LP Efusi Pleura M Miftah Arbain

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

Oleh:
NAMA: M. MIFTAH ARBAIN
NIM : 2019206203022

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA

A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan
hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,
2018). Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam kavum
pleura (Mansjoer dkk, 2019).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (10
sampai 20ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi (Brunner & Suddarth, 2012).
Efusi pleura adalah penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura
dapat berupa transudate atau eksudat. Transudate terjadi pada peningkatan
tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif. Pada gagal
jantung kongestif keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan
dari pembuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia,
seperti pada penyakit hati dan ginjal. Sedangkan penimbunan eksudat
disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan
permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening (Price & Wilson,
2016).

B. Etiologi

Penyebab terjadinya efusi pleura menurut Somantri (2019) adalah sebagai


berikut:
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindrom nefrotik, sirosis hepatik dan tumor
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi tuberculosis, pneumonia, tumor, infark
paru, radiasi dan penyakit kolagen
c. Efusi hemorargi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tuberculosis
Tabel 1. Perbedaan Transudate dan Eksudat

C. Patofisiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningakatn kecepatan
produksi cairan pleura, penurunan kecepatan pengeluaran cairan, dan atau
keduanya yang disebabkan oleh mekanisme di bawah ini yaitu:
a. Peningakatan tekanan pada kapiler subpleura
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
d. Peningkatan negatif intrapleura
e. Kerusakan drainase ilmfatik ruang pleura
Didalam rongga pleura terdapat + 5 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik,
tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh
kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir
kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan
tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas
transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung
karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis
hepatis karena tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan
antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler
sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung
banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau
nihil sehingga berat jenisnya rendah (Nurarif dan Kusuma, 2013).

D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada efusi pleura yaitu (Price &
Wilson, 2016):
a. Dispnea bervariasi
b. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit
pleura
c. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
d. Ruang intercostal menonjol (efusi yang berat)
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
f. Perkusi meredup di atas efusi pleura
g. Egofoni di atas paru yang tertekan dekat efusi
h. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
i. Vocal fremitus berkurang.
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013) tanda dan gejala yang dapat
muncul pada klien yang mengalami efusi pleura adalah:
a. Nyeri dan sesak nafas
Adanya timbunan cairan menimbulkan rasa nyeri akibat pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa nyeri hilang, namun menimbulkan
sesak nafas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, banyak
mengeluarkan keringat, batuk, dan meningkatnya produksi dahak.
c. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi penumpukan
pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak saat pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).
e. Didapatkan segitiga garkand yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani di bagian atas garis ellis domiseu. Segitiga grocco-yaitu daerah
pekak karena caira mendorong mediatinum ke sisi lain, pada auskultasi
daerah ini akan didapati vesikuler melemah dengan ronkhi.

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan analisis cairan efusi yang diambil melalui torakosintesis,
dengan pemeriksaan laboratorium dapat ditentukan cairan efusi berupa
transudat atau eksudat (Mansjoer dkk, 2019).
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1) Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Perbedaan transudat dan eksudat
Pembeda Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3
Kadar protein dalam efusi < 0,5 >0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (IU) < 201 >201
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 >0,6
Kadar LDH serum
Berat jenis cairan efusi < 1,016 >1,016
Hasil tes rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga


cairan pleura
- Kadar pH dan glukosa, biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amylase, biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1998).
2) Analisa cairan pleura
- Transudat: jernih, kekuningan
- Eksudat: kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax: putih seperti susu
- Empiema: kental dan keruh
- Empiema anaerob: berbau busuk
- Mesotelioma: sangat kental dan berdarah
3) Perhitungan sel dan sitologi
- Leukosit 25.000 (mm3): empiema
- Netrofil: pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
- Limfosit: tuberculosis, limfoma, keganasan.
- Eosinofil meningkat: emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan
jamur
- Eritrosit: mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila
erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
- Misotel banyak: Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
- Sitologi: hanya 50 - 60 % kasus-kasus keganasan dapat ditemukan
sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan
pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis
(Alsagaff, 2015)
4) Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB
kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang
positif sampai 20 % (Soeparman, 1998).
b. Pemeriksaan radiologi
Dalam foto toraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat
permukaan yang melengkung jika jumlah cairan efusi lebih dari 300 ml,
pergeseran mediastinum kadang ditemukan (Mansjoer dkk, 2019).

F. Penatalaksanaan
Pengelolahan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan.
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Tujuan pengobatan adalah menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab
dasar seperti gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis. Bila penyebab
dari malignasi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu.
b. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Thorakosintesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapeutik. Pengambilan
pertama cairan pleura, tidak boleh sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
ml pada aspirasi guna mencegah terjadinya edema paru yang ditandai
dengan batuk dan sesak. Efusi pleura dapat ditangani dengan aspirasi
jarum (torakosintesis), hal ini penting untuk dilakukan apabila efusi
merupakan eksudat, karena dapat mengakibatkan fibrotoraks. Efusi
pleura yang ringan dan tidak berupa peradangan (transudate) dapat
direabsorbsi ke dalam kapiler setelah penyebab efusi sudah diatasi
(Price & Wilson, 2016)
Indikasi :
a) Menghilangkan sesak napas yang disebakan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
b) Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c) Bila terjadi akumulasi cairan.
Kerugian :
a) Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
b) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c) Dapat terjadi pneumothoraks.
Gambar 5. Torakosintesis

2) Pemasangan Water Seal Drainage (WSD)


Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang thoraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman.
Indikasi :
a) Hematothoraks
b) Pneumothoraks
Tujuan pemasangan WSD:
a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.
b. Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps.
d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

3) Pleurodesis
modalitas terapi yang bekerja dengan cara memasukkan substansi
kimiawi pada dinding bagian dalam pleura parietal, dengan tujuan
merekatkan hubungan antara pleura visceral dan pleura parietal.
Dengan harapan celah pada cavum pleura akan sangat sempit dan tidak
bisa terisi oleh substansi abnormal. Dan dengan harapan supaya paru
yang kolaps bisa segera mengembang dengan mengikuti gerakan
dinding dada.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh efusi pleura yaitu:
a. Fibrotoraks
Yaitu perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis sebagai akibat
dari eksudat yang mengalami peradangan akan mengalami organisasi
sehingga menimbulkan fibrotoraks. Fibrotoraks yang meluas dapat
menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang
terdapat di bawahnya (Price & Wilson, 2016).
b. Infeksi
Adanya cairan abnormal pada pleura dapat mengakibatkan infeksi.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.

H. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan. Laki-laki lebih beresiko mengalami efusi
pleura.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,
riwayat penyakit keluarga.
Keluhan utama yang biasanya dirasakan klien yaitu sesak nafas, rasa berat
pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokalisasi terutama padasaat batuk dan bernafas, batuk yang dialami klien
efusi pleura adalah batuk non produktif.
c. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat
badan menurun. Kaji sejak kapan keluhan-keluhan tersebut muncul, dan apa
saja tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan tersebut,
termasuk riwayat penggunaan obat.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji faktor predisposisi yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura
seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, dan asites.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang mengalami TB paru, asma atau kanker paru, penyakit-
penyakit tersebut dapat menyebabkan efusi pleura.
f. Genogram
g. Pengkajian Keperawatan:
1) Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.

2) Pola nutrisi/metabolik
Klien biasanya mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami
penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
4) Pola aktivitas & latihan
Klien biasanya mengalami penurunan pada pola aktivitas dan latihannya
karena sesak nafas yang dialami.
5) Pola tidur & istirahat
Klien bisa mengalami gangguan pada pola tidur dan istirahat, karena rasa
nyeri dan sesak nafas yang dialami.
6) Pola kognitif & perceptual
Tidak ada gangguan pada pola kognitif dan perceptual klien.
7) Pola persepsi diri
Tidak ada gangguan pada pola persepsi diri klien.
8) Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi.
9) Pola peran & hubungan
Klien dapat mengalami ganggguan pada pola peran dan hubungannya
dengan orang lain maupun lingkungannya.
10) Pola manajemen & koping stres
Klien dapat mengalami gangguan pada pola ini karena gangguan
kesehatan yang dialaminya.
11) Sistem nilai dan keyakinan
Kaji pola ibadah klien, biasanya klien yang lebih dekat dengan Tuhannya
maka akan lebih berpikiran positif.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
Paru-paru
Inspeksi : Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai
penggunaan otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung
pada sisi yang sakit).
Palpasi : Pendorongan mediastinum kearah hemithoraks kontralateral
yang diketahui dari posisi trachea dan ictus cordis. Vokal
fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya >300 cc. Pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
Perkusi : Perkusi terdengar redup hingga pekak,tergantung dari jumlah
cairannya.
Auskultas : Suara nafas berkurang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk,
cairan semakin ke atas semakin tipis.
Jantung
Inspeksi : letak ictus cordis normal berada pada ICS 5 pada linea
mid klavikula kiri. Pemriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi : untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan
harus memerhatikan kedalaman dan teratur tidaknya
denyut jantung. Selain itu, perlu juga memeriksa adanya
thrill, yaitu getaran ictus cordis.
Perkusi : dilakukan untuk menetukan batas jantung daerah mana
yang terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menetukan
apakah terjadi pergeseran jantung karena pendorongan
cairan efusi pleura.
Auskultasi : dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunti jantung III yang
merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur
yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
i. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium cairan pleura didapatkan kadar protein yang
rendah untuk jenis efusi transudat dan kadar protein yang tinggi untuk jenis
efusi eksudat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yang mengalami efusi
pleura adalah sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan cairan dalam


pleura, penurunan ekspansi paru
b. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan dinding pleura, gesekan pleura
akibat cairan berlebih
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, anoreksia
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan sesak nafas yang dialami
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, ancaman
kematian, ketidaktahuan tentang pengobatan
g. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
mengenai penyakit
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
j. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan drainase
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola nafas Respiratory Airway Management
pola nafas klien menjadi status Oxygen therapy
berhubungan efektif Indikator: 1. Kaji fungsi pernapasan, 1. Untuk menentukan dosis
dengan setelah 1. Frekuensi catat klien, sianosis dan pemeberian oksigen pada klien
peningakatan dilakukan pernafasan perubahan tanda vital
cairan dalam tindakan dalam 2. Berikan posisi semi 2. Posisi semi fowler dapat
pleura, penurunan keperawatan rentang fowler memaksimalkan ekspansi paru-
ekspansi paru selama 1 x normal (RR paru klien
24 jam = 3. Berikan terapi oksigen 3. Pemberian oksigen yang berlebihan
16-24x/meni sesuai dosis dapat mengakibatkan keracunan
t) oksigen, dan dapat menimbulkan
2. Kedalaman kebutaan pada klien
pernafasan 4. Monitor adanya 4. Cemas yang dialami klien dapat
dalam kecemasan pasien memperburuk keadaan klien, dapat
rentang terhadap oksigenasi meningkatkan RR klien
normal 5. Kolaborasi dalam 5. Mengambil cairan yang berada di
tindakan torakosintesis pleura, agar fungsi paru-paru dapat
maksimal
2. Nyeri akut Nyeri akan Pain management
berhubungan berkurang a. Pain control 1. Kaji karakteristik nyeri 1. Karakteristik nyeri dikaji agar
dengan penekanan setelah b. Pain level secara komprehensif intervensi yang diberikan sesuai
dinding pleura dilakukan Indikator: dengan tipe nyeri
akibat cairan perawatan a. Mampu 2. Gunakan komunikasi 2. Komunikasi terapeutik diguanakan
berlebih sesuai mengontrol terapeutik untuk menggali agar klien merasa lebih nyaman
indikasi 1x24 nyeri yang pengalaman klien tentang dan rasa saling percaya dapat
jam dialami nyeri yang dirasakan dibina, sehingga klien bersedia
b. Melaporkan mengungkapkan pengalamannya
bahwa nyeri 3. Observasi respon non 3. Respon non verbal yang
yang dialami verbal klien ditunjukkan klien menggambarkan
berkurang apa yang dirasakan klien
4. Evaluasi ketidakefektifan 4. Evaluasi dilakukan sebagai bahan
pengobatan yang pernah evaluasi agar tidak memberikan
dilakukan terhadap nyeri terapi yang sama
5. Gunakan pendekatan 5. Analgesik diberikan untuk
multidisipliner untuk mengurangi nyeri yang dialami
manajemen nyeri: klien
penggunaan analgesik
6. Ajarkan tentang teknik 6. Teknik kontrol nyeri non
pengontrolan nyeri non farmakologis dapat membantu
farmakologis menurunkan rasa nyeri yang
dialami klien
3. Gangguan pola Setalah NOC : sleep enhancement
tidur berhubungan dilakukan anxiety 1. Jelaskan pentingnya tidur 1. Memotivasi pasien agar bisa tidur
dengan nyeri dan tindakan reduction yang adekuat
sesak nafas yang keperawata comfort level 2. Ciptakan lingkungan yang 2. Meningkatkan kualitas tidur pasien
dialami n 1x24 jam sleep: extent nyaman
pasien akan 3. Diskusikan dengan pasien 3. Melibatkan keluarga dalam
dapat tidur and pattern dan keluarga tentang perawatan pasien
seperti pola Indikator: teknik tidur pasien
tidur a. jumlah jam 4. Instruksikan untuk 4. Memantau jam tidur pasien
sebelumnya tidur dalam memonitor tidur pasien
batas normal 5. Bantu pasien untuk 5. Keadaan stress dapat mengganggu
6-8 jam menghindari keadaan pasien untuk memulai tidurnya
b. pola tidur, stress sebelum waktu tidur
kualitas 6. Monitor waktu 6. Mencegah terganggunya waktu
dalam batas makan/minum yang dapat tidur pasien
normal mengganggu waktu tidur
c. perasaan
segar setelah
bangun tidur
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D.C. 2010. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Bulechek, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United
Sates of America: Elsevier.

Davey, P. 2016. At a glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.
Misnadiarly. 2018. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.
Muttaqin, A. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Penapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Price, A & Wilson, L. 2014. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Soemantri, I. 2017. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai