaat menggunakan jamban bersih, syarat-syarat jamban sehat, dan cara memelihara
jamban.

Monitoring dan Evaluasi:

Kegiatan ini berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tingkat pengetahuan peserta masih kurang
mengenai materi penyuluhan sebelum diadakannya penyuluhan, tetapi setelah penyuluhan peserta
antusias saat diberi kesempatan sesi tanya jawab. Diharapkan setelah pemberian materi
penyuluhan, warga lebih memperhatikan lagi mengenai jamban yang sehat

13. Upaya Pelayanan Kesling: Rumah Tanpa Asap Rokok


LB:
Hak untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok telah menjadi perhatian
dunia. WHO memprediksi penyakit yang berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah
kesehatan di dunia. Dari tiap 10 orang dewasa yang meninggal, 1 orang diantaranya
meninggal karena disebabkan asap rokok.
Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah
China dan India. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok pun
menjadi alasan sulitnya penetaan Kawasan Tanpa Rokok, yang ditunjukkan dengan
mulai merokok pada kelompok usia 5-9 tahun. Selanjutnya, pada daerah pedesaan,
jumlah batang rokok yang dikonsumsi lebih banyak dibanding daerah perkotaan.

Permasalahan:
Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihasilkan dari asap rokok
yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Beberapa masyarakat masih belum
menyadari bahaya merokok.

Perencanaan:
Perencanaan untuk kasus ini adalah memberikan edukasi mengenai bahaya merokok pada
anggota keluarga yang masih merokok. Merokok dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan seperti hipertensi, stroke, masalah kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah),
impotensi, bahkan kanker. Bahaya merokok tidak hanya bagi yang merokok, namun juga bagi
perokok pasif, dalam hal ini adalah keluarga perokok yaitu anak-anaknya dan istrinya.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada 16 Juni 2021, di Desa Wanayasa. Program kesehatan
lingkungan dilakukan dengan cara skrining situasi lingkungan di Desa Wanayasa. Aspek
yang diperhatikan adalah kebersihan, mandi cuci kakus, sirkulasi udara, dan juga lokasi
atau tempat yang rentan menjadi sarang nyamuk serta profil keluarga khususnya
kebiasaan merokok di keluarga. Kegiatan dilakukan dengan mengunjungi beberapa
rumah warga secara acak.

Monitoring dan Evaluasi:

Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan cukup baik. Peserta tampak antusias, diskusi
mengenai bahaya merokok berjalan dengan lancar.

14. Upaya Pelayanan Kesling: Inspeksi Depot Air Minum Toyomerto


LB:
Depot Air Minum adalah suatu usaha yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum
dalam bentuk curah (diisi langsung tempat) tidak dalam bentuk kemasan dan diberikan langsung
kepada konsumen. Perkembangan usaha Depot air minum di Kabupaten Serang yang semakin
menjamur dari tahun ke tahun menunjukkan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan air
minum isi ulang sebagai alternatif sumber air minum sehari-hari. Harga yang terjangkau dan kemudahan
mendapatkan air isi ulang menjadi alasan meningkatnya penggunaan air minum isi ulang di kalangan
masyarakat.

Permasalahan:
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh surnber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak
mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang
semakin menurun. Hingga saat ini, Indonesian telah memiliki Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun
1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan lndustri. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air. Memperhatikan hal-hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian
kualitas air dari penyedia air minum isi ulang dikarenakan dampak kesehatan yang luas terhadap
masyarakat.

Perencanaan:
Dalam upaya kesehatan lingkungan, yaitu untuk mengetahui penilaian kualitas air, terutama air minum,
maka dilakukan sampling kualitas air dari depot pengisian air minum di beberapa wilayah. Program
dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel air di 2 depot air minum yang ada di wilayah
Toyomerto. Pemilihan subjek depot air minum dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Serang.

Pelaksanaan:
Pengambilan sampel air dilakukan oleh 1 orang dokter internship dan 1 orang penanggung jawab
kesehatan lingkungan dari Puskesmas Kramatwatu dan dilaksanakan di wilayah Desa Toyomerto pada 28
Mei 2021. Pengambilan sampel air dilaksanakan pada pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 10.00
WIB. Pengambilan sampel air meliputi:

1. Kunjungan ke depot dan melakukan wawancara sesuai borang kualilas air minum

2. Melihat surat-surat perizinan terkait izin depot air minum

3. Pengambilan sampel air

4. Mengirimkan sampel air ke Labkesda Banten untuk dianalisis

Monev:
Pengambilan sampel air berjalan dengan baik dan lancar. Pihak pengusaha depot air minum
memberikan respon yang baik terhadap petugas dan sudah memahami soal prosedur pemeriksaan
rutin depot air minum isi ulang.

Evaluasi yang dilakukan menyesuaikan dengan hasil uji kualitas air yang dikeluarkan dari Labkesda. Hasil
dari Labkesda menunjukkan bahwa air di kedua depot tersebut bersih dan aman dikonsumsi oleh
masyarakat.

15. Skrining Situasi Lingkungan di Desa Pamengkang


LB:
Kondisi atau keadaan lingkungan merupakan faktor penentu utama derajat kesehatan masyarakat
dalam suatu proses pengamatan, penyuluhan, pendokumentasian secara verbal dan visual menurut
prosedur standar tertentu terhadap satu atau beberapa komponen lingkungan dengan menggunakan
satu atau beberapa parameter sebagai tolak ukur yang dilakukan secara terencana, terjadwal, dan
terkendali dalam satu siklus waktu tertentu yang menekankan kegiatan pada sumber, ambient
(lingkungan), pemaparan, dan dampak pada manusia.

Permasalahan:
Belum terciptanya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan kebersihan lingkungan
terhadap peningkatan kualitas hidup khususnya pada daerah cakupan Puskesmas Kramatwatu

Perencanaan:
Program KESLING dilaksanakan dengan cara melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut :

- Inspeksi Sanitasi Rumah Sehat

- Inspeksi Sanitasi Sarana Air Minum Pedesaan

- Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Air dan Makanan

- Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

- Hygiene Sanitasi

- Penyuluhan Kesehatan Lingkungan

- Monitoring dan Pengawasan Kesehatan Lingkungan

- Monitoring Evaluasi Pasca Pemicuan

- Monitoring Evaluasi Pasca Hygiene Sanitasi

- Inspeksi Sanitasi TPM

- Inspeksi Sanitasi TTU

- Verifikasi Desa SBS

- Pembinaan TPM

- Pembinaan TTU

- Klinik Sanitasi

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada hari 31Mei 2021, di Desa Pamengkang, oleh 1 dokter internship dan 1 orang
penanggung jawab kesehatan lingkungan dari Puskesmas Kramatwatu. Program kesehatan lingkungan
dilakukan dengan cara skrining situasi lingkungan di Desa Pamengkang. Aspek yang diperhatikan adalah
kebersihan, mandi cuci kakus, sirkulasi udara, dan juga lokasi atau tempat yang rentan menjadi sarang
nyamuk.

Monev:
Monitoring dan Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilakukan secara sewaktu–waktu selama proses
pendataan dengan survey di setiap desa.

F3 KIA KB

16. ANC di Posyandu Tonjong Ibu C G1P0A0


LB:
Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masihh
memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gestosis dan anestesia. Angka kematian ibu dan
bayi di Indonesia masih tinggi yaitu angka kematian ibu rata-rata 307/100.000 kelahiran
hidup sedangkan target dari Millenium Development Goals 2015 adalah 102/100.000
kelahiran hidup. Sementara untuk angka kematian bayi sebesar 26,9/1000 kelahiran
hidup. Adapun target dari MDGs 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup. Tingginya angka
kematian ibu dan bayi antara lain disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan ibu dan
frekuensi pemeriksaan antenatal care yang tidak teratur. Pada pemeriksaan dan
pemantauan antenatal dilakukan dengan memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan
deteksi dini komplikasi kehamilan. Antenatal care terpadu merupakan pelayanan
antenatal yang komprehensif dan berkualitas. Pelayanan ini diberikan kepada seluruh ibu
hamil. Pemeriksaan yang terdapat dalam pelayanan ANC, yaitu keadaan umum, suhu
tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi badan, LILA, TFU, presentasi janin, DJJ, Hb,
golongan darah, protein urin, gula darah/ reduksi, deteksi malaria, BTA, deteksi sifilis,
serologi HIV, dan USG (Kemenkes, 2012).

Permasalahan:
Kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya antenatal care untuk menilai keadaan
kesehatan ibu dan janin dan memberikan kesempatan untuk menentukan kelainan secara
dini serta perkembangan dari keluhan pada kunjungan sebelumnya.

Perencanaan:
Melakukan pemeriksaan rutin dan konseling kepada ibu hamil.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 16 Juni di Posyandu Tonjong, dilaksanakan oleh 1
dokter internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut:


1) Pendaftaran

2) Pemeriksaan ibu hamil berdasar urutan daftar

3) Konseling dan pengisian buku pink

4) Pemberian tablet besi dan kalsium

Berikut Ante Natal Care (ANC) dilakukan dengan pasien:

Nama: Ibu C

Usia: 27 tahun

Suami: Bapak Y

HPHT: 2 Oktober 2020

TP: 6 Juli 2021

UK: 37-38 minggu

Status: G1P0A0

BB/TB: 64 kg / 160 cm

Lila: 24 cm

Tensi: 120/80 mmgHg

TFU: 27 cm

DJJ: 123 x/ menit

Ibu C merencanakan persalinan di Puskesmas Kramatwatu dengan bidan desa. Kemudian


untuk cek laboratorium terakhir diketahui Hb Ibu C normal, DM (-), HT (-), proteinuria
(-), glukosuria (-), sifilis (-), HIV (-), hepatitis B (-). Ibu C sudah mendapat tablet Fe dan
Kalsium dari puskesmas dan posyandu.

Monitoring dan Evaluasi:

Masih didapatkan beberapa ibu hamil yang tidak rutin melakukan ANC. Kader-kader
terpilih harus tetap aktif untuk mengajak warga khususnya ibu hamil untuk melakukan
ANC.
17. ANC di Posyandu Kramatwatu Ibu D G1P0A0 23/6
LB:
Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masihh
memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gestosis dan anestesia. Angka kematian ibu dan
bayi di Indonesia masih tinggi yaitu angka kematian ibu rata-rata 307/100.000 kelahiran
hidup sedangkan target dari Millenium Development Goals 2015 adalah 102/100.000
kelahiran hidup. Sementara untuk angka kematian bayi sebesar 26,9/1000 kelahiran
hidup. Adapun target dari MDGs 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup. Tingginya angka
kematian ibu dan bayi antara lain disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan ibu dan
frekuensi pemeriksaan antenatal care yang tidak teratur. Pada pemeriksaan dan
pemantauan antenatal dilakukan dengan memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan
deteksi dini komplikasi kehamilan. Antenatal care terpadu merupakan pelayanan
antenatal yang komprehensif dan berkualitas. Pelayanan ini diberikan kepada seluruh ibu
hamil. Pemeriksaan yang terdapat dalam pelayanan ANC, yaitu keadaan umum, suhu
tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi badan, LILA, TFU, presentasi janin, DJJ, Hb,
golongan darah, protein urin, gula darah/ reduksi, deteksi malaria, BTA, deteksi sifilis,
serologi HIV, dan USG (Kemenkes, 2012).

Permasalahan:
Kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya antenatal care untuk menilai keadaan
kesehatan ibu dan janin dan memberikan kesempatan untuk menentukan kelainan secara
dini serta perkembangan dari keluhan pada kunjungan sebelumnya.

Perencanaan:
Melakukan pemeriksaan rutin dan konseling kepada ibu hamil.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 23 Juni di Posyandu Kramatwatu, dilaksanakan oleh
1 dokter internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut:

1) Pendaftaran

2) Pemeriksaan ibu hamil berdasar urutan daftar

3) Konseling dan pengisian buku pink

4) Pemberian tablet besi dan kalsium

Berikut Ante Natal Care (ANC) dilakukan dengan pasien:

Nama: Ibu D
Usia: 25 tahun

Suami: Bapak N

HPHT: 17 Desember 2020

TP: 22 September 2021

UK: 27-28 minggu

Status: G1P0A0

BB/TB: 46 kg / 120 cm

Lila: 22,5 cm

Tensi: 110/70 mmgHg

TFU: 26 cm

DJJ: 130 x/ menit

Ibu D merencanakan persalinan di Puskesmas Kramatwatu dengan bidan desa. Kemudian


untuk cek laboratorium terakhir diketahui Hb Ibu D normal, DM (-), HT (-), proteinuria
(-), glukosuria (-), sifilis (-), HIV (-), hepatitis B (-). Ibu D sudah mendapat tablet Fe dan
Kalsium dari puskesmas dan posyandu.

Monitoring dan Evaluasi:

Masih didapatkan beberapa ibu hamil yang tidak rutin melakukan ANC. Kader-kader
terpilih harus tetap aktif untuk mengajak warga khususnya ibu hamil untuk melakukan
ANC.

18. ANC di Posyandu Lebakwana Ibu M G3P2A0


LB:
Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masihh
memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gestosis dan anestesia. Angka kematian ibu dan
bayi di Indonesia masih tinggi yaitu angka kematian ibu rata-rata 307/100.000 kelahiran
hidup sedangkan target dari Millenium Development Goals 2015 adalah 102/100.000
kelahiran hidup. Sementara untuk angka kematian bayi sebesar 26,9/1000 kelahiran
hidup. Adapun target dari MDGs 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup. Tingginya angka
kematian ibu dan bayi antara lain disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan ibu dan
frekuensi pemeriksaan antenatal care yang tidak teratur. Pada pemeriksaan dan
pemantauan antenatal dilakukan dengan memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan
deteksi dini komplikasi kehamilan. Antenatal care terpadu merupakan pelayanan
antenatal yang komprehensif dan berkualitas. Pelayanan ini diberikan kepada seluruh ibu
hamil. Pemeriksaan yang terdapat dalam pelayanan ANC, yaitu keadaan umum, suhu
tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi badan, LILA, TFU, presentasi janin, DJJ, Hb,
golongan darah, protein urin, gula darah/ reduksi, deteksi malaria, BTA, deteksi sifilis,
serologi HIV, dan USG (Kemenkes, 2012).

Permasalahan:
Kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya antenatal care untuk menilai keadaan
kesehatan ibu dan janin dan memberikan kesempatan untuk menentukan kelainan secara
dini serta perkembangan dari keluhan pada kunjungan sebelumnya.

Perencanaan:
Melakukan pemeriksaan rutin dan konseling kepada ibu hamil.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 25 Juni di Posyandu Lebakwana, dilaksanakan oleh
1 dokter internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut:

1) Pendaftaran

2) Pemeriksaan ibu hamil berdasar urutan daftar

3) Konseling dan pengisian buku pink

4) Pemberian tablet besi dan kalsium

Berikut Ante Natal Care (ANC) dilakukan dengan pasien :

Nama: Ibu M

Usia: 24 tahun

Suami: Bapak K

HPHT: 10 Oktober 2020

TP: 15 Juli 2021

UK: 37-38 minggu

Status: G3P2A0

BB/TB: 54 kg / 165 cm
Lila: 24 cm

Tensi: 120/70 mmgHg

TFU: 30 cm

DJJ: 130 x/ menit

Ibu M merencanakan persalinan di Puskesmas Kramatwatu dengan bidan desa.


Kemudian untuk cek laboratorium terakhir diketahui Hb Ibu D normal, DM (-), HT (-),
proteinuria (-), glukosuria (-), sifilis (-), HIV (-), hepatitis B (-). Ibu D sudah mendapat
tablet Fe dan Kalsium dari puskesmas dan posyandu.

Monitoring dan Evaluasi:

Masih didapatkan beberapa ibu hamil yang tidak rutin melakukan ANC. Kader-kader
terpilih harus tetap aktif untuk mengajak warga khususnya ibu hamil untuk melakukan
ANC.

19. ANC di Posyandu Terate Ibu T G2P1A0


LB:
Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masihh
memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gestosis dan anestesia. Angka kematian ibu dan
bayi di Indonesia masih tinggi yaitu angka kematian ibu rata-rata 307/100.000 kelahiran
hidup sedangkan target dari Millenium Development Goals 2015 adalah 102/100.000
kelahiran hidup. Sementara untuk angka kematian bayi sebesar 26,9/1000 kelahiran
hidup. Adapun target dari MDGs 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup. Tingginya angka
kematian ibu dan bayi antara lain disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan ibu dan
frekuensi pemeriksaan antenatal care yang tidak teratur. Pada pemeriksaan dan
pemantauan antenatal dilakukan dengan memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan
deteksi dini komplikasi kehamilan. Antenatal care terpadu merupakan pelayanan
antenatal yang komprehensif dan berkualitas. Pelayanan ini diberikan kepada seluruh ibu
hamil. Pemeriksaan yang terdapat dalam pelayanan ANC, yaitu keadaan umum, suhu
tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi badan, LILA, TFU, presentasi janin, DJJ, Hb,
golongan darah, protein urin, gula darah/reduksi, deteksi malaria, BTA, deteksi sifilis,
serologi HIV, dan USG (Kemenkes, 2012).

Permasalahan:
Kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya antenatal care untuk menilai keadaan
kesehatan ibu dan janin dan memberikan kesempatan untuk menentukan kelainan secara
dini serta perkembangan dari keluhan pada kunjungan sebelumnya.
Perencanaan:
Melakukan pemeriksaan rutin dan konseling kepada ibu hamil.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 9 Juni di Posyandu Terate, dilaksanakan oleh 1
dokter internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut:

1) Pendaftaran

2) Pemeriksaan ibu hamil berdasar urutan daftar

3) Konseling dan pengisian buku pink

4) Pemberian tablet besi dan kalsium

Berikut Ante Natal Care (ANC) dilakukan dengan pasien:

Nama: Ibu T

Usia: 22 tahun

Suami: Bapak F

HPHT: 22 Oktober 2020

TP: 27 Juli 2021

UK: 33-34 minggu

Status: G2P1A0

BB/TB: 80 kg / 160 cm

Lila: 23,5 cm

Tensi: 110/80 mmgHg

TFU: 30 cm

DJJ: 140 x/ menit

Ibu T merencanakan persalinan di Puskesmas Kramatwatu dengan bidan desa. Kemudian


untuk cek laboratorium terakhir diketahui Hb Ibu D normal, DM (-), HT (-), proteinuria
(-), glukosuria (-), sifilis (-), HIV (-), hepatitis B (-). Ibu D sudah mendapat tablet Fe dan
Kalsium dari puskesmas dan posyandu.
Monitoring dan Evaluasi:

Masih didapatkan beberapa ibu hamil yang tidak rutin melakukan ANC. Kader-kader
terpilih harus tetap aktif untuk mengajak warga khususnya ibu hamil untuk melakukan
ANC.

20. ANC di Posyandu Teluk Terate Ibu L G1P0A0


LB:
Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masihh
memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gestosis dan anestesia. Angka kematian ibu dan
bayi di Indonesia masih tinggi yaitu angka kematian ibu rata-rata 307/100.000 kelahiran
hidup sedangkan target dari Millenium Development Goals 2015 adalah 102/100.000
kelahiran hidup. Sementara untuk angka kematian bayi sebesar 26,9/1000 kelahiran
hidup. Adapun target dari MDGs 2015 sebesar 17/1000 kelahiran hidup. Tingginya angka
kematian ibu dan bayi antara lain disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan ibu dan
frekuensi pemeriksaan antenatal care yang tidak teratur. Pada pemeriksaan dan
pemantauan antenatal dilakukan dengan memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan
deteksi dini komplikasi kehamilan. Antenatal care terpadu merupakan pelayanan
antenatal yang komprehensif dan berkualitas. Pelayanan ini diberikan kepada seluruh ibu
hamil. Pemeriksaan yang terdapat dalam pelayanan ANC, yaitu keadaan umum, suhu
tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi badan, LILA, TFU, presentasi janin, DJJ, Hb,
golongan darah, protein urin, gula darah/ reduksi, deteksi malaria, BTA, deteksi sifilis,
serologi HIV, dan USG (Kemenkes, 2012).

Permasalahan:
Kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya antenatal care untuk menilai keadaan
kesehatan ibu dan janin dan memberikan kesempatan untuk menentukan kelainan secara
dini serta perkembangan dari keluhan pada kunjungan sebelumnya.

Perencanaan:
Melakukan pemeriksaan rutin dan konseling kepada ibu hamil.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 2 Juni di Posyandu Teluk Terate, dilaksanakan oleh
1 dokter internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut:

1) Pendaftaran

2) Pemeriksaan ibu hamil berdasar urutan daftar


3) Konseling dan pengisian buku pink

4) Pemberian tablet besi dan kalsium

Berikut Ante Natal Care (ANC) dilakukan dengan pasien:

Nama: Ibu L

Usia: 23 tahun

Suami: Bapak A

HPHT: 2 Oktober 2020

TP: 6 Juli 2021

UK: 35-36 minggu

Status: G1P0A0

BB/TB: 68 kg / 158 cm

Lila: 25 cm

Tensi: 120/70 mmgHg

TFU: 30 cm

DJJ: 130 x/ menit

Ibu L merencanakan persalinan di Puskesmas Kramatwatu dengan bidan desa. Kemudian


untuk cek laboratorium terakhir diketahui Hb Ibu D normal, DM (-), HT (-), proteinuria
(-), glukosuria (-), sifilis (-), HIV (-), hepatitis B (-). Ibu D sudah mendapat tablet Fe dan
Kalsium dari puskesmas dan posyandu.

Monitoring dan Evaluasi:

Masih didapatkan beberapa ibu hamil yang tidak rutin melakukan ANC. Kader-kader
terpilih harus tetap aktif untuk mengajak warga khususnya ibu hamil untuk melakukan
ANC.

21. Skrining Resti Ibu W G4P3A0


LB:
Kasus kematian ibu berhubungan erat dengan rendahnya tingkat pelayanan kesehatan yang
diperoleh selama kehamilan, yaitu antara 33 – 50%. Penyebab terbanyak berturut – turur, yaitu
pre eklampsi, eklampsi, dan perdarahan (WHO, 2006). Penyebab kematian tersebut, seharusnya
dapat dideteksi secara dini dan dilakukan panganan awal ketika kunjungan ANC.
Skrining resti untuk ibu hamil dengan risiko tinggi dilakukan sama dengan kegiatan ante natal
care berdasarkan Kemenkes 2012 yaitu mencakup : keadaan umum, suhu tubuh, tekanan darah,
berat badan, tinggi badan, LILA, TFU, presentasi janin, DJJ, Hb, golongan darah, protein urin, gula
darah/ reduksi, deteksi malaria, BTA, deteksi sifilis, serologi HIV, dan USG, yang ditambahkan
dengan penapisan risiko-risiko tinggi yang adam yaitu 4 Terlalu dalam syarat BKKBN :

- Terlalu Banyak anak (>4 anak)

- Terlalu Tua usia ibu (>35 tahun)

- Terlalu Muda usia ibu (< 20 tahun)

- Terlalu dekat jarak persalinan (<2 tahun)

Untuk kemudian setelah dilakukan skrining bahwa ditemukan adanya resti (risiko tinggi) pada
kehamilan, dapat diberikan edukasi dan penanganan yang tepat, guna mencegah terjadinya
keadaan-keadaan yang tidak dinginkan.

Selain '4 terlalu' tersebut, juga banyak didapatkan preeclampsia, riwayat SC, penyakit komorbid
lainnya dalam kehamilan, yang juga menjadi risiko-risiko tinggi lainnya bagi para ibu hamil yang
patut diwaspadai dan diberikan tata laksana khusus.

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil maupun ibu yang memiliki anak
balita mengenai ANC dan pengetahuan mengenai risiko-risiko tinggi dalam kehamilan.

Perencanaan:
Rencana dan intervensi untuk masalah KIA-KB-Imunisasi kali ini difokuskan untuk ibu hamil
dengan risiko tinggi terlebih dahulu sehingga direncakanan sebagai berikut :

1. Informasi disebarluaskan antar desa melalui kader bahwa akan diadakan skrining di posyandu
untuk ibu hamil dengan risiko tinggi
2. Kader menyebar info pada seluruh ibu hamil
3. Bidan desa mendukung dan mengupayakan untuk para ibu hamil risiko tinggi hadir di skrining
4. Ibu hamil datang dan mendapat penanganan dalam acara skrining
5. Outcome yang diharapkan adalah bahwa risiko tinggi dapat di handle, diantisipasi, diberi
tatalaksana yang lebih siap

Pelaksanaan:
Berikut Skrining yang dilakukan dengan pasien :

Nama: Ibu W

Usia: 37 tahun
Suami: Bapak D

HPHT: 21 Desember 2020

UK: 28-29 minggu

Status: G4P3A0

BB/TB: 73 kg / 156 cm

Lila: 29 cm

Tensi: 120/80 mmgHg

TFU: 27 cm

DJJ: 150 x/ menit

Resti: Usia > 35 tahun

Ibu W merencanakan persalinan di puskesmas kramatwatu dengan bidan desa,

kemudian untuk cek laboratorium terakhir diketahui Ibu W tidak anemia (Hb 13), sudah
mendapat tablet Fe dan Kalsium dari puskesmas dan posyandu.

Perencenaan KB Ibu W setelah ini adalah IUD atau tubektomi, karena telah dikonseling untuk
tidak punya anak lagi setelah yang kali ini (anak sudah 4, dan usia sudah 37 tahun).

Adapun acara dilaksanakan pada :

Lokasi : Posyandu Desa Toyomerto

Waktu : 08.00-12.00, 5 Juli 2021

dengan susunan acara sebagai berikut :

1) pendaftaran

2) anamnesis & pf oleh bidan / dokter umum

3) pemberian tablet besi, asam folat, kalsium, dan obat obatan tambahan lainnya

4) acara selesai
Monitoring dan Evaluasi:

Acara berlangsung dengan baik, total jumlah peserta 20 orang ibu hamil. Evaluasi untuk acara ini
adalah apabila tidak terjadi dalam masa pandemi covid19, acara bisa lebih ramai, akan tetapi
karena sedang pandemi, acara diadakan dengan protokol kesehatan terkait covid19 yaitu
membatasi peserta, sehingga tidak seluruh ibu hamil dengan resti dapat hadir.

22. Skrining Resti Ibu Y G1P0A0


LB:
Kasus kematian ibu berhubungan erat dengan rendahnya tingkat pelayanan kesehatan yang
diperoleh selama kehamilan, yaitu antara 33 – 50%. Penyebab terbanyak berturut – turur, yaitu
pre eklampsi, eklampsi, dan perdarahan (WHO, 2006). Penyebab kematian tersebut, seharusnya
dapat dideteksi secara dini dan dilakukan panganan awal ketika kunjungan ANC.

Skrining resti untuk ibu hamil dengan risiko tinggi dilakukan sama dengan kegiatan ante natal
care berdasarkan Kemenkes 2012 yaitu mencakup : keadaan umum, suhu tubuh, tekanan darah,
berat badan, tinggi badan, LILA, TFU, presentasi janin, DJJ, Hb, golongan darah, protein urin, gula
darah/ reduksi, deteksi malaria, BTA, deteksi sifilis, serologi HIV, dan USG, yang ditambahkan
dengan penapisan risiko-risiko tinggi yang adam yaitu 4 Terlalu dalam syarat BKKBN :

- Terlalu Banyak anak (>4 anak)

- Terlalu Tua usia ibu (>35 tahun)

- Terlalu Muda usia ibu (< 20 tahun)

- Terlalu dekat jarak persalinan (<2 tahun)

Untuk kemudian setelah dilakukan skrining bahwa ditemukan adanya resti (risiko tinggi) pada
kehamilan, dapat diberikan edukasi dan penanganan yang tepat, guna mencegah terjadinya
keadaan-keadaan yang tidak dinginkan.

Selain '4 terlalu' tersebut, juga banyak didapatkan preeclampsia, riwayat SC, penyakit komorbid
lainnya dalam kehamilan, yang juga menjadi risiko-risiko tinggi lainnya bagi para ibu hamil yang
patut diwaspadai dan diberikan tata laksana khusus.

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil maupun ibu yang memiliki anak
balita mengenai ANC dan pengetahuan mengenai risiko-risiko tinggi dalam kehamilan.

Perencanaan:
Rencana dan intervensi untuk masalah KIA-KB-Imunisasi kali ini difokuskan untuk ibu hamil
dengan risiko tinggi terlebih dahulu sehingga direncakanan sebagai berikut :

1. Informasi disebarluaskan antar desa melalui kader bahwa akan diadakan skrining di posyandu
untuk ibu hamil dengan risiko tinggi
2. Kader menyebar info pada seluruh ibu hamil
3. Bidan desa mendukung dan mengupayakan untuk para ibu hamil risiko tinggi hadir di skrining
4. Ibu hamil datang dan mendapat penanganan dalam acara skrining
5. Outcome yang diharapkan adalah bahwa risiko tinggi dapat di handle, diantisipasi, diberi
tatalaksana yang lebih siap

Pelaksanaan:
Berikut Skrining yang dilakukan dengan pasien :

Nama: Ibu Y

Usia: 19 tahun

Suami: Bapak F

HPHT: 17 Januari 2021

UK: 25-26 minggu

Status: G1P0A0

BB/TB: 70 kg / 150 cm

Lila: 23,5 cm

Tensi: 120/80 mmgHg

TFU: 22 cm

DJJ: 130 x/ menit

Resti: Usia < 20 tahun, anemia (Hb 9,4)

Ibu Y merencanakan persalinan di puskesmas kramatwatu dengan bidan desa, kemudian untuk
cek laboratorium terakhir diketahui Ibu Y anemia (Hb 9,4), sudah mendapat tablet Fe dan
Kalsium dari puskesmas dan posyandu.

Perencenaan KB Ibu Y setelah ini adalah IUD untuk menjarangkan kehamilan.

Adapun acara dilaksanakan pada :

Lokasi : Posyandu Desa Wanayasa


Waktu : 08.00-12.00, 10 Juli 2021

dengan susunan acara sebagai berikut :

1) pendaftaran

2) anamnesis & pf oleh bidan / dokter umum

3) pemberian tablet besi, asam folat, kalsium, dan obat obatan tambahan lainnya

4) acara selesai

Monitoring dan Evaluasi:

Acara berlangsung dengan baik, total jumlah peserta 20 orang ibu hamil. Evaluasi untuk acara ini
adalah apabila tidak terjadi dalam masa pandemi covid19, acara bisa lebih ramai, akan tetapi
karena sedang pandemi, acara diadakan dengan protokol kesehatan terkait covid19 yaitu
membatasi peserta, sehingga tidak seluruh ibu hamil dengan resti dapat hadir.

23. Keluarga Berencana – Pemasangan IUD


LB:
Keluarga berencana termasuk ke dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau
Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh negara-negara anggota PBB
tahun 2015. Keluarga berencana terdapat pada tujuan untuk menjamin kehidupan sehat
dan mendukung kesejahteraan bagi semua di segala usia. Target ke-3 poin 7 dalam
tujuan tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2030, pemerintah menjamin akses
universal terhadap layanan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk
untuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, serta integrasi kesehatan
reproduksi ke dalam strategi program nasional. Pemerintah telah menetapkan kebijakan
keluarga berencana melalui penyelenggaraan program keluarga berencana. Peraturan
Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
menyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
yang berkualitas. Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami
istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak
kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi.
Pelaksanaan program keluarga berencana dinyatakan dengan pemakaian alat atau cara
KB saat ini. Pemakaian alat KB modern yang dinyatakan dengan Contraceptive
Prevalence Rate (CPR) modern di antara WUS (wanita usia kawin 15-49 tahun)
merupakan salah satu dari indikator universal akses kesehatan reproduksi. Pemakaian
cara/alat KB di Indonesia tahun 2013 adalah 59,7% dengan besar CPR modern 59,3 %.
Pemakaian alat kontrasepsi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
kontrasepsi jangka panjang (MJKP) dan metode kontrasepsi jangka pendek (non-MJKP).
Peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) merupakan salah
satu sasaran dari lima sasaran strategis yang ditetapkan BKKBN dalam rangka
pencapaian tujuan strategis. Metode kontrasepsi jangka panjang memiliki tingkat
efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan non MKJP dalam hal pencegahan kehamilan.
Jenis metoda yang termasuk ke dalam MKJP adalah kontrasepsi mantap pria dan wanita
(tubektomi dan vasektomi), Implant dan Intra Uterine Device (IUD). IUD merupakan
salah satu MKJP yang paling sedikit menimbulkan keluhan/masalah dibandingkan pil,
suntikan dan susuk KB. IUD memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan
non MKJP dalam hal pencegahan kehamilan.
Efektivitas IUD disebutkan bahwa dari 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun
pertama terdapat 1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan. IUD merupakan alat
kontrasepsi 3 jangka panjang yang reversibel, pemaikaian IUD di antaranya tidak
menimbulkan efek sistemik, efektivitas cukup tinggi, dan dapat digunakan oleh semua
wanita di semua usia reproduksi selama wanita tersebut tidak memiliki kontraindikasi
dari IUD.

Permasalahan:
Kegiatan pemasangan IUD ini dilaksanakan di poli KB Puskesmas Kramatwatu pada tanggal 19
Juni 2021. Permasalahan yang muncul pada kegiatan KB ini adalah rendahnnya keinginan
masyarakat untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan Implan dan memilih
untuk menggunakan KB suntik atau pil. Masyarakat juga banyak yang masih takut untuk memilih
kontrasepsi IUD karena sering mendengar dari ibu-ibu yang lain bahwa IUD itu sakit dan tidak
nyaman, padahal IUD merupakan kontrasepsi pilihan pertama dengan efektivitas tinggi tanpa
efek samping hormonal.

Perencanaan:
Edukasi kepada wanita usia produktif mengenai jenis-jenis KB, manfaat serta kekurangan dan
kelebihan masing-masing alat kontrasepsi, pilihan kontrasepsi pada berbagai kasus, dan cara
penggunaannya perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Selain melalui poli KB di Puskesmas, edukasi juga dapat dilakukan dengan bantuan kader-kader
di masyarakat, atau melalui bidan desa di berbagai acara masyarakat seperti Posyandu.

Pelaksanaan:
Kegiatan pemasangan KB IUD ini dilaksanakan di poli KB Puskesmas Kramatwatu pada tanggal
19 Juni 2021. Kegiatan dilaksanakan oleh 1 orang dokter internship dan 2 orang bidan
puskesmas, dengan akseptor bernama Ny. H dengan identitas sbb:

Nama: Ny. H

Usia: 26 tahun
Suami: Tn. J

BB/TB: 55 kg / 160 cm

Tensi: 100/70 mmgHg

Sebelum dilakukan pemasangan IUD, akseptor dijelaskan terlebih dahulu mengenai keuntungan
dan kerugian, teknik pemasangan, komplikasi serta jangka waktunya. Ditanyakan juga mengenai
riwayat KB sebelumnya, jumlah anak hidup, usianya, riwayat penyakit, riwaiyat berhubungan
seksual terakhir, menstruasi terakhir, sedang hamil atau tidak, dan sebagainya. Setelah itu kami
melakukan informed consent pada akseptor.

Alat dipersiapkan dengan prosedur yang steril. Gunakan teknik no touch, withdrawal dalam
memasukkan IUD. Lakukan edukasi menyeluruh mengenai kejadian yang mungkin terjadi selama
menggunakan KB IUD dan cara mengatasinya.

Monitoring dan Evaluasi:

Monitoring dan Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilakukan sewaktu-waktu. Tingkat


pengetahuan wanita usia produktif mengenai pilihan KB dapat dievaluasi secara berkala oleh
bidan desa di Puskesmas Kramatwatu.

24. Keluarga Berencana – Pemasangan Implant


LB:
Keluarga berencana termasuk ke dalam 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau
Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh negara-negara anggota PBB
tahun 2015. Keluarga berencana terdapat pada tujuan untuk menjamin kehidupan sehat
dan mendukung kesejahteraan bagi semua di segala usia. Target ke-3 poin 7 dalam
tujuan tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2030, pemerintah menjamin akses
universal terhadap layanan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk
untuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, serta integrasi kesehatan
reproduksi ke dalam strategi program nasional. Pemerintah telah menetapkan kebijakan
keluarga berencana melalui penyelenggaraan program keluarga berencana. Peraturan
Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
menyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
yang berkualitas. Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami
istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak
kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi.
Pelaksanaan program keluarga berencana dinyatakan dengan pemakaian alat atau cara
KB saat ini. Pemakaian alat KB modern yang dinyatakan dengan Contraceptive
Prevalence Rate (CPR) modern di antara WUS (wanita usia kawin 15-49 tahun)
merupakan salah satu dari indikator universal akses kesehatan reproduksi. Pemakaian
cara/alat KB di Indonesia tahun 2013 adalah 59,7% dengan besar CPR modern 59,3 %.
Pemakaian alat kontrasepsi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
kontrasepsi jangka panjang (MJKP) dan metode kontrasepsi jangka pendek (non-MJKP).
Peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MJKP) merupakan salah
satu sasaran dari lima sasaran strategis yang ditetapkan BKKBN dalam rangka
pencapaian tujuan strategis. Metode kontrasepsi jangka panjang memiliki tingkat
efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan non MKJP dalam hal pencegahan kehamilan.
Jenis metoda yang termasuk ke dalam MKJP adalah kontrasepsi mantap pria dan wanita
(tubektomi dan vasektomi), Implant dan Intra Uterine Device (IUD).
Implant merupakan metode kontrasepsi hormonal yang memiliki efektivitas sangat
tinggi serta memiliki angka kegagalan yang rendah. Implant juga merupakan alat
kontrasepsi yang sangat sesuai bagi pasangan usia subur yang ingin memakai
kontrasepsi dalam jangka panjang untuk mengatur jarak kehamilan. Menurut BKKBN,
program KB dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang masih kurang
peminatnya termasuk implant. Salah satu penyebab adalah kurangnya pengetahuan
akseptor tentang implant.

Permasalahan:
Salah satu pilihan kontrasepsi yang dapat digunakan adalah implan. Metode kontrasepsi ini cukup efektif
dengan risiko kehamilan kurang dari 1 antara 100 ibu dalam 1 tahun. Metode ini cukup disukai, karena
tidak perlu lagi melakukan apapun untuk periode 3 - 7 tahun setelah pemasangan dan tidak mengganggu
hubungan seksual. Namun kontrasepsi jenis ini seringkali masih dihindari oleh peserta KB, mereka lebih
memilih untuk mengkonsumsi pil KB atau KB suntik karena mendengar dari rekan-rekannya bahwa KB
implan sakit dan tidak nyaman.

Perencanaan:
Kontrasepsi implan memiliki keuntungan adalah memiki daya guna yang tinggi, perlindungan dalam
jangka waktu yang panjang, pengembalian kesuburan yang cepat setelah dilakukan pencabutan, tidak
memerlukan pemeriksaan dalam, bebas dari pengaruh esterogen, tidak mengganggu dalam kegiatan
senggama, tidak mengganggu produksi ASI.

Edukasi kepada wanita usia produktif mengenai jenis-jenis KB, manfaat serta kekurangan dan kelebihan
masing-masing alat kontrasepsi, pilihan kontrasepsi pada berbagai kasus, dan cara penggunaannya perlu
dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Selain melalui poli KB di Puskesmas, edukasi juga dapat dilakukan dengan bantuan kader-kader di
masyarakat, atau melalui bidan desa di berbagai acara masyarakat seperti Posyandu.

Pelaksanaan:
Kegiatan pemasangan KB Implan ini dilaksanakan di poli KB Puskesmas Kramatwatu pada tanggal 1
Juni 2021. Kegiatan dilaksanakan oleh 1 orang dokter internship dan 1 orang bidan puskesmas, dengan
akseptor bernama Ny. K dengan identitas sbb:

Nama : Ny. K

Usia : 27 tahun

Suami : Tn. L

BB/TB : 65 kg / 165 cm

Tensi : 120/70 mmgHg

Alat dan bahan dipersiapkan, akseptor diminta untuk tiduran dengan lengan atas kiri terexpose. Dilakukan
tindakan sepsis dan asepsis pada lokasi pemasangan. Setelah implant dimasukan ke subkutan, luka ditutup
menggunakan veerband. Akseptor diedukasi bahwa jangan terkena air selama 3 hari dan setelah 3 hari
balutan harap diganti sendiri. Akseptor diajarkan untuk mengecek posisi implant dengan cara merabanya.

Monitoring dan Evaluasi:

Monitoring dan Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilakukan sewaktu-waktu. Tingkat pengetahuan
wanita usia produktif mengenai pilihan KB dapat dievaluasi secara berkala oleh bidan desa di Puskesmas
Kramatwatu.

25. Memperkenalkan IMD dan ASI Eksklusif di Posyandu Margatani


LB:
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada awalawal kelahiran merupakan salah satu prinsip
menyusui yaitu dimulai sedini mungkin dan secara eksklusif. Di Indonesia akhir –akhir ini
sedang digiatkan satu program yang disebut Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang dapat
memberikan keuntungan baik bagi bayi maupun bagi ibu. Kebijakan inisiasi menyusui
dini telah disosialisasikan di Indonesia sejak Agustus 2007. World Health Organization
(WHO) telah merekomendasikan kepada semua bayi untuk mendapatkan kolostrum
yaitu ASI pada hari pertama dan kedua untuk melawan berbagai infeksi dan
mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan.
Upaya pencegahan untuk mengurangii angka kesakitan dan angka kematian bayi salah
satunya dengan pemberian ASI eksklusif. World Health Organization (WHO) dan United
Nations Children’s Fund (UNICEF) telah merekomendasikan beberapa hal untuk
peningkatan cakupan ASI eksklusif, yaitu memberikan kesempatan untuk inisiasi
menyusui dini pada satu jam setelah lahir, menyusui secara eksklusif sejak lahir sampai
usia 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI bergizi sejak bayi berusia 6 bulan
dan melanjutkan menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.
Hubungan IMD dan ASI eksklusif telah dibuktikan melalui beberapa penelitian, antara
lain menyatakan bahwa bayi mulai menyusu dini dalam 1 jam pertama akan
meningkatkan ASI eksklusif dan lama menyusui, hal ini sesuai dengan penelitian yang
melaporkan bahwa IMD dapat memberikan peluang delapan kali lebih besar untuk
keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil mengenai pentingnya IMD dan
ASI eksklusif bagi ibu dan sang buah hati.

Perencanaan:
- Ibu mendapatkan pengetahuan dari petugas kesehatan mengenai IMD dan ASI Eksklusif
- Ibu mengetahui mengenai definisi, cara melakukanl, serta manfaat dari IMD dan ASI Eksklusif

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 15 Juni di Posyandu Margatani, dilaksanakan oleh 1
dokter internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut:

1) Pendaftaran dan pendataan ibu hamil

2) Pemberian presentasi oral dengan materi IMD dan ASI Eksklusif

3) Disksui dan sesi tanya jawab

4) Penutupan

Monitoring dan Evaluasi:

Pelaksanaan berlangsung dengan lancar dan tertib, peserta dapat mengikuti kegiatan
dengan baik, memperhatikan, dan aktif bertanya kepada pemberi materi.

26. Memperkenalkan IMD dan ASI Eksklusif di Posyandu Harjatani

LB:
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada awalawal kelahiran merupakan salah satu prinsip
menyusui yaitu dimulai sedini mungkin dan secara eksklusif. Di Indonesia akhir –akhir ini
sedang digiatkan satu program yang disebut Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang dapat
memberikan keuntungan baik bagi bayi maupun bagi ibu. Kebijakan inisiasi menyusui
dini telah disosialisasikan di Indonesia sejak Agustus 2007. World Health Organization
(WHO) telah merekomendasikan kepada semua bayi untuk mendapatkan kolostrum
yaitu ASI pada hari pertama dan kedua untuk melawan berbagai infeksi dan
mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan.
Upaya pencegahan untuk mengurangii angka kesakitan dan angka kematian bayi salah
satunya dengan pemberian ASI eksklusif. World Health Organization (WHO) dan United
Nations Children’s Fund (UNICEF) telah merekomendasikan beberapa hal untuk
peningkatan cakupan ASI eksklusif, yaitu memberikan kesempatan untuk inisiasi
menyusui dini pada satu jam setelah lahir, menyusui secara eksklusif sejak lahir sampai
usia 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI bergizi sejak bayi berusia 6 bulan
dan melanjutkan menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.
Hubungan IMD dan ASI eksklusif telah dibuktikan melalui beberapa penelitian, antara
lain menyatakan bahwa bayi mulai menyusu dini dalam 1 jam pertama akan
meningkatkan ASI eksklusif dan lama menyusui, hal ini sesuai dengan penelitian yang
melaporkan bahwa IMD dapat memberikan peluang delapan kali lebih besar untuk
keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil mengenai pentingnya IMD dan
ASI eksklusif bagi ibu dan sang buah hati.

Perencanaan:
- Ibu mendapatkan pengetahuan dari petugas kesehatan mengenai IMD dan ASI Eksklusif
- Ibu mengetahui mengenai definisi, cara melakukanl, serta manfaat dari IMD dan ASI Eksklusif

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 23 Juni di Posyandu Harjatani, dilaksanakan oleh 1
dokter internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut:

1) Pendaftaran dan pendataan ibu hamil

2) Pemberian presentasi oral dengan materi IMD dan ASI Eksklusif

3) Disksui dan sesi tanya jawab

4) Penutupan

Monitoring dan Evaluasi:

Pelaksanaan berlangsung dengan lancar dan tertib, peserta dapat mengikuti kegiatan
dengan baik, memperhatikan, dan aktif bertanya kepada pemberi materi.

27. Asuhan Persalinan Normal Ibu S P2A0


LB:
Persalinan normal menurut WHO (World Health Organization) adalah persalinan yang
dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian
selama proses persalinan, bayi lahir secara spontan dalam presentasi belakang kepala
pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah persalinan ibu maupun bayi
berada dalam kondisi sehat (JNPK-KR Depkes RI, 2012).
Tempat bersalin termasuk salah satu faktor yang dapat memengaruhi psikologis ibu bersalin.
Pemilihan tempat bersalin dan penolong persalinan yang tidak tepat akan berdampak secara
langsung pada kesehatan ibu. Setidaknya ada dua pilihan tempat bersalin yaitu di rumah ibu
atau di unit pelayanan kesehatan.

Tempat yang ideal untuk melahirkan adalah fasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan
tenaga yang siap menolong bila sewaktu-waktu terjadi komplikasi persalinan. Minimal di fasilitas
kesehatan seperti puskesmas yang mampu memberikan PONED.

Persalinan normal terjadi melalui empat kala persalinan, dimuali dari kala I (pembukaan
0-10 cm), kala II (kala pengeluaran), kala III (kala uri), kala IV (kala pengawasan). Proses
dinamik dari persalinan meliputi empat komponen adalah passager (janin), passage
(pelvis ibu), power (kontraksi uterus) dan psikis (status emosional ibu). Bila persalinan
dimulai interaksi antara passager, passage, power, dan psikis harus sinkron untuk
terjadinya kelahiran pervaginam secara spontan (Lockhart A & Saputra L, 2014).

Permasalahan:
Masih banyak ibu di beberapa desa di wilayah Kramatwatu yang tidak mau bersalin di
fasilitas kesehatan dan lebih memilih dukun beranak terdekat di desanya. Proses
persalinan tradisional oleh dukun juga kerap membahayakan jiwa ibu bersalin. Hal ini
dikarenakan dukun kurang mampu mengenali keadaan patologis pada saat kehamilan
dan persalinan seperti anemia pada ibu hamil, robekan rahim karena tindakan
mendorong perut ibu pada saat persalinan, terjadinya perdarahan karena mengurut-
urut rahim pada waktu pengeluaran plasenta, dan persalinan tidak maju (persalinan
lama) karena tidak menganali tanda kelainan dalam persalinan.

Perencanaan:
Edukasi terus menerus dilakukan oleh bidan desa dan kader-kader untuk mengajak ibu-ibu hamil
untuk melakukan persalinan di bidan terdekat atau Puskesmas. Puskesmas dengan pelayanan
persalinan normal merupakan Puskesmas yang mempunyai ruangan khusus untuk persalinan
dan ruangan pemantauan pasca bersalin (nifas) serta alat (partus set) untuk pelayanan
persalinan 16 normal sesuai standar. Ruangan persalinan, ruangan nifas dan partus set mengacu
pada buku Pedoman Pelayanan Puskesmas. Proses persalinan dilakukan di Puskesmas
Kramatwatu sesuai dengan SOP yang berlaku dengan standar pelayanan tertinggi.

Pelaksanaan:
Proses persalinan dilakukan di VK pada tanggal 3 Agustus 2021 dibantu oleh 1 dokter internship dengan
3 bidan dan 2 mahasiswi bidan yang sedang bertugas di VK. Pasien dengan identitas Ny. S; 28th; 160cm;
78kg melakukan persalinan normal spontan dengan proses sebagai berikut.

Seorang pasien wanita berusia 27 tahun datang ke IGD Puskesmas Kramatwatu pada tanggal 3 Agustus 2021
dengan keluhan rasa sakit ingin mengedan.
RPS:
- Nyeri dirasakan sejak pukul 08.00
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan
- HPHT: 31-10-2020 TP: 05-08-2021
- RHM: Mual muntah (-) perdarahan (-)
- ANC: kontrol teratur ke bidan mulai usia kehamilan 3 bulan, belum pernah USG, selalu meminum tablet tambah
darah.

RPD: Tidak pernah menderita sakit jantung, ginjal, DM, HT. alergi (-)
RPK: (-)

Pemeriksaan Fisik:
KU: sakit sedang Kesadaran: compos mentis
Tanda Vital:
Tekanan darah: 119/73 mmHg
Nadi: 88x/menit
Respirasi: 20x/menit
Suhu: 36,5oC
LILA: 25 cm

Status Obstetrikus
TFU: 29 cm
Leopold I: FUT teraba 3 jari dibawah processus xyphoideus, teraba massa besar, lunak, noduler
Leopold II: tahanan terbesar janin disebelah kanan, bagian kecil di kiri
Leopold III: teraba masa keras, terfiksir
Leopold IV: divergen
DJJ : 150x/menit

Genitalia:
Inspeksi: V/U tenang, PPV (-)
VT: Bukaan 6-7 cm ketuban (+), teraba kepala UUK kiri melintang ii-iii

Diagnosis: G2P1A0 parturien aterm kala I fase laten

Tatalaksana:
3 Agustus 2021 12.00 Pimpin persalinan
3 Agustus 2021 12.40 Lahir bayi perempuan, berat 3200g, panjang 48cm
3 Agustus 2021 12.50 Lahir plasenta spontan, lengkap, berat 500gr

Monitoring dan Evaluasi:

Proses persalinan berjalan dengan normal, pasien dapat dipulangkan setelah selesai observasi and
inisiasi menyusui dini. Tidak lupa dilakukan edukasi mengenai breast care dan vulva hygiene oleh bidan.
Evaluasi akan dilakukan oleh bidan desa secara berkala.

28. Asuhan Persalinan Normal Ibu A P3A0


LB:
Persalinan normal menurut WHO (World Health Organization) adalah persalinan yang
dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian
selama proses persalinan, bayi lahir secara spontan dalam presentasi belakang kepala
pada usia kehamilan 37-42 minggu lengkap dan setelah persalinan ibu maupun bayi
berada dalam kondisi sehat (JNPK-KR Depkes RI, 2012).
Tempat bersalin termasuk salah satu faktor yang dapat memengaruhi psikologis ibu bersalin.
Pemilihan tempat bersalin dan penolong persalinan yang tidak tepat akan berdampak secara
langsung pada kesehatan ibu. Setidaknya ada dua pilihan tempat bersalin yaitu di rumah ibu
atau di unit pelayanan kesehatan.

Tempat yang ideal untuk melahirkan adalah fasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan
tenaga yang siap menolong bila sewaktu-waktu terjadi komplikasi persalinan. Minimal di fasilitas
kesehatan seperti puskesmas yang mampu memberikan PONED.

Persalinan normal terjadi melalui empat kala persalinan, dimuali dari kala I (pembukaan
0-10 cm), kala II (kala pengeluaran), kala III (kala uri), kala IV (kala pengawasan). Proses
dinamik dari persalinan meliputi empat komponen adalah passager (janin), passage
(pelvis ibu), power (kontraksi uterus) dan psikis (status emosional ibu). Bila persalinan
dimulai interaksi antara passager, passage, power, dan psikis harus sinkron untuk
terjadinya kelahiran pervaginam secara spontan (Lockhart A & Saputra L, 2014).

Permasalahan:
Masih banyak ibu di beberapa desa di wilayah Kramatwatu yang tidak mau bersalin di
fasilitas kesehatan dan lebih memilih dukun beranak terdekat di desanya. Proses
persalinan tradisional oleh dukun juga kerap membahayakan jiwa ibu bersalin. Hal ini
dikarenakan dukun kurang mampu mengenali keadaan patologis pada saat kehamilan
dan persalinan seperti anemia pada ibu hamil, robekan rahim karena tindakan
mendorong perut ibu pada saat persalinan, terjadinya perdarahan karena mengurut-
urut rahim pada waktu pengeluaran plasenta, dan persalinan tidak maju (persalinan
lama) karena tidak menganali tanda kelainan dalam persalinan.

Perencanaan:
Edukasi terus menerus dilakukan oleh bidan desa dan kader-kader untuk mengajak ibu-ibu hamil
untuk melakukan persalinan di bidan terdekat atau Puskesmas. Puskesmas dengan pelayanan
persalinan normal merupakan Puskesmas yang mempunyai ruangan khusus untuk persalinan
dan ruangan pemantauan pasca bersalin (nifas) serta alat (partus set) untuk pelayanan
persalinan 16 normal sesuai standar. Ruangan persalinan, ruangan nifas dan partus set mengacu
pada buku Pedoman Pelayanan Puskesmas. Proses persalinan dilakukan di Puskesmas
Kramatwatu sesuai dengan SOP yang berlaku dengan standar pelayanan tertinggi.

Pelaksanaan:
Proses persalinan dilakukan di VK pada tanggal 17 Juli 2021 dibantu oleh 1 dokter internship dengan 3
bidan dan 2 mahasiswi bidan yang sedang bertugas di VK. Pasien dengan identitas Ny. A; 25th; 165cm;
83kg melakukan persalinan normal spontan dengan proses sebagai berikut.
Seorang pasien wanita berusia 25 tahun datang ke IGD Puskesmas Kramatwatu pada tanggal 17 Juli 2021 dengan
keluhan rasa sakit ingin mengedan.

RPS:
- Nyeri dirasakan sejak pukul 06.00
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan
- HPHT: 16-10-2020 TP: 20-07-2021
- RHM: Mual muntah (-) perdarahan (-)
- ANC: kontrol teratur ke bidan mulai usia kehamilan 3 bulan, belum pernah USG, selalu meminum tablet tambah
darah.

RPD: Tidak pernah menderita sakit jantung, ginjal, DM, HT. alergi (-)
RPK: (-)

Pemeriksaan Fisik:
KU: sakit sedang Kesadaran: compos mentis
Tanda Vital:
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi: 88x/menit
Respirasi: 20x/menit
Suhu: 36,5oC
LILA: 25 cm

Status Obstetrikus
TFU: 29 cm
Leopold I: FUT teraba 3 jari dibawah processus xyphoideus, teraba massa besar, lunak, noduler
Leopold II: tahanan terbesar janin disebelah kanan, bagian kecil di kiri
Leopold III: teraba masa keras, terfiksir
Leopold IV: divergen
DJJ : 150x/menit

Genitalia:
Inspeksi: V/U tenang, PPV (-)
VT: Bukaan 7-8 cm ketuban (+), teraba kepala UUK kiri melintang ii-iii

Diagnosis: G4P3A0 parturien aterm kala I fase laten

Tatalaksana:
17 Juli 2021 10.00 Pimpin persalinan
17 Juli 2021 10.40 Lahir bayi laki-laki, berat 3300g, panjang 50cm
17 Juli 2021 10.50 Lahir plasenta spontan, lengkap, berat 500gr

Monitoring dan Evaluasi:

Proses persalinan berjalan dengan normal, pasien dapat dipulangkan setelah selesai observasi
and inisiasi menyusui dini. Tidak lupa dilakukan edukasi mengenai breast care dan vulva hygiene oleh
bidan. Evaluasi akan dilakukan oleh bidan desa secara berkala.
F4 GIZI
29. Pengukuran BB dan TB di Posyandu Pelamunan
LB:
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya
jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu, salah satu faktor
penting yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah faktor gizi. Akar
permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga
menyebabkan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan
pengangguran.

Sebagai generasi penerus masa depan bangsa, anak harus dijaga tumbuh kembangnya.
Pertumbuhan berkaitan dengan pertambahan ukuran fisik seseorang serta
perkembangan berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan fungsi
organ atau individu. Proses tumbuh kembang anak pada hakekatnya merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang saling terkait seperti faktor genetik, lingkungan biologis-
fisik-dan psikososial serta faktor perilaku. Apabila faktor lingkungan dan perilaku
terbentuk secara optimal maka tumbuh kembang anak akan memuaskan pula. Tumbuh
kembang anak sudah dimulai sejak bertemunya sperma ayah dan sel telur ibu, yang
berarti bahwa tumbuh kembang anak sudah dimulai sejak di dalam kandungan. Pada
perjalanan tumbuh kembang anak menjadi dewasa terdapat 3 periode pertumbuhan
yang cepat yaitu pada masa janin, masa satu tahun pertama dan masa pubertas.

Permasalahan:
Masih kurangnya partisipasi orang tua dalam kegiatan deteksi tumbuh kembang balita
yang biasanya dilakukan di posyandu setiap bulan.

Perencanaan:
- Memberikan penyuluhan tentang pentingnya deteksi tumbuh kembang

- Kader lebih aktif lagi dalam mengajak masyarakat untuk mengikuti kegiatan Posyandu

- Dilakukan kegiatan jemput bola bagi balita yang tidak datang Posyandu

Pelaksanaan:
Pada tanggal 14 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Pelamunan yang merupakan
UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Kegiatan Posyandu dilakukan bersama seorang bidan
desa dari Puskesmas dan diikuti oleh 10 anak. Deteksi tumbuh kembang balita ini dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan posyandu balita di Posyandu Desa Pelamunan dimulai pukul 9.00-selesai.
Agenda kegiatan deteksi tumbuh kembang balita ini terdiri dari penimbangan berat dan tinggi badan
anak, screening tumbuh kembang anak, dan edukasi orangtua mengenai tumbuh kembang anak.
Alur Posyandu terdiri dari:

I : Pendaftaran

II : Penimbangan

lll : Pengisian KMS

IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

V : Pelayanan kesehatan

Monitoring dan Evaluasi:

Kegiatan deteksi tumbuh kembang anak ini berjalan sesuai perencanaan. Namun, meskipun telah
dipanggil berulang kali, sasaran balita yang datang masih belum mencapai target karena masih
kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengantarkan balitanya deteksi tumbuh kembang.

30. Pengukuran BB dan TB di Posyandu Pamengkang


LB:
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya
jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu, salah satu faktor
penting yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah faktor gizi. Akar
permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga
menyebabkan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan
pengangguran.

Sebagai generasi penerus masa depan bangsa, anak harus dijaga tumbuh kembangnya.
Pertumbuhan berkaitan dengan pertambahan ukuran fisik seseorang serta
perkembangan berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan fungsi
organ atau individu. Proses tumbuh kembang anak pada hakekatnya merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang saling terkait seperti faktor genetik, lingkungan biologis-
fisik-dan psikososial serta faktor perilaku. Apabila faktor lingkungan dan perilaku
terbentuk secara optimal maka tumbuh kembang anak akan memuaskan pula. Tumbuh
kembang anak sudah dimulai sejak bertemunya sperma ayah dan sel telur ibu, yang
berarti bahwa tumbuh kembang anak sudah dimulai sejak di dalam kandungan. Pada
perjalanan tumbuh kembang anak menjadi dewasa terdapat 3 periode pertumbuhan
yang cepat yaitu pada masa janin, masa satu tahun pertama dan masa pubertas.

Permasalahan:
Masih kurangnya partisipasi orang tua dalam kegiatan deteksi tumbuh kembang balita
yang biasanya dilakukan di posyandu setiap bulan.

Perencanaan:
- Memberikan penyuluhan tentang pentingnya deteksi tumbuh kembang
- Kader lebih aktif lagi dalam mengajak masyarakat untuk mengikuti kegiatan Posyandu

- Dilakukan kegiatan jemput bola bagi balita yang tidak datang Posyandu

Pelaksanaan:
Pada tanggal 7 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Pamengkang yang merupakan
UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Kegiatan Posyandu dilakukan bersama seorang bidan
desa dari Puskesmas dan diikuti oleh 8 anak. Deteksi tumbuh kembang balita ini dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan posyandu balita di Posyandu Desa Pamengkang dimulai pukul 9.00-selesai.
Agenda kegiatan deteksi tumbuh kembang balita ini terdiri dari penimbangan berat dan tinggi badan
anak, screening tumbuh kembang anak, dan edukasi orangtua mengenai tumbuh kembang anak.

Alur Posyandu terdiri dari:

I : Pendaftaran

II : Penimbangan

lll : Pengisian KMS

IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

V : Pelayanan kesehatan

Monitoring dan Evaluasi:

Kegiatan deteksi tumbuh kembang anak ini berjalan sesuai perencanaan. Namun, meskipun telah
dipanggil berulang kali, sasaran balita yang datang masih belum mencapai target karena masih
kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengantarkan balitanya deteksi tumbuh kembang.

31. Pengukuran BB dan TB di Posyandu Wanayasa


LB:
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya
jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu, salah satu faktor
penting yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah faktor gizi. Akar
permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga
menyebabkan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan
pengangguran.

Sebagai generasi penerus masa depan bangsa, anak harus dijaga tumbuh kembangnya.
Pertumbuhan berkaitan dengan pertambahan ukuran fisik seseorang serta
perkembangan berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan fungsi
organ atau individu. Proses tumbuh kembang anak pada hakekatnya merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang saling terkait seperti faktor genetik, lingkungan biologis-
fisik-dan psikososial serta faktor perilaku. Apabila faktor lingkungan dan perilaku
terbentuk secara optimal maka tumbuh kembang anak akan memuaskan pula. Tumbuh
kembang anak sudah dimulai sejak bertemunya sperma ayah dan sel telur ibu, yang
berarti bahwa tumbuh kembang anak sudah dimulai sejak di dalam kandungan. Pada
perjalanan tumbuh kembang anak menjadi dewasa terdapat 3 periode pertumbuhan
yang cepat yaitu pada masa janin, masa satu tahun pertama dan masa pubertas.

Permasalahan:
Masih kurangnya partisipasi orang tua dalam kegiatan deteksi tumbuh kembang balita
yang biasanya dilakukan di posyandu setiap bulan.

Perencanaan:
- Memberikan penyuluhan tentang pentingnya deteksi tumbuh kembang

- Kader lebih aktif lagi dalam mengajak masyarakat untuk mengikuti kegiatan Posyandu

- Dilakukan kegiatan jemput bola bagi balita yang tidak datang Posyandu

Pelaksanaan:
Pada tanggal 21 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Wanayasa yang merupakan
UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Kegiatan Posyandu dilakukan bersama seorang bidan
desa dari Puskesmas dan diikuti oleh 8 anak. Deteksi tumbuh kembang balita ini dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan posyandu balita di Posyandu Desa Wanayasa dimulai pukul 9.00-selesai.
Agenda kegiatan deteksi tumbuh kembang balita ini terdiri dari penimbangan berat dan tinggi badan
anak, screening tumbuh kembang anak, dan edukasi orangtua mengenai tumbuh kembang anak.

Alur Posyandu terdiri dari:

I : Pendaftaran

II : Penimbangan

lll : Pengisian KMS

IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

V : Pelayanan kesehatan

Monitoring dan Evaluasi:


Kegiatan deteksi tumbuh kembang anak ini berjalan sesuai perencanaan. Namun, meskipun telah
dipanggil berulang kali, sasaran balita yang datang masih belum mencapai target karena masih
kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengantarkan balitanya deteksi tumbuh kembang.

32. Pengukuran BB dan TB di Posyandu Pegadingan


LB:
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya
jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu, salah satu faktor
penting yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah faktor gizi. Akar
permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga
menyebabkan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan
pengangguran.

Sebagai generasi penerus masa depan bangsa, anak harus dijaga tumbuh kembangnya.
Pertumbuhan berkaitan dengan pertambahan ukuran fisik seseorang serta
perkembangan berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan fungsi
organ atau individu. Proses tumbuh kembang anak pada hakekatnya merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang saling terkait seperti faktor genetik, lingkungan biologis-
fisik-dan psikososial serta faktor perilaku. Apabila faktor lingkungan dan perilaku
terbentuk secara optimal maka tumbuh kembang anak akan memuaskan pula. Tumbuh
kembang anak sudah dimulai sejak bertemunya sperma ayah dan sel telur ibu, yang
berarti bahwa tumbuh kembang anak sudah dimulai sejak di dalam kandungan. Pada
perjalanan tumbuh kembang anak menjadi dewasa terdapat 3 periode pertumbuhan
yang cepat yaitu pada masa janin, masa satu tahun pertama dan masa pubertas.

Permasalahan:
Masih kurangnya partisipasi orang tua dalam kegiatan deteksi tumbuh kembang balita
yang biasanya dilakukan di posyandu setiap bulan.

Perencanaan:
- Memberikan penyuluhan tentang pentingnya deteksi tumbuh kembang

- Kader lebih aktif lagi dalam mengajak masyarakat untuk mengikuti kegiatan Posyandu

- Dilakukan kegiatan jemput bola bagi balita yang tidak datang Posyandu

Pelaksanaan:
Pada tanggal 13 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Pegadingan yang merupakan
UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Kegiatan Posyandu dilakukan bersama seorang bidan
desa dari Puskesmas dan diikuti oleh 9 anak. Deteksi tumbuh kembang balita ini dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan posyandu balita di Posyandu Desa Pegadingan dimulai pukul 9.00-selesai.
Agenda kegiatan deteksi tumbuh kembang balita ini terdiri dari penimbangan berat dan tinggi badan
anak, screening tumbuh kembang anak, dan edukasi orangtua mengenai tumbuh kembang anak.
Alur Posyandu terdiri dari:

I : Pendaftaran

II : Penimbangan

lll : Pengisian KMS

IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

V : Pelayanan kesehatan

Monitoring dan Evaluasi:

Kegiatan deteksi tumbuh kembang anak ini berjalan sesuai perencanaan. Namun, meskipun telah
dipanggil berulang kali, sasaran balita yang datang masih belum mencapai target karena masih
kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengantarkan balitanya deteksi tumbuh kembang.

33. Pengukuran BB dan TB di Posyandu Pejaten


LB:
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya
jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu, salah satu faktor
penting yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah faktor gizi. Akar
permasalahan gizi adalah krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga
menyebabkan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan
pengangguran.

Sebagai generasi penerus masa depan bangsa, anak harus dijaga tumbuh kembangnya.
Pertumbuhan berkaitan dengan pertambahan ukuran fisik seseorang serta
perkembangan berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan fungsi
organ atau individu. Proses tumbuh kembang anak pada hakekatnya merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang saling terkait seperti faktor genetik, lingkungan biologis-
fisik-dan psikososial serta faktor perilaku. Apabila faktor lingkungan dan perilaku
terbentuk secara optimal maka tumbuh kembang anak akan memuaskan pula. Tumbuh
kembang anak sudah dimulai sejak bertemunya sperma ayah dan sel telur ibu, yang
berarti bahwa tumbuh kembang anak sudah dimulai sejak di dalam kandungan. Pada
perjalanan tumbuh kembang anak menjadi dewasa terdapat 3 periode pertumbuhan
yang cepat yaitu pada masa janin, masa satu tahun pertama dan masa pubertas.

Permasalahan:
Masih kurangnya partisipasi orang tua dalam kegiatan deteksi tumbuh kembang balita
yang biasanya dilakukan di posyandu setiap bulan.

Perencanaan:
- Memberikan penyuluhan tentang pentingnya deteksi tumbuh kembang
- Kader lebih aktif lagi dalam mengajak masyarakat untuk mengikuti kegiatan Posyandu

- Dilakukan kegiatan jemput bola bagi balita yang tidak datang Posyandu

Pelaksanaan:
Pada tanggal 5 Juni 2021 dilaksanakan Posyandu yang bertempat di Desa Pejaten yang merupakan
UKBM cakupan wilayah Puskesmas Kramatwatu. Kegiatan Posyandu dilakukan bersama seorang bidan
desa dari Puskesmas dan diikuti oleh 11 anak. Deteksi tumbuh kembang balita ini dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan posyandu balita di Posyandu Desa Pejaten dimulai pukul 9.00-selesai.
Agenda kegiatan deteksi tumbuh kembang balita ini terdiri dari penimbangan berat dan tinggi badan
anak, screening tumbuh kembang anak, dan edukasi orangtua mengenai tumbuh kembang anak.

Alur Posyandu terdiri dari:

I : Pendaftaran

II : Penimbangan

lll : Pengisian KMS

IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS

V : Pelayanan kesehatan

Monitoring dan Evaluasi:

Kegiatan deteksi tumbuh kembang anak ini berjalan sesuai perencanaan. Namun, meskipun telah
dipanggil berulang kali, sasaran balita yang datang masih belum mencapai target karena masih
kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengantarkan balitanya deteksi tumbuh kembang.

34. Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang di Wilayah Kramatwatu


LB:
Menurut Word Health Organization (WHO) masalah tumbuh kembang anak merupakan
masalah yang perlu diketahui atau dipahami sejak konsepsi hingga dewasa usia 18 tahun
(Hidayat, 2009). Pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan
berkualitas diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang balita dilakukan mulai pada “masa kritis”.

Usia Balita disebut sebagai “Masa kritis”, karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan
intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini. Pada
masa periode kritis ini, diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar
potensinya berkembang. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi diusahakan
sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya, bahkan sejak
bayi masih dalam kandungan (Kania, 2010).

Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), adalah kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan
tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang menetap (Kemenkes RI, 2012).

Permasalahan:
Anak usia 0-6 tahun perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan
terus-menerus pada setiap kesempatan. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan
penyimpangan tumbuh-kembang yang bahkan dapat menyebabkan gangguan yang
menetap. Stimulasi kepada anak hendaknya bervariasi dan ditujukan terhadap
kemampuan dasar anak yaitu: kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus,
kemampuan bicara dan bahasa, kemampuan sosialisasi dan kemandirian,
kemampuan kognitif, kreatifitas dan moral-spiritual.

Perencanaan:
Stimulasi perlu dilakukan menurut aturan yang benar seperti anjuran para ahli, stimulasi
yang salah dapat menyebabkan pembentukan anak yang menyimpang. Oleh karena itu
stimulasi sebaiknya dilakukan oleh orang-orang terdekat dengan anak yang telah
mendapat pengertian tentang cara memberi stimulasi yang benar, misal: ayah, ibu,
pengasuh, anggota keluarga lain, petugas kesehatan dan kelompok masyarakat tertentu,
misal kader kesehatan atau kader pendidikan.

Prinsip-prinsip dasar dalam menstimulasi anak


Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan para pendidik, pengasuh dan orang tua, yaitu:
- Stimulasi dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai petunjuk tenaga kesehatan yang
menangani bidang tumbuh kembang anak.
- Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak.
- Selalu menunjukkan perilaku yang baik karena anak cenderung meniru tingkah laku
orang-orang terdekat dengannya.
- Berikan stimulasi sesuai kelompok umur anak.
- Dunia anak dunia bermain, oleh karena itu lakukanlah stimulasi dengan cara mengajak
anak bermain, bernyanyi dan variasi lain yang menyenangkan, tanpa paksaan dan
hukuman.
- Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak.
- Menggunakan alat bantu/alat permainan yang sederhana, aman dan ada disekitar kita.
- Anak laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang sama.
Pelaksanaan:
1. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dengan cara mengukur Berat Badan (BB),
Tinggi Badan (TB) dan Lingkar Kepala (LK).
2. Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu meliputi
• Pendeteksian menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
• Tes Daya Lihat (TDL)
• Tes Daya Dengar (TDD)
3. Deteksi dini penyimpangan mental emosional yaitu menggunakan :
• Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME)
• Check List for Autism in Toddlers (CHAT) atau Cek lis Deteksi Dini Autis
• Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)

Monitoring dan Evaluasi:

• Stimulasi dini yang memadai, yaitu merangsang otak balita agar perkembangan
kemampuan gerak, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian anak berlangsung secara
optimal sesuai usia anak.
• Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan, yaitu melakukan skrining
atau mendeteksi sejak dini terhadap kemungkinan adanya penyimpangan tumbuh
kembang anak balita.
• Intervensi dini, yaitu melakukan koreksi dengan memanfaatkan plastisitas otak anak
untuk memperbaiki bila ada penyimpangan tumbuh kembang dengan tujuan agar
pertumbuhan dan perkembangan anak kembali kejalur normal dan penyimpangannya
tidak menjadi lebih berat.
• Rujukan dini, yaitu merujuk/membawa anak ke fasilitas kesehatan bila masalah
penyimpangan tumbuh kembang tidak dapat diatasi meskipun sudah dilakukan intervensi
dini.

35. Deteksi Dini Stunting di Desa Toyomerto


LB:
Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International Children’s
Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak mengalami stunting. Sekitar 40% anak di
daerah pedesaan mengalami pertumbuhan yang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF
mendukung sejumlah inisiasi untukmenciptakan lingkungan nasional yang kondusif
untuk gizi melalui peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN)
di mana program inimencangkup pencegahan stunting.

Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga
melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan. Stunting juga
sering disebut sebagai Retardasi Pertumbuhan Linier (RPL) yang muncul pada dua
sampai tiga tahun awalkehidupan dan merupakan refleksi dari akibat atau pengaruh dari
asupan energidan zat gizi yang kurang serta pengaruh dari penyakit infeksi, karena
dalam keadaan normal, berat badan seseorang akan berbanding lurus atau linierdengan
tinggi badannya.

Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan pendapatan


masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari dimensi ekonomi, kecerdasan, kualitas,
dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. Anak usia 3 tahun yang
stunting severe (-3 < z ≤ 2) pada laki-laki memiliki kemampuan membaca lebih rendah
15 poin dan perempuan 11 poin dibanding yang stunting mild (z > -2). Hal ini
mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah
dan tidak dapat melanjutkan sekolah.

Permasalahan:
Stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi
beban negara. Efek jangka panjang stunting juga berakibat pada gangguan metabolik
seperti penyakit yang terkait dengan obesitas, hipertensi dan diabetes mellitus. Oleh
karena itu diperlukan kegiatan penyuluhan dan screening (deteksi dini) stunting
dengan tujuan para orangtua dapat memberikan gizi seimbang untuk anak-
anaknya agar menurunkan angka stunting pada balita di Desa Toyomerto,
Kecamatan Kramatwatu.

Perencanaan:
Intervensi yang dipilih yaitu dengan mengadakan program penyuluhan dan deteksi
dini stunting kepada wanita usia produktif di Desa Toyomerto.

Pelaksanaan:
Kegiatan penyuluhan stunting ini dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2021 di Desa Toyomerto
oleh 1 orang dokter internship dan 1 orang penanggung jawab gizi Puskesmas Kramatwatu.
Kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Pemeriksaan kesehatan

2. Penyuluhan gizi,

3. Pemberian makanan tambahan untuk anak stunting

Edukasi ini diharapkan dapat menyebabkan Wanita usia produktif lebih mengerti
pentingnya 1000 hari pertama kehamilan dan persiapan sebelum kehamilan. Peran
ibu memegang kunci keberhasilan dari pencegahan stunting dan tumbuh kejar bagi
pasien yang telah stunting.

Monitoring dan Evaluasi:


Peserta tampak aktif mendengarkan dan bertanya. Wanita usia produktif dan ibu
terus dimotivasi dan diberikan penyuluhan mengenai gizi 1000 hari pertama
kehamilan dan tumbuh kejar. Evaluasi terus menerus dilakukan seiring dengan
berjalannya pemantauan pasien melalui Posyandu.

36. Deteksi Dini Stunting di Desa Margatani


LB:
Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International Children’s
Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak mengalami stunting. Sekitar 40% anak di
daerah pedesaan mengalami pertumbuhan yang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF
mendukung sejumlah inisiasi untukmenciptakan lingkungan nasional yang kondusif
untuk gizi melalui peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN)
di mana program inimencangkup pencegahan stunting.

Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga
melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan. Stunting juga
sering disebut sebagai Retardasi Pertumbuhan Linier (RPL) yang muncul pada dua
sampai tiga tahun awalkehidupan dan merupakan refleksi dari akibat atau pengaruh dari
asupan energidan zat gizi yang kurang serta pengaruh dari penyakit infeksi, karena
dalam keadaan normal, berat badan seseorang akan berbanding lurus atau linierdengan
tinggi badannya.

Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan pendapatan


masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari dimensi ekonomi, kecerdasan, kualitas,
dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. Anak usia 3 tahun yang
stunting severe (-3 < z ≤ 2) pada laki-laki memiliki kemampuan membaca lebih rendah
15 poin dan perempuan 11 poin dibanding yang stunting mild (z > -2). Hal ini
mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah
dan tidak dapat melanjutkan sekolah.

Permasalahan:
Stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi
beban negara. Efek jangka panjang stunting juga berakibat pada gangguan metabolik
seperti penyakit yang terkait dengan obesitas, hipertensi dan diabetes mellitus. Oleh
karena itu diperlukan kegiatan penyuluhan dan screening (deteksi dini) stunting
dengan tujuan para orangtua dapat memberikan gizi seimbang untuk anak-
anaknya agar menurunkan angka stunting pada balita di Desa Margatani,
Kecamatan Kramatwatu.

Perencanaan:
Intervensi yang dipilih yaitu dengan mengadakan program penyuluhan dan deteksi
dini stunting kepada wanita usia produktif di Desa Margatani.
Pelaksanaan:
Kegiatan penyuluhan stunting ini dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2021 di Desa Margatani oleh
1 orang dokter internship dan 1 orang penanggung jawab gizi Puskesmas Kramatwatu. Kegiatan
yang dilakukan adalah:

1. Pemeriksaan kesehatan

2. Penyuluhan gizi,

3. Pemberian makanan tambahan untuk anak stunting

Edukasi ini diharapkan dapat menyebabkan Wanita usia produktif lebih mengerti
pentingnya 1000 hari pertama kehamilan dan persiapan sebelum kehamilan. Peran
ibu memegang kunci keberhasilan dari pencegahan stunting dan tumbuh kejar bagi
pasien yang telah stunting.

Monitoring dan Evaluasi:

Peserta tampak aktif mendengarkan dan bertanya. Wanita usia produktif dan ibu
terus dimotivasi dan diberikan penyuluhan mengenai gizi 1000 hari pertama
kehamilan dan tumbuh kejar. Evaluasi terus menerus dilakukan seiring dengan
berjalannya pemantauan pasien melalui Posyandu.

37. Kunjungan Gizi Buruk di Desa Pejaten


LB:
Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4.99 dan gizi kurang sebesar 13% atau
sccara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah scbesar 17,9%6,
keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Mencegah untuk
pencapaian program perbaikan gizi, maupun target Millenium Developmvent Goals pada
2015 18,5% telah tercapai. Namun masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu
mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas 2010).

Permasalahan:
Pada masa balita, nutrisi memegang peranan penting dalam perkembangan seorang anak.
Masa balita juga disebut masa transisi, terutama di usia 1-2 tahun, dimana seorang anak
akan mulai makan makanan padat dan menerima rasa serta tekstur makanan yang baru.
Selain itu usia balita adalah usia kritis dimana scorang anak akan bertumbuh dengan pesat
baik secara fisik maupun mental. Di masa balita, seorang anak membutuhkan nutrisi dari
berbagai sumber dan makanan. Kebutuhan balita akan makanan dan nutrisi tergantung
dari usia, besar tubuh dan tingkat aktivitas balita itu sendin. Seorang balita biasanya
membutuhkan sekitar 1000- 1400 kalori per hari. Nutrisi yang tepat dan lengkap akan
memberikan dampak yang positif bagi tumbuh kembang otak dan juga fisik. Balita yang
kurang terpenuhi kebutuhan nutrisinya dapat mengakibatkan dampak negatif bagi balita
itu sendin seperti kejadian gizi kurang dan gizi buruk.

Perencanaan:
Intervensi yang dipilih yaitu dengan mengadakan program Gizi Balita Bawah Garis Merah.
Adapun deskripsi dari kegiatan tersebut:

Sasaran: Balita Bawah Garis Merah

Kegiatan: Skrining pertumbuhan (ukur tinggi badan, timbang berat badan), pemeriksaan
kesehatan, penyuluhan gizi, dan pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit
MP ASI

Pelaksanaan:
Kegiatan kunjungan ke balita BGM ini dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2021 di Desa Pejaten oleh 1
orang dokter internship dan 1 orang penanggung jawab gizi Puskesmas Kramatwatu ke 1 orang balita.
Kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Skrining pertumbuhan (ukur tinggi badan, timbang berat badan)

2. Pemeriksaan kesehatan

3. Penyuluhan gizi,

4. Pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit MP ASI

5. Edukasi dan konsultasi terkait status gizi dan kondisi anak

Edukasi ini diharapkan dapat menyebabkan keluarga pasien lebih mengerti kebutuhan
anak dan dapat berperan lebih aktif dengan tidak mengandalkan bantuan PMT dari
Puskesmas saja. Peran orang tua memegang kunci keberhasilan dari peningkatan status
gizi balita BGM.

Monitoring dan Evaluasi:

Memantau kondisi anak setelah mendapat PMT dan memastikan ibu mengerti cara
pemberian makan untuk anak secara tepat. Jika anak belum mengalami peningkatan dari
bulan sebelumnya, ibu terus dimotivasi dan diberikan penyuluhan mengenai gizi balita,
jenis dan cara pemberian makanan. Bila anak sudah mengalami peningkatan, berikan PMT
pemulihan.

F5 PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT


38. Imunisasi Pentabio 1 dan Polio 3 An. S
LB:
Imunisasi sangat penting untuk tubuh seseorang agar kebal dari penyakit. Imunisasi
adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit. Apabila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita
penyakit tersebut karena system imun tubuh mempunyai sistem memori daya ingat,
ketika vaksin masuk ke dalam tubuh maka dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpan sebagai pengalaman (Butarbutar, 2018).
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu tuberculosis, difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia, meningitis, polio dan campak.
Imunisasi dasar lengkap adalah imunisasi yang diberikan pada anak sebelum berusia 1
tahun yang terdiri dari imunisasi HB 0, imunisasi BCG, imunisasi DPT-HB-HIB, imunisasi
polio, imunisasi IPV dan imunisasi campak (Kemenkes RI, 2018). Imunisasi dasar lengkap
dapat melindungi anak dari wabah penyakit, kecacatan dan kematian

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil maupun ibu yang memiliki anak balita
mengenai imunisasi wajib.

Perencanaan:
Melakukan imunisasi dasar wajib kepada balita.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada 12 Juni 2021 di Posyandu Pegadingan, dilaksanakan oleh 1 dokter
internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader. Peserta Imunisasi berjumlah 8 anak.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut :

1) pendaftaran

2) penimbangan BB dan pengukuran TB

3) imunisasi dan pengisian buku imunisasi

Data pasien sebagai berikut :

Nama: An. S
Jenis kelamin: laki-laki

Nama Ibu: Ibu K

Usia: 2 bulan

BB: 5,6 kg

Imunisasi: Pentabio 1 dan Polio 2

Diberikan edukasi mengenai imunisasi dan penjadwalan sesuai buku imunisasi untuk datang
kembali sesuai jadwal.

Monitoring dan Evaluasi:

- Monitoring

Masih didapatkan beberapa anak balita yang belum dapat imunisasi.

- Evaluasi

Kader - kader terpilih harus tetap aktif untuk mengajak keluarga membawa anak-anaknya untuk
imunisasi

39. Imunisasi Campak An. M


LB:
Imunisasi sangat penting untuk tubuh seseorang agar kebal dari penyakit. Imunisasi
adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit. Apabila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita
penyakit tersebut karena system imun tubuh mempunyai sistem memori daya ingat,
ketika vaksin masuk ke dalam tubuh maka dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpan sebagai pengalaman (Butarbutar, 2018).
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu tuberculosis, difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia, meningitis, polio dan campak.
Imunisasi dasar lengkap adalah imunisasi yang diberikan pada anak sebelum berusia 1
tahun yang terdiri dari imunisasi HB 0, imunisasi BCG, imunisasi DPT-HB-HIB, imunisasi
polio, imunisasi IPV dan imunisasi campak (Kemenkes RI, 2018). Imunisasi dasar lengkap
dapat melindungi anak dari wabah penyakit, kecacatan dan kematian

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil maupun ibu yang memiliki anak balita
mengenai imunisasi wajib.

Perencanaan:
Melakukan imunisasi dasar wajib kepada balita.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada 1 Juni 2021 di Posyandu Toyomerto, dilaksanakan oleh 1 dokter
internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader. Peserta Imunisasi berjumlah 8 anak.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut :

1) pendaftaran

2) penimbangan BB dan pengukuran TB

3) imunisasi dan pengisian buku imunisasi

Data pasien sebagai berikut :

Nama: An. M

Jenis kelamin: Perempuan

Nama Ibu: Ibu S

Usia: 10 bulan

BB: 8,5 kg

Imunisasi: Campak

Diberikan edukasi mengenai imunisasi dan penjadwalan sesuai buku imunisasi untuk datang
kembali sesuai jadwal.

Monitoring dan Evaluasi:

- Monitoring

Masih didapatkan beberapa anak balita yang belum dapat imunisasi.

- Evaluasi

Kader - kader terpilih harus tetap aktif untuk mengajak keluarga membawa anak-anaknya untuk
imunisasi

40. Imunisasi BCG dan Polio 1 An. J


LB:
Imunisasi sangat penting untuk tubuh seseorang agar kebal dari penyakit. Imunisasi
adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit. Apabila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita
penyakit tersebut karena system imun tubuh mempunyai sistem memori daya ingat,
ketika vaksin masuk ke dalam tubuh maka dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpan sebagai pengalaman (Butarbutar, 2018).
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu tuberculosis, difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia, meningitis, polio dan campak.
Imunisasi dasar lengkap adalah imunisasi yang diberikan pada anak sebelum berusia 1
tahun yang terdiri dari imunisasi HB 0, imunisasi BCG, imunisasi DPT-HB-HIB, imunisasi
polio, imunisasi IPV dan imunisasi campak (Kemenkes RI, 2018). Imunisasi dasar lengkap
dapat melindungi anak dari wabah penyakit, kecacatan dan kematian

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil maupun ibu yang memiliki anak balita
mengenai imunisasi wajib.

Perencanaan:
Melakukan imunisasi dasar wajib kepada balita.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada 5 Juni 2021 di Posyandu Serdang, dilaksanakan oleh 1 dokter
internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader. Peserta Imunisasi berjumlah 8 anak.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut :

1) pendaftaran

2) penimbangan BB dan pengukuran TB

3) imunisasi dan pengisian buku imunisasi

Data pasien sebagai berikut :

Nama: An. J

Jenis kelamin: laki-laki

Nama Ibu: Ibu J

Usia: 1 bulan

BB: 5,2 kg
Imunisasi: Pentabio 1 dan Polio 2

Diberikan edukasi mengenai imunisasi dan penjadwalan sesuai buku imunisasi untuk datang
kembali sesuai jadwal.

Monitoring dan Evaluasi:

- Monitoring

Masih didapatkan beberapa anak balita yang belum dapat imunisasi.

- Evaluasi

Kader - kader terpilih harus tetap aktif untuk mengajak keluarga membawa anak-anaknya untuk
imunisasi

41. Imunisasi Booster DPT An. R


LB:
Imunisasi sangat penting untuk tubuh seseorang agar kebal dari penyakit. Imunisasi
adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit. Apabila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita
penyakit tersebut karena system imun tubuh mempunyai sistem memori daya ingat,
ketika vaksin masuk ke dalam tubuh maka dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpan sebagai pengalaman (Butarbutar, 2018).
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu tuberculosis, difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia, meningitis, polio dan campak.
Imunisasi dasar lengkap adalah imunisasi yang diberikan pada anak sebelum berusia 1
tahun yang terdiri dari imunisasi HB 0, imunisasi BCG, imunisasi DPT-HB-HIB, imunisasi
polio, imunisasi IPV dan imunisasi campak (Kemenkes RI, 2018). Imunisasi dasar lengkap
dapat melindungi anak dari wabah penyakit, kecacatan dan kematian

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil maupun ibu yang memiliki anak balita
mengenai imunisasi wajib.

Perencanaan:
Melakukan imunisasi dasar wajib kepada balita.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada 4 Juni 2021 di Posyandu Margasana, dilaksanakan oleh 1 dokter
internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader. Peserta Imunisasi berjumlah 8 anak.
Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut :

1) pendaftaran

2) penimbangan BB dan pengukuran TB

3) imunisasi dan pengisian buku imunisasi

Data pasien sebagai berikut :

Nama: An. R

Jenis kelamin: perempuan

Nama Ibu: Ibu B

Usia: 18 bulan

BB: 11,3 kg

Imunisasi: Booster DPT

Diberikan edukasi mengenai imunisasi dan penjadwalan sesuai buku imunisasi untuk datang
kembali sesuai jadwal.

Monitoring dan Evaluasi:

- Monitoring

Masih didapatkan beberapa anak balita yang belum dapat imunisasi.

- Evaluasi

Kader - kader terpilih harus tetap aktif untuk mengajak keluarga membawa anak-anaknya untuk
imunisasi

42. Imunisasi IPV An. Z


LB:
Imunisasi sangat penting untuk tubuh seseorang agar kebal dari penyakit. Imunisasi
adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit. Apabila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita
penyakit tersebut karena system imun tubuh mempunyai sistem memori daya ingat,
ketika vaksin masuk ke dalam tubuh maka dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpan sebagai pengalaman (Butarbutar, 2018).
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu tuberculosis, difteri, pertusis,
tetanus, hepatitis B, pneumonia, meningitis, polio dan campak.
Imunisasi dasar lengkap adalah imunisasi yang diberikan pada anak sebelum berusia 1
tahun yang terdiri dari imunisasi HB 0, imunisasi BCG, imunisasi DPT-HB-HIB, imunisasi
polio, imunisasi IPV dan imunisasi campak (Kemenkes RI, 2018). Imunisasi dasar lengkap
dapat melindungi anak dari wabah penyakit, kecacatan dan kematian

Permasalahan:
Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil maupun ibu yang memiliki anak balita
mengenai imunisasi wajib.

Perencanaan:
Melakukan imunisasi dasar wajib kepada balita.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada 7 Juni 2021 di Posyandu Kramatwatu, dilaksanakan oleh 1 dokter
internsip, 1 bidan desa, dan beberapa kader. Peserta Imunisasi berjumlah 8 anak.

Susunan acara dilaksanakan sebagai berikut :

1) pendaftaran

2) penimbangan BB dan pengukuran TB

3) imunisasi dan pengisian buku imunisasi

Data pasien sebagai berikut :

Nama: An. Z

Jenis kelamin: laki-laki

Nama Ibu: Ibu E

Usia: 10 bulan

BB: 8,4 kg

Imunisasi: IPV

Diberikan edukasi mengenai imunisasi dan penjadwalan sesuai buku imunisasi untuk datang
kembali sesuai jadwal.

Monitoring dan Evaluasi:


- Monitoring

Masih didapatkan beberapa anak balita yang belum dapat imunisasi.

- Evaluasi

Kader - kader terpilih harus tetap aktif untuk mengajak keluarga membawa anak-anaknya untuk
imunisasi

43. Upaya Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Pencarian Kasus Penyakit
Menular (Covid-19)
LB:
Penyakit corona virus 2019 atau  Corona Virus Disease-19 (COVID-19)
adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh jenis virus
corona. Nama lain dari penyakit ini adalah Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-COV2). Kasus COVID-19 pertama kali
dilaporkan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada Desember
2019. Dalam beberapa bulan saja, penyebaran penyakit ini telah
menyebar ke berbagai negara, baik di Asia, Amerika, Eropa, dan Timur
Tengah serta Afrika. Pada tanggal 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan
Dunia atau World Health Organization (WHO) mendeklarasikan
penyebaran COVID-19 dikategorikan sebagai pandemi.
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan
coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Tanda
dan gejala umum infeksi COVID-19 meliputi gejala gangguan pernapasan akut seperti
demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi
terpanjang 14 hari. COVID-19 dapat menimbulkan manifestasi yang serius seperti
pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian.Pemerintah telah
mengambil langkah untuk pencegahan penularan COVID-19 dengan melaksanakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pada prinsipnya dilaksanakan untuk
menekan penyebaran COVID-19 semakin meluas. Pengaturan PSBB ditetapkan melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan secara
teknis dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang
Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19).

Permasalahan:
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 dan
jumlahnya terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020
Kementerian Kesehatan melaporkan 56.385 kasus konfirmasi COVID-19 dengan
2.875 kasus meninggal (CFR 5,1%) yang tersebar di 34 provinsi. Sebanyak 51,5%
kasus terjadi pada laki-laki. Kasus paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54
tahun dan paling sedikit terjadi pada usia 0-5 tahun. Angka kematian tertinggi
ditemukan pada pasien dengan usia 55-64 tahun.

Perencanaan:
1. Merekap daftar kontak erat pasien COVID-19 per hari

2. Melakukan pembagian tugas untuk menghubungi kontak erat pasien COVID-19


(kontak erat serumah)

Pelaksanaan:
1. Menghubungi kontak erat pasien COVID-19 melalui whatsapp atau telpon

2. Memperkenalkan nama, usia pasien, dan tujuan tindak lanjut

3. Menanyakan kondisi pasien, durasi isolasi mandiri, komorbid, siapa anggota keluarga
yang terkonfirmasi positif swab, kondisi rumah, orang yang tinggal satu rumah dengan
pasien, sudah pernah swab atau belum, hasil swab bila sudah melakukan swab

4. Melaporkan hasil tindak lanjut ke tim satgas COVID-19

Monitoring dan Evaluasi:

Monitoring dan evaluasi gejala pasien, durasi isolasi, dan hasil swab pasien.

Hasil swab dari Puskesmas menunjukkan keluarga Tn. R seluruhnya memiliki hasil (+) PCR. Isolasi
mandiri kemudian dilakukan dari tanggal 3 Juni hingga 17 Juni 2021, bersama dengan Ny. ASL, An.
LSZ, dan An. LZR. Semua berada dalam kondisi baik, tidak ada demam, tidak batuk, tidak pilek.
Semua anggota keluarga tidak ada komorbid diabetes, hipertensi, sakit ginjal, ataupun sakit kronik
lainnya.

44. Upaya Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Penapisan Pasien


Tuberkulosis
LB:
TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius. Di
tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang, 1,2-1,4 juta) di antara
orang dengan HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000 kematian karena TB (rentang,
266.000-335.000) di antara orang dengan HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus
TB baru (rentang, 9-11 juta) setara dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000
penduduk.

Untuk di Indonesia, pada tahun 2018, diperkirakan terdapat 842 ribu kasus dengan 32%
kasus yang belum terlaporkan. Diantaranya, terdapat 4.413 kasus TB RO ternotifikasi,
60.676 TB anak, dan 10.174 TB-HIV. Keberhasilan pengobatan ditemukan pada 85% kasus.
Permasalahan:
Tingginya persentase kasus TB yang belum terlaporkan dapat meningkatkan risiko
penularan, insidensi, mortalitas, serta resistensi obat.

Perencanaan:
1. Mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk penapisan TB, seperti pot dahak
2. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk melakukan penapisan TB
3. Berkoordinasi dengan kader desa

Pelaksanaan:
1. Petugas puskesmas dan kader berkumpul di tempat yang sudah ditentukan

2. Petugas puskesmas dan kader berkeliling ke rumah-rumah warga untuk


menanyakan apakah terdapat gejala batuk ataupun demam

3. Petugas puskesmas dan kader membagikan pot dahak kepada warga yang
memiliki keluhan demam, batuk, keringat dingin di malam hari, penurunan BB

4. Pot dahak akan dikumpulkan dan dianalisis di laboratorium

Monitoring dan Evaluasi:

1. Peningkatan jumlah dahak yang diperiksa

2. Peningkatan angka deteksi TB

3. Peningkatan peran serta masyarakat dalam mendeteksi TB di lingkungan sekitar

45. Upaya Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Pengobatan Pasien TB Paru
LB:
Infeksi M. tuberculosis adalah penyebab tersering dari penyakit kronik saluran napas bawah dan
merupakan ancaman yang cukup besar bagi kesehatan dunia. Terdapat sekitar empat belas juta orang
orang dengan tuberkulosis(TB) di seluruh dunia pada tahun 2014 (174 kasus per 100.000 populasi).
Berdasarkan suatu studi pada tahun 2015, kasus insidensi TB di seluruh dunia diperkirakan sebesar 10,6
juta(142 kasus per 100.000 jiwa). Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 9,6 juta(133 kasus
per 100.000 jiwa)(WHO, 2016).
Indonesia termasuk ke dalam 22 negara dengan beban TB yang tinggi(High burden countries). Indonesia,
bersama India dan Cina, merupakan negara dengan jumlah insidensi TB terbanyak. Total jumlah
insidensi di ketiga negara ini bila digabungkan sama dengan 43% total kasus global.(WHO, 2016)
Tatalaksana sesuai standar merupakan salah satu komponen yang penting dalam mengurangi beban TB
yang tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, tatalaksana TB sebagai suatu upaya kesehatan masyarakat
perlu dilakukan di fasilitas layanan kesehatan primer.

Permasalahan:
Kasus TB di Indonesia cukup tinggi, sehingga diperlukan upaya penganggulangan TB yang komprehensif.
Tatalaksana TB sesuai standar terapi di fasilitas layanan kesehatan primer merupakan salah satu upaya
kesehatan masyarakat untuk mengurangi beban TB.

Perencanaan:
Pasien yang datang ke poliklinik umum dengan gejala TB seperti, batuk lebih dari dua minggu,
penurunan berat badan yang signifikan, demam ringan, keringat malam, pembesaran kelenjar getah
bening, atau lainnya dapat dirujuk ke poli TB untuk pemeriksaan ke arah TB. Kasus dengan kecurigaan
resistensi obat, gagal terapi, riwayat terapi tidak terstandar dengan quinolone atau obat suntik, loss to
follow up, kasus kambuh, kontak dengan kasus resisten, dan ko-infeksi TB-HIV dirujuk untuk
pemeriksaan Tes Cepat Molekular dan tatalaksana kasus resisten obat bila terbukti. Tatalaksana dengan
OAT lini 1, baik kategori I maupun II, dapat diberikan di puskesmas.

Pelaksanaan:
Dilakukan pengobatan terhadap pasien Ny. S; 55th; 158cm; 48kg pada 15 Juli 2021.

ISI DATA DASAR PASIEN

Ny. S; 55th; 158cm; 48kg

ISI DATA RINGKASAN PENYAKIT

Anamnesis

• Keluhan Utama: Batuk berdahak sejak 2 bulan lalu

• Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien batuk berdahak warna putih kadang kehijauan sejak 2 bulan lalu.
Batuk berdarah tidak ada. Terdapat keluhan demam hilang timbul dan berat badan turun. Pasien
mengeluh ada keringat malam hari.
• Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien menyangkal riwayat perawatan di RS, operasi, atau kecelakaan.
Riwayat TB sebelumnya disangkal.

• Riwayat Sosial Kebiasaan: Kebiasaan merokok disangkal. Pasien tinggal dengan suami, anak dan
cucunya.

Pemeriksaan Fisik

• Keadaan umum: Tampak sakit ringan

• Tanda vital

o TD: 110/70 mmHg

o N: 88 kali/menit

o S: 37,2 oC

o RR: 20 x/menit

• Antropometri

o BB: 48 kg

o TB: 158 cm

• Status Generalis

o Kepala: normosefal

o Mata: Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)

o Telinga: deformitas (-), liang telinga lapang, serumen (-)

o Hidung: simetris, deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan sinus (-), konka tidak hiperemis

o Tenggorokan: Tonsil T1-T1, uvula di tengah, faring tidak hiperemis

o Jantung: BJ I - II reguler normal, murmur (-), gallop (-)

o Paru: suara napas vesikuler, ronkhi (-/+), mengi (-/-)

o Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

o Kulit: Tidak tampak lesi


Pemeriksaan Penunjang

• BTA (SP): positif

DIAGNOSIS

• A15. TB paru terkonfirmasi bakteriologis kasus baru

ISI DATA PENATALAKSANAAN

OAT KDT kategori I fase intensif 1 x 3 tab

Edukasi

o Gizi cukup dan berimbang

o Akivitas fisik minimal intensitas ringan-sedang durasi 150 menit/minggu

o Pencegahan transmisi TB: Gunakan masker dan mengupayakan paparan sinar matahari dan ventilasi
udara yang baik di rumah

o Protokol kesehatan COVID19: gunakan masker, jaga jarak minimal 1 meter, hindari kerumunan, cuci
tangan

Monev:
Regimen OAT diberikan untuk dosis 2 minggu. Seorang kerabat pasien atau orang lain yang mampu
mengawasi pasien dipilih dan diedukasi untuk berperan sebagai pengawas minum obat (PMO). Setelah 2
minggu sejak pemberian OAT, pasien perlu datang kembali ke puskesmas untuk mengambil kembali OAT
dosis berikutnya, serta monitoring dan evaluasi terapi secara klinis. Pada bulan ke-2 dan bulan ke-5
terapi OAT kategori I atau bulan ke-3 dan bulan ke-5 terapi OAT kategori II, dilakukan pemeriksaan BTA
untuk evaluasi terapi secara mikrobiologis. Apabila BTA tetap positif setelah bulan ke-2 terapi kategori I
atau bulan ke-3 terapi kategori II, dinyatakan tidak konversi yang tetap dapat melanjutkan terapi lini 1,
tetapi perlu dirujuk untuk pemeriksaan TCM. Apabila BTA tetap positif setelah bulan ke-5 terapi,
dinyatakan gagal terapi, sehingga tidak dapat melanjutkan terapi lini 1 dan perlu melakukan
pemeriksaan TCM.
F6 PENGOBATAN DASAR

46. Pengobatan Dasar Skabies


LB:
Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Pelayanan
kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal
penegakan diagnosis, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan
penyakit dan menularnya penyakit, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama
pada pemukiman yang padat.

Permasalahan:
Di Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah terpencil, tetapi
juga di kota-kota besar.
Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan Skabies secara menyeluruh
dan komprehensif.

Perencanaan:
Diperlukan intervensi pada penderita Skabies dengan perawatan secara individual seperti
melakukan pengobatan serta deteksi dini dan melakukan perubahan pada gaya hidup.
Penatalaksanaan kasus bertujuan mengidentifikasi masalah klinis pada pasien dan keluarga serta
faktor-faktor yang berpengaruh, menyelesaikan masalah klinis pada pasien dan keluarga, dan
mengubah perilaku kesehatan pasien dan keluarga serta partisipasi keluarga dalam mengatasi
masalah kesehatan. Rencana yang akan dilakukan adalah anamnesis, pemeriksaan fisik,
pentatalaksanaan. Pengobatan ini disesuaikan dengan keadaan pasien dan disertai dengan
edukasi yang adekuat dan penetapan target personal dari pasien.

Pelaksanaan:
Dilakukan pengobatan terhadap pasien An. J, 8 th, 140cm, 32kg pada 20 Juli 2021

Terapi:

- Krim permetrin 5% di seluruh tubuh. Setelah 10 jam, krim permetrin dibersihkan dengan
sabun.
- Salep kloramfenikol 3xue
- Amoksisilin forte 250mg/5mL syr 3x1 cth
- Cetirizine syr 2x1 cth

Edukasi:

- Melakukan perbaikan hygiene diri dan lingkungan, dengan tidak menggunakan


peralatan pribadi secara bersama-sama dan alas tidur diganti bila ternyata pernah
digunakan oleh penderita scabies. Pakaian, handuk, dan seprai direndam dengan air
panas kemudian dicuci dengan detergen. Kasur dan kursi dijemur.
- Menghindari kontak langsung dengan penderita scabies.
- Terapi dilakukan serentak pada kelompok orang yang ada di sekitar penderita scabies.

Monitoring dan Evaluasi:

Monitoring dilakukan secara berkala saat pasien kontrol. Evaluasi apakah pengobatan sudah adekuat
dan perubahan pola makan dapat dilakukan dengan baik.

47. Pengobatan Dasar Hipertensi


LB:
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia baik negara maju
maupun negara berkembang. Hipertensi disebut juga “silent killer” karena pada
sebagian kasus tidak menunjukkan gejala apapun. Perkembangan hipertensi
berlangsung secara lambat-laun sehingga sering tidak disadari (Kowalksi,2007).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat sistemik dan
berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu yang lama. Hipertensi tidak terjadi tiba-
tiba, melainkan melalui proses yang berlangsung cukup lama. Hipertensi didefinisikan
sebagai rata-rata tekanan sistolik ≥140 mmHg, dan tekanan darah diastolik yaitu ≥90
mmHg. Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
tekanan darah yang ≥140/90 mmHg dengan dua kali pengukuran.
Menurut WHO, sekitar 40% dari orang yang berusia lebih dari 25 tahun memiliki
hipertensi pada tahun 2008. Dalam World Health Statistik tahun 2012, WHO
melaporkan bahwa sekitar 51% dari kematian akibat stroke dan 45% dari penyakit
jantung koroner disebabkan oleh hipertensi. Faktor risiko utama untuk hipertensi,
termasuk riwayat keluarga, gaya hidup, pola makan yang buruk, merokok, jenis kelamin,
stres, ras, usia, dan tidur (Bansil,Pooja.,Kuklina,E.V.,Merrit,R.K.,Yoon,P.W.,2011).
Permasalahan:
Meningkatnya pengidap hipertensi di Indonesia, khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Kramatwatu serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan hipertensi secara
menyeluruh selain dari obat-obatan (perubahan gaya hidup, pola makan, dan olahraga).

Perencanaan:
Diperlukan intervensi pada penderita hipertensi dengan perawatan secara individual
seperti melakukan pengobatan serta deteksi dini dan melakukan perubahan pada gaya
hidup dan pola makan. Pengobatan ini disesuaikan dengan keadaan pasien dan disertai
dengan edukasi yang adekuat dan penetapan target personal dari pasien.

Pelaksanaan:
Dilakukan pengobatan terhadap pasien Tn. Z, 57th; 158cm; 68kg pada 24 Juli 2021.

Terapi:
- Amlodipine 1x5 mg
- Paracetamol 3x500mg (bila nyeri)
- Vitamin B complex 1x1

Edukasi:

- Menghentikan minum kopi dan menghindari garam

- Meminum obat secara rutin

- Berolahraga dan menurunkan berat badan

- Meminum obat secara rutin setiap hari

- Kontrol tekanan darah secara rutin

Monitoring dan Evaluasi:

Monitoring dilakukan secara berkala saat pasien kontrol 1 bulan sekali. Evaluasi apakah pengobatan
sudah adekuat dan perubahan pola makan dapat dilakukan dengan baik.

48. Pengobatan Dasar Diabetes Mellitus


LB:
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.
Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita setiap
tahun di negara-negara seluruh dunia.
Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang melebihi batasan
target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung (dehidrasi, penurunan BB,
penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka panjang (kerusakan pembuluh darah mikro
dan makro (Mikail, 2012). Menurut PERKENI (2006), terdapat banyak faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 diantaranya, riwayat keluarga
dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2.5 kg). Serta
terdapat faktor yang meningkatkan risiko penyakit Diabetes Mellitus yakni berat badan
lebih, kurangnya aktivitas fisik atau gaya hidup, pola makan, hipertensi, dislipidemia,
diet tidak sehat dan stress.
Permasalahan:
Meningkatnya pengidap diabetes mellitus (DM) di Indonesia, khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Kramatwatu serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan DM secara menyeluruh
selain dari obat-obatan (perubahan gaya hidup, pola makan, dan olahraga).

Perencanaan:
Diperlukan intervensi pada penderita DM dengan perawatan secara individual seperti melakukan
pengobatan serta deteksi dini dan melakukan perubahan pada gaya hidup dan pola makan. Pengobatan
ini disesuaikan dengan keadaan pasien dan disertai dengan edukasi yang adekuat dan penetapan target
personal dari pasien.

Pelaksanaan:
Dilakukan pengobatan terhadap pasien Tn. G, 58 th, 165cm, 80kg pada 28 Juli 2021.

Terapi:

- Metformin 1x500mg
- Vit B kompleks 1x1

Edukasi:

- Penyakit DM tipe 2 tidak dapat sembuh tetapi dapat dikontrol.


- Gaya hidup sehat harus diterapkan pada penderita, misalnya olahraga teratur dan
menjaga pola makan dengan mengurangi makanan tinggi gula.
- Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur setiap bulan.

Monitoring dan Evaluasi:

Monitoring dilakukan secara berkala saat pasien kontrol 1 bulan sekali. Evaluasi apakah pengobatan
sudah adekuat dan perubahan pola makan dapat dilakukan dengan baik.

49. Pengobatan Dasar Hiperkolesterolemia


LB:
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia)
dimana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl, kadar Low Density
Lipoprotein (LDL) lebih dari 160 mg/dL dan kadar High Density Lipoprotein (HDL) kurang
dari 40 mg/dL. Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan dimana kadar kolesterol
didalam darah melebihi batas yang diperlukan. Hal ini terjadi disebabkan karena
perubahan dinding pembuluh darah, peningkatan hipoksida pada jaringan usus besar,
perubahan homeostasis sel-sel umur hereditas, kesalahan pola makan, gaya hidup,
polusi lingkungan, konsumsi alkohol dan merokok dalam jangka waktu lama. Selain itu,
Hiperkolesterolemia dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti bobot badan, usia,
proses penuaan, penurunan kadar estrogen pada wanita yang telah menopause dan
pola konsumsi makanan sehari-hari yang tinggi kolesterol.
Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler. Kadar kolesterol yang meningkat dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah atau aterosklerosis. Kondisi hiperkolesterolemia dengan waktu yang
cukup lama didalam tubuh menyebabkan terbentuknya plak aterosklerosis yang akan
membentuk plak kolesterol pada lapisan dinding pembuluh darah arteri terutama pada
lapisan tunika intima. Kondisi ini akan menyebabkan pengerasan pembuluh darah
sehingga menjadi lebih kaku dan dapat menghambat aliran darah.
Indonesia telah menyumbang sekitar 37% kematian pertahun untuk penyakit
kardiovaskular dan dilaporkan angka kematian akibat PJK sekitar 100.000 – 499.999 jiwa
pada tahun 2002. Berdasarkan Riskesdas, kasus penyakit kardiovaskular di Sumatera
Barat mencapai 700.000 ribu jiwa pertahunnya. Penyakit jantung koroner (PJK)
merupakan penyebab kematian yang paling sering dan di Indonesia menduduki
peringkat ke 3 (tiga) penyebab kematian. Dari datadata yang dipaparkan diatas,
tergambar bahwasannya angka kematian dan kasus penyakit kardiovaskular terutama
penyakit jantung koroner (PJK) cukup tinggi sehingga menjadi masalah kesehatan utama
dan harus segera ditangani.

Permasalahan:
Meningkatnya pengidap hiperkolesterolemia di Indonesia, khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Kramatwatu serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan hiperkolesterolemia
secara menyeluruh selain dari obat-obatan (perubahan gaya hidup, pola makan, dan olahraga).

Perencanaan:
Diperlukan intervensi pada penderita hiperkolesterolemia dengan perawatan secara individual seperti
melakukan pengobatan serta deteksi dini dan melakukan perubahan pada gaya hidup dan pola makan.
Pengobatan ini disesuaikan dengan keadaan pasien dan disertai dengan edukasi yang adekuat dan
penetapan target personal dari pasien.

Pelaksanaan:
Dilakukan pengobatan terhadap pasien Tn. C, 47 th, 167cm, 70kg pada 4 Agustus 2021.

Terapi:

- Simvastatin 1x10mg

Edukasi:

- Pasien dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak total dan lemak jenuh, dan
meningkatkan asupan lemak tak jenuh. Kurangi asupan karbohidrat, alkohol, dan lemak.
- Pasien dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik sesuai kondisi dan kemampuannya.
- Pasien harus kontrol teratur untuk pemeriksaan kolesterol untuk melihat target terapi
dan maintenance jika target sudah tercapai.

Monitoring dan Evaluasi:


Monitoring dilakukan secara berkala saat pasien kontrol 1 bulan sekali. Evaluasi apakah pengobatan
sudah adekuat dan perubahan pola makan dapat dilakukan dengan baik.

50. Pengobatan Dasar Artritis Gout


LB:
Artritis gout adalah suatu keadaan yang ditandai adanya peradangan pada sendi dan
paling sering terjadi pada laki-laki usia produktif dan perempuan pada usia
postmenopausal. Artritis gout dapat berlangsung dalam waktu yang lama, dapat
berlangsung berminggu-minggu, bahkan dapat menjadi kronis.
Gout disebabkan oleh gangguan metabolisme purin seperti hiperurisemia sehingga
dapat menyebabkan deposisi kristal monosodium urat (MSU) pada jaringan.
Hiperurisemia adalah suatu keadaan ketika terkandung kadar asam urat yang berlebihan
dalam darah. Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin (dapat ditemukan pada
makanan dan beberapa jaringan manusia). Hiperurisemia pada umumnya disebabkan
karena ketidakseimbangan produksi dan ekskresi asam urat, contohnya overproduction,
underexcretion, atau keduanya. Hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian
kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl pada laki-laki dan 6,0 mg/dl pada perempuan. Faktor
risiko gout adalah obesitas, resistensi insulin, sindrom metabolik, hipertensi, gagal
jantung kongestif, konsumsi alkohol, penggunaan obat diuretik, diet tinggi daging dan
seafood, dan kelainan ginjal.

Permasalahan:
Meningkatnya pengidap artritis gout di Indonesia, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kramatwatu
serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan artritis gout secara menyeluruh selain
dari obat-obatan (perubahan gaya hidup, pola makan, dan olahraga).

Perencanaan:
Diperlukan intervensi pada penderita artritis gout dengan perawatan secara individual seperti
melakukan pengobatan serta deteksi dini dan melakukan perubahan pada gaya hidup dan pola makan.
Pengobatan ini disesuaikan dengan keadaan pasien dan disertai dengan edukasi yang adekuat dan
penetapan target personal dari pasien.

Pelaksanaan:
Dilakukan pengobatan terhadap pasien Tn. C, 55 th, 167cm, 85kg pada 9 Agustus 2021.

Terapi:

- Kalium diklofenak 3x50mg


- Dexamethasone 3x0.5mg

Edukasi:
- Mengelola hiperurisemia dengan obat-obat penurun asam urat (tidak digunakan selama
serangan akut) seperti Allopurinol 1x100mg
- Minum cukup 8-10 gelas/hari
- Mengelola obesitas dan menjaga berat badan ideal
- Pola diet sehat rendah purin

Monitoring dan Evaluasi:

Monitoring dilakukan secara berkala saat pasien kontrol 1 bulan sekali. Evaluasi apakah pengobatan
sudah adekuat dan perubahan pola makan dapat dilakukan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai