Linguistik Kel 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Penerapan Sastra dalam Penelitian dan Pengajaran


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik Umum
Dosen Pengampu: Dr. Maskub, M.H

Disusun Oleh Kelompok 1:


1. Anita Ardiansyah (22032100)
2. Dhyta Romadhona Nisarizzulma (22032130)
3. Eka Septiya Aulin (22032123)
4. Fathiana Rahmadita (22032145)
5. Kokoh Agung An Amta (22032110)
6. Nilam Suryaning Pungkasari (22032150)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Analisis Wacana” tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah
Linguisting Umum yakni Dr. Maskub, M.H. yang telah memberikan tugas terhadap
kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Pada akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat perkembangan dunia pendidikan.

Lamogan, 2 Desember 2022

Penyusun,
Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6
2.1 Analisis Wacana ...................................................................................... 6
2.2 Pandangan Analisis Wacana ................................................................... 8
2.3 Konteks Wacana.................................................................................... 10
2.4 Kohesi dan Kohetensi ........................................................................... 14
2.5 Kohesi ................................................................................................... 16
2.6 Koherensi .............................................................................................. 20
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 22
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 22
3.2 Saran ...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi, Samsuri


mendefinisikan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang
peristiwa komunikasi, baik menggunakan bahasa lisan maupun tulisan
(1998; h.1). Sasaran kajian atau analisis wacana adalah wujud pemakaian
bahasa dalam komunikasi natural yang tidak terlepas dari tautan tuturan
dengan ciri interaksi pemeran dan konteks social yang melatarbelakanginya
(Brown dan Yule, 1995, h. 21). Berkaitan dengan konsep wacana dan
sasaran analisisnya, wacana sangat berperan dalam pengajaran keterampilan
berbicara dan keterampilan menulis sebagai keterampilan berbahasa yang
bersifat produktif.

Satuan bahasa dapat dikatakan sebagai sebuah wacana jika memiliki


syarat kohesi (kaitan bentuk), koherensi (kaitan makna), dan tekstual. Syarat
kohesi dan koherensi wacana di dalam membentuk sebuah karangan utuh
tidak terlepas dari syarat keutuhan dalam membentuk paragraf. Artinya,
kemampuan kita untuk menguasai pemakaian pemarkah-pemarkah kohesi
dan koherensi akan mendukung kemampuan atau keterampilan kita dalam
membuat sebuah paragraf yang utuh. Di situlah letak peranan analisis
wacana dalam pengajaran keterampilan menulis.Di dalam keterampilan
berbicara, analisis wacana berperan dalam memberikan prinsip kooperatif
dan prinsip maksim untuk terciptanya percakapan atau tutur kata yang jujur,
relevan, jelas, dan cukup memberikan informasi. Prinsip maksim
pembicaraan yang dimaksud adalah prinsip kualitas, kuantitas, relevansi,
dan cara bercakap.

Berkaitan dengan peranan dan implikasi analisis wacana dalam


pengajaran keterampilan berbahasa produktif, sudah seharusnya para guru
bahasa mengikuti perkembangan yang terjadi dalam dunia linguistik,
termasuk perkembangan studi analisis wacana.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa dimaksud dengan analisis wacana?
2. Jelaskan bagaimana pandangan analisis wacana?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konteks wacana?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kohesi dan koherensi?
1.3 Tujuan
1. Dapat memahami tentang analisis wacana
2. Dapat memahami bagaimana pandangan analisis wacana
3. Dapat memahami konteks wacana
4. Dapat memahami Kohesi dan Koherensi

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Wacana
A. Pengertian analisis

Pengertian analisis dalam kamus besar bahasa indonesia terdapat


dalam beberapa pengertian yakni:

1. Kata analisis diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu


peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara, dan
sebagainya).

2. Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan


bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

3. Penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya.1

Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa analisis


yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara mendetail seperti, mengurai,
membedakan, memilih sesuatu untuk dikelompokan kembali menurut
kriteria tertentu dan kemudian dicari kaitannya lalu ditafsirkan
maknanya

B. Pengertian wacana
Secara etimologi, istilah wacana berasal dari bahasa Sansakerta
wac/wak/uak yang memiliki arti ‘berkata’ atau ‘berucap’. Kemudian
kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang
berada dibelakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna
‘membendakan’ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat
diartikan sebagai perkataan atau urutan.

6
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga
makna dari kata wacana. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur. Kedua,
keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga,
satuan bahasa terbesar, terlengkap, yang realisasinya pada bentuk
karangan yang utuh, seperti novel, buku dan artikel.

Istilah wacana menunjukan pada kesatuan bahasa yang lengkap


yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik disampaikan secara lisan
maupun tulisan. Wacana adalah rangkaian kalimat yang serasi yang
menghubungkan kalimat satu dengan kalimat lainnya sehingga
membentuk satu kesatuan.

Pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan


terhadap hubungan antara konteks-konteks yang terdapat di dalam teks.
Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau
antar ujaran yang membentuk wacana

Dalam buku alex sobur dituliskan pengertian wacana menurut


ismail muharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju (dalam
pembahasaan) menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya,
komuikasi buah pikiran, baik lisan maupun tuilisan, yang resmi dan
teratur.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wacana


adalah bentuk komunikasi bahasa baik lisan maupun tulisan yang
disusun dengan menggunakan kalimat yang teratur, sistematis dan
terarah sehingga kalimat yang satu dengan lainnya akan menjadi satu
kesatuan yang mempunyai makna. Hal ini juga tidak terlepas kaitannya
antara teks dan konteks.

C. Pengertian analisis wacana

7
Analisis wacana atau discouse analysis adalah cara yang
digunakan untuk membongkar makna atau pesan komunikasi yang
terdapat dalam suatu teks baik secara tekstual maupun kontekstual.
Sehingga makna yang digali dari sebuah teks atau pesan komunikasi
tidak hanya dilihat dari teks yang sudah jelas tertulis semata lebih dari
itu.

Menurut pandangan dari Stubs, analisis wacana adalah merupakan


salah satu kajian yang meneliti atau menganalisa bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Stubs juga
mengatakan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan
dalam konteks sosial, khusunya dalam interaksi antar penutur. Selain itu,
Cook juga berpendapat bahwa analisis wacana merupakan kajian yang
membahas tentang wacana, dan sedangkan wacana merupakan bahasa
yang digunakan berkomunikasi.2 pengertian analisis wacana secara
konseptual adalah merujuk kepada upaya mengkaji pengaturan bahasa
atas kalimat. Mengkaji satuan kebahasaan yang lebih luas. Analisis
wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi.

2.2 Pandangan Analisis Wacana

Meskipun ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik


singgungnya adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai
bahasa atau pemakaian bahasa. Ada tiga pandangan mengenai bahasa
dalam analisis wacana:
a. Diwakili oleh kaum positivisme-empiris. Oleh penganut ini, bahasa

dilihat dari jembatan antara manusia dengan objek diluar dirinya. Dalam

kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman

ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau

8
nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah

pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan

semantik. Oleh karena itu, tata bahasa kebenaran sintaksis adalah bidang

utama dari aliran positivisme-empiris tentang wacana. Analisis wacana

dimaksutkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan

pengertian bersama. Wacana lantas diukur dengan pertimbangan

kebenaran/ketik benaran (menurut sintaksis dan semantik).

b. Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini

banyak dipengaruhi oleh pikiran fenomenologi. Aliran ini menolak

pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek

bahasa. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor

sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.

Dalam hal ini seperti dikatan A. S. Hikam, subjek memiliki kemampuan

melakukan ko trol terhadap maksut-maksut tertentu dalam setiap

wacana. Oleh arena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu

analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu.

Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari

sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.

c. Pandangan ketiga disebut pandangan kritis. pandangan ini ingin

mengoreksi pandangan kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses

produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun

institusional. Seperti ditulis A. S. Hikam, pandangan konstruktivisme

masih belum menganalisis faktorfaktor hubungan kekuasaan yang

inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam

membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal

9
inilah yang melahirkan paradigma kritis. Analisis wacana dalam

paradigma ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada

proses produksi dan reproduksi makna.. oleh karena itu, analisis wacana

dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa.

Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat

dalam hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek, dan

berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat.

2.3 Konteks Wacana

Konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, seperti situasi,


pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk
amanat, kode, dan saluran. Unsur-unsur itu berhubungan pula dengan
unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa, yang
dikemukanan oleh Hymes Unsur-unsur itu adalah sebagai berikut:

1. Latar (Setting dan Scene)

Latar ini mengacu pada tempat (ruang-space) dan waktu atau tempo

(time) terjadinya percakapan. Sudaryat (2009:146) menyatakan bahwa

waktu berlangsungnya percakapan adalah pagi, siang, sore dan malam.

Pilihan kata yang digunakan untuk masing-masing waktu tidak sama.

Tempat berlangsungnya percakapan bisa di rumah, di jalan, di kantor, di

kampus dan di pasar. Jika tempatnya berbeda-beda, tentu saja bahasa

yang digunakan mempunyai variasi yang berbeda. Tempat dan waktu

terjadinya percakapan dapat memengaruhi makna ujaran. Misalnya,

percakapan di kampus Unpad pada pukul 08.00 pagi, yang menghasilkan

wacana sebagai berikut.

10
Anita : “Selamat pagi.”
Ica : “Selamat pagi.”
Anita : “Mau kuliah, Bu?”
Ica : “Ya, sudah terlambat, ni, mari, ah!”

2. Peserta (Participants)

Peserta (Participants) merupakan orang-orang yang terlibat dalam

suatu percakapan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hymes dalam

Djajasudarma (2012:25) menyatakan “Peserta mengacu kepada peserta

percakapan, yakni pembicara (penyapa) dan pendengar atau kawan

bicara (pesapa)”, misalnya antara Anita dan Ica pada contoh di atas,

keduanya adalah peserta percakapan. Pendapat lain mengganti istilah

“peserta” dengan “pelibat tutur”. Menurut Sudaryat (2009:150) pelibat

turu menyangkut (penyapa/penulis) dan pesapa (penyimak/pembaca).

3. Hasil (End)

Hasil mengacu pada hasil percakapan dan tujuan percakapan,

misalnya seorang pengajar bertujuan memberikan pelajaran yang

menarik kepada para pembelajar itu sendiri. Topik yang menarik belum

tentu hasilnya baik karena sangat bergantung pada pemelajar itu sendiri

dan cara penyampaiannya, kadang- kadang topik menarik, tetapi hasil

tidak memuaskan, mengingat hasil ditentukan oleh peserta ujaran pula.

Menurut Sudaryat (2009:150) “Tujuan pembicaraan bisa bersifat

informatif, interogatif, imperatif, dan vokatif. Tujuan informatif

mengharapkan agar pesapa merespon dengan perhatian saja, tujuan

interogatif mengharapkan agar pesapa merespon dengan jawaban, tujuan

imperatif mengharapkan agar pesapa merespon dengan tindakan, dan

11
tujuan vokatif mengharapkan agar pesapa merespon dengan perhatian”.

4. Amanat (Message)

Amanat (Message) merupakan pesan atau isi yang disampaikan

dalam percakapan. Hal ini sependapat dengan Hymes dalam

Djajasudarma (2012:26) menyatakan bahwa amanat mengacu pada

bentuk dan isi amanat. Bentuk amanat dapat berupa surat, esai, iklan

pemberitahuan, pengumuman.

5. Cara (Key)

Cara (key) mengacu pada semangat melaksanakan percakapan,

misalnya dengan cara bersemangat, menyala-nyala, atau dengan cara

santai, tenang, meyakinkan.Pendapat lain mengganti istilah „cara‟

dengan „rasa atau nada‟. Menurut Sudaryat (2009:148-149) menyatakan

bahwa rasa (feeling) adalah sikap penyapa terhadap topik atau tema yang

sedang dibicarakan. Misalnya, dalam komunikasi pemakai bahasa bisa

memiliki perasaan gembira, sedih, mangkel, dan ragu-ragu. Nada (tone)

merupakan sikap penyapa terhadap pesapanya.

6. Sarana (Instrument)

Sarana mengacu pada apakah pemakaian bahasa dilaksanakan

secara lisan atau tulisan, dan mengacu pula pada variasi bahasa yang

digunakan. Alat yang digunakan dalam komunikasi bahasa akan

menentukan jenis dan wujud bahasanya. Pemakaian alat bantu dalam

berbahasa bergantung pula pada tempat, waktu, dan suasananya. Alat

bantu komunikasi bahasa itu, antara lain radio, TV, pengeras suara,

koran, majalah, telepon, dan surat. Sudaryat (2009:147) jugamenyatakan

12
bahwa bahasa yang digunakan dalam komunikasi dapat berupa medium

lisan maupun tulisan.

7. Norma (Norms)

Norma mengacu pada perilaku peserta percakapan. Misalnya,

“diskusi” yang cendrung dua arah, setiap peserta memberikan tanggapan

(argumentasi) sedang “kuliah” cendrung satu arah meskipun diberikan

kesempatan bertanya. Dengan demikian ada norma diskusi dan ada

norma kuliah. Menurut sudaryat (2009:147) menyatakan bahwa cara dan

etika tutur mengacu pada perilaku peserta. Misalnya, diskusi yang

cenderung dua arah, setiap peserta memberikan tanggapan. Berbeda

dengan kuliah atau ceramah yang cenderung satu arah, ada norma dsikusi

dan norma ceramah.

8. Jenis (Genre)

Jenis merupakan bentuk penyampaian percakapan. Jenis mengacu

pada kategori, seperti sajak, teka-teki, kuliah, dan doa. Salah satu jenis

pantun Melayu yang menunjukkan dua larik pertama sebagai panduan

pada isi yang dimaksud, perhatikan contoh berikut:

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke
tepian Bersakit-sakit
dahulu Bersenang-
senang kemudian

Jenis (genre) termasuk salah satu ciri pokok wacana.

13
2.4 Kohesi dan Koherensi

Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan


unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau
koheren (Moeliono dkk, 1997: 343). Halliday dan Hasan (1992: 65) juga
menyatakan bahwa kohesi adalah perangkat sumbersumber kebahasaan
yang dimiliki setiap bahasa sebagai bagian dari metafungsi tekstual untuk
mengaitkan satu bagian teks dengan bagian lainnya. Selanjutnya Halliday
dan Hasan dalam Aflahah (2012: 2) mengungkapkan bahwa penentu utama
untuk menentukan apakah seperangkat kalimat itu merupakan suatu teks
sangat bergantung pada hubungan-hubungan kohesif yang ada di dalam dan
di antara kalimat-kalimat itu yang dapat membentuk suatu jaringan atau
tekstur (texture). Suatu teks itu mempunyai jaringan dan inilah yang
membedakannya dengan yang bukan teks. Jaringan ini dibuat oleh
hubungan yang padu (cohesive relation). Senada dengan hal ini, Gutwinsky
(1976: 26) menyatakan kohesi ialah hubungan antarkalimat dan anatrklausa
dalam sebuah teks, baik dalam strata gramatikal maupun dalam strata
leksikal. Newmark (1988: 23) juga menyatakan bahwa kohesi merupakan
suatu hal yang berdasarkan pada struktur dan gramatikal. Struktur tersebut
dibentuk melalui kata-kata penghubung (konjungsi, enumerasi,
pengulangan, artikel pasti, kata-kata umum, sinonim refetential, dan tanda
baca). Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut ini:

a. Moana harus meninggalkan desanya karena ia harus mencari dan


menemukan Maui.

b. Annelies dan ibunya harus berpisah karena Annelies akan pergi ke Belanda

c. Do you know me? Yes, I do…. (penggantian kata know).

Dari contoh di atas terbentuk makna yang kohesif. Hal ini ditunjukkan
melalui kata pengulangan kata pada contoh kalimat (b), penggunaan
pronomina pada kalimat (a), serta penggantian kata do untuk know pada
kalimat (c). ketiga kalimat ini dapat dimengerti oleh pembaca karena

14
memberikan pemahaman yang utuh yang disebabkan oleh adanya kohesi
dalam struktur kalimat tersebut.

Halliday dan Hasan dalam Munday (2008: 152) menyatakan bahwa


kohesi dibentuk dengan cara kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi
dibedakan kedalam lima jenis yaitu: (1) Referen, (2) Penggantian, (3)
Penghilangan, (4) Konjungsi, dan (5) Leksikal kohesi. Penjabaran lebih
lanjut akan dibahas dalam sub penjelasan selanjutnya.

Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh atau koheren memang


tidak selalu digunakan piranti kohesi. Dalam contoh di bawah ini terdapat
dialog yang dapat dipahami meskipun informasi di dalamnya muncul tidak
secara eksplisit:

A: Ada suara ribut-ribut di luar!


B: Aku lagi di dapur, masak.

A: Oke

Dari dialog tersebut kita dapat memahami adanya informasi yang


muncul secara implisit. Ketika A mengucapkan “Ada suara rebut di luar!”,
dia mengharapkan B untuk segera keluar dan mencari tau apa yang sedang
terjadi. Ketika B menyatakan “Aku lagi di dapur, masak”, Si B
mengharapkan A yang melihat apa yang terjadi. Ketika A menjawab
“Oke” maka di sini A akan memeriksa apa yang terjadi di luar.

Hal ini dapat dengan mudah dipahami meskipun informasi yang ada
tidak muncul secara eksplisit. Dalam hal ini pembaca menggunakan konsep
koherensi. Menurut Bell (1991: 165), [coherence is] “consists of
configuration and sequencing of the CONCEPTS and RELATIONS”.
Sehingga, ketika pembaca memaknai teks pembaca melakukan
“configuration and relations” yaitu pembaca akan memakni dan membuat
hubungan yang implisit terhadap sesuatu yang eksplisit dalam teks.
Pemaknaan ini berasal dari pengetahuan di luar teks (konteks). Dapat kita
simpulkan bahwa asumsi pembaca yang menghubungkan teks dengan

15
pengetahuan luar teks ini lah yang disebut koherensi. Dari pengertian kohesi
dan koherensi di atas dapat kita katakan bahwa kohesi adalah keterpaduan
bentuk sedangkan koherensi adalah kepaduan makna. Pada kohesi, yang
terpadu adalah unsur-unsur lahiriah teks, termasuk struktur lahir (tata
bahasa). Sedangkan keberpaduan atau koherensi mengharuskan unsur-unsur
batinnya (makna, konsep, dan pengetahuan) saling berpadu.

2.5 Kohesi

Halliday dan Hasan dalam Munday (2008: 152) mengemukakan


bahwa piranti kohesi itu dapat dibentuk dengan beberapa cara. Halliday dan
Hasan membedakan lima tipe utama kohesi gramatikal menjadi: reference,
substitution, ellipsis, conjuction, dan lexical ties.

a. Reference (Referen)

Referen sebagai salah satu jenis kohesi dapat dikatakan sebagai


pemarkah dieksis yang mengacu pada bagian wacana seperti orang, tempat
dan lainnya. Referen dibentuk dengan leksikal dan leksikal yang
digunakan sebagai pembentuk referen ini meliputi:

a) Pronomina (pronoun) seperti:

I, you, they, we…. (dalam bahasa Inggris)

Ich, du, sie, Sie ….. (dalam bahasa Jerman)

Ana, anta, anti, hiya, nahnu…. (dalam bahasa arab).

Saya, anda, dia, beliau…. (dalam bahasa Indonesia) dan lain sebagainya.

b) Demonstratives (kata tunjuk) seperti

This, that, these and those (dalam bahasa Inggris)

Ini, itu, di sini, di sana (dalam bahasa Indonesia)

Tilka, dzalika (dalam bahasa arab)

16
Contoh yang dapat dimunculkan dalam kalimat adalah sebagai berikut: (1)
ibu saya seorang guru. dia (2) Ayah saya bekerja di perpustakaan. Dia senang
bekerja di sana.

b. Substitution (Penggantian)

Substitution adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh


unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur
pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana
2011: 229). Substitusi dapat dibedakan atas substitusi nominal, verbal dan
klausal. Berikut ini merupakan contoh yang menunjukkan substitusi

a) Do you want the blankets? Yes, I will take one. (One mensubstitusi blankets)

b) Did you sing? Yes, I did. (Did mensubstitusi sing)

c) The blankets needed to be cleaned. Yes, they did. (Did mensubstitusi needed
to be cleaned)

c. Ellipsis (Penghilangan/pelesapan)

Menurut Aflahah (2012: 14), ellipsis dapat dikatakan sebagai ikatan


kosong atau zero tie sebab ikatan itu secara actual tidak dikatakan. Di
bawah ini contoh ellipsis yakni:

a) Ketika ø memasuki rumah baru, kita menginginkan adanya suasana


yang sama

sekali baru.

b) Sebelum ø pulang, Kikin mengajak teman-temannya ke sungai untuk

membersihkan badan dari lumpur.

Unsur yang dihilangkan atau dilesapkan pada kalimat a) dan b)


adalah unsur subjek pada klausa. Unsur tersebut adalah Kikin dan kita. Jika
dituliskan secara lengkap bentuk kedua kalimat tersebut adalah sebagai
berikut:

17
a) Ketika (kita) memasuki rumah baru, kita menginginkan adanya suasana
yang sama sekali baru.

b) Sebelum (Kikin) pulang, Kikin mengajak teman-temannya ke sungai


untuk membersihkan badan dari lumpur.

d. Conjuction (Kata hubung)

Menurut Kridalaksana (2011: 131), konjungsi adalah partikel yang


dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa
dengan klausa, kalimat dengan kalimat, paragraph dengan paragraph. Sesuai
dengan fungsinya, konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat digunakan untuk
merangkaikan ide, baik dalam satu kalimat (intrakalimat) maupun antar kalimat
(Rani dkk, 2004: 107). Menurut Suwandi (2002: 243), konjungsi adalah kata
tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Berdasarkan hasil beliau
terdapat konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif, dan konjungsi
antarkalimat.

Konjungsi koordinatif merupakan konjungsi yang menghubungkan


dua unsur atau lebih dan kedua unsur tersebut memiliki status yang sama
seperti (1) Habibie sprechen Duetsch, Indonesisch, Englisch und
Javanisch, (2) Silahkan pilih dia atau diriku. Kedua kalimat ini
memunculkan kata hubung dan dan atau yang digunakan untuk
menghubungkan suatu hal yang setara.

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua


klausa atau lebih namun klausa tersebut tidak memiliki status sintaksis
yang sama seperti (1) Jika masalah ini tidak segera diselesaikan maka dia
sulit untuk pulang kerumah, (2) I am happy when you visit my town, (3)
Jaka menikahi gadis itu karena ia mencintainya.

Konjungsi antar kalimat konjungsi antar kalimat menghubungkan


satu kalimat dengan kalimat lainnya seperti Sumaryadi adalah tetangga
dekat Jatmiko. Rumahnya sedikit serong. Namun, sama-sama berada di
tepi sawah.

18
e. Lexical ties (Ikatan leksikal)

Lexical ties atau leksikal kohesi terjadi ketika dua kata atau dua
unsur di dalam suatu wacana dihubungkan melalui kriteria semantik
(Suwandi, 2002: 247). Kohesi dapat dibentuk oleh pengulangan, sinonim,
superordinate atau hipernim dan kolokasi.

Pengulangan dapat dilakukan dengan pengulangan utuh,


pengulangan sebagian, dan pengulangan dalam bentuk lain. Contoh bentuk
pengulangan adalah sebagai berikut:

a) Setiap manusia pasti pasti menginginkan suasana baru untuk mengusir


kejenuhan. Suasana yang lebih baik dari sebelumnya.

b) Sepuluh tahun kita menikah. Sepuluh tahun kita hidup bersama. Sepuluh
tahun setiap harinya kulalui hari bersamamu.
c) Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan
rasa ragu-ragu dan fisafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat
mendorong kita untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang
belum kita tahu.
Penggunaan kohesi leksikal yang berupa sinonim terjadi jika suatu
wacana menggunakan kata atau frasa yang memiliki kesamaan atau
kemiripan makna untuk menghubungkan dua kalimat seperti mereka
memainkan gitar sesuai dengan lagu yang mereka pelajari. Salah seorang
diantara mereka memetik senarnya dengan lembut.

Hipernim mengacu pada kata umum seperti contoh dalam kalimat


semenjak kepergian Annesia ke Negeri Belanda, bunga yang biasanya
semerbak di depan rumah Nyai Ontosoroh tak tampak lagi. Hanya
anggrek bulan yang masih tampak menawan oleh karena ketahanannya
terhadap terpaan panas. Relasi makna pada kata bunga dan anggrek bulan
merupakan hiponim, di mana kata bunga merupakan hipernim sedangkan
anggrek bulan merupakan hiponim.

19
Kolokasi merupakan asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain
yang berdampingan seperti dua hari terakhir menjelang berbuka puasa
Yogyakarta dilanda cuaca buruk, hujan deras terjadi di wilayah Sleman
dan sekitarnya. Kata cuaca dan hujan dua kata yang dapat berdampingan
satu sama lain. selain itu, hujan juga dapat berdampingan dengan badai,
angina dan lain sebagainya.

2.6 Koherensi
Definisi yang senada dengan Bell dinyatakan oleh Beaugrande
(1931:4), dia menjelaskan bahwa coherence concerns the ways in which
components of textual world; the configuration of concepts and relations
which underlie the surface text are mutually accessible and relevant. hal ini
menunjukkan arti bahwa koherensi mengacu pada bagaimana tekstual,
seperti konfigurasi konsep dan hubungan yang mendasari sebuah teks,
saling berterima dan berkaitan.

Kohesi merupakan istilah yang mengacu pada struktur atau ragam


gramatika suatu bahasa sedangkan istilah koherensi mengacu pada aspek
tuturan, bagaimana proposisi yang tersirat disimpulkan untuk
menginterpretasikan ilokusinya dalam membentuk sebuah wacana.
Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana
yang runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemarkah penghubung
kalimat yang digunakan (Aflahah, 2012: 17). Dari sini dapat kita simpulkan
kalimat yang koheren dapat terbentuk meskipun tidak memiliki kohesifitas
di dalamnya. Koherensi berfungsi menghubungkan ujaran dalam makna
saling melengkapi dan saling berkesinambungan. Oleh sebab itu dengan
adanya koherensi kalimat terbentuk secara logis dan bermakna secara utuh.

Rani dkk (2004: 134) mengatakan di samping kohesi, masih banyak


faktor lain yang memungkinkan terciptanya koherensi itu, antara lain latar
belakang pemakai bahasa atas bidang permasalahan (subject matter),
pengetahuan atas latar belakang budaya dan sosial, kemampuan “membaca”
tentang hal-hal yang tersirat, dan lain-lain. selain itu, pada koherensi juga

20
dapat diciptakan penerapan praanggapan yang logis, pemahaman akan
variasi ujaran dalam situasi yang berbeda. Penguraian sumber variasi
menghendaki sejumlah persyaratan, misalnya kita harus melihat peranan
partisipan tutur, hubungan antarpartisipan: apakah mereka itu sahabat, orang
asing, muda, tua, berasal dari status yang sama, dan seterusnya.
Berikut ini adalah contoh wacana yang mempunyai koherensi baik,
tetapi tidak tampak hubungan kohesifnya.

A: “ada telepon.”

B: “saya sedang mandi.”

C: “baiklah.”

Apa yang dikemukakan oleh A memang hanya alasan mengapa ia


tidak dapat menerima telepon. Meskipun tidak ada piranti kohesi tetapi
rangkaian makna tidak akan membingungkan atau sudah dapat diketahui.
Hal ini tentu saja dikarenakan adanya kemampuan “membaca” halhal yang
tersirat dalam percakapan tersebut. Koherensi teks berhubungan dengan
ekspektasi dan pengalaman pendengar atau penerima pesan terhadap dunia
ini. Pra-anggapan terkait dengan pemahaman linguistik dan ekstra linguistik
pengirim pesan yang berasumsi bahwa penerima telah mengetahui maksud
pesan yang disampaikan oleh si pengirim pesan. Dengan kata lain,
presuposisi atau pra-anggapan merupakan asumsi awal yang penutur
sampaikan terhadap pendengar bahwa apa yang akan dituturkan dimengerti
dan dipahami oleh mitra tutur.

21
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan

analisis wacana adalah merupakan salah satu kajian yang meneliti


atau menganalisa bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk
lisan maupun tulisan. Stubs juga mengatakan bahwa analisis wacana
menekankan kajian penggunaan dalam konteks sosial, khusunya dalam
interaksi antar penutur

Ada tiga pandangan mengenai bahasa

dalam analisis wacana:

a. Diwakili oleh kaum positivisme-empiris

b. pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme

c. pandangan ketiga disebut pandangan kritis.

Konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, seperti situasi,


pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk
amanat, kode, dan saluran. Unsur-unsur itu berhubungan pula dengan unsur-
unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa, yang dikemukanan
oleh Hymes Unsur-unsur itu adalah sebagai berikut:

1. Latar 5. Cara

2. Peserta 6. Sarana

3. Hasil 7. Norma

4. Amanat 8. Jenis

Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan

unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau

koheren. kohesi mengacu pada struktur atau ragam gramatika. koherensi hal
yang mengacu pada bagaimana tekstual, seperti konfigurasi konsep dan
hubungan yang mendasari sebuah teks, saling berterima dan
berkaitan.koherensi mengacu pada aspek tuturan

22
2.2 Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi
diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk
mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih
jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail
dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2006)
Aflahah. (2012). Kohesi dan koherensi dalam wacana. OKARA, Vol. I, Tahun 7,
Mei 2012 Beaugrande, R. De dan W. Dessler. 1981. Introductian top Text
Linguistic.
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Jogjakarta: LKiS,
2006).
Mulyana, Kajian Wacana : Teori, Metode, Aplikasi, dan Prinsip-prinsip Analisis
Wacana (Jogjakarta : Tiara Wacana, 2005),
Rani dkk (2004). Analisis wacana. Malang: Bayumedia Publishing.

24

Anda mungkin juga menyukai