Linguistik Kel 1
Linguistik Kel 1
Linguistik Kel 1
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Analisis Wacana” tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah
Linguisting Umum yakni Dr. Maskub, M.H. yang telah memberikan tugas terhadap
kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Pada akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat perkembangan dunia pendidikan.
Penyusun,
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa dimaksud dengan analisis wacana?
2. Jelaskan bagaimana pandangan analisis wacana?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konteks wacana?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kohesi dan koherensi?
1.3 Tujuan
1. Dapat memahami tentang analisis wacana
2. Dapat memahami bagaimana pandangan analisis wacana
3. Dapat memahami konteks wacana
4. Dapat memahami Kohesi dan Koherensi
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis Wacana
A. Pengertian analisis
B. Pengertian wacana
Secara etimologi, istilah wacana berasal dari bahasa Sansakerta
wac/wak/uak yang memiliki arti ‘berkata’ atau ‘berucap’. Kemudian
kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang
berada dibelakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna
‘membendakan’ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat
diartikan sebagai perkataan atau urutan.
6
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga
makna dari kata wacana. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur. Kedua,
keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga,
satuan bahasa terbesar, terlengkap, yang realisasinya pada bentuk
karangan yang utuh, seperti novel, buku dan artikel.
7
Analisis wacana atau discouse analysis adalah cara yang
digunakan untuk membongkar makna atau pesan komunikasi yang
terdapat dalam suatu teks baik secara tekstual maupun kontekstual.
Sehingga makna yang digali dari sebuah teks atau pesan komunikasi
tidak hanya dilihat dari teks yang sudah jelas tertulis semata lebih dari
itu.
dilihat dari jembatan antara manusia dengan objek diluar dirinya. Dalam
8
nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah
semantik. Oleh karena itu, tata bahasa kebenaran sintaksis adalah bidang
9
inilah yang melahirkan paradigma kritis. Analisis wacana dalam
proses produksi dan reproduksi makna.. oleh karena itu, analisis wacana
dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa.
Latar ini mengacu pada tempat (ruang-space) dan waktu atau tempo
10
Anita : “Selamat pagi.”
Ica : “Selamat pagi.”
Anita : “Mau kuliah, Bu?”
Ica : “Ya, sudah terlambat, ni, mari, ah!”
2. Peserta (Participants)
bicara (pesapa)”, misalnya antara Anita dan Ica pada contoh di atas,
3. Hasil (End)
menarik kepada para pembelajar itu sendiri. Topik yang menarik belum
tentu hasilnya baik karena sangat bergantung pada pemelajar itu sendiri
11
tujuan vokatif mengharapkan agar pesapa merespon dengan perhatian”.
4. Amanat (Message)
bentuk dan isi amanat. Bentuk amanat dapat berupa surat, esai, iklan
pemberitahuan, pengumuman.
5. Cara (Key)
bahwa rasa (feeling) adalah sikap penyapa terhadap topik atau tema yang
6. Sarana (Instrument)
secara lisan atau tulisan, dan mengacu pula pada variasi bahasa yang
bantu komunikasi bahasa itu, antara lain radio, TV, pengeras suara,
12
bahwa bahasa yang digunakan dalam komunikasi dapat berupa medium
7. Norma (Norms)
dengan kuliah atau ceramah yang cenderung satu arah, ada norma dsikusi
8. Jenis (Genre)
pada kategori, seperti sajak, teka-teki, kuliah, dan doa. Salah satu jenis
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke
tepian Bersakit-sakit
dahulu Bersenang-
senang kemudian
13
2.4 Kohesi dan Koherensi
b. Annelies dan ibunya harus berpisah karena Annelies akan pergi ke Belanda
Dari contoh di atas terbentuk makna yang kohesif. Hal ini ditunjukkan
melalui kata pengulangan kata pada contoh kalimat (b), penggunaan
pronomina pada kalimat (a), serta penggantian kata do untuk know pada
kalimat (c). ketiga kalimat ini dapat dimengerti oleh pembaca karena
14
memberikan pemahaman yang utuh yang disebabkan oleh adanya kohesi
dalam struktur kalimat tersebut.
A: Oke
Hal ini dapat dengan mudah dipahami meskipun informasi yang ada
tidak muncul secara eksplisit. Dalam hal ini pembaca menggunakan konsep
koherensi. Menurut Bell (1991: 165), [coherence is] “consists of
configuration and sequencing of the CONCEPTS and RELATIONS”.
Sehingga, ketika pembaca memaknai teks pembaca melakukan
“configuration and relations” yaitu pembaca akan memakni dan membuat
hubungan yang implisit terhadap sesuatu yang eksplisit dalam teks.
Pemaknaan ini berasal dari pengetahuan di luar teks (konteks). Dapat kita
simpulkan bahwa asumsi pembaca yang menghubungkan teks dengan
15
pengetahuan luar teks ini lah yang disebut koherensi. Dari pengertian kohesi
dan koherensi di atas dapat kita katakan bahwa kohesi adalah keterpaduan
bentuk sedangkan koherensi adalah kepaduan makna. Pada kohesi, yang
terpadu adalah unsur-unsur lahiriah teks, termasuk struktur lahir (tata
bahasa). Sedangkan keberpaduan atau koherensi mengharuskan unsur-unsur
batinnya (makna, konsep, dan pengetahuan) saling berpadu.
2.5 Kohesi
a. Reference (Referen)
Saya, anda, dia, beliau…. (dalam bahasa Indonesia) dan lain sebagainya.
16
Contoh yang dapat dimunculkan dalam kalimat adalah sebagai berikut: (1)
ibu saya seorang guru. dia (2) Ayah saya bekerja di perpustakaan. Dia senang
bekerja di sana.
b. Substitution (Penggantian)
a) Do you want the blankets? Yes, I will take one. (One mensubstitusi blankets)
c) The blankets needed to be cleaned. Yes, they did. (Did mensubstitusi needed
to be cleaned)
c. Ellipsis (Penghilangan/pelesapan)
sekali baru.
17
a) Ketika (kita) memasuki rumah baru, kita menginginkan adanya suasana
yang sama sekali baru.
18
e. Lexical ties (Ikatan leksikal)
Lexical ties atau leksikal kohesi terjadi ketika dua kata atau dua
unsur di dalam suatu wacana dihubungkan melalui kriteria semantik
(Suwandi, 2002: 247). Kohesi dapat dibentuk oleh pengulangan, sinonim,
superordinate atau hipernim dan kolokasi.
b) Sepuluh tahun kita menikah. Sepuluh tahun kita hidup bersama. Sepuluh
tahun setiap harinya kulalui hari bersamamu.
c) Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan
rasa ragu-ragu dan fisafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat
mendorong kita untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang
belum kita tahu.
Penggunaan kohesi leksikal yang berupa sinonim terjadi jika suatu
wacana menggunakan kata atau frasa yang memiliki kesamaan atau
kemiripan makna untuk menghubungkan dua kalimat seperti mereka
memainkan gitar sesuai dengan lagu yang mereka pelajari. Salah seorang
diantara mereka memetik senarnya dengan lembut.
19
Kolokasi merupakan asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain
yang berdampingan seperti dua hari terakhir menjelang berbuka puasa
Yogyakarta dilanda cuaca buruk, hujan deras terjadi di wilayah Sleman
dan sekitarnya. Kata cuaca dan hujan dua kata yang dapat berdampingan
satu sama lain. selain itu, hujan juga dapat berdampingan dengan badai,
angina dan lain sebagainya.
2.6 Koherensi
Definisi yang senada dengan Bell dinyatakan oleh Beaugrande
(1931:4), dia menjelaskan bahwa coherence concerns the ways in which
components of textual world; the configuration of concepts and relations
which underlie the surface text are mutually accessible and relevant. hal ini
menunjukkan arti bahwa koherensi mengacu pada bagaimana tekstual,
seperti konfigurasi konsep dan hubungan yang mendasari sebuah teks,
saling berterima dan berkaitan.
20
dapat diciptakan penerapan praanggapan yang logis, pemahaman akan
variasi ujaran dalam situasi yang berbeda. Penguraian sumber variasi
menghendaki sejumlah persyaratan, misalnya kita harus melihat peranan
partisipan tutur, hubungan antarpartisipan: apakah mereka itu sahabat, orang
asing, muda, tua, berasal dari status yang sama, dan seterusnya.
Berikut ini adalah contoh wacana yang mempunyai koherensi baik,
tetapi tidak tampak hubungan kohesifnya.
A: “ada telepon.”
C: “baiklah.”
21
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
1. Latar 5. Cara
2. Peserta 6. Sarana
3. Hasil 7. Norma
4. Amanat 8. Jenis
unsur yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau
koheren. kohesi mengacu pada struktur atau ragam gramatika. koherensi hal
yang mengacu pada bagaimana tekstual, seperti konfigurasi konsep dan
hubungan yang mendasari sebuah teks, saling berterima dan
berkaitan.koherensi mengacu pada aspek tuturan
22
2.2 Saran
Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi
diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk
mempelajarinya agar dapat memahaminya. Menyadari bahwa penulis masih
jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail
dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2006)
Aflahah. (2012). Kohesi dan koherensi dalam wacana. OKARA, Vol. I, Tahun 7,
Mei 2012 Beaugrande, R. De dan W. Dessler. 1981. Introductian top Text
Linguistic.
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Jogjakarta: LKiS,
2006).
Mulyana, Kajian Wacana : Teori, Metode, Aplikasi, dan Prinsip-prinsip Analisis
Wacana (Jogjakarta : Tiara Wacana, 2005),
Rani dkk (2004). Analisis wacana. Malang: Bayumedia Publishing.
24