A47 - ZuhriAbdulGani - 018.06.0040 - TugasEssay (Dr. Lusiana Wahyu Wijayanti, SP - KJ)
A47 - ZuhriAbdulGani - 018.06.0040 - TugasEssay (Dr. Lusiana Wahyu Wijayanti, SP - KJ)
A47 - ZuhriAbdulGani - 018.06.0040 - TugasEssay (Dr. Lusiana Wahyu Wijayanti, SP - KJ)
Sedangkan identitas seksual lebih mengarah sebagai identifikasi yang berkaitan dengan
pengetahuan objektif tentang apakah individu sorang pria atau seorang wanita didasarkan pada
tipe-tipe alat kelamin yang dimilikinya. Jenis kelamin adalah atribut-atribut fisiologis dan
anatomis yang membedakan laki-laki dengan perempuan. Laki-laki memiliki penis dan sperma,
sedangkan perempuan memiliki vagina dan ovum untuk bereproduksi melahirkan anak.
Isi
Gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria
atau wanita, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya.
Gangguan identitas gender bermula dari trauma dari orang tua yang berlawan jenis, pergaulan
individu, pengaruh media massa. Gangguan identitas gender ditandai oleh perasaan kegelisahan
yang dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin dan peran jenisnya. Gangguan ini biasanya muncul
sejak masa kanak-kanak saat usia dua hingga empat tahun.
Gangguan identitas gender dapat berawal dari masa kanak-kanak dengan disertai distress terus
menerus dan intensif, bersikap seperti lawan jenis dan bergaul dengan lawan jenis, serta menolak
sifat anatomi mereka dengan adanya anak perempuan yang memaksa buang air kecil sambil berdiri
atau anak laki-laki yang menolak testis mereka.
Kriteria diagnosis
1. Berkeinginan kuat menjadi anggota gender lawan jenisnya (berkeyakinan bahwa ia memiliki
identitas gender lawan jenisnnya).
2. Memilih memakai baju sesuai dengan stereotip gender lawan jenisnya.
3. Berfantasi menjadi gender lawan jenisnya atau melakukan permainan yang dianggap sebagai
permainan gender lawan jenisnya.
4. Mempunyai keinginan berpartisipasi dalam aktivitas permainan yang sesuai dengan stereotip
lawan jenisnya.
5. Keinginan kuat mempunyai teman bermain dari gender lawan jenis (dimana biasanya pada usia
anak–anak lebih tertarik untuk mempunyai teman bermain dari gender yang sama). Pada
remaja dan orang dewasa dapat diidentifikasikan bahwa mereka berharap menjadi sosok lawan
jenisnya, berharap untuk bisa hidup sebagai anggota dari gender lawan jenisnya.
6. Perasaan yang kuat dan menetap ketidaknyamanan pada gender anatominya sendiri atau
tingkah lakunya yang sesuai stereotip gendernya.
7. Tidak terdapat kondisi interseks. (Kondisi biologis ini dapat terlihat di organ reproduksi,
hormon, kromosom, dan rambut di tubuh. Contoh sederhana dari kasus interseks misalnya
perempuan yang lahir dengan vagina tertutup. Contoh lain adalah laki-laki yang lahir dengan
kondisi skrotum terbelah yang terlihat seperti mulut vagina).
8. Menyebabkan kecemasan yang serius atau mempengaruhi pekerjaan atau sosialisasi atau yang
lainnya.
9. Gangguan identitas gender dapat berakhir pada remaja ketika anak – anak mulai dapat
menerima identitas gender. Tetapi juga dapat terus berlangsung sampai remaja bahkan hingga
dewasa sehingga mungkin menjadi gay atau lesbian.
Saat ini, masih belum terdapat pertanyaan mengenai penyebab munculnya gangguan identitas
gender: nature atau nurture. Walaupun terdapat beberapa data tentatif bahwa gangguan tersebut
disebabkan oleh faktor biologis, yaitu hormon, namun data yang tersedia tidak dapat
mengatribusikan munculnya transeksualisme hanya kepada hormon. Faktor biologis lain, seperti
kelainan kromosom dan struktur otak, juga tidak dapat memberikan penjelasan yang konklusif.
Faktor lain yang dianggap dapat menyebabkan munculnya gangguan identitas seksual adalah
faktor sosial dan psikologis. Lingkungan rumah yang memberi reinforcement kepada anak yang
melakukan cross-dressing, misalnya, kemungkinan berkontribusi besar terhadap konflik antara
anatomi sex anak dan identitas gender yang diperolehnya. Walaupun demikian, faktor sosial tidak
dapat menjelaskan mengapa seorang laki-laki yang dibesarkan sebagai perempuan, bahkan dengan
organ seks perempuan, tetap tidak memiliki identitas gender perempuan dan akhirnya memilih
untuk hidup sebagai laki-laki.
Teori psikodinamika dan teori belajar lainnya menjelaskan bahwa orang dengan gangguan
identitas gender tidak dipengaruhi tipe sejarah keluarganya. Faktor keluarga mungkin hanya
berperan dalam mengkombinasikan dengan kecenderungan biologisnya. Orang yang mengalami
gangguan identitas gender sering memperlihatkan gender yang berlawanan dilihat dari pemilihan
alat bermainnya dan pakaian pada masa anak – anak. Hormon pernatal yang tidak seimbang juga
mempengaruhi. Pikiran tentang maskulin dan feminine dipengaruhi oleh hormone seks fase – fase
tertentu dalam perkembangan prenatal.
1. Teori biologis
Teori biologis telah difokuskan pada jumlah dan jenis hormone antenatal yang datang
dalam kontak dengan janin. Secara khusus, jika janin terkena tingkat yang sangat tinggi
testosteron, terdapat buktibahwa seperti janin akan mengembangkan identitas pria, bahkan jika
bayi lahir dan dibesarkan sebagai seorang gadis. Juga, jika janin terkena kelebihan androgen
atau kekurangan hormone androgen, maka gendera tipikal perilaku telah diamati dalam studi
penelitian
2. Teori Psikologis
Teori Psikologis menunjukkan faktor lingkungan sebagai pengaruh kunci dalam etiologi
GID. Penelitian sampai saat ini menunjukkan perbedaan yang jelas berbagai penyebab GID
antara anak perempuan dan laki-laki. Namun, kesamaan dalam menyebabkan titik ke GID
sebagai mekanisme coping untuk stressor lingkungan yang dihadapi individu. Karena tidak
ada temuan yang jelas tentang kausalitas telah ditentukan, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk mengembangkan teori psikologi yang komprehensif tentang etiologi GID. Di sisi lain,
teori-teori psikologi mengidentifikasi pengaruh orang tua, kebutuhan primer, dan kognisi
pribadi sebagai faktor utama yang menyebabkan GID, dengan atau tanpa membutuhkan
diatesis biologis. Dalam makalah ini, ikhtisar dari beberapa teori psikologi akan disajikan.
Pengaruh orang tua adalah yang paling banyak dipelajari dan tampaknya menjadi kekuatan
yang paling kuat dalam genesis GID, terutama peran ibu. Pada atau bahkan sebelum rahim,
kebanyakan orangtua mengekspresikan preferensi seks untuk mereka anak-to-be. Menurut
Zucker dan Bradley, sifat psikologis umum bahwa ibu dari anak laki-laki dengan GID miliki
adalah kebutuhan untuk memelihara dan dipelihara oleh seorang anak perempuan. Sangat
kecewa karena tidak memiliki anak perempuan, seorang ibu yang memutuskan untuk menjaga
anaknya bisa memberinya varian dari nama perempuan, lintas-baju dia, atau memperlakukan
dia seperti seorang gadis. Namun demikian, dalam mempelajari anak-anak ini, hubungan ibu-
anak yang terlalu dekat dan pelindung sering ditemukan.
3. Sosiokultural
Perspektif penting yang muncul dalam psikologi dalam beberapa tahun terakhir disebut
perspektif sosiokultural. Seperti teori belajar sosial, pendekatan sosial budaya didasarkan pada
asumsi bahwa kepribadian kita, keyakinan, sikap. dan keterampilan yang dipelajari dari orang
lain. Pendekatan sosial budaya berjalan lebih lanjut, namun, dalam menyatakan bahwa adalah
mustahil untuk memahami seseorang tanpa memahami budaya -nya, identitas etnis, identitas
gender, dan faktor -faktor lain. Suatu istilah yang penting untuk perspektif sosial budaya adalah
identitas gender. Istilah ini mengacu pada pandangan seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
laki -laki atau perempuan. Sebagai anak laki -laki dan perempuan berinteraksi dengan orang
tua mereka. saudara. guru. dan teman -teman, mereka belajar apa artinya menjadi seorang laki
-laki atau perempuan dalam masyarakat mereka. Di Amerika Serikat, misalnya. laki -laki
secara tradisional telah diajarkan untuk menjadi kuat dan tegas. sedangkan perempuan telah
diajarkan untuk memelihara dan lembut. Dan, meskipun langkah telah dibuat dalam beberapa
tahun terakhir untuk mengurangi pembentukan dari dua jenis kelamin dalam peran seks yang
sempit, dampak sosialisasi semacam ini memiliki dampak pada masing -masing identitas
gender kita.
PARAFILIA (Paraphilias)
Parafilia (“Para artinya penyimpangan dan “filia” artinya obyek atau situasi yang disukai).
Parafilia menunjuk pada obyek seksual yang menyimpang (misalnya dengan benda atau anak
kecil) maupun aktivitas seksual yang menyimpang (misalnya dengan memamerkan alat genital).
Normal bila seorang pria terangsang nafsu seksnya ketika melihat celana dalam wanita
(terangsang pada benda). Baru dianggap abnormal benda atau obyek tersebut sebagai cara
mendapatkan kepuasaan seksual.
Perilaku penyimpangan seksual sering dianggap perbuatan tidak bermoral oleh masyarakat.
Ada penderita yang merasa bersalah atau depresi dengan pemilihan obyek atau aktivitas
seksualnya yang tidak normal. Namun banyak pula yang tidak merasa terganggu dengan
penyimpangannya tersebut kecuali bila ada reaksi dari masyarakat atau sanksi dari yang
berwenang.
Penyimpangan ini bisa mengganggu hubungan seksual yang sehat (mengingat banyak
penderita Parafilia yang menikah). Misalnya gairah seks penderita Sadisme seksual baru bisa
diajukan ke pengadilan karena aktivitas seks mereka sering merenggut “korban” misalnya
Voyeurisme (mengintip orang lain), Eksibionisme (memamerkan di depan orang lain, dan
Pedofilia (memilih anak kecil sebagai obyek seks). Parafilia digolongkan ke dalam kriteria tingkat
ringan yaitu bila penderita hanya mengalami dorongan Parafilia yang kuat tetapi tidak
melakukannya. Dianggap sedang bila dilakukan kadang-kadang dan dianggap berat bila berulang-
ulang dilakukan. Parafilia lebih banyak diderita pria daripada wanita dengan perbandingan 20:1.
Ada 10 jenis Gangguan Parafilia antara lain:
1. Pedofilia
2. Eksibionisme (memperlihatkan alat kelamin )
3. Voyeurisme (melihat org org lain, mengintip, melihat adegan sex)
4. Sadisme Seksual (menyiksa pasangan untuk kepuasan sex)
5. Masokhisme Seksual (menerima penyiksaan)
6. Fetisisme (menggunakan benda u/kepuasan, bh, cln dlm wanita)
7. Transvestisme (menggunakan pakaian wanita)
8. Zofilia (dg binatang)
9. Froteurisme (menyentuh/meremas organ sex org yg tdk dikenal)
10. Homoseksual (tertarik dg jenis sex yg sama).
Selain 10 jenis di bawah ini, masih ada gangguan seksual yang tidak tergolongkan yaitu
mencakup necrofilia (hubungan seks dengan mayat), telephon scatologia (gairah seks bertelepon
cabul) Asfiksiofilia, mendapatkan kepuasan seksual dengan mencekik/menghambat masuknya
oksigen ke dalam saluran napas. Dan masih banyak lagi perilaku kelainan seks lainnya yang
disebabkan oleh parafilia.
Pedofilia
Pedofilia merupakan jenis parafilia yang banyak mendapat sanksi keras dari masyarakat. Ciri utamanya
adalah dorongan seksual yang kuat terhadap anak-anak (biasanya usia di bawah 13 tahun). Melalui kontak
dengan anak-anak, penderita berusaha untuk mendapatkan kepuasan seksual. Rata-rata yang mengalami
gangguan ini adalah para pria. Penyimpangan seksualnya mencakup aktivitas melihat anak sambil
melakukan masturbasi, menjamah bagian-bagian tubuh anak termasuk daerah sekitar kemaluan,
menyuruh anak memanipulasi penis penderita atau melakukan hubungan seks dengan anak. Yang
menjadi korban bisa anak kandung sendiri, anak tiri, anak saudara atau orang lain. Untuk menarik
perhatian anak, penderita bertingkah laku baik misalnya sangat dermawan. Sekaligus untuk mencegah
anak agar tidak melaporkan aktivitas seksualnya. Ada juga yang berperilaku kasar dengan cara
mengancam. Umumnya penderita pedofilia adalah orang yang takut gagal dalam berhubungan secara
normal terutama menyangkut hubungan seks dengan wanita yang berpengalaman. Akibatnya penderita
mengalihkannya pada anak-anak karena kepolosan anak tidak mengancam harga dirinya. Di samping itu
ketika kanak-kanak, penderita meniru perilaku seks dari model atau contoh yang buruk.
Eksibionisme
Eksbionisme adalah dorongan untuk mendapatkan stimulasi dan kepuasaan seksual dengan
memperlihatkan alat genital terhadap orang yang tak dikenal. Setelah memamerkan alat genitalnya,
penderita tidak bermaksud melakukan aktivitas seksual lebih lanjut terhadap korban misalnya
memperkosa. Oleh sebab itu gangguan ini tidak berbahaya secara fisik bagi korban. Penderita eksbionisme
kebanyakan pria dan korbannya wanita (anak maupun dewasa) biasanya terjadi di tempat-tempat umum.
Para ahli mengatakan bahwa penderita Eksibionisme biasanya mempunyai hubungan buruk dengan
pasangan seksnya. Mereka tak percaya diri dalam perannya sebagai pria.
Voyeurisme
Voyeurisme berasa dari akta “voir” artinya melihat. Ciri utama gangguan ini adalah dorongan untuk
memperoleh kepuasaan seks dengan cara melihat organ seks orang lain atau orang yang sedang
melakukan hubungan seks. Kepuasan seksual didapatkan ketika sedang mengintip atau ketika sedang
membayangkan adegannya. Setelah mengintip, penderita tidak bermaksud untuk melakukan tindakan
seksual dengan orang yang yang telah di intipnya. Voyeurisme meempunyai ciri (1) mengintip merupakan
kegiatan utama yang disukai (2) korban tidak mengetahui (menonton tarian telanjang dalam sebuah
pertunjukan tidak termasuk Voyeurisme).
Sadisme
Seksual Sadisme ialah kelainan seksual dalam mana kepuasan seksual diasosiasikan dengan
penderitaan, kesakitan dan hukuman. Ciri utama dari Sadisme Seksual adalah keinginan untuk
mendapatkan gairah dan kepuasaan seksual dengan menyiksa partner seksnya. Siksaan bisa secara fisik
(menendang, memperkosa) maupun psikis (menghina, makimaki). Penderitaan korban inilah yang
membuatnya merasa bergairah dan puas.
Masokhisme Seksual
Masokhisme seksual ialah gangguan atau penyakit seksual yang mana individu memperoleh
kepuasaan seksual lewat kesakitan pada diri sendiri. Kesakitan ini dianggap sebagai pendahuluan atau
pelengkap bagi relasi-relasi seksual dan penerapan kesakitan dianggap cukup baik untuk mendapatkan
orgasme. Ciri utama dari Masokhisme seksual adalah mendapatkan kegairahan dan kepuasaan seks
dengan cara diperlakukan secara kejam baik disakiti secara fisik (memukul, di ikat) sedangkan psikis
(dihina, diremehkan). Perlakuan kejam bisa dilakukan sendiri (mengikat diri sendiri, menyetrum diri
sendiri) atau dilakukan oleh pasangannya.
Fetisisme
Ciri utama dari gangguan ini adalah penderita menggunakan benda sebagai cara untuk menimbulkan
gairah atau kepuasan seksual. Benda yang umum digunakan adalah benda aksesoris wanita misalnya BH,
celana dalam, kaus kaki, sepatu, dan lain-lain. Penderita melakukan masturbasi sambil memegang,
meremas-remas atau mencium benda-benda tersebut. Bisa juga menyuruh pasangan seksnya untuk
menggunakan benda tersebut ketika melakukan hubungan seksual.Benda-benda ini digunakan untuk
membangkitkan gairah tanpa benda tersebut penderita tidak bisa melakukan hubungan seksual.
Transvestisme
Transvestisme ialah nafsu yang patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis kelaminnya;
orangnya mendapatkan kepuasaan seks dengan memakai pakaian dari jenis kelamin lainnya. Jadi anak
atau orang laki-laki yang lebih suka memakai pakaian perempuan dan anak atau orang wanita yang lebih
suka memakai pakaian laki-laki.
Zofilia
Ciri utama gangguan ini adalah penderita mendapatkan gairah atau kepuasaan seksual dengan cara
melakukan kontak seksual dengan binatang. Kontak seksual bisa berupa senggama dengan binatang lewat
anus atau vagina binatang, atau menyuruh binatang memanipulasi alat genitalnya.
Froteurisme
Ciri utama gangguan ini adalah dorongan untuk menyentuh atau meremas-remas organ seks orang tak
dikenal. Penderita umumnya senang berada di tempat yang penuh seks dimana ia bisa melarikan diri
dengan mudah.
Homoseksual
Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama atau rasa tertarik dan mencintai
jenis seks yang sama. Jumlah pria yang homoseksual itu diperkirakan 3-4 kali lebih banyak daripada jumlah
wanita homoseksual.
Treatment
Penyimpangan seksual tidak hanya bersangkutan dengan kepuasan seksual atau pemuasan
dorongan seksual semata, akan tetapi sering kali merupakan mekanisme pertahanan diri terhadap
perasaan-perasaan tidak senang, ketakutan-ketakutan, kecemasan-kecemasan, dan rasa depresi
yang dialami oleh seseorang. Dengan demikian diketahui bahwa penyebab gangguan seksual
bukan hanya bertitik berat pada satu faktor, akan tetapi multifaktor. Artinya dalam
penyembuhannya harus menggunakan beberapa metode (multidispliner dan elektis/ dipilih yang
paling baik). Antara lain dengan menggunakan metode psikoanalitis, medis, treatmen behavioral,
pekerjaan sosial, melalui pendekatan sosial budaya.
Treatmen-treatmen yang akan dilakukn sangat bergantung pada beberapa peristiwa di bawah ini :
1. Seberapa jauh pasien menyadari akan pentingnya kesembuhan pada dirinya. Misalnya; apakah
kesembuhan pada dirinya adalah murni keinginan pasien atau hanya untuk membahagiakan
orang-orang di sekitar pasien.
2. Motivasi yang dimiliki oleh pasien juga sangat berperan. Jika pasien enggan merubah perilaku
menyimpang pada dirinya, maka akan sulit dan sangat sulit penyembuhannya.
3. Sikap individu yang bersangkutan terhadap tingkah laku seksual yang menyimpang. Yaitu
seberapa jauh proses ego_distonic (tidak senada atau bertentangan dengan ego sendiri) ataukah
ego_syntonic (senada, serasi dengan egonya) berlangsung pada dirinya. Sebab semakin kuat
ego syntonic dan semakin terperangkap erat struktur kepribadian dan perkembangan seksual
seseorang dalam kebiasaan seksual menyimpang, maka semakin kecil kemungkinan untuk
sembuh.
4. Usia yang masih muda. Jika usia pasien sudah memasuki usia rentan, misalnya 35 tahun. Maka
akan sedikit kemungkinan untuk merubahnya. Sementara untuk penyimpangan seksual yang
sifatnya primer, karena terjadi akibat kerusakan pada fungsi otak, maka penyembuhan yang
dilakukan dengan cara medis. Pada kondisi demikian, terjadilah proses regresi dari seksualitas
yang semula normal, dengan munculnya gejala - gejala :
a. Kontrol diri semakin berkurang
b. Pengembangan tingkah laku seksual yang infanti
c. Semakin banyak fantasi - fantasi seksual
d. Terjadi awal dementia, ditmbah dengan
e. Kemunculan penyakit - penyakit cerebro - vascular (pembuluh darah otak)
f. Epilepsi, alkoholisme, dan penyakit cardiovascular (pembuluh darah jantung)
g. Mungkin pula disertai dengan penyakit psikiatris fungsional yang serius.
Pada orang yang sangat agresif secara seksual, misalnya; kaum pedofilia habitual, para
pemerkosa, psikopat, diberikan pengobatan dengan obat anti -libido, yaitu hormon estrogen.
Namun pengobatan ini ada efek sampingnya yaitu mmebuat individu tersebut menjadi lebih
feminin, ada proses feminasi dengan gynaccomastia (pembesaran kelenjar - kelenjar payudara
pada orang laki -laki). Bisa juga diberikan obat anti -androgen, yaitu cyproterone acetate dan
chlormadinone yang bisa menekan dorongan -dorongan seks yang paling mendasar.
Kesimpulan
Seksualitas merupakan sebuah ranah yang sangat pribadi dalam kehidupan individu. Setiap
orang adalah makhluk seksual dengan minat dan fantasi yang dapat mengejutkan atau bahkan
dapat mengagetkan kita dari waktu ke waktu. Hal ini merupakan fungsi seksual yang normal.
Namun ketikan hasrat dan fantasi tersebut mulai membahayakan diri kita dan orang lain maka
dapat digolongkan abnormal. Perilaku seksual itu bermacam-macam dan ditentukan ole interaksi
faktor-faktor yan kompleks. Perilaku seksual juga dipengaruhi oleh hubungan seseorang dengan
orang lain, lingkungan dan kultur dimana ia tinggal.
Daftar Pustaka
1. Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Cetakan ke -15. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar .
2. Halgin, Richard P., & Susan Krauss Whitbourne. 2010. Psikologi Abnormal: Perspektif Klinis
pada Gangguan Psikologi. Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Aliya Tusya’ni, Lala
Septiani Sembiring, Pretty Gina Gayatri, dan Putri Nurdina Sofyan. Jakarta: Salemba
Humanika.
3. Freud, Sigmund. 2002. A General Introduction to Psychoanalysis (Psikoanalisis Sigmund
Freud). Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Ira Puspitorini. Yogyakarta: Ikon
Teralitera.
4. Brancroft, J. 2009. Human Sexuality and Its Problem. UK: Elsevier
5. Lehmiller, J.J. 2014. The Human Sexuality. Singapore: Wiley Blackwell