22aprl-Kel - 2 - Injeksi Penisilin - TSF - Kelas B

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

PRODUKSI SEDIAAN INJEKSI PENISILIN YANG BAIK

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Apoteker 41 B

1. Monika Anggraini Sapitri (20340205)


2. Roni Mulya (20340206)
3. Aldi Bayu Pamungkas (20340207)
4. Intan Rahmawati (20340208)
5. Enricht Agustinus Kwaitota (20340209)
6. Kristanto (20340051)

Dosen: Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Si., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Atas
berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dalam
mata kuliah Teknoligi Sediaan Farmasi tentang “Sediaan Injeksi Penisilin Yang
Baik” sesuai tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak menerima bantuan, untuk itu
dengan penuh kerendahan hati dan hormat, penulis menyampaikan terimakasih
kepada Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Si, Apt selaku dosen mata kuliah dan teman-
teman kelompok yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya karena keterbatasan ilmu dan
kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat membutuhkan segala kritik dan
saran yang membangun guna menghasilkan Makalah yang jauh lebih baik lagi dari
yang sekarang.
Penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya apabaila dalam makalah ini
terdapat kata – kata yang kurang berkenan di hati para pembaca. Semoga dengan
adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya dalam dunia kefarmasian dan kesehatan serta menambah
wawasan pengetahuan bagi pembaca.

Jakarta, 21 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar........................................................................................ i

Daftar Isi................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

I.1 Latar Belakang.......................................................................... 1

I.2 Rumusan Masalah..................................................................... 2

I.3 Tujuan....................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3

2.1 Injeksi........................................................................................... 3

2.1.1 Tujuan Injeksi .......................................................... 3

2.1.2 Peralatan Injeksi ...................................................... 3

2.1.3 Proses Injeksi ........................................................... 4

2.1.4 Macam macam injeksi ............................................. 5

2.1.5 Hal hal yang perlu diperhatikan dalam injeksi ........ 7

2.1.6 Cara mencegah infeksi selama injeksi ..................... 7

2.1.7 Syarat Sediaan Injeksi ............................................. 8

2.2 Antibiotik...................................................................................... 8

2.3 CPOB Sediaan Injeksi............................................................... 8

2.3.1 Validasi................................................................................. 10

2.3.2 Proses Sterilisasi................................................................... 10

2.3.3 Aspek-aspek Dalam Panduan CPOB................................... 11

2.4 Evaluasi Sediaan Steril.............................................................. 23

2.5 Alur Produksi Sediaan Injeksi................................................... 24

2.6 Preformulasi ............................................................................. 27

BAB III PEMBAHASAN........................................................................ 29

ii
3.1 Cara Produksi Injeksi Penisilin yang baik .................................. 29

3.2 Formula Sediaan Injeksi Penisilin ............................................ 30

3.3 Alur Pengadaan Barang............................................................. 33

3.3.1 Sumber Daya Manusia (SDM)............................................. 34

3.3.2 Pengadaan Bahan Baku........................................................ 35

3.3.3 Produksi Sediaan Steril........................................................ 36

3.3.4 Produksi Sediaan Steril........................................................ 43

3.4 Alur Produksi Sediaan yang baik ............................................. 44

3.4.1 Produksi ............................................................................... 44

3.4.2 Alat dan Bahan..................................................................... 44

3.4.3 Evaluasi Sediaan .................................................................. 45

3.4.4 Pengemasan.......................................................................... 46

3.4.5 Penyimpanan........................................................................ 47

3.4.6 Distribusi ............................................................................. 48

BAB IV KESIMPULAN......................................................................... 51

4.1 Kesimpulan............................................................................... 51

4.2 Saran.......................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 53

DISKUSI................................................................................................... 53

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Penisilin termasuk gologan antibiotik yang paling banyak digunakan di dunia,


sekitar 19 % dari passer antibiotik dunia. Hal ini karena penisilin memiliki daya
hambat yang kuat terhadap dinding sel bakteri, memiliki efek jangka panjang,
spektrum aktivitas antibiotik yang luas dengan toksisitas yang rendah, dan merupakan
antibiotik yang efektif untuk berbagai jenis bakteri seperti bakteri Streptococcus,
Staphylococcus atau Pneumocccal pneumonia.

Antibiotik pertama (penisilin) ditemukan pada tahun 1928 oleh Alexander


Fleming, seorang ahli mikrobiologi dari Inggris.Tahun 1930-an, penisilin mulai
diresepkan untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi. Sebelum antibiotik ditemukan,
banyak infeksi yang tidak bisa disembuhkan dan menyebabkan kematian.Namun
sejak penisilin ditemukan, jutaan penderita infeksi di seluruh dunia, bisa diselamatkan
nyawanya

Penggolongan Penisilin Spektrum sempit, Penisilin G Biasa digunakan secara


IV atau IM karena secara peroral akan terhambat oleh asam lambung dan makanan.
Penisilin IV Biasa diberikan dengan oral, IV, ataupun IM dan tidak dianjurkan untuk
pasien gagal ginjal. Procain penisilin G Mekanisme kerja diperpanjang karena
penggunaan lewat IM lambat. Benzatin penisilin G Digunakan secara oral untuk
propilaksis demam rematik.

Sediaan Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Salah satu contoh sediaan injeksi adalah Injeksi Penisilin. Sediaan
injeksi diberikan jika diinginkan kerja obat yang cepat, Pasien tidak sadar, tidak tahan
menerima pengobatan secara oral atau obat tidak efektif bila diberikan dengan cara
lain.

Setiap proses produksi sediaan farmasi diawasi oleh apoteker, karenanya


pengetahuan tentang produksi sediaan farmasi harus dipahami oleh apoteker, sehingga
apoteker dapat memastikan mutu suatu sediaan farmasi. Dengan demikian pada
makalah ini penulis akan membahas lebih dalam lagi tentang sediaan injeksi Penisilin
dengan metode pembuatan sesuai dengan CPOB.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana memproduksi sediaan obat dengan cara yang baik ?
2. Bagaimana komponen sediaan dan bagaimana rancangan formula sediaan?
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya ?
4. Bagaimana memproduksi sediaan yang baik (alur, proses produksi, evaluasi,
pengemasan, penyimpanan dan distribusi)?

I.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memahami cara memproduksi sediaan obat dengan cara yang baik
2. Untuk memahami komponen sediaan dan rancangan formula sediaan
3. Untuk memahami pengadaan barang dan alurnya
4. Untuk memahami memproduksi sediaan yang baik (alur, proses produksi,
evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender (Depkes, 1979). Sedangkan menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100
mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara
intravena. Suspense tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (Depkes, 1995).

2.I.1 Tujuan Injeksi


Pada umumnya injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses
penyerapan (absorpsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang tepat. Injeksi biasanya
dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Selain itu, indikasi pemberian obat
secara injeksi juga disebabkan karena ada beberapa obat yang merangsang atau
dirusak getah lambung (Hormon), atau tidak direabsorbsi oleh usus. Pemberian injeksi
bisa juga dilakukan untuk anastesi lokal.

2.1.2 Peralatan Injeksi


Alat yang digunakan untuk injeksi terdiri dari spuit dan jarum. Ada berbagai
spuit dan jarum yang tersedia dan masing-masing di desain untuk menyalurkan
volume obat tertentu ke tipe jaringan tertentu.
a. Spuit
Spuit terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian
ujung (tip) di desain tepat berpasangan dengan jarum hypodermis dan alat
pengisap (plunger) yang tepat menempati rongga spuit. Spuit, secara umum,
diklasifikasikan sebagai Luer-lok atau non Luer-lok. Nomenklatur ini
didasarkan pada desain ujung spuit.
Adapun tipe-tipe spuit yaitu :

1. Spuit Luer-lok yang ditandai dengan 0,1 persepuluh


2. Spuit tuberkulin yang ditandai dengan 0,01 (seperseratus) untuk dosis
kurang dari 1 Ml
3. Spuit insulin yang ditandai dalam unit (100)
4. Spuit insulin yang ditandai dengan unit (50)
b. Jarum
Jarum memiliki tiga bagian : hub, yang tepat terpasang pada ujung sebuah
spuit; batang jarum (shaft), yang terhubung dengan bagian pusat; dan bevel,
yakni bagian ujung yang miring. Jarum memiliki tiga karakteristik utama :
kemiringan bevel, panjang batang jarum dan ukuran atau diameter jarum.
Bevel yang panjang dan lebih tajam, sehingga meminimalkan rasa tidak
nyaman akibat infeksi Subkutan atau Intramuskular. Panjang jarum bervariasi
dari ¼ sampai 5 inci.
Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya. Seleksi
ukuran jarum bergantung pada viskositas cairan yang akan disuntikkan atau
diinfuskan.

2.1.3 Proses Injeksi


Memberikan injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan
menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus kulit, muncul resiko infeksi.
Perawat memberi obat secara parenteral melalui rute SC, IM, ID dan Iv. Setiap tipe
injeksi membutuhkan keterampilan yang tertentu untuk menjamin obat mencapai
lokasi yang tepat. Efek obat yang diberikan secara parenteral dapat berkembang
dengan cepat, bergantung pada kecapatan absorbsi obat.
Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak diberikan secara tepat.
Kegagalan dalam memilih tempat injeksi yang tepat, sehubungan dengan penanda
anatomis tubuh, dapat menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang selama
insersi jarum. Pasien yang menderita penyakit serius atau kronis seringkali diberi
banyak injeksi setiap hari.

4
2.1.4 Macam-macam injeksi
Pemberian obat secara parenteral (diluar usus) biasanya dipilih bila diinginkan
efek yang cepat, kuat dan lengkap atau obat untuk obat yang merangsang atau dirusak
getah lambung (hormone), atau tidak direabsorbsi usus (streptomisin), begitupula
pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Namun kelemahannya
yaitu lebih mahal dan nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu, adapula
bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf
jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.
a. Subkutan/sc (hypodermal)
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak
merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat
injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin
pada penyakit diabetes. Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi
subkutan meliputi area vaskular di sekitar bagian luar lengan atas, abdomen dari
batas bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior paha. Tempat yang
paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat
yang lain meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral atas atau
gloteus dorsal. Tempat yang dipilih ini harus bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan
parut, tonjolan tulang, dan otot atau saraf besar dibawahnya.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam
air (0,5 sampai 1 ml). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan
obat dalam volume besar. Kumpulan obat dalam jaringan dapat menimbulkan
abses steril yang tak tampak seperti gumpalan yang mengeras dan nyeri di bawah
kulit.
b. Intrakutan/ic (di dalam kulit)
Perawat biasanya memberi injeksi intrakutan untuk uji kulit. Karena keras,
obat intradermal disuntikkan ke dalam dermis. Karena suplai darah lebih sedikit,
absorbsi lambat. Pada uji kulit, perawat harus mampu melihat tempat injeksi
dengan tepat  supaya dapat melihat perubahan warna dan integritas kulit.
Daerahnya harus bersih dari luka dan relatif tidak berbulu. Lokasi yang ideal
adalah lengan bawah dalam dan punggung bagian atas.
c. Intramuskuler  (i.m)
Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC
karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan

5
berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada
resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah.  Dengan  injeksi di dalam
otot  yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Guna memperlambat
reabsorbsi dengan maksud memperpanjag kerja obat, seringkali digunakan larutan
atau suspensi dalam minyak, umpamanya suspensi penisilin dan hormone
kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot pantat yang tidak banyak
memiliki pembuluh dan saraf. Tempat injeksi yang baik untuk IM adalah otot
Vastus Lateralis, otot Ventrogluteal, otot Dorsogluteus, otot Deltoid.
d. Intravena (i.v)
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18
detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan.
Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk
mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat
dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan
dengan protein atau butiran darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-
zat koloid darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini langsung dimasukkan
ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock.
Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat
setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi i.v
sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya.

e. Intraarteri
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk membasahi suatu organ,
misalnya hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada
jaringan, misalnya obat kanker nitrogenmustard.
f. Intralumbal (antara ruas tulang belakang pinggang), intraperitoneal (ke dalam
ruang selaput perut), intrapleural, intracardial, intra-articular (ke celah-celah
sendi) adalah beberapa cara injeksi lainnya untuk memasukkan obat langsung
ke tempat yang diinginkan.

2.1.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam injeksi


Pemberian obat secara injeksi dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka
kita harus memperhatikan beberapa hal berikut ini :

6
1. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
2. Jenis dan dosis obat yang diinjeksikan
3. Tempat injeksi
4. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi
5. Kondisi/penyakit pasien

2.1.6 Cara mencegah infeksi selama injeksi


Salah satu efek yang bisa ditimbulkan dari pemberian obat secara injeksi
adalah dapat menimbulkan infeksi. Adapun cara-cara yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya infeksi selama injeksi dilakukan yaitu :
1. Untuk mencegah kontaminasi larutan, isap obat dari ampul dengan cepat.
Jangan   biarkan ampul dalam keadaan terbuka
2. Untuk mencegah kontaminasi jarum, cegah jarum menyentuh daerah yang
terkontaminasi (mis: sisi luar ampul atau vial, permukaan luar tutup jarum,
tangan perawat, bagian atas wadah obat, permukaan meja)
3. Untuk mencegah spuit terkontaminasi jangan sentuh badan pengisap
(plunger) atau bagian dalam karet (barrel). Jaga bagian ujung spuit tetap
tertututp penutup atau jarum.
4. Untuk menyiapkan kulit, cuci kulit yang kotor karena kototran, drainase
atau feses dengan sabun dan air lalu keringkan. Lakukan gerakan mengusap
dan melingkar ketika membersihkan luka menggunakan swab antiseptic.
Usap dari tengah dan bergerak keluar dalam jarak dua inci.

2.1.7 Syarat Sediaan Injeksi

Kerja optimal dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan diperoleh
jika memenuhi persyaratan,yaitu:

1. Aman

Injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek toksik.

2. Harus jernih

Injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari partikel asing, serat dan
benang. Pada umumnya kejernihan dapat diperoleh dengan penyaringan. Alat-alat

7
penyaringan harus bersih dan dicuci dengan baik sehingga tidak terdapat partikel
dalam larutan. Penting untuk menyadari bahwa larutan yang jernih diperoleh dari
wadah dan tutup wadah yang bersih, steril dan tidak melepaskan partikel.

3. Sedapat mungkin isohidris

Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan cairan tubuh lain, yaitu
pH 7,4. Hal ini dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan tidak terasa sakit dan
penyerapan obat dapat maksimal.

4. Sedapat mungkin isotonis

Isotonis artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan tekanan osmosa darah
dan cairan tubuh yang lain, yaitu sebanding dengan tekanan osmosa larutan natrium
klorida 0,9%. Penyuntikan larutan yang tidak isotonis ke dalam tubuh dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Bila larutan yang disuntikkan hipotonis
(mempunyai tekanan osmosa yang lebih kecil) terhadap cairan tubuh, maka air akan
diserap masuk ke dalam sel-sel tubuh yang akhirnya mengembang dan dapat pecah.
Pada penyuntikan larutan yang hipertonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih
besar) terhadap cairan-cairan tubuh, air dalam sel akan ditarik keluar, yang
mengakibatkan mengerutnya sel. Meskipun demikian, tubuh masih dapat
mengimbangi penyimpangan-penyimpangan dari isotonis ini hingga 10%. Umumnya
larutan yang hipertonis dapat ditahan tubuh dengan lebih baik daripada larutan yang
hipotonis. Zat-zat pembantu yang banyak digunakan untuk membuat larutan isotonis
adalah natrium klorida dan glukosa.

 5. Tidak berwarna

Pada sediaan obat suntik tidak diperbolehkan adanya penambahan zat warna dengan
maksud untuk memberikan warna pada sediaan tersebut, kecuali bila obatnya memang
berwarna.

6.  Steril

Suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang patogen
maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif
(spora).

8
7.  Bebas pirogen

Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan volume besar,
yaitu lebih dari 10 ml untuk satu kali dosis pemberian. Injeksi yang mengandung
pirogen dapat menimbulkan demam.

2.2 Antibiotik

.Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai
kemampuan dalam larutan encer untuk menhambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme, contohnya penisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan
lainlain.Antibiotik yang relatif non toksis bagi pejamunya digunakan sebagai agen
kemoterapetik dalam pengobatan penyakit infeksi pada manusia, hewan dan
tanaman.Istilah ini sebelumnya digunakan terbatas pada zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, tetapi penggunaan istilah ini meluas meliputi senyawa sintetik dan
semisintetik dengan aktivitas kimia yang mirip, contohnya sulfonamida, kuinolon dan
fluorikuinolon.

2.3 CPOB Sedian Injeksi

Secara umum proses produksi yang ditetapkan oleh CPOB adalah sebagai berikut
(BPOM, 2006):
1. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
2. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan
sample, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan
distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tetulis dan bila
perlu dicatat.
3. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya
dengan pemesanan. Wadah hendaklah di beesihkan dan bila mana perlu diberi
penandaan dengan data yang sesuai. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat
berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan
dilaporkan kepada bagian pengawasan mutu.
4. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau
administrative segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk
pemakaian atau distribusi.

9
5. Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti
penerimaan bahan awal.
6. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara teratur pada kondisi yang
disarankan oleh pabrik pembuatnya dan diatur sedemikian agar ada pemisahan
antara bets dan memudahkan rotasi stok.
7. Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya hendaklah dilakukan sedemikian
untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan.
8. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan atau
bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada resiko terjadinya campur
baur ataupun kontaminasi silang.
9. Tiap tahan pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencermaran mikroba atau pencemaran lain
10. Bila bekerja dengan bahan ataupun produk kering, hendaklah tindakan khusus untuk
mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan pada
penanganan bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi.
11. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin
produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau
penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan
nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses
produksi.
12. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dengan
format yang telah ditentukan. Label yang berwarna sering kali sangat membantu
untuk menunjukan status (misalnya : karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-
lain).
13. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat lain untuk
transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung dengan benar.
14. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan. Bila
terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepada bagian
pemastian mutu dan bila perlu melibatkan bagian pengawasan mutu.
15. Akses kebangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil
yang berwenang.
16. Pada umumnya pembuatan produk non obat hendaklah dihindarkan dibuat diarea
dan dengan peralatan yang khusus untuk produk obat.

10
2.3.1 Validasi
Validasi adalah Suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan
dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (BPOM
2018).
Tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses yang dilakukan dalam batas
parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang
untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan
sebelumnya (Pedoman CPOB 2012).

2.3.2 Proses Sterilisasi


Steril adalah kondisi alat, bahan, atau sediaan yang bebas dar segala bentuk
mikroorganisme, baik yang pathogen (yang dapat menimbulkan penyakit) maupun yang
nonpatogen, beserta sporanya. Sedangkan sterilisasi adalah suatu proses atau cara untuk
menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk pathogen, non pathogen, vegetative,
maupun non vegetative dari suatu objek atau material (Lachman, 1994).

Produk steril dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan memperkecil risiko
pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari ketrampilan,
pelatihan dan sikap personil yang terlibat. Pemastian Mutu sangatlah penting dan pembuatan
produk steril harus sepenuhnya mengikuti secara ketat metode pembuatan dan prosedur yang
ditetapkan dengan seksama dan tervalidasi. Pelaksanaan proses akhir atau pengujian produk
jadi tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya andalan untuk menjamin sterilitas atau aspek
mutu lain. (BPOM 2018).

Pembuatan produk steril hendaklah dilakukan di area bersih, memasuki area ini
hendaklah melalui ruang penyangga udara untuk personil dan/atau peralatan dan bahan. Area
bersih hendaklah dijaga tingkat kebersihannya sesuai standard kebersihan yang ditetapkan
dan dipasok dengan udara yang telah melewati filter dengan efisiensi yang sesuai.

Berbagai kegiatan persiapan komponen, pembuatan produk dan pengisian hendaklah


dilakukan di ruang terpisah di dalam area bersih. Kegiatan pembuatan produk steril dapat
digolongkan dalam dua kategori; pertama produk yang disterilkan dalam wadah akhir dan
disebut juga sterilisasi akhir, kedua produk yang diproses secara aseptis pada sebagian atau
semua tahap.

11
Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan karakteristik
lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan
ruangan yang sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan risiko pencemaran oleh
partikulat dan/atau mikroba pada produk dan/atau bahan yang ditangani.

Kondisi “operasional” dan “nonoperasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap ruang


bersih. Keadaan “nonoperasional” adalah kondisi di mana fasilitas telah terpasang dan
beroperasi, lengkap dengan peralatan produksi tetapi tidak ada personil. Kondisi
“operasional” adalah kondisi di mana fasilitas dalam keadaan berjalan sesuai modus
pengoperasian yang ditetapkan dengan sejumlah tertentu personil yang sedang bekerja.

Agar tercapai kondisi “operasional” maka area tersebut hendaklah didesain untuk
mencapai tingkat kebersihan udara tertentu pada kondisi “nonoperasional”.

Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 Kelas kebersihan:

 Kelas A: Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian, wadah
tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya
kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow)
di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan
kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja
dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah
dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara searah berkecepatan lebih rendah dapat
digunakan pada isolator tertutup dan kotak bersarung tangan.
 Kelas B: Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona Kelas A.
 Kelas C dan D: Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang
mengandung risiko lebih rendah. (BPOM 2018).

12
2.3.3 Aspek – Aspek dalam Paduan CPOB
1. Sistem Mutu Industri Farmasi
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin
edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab
untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan
partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para
pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan
dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat
yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini
hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya.
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a. suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan
b. tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan)
yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. (BPOM 2018)

2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab
itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh
personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya.
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak
dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu
obat.
13
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantum-kan
dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang
ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek
penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung
jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan
Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut
dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus
independen satu terhadap yang lain (BPOM 2018).

3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan
baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain
ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu
atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan
air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak
sesuai, diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut.
Bangunan dan fasilitas didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat
sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca,
banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang
pengerat, kutu atau hewan lain. Tersedia prosedur untuk pengendalian binatang
pengerat dan hama.
Bangunan dan fasilitas dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu,
didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi
disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area
penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan dirawat dalam kondisi
bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di

14
mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas dilakukan hati-hati agar
kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat.
Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi tepat agar
tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap
ketepatan / ketelitian fungsi dari peralatan (BPOM 2018).

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat,
agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets- ke-bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang,
penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada
mutu produk.
Desain dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya.
 Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara
ataupun produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang
dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang
ditentukan.
 Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas
atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah
sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal,
produk antara ataupun produk jadi.
 Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan
hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi, dan adaptasi yang
tidak tepat.
 Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci
serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
 Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar
tidak menjadi sumber pencemaran.

15
 Peralatan yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk.
Bagian alat yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif,
aditif, atau absorptif, yang dapat mempengaruhi mutu dan berakibat buruk
pada produk.
 Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan
kimia atau yang ditempatkan di area dimana digunakan bahan mudah terbakar,
hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta
dibumikan dengan benar.
 Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian
yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan
untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat hendaklah diperiksa
ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan.
Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik.
 Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh
digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus
yang tidak melepaskan serat, dan
 Pipa air suling, air de-ionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi
hendaklah di sanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut henedaklah
berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan
(BPOM, 2018).

5. Produksi
Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan awal,
beserta pembelian dan penerimaannya, hendaklah didokumentasikan sebagai bagian
dari sistem mutu. Tingkat pengawasan hendaklah proporsional dengan risiko yang
ditimbulkan oleh masing-masing bahan, dengan mempertimbangkan sumbernya,
proses pembuatan, kompleksitas rantai pasokan, dan penggunaan akhir di mana bahan
tersebut digunakan dalam produk obat. Bukti pendukung untuk setiap persetujuan
pemasok / bahan hendaklah disimpan. Personel yang terlibat dalam kegiatan ini
hendaklah memiliki pengetahuan terkini tentang pemasok, rantai pasokan, dan risiko
yang terkait. Jika memungkinkan, bahan awal hendaklah dibeli langsung dari pabrik
pembuat.

16
Untuk persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan aktif dan eksipien,
diperlukan hal-hal berikut:
Bahan aktif
Ketertelusuran rantai pasokan hendaklah ditetapkan dan risiko terkait, mulai
dari bahan awal untuk pembuatan bahan aktif hingga produk jadi, hendaklah dinilai
secara formal dan diverifikasi secara berkala. Langkah - langkah yang tepat hendaklah
dilakukan untuk mengurangi risiko terhadap mutu zat aktif. Catatan rantai pasokan
dan ketertelusuran untuk setiap bahan aktif (termasuk bahan awal untuk pembuatan
bahan aktif) hendaklah tersedia dan disimpan oleh pabrik pembuat produk obat. Audit
hendaklah dilakukan terhadap pabrik pembuat dan distributor bahan aktif untuk
memastikan bahwa mereka memenuhi Pedoman Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif
Obat yang Baik dan Cara Distribusi Obat yang Baik. Pemegang nomor izin edar
hendaklah memverifikasi kepatuhan tersebut baik oleh dirinya sendiri maupun
melalui entitas yang bertindak atas namanya di bawah suatu kontrak. Audit hendaklah
dilakukan dalam durasi waktu dan ruang lingkup yang tepat untuk memastikan bahwa
penilaian CPOB yang lengkap dan jelas dilakukan; pertimbangan hendaklah diberikan
pada potensi kontaminasi silang dari bahan lain di lokasi. Laporan hendaklah
sepenuhnya mencerminkan apa yang telah dilakukan dan diamati saat audit dengan
segala ketidaksesuaian yang diidentifikasi dengan jelas. Tindakan perbaikan dan
pencegahan yang diperlukan hendaklah dilaksanakan. Audit lebih lanjut hendaklah
dilakukan pada interval yang ditentukan berdasarkan proses manajemen risiko mutu
untuk memastikan pemeliharaan standar dan penggunaan berkelanjutandari rantai
pasokan yang disetujui.
Eksipien
Eksipien dan pemasok eksipien hendaklah dikendalikan secara tepat
berdasarkan hasil penilaian risiko mutu secara formal. Penilaian risiko mutu dapat
mengacu pada Pedoman PIC/S mengenai pelaksanaan penilaian risiko untuk
pemastian penerapan Cara Pembuatan yang Baik untuk eksipien produk obat atau
pedoman internasional lain terkait (BPOM 2018).

6. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik


Industri farmasi harus memperhatikan cara penyimpanan, lama penyimpanan
dan cara pengiriman obat dan/atau kembalian. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
mengevaluasi kemungkinan kerusakan mutu obat. Jika kondisi kemasan masih baik

17
namun cara penyimpanan, lama penyimpanan dan cara pengiriman diduga dapat
merusak produk, maka produk harus dikarantina dan dilakukan koordinasi dengan
industri farmasi terkait mutu produknya (BPOM 2018).

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat
yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai
mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua
pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta
termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk
dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental
agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu.
Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan
wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi
satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk
memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif
dan dapat diandalkan.
Tugas utama kepala bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga
mempunyai tanggung jawab, antara lain adalah:
 membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu,
 menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk,
 memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk,
 memastikan pelaksanaan peman- tauan stabilitas dari produk,

18
 ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk,,
dll.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis, dan
dicatat di mana perlu.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan


mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum
didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan(BPOM
2018).

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi
diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan
yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi
khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan
yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur
dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak
lanjut yang efektif
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara indipenden dan rinci oleh personil (-
personil) perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi
diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB.
Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat.
Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1
(satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur
inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat. Laporan tersebut mencakup:

 Semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan, bila

19
memungkinkan,

 Saran untuk tindakan perbaikan.

 Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat (BPOM


2018).

9. Keluhan dan Penarikan Produk


Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk
menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu
mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran
secara cepat dan efektif.

KELUHAN
 Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani
keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang
memadai untuk membantunya. Apabila personil tersebut bukan kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami cara
penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk.
 Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi,
tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali
produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat.
 Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari
penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan
dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait.
 Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah keluhan
disebabkan oleh pemalsuan.
 Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang
mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara
menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah
dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut.
 Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah
dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets
lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang

20
dari bets yang cacat hendaklah diselidiki.

PENARIKAN KEMBALI PRODUK


 Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan
mengoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh
staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai
dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen terhadap
bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil ini bukan kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami segala
operasi penarikan kembali.
 Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala dan
dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali.
 Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap
saat.
 Pelaksanaan Penarikan Kembali
a) Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah
diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai
reaksi yang merugikan;
b) Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah
dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan
kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai
tingkat konsumen;
c) Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,
hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan
secara cepat, efektif dan tuntas; dan
d) Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah
dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat
dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
 Catatan dan laporan termasuk hasil tindakan embargo dan penarikan kembali
produk hendaklah didokumentasikan dengan baik.
 Otoritas pengawas obat negara ke mana produk didistribusikan hendaklah
diinformasikan segera apabila akan dilakukan penarikan kembali karena cacat
atau dugaan cacat.
 Catatan distribusi hendaklah tersedia untuk digunakan oleh personil (-

21
personil) yang bertanggung jawab terhadap penarikan kembali. Catatan
distribusi hendaklah berisi informasi yang lengkap mengenai distributor dan
pelanggan yang dipasok secara langsung (dengan alamat, nomor telepon,
dan/atau nomor fax pada saat jam kerja dan di luar jam kerja (BPOM 2018).

10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil
risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula
Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari
kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk
atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini
merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.
Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk (Formula Pem-buatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi
Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan
serta menguraikan semua operasi pengo- lahan dan pengemasan.
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya
pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian,
dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk
distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk
akhir.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan
cermat. Bagian dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan dokumen
persetujuan izin edar yang relevan. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan
diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang.
Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya
hendaklah dinyatakan dengan jelas. Penampilan dokumen hendaklah dibuat rapi dan
mudah dicek. Dokumen hasil reproduksi hendaklah jelas dan terbaca. Reproduksi
dokumen kerja dari dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang

22
disebabkan proses reproduksi. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan
dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu
sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara
tidak sengaja (BPOM 2018).

11. Kegiatan Alih Daya


Kegiatan alih daya merupakan tanggung jawab industri farmasi terhadap
Badan POM untuk menghindari kesalahpahaman sehingga dapat menghasilkan
produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kegiatan yang
dialihdayakan haruslah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan di dalam sebuah
kontrak tertulis. Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab legal dari Penerima
Kontrak dan Pemberi Kontrak terhadap konsumen. Pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan
dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur
pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) (BPOM 2018).

12. Kualifikasi dan Validasi


Bab ini menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di
industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari
kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan danproses
yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi.

PERENCANAAN VALIDASI
 Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam
Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara.
 RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas.

23
 RIV hendaklah mencakup sekurangkurangnya data sebagai berikut:
 kebijakan validasi;
 struktur organisasi kegiatanvalidasi;
 ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi;
 format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan
dan jadwal pelaksanaan;
 pengendalian perubahan; dan
 acuan dokumen yang digunakan.
 RIV terpisah mungkin diperlukan untuk suatu proyek besar (BPOM 2018).

2.3.4 Klasifikasi Ruang Produk Steril


Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 kelas kebersihan:
1. Kelas A: zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, missal zona pengisian,
wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan serta aseptis.
Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar
(laminar air flow) ditempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah
mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36-0,54 m/detik
(nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan
laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran
udara searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator
tertutup dan kotak bersarung tangan.
2. Kelas B: untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A.
3. Kelas C dan D: area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang
mengandung resiko lebih rendah.
Ruang bersih dan sarana udara bersih diklasifikasikan sesuai dengan
EN ISO 14644-1. Klasifikasi hendaklah dibedakan dengan jelas dari
pemantauan lingkungan pada saat operasional. Jumlah maksimum partikulat
udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan adalah sebagai berikut:

24
Gambar. Klasifikasi ruang bersih dan sarana udara bersih

2.4 Evaluasi Sediaan Steril


Evaluasi merupakan hal yang sangat penting dilakukan sebelum sediaan
injeksi didistribusikan. Evaluasi dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum
wadah dipasang etiket dan dikemas. Evaluasi terdiri atas:
1. Evaluasi fisika
a. Penetapan PH
b. Bahan partikulat dalam injeksi
Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut dan melayang,
kecuali gelembung gas, yang tanpa disengaja ada dalam larutan
parenteral. Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonsitusi dari
zat padat steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari
partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.
c. Penetapan volume injeksi dalam wadah
Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah
atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5
wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang.
d. Uji keseragaman bobot dan keseragaman volume
e. Uji kejernihan larutan

25
f. Uji kebocoran (Lachman, 1994). Pada pembuatan kecil-kecilan hal
ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar
hal ini tidak mungkin dikerjakan. Wadah-wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukan kedalam
larutan metilen blue 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor
mlarutan metilen blue akan dimasukan kedalamnya karena
perbedaan tekanan diluar dan didalam wadah tersebut. Cara ini tidak
dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah berwarna. Wadah-
wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka
larutan ini akan kelaur dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak
dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukan
wadah-wadah tersebut kedalam eksikator yang divakumkan. Jika
ada kebocoran akan diserap keluar.
g. Uji kejernihan dan warna (Lachman, 1994): Umumnya setiap
larutan suntik harus jernih dan bebas dari kotoran-kotoran. Uji ini
sangat sulit dipenuhi bila dilakukan pemeriksaan yang sangat teliti
karena hampir tidak ada larutan jernih. Oleh sebab itu untuk uji ini
kriterianya cukup jika dilihat dengan mata biasa saja yaitu
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang berwarna
hitam dan putih. Latar belakang warna hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran-kotoran berwarna muda, sedangkan latar
belakang putih untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna gelap.
2. Evaluasi Biologi
a. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba <61> (FI ed. IV, hal 854-855)
b. Uji Sterilisasi <71> (FI ed. IV hal 855-856)
c. Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI ed. IV hal 905-907)
d. Uji Pirogen <231> (FI ed. IV hal 908-909)
e. Uji Kandungan Zat Antimikroba <441> (FI ed. IV hal. 939-942)
3. Evaluasi Kimia
a. Uji Identifikasi (Sesuai dengan Monografi Sediaan masing-masing)
b. Penetapan kadar (sesuai dengan monogrfai sediaan masing-masing)

26
2.5 Alur Produksi Sediaan Injeksi
Injeksi merupakan sediaan steril yang bebas substansi pirogen. Secara umum,
metode pembuatan sediaan steril dibagi menjadi 2 yaitu sterilisasi akhir dan aseptis.
Sterilisasi akhir adalah semua bahan (zat aktif dan tambahan) dicampur, kemudian
disterilkan diakhir dengan menggunakan metode panas-kering (oven), panas-lembab
(autoklaf), radiasi (sinar gamma/uv) atau filtrasi (penyaringan dengan menggunakan
membran). Metode ini menjadi pilihan utama, dikarenakan metode ini lebih menjamin
sterilitas dari sediaan tersebut dan metode kerjanya lebih mudah dibandingkan dengan
metode aseptis. Sedangkan metode sterilisasi aseptis adalah metode sterilisasi untuk
zat yang tidak tahan panas atau metode sterilisasi akhir tidak mungkin dilakukan
(BPOM RI, 2013)
Contoh sediaan yang menggunakan metode sterilisasi aseptis yaitu pembuatan
sediaan vaksin yang mengandung bahan biologis. Kelemahan metode ini yaitu proses
kerjanya rumit dan harus memastikan bahwa seluruh aspek (kebersihan, sirkulasi
udara, suhu, kelembapan, jumlah partikel, dll) memenuhi persyaratan, sehingga
menjamin tidak terjadinya kontaminasi. Pemilihan metode pembuatan sediaan steril
harus disesuaikan dengan sifat dan stabilitas dari zat aktif.

Tahapan produksi sediaan injeksi yaitu :


1. Penyiapan bahan pengemas
2. Pencucian dan sterilisasi wadah
Botol/ampul dicuci dan disterilkan dalam satu rangkaian alat/mesin
otomatis dengan ban berjalan. Sedangkan untu tutup karet (vial) dicuci
dengan pengocokkan mekanik dalam suatu tangki yang berisi larutan
detergen panas yang dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan air
untuk injeksi dan disterilkan dalam autoklaf.
3. Penyiapan bahan baku
4. Sterilisasi bahan baku
Sterilisasi bahan baku harus disesuaikan dengan sifat dan stabilitas dari
bahan baku yang akan dilakukan sterilisasi. Hal ini sangan penting karena
untuk menjamin bahwa sediaan yang akan dibuat bersih dari kontaminasi
mikroorganisme
5. Pencampuran produk

27
Produk dicampur pada kondisi lingkungan tertentu. Preparat steril dibuat
dengan persyaratan khusus agar memperkecil resiko pencemaran mikroba.
Personil yang bekerja diarea bersih dan steril harus dipilih dengan seksama
untuk memastikan bahwa personil tersebut dapat bekerja dengan disiplin,
tidak menderita penyakit atau dalam kondisi kesehatan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi produk.
6. Penyaringan larutan
7. Pengisian
Pengisian larutan steril dilakukan secara otomatis dengan menggunakan
mesin pengisi. Mesin ini harus di desain secara khusus agar dapat
memberikan ketepatan/keakuratan volume larutan yang akan diisi kedalam
wadah.
8. Penyegelan wadah
Penyegelan ampul dilakukan dengan menggunakan mesin filling and
sealing. Cara penyegelan ampul yaitu dengan melelehkan leher gelas,
sehingga membentuk segel dengan nyala api gas oksigen bersuhu tinggi.
Sedangkan penyegelan vial dilakukan secara manual dengan menggunakan
pinset steril secara cermat dan hati-hati. Tutup karet pada vial harus cocok
dengan mulut wadah kemudian di-seal dengan alumunium.
9. Pengamatan visual
Pengamatan visual merupakan suatu pengamatan yang menggunakan
indera penglihatan. Pengamatan visual bertujuan untuk mengamati produk
jadi dari suatu sediaan. Hal-hal yang dapat diamati secara visual yaitu
kelarutan, kejernihan serta warna.
10. Pelebelan dan pengemasan
Pelebelan berfungsi untuk menandakan suatu produk agar tidak tertukar
dan memudahkan dalam proses dokumentasi suatu produk. Sedangka
pengemasan berfungsi untuk membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan aseptis harus memenuhi persyaratan:
produk harus steril, wadah pengemas harus steril, lingkungan tempat
pengisian produk kedalam wadah harus steril dan wadah pengepak harus
rapat agar mencegah terjadinya kontaminasi. Vial/ampul dimasukkan
dalam dus kecil dan dilengkapi dengan brosur. Kemudian dimasukan

28
dalam individual box, diberi kartu control, dimasukan kedalam master box
dan disegel.

11. Produk akhir

6.6 Preformulasi
1. Penisilina-V
Nama Resmi : Fenoksimetilpenisilina
Nama Lain : Penisilina-V
Rumus Kimia : C16H18N2O5S
Bobot Molekul : 350,40
Pemerian : Serbuk hablur halus; putih
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol
(95%) P; praktis tidak larut dalam paraffin cair P dan
dalam minyak lemak

29
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
2. Natrium fosfat anhidrat
Nama Resmi : Dinatrium hydrogen fosfat anhidrat
Nama Lain : Natrium Fasfat anhidrat.
Pemerian : Serbuk putih higroskopis.
Kelarutan : Larut dalam 12 bagian air, praktis tidak larut dalam
etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Pendapar.
3. Benzil Alkohol
Nama Resmi : Alcoholum Benzylicum
Nama Lain : Benzil Alkohol
Rumus Molekul : C7H8O
Bobot Molekul : 108,14
Pemerian : cairan tidak berwarna, bau aromatik lemah; rasa
membakar tajam. Mendidih pada suhu 206o tanpa
peruraian. Netral terhadap lakmus.
Kelarutan : agak sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol
50%; bercampur dengan etanol, dengan eter dan
dengan kloroform.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Pengawet

30
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Cara Produksi Injeksi Penisilin yang baik

Pembuatan sediaan steril injeksi penisilin yang baik harus memenuhi


persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik yang mencakup manajemen mutu,
personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok,
dokumentasi, pembuatan analisis berdasarkan kontrak kualifikasi dan validasi.
Pada proses produksi sediaan steril injeksi penisilin, alur proses produksi diawali
dengan menentukan formula yang tepat dalam proses produksi sediaan injeksi
penisilin. Hal ini meliputi dalam penentuan bahan sediaan yang digunakan dalam
pembuatan sediaan steril injeksi penisilin, sehingga sediaan steril injeksi penisilin
yang diproduksi dapat digunakan secara aman dan efektif. Kemudian untuk bahan
baku pada proses pembuatannya yang dibeli dari supplayer, setiap bahan baku
diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC (biasanya dipimpin oleh apoteker) dengan
mengambil bahan di gudang penyimpanan, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim
QC meliputi pemeriksaan mutu dan pemeriksaan dilakukan secara laboratoris dari
sediaan tersebut yang sesuai dengan kriteria dari bahan tersebut sesuai dengan
CPOB, serta terbebas nya dari bahan-bahan yang berbahaya dan tidak layak pakai.
Dari hasil uji tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut
memenuhi kriteria yang berstandarkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik atau
tidak. Setiap bahan yang akan digunakan harus dipilih bahan yang aman dan tidak
berbahaya.. Proses produksi harus melakukan pengecekan kondisi ruangan,
peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lain yang diperlukan dalam proses
produksi.
Proses formulator di bagian RnD dilakukan atau dikerjakan oleh apoteker.
Proses pertama penimbangan bahan dilakukan untuk produksi sediaan. Setelah
bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku tersebut dapat dicampur
dan diolah menjadi produk antara. Kemudian proses produksi dilanjutkan di ruang
pencampuran.
Selanjutnya penambahan zat aktif dilarutkan dengan air steril sedikit demi
sedikit. Setelah melarut sediaan disaring hingga jernih tanpa adanya kotoran di
dalamnya, larutan yang telah disaring dimasukan ke dalam vial dan ditambahkan
air steril ad 10 ml. sediaan akhir di sterilkan dengan autoklaf 121º C selama kurang
lebih 1 jam kemudian diberi etiket dan di masukkan dalam wadah atau vial yang
sudah di terlebih dahulu di sterilisasikan. Setelah semua proses selesai barulah
dilakukan proses pengemasan dan penyortiran produk yang gagal. Proses produksi
dilakukan di gedung dan ruangan yang bersih, terpelihara dengan baik dan
memenuhi standar CPOB, dengan menggunakan peralatan yang digunakan yang
tidak bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah
dibersihkan. Secara garis besar peralatan yang digunakan memenuhi persyaratan
CPOB.

Ketika produk tersebut layak atau telah memenuhi persyaratan cara pembuatan
sediaan steril injeksi yang baik, dilakukan tahapan proses labeling yakni
penampilan kelengkapan penandaan hal ini dilakukan untuk memastikan
diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal
usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya yang
dilakukan oleh QC (apoteker). Kemudian hasil dari proses tersebut di dokumentasi,
fungsi dari dokumentasi ini adalah untuk sistem informasi manajemen yang
meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan
laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan
produk. Produk sediaan steril injeksi penisilin siap untuk didistribusikan.

3.2 Formulasi Sediaan Injeksi Penisilin

Tabel Pembahasan

Jumlah (%)
Komponen
F1 F2 F3 F4
Bahan Aktif Penicilin Penicilin Penicilin Penicilin-V 0,6%
Benzatine 1,2% Benzatine Benzatine
1,5% 1,5%
Bahan 1. Sodium sitrat 1. Asam sitrat 1. Asam sitrat 1. NaH2PO4 0,5781 %
Tambahan

32
3,3% 1,2% 1% 2. Benzyl Alcohol
0,01 %
2.Lesitin 1 % 2. Sodium 2. Sodium
sitrat 0,6% sitrat 1 % 3. Air Steril ad 10 ml
3.Karboksi Metil
Selulosa 15% 3.Lesitin 50 % 3.Lesitin 50 %

4. Metil Paraben 4.Karboksi 4.Karboksi


1% Metil Selulosa Metil Selulosa
55% 55%
5. Probil Paraben
0.1 % 5. Povidon 55 5. Povidon 55
% %
6. Water For
Injection qs ad 10 6. Metil 6. Metil
ml Paraben 10% Paraben 10%

7. Probil 7. Probil
Paraben 1 % Paraben 1 %

8. Water For 8. Water For


Injection qs ad Injection qs ad
10 ml 10 ml

Perhitungan Untuk 1 vial @10 ml


dan
 Penisilina-V = 0,6% x 10 ml = 0,06 gram = 60 mg
Penimbangan
 NaH2PO4 = 0,5781% X 10 ml = 0,05781 gram = 50 mg
Bahan
 Benzyl Alkohol = 0,01% x 10 ml = 0,001 gram = 1 mg
 Air steril ad 10 ml

Karakteristik Bahan

Zat aktif

Penisilina-V

Nama Resmi : Fenoksimetilpenisilina


Nama Lain : Penisilina-V

33
Rumus Kimia : C16H18N2O5S
Bobot Molekul : 350,40
Pemerian : Serbuk hablur halus; putih
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol (95%) P; praktis tidak
larut dalam paraffin cair P dan dalam minyak lemak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

Bahan Tambahan

1.Natrium Fosfat Anhidrat


Nama Resmi : Dinatrium hydrogen fosfat anhidrat
Nama Lain : Natrium Fasfat anhidrat.
Pemeria : Serbuk putih higroskopis.
Kelarutan : Larut dalam 12 bagian air, praktis tidak larut dalam etanol
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Pendapar.
2.Benzil Alkohol
Nama Resmi: Alcoholum Benzylicum
Nama Lain : Benzil Alkohol
Rumus Molekul : C7H8O Bobot Molekul: 108,14
Pemerian : Cairan tidak berwarna, bau aromatik lemah; rasa membakar tajam. Mendidih pada
suhu 206o tanpa peruraian. Netral terhadap lakmus.
Kelarutan : agak sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol 50%; bercampur dengan
etanol, dengan eter dan dengan kloroform.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Pengawet
3. Asam Sitrat
Nama Resmi: Acidum citricum
Nama Lain :Asam Sitrat
Rumus Molekul: CH2(COOH)c(OH)(COOH)CH2COOH
Berat Molekul: 192,12
Pemerian : Hablur bening,tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus,putih, tidak
berbau atau praktis tidak berbau,rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,mudah larut dalam etanol,agak sukar larut dalam
eter

34
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat
4. Karboksi Metil Selulosasa
Nama Resmi : Carboxymethylcellulose sodium
Nama Lain: Karboksi Metil Selulosa
Pemerian: Serbuk atau granul, putih sampai krem higroskopik
Kelarutan : Mudah Terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal, tidak larut dalam
etanol,eter dan pelarut organik lain
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat
5.Metil Paraben
Nama Resmi : Methyl Paraben
Rumus Molekul : C8H8O3
Berat Molekul : 152,15
Pemerian : Hablur Kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau
khas lemah, sedikit rasa terbakar
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut
dalam etanol dan dalam eter
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
6. Propil Paraben
Nama Resmi: Propylis Parabenum
Nama Lain : Propil Paraben/Nipasol
Rumus Molekul : C10H12O3
Berat Molekul : 180,20
Pemerian: Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna
Kelarutan Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut
dalam air mendidih
Penyimpanan: Dalam wadah Tertutup Baik
7. Aqua Pro Injeksi
Pemerian: Air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lain, cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau

Kelarutan : Bercampur dengan banyak pelarut polar

Stabilitas : Tahan panas hingga suhu 8040C, harus terlindung dari cahaya

35
3.3 Alur Pengadaan Barang

Apabila pesanan sudah datang maka akan diterima oleh pihak Quality Control,
yang dipimpin oleh seorang apoteker. Bahan yang baru datang akan diperiksa meliputi,
nama bahan, keseuaian bahan yang dipesan dengan surat pemesanan yang dikirimkan
dan COA. Apabila pesanan sudah sesuai maka pihak Gudang akan memberikan bukti
bahwa pesanan sudah diterima. Pesanan yang sudah di terima disimpan didalam gudang
bahan baku untuk nantinya di cek sesuai spesifikasi yang sudah tertera oleh QC, pada
pengecekan bahan diberi label warna kuning dan setelah pengecekan ini akan dihasilkan
bahan dengan 2 label, bahan dengan label warna merah adalah untuk bahan yang tidak
dapat digunakan dapat dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan, label berwarna
hijau yang artinya bahan lolos untuk dapat digunakan untuk produksi. Bahan yang sudah
lolos dapat masuk ke area penimbangan untuk dapat ditimbang sebanyak bahan baku
yang dibutuhkan untuk membuat sediaan steril injeksi penislin. Setelah ditimbang masuk
ke area pengolahan untuk dapat menghasilkan produk antara, produk antra masuk ke area
pengisian kedalam tube untuk dapat menghasilkan produk ½ jadi, setelah itu dikemas
dan menghasilkan produk jadi. Pihak Quality Control akan melakukan pengecekan untuk
menjamin mutu produk.

3.3.1 Sumber Daya Manusia (SDM)


Alur kerja personalia dalam proses produksi sediaan injeksi dimulai dari
manufacturing dengan melihat permintaan marketing dan stock oleh bagian QA, lalu
setelah melihat permintaan marketing dan stock oleh bagian QA, lalu setelah melihat
permintaan marketing dan stock dilakukan proses rencana produksi dan control
persediaan, kemudian QA melakukan proses rencana produksi untuk dilakukan
pembelian oleh QC dalam proses control. Pesanan yang dibeli datang kemudian

36
masuk dalam penyimpanan ruang bahan baku, bagian QC menerima dan dilakukan
karantina oleh bagian produksi, karantina dilakukan untuk pemeriksaan secara umum,
keutuhan wadah dan segelnya, adanya kerusakan bahan dan kesesuaian catatan
pengiriman dengan label pemasok. Setelah selesai dikarantina dan diseleksi maka
bahan baku ditimbang untuk pencampuran, setelah dilakukan karantina kembali,
produk antara dilakukan pengisisan dalam kapsul dengan jumlah besar dan dilakukan
karantina oleh QC dan bagian produksi, kemudian dilakukan pengemasan yang
selanjutnya di masukkan ke dalam penyimpanan produk jadi dan dikarantina kembali
sehingga produk siap diedarkan.

3. 3.2 Pengadaan Bahan Baku


Pengadaan barang di industri farmasi tidak bisa dilepaskan dari peran dan
fungsi dari PPIC (Production Planning and Inventory Control). Karena proses
pembelian bahan baku harus didasarkan pada rencana produksi, kapan produksi akan
dilakukan, kapasitas produksi, dan lain-lain. Mutu suatu obat ditentukan oleh bahan
baku yang akan digunakan. Setiap bahan baku yang masuk akan di kontrol
kualifikasinya, karena bahan baku yang tidak sesuai dengan prosedur akan
mempengaruhi mutu obat yang akan diproduksi. Bahan baku diterima yang sudah

37
diterimaakan dilakukan pemeriksaan oleh bagian Quality Control. Bahan yang tidak
masuk spesifikasi akan dikembalikan pada supplier dan bahan baku yang bagus akan
dirubah labelnya dari karantina menjadi release dan bisa dilanjutkan tahap produksi.

3.3.3 Produksi Sediaan Steril


Alur Produksi Pembuatan Minuman Cair

 Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus dan


memperhatikan hal-hal terinci dengan tujuan untuk menghilangkan
pencemaran mikroba dan partikel lain. Hal ini banyak tergantung pada
keterampilan, latihan dan sikap dari orang yang terjibat. Dibandingkan
dengan pembuatan obat jenis lain pembuatan obat steril memerlukan
perhatian yang lebih besar. Pengawasan dalam proses dalam pembuatan
produk steril merupakan hal yang sangat penting.

38
 Menurut cara produksi, produk steril dapat digolongkan dalam dua kategori
utama yaitu yang harus diproses dengan cara aseptik pada semua tahap, dan
yang disterilkan dalam wadah akhir yang disebut juga sterilisasi akhir.
Bilamungkin, produk steril hendaklah disterilisasi akhir.
 Semua produk steril hendaklah dibuat pada kondisi yang terkendali dan
dipantau dengan teliti. Pelaksanaan proses akhir atau pengujian akhir tidak
dapat dijadikan sebagai satu-satunya andalan untuk menjamin mutu produk
akhir dalam hal kandungan mikroba dan partikel.
 Untuk mendapat keyakinan terhadap sterilisasi produk steril yang dibuat
secara aseptik tanpa sterilisasi akhir diperlukan tindakan khusus.
 Untuk membuat produk steril diperlukan suatu ruangan terpisah yang khusus
dirancang. Memasuki ruangan ini hendaklah melalui suatu ruang penyangga
udara atau jalan terusan lain yang sesuai. Ruangan hendaklah selalu bebas
debu dan dialiri udara yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam
ruangan hendaklah lebih tinggi dari ruangan di sebelah. Saringan yang
digunakan ini hendaklah diperiksa pada waktu pemasangan dan secara
berkala. Semua permukaan dalam daerah pengolahan hendaklah dirancang
dengan tepat sehingga memudahkan kebersihan dan pembasmihamaan.
Penghitungan rutin mikroba dalam ruangan hendaklah dilakukan sebelum
dan selama proses pengolahan. Hasil perhitungan hendaklah dibandingkan
dengan standar yang telah ditetapkan. Data perhitungan mikroba hendaklah
didokumentasikan.
1. Pembuatan produk steril memerlukan tiga kualitas ruangan yang berbeda:
o Ruang ganti pakaian dimana di satu daerah pakaian kerja pabrik ditanggalkan
dan di daerah sebelahnya yang bersih pakaian pelindung steril dikenakan.
o Ruang bersih yang digunakan untuk kegiatan bersih namun tidak harus
kegiatan steril. Ruang ini digunakan juga untuk persiapan komponeft dan
pembuatan larutan. Produk yang akan disterilisasi akhir dapat diproses di
ruang ini. Ruang ini, dalam pedoman disebut Ruang Kelas HI, tidak boleh
mengandung lebih dari 3.500.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih,
20.000 partikel berukuran 5 mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 500
mikroba viabel setiap meter kubik udara.

39
o Ruang steril digunakan untuk kegiatan steril. Petugas masuk ke ruang ini
melalui suatu ruang penyangga udara atau cara lain yang sesuai. Ruang ini,
dalam pedoman disebut Ruang Kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari
dari 350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih, 2000 partikel
berukuran 5 mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 100 mikroba viabel
setiap meter kubik udara. Setiap meter kubik udara di bawah aliran udara
laminer dalam ruang steril tidak boleh mengandung lebih dari 3.500 partikel
berukuran 0,5 mikron atau lebih dan tidak boleh mengandung partikel
berukuran 5 mikron atau lebih serta kandungan mikroba viabel harus kurang
dari satu. Dalam pedoman. daerah di bawah aliran udara laminer disebut
Ruang Kelas I.
2. Penting diperhatikan bahwa kontaminasi mikroba di ruangan bersih dan ruangan
steril tidak melebihi nilai batas yang ditentukan. Daerah ini hendaklah dipantau
terhadap kontaminasi mikroba.
 Sterilisasi Cara Panas
1) Semua siklus sterilisasi cara panas hendaklah dicatat pada suatu grafik suhu-
waktu atau dengan cara otomatik lain yang sesuai. Catatan suhu-waktu hendaklah
merupakan bagian dari catatan bets. Indikator kimia dan biologi dapat digunakan
sebagai tambahan tetapi tidak menggantikan peran pengawasan fisik.
2) Pada periode pendinginan setelah mencapai fase suhu tertinggi hendaklah
dicegah kemungkinan kontaminasi terhadap muatan yang sudah steril oleh udara
tidak steril yang masuk ke otoklaf pada saat pendinginan tersebut berlangsung.
 Sterilisasi Panas Basah
1) Cara ini cocok untuk larutan air dan bahan yang dapat dibasahi air. Bahan jenis
lain hendaklah disterilkan dengan cara lain.
2) Sterilisasi panas basah dicapai dengan menggunakan uap airjenuh yang
bertekanan dalam rongga sterilisasi yang sesuai. Dalam kondisidemikian.
terdapat hubungan yang pasti antara suhu dan tekanan uap air. tetapi tekanan
digunakan hanya untuk mencapai suhu yang dikehendaki dan tidak berperan
dalam sterilisasi. Waktu, suhu dan tekanan digunakan untuk mengawasi dan
memantau proses.
3) Barang yang akan disterilkan. selain dari produk berair dalam wadah tertutup
rapat. hendaklah dibungkus dalam suatu bahan yang memungkinkan

40
penghilangan udara danpenetrasi uap air. dan yang dalam keadaan normal tidak
akan mengakibatkan pencemaran balik oleh mikroba setelah sterilisasi.
4) Hendaklah diperhatikan agar uap air yang digunakan pada sterilisasi mempunyai
mutu yang tepat dan tida mengandung bahan tambahan dalam kadar yang dapat
mencemari produk atau peralatan.
 Sterilisasi Panas Kering
1) Pemanasan kering cocok untuk sterilisasi peralatan, larutan bukan air dan bahan
lain yang tahan terhadap suhu sterilisasi yang dikehendaki.
2) Pemanasan hendaklah dilakukan di dalam suatu lemari sterilisasi atau peralatan
lain yang dapat mencapai kondisi sterilisasi pada seluruh muatan. Sistem
penyalur udara dan penghisap udara pada lemari sterilisasi hendaklah dilengkapi
saringan yang tepat.
 Sterilisasi Cara Saring
1) Cara sterilisasi dengan penyaringan sebaiknya tidak dipakai bila sterilisasi
carapanas masih memungkinkan.
2) Larutan atau cairan dapat disterilkan dengan penyaringan dengan ukuran
nominal pori 0,22 mikron atau yang sama kemampuannya menahan mikroba.
Hasil saringan ditampung di dalam wadah yang sudah disterilkan.
3) Keutuhan perangkat saringan hendaklah diperiksa dengan metode yang tepat
misalnya uji tekanan titik-gelembung atau uji tekanan aliran-maju yang
dilakukan segera sebelum dan sesudah pemakaian saringan. Hasil pemeriksaan
dicatatpada catatan bets.
4) Saringan tidakboleh menimbulkan akibat yang merugikan pada larutan,
misalnya menyerap bahan berkhasiat dari larutan atau melepas zat ke dalam
larutan.
5) Karena sterilisasi cara saring mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan
cara sterilisasi lain dianjurkan melakukan penyaringan ulang melalui saringan
bakteri steril segera sebelum pengisian.
6) Masa pakai saringan steril hendaklah dibatasi untuk memastikan tidak terjadinya
pertumbuhan mikroba di dalam saringan tersebut.

 Sterilisasi dengan Gas Etilen Oksida

41
1) Efektifitas gas etilen oksida sebagai bahan sterilisasi tergantung pada
konsentrasi, suhu, kelembaban, lamanya persentuhan dengan bahan dan tingkat
kontaminasi mikroba. Bilamana dimungkinkan hendaklah digunakan cara
sterilisasi lain sebagai pilihan daripada sterilisasi dengan gas etilen oksida.
2) Seluruh siklus sterilisasi hendaklah dipantau dengan indikator biologi yang tepat
yang ditempatkan pada seluruh muatan Catatan hasil pemantauan merupakan
bagian dari catatan bets.
3) Setelah sterilisasi selesai bahan hendaklah diletakkan dalam ruangan yang
berventilasi baik untuk menghilangkan sisa etilen oksida serta produk hasil
reaksinya. Hendaklah diambil langkah untuk mencegah pencemaran balik bahan
yang sudah steril. Hendaklah dibuat catatan pemeriksaan bahwa semua indikator
biologi telah disingkirkan dari produk.
4) Selama siklus sterilisasi hendaklah dicatat waktu untuk menyelesaikan satu
siklus, tekanan, suhu, konsentrasi gas dan kelembaban dalam rongga sterilisasi.
5) Tekanan, suhu dan kelembaban nisbi selama satu siklus hendaklah diawasi dan
dicatat dalam suatu grafik atau dengan cara otomatik lain yang sesuai. Catatan
ini merupakan bagian dari catatan bets.
 Sterilisasi Cara Radiasi
1) Sterilisasi dengan cara radiasi dipakai terutama untuk mensterilkan bahan dan
produk yang peka terhadap panas. Cara ini hanya dipakai bila telah terbukti
bahwa tidak ada efek yang merugikan produk.
2) Radiasi yang digunakan dapat berupa sinar gamma dari radio isotop (misalnya
Cobalt-60) atau elektron berenergi tinggi yang berasal dari suatu akselerator
elektron.
3) Radiasi dapat dilakukan oleh pabrik pembuat produk atau oleh seorang petugas
di perusahaan penerima kontrak yang memiliki fasilitas radiasi. Dalam hal ini
kedua belah pihak harus memiliki otorisasi yang diperlukan untuk pekerjaan
tersebut.
4) Pabrik pembuat produk bertanggungjawab atas kualitas produk termasuk
pencapaian tujuan dari produk yang diradiasikan.
5) Selama sterilisasi dosis radiasi hendaklahrdipantau. Untuk tujuan ini hendaklah
ada prosedur pengukuran dosis yang menentukan jumlah atau ukuran dosis yang

42
diterimaoleh produk. Indikator biologi hendaklah dipakai hanya sebagai
tambahan. Catatan hasil pemantauan merupakan bagian dari catatan bets.
6) Hendaklah diberikan penandaan yang jelas untuk membedakan bahan yang sudah
dan yang belum diradiasi. Rancang bangun sarana radiasi dan penggunaan pelat
peka radiasi dapat membantu memberikan kepastian hal ini.
7) Jumlah wadah yang diterima, diradiasi dan dikirim keluar hendaklah
direkonsiliasi satu dengan yang lain dan didokumentasikan. Setiap
penyimpangan hendaklah dilaporkan dan dituntaskan.
8) Rentang dosis sterilisasi yang diperoleh setiap wadah dalam satu bets atau satu
pengiriman hendaklah dinyatakan secara tertulis oleh petugas radiasi. Dosis
minimum sterilisasi yang biasa adalah 2,5 megarad.
9) Catatan proses dan pengawasan masing-masing bets yang diradiasi hendaklah
diteliti dan ditanda-tangani oleh petugas yang ditunjuk dan kemudian disimpan.
Metode dan tempat penyimpanan catatan hendaklah disetujui bersama oleh pihak
perusahaan radiasi dan pabrik pembuat produk yang diradiasi.
10) Pabrik pembuat produk bertanggung jawab atas pemantauan mikrobiologi.
Kegiatan ini mencakup pemantauan lingkungan dimana produk dibuat dan
pemantauan produk segera sebelum diradiasi sesuai yang ditetapkan dalam
registrasi produk.
Produksi sediaan injeksi hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan agar senantiasa diperoleh produk jadi yang memenuhi spesifikasi
yang ditentukan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan produksi
meliputi:
1. Bahan awal
Pemeriksaan bahan awal dilakukan oleh bagian pemastian mutu
berdasarkan spesifikasi yang ditentukan dan dikarantina, sampai
diluluskan untuk dipakai. Bahan awal yang tidak memenuhi syarat
disimpan terpisah untuk dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan.
2. Validasi proses
Selama prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tetap dan
dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Proses dan prosedur
tersebut hendaknya secara ruitn dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa
proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan.
3. Pencemaran

43
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi daya terapeutik serta
mempengaruhi kualitas produk tidak dapat diterima. Perhatian khusus
hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun
sifat dan tingkatnya tidak berpengaruh langsung ada kesehatan, hal ini
menunjukan pelaksanaan obat yang tidak sesuai (CPOB).
4. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari
siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap.
5. Pengembalian
Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang dikembalikan ketempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan
dan dicek dengan baik. Bahan-bahan tersebut tidak boleh dikenbalikan
kecuali memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
6. Pengelolaan
Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, kondisi daerah
pengolahan, wadah dan peralatan harus mengikuti prosedur tertulis yang
telah ditetapkan. Pencegahan pencemaran silang dan seluruh tahap
pengolahan.
7. Produk steril
Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus untuk
menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Produksi steril
dapat digolongkan dalam dua kategori utama, yaitu yang harus diproses
dengan cara aseptis pada semua tahap, dan yang disterilkan dalam wadah
akhir yang disebut juga sterilisasi akhir. Untuk membuat produk steril
diperlukan suatu ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan dialiri udara
yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam ruangan hendaklah
lebih tinggi dari ruangan disebelahnya.
8. Pengemasan
Produk ruahan menjadi obat jadi, yang dilaksanakan dengan pengawasan
yang tepat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang
sudah dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan

44
dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang
tercantum dalam prosedur pengemasan induk.
9. Bahan dan produk pulihan
Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan asalkan bahan
tersebut layak ntuk diolah ulang melalui prosedur tertentu yang telah
disahkan, serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang
ditentukan dan tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap mutunya. Sisa
produk yang tidak layak untuk diolah ulang atau bahan puliha yang tidak
memiliki spesifikasi, mutu kemanjuran atau keamanan tidak boleh
ditambahkan kedalam batch berikutnya.
10. Obat kembalian
Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik jika, ditemukan adanya
kerusakan kualitas teknis obat atau adanya reaksi yang merugikan dari
obat misal karena label atau kemasan luar kotor atau rusak, dapat diberi
label kembali atau diolah ulang kebatch berikut asalkan tidak ada resiko
terhadap mutu produk dan pengerjaan pengolahan ulang hendaklah
disahkan dan didokumentasikan secara kohusus. Obat pengembalian dari
pengedaran dapat dijual kembali, diberi label kembali atau di olah kembali
jika telah dilakukan evaluasi secara cermat dan hasil pemeriksaan ulang
oleh bagian pemastian mutu dinyatakan memenuhi syarat.
11. Karantina obat jadi dan penyerahan kegudang obat jadi
Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi
diserahkan kegudang dan siap didistribusikan.
12. Pengawasan distribusi oabt jadi
Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan cepat sehingga menjadi
obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu (First In First
Out).
13. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi.
Bahan tersebut disimpan rapid an teratur untuk mencegah resiko tercampur
baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

3.3.4 Produksi Sediaan Steril

45
1. Grey Area (Ruang Sterilisasi)
- Semua alat dan wadah disterilisasi dengan cara masing –
masing.
- Pembuatan air steril pro injeksi 100 ml aquadest yang
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit.
- Setelah disterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan
kedalam white area melalui transfer box.
2. Grey Area (Ruang Penimbangan)
- Dilakukan penimbangan untuk masing – masing bahan
sesuai perhitungan.
- Kaca arloji dan cawan penguap yang berisi bahan yang
telah ditimbang dan telah ditutup dengan aluminium foil
dimasukkan ke white area melalui transfer box.
- White Area (Ruang Pencampuran di grade C)
- Dilakukan pencampuran zat aktif dan bahan tambahan
sesuai dengan prosedur
3. White area (Ruang pencampuran di grade C)
- Siapkan aqua pro injeksi
Dilakukan pencampuran zat aktif dan bahan tambahan sesuai
dengan proses
3.4 Alur Produksi Sediaan yang baik
3.4.1 Produksi
Ruangan dirancang khusus untuk menghindari kontaminasi: Proses
penimbangan dilakukan di ruangan B, proses pencampuran dilakukan di
ruangan C, untuk proses sterilisasi sediaan dilakukan di ruangan A. Area kelas
C, ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini adalah ruang produksi
produk non steril.

3.4.2 Alat dan Bahan

1. Alat

46
Alat yang digunakan dalam pembuatan sediaan steril injeksi yaitu autoklaf,
ampul (vial).

2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan steril injeksi yaitu; zat
aktif penisilin, matrium fosfat anhidrat, benzyl alcohol dan aqua pro
injection.

3.4.3 Evaluasi Sediaan


Evaluasi injeksi meliputi evaluasi fisika, kimia dan biologi:
a. Uji Organoleptik
Ambil sedikit sediaan injeksi, lalu teteskan diatas plat tetes. Kemudian
amati bau, warna, bentuk dan rasa.

b. Penetapan pH
Dengan menggunakan pH meter, lalu diambil sedikit sediaan injeksi, dan
diberi kertas indikator universal. Kemudian diamati perubahan warna yang
terjadi pada kertas indikator universal.

c. Keseragaman Volume
Ambil 5 wadah / lebih dengan volume 3 ml / kurang. Lalu ambil isi tiap
wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran dan dilengkapi dengan
jarum suntik no 2; pasang tidak kurang dari 2,5 cm. Setelah itu, isi larutan
suntik dapat dipindahkan kedalam gelas piala kering yang telah ditara, volume
dalam ml diperoleh dari hasil perhitungan berat dalam g dinagi BJ cairan. Isi
dari 2/lebih wadah 1 ml / 2 ml dapat digabungkan untuk mengukur dengan
menggunakan jarum suntik kering terpisah untuk mengambil setiap wadah.
Syarat: Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah diuji satu
persatu volume yang tertera pada penandaan 5,0 ml volume yang dianjurkan
adalah 0,50 ml.

d. Uji Kejernihan Larutan


Vial dikocok, lalu cepat dibalik, kemudian diletakkan sediaan pada latar
belakang hitam/putih, kemudian disinari dari samping. Untuk memperjelas

47
gunakam kaca pembesar. Jika kotoran tidak terlihat, maka sediaan dinyatakan
jernih.

e. Uji Kebocoran
Vial dibenamkan dalam larutan zat warna (0,5-1,0% metilen blue), lalu
diberikan tekanan atmosfer sehingga menyebabkan zat warna berpenetrasi ke
dalam lubang. Kemudian cucian bagian luar ampul, lihat perubahan warna
larutan dalam ampul. Bila terjadi perubahan warna maka ampul bocor.
Syaratnya: Vial yang tidak menyebabkan masuknya mikroorganisme atau
kontaminan lain yang berbahaya dan isinya tidak bocor.

f. Uji Sterilitas
Pindahkan cairan dari wadah uji dengan menggunakan pipet / jarum suntik
steril secara aseptik. Inokulasi sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji
kedalam tabung media. Kemudian diinokulasi pada media tertentu seperti pada
prosedur umum pada media secara visual sesering mungkin. Sekurang-
kurangnya pada hari 3, 4 dan pada hari terakhir dari masa uji.
Syarat: Jika terjadi kekeruhan atau terdapat pertumbuhan pada media maka
sediaan tidak steril.

3.4.4 Pengemasan
Risiko kesalahan terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil dengan
cara sebagai berikut:
a) menggunakan label dalam gulungan;
b) pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label;
c) dengan menggunaan alat pemindai dan penghitung label elektronis;
d) label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga masing-
masing mempunyai tanda khusus untuk tiap produk yang berbeda; dan
e) di samping pemeriksaan secara visual selama pengemasan berlangsung,
hendaklah dilakukan pula pemeriksaan secara independen oleh bagian
Pengawasan Mutu selama dan pada akhir proses pengemasan.
Pada tiap jalur pengemasan nama dan nomor bets produk yang sedang
dikemas hendaklah dapat terlihat dengan jelas. Wadah yang dipakai untuk

48
menyimpan produk ruahan, produk yang baru sebagian dikemas, atau sub-bets
hendaklah diberi label atau penandaan yang menunjukkan identitas, jumlah,
nomor bets dan status produk tersebut.
Wadah yang akan diisi hendaklah diserahkan ke jalur atau tempat
pengemasan dalam keadaan bersih. Semua personil bagian pengemasan
hendaklah memperoleh pelatihan agar memahami persyaratan pengawasan-
selama-proses dan melaporkan tiap penyimpangan yang ditemukan pada saat
mereka menjalankan tanggung jawab spesifik tersebut. Area pengemasan
hendaklah dibersihkan secara teratur dan sering selama jam kerja dan tiap ada
tumpahan bahan. Personil kebersihan hendaklah diberi pelatihan untuk tidak
melakukan praktik yang dapat menye-125 Bila ditemukan bahan pengemas
cetak pada saat pembersihan hendaklah diberikan kepada supervisor, yang
selanjutnya ditempatkan di dalam wadah yang disediakan untuk keperluan
rekonsiliasi dan kemudian dimusnahkan pada akhir proses pengemasan. masan
akhir dan kemasan setengah jadi yang ditemukan di luar jalur pengemasan
hendaklah diserahkan kepada supervisor dan tidak boleh langsung
dikembalikan ke jalur pengemasan. Bila produk tersebut setelah diperiksa oleh
supervisor ternyata identitasnya sama dengan bets yang sedang dikemas dan
keadaannya baik, maka supervisor dapat mengembalikannya ke jalur
pengemasan yang sedang berjalan. Kalau tidak, maka bahan tersebut
hendaklah dimusnahkan dan jumlahnya dicatat.

3.4.5 Penyimpanan
Bahan dan obat hendaklah diangkut dengan cara sedemikian
rupa sehingga tidak merusak keutuhannya dan kondisi penyimpanannya
terjaga. Perhatian khusus hendaklah diberikan bila menggunakan es
kering dalam rangkaian sistem pendinginan. Disamping itu, tindakan
pengamanan hendaklah memastikan agar bahan atau produk tidak
bersentuhan langsung dengan es kering tersebut, karena dapat berdampak
buruk terhadap mutu produk, misalnya terjadi pembekuan. Catatan
pengiriman hendaklah disimpan, yang menyatakan minimal: ¾ tanggal
pengiriman; ¾ nama dan alamat pelanggan; ¾ uraian tentang produk,
misalnya nama, bentuk dan kekuatan sediaan (bila perlu), nomor bets dan

49
jumlah; dan ¾ kondisi pengangkutan dan penyimpanan. Semua catatan
hendaklah mudah diakses dan tersedia bila diminta.

3.4.6 Distribusi

Distribusi merupakan kegiatan penting yang teritegrasi dengan manajemen


rantai pasok sediaan farmasi. Dalam prakteknya perlu dilakukan penjaminan
mutu pada semua aspek di setiap proses distribusi, mulai dari pengadaan,
penyimpanan, peraturan dan registrasi distribusi hingga diberikan kepada
pasien. Lemahnya system distribusi dapat membuka jalan untuk penyebaran
sediaan farmasi palsu dan penjualan yang illegal.

Setiap aspek dalam proses distribusi sediaan farmasi harus dapat bertanggung
jawab terhadap kualitas dan keamanan dari produk. Dalam pelaksanaannya,
sistem yang memadai harus tersedia untuk memastikan produk dapat ditelusuri.
Prosedur pengadaan dan perilisan harus dikeluarkan secara resmi, guna
memastikan bahwa produk farmasi yang akan didistribusikan bersumber dari
pemasok yang legal.

Semua entitas dalam proses rantai pasok harus dapat terlacak berdasarkan
jenis produk farmasi tersebut dan harus dilengkapi prosedur dan catatan tertulis
yang dapat menjamin ketelusuran produk. Kegiatan penjaminan mutu dalam
proses distribusi meliputi managemen mutu, manajemen resiko mutu, kajian dan
pemantauan manajemen serta pengelolaan kegiatan distribusi berdasarkan
kontrak.

Sertifikat kesesuaian sistem mutu yang berlaku baik nasional maupun


internasional (seperti International Standardization Organization (ISO)) sangat
direkomendasikan untuk suatu PBF. Jika tidak memiliki sertifikat tersebut,
dapat digantikan dengan guidelines pelaksanaan prinsip GMP terkait produk
farmasi. SOP resmi untuk setiap kegiatan operasional harus tersedia.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengiriman:


1. Kondisi khusus yang diperlukan produk selama proses pengiriman harus
dipantau dan dicatat.
2. Proses pengiriman tidak boleh memberikan efek negative terhadap
integritas dan kualitas dari sediaan farmasi

50
3. Prosedur tertulis harus disertai selama proses untuk dilakukan investigasi
terhadap segala penyimpangan terkait kondisi penyimpanan, contohnya jika
suhu tempat penyimpanan produk saat proses pengiriman tidak sesuai.
4. Produk yang dikirim harus dapat dilacak selama proses distribusi
5. Semua produk farmasi harus disimpan dan didistribusikan dalam wadah
yang tidak memberikan efek buruk terhadap kualitas produk, dan
memberikan perlindungan memadai dari pengaruh eksternal, termasuk
kontaminasi mikroba. Label yang ditempelkan di wadah harus jelas, tidak
ambigu, secara permanen tertuju pada wadah dan tidak mudah terhapuskan.
Informasi tentang label harus sesuai dengan produk. Produk yang
mengandung dari bahan aktif dan radioaktif obat dan bahan berbahaya
lainnya yang memberikan risiko penyalahgunaan, kebakaran, atau ledakan
(misalnya, cairan yang mudah terbakar, padatan dan gas bertekanan) harus
disimpan dan diangkut di dalam wadah yang aman.

Produk farmasi hanya boleh dijual dan didistribusikan kepada pihak yang
berhak. Bukti otoritas tertulis harus diperoleh sebelum dilakukan pengiriman ke
pihak tersebut. Pemasok produk farmasi harus dipastikan sebelum dilakukan
pengiriman, dipastikan personil yang menyetujui kontrak terkait pengiriman dan
penyimpanan produk. Pengiriman dan pengantaran produk farmasi dilakukan
setelah diterimanya permintaan pengiriman material, jika ada rencana
penambahan harus terdokumentasi.

Rekap data pengiriman produk farmasi harus memuat informasi sebagai berikut:
1. Waktu pengiriman
2. Nama dan alamat yang bertanggung jawab untuk pengiriman
3. Nama, alamat, status instansi seperti retail farmasi, rumah sakit dan
komunitasklinik
4. Deskripsi produk meliputi nama, bentuk dan kekuatan sediaan
5. Jumlah produk, seperti jumlah container dan jumlah produk per container
6. No batch dan tanggal kadaluarsa
7. Kondisi transportasi dan penyimpanan
8. Nomor unik untuk memungkinkan identifikasi pesanan pengiriman.

51
Sistem dan prosedur tertulis diperlukan untuk mendeteksi secara cepat dan
efektif produk farmasi yang diketahui atau diduga cacat, dengan personil yang
bertanggung jawab untuk melakukan recall.

Pihak manufaktur juga harus diberi tahu jika dilakukan recall. Jika penarikan
kembali dilakukan oleh entitas selain produsen asli dan / atau pemegang
otorisasi pemasaran, konsultasi dengan produsen asli dan / atau pemegang
otorisasi pemasaran harus dilakukan, jika memungkinkan, dilakukan sebelum
dilaksanakan recall. Semua pelanggan dan otoritas terkait harus segera
diberitahu jika dilakukan recall mengingat mutu dari produk tersebut.

Semua produk farmasi yang ditarik harus disimpan di area terpisah yang aman
untuk menunggu tindakan yang tepat. Kondisi penyimpanan yang sesuai untuk
produk farmasi yang ditarik kembali harus dipertahankan selama penyimpanan
sampai saat keputusan telah dibuat terkait produk tersebut.

Dokumentasi harus tersedia untuk personil yang ditunjuk bertanggung jawab


atas penarikan kembali. Dokumen harus memuat informasi yang cukup tentang
produk farmasi yang diberikan kepada pelanggan (termasuk jika produk
diekspor). Proses recall harus dicatat dan laporan akhir dikeluarkan, mencakup
rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang diperoleh kembali.

52
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. BPOM. Jakarta

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2013. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. BPOM. Jakarta
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. BPOM. Jakarta
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2013. Petunjuk Operasional Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Aneks 1 Pembuatan Produk
Steril. BPOM RI, Jakarta, Indonesia.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI
Lachman, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press

Parrot, L.E., (1971), Pharmaceutical Technologi Fundamental Pharmaceutics,


Burgess Publishing Co, USA.

Rowe, R, Shewskey, P., & Quinn, M., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients,
6th, 155-156, Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association,
USA

53

Anda mungkin juga menyukai