Implikasi Sosial Perubahan Iklim Global-Dikonversi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 11

IMPLIKASI SOSIAL PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

(STUDI KASUS : MIGRASI VANUATU AKIBAT KENAIKAN AIR LAUT)

Disusun Oleh :
5211611056_Charissa Adisty K.
5211611069_Aisyah Nurkhasanah
5211611070_Elda Safitri
5211611072_Zavira Riska
5211611075_Ayu Maruti
5211611097_Ervinda Dwi Yuliana
5211611098_Divka Farhya Maharani

Dosen Pengampu :
PUGUH TOKO ARISANTO, S.I.P., M.A.

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS BISNIS DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2022

1
Daftar Isi

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….2

PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….3

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………3

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………...4

PEMBAHASAN………………………………………………………………………………5

2.1 Pembahasan dan Analisis………………………………………………………………5

2.1.1 Perubahan Iklim dan Global…………………………………………………..5

2.1.2 Ancaman Perubahan Iklim Global dan Migrasi Vanuatu…………………….6

2.1.3 Dampak Migrasi Vanuatu…………………………………………………….8

PENUTUP……………………………………………………………………………………10

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..11

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Memasuki era revolusi industri 4.0 dengan pesatnya kemajuan teknoogi di dunia
memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia dalam beraktifitas di segala
bidang. Kegiatan yang mulanya hanya dikerjakan menggunakan tenaga manusia dibantu
hewan seiring dengan perkembangan teknologi digantikan oleh mesin uap pada era revolusi
industri 1.0, dilanjutkan dengan adanya penemuan kembali dalam teknologi informasi dan
elektronika sebagai bukti terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini
menjadi tanda adanya perubahan tatanan kehidupan yang diprakarsai oleh teknologi.
Kemajuan tersebut turut pula memberikan dampak positif berupa keuntungan-keuntungan
yang didapat dari penggunaan dan pemanfaatan teknologi terutama terhadap ekonomi
global.
Pengaplikasian teknologi dalam berbagai aktivitas membutuhkan banyak energi sebagai
sumber dayanya, dari transportasi, barang elektronik, hingga proyek-proyek industri. Selain
mendatangkan keefisienan dan keuntungan, aktifitas tersebut memiliki dampak buruk
terhadap lingkungan melalui limbah-limbah yang dihasilkan dari proyek, penggunaan
Information And Communication Technology (ICT) turut memberikan penambahan emisi
karbondioksida dari proses produksinya dengan banyaknya perusahaan yang terus
menperbaharui dan memproduksi ICT setiap tahunnya, dilanjutkan dengan penggunaan
transportasi secara massal menyebabkan banyaknya polusi yang menambah emisi
karbondioksida. Dampak tersebut didapatkan karena perkembangan teknologi tidak
dibarengi dengan sistem yang ramah terhadap lingkungan. Akibatnya, lingkungan yang kita
tinggali bisa tercemar dan efek yang lebih besarnya yakni terdampaknya iklim bumi yang
dipengaruhi oleh dampak buruk kemajuan teknologi.
Perubahan iklim terjadi karena aktivitas penggunaan teknologi berlebih yang meningkatkan
gas rumah kaca di atmosfer, gas ini menyerap dan memancarkan panas, sehingga
memunculkan efek rumah kaca berupa kenaikan suhu bumi. Lebih dari itu, fenomena
perubahan iklim juga memunculkan banyaknya ancaman terhadap kehidupan manusia.
Diantaranya ialah menurunnya kualitas air dan berkurangnya kuantitas air, meningkatnya
penyakit kanker kulit dan timbulnya wabah penyakit seperti malaria dan DBD, serta

3
mencairnya es di kutub yang akan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut sehingga
bisa menenggelamkan daerah pesisir kutub dan pulau-pulau kecil disekitarnya.
Seperti halnya yang terjadi di Vanuatu, salah satu negara di Oseana, perubahan iklim
memberikan dampak sosial yang signifikan terhadap jumlah populasi penduduknya, yakni
terjadinya arus migrasi internal maupun internasional yang signifikan terhadap jumlah
populasi penduduknya. Hal ini disebabkan oleh bencana alam yang terjadi akibat dari
perubahana iklim yang menelan biaya sekitar 6% dari PDB setiap tahunnya sehingga
menghambat pembangunan ekonomi yang ada disertai dengan kenaikan permukaan air lau
yang cukup tinggi diberbagai daerah belahan dunia. Seperti yang dikatakan oleh Antonio
Guterres Sekretaris Jendral PBB, yakni akan ada setidaknya 9 negara yang terancam
tenggelam di Samudera Pasifik diakibatkan fenomena global warming.
Sebagian penduduk Vanuatu hidup di sekitar pesisir dan menggantungkan hidupnya dengan
kekayaan alam di negaranya. Vanuatu sering kali mendapat bencana alam yang berasal dari
laut maupun udara. Negara ini berluaskan 12.000 km persegi dengan 286.000 jiwa
penduduk. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa terjadi kenaikan permukaan air laut
sebanyak 1 cm setiap tahunnya. (Ilmu Geografi, 2019). Oleh karenanya, penting untuk
mengetahui potensi bahaya dan dampak yang ditimbulkan. Hal ini dapat memicu negara
kepulauan khususnya dalam menghadapi ancaman fenomena migrasi internasional yang
berakibat pada dinamika hubungan antar negara.
Vanuatu sendiri pernah menerbitkan Third National Communication pada tahun 2020 dan
Updated Nationally Determined Contributions pada tahun 2020 ke UNFCCC. Dokumen
tersebut menguraikan komitmen Vanuatu sendiri untuk dapat memastikan adaptasi dan
ketahanan terhadap perubahan iklim agar selaras dengan tujuan pembangunan negara
(Morin, 2021). Vanuatu juga ikut mendesak PBB untuk lebih serius menangani perubahan
iklim yang terjadi agar dapat melindungi warga negara yang ada di kepulauan di Pasifik.
Perdana Menteri Vanuatu sendiri, Bob Loughman juga ikut mendesak masyarakat
internasional agar dapat ikut berkontribusi untuk mengatasi dampak dari krisis perubahan
iklim juga mengingatkan negara lain agar tidak menyepelekan dampak dari perubahan iklim
tersebut. (CNN, 2021).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan kami jabarkan dalam paper ini adalah
bagaimana dampak perubahan iklim global terhadap tindakan sosial adaptif penduduk
Vanuatu?
4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan dan Analisis


2.1.1 Perubahan Iklim dan Global
Dunia yang semakin tua menjadikan perubahan iklim global menjadi
sebuah isu lingkungan yang sangat penting. Perubahan ilklim tidak lagi hanya menjadi
sebuah isu nasional atau regional akan tetapi sudah menjadi sebuah isu internasional
yang memerlukan perhatian negara-negara yang ada di dunia ini. Negara-negara maju
dan juga berkembang ikut adil dan tanggung jawab untuk mencari solusi dalam
menangani isu perubahan iklim. Perlu adanya kerjasama baik secara regional maupun
internasional. Perubahan iklim atau climate change yaitu berubahnya suatu konsisi
fisik di atmosfer bumi yaitu suhu dan sirkulasi curah hujan yang berdampak besar
terhadap sektor-sektor kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001
dalam Dinas Lingkungan Hidup, 2019). Perubahan iklim juga dapat didefinisikan
sebagai suatu perubahan iklim atau variabilitas iklim yang signifikan menetap dalam
jangka waktu cukup lama biasanya dalam sepuluh tahun atau bahkan bisa jadi lebih
(IPCC, 2001 dalam Keman, 2007). Istilah perubahan iklim global merupakan
perubahan iklim yang berpacu pada wilayah bumi secara keseluruhan.
Perubahan iklim merupakan sebuah ancaman yang nyata bagi negara-negara di
dunia. Emisi gas rumah kaca yang menyelimuti bumi dan dapat memerangkap
panasnya matahari yang nantinya dapat mengakibatkan terjadi perubahan iklim dan
pemanasan global. Kondisi saat ini dunia telah mengalami pemanasan tercepat yang
sudah tercatat dalam sejarahnya. Menurut United Nation (2022) perubahan iklim
terjadi disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
1. Penciptaan Energi
Dalam membuat energi listrik dan pembakaran bahan bakar fosil yang panas dapat
mengahasilkan emisi global dengan jumlah yang besar. Energi listrik kebanyakan
masih dihasilkan dengan cara pembakaran batu bara, minyak, maupun gas. Hasil dari
pembakaran tersebut akan menghasilkan karbon dioksida dan dinitrogen oksida yaitu
gas rumah kaca berbahaya yang dapat menyelimuti bumi dan juga memerangkap
panasnya matahari.

5
2. Manufaktur Barang
Industri dan manufaktur dapat menghasilkan emisi dari hasil pembakaran bahan bakar
fosil guna menghasilkan energi dalam membuat berbagai hal seperti baja, besi,
elektronik, plastik, semen, pakaian. Tambang dan proses industri lainnya dapat
menghasilkan gas. Alat ataupun mesin yang digunakan saat proses manufaktur
beroprasi menggunakan batu bara, minyak, dan juga gas. Bahan baku plastik dari
bahan kimia juga berasal dari bahan bakar fosil. Saat ini penyumbang terbesar emisi
gas rumah kaca di dunia berasal dari industri manufaktur.
3. Penebangan Hutan
Pembuatan lahan pertanian, peternakan, bahkan hunian dengan cara menebang pohon
dapat pula menghasilkan emisi karena sebuah pohon yang sudah ditebang akan
melepaskan karbon yang tersimpan di dalamnya. Penebangan hutan ini akan
mengakibatkan terbatasnya kemampuan alam dalam mengurangi emisi yang ada di
atmosfer.
4. Penggunaan Transportasi
Kehidupan manusia saat ini memang tidak dapat lepas dari penggunaan transportasi.
Akan tetapi penggunaan transportasi seperti mobil, motor, truk, kapal, dan pesawat
masih menggunakan bahan bakar fosil untuk beroprasi. Dalam sektor transportasi ini
menjadikan penyumbang utama gas rumah kaca terutama emisi karbon dioksida.
5. Produksi Makanan
Hal yang pokok untuk manusia yaitu makanan dalam produksinya juga telah
menyumbang emisi karbon dioksida, metana, dan gas rumah kaca. Semua hal yang
dilakukan saat memproduksi makanan menyumbang terjadinya perubahan iklim.
Dalam hal pengemasan dan juga distribusi makanan dapat menghasilkan emisi gas
rumah kaca.

2.1.2 Ancaman Perubahan Iklim Global dan Migrasi Vanuatu


Perubahan iklim global terjadi sejak era Revolusi Industri yang diawali
dengan penemuan mesin uap oleh Thomas Newcomen pada abad 18 yang sekaligus
menjadi pemantik penggunaan batu bara dalam level industri. Sejalan dengan
perkembangan teknologi khususnya di Inggris sebagai negara pertama dunia yang
berhasil melakukan revolusi industri, taraf hidup masyarakat meningkat dengan

6
kemudahan produksi yang telah ditunjang oleh mesin dari sebelumnya dilakukan
secara manual sebagai ciri Revolusi Industri 1.0. Revolusi industri menyebar ke
seluruh Eropa hingga Amerika pada abad ke-20 sebagai kelanjutan revolusi
teknologi dunia seiring dengan kemunculan inovasi-inovasi berbasis ilmu
pengetahuan yang menjadi lompatan besar dalam kehidupan masyarakat.
Abad 20 sebagai periode Revolusi Industri 2.0 diwarnai dengan perluasan
industri manufaktur, pengembangan produksi serta penggunaan sumber bahan
bakar fosil hingga penemuan arus listrik AC dan DC yang kemudian diterapkan
dalam telekomunikasi dan transportasi. Sejalan dengan perkembangan pesat
industri dunia serta kemajuan sistem transportasi, permintaan pasokan minyak bumi
sebagai bahan bakar fosil turut meningkat sekaligus menjadi titik awal munculnya
indikasi perubahan iklim global. Emisi karbon yang dilepaskan oleh industri dan
transportasi hampir di seluruh dunia menyumbang kenaikan temperatur global di
kisaran 0,5-0,8 derajat celcius dalam periode 100 tahun (Hansen, 1987). Kenaikan
temperatur global sebagai akibat efek rumah kaca di atmosfer Bumi memunculkan
permasalahan baru yakni kenaikan permukaan air laut (Sea Level Rise) sejalan
dengan semakin cepat dan luasnya pencairan gletser atau gunung es di Kutub Utara
maupun Kutub Selatan.
Kenaikan permukaan air laut tentu berdampak luas di seluruh dunia seiring
dengan kemunculan ancaman tenggelamnya sejumlah kota bahkan negara dunia
khususnya negara-negara kepulauan di Samudera Pasifik atau yang kerap disebut
Oceania. Sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang relatif kecil di tengah
kepungan samudera terbesar dunia, kenaikan permukaan air laut tentu akan
berdampak langsung terhadap kelangsungan hidup negara dan masyarakat
setempat. Kenaikan permukaan air laut mengancam kedaulatan teritorial negara-
negara Oceania dengan hilang atau terkikisnya wilayah negara menjadi lebih sempit
serta pergeseran hingga hilangnya garis pangkal pantai (coasted baseline) yang
mempengaruhi kedaulatan maritim dimana batas laut teritorial serta batas Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) sesuai ketetapan UNCLOS (United Nations Convention
on the Law of the Sea) negara-negara Oceania turut berubah. Pergeseran bahkan
hilangnya titik pangkal pengukuran batas teritorial laut negara-negara Oceania juga
bukanlah sebatas permasalahan internal negara terdampak melainkan menjadi isu
kompleks regional mengingat letak geografis negara-negara Oceania yang
berdekatan satu sama lain.
7
Vanuatu sebagai salah satu negara kepulauan di Ocenia dengan tongak
perekonomian dari sektor agrikultur atau pertanian serta sektor jasa (pariwisata),
pada realitanya telah menghadapi berbagai tantangan seperti gempa bumi dalam
skala cukup besar, erupsi gunung berapi dan tsunami sehingga menjadi salah satu
negara paling rentan terhadap bencana alam. Vanuatu juga dinobatkan sebagai
negara paling berbahaya menurut survey UNU-EHS dengan hasil sebesar 36,43%
(World Risk Report, 2015). Dengan kenampakan geografis berupa dataran rendah
dan pesisir, ancaman bencana perairan telah menjadi hal yang lumrah terjadi
terutama di tengah peningkatan intensitas perubahan iklim global dimana
permukaan perairan yang naik turut serta memicu bencana banjir bandang akibat
ketidakstabilan pasang-surut laut, siklon tropis maupun peningkatan intensitas
hujan ekstrem.
Bencana alam yang terjadi di Vanuatu sendiri menjadi penyumbang signifikan
isu-isu sosial negara sekaligus menjadi salah satu indikator tantangan pembangunan
ekonomi dimana kerusakan dan anggaran ganti rugi yang harus digelontorkan
negara mencapai rata-rata 6% per tahunnya. Dengan semakin terasanya implikasi
perubahan iklim serta sejumlah ancaman bencana yang terus terjadi, telah terjadi
tindakan migrasi oleh penduduk Vanuatu sebagai langkah antisipatif akan dampak
destruktif di depan mata mereka. Dihadapkan dengan ketidakstabilan lingkungan,
mereka (penduduk Vanuatu) melakukan mobilisasi ke wilayah yang lebih kondusif
atau aman baik dalam lingkup nasional hingga internasional. Dalam tindakan
migrasi khususnya migrasi internasional, penduduk Vanuatu menjadi pengungsi
perubahan iklim pertama dunia dengan kategori pengungsi akibat bencana alam
dimana status perlindungannya masih berada ditangan negara asal.

2.1.3 Dampak Migrasi Vanuatu

Terkait dengan belum jelasnya status pengungsi Vanuatu akibat perubahan


iklim yang terus terjadi, setidaknya mengakibatkan dua dampak terkait migrasi
yang telah dan terus dilakukan oleh penduduk Vanuatu yakni terhambatnya
pembangunan nasional Vanuatu serta indikasi kemunculan imigran gelap dari
Vanuatu di sejumlah wilayah dunia sebagai negara tujuan migrasi tersebut.
Terhambatnya pembangunan nasional Vanuatu sendiri terjadi akibat faktor
banyaknya bencana alam yang terjadi di Vanuatu hingga mengakibatkan

8
pemerintah Vanuatu harus mengeluarkan anggaran setidaknya sekitar 6% dari
PDB negara setiap tahunnya untuk pembenahan akibat bencana. Dengan
banyaknya penduduk yang memilih untuk bermigrasi, ekonomi serta
keberlangsungan negara Vanuatu juga terancam dengan keluarnya penduduk asli
sebagai tonggak pembangunan negara. Lebih jauh lagi, adanya perkiraan negara
yang akan tenggelam di area Samudera Pasifik turut memberikan kehawatiran
terhadap penduduk.

Selanjutnya, adanya indikasi kemunculan banyaknya imigran gelap Vanuatu di


negara-negara dunia terjadi selaras dengan fakta bahwa perubahan iklim yang
terjadi di Vanuatu turut pula memberikan dampak terhadap melonjaknya imigran
gelap. Pasalnya, Vanuatu bukanlah negara yang dihitung sebagai daftar negara
pengungsi oleh UNHCR. Karena di dalam kebijakan migrasi terdapat beberapa
kebutuhan untuk pengembangan kebijakan nasional mengenai perubahan iklim
dan migrasi negara-negara di daerah Kepulaun Pasifik serta tindakan migrasi
terkait perubahan iklim baik dalam lingkup nasional maupun internasional belum
memiliki status yang jelas dalam perlindungan internasionalnya.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Vanuatu sebagai salah satu negara di Oceania, merupakan negara dengan
karakteristik geografis berupa dataran rendah serta pantai. Dengan kondisi wilayah
negara di tengah kepungan Samudera Pasifik selaku samudera terbesar di dunia,
Vanuatu telah menghadapi sejumlah tantangan alam seperti siklon tropis, tsunami
hingga banjir bandang. Di tengah tantangan alam yang harus dihadapi, sejalan dengan
pesatnya globalisasi dan aktivitas industrialisme hampir di seluruh dunia saat ini,
Vanuatu harus menghadapi tantangan baru berupa perubahan iklim global yang
berdampak langsung khususnya terhadap negara-negara kepulauan di dunia.
Sejalan dengan perubahan iklim global yang berdampak langsung pada
kenaikan permukaaan air laut, Vanuatu yang semakin terancam tenggelam,
menimbulkan adanya mobilisasi sosial berupa tindakan migrasi sebagai upaya adaptif
menghindari kemungkinan bencana dahsyat yang semakin nampak di depan mata
mereka. Tidak dapat dipungkiri, tindakan migrasi yang berpotensi semakin masif
dilakukan ini dapat mempengaruhi tingkat pengungsi di dunia.
Pengungsi Vanuatu sendiri dikategorikan sebagai pengungsi akibat bencana
alam, dimana status pengungsi dalam kategori ini belum diatur lebih lanjut dan diakui
status legalnya dalam statuta UNHCR (United Nations High Commisioner on
Refugees) tentang pengungsi sehingga belum jelas pengakuannya dalam dunia
internasional serta masih berlakunya tanggung jawab atas perlindungan dari negara
asal. Dengan belum jelasnya status pengungsi Vanuatu ini, selanjutnya akan
menimbulkan adanya indikasi kemunculan imigran-imigran gelap di sejumlah
wilayah baik dalam lingkup nasional Vanuatu maupun dalam lingkup internasional
(negara-negara dunia) yang menjadi tujuan migrasi penduduk Vanuatu tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hansen, J.E., and S.Lebedeff, 1987: Global trends of measured surface air temperature

Hidup, D. L. (2019, October 15). Perubahan Iklim (Climate Change)

Indonesia, C. (2021, September 28). cnnindonesia.com. Retrieved from cnnindonesia.com:


https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210928155806-113-700557/takut-tenggelam-
vanuatu-desak-pbb-tangani-perubahan-iklim

Indonesia, P . B.-B. (2022, March 18). Penyebab dan Dampak Perubahan Iklim

Keman, S. (2007). Perubahan Iklim GlobaL, Kesehatan Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan

Lestari, I. (2019, September 20). ilmugeografi.com. Retrieved from ilmugeografi.com:


https://ilmugeografi.com/ilmu-sosial/negara-vanuatu

University, U. N. (2015, November 17). World Risk Report 2015. Retrieved from ehs.unu.edu:
https://ehs.unu.edu/media/press-releases/worldriskreport-2015-food-insecurity-increases-
the-risk-of-disaster.html#info

11

Anda mungkin juga menyukai