Implikasi Sosial Perubahan Iklim Global-Dikonversi
Implikasi Sosial Perubahan Iklim Global-Dikonversi
Implikasi Sosial Perubahan Iklim Global-Dikonversi
Disusun Oleh :
5211611056_Charissa Adisty K.
5211611069_Aisyah Nurkhasanah
5211611070_Elda Safitri
5211611072_Zavira Riska
5211611075_Ayu Maruti
5211611097_Ervinda Dwi Yuliana
5211611098_Divka Farhya Maharani
Dosen Pengampu :
PUGUH TOKO ARISANTO, S.I.P., M.A.
1
Daftar Isi
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….2
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….3
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………5
PENUTUP……………………………………………………………………………………10
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..11
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
mencairnya es di kutub yang akan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut sehingga
bisa menenggelamkan daerah pesisir kutub dan pulau-pulau kecil disekitarnya.
Seperti halnya yang terjadi di Vanuatu, salah satu negara di Oseana, perubahan iklim
memberikan dampak sosial yang signifikan terhadap jumlah populasi penduduknya, yakni
terjadinya arus migrasi internal maupun internasional yang signifikan terhadap jumlah
populasi penduduknya. Hal ini disebabkan oleh bencana alam yang terjadi akibat dari
perubahana iklim yang menelan biaya sekitar 6% dari PDB setiap tahunnya sehingga
menghambat pembangunan ekonomi yang ada disertai dengan kenaikan permukaan air lau
yang cukup tinggi diberbagai daerah belahan dunia. Seperti yang dikatakan oleh Antonio
Guterres Sekretaris Jendral PBB, yakni akan ada setidaknya 9 negara yang terancam
tenggelam di Samudera Pasifik diakibatkan fenomena global warming.
Sebagian penduduk Vanuatu hidup di sekitar pesisir dan menggantungkan hidupnya dengan
kekayaan alam di negaranya. Vanuatu sering kali mendapat bencana alam yang berasal dari
laut maupun udara. Negara ini berluaskan 12.000 km persegi dengan 286.000 jiwa
penduduk. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa terjadi kenaikan permukaan air laut
sebanyak 1 cm setiap tahunnya. (Ilmu Geografi, 2019). Oleh karenanya, penting untuk
mengetahui potensi bahaya dan dampak yang ditimbulkan. Hal ini dapat memicu negara
kepulauan khususnya dalam menghadapi ancaman fenomena migrasi internasional yang
berakibat pada dinamika hubungan antar negara.
Vanuatu sendiri pernah menerbitkan Third National Communication pada tahun 2020 dan
Updated Nationally Determined Contributions pada tahun 2020 ke UNFCCC. Dokumen
tersebut menguraikan komitmen Vanuatu sendiri untuk dapat memastikan adaptasi dan
ketahanan terhadap perubahan iklim agar selaras dengan tujuan pembangunan negara
(Morin, 2021). Vanuatu juga ikut mendesak PBB untuk lebih serius menangani perubahan
iklim yang terjadi agar dapat melindungi warga negara yang ada di kepulauan di Pasifik.
Perdana Menteri Vanuatu sendiri, Bob Loughman juga ikut mendesak masyarakat
internasional agar dapat ikut berkontribusi untuk mengatasi dampak dari krisis perubahan
iklim juga mengingatkan negara lain agar tidak menyepelekan dampak dari perubahan iklim
tersebut. (CNN, 2021).
5
2. Manufaktur Barang
Industri dan manufaktur dapat menghasilkan emisi dari hasil pembakaran bahan bakar
fosil guna menghasilkan energi dalam membuat berbagai hal seperti baja, besi,
elektronik, plastik, semen, pakaian. Tambang dan proses industri lainnya dapat
menghasilkan gas. Alat ataupun mesin yang digunakan saat proses manufaktur
beroprasi menggunakan batu bara, minyak, dan juga gas. Bahan baku plastik dari
bahan kimia juga berasal dari bahan bakar fosil. Saat ini penyumbang terbesar emisi
gas rumah kaca di dunia berasal dari industri manufaktur.
3. Penebangan Hutan
Pembuatan lahan pertanian, peternakan, bahkan hunian dengan cara menebang pohon
dapat pula menghasilkan emisi karena sebuah pohon yang sudah ditebang akan
melepaskan karbon yang tersimpan di dalamnya. Penebangan hutan ini akan
mengakibatkan terbatasnya kemampuan alam dalam mengurangi emisi yang ada di
atmosfer.
4. Penggunaan Transportasi
Kehidupan manusia saat ini memang tidak dapat lepas dari penggunaan transportasi.
Akan tetapi penggunaan transportasi seperti mobil, motor, truk, kapal, dan pesawat
masih menggunakan bahan bakar fosil untuk beroprasi. Dalam sektor transportasi ini
menjadikan penyumbang utama gas rumah kaca terutama emisi karbon dioksida.
5. Produksi Makanan
Hal yang pokok untuk manusia yaitu makanan dalam produksinya juga telah
menyumbang emisi karbon dioksida, metana, dan gas rumah kaca. Semua hal yang
dilakukan saat memproduksi makanan menyumbang terjadinya perubahan iklim.
Dalam hal pengemasan dan juga distribusi makanan dapat menghasilkan emisi gas
rumah kaca.
6
kemudahan produksi yang telah ditunjang oleh mesin dari sebelumnya dilakukan
secara manual sebagai ciri Revolusi Industri 1.0. Revolusi industri menyebar ke
seluruh Eropa hingga Amerika pada abad ke-20 sebagai kelanjutan revolusi
teknologi dunia seiring dengan kemunculan inovasi-inovasi berbasis ilmu
pengetahuan yang menjadi lompatan besar dalam kehidupan masyarakat.
Abad 20 sebagai periode Revolusi Industri 2.0 diwarnai dengan perluasan
industri manufaktur, pengembangan produksi serta penggunaan sumber bahan
bakar fosil hingga penemuan arus listrik AC dan DC yang kemudian diterapkan
dalam telekomunikasi dan transportasi. Sejalan dengan perkembangan pesat
industri dunia serta kemajuan sistem transportasi, permintaan pasokan minyak bumi
sebagai bahan bakar fosil turut meningkat sekaligus menjadi titik awal munculnya
indikasi perubahan iklim global. Emisi karbon yang dilepaskan oleh industri dan
transportasi hampir di seluruh dunia menyumbang kenaikan temperatur global di
kisaran 0,5-0,8 derajat celcius dalam periode 100 tahun (Hansen, 1987). Kenaikan
temperatur global sebagai akibat efek rumah kaca di atmosfer Bumi memunculkan
permasalahan baru yakni kenaikan permukaan air laut (Sea Level Rise) sejalan
dengan semakin cepat dan luasnya pencairan gletser atau gunung es di Kutub Utara
maupun Kutub Selatan.
Kenaikan permukaan air laut tentu berdampak luas di seluruh dunia seiring
dengan kemunculan ancaman tenggelamnya sejumlah kota bahkan negara dunia
khususnya negara-negara kepulauan di Samudera Pasifik atau yang kerap disebut
Oceania. Sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang relatif kecil di tengah
kepungan samudera terbesar dunia, kenaikan permukaan air laut tentu akan
berdampak langsung terhadap kelangsungan hidup negara dan masyarakat
setempat. Kenaikan permukaan air laut mengancam kedaulatan teritorial negara-
negara Oceania dengan hilang atau terkikisnya wilayah negara menjadi lebih sempit
serta pergeseran hingga hilangnya garis pangkal pantai (coasted baseline) yang
mempengaruhi kedaulatan maritim dimana batas laut teritorial serta batas Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) sesuai ketetapan UNCLOS (United Nations Convention
on the Law of the Sea) negara-negara Oceania turut berubah. Pergeseran bahkan
hilangnya titik pangkal pengukuran batas teritorial laut negara-negara Oceania juga
bukanlah sebatas permasalahan internal negara terdampak melainkan menjadi isu
kompleks regional mengingat letak geografis negara-negara Oceania yang
berdekatan satu sama lain.
7
Vanuatu sebagai salah satu negara kepulauan di Ocenia dengan tongak
perekonomian dari sektor agrikultur atau pertanian serta sektor jasa (pariwisata),
pada realitanya telah menghadapi berbagai tantangan seperti gempa bumi dalam
skala cukup besar, erupsi gunung berapi dan tsunami sehingga menjadi salah satu
negara paling rentan terhadap bencana alam. Vanuatu juga dinobatkan sebagai
negara paling berbahaya menurut survey UNU-EHS dengan hasil sebesar 36,43%
(World Risk Report, 2015). Dengan kenampakan geografis berupa dataran rendah
dan pesisir, ancaman bencana perairan telah menjadi hal yang lumrah terjadi
terutama di tengah peningkatan intensitas perubahan iklim global dimana
permukaan perairan yang naik turut serta memicu bencana banjir bandang akibat
ketidakstabilan pasang-surut laut, siklon tropis maupun peningkatan intensitas
hujan ekstrem.
Bencana alam yang terjadi di Vanuatu sendiri menjadi penyumbang signifikan
isu-isu sosial negara sekaligus menjadi salah satu indikator tantangan pembangunan
ekonomi dimana kerusakan dan anggaran ganti rugi yang harus digelontorkan
negara mencapai rata-rata 6% per tahunnya. Dengan semakin terasanya implikasi
perubahan iklim serta sejumlah ancaman bencana yang terus terjadi, telah terjadi
tindakan migrasi oleh penduduk Vanuatu sebagai langkah antisipatif akan dampak
destruktif di depan mata mereka. Dihadapkan dengan ketidakstabilan lingkungan,
mereka (penduduk Vanuatu) melakukan mobilisasi ke wilayah yang lebih kondusif
atau aman baik dalam lingkup nasional hingga internasional. Dalam tindakan
migrasi khususnya migrasi internasional, penduduk Vanuatu menjadi pengungsi
perubahan iklim pertama dunia dengan kategori pengungsi akibat bencana alam
dimana status perlindungannya masih berada ditangan negara asal.
8
pemerintah Vanuatu harus mengeluarkan anggaran setidaknya sekitar 6% dari
PDB negara setiap tahunnya untuk pembenahan akibat bencana. Dengan
banyaknya penduduk yang memilih untuk bermigrasi, ekonomi serta
keberlangsungan negara Vanuatu juga terancam dengan keluarnya penduduk asli
sebagai tonggak pembangunan negara. Lebih jauh lagi, adanya perkiraan negara
yang akan tenggelam di area Samudera Pasifik turut memberikan kehawatiran
terhadap penduduk.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vanuatu sebagai salah satu negara di Oceania, merupakan negara dengan
karakteristik geografis berupa dataran rendah serta pantai. Dengan kondisi wilayah
negara di tengah kepungan Samudera Pasifik selaku samudera terbesar di dunia,
Vanuatu telah menghadapi sejumlah tantangan alam seperti siklon tropis, tsunami
hingga banjir bandang. Di tengah tantangan alam yang harus dihadapi, sejalan dengan
pesatnya globalisasi dan aktivitas industrialisme hampir di seluruh dunia saat ini,
Vanuatu harus menghadapi tantangan baru berupa perubahan iklim global yang
berdampak langsung khususnya terhadap negara-negara kepulauan di dunia.
Sejalan dengan perubahan iklim global yang berdampak langsung pada
kenaikan permukaaan air laut, Vanuatu yang semakin terancam tenggelam,
menimbulkan adanya mobilisasi sosial berupa tindakan migrasi sebagai upaya adaptif
menghindari kemungkinan bencana dahsyat yang semakin nampak di depan mata
mereka. Tidak dapat dipungkiri, tindakan migrasi yang berpotensi semakin masif
dilakukan ini dapat mempengaruhi tingkat pengungsi di dunia.
Pengungsi Vanuatu sendiri dikategorikan sebagai pengungsi akibat bencana
alam, dimana status pengungsi dalam kategori ini belum diatur lebih lanjut dan diakui
status legalnya dalam statuta UNHCR (United Nations High Commisioner on
Refugees) tentang pengungsi sehingga belum jelas pengakuannya dalam dunia
internasional serta masih berlakunya tanggung jawab atas perlindungan dari negara
asal. Dengan belum jelasnya status pengungsi Vanuatu ini, selanjutnya akan
menimbulkan adanya indikasi kemunculan imigran-imigran gelap di sejumlah
wilayah baik dalam lingkup nasional Vanuatu maupun dalam lingkup internasional
(negara-negara dunia) yang menjadi tujuan migrasi penduduk Vanuatu tersebut.
10
DAFTAR PUSTAKA
Hansen, J.E., and S.Lebedeff, 1987: Global trends of measured surface air temperature
Indonesia, P . B.-B. (2022, March 18). Penyebab dan Dampak Perubahan Iklim
Keman, S. (2007). Perubahan Iklim GlobaL, Kesehatan Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan
University, U. N. (2015, November 17). World Risk Report 2015. Retrieved from ehs.unu.edu:
https://ehs.unu.edu/media/press-releases/worldriskreport-2015-food-insecurity-increases-
the-risk-of-disaster.html#info
11