METODE ILMIAH Iqram

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

METODE ILMIAH
ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGIS

NAMA :Muhammad Iqram Yusuf


NIM : 21011014009
PRODI : Agroteknolgi
DOSEN : IR. A. ABD. RAHMAN SYAFAR, MP.

PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM
MAKASSAR MAKASSAR
2022
1. Pengertian Ontologi
Secara bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya adalah
“Ontos” dan “Logos”. Ontos adalah “yang ada” sedangkan Logos adalah “ilmu”. Sederhananya,
ontologi merupakan ilmu yang berbicara tentang yang ada. Secara istilah, ontologi adalah
cabang dari ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat hidup tentang suatu
keberadaan yang meliputi keberadaan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
adOntologi kerap kali diidentikkan dengan metafisika. Ontologi merupakan
cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat apa yang terjadi. Ontologi
menjadi pembahasan yang utama dalam filsafat, dimana membahas tentang realitas
atau kenyataan. Pada dasarnya ontologi berbicara asas-asas rasional dari yang ada
atau disebut suatu kajian mengenai teori tentang “ada”, karena membahas apa yang
ingin diketahui dan seberapa jauh keingintahuan tersebut.
Menurut Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa pokok dari
permasalahan yang menjadi objek kajian dari filsafat awalnya meliputi logika, etika,
metafisika, dan politik yang kemudian banyak berkembang hingga menjadi
cabang-cabang dari filsafat yang mempunyai bidang kajian lebih spesifik lagi
yang kemudian disebut sebagai filsafat ilmu.
Kata ilmu itu sendiri berasal dari Bahasa Arab yaitu dari asal kata Alima yang
artinya “pengetahuan”. Dalam Bahasa Indonesia, Ilmu dikenal dengan istilah Science yang
berarti “pengetahuan”. Jadi, ilmu adalah pengetahuan.
Kajian ontologi dikaitkan dengan objek ilmu dalam pandangan Islam,
terbagi menjadi dua yaitu: Pertama, objek ilmu yang bersifat materi, maksudnya
adalah objek ilmu yang dapat didengar, dilihat, dan dirasakan. Contohnya ilmu
sains, ilmu eksak, ilmu politik, sosial, budaya, psikologi, dan lain sebagainya. Kedua,
objek ilmu yang bersifat non-materi. Berlawanan dengan objek materi, pada non-
materi ini tidak bisa didengar, dilihat, dan dirasakan. Hasil akhir dari objek non-
materi ini lebih sebagai kepuasan spiritual. Contohnya objek yang berbicara
tentang ruh, sifat dan wujud Tuhan.
Ontologis dasarnya berbicara tentang hakikat “yang ada” ilmu pengetahuan,
hakikat objek pengetahuan, dan hakikat hubungan subjek-objek ilmu. Bagaimana
ilmu pengetahuan ditinjau secara ontologi maka pembahasannya adalah ontologi
melakukan pemeriksaan, melakukan analisis terhadap ilmu pengetahuan berdasarkan
apakah ilmu pengetahuan itu benar- benar ada atau tidak ada. Contohnya pada
Manajemen Pendidikan Islam, secara ontologis maka pembahasannya itu terfokus
pada Manajemen Pendidikan Islam itu benar-benar ada tidak, jangan hanya
program studinyasaja tapi sebenarnya ilmu yang diajarkan di dalamnya itu
sebetulnya tidak berbeda dengan Manajemen Pendidikan pada umumnya. Jadi
ontologis mencoba membuktikan dan menelaah bahwa sebuah ilmu pengetahuan
itu benar-benar dapat dibuktikan keberadaannya.
Ontologi ilmu meliputi seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji melalui
pancaindra manusia. Ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti halnya
bebatuan, binatang, tumbuhan, hewan, dan manusia. Ilmu juga mempelajari
berbagai gejala maupun peristiwa yang pada dasarnya memiliki manfaat bagi
kehidupan manusia. Jika dilihat dari objek yang telah dikajinya, ilmu dapat disebut
sebagai suatu pengetahuan empiris dimana objek-objek yang berada di luar
jangkauan manusia tidak termasuk ke dalam bidang kajian keilmuan tersebut.
Awalnya, argumen tentang ontologi dicetuskan oleh Plato dengan
teorinya yang disebut teori idea. Menurutnya, apa saja yang ada di alam semesta
ini pasti memiliki idea. Yang dimaksud oleh Plato tentang idea adalah pengertian atau
konsep universal dari tiap sesuatu. Sehingga idea ini yang merupakan hakikat
sesuatu itu dan menjadi dasar dari wujud sesuatu itu. Idea- idea tersebut berada di
balik yang nyata dan idea itulah yang menurutnya abadi. Oleh karenanya, ini yang
menjelaskan kenapa benda-benda yang kita lihat atau yang ditangkap oleh
pancaindra senantiasa berubah. Dengan demikian, ia bukanlah hakikat, tetapi
hanyalah bayangan dari idea-ideanya. Dengan kata lain, benda yang dapat
ditangkap oleh pancaindra manusia ini hanyalah khayalan dan ilusi belaka.
Selanjutnya, argumen ontologi juga disampaikan oleh St. Augustine.
Augustine menjelaskan bahwa manusia mengetahui dari pengalamannya bahwa dalam
alam semesta ini ada kebenaran. Kendati demikian, terkadang akal manusia
merasa bahwa apa yang ia ketahui memang benar, terkadang juga manusia merasa
ragu bahwa apa yang diketahuinya itu adalah suatu kebenaran. Menurut Augustine,
akal manusia pada dasarnya mengetahui bahwa di atasnya masih ada suatu kebenaran
yang tetap yang menjadi sumber bagi akal manusia dalam usahanya untuk
mengetahui apa yang benar. Kebenaran yang tetap itulah kebenaran yang mutlak.
Dimana kebenaran yang mutlak ini yang menurut Augustine disebut dengan
Tuhan.
Ontologi ketika melihat hakikat suatu kenyataan atau hakikat sesuatu
yang ada melalui dua macam sudut pandang yaitu: Pertama, kuantitatif yaitu
dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu berbentuk tunggal atau jamak. Kedua,
kualitatif yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu mempunyai kualitas
tertentu. Sederhananya ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Aspek ontologi dari ilmu
pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan antara lain secara: (a) Metodis;
menggunakan cara ilmiah; (b) Sistematis; saling berkaitan satu sama lain secara
teratur dalam suatu keseluruhan; (c) Koheren; unsur- unsurnya tidak boleh
mengandung uraian yang bertentangan; (d) Rasional; harus berdasar pada kaidah
berpikir yang benar (logis); (e) Komprehensif; melihat objek tidak hanya dari satu
sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan
(holistik); (f) Radikal; diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya; (g)
Universal; muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
Adapun karakteristik dari ontologi ilmu pengetahuan antara lain sebagai
berikut: Pertama, ilmu berasal dari suatu penelitian. Kedua, adanya konsep
pengetahuan empiris dan tidak ada konsep wahyu. Ketiga, pengetahuan bersifat
rasional, objektif, sistematik, metodologis, observatif, dan netral. Keempat,
menghargai asas verifikasi (pembuktian), eksplanatif (penjelasan), keterbukaan dan
dapat diulang kembali, skeptisisme yang radikal, dan berbagai metode eksperimen.
Kelima, melakukan pembuktian bentuk kausalitas (causality) dan terapan ilmu
menjadi teknologi. Ketujuh, mengakui pengetahuan dan konsep yang relatif serta
logika-logika ilmiah. Kedelapan, memiliki berbagai hipotesis dan teori-teori ilmiah.
Kesembilan, memiliki konsep tentang hukum-hukum alam yang telah dibuktikan.
Objek empiris dari pengetahuan pada dasarnya merupakan abstraksi yang
disederhanakan. Perlunya penyederhanaan dikarenakan kejadian yang sebenarnya
begitu kompleks dengan sampel dan faktor yang terlibat di dalamnya. Pada
dasarnya ilmu tidak termasuk untuk mereproduksikan suatu kejadian tertentu dan
mengabstraksikannya dalam bahasa keilmuan. Ilmu ini bertujuan untuk mengetahui
mengapa hal itu bisa terjadi dan membatasi hal- hal yang asasi. Dengan keilmuan,
proses keilmuan bertujuan untuk mendapatkan inti yang berupa pengetahuan
mengenai objek tersebut. Untuk mendapatkan suatu pengetahuan, ilmu membuat
beberapa asumsi mengenai objek empiris agar dapat memberikan arah dan
landasan bagi kegiatan dan penelaahan ilmu. Suatu ilmu pengetahuan mengenai
objek empiris tertentu bisa diterima selama pernyataan asumtif ilmu mengenai objek
empiris tersebut benar adanya. Ilmu beranggapan bahwa objek empiris yang
menjadi bidang yang ditelitinya mempunyai sifat yang beragam, memperlihatkan
sifat berulang dan seluruhnya menjalin secara teratur.
Ontologi ini perlu bagi setiap manusia yang ingin mempelajari secara
menyeluruh tentang alam semesta ini dan berguna bagi bidang studi ilmu empiris
seperti fisika, sosiologi, antropologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, ilmu teknik dan
lainnya). Ontologi merupakan hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri.
Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek pengetahuan.
Ontologi merupakan spesifikasi dari sebuah konseptual, dengan kata lain ontologi
merupakan penjelasan dari suatu konsep dan keterhubungannya dari ilmu
tersebut.

2. Pengertian Epistemologi
Secara bahasa, epistemologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya
Episteme artinya “pengetahuan” dan Logos artinya “ilmu”. Secara istilah, epistemologi
adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang sumber pengetahuan, metode, struktur,
dan benar tidaknya suatu pengetahuan tersebut.
Epistemologi diartikan sebagai cabang filsafat yang berhubungan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, dasarnya, serta penegasan bahwa seseorang
memiliki pengetahuan. Azyumardi Azra menambahkan bahwa epistemologi
sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan
validitas ilmu pengetahuan. Jadi, epistemologi adalah sebuah ilmu yang
mempelajari tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan dan dipelajari
secara substantif.
Ketika ontologi berusaha mencari secara reflektif tentang yang ada,
berbeda epistemologi berupaya membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu.
Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan,
karena menjadi tempat berpijak dimana suatu pengetahuan yang baik ialah yang
memiliki landasan yang kuat.
Epistemologi merupakan nama lain dari logika material yang membahas dari
pengetahuan. Epistemologi merupakan studi tentang pengetahuan yang mengkaji
bagaimana mengetahui benda-benda. Selain itu, epistemologi merupakan suatu
doktrin filsafat yang lebih menekankan pada peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Karena pada dasarnya
pengetahuan yang diperoleh menggunakan indra hasil tangkapannya secara aktif
diteruskan dan ditampilkan oleh akal. Pengetahuan ini yang berusaha menjawab dari
pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana cara manusia memperoleh dan menangkap
pengetahuan dan jenisnya. Epistemologi menganggap bahwa setiap pengetahuan
manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya
dapat diketahui manusia. Dengan demikian, jelaslah bahwa epistemologi ini
membahas tentang sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan hakikat pengetahuan
yang memberikan kepercayaan dan jaminan dari kebenarannya.
Epistemologi dasarnya berbicara tentang dasar, sumber, karakteristik,
kebenaran, dan cara mendapatkan suatu pengetahuan. Aspek terpenting yang
dibahas dalam epistemologi yaitu sumber pengetahuan dan metode pengetahuan.
Kedua hal itu dibicarakan dalam epistemologi dan ada juga kuantitas pengetahuan
juga dibahas di epistemologi. Jadi ketika ilmu pengetahuan disoroti melalui
epistemologi maka pembahasannya terarah pada bagaimana sumber yang dipakai oleh
para ilmuwan di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan metodenya seperti
apa karena setiap jenis ilmu itu mempunyai sumber dan metode pengetahuan yang
tidak sama, boleh jadi sama tapi tentu ada karakteristik atau nuansa yang
membedakan ilmu tersebut.
Epistemologi membahas bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Menurut
Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa berpikir merupakan aktivitas mental
yang dapat menghasilkan suatu ilmu pengetahuan. Diperlukannya metode ilmiah
yaitu berupa pengungkapan tata kerja pikiran sehingga memudahkan akal untuk
menggerakkan aktivitas berpikir tersebut.16 Metode ilmiah merupakan landasan yang
digunakan dalam epistemologi ilmu. Metode ilmiah yaitu cara yang digunakan ilmu
dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur
dalam mendapatkan pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan merupakan
pengetahuan yang diperoleh lewat metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan penentu
layak atau tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang
sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.17 Dengan demikian,
diharapkan pendekatan metode ilmiah tersebutlah yang menjadikan suatu ilmu
memiliki karakteristik tertentu seperti bersifat rasional dan telah teruji kebenarannya.
Selanjutnya, para ahli filsafat telah membagi metode ilmiah atau
polaberpikir ilmiah yang digunakan sebagai cara untuk mendapatkan suatu
pengetahuan ilmiah, pola berpikir ilmiah tersebut dibagi menjadi dua macam
yaitu: Pertama, pola berpikir deduktif. Berpikir deduktif memberikan sifat rasional
dan konsisten kepada pengetahuan ilmiah yang telah ada sebelumnya. Dengan
metode ini, kita dapat memulai aktivitas berpikir dari berbagai teori ilmu
pengetahuan yang telah ada dan kemudian dibuat hipotesis untuk dilakukan
pengujian untuk pembuktian. Model deduktif ini biasa disebut dengan logico-
hypothetico-verivicative. Kedua, pola berpikir induktif. Berpikir induktif memberikan
pola dimana aktivitas berpikir dimulai dari kemampuan seseorang dalam
mengungkap kejadian yang ada di sekitarnya. Kejadian tersebut kemudian
dianalisis sehingga menghasilkan deskripsi dan konsep yang objektif dan empiris.

3. Pengertian Aksiologi
Salah satu cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya disebut aksiologi. Aksiologi mencoba untuk
mencapai hakikat dan manfaat yang ada dalam suatu pengetahuan. Diketahui
bahwa salah satu manfaat dari ilmu pengetahuan yaitu untuk memberikan
kemaslahatan dan kemudahan bagi kehidupan manusia. hal ini yang
menjadikan aksiologis memilih peran sangat penting dalam suatu proses
pengembangan ilmu pengetahuan karena ketika suatu cabang ilmu tidak
memiliki nilai aksiologis akan lebih cenderung mendatangkan kemudharatan bagi
kehidupan manusia bahkan tidak menutup kemungkinan juga ilmu yang
bersangkutan dapat mengancam kehidupan sosial dan keseimbangan alam.
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axion yang berarti nilai dan
logos yang berarti ilmu. Sederhananya aksiologi adalah ilmu tentang nilai.
Aksiologis dasarnya berbicara tentang hubungan ilmu dengan nilai, apakah
ilmu bebas nilai dan apakah ilmu terikat nilai. Karena berhubungan dengan
nilai maka aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk, berhubungan dengan
layak atau pantas, tidak layak atau tidak pantas. Ketika para ilmuwan dulu ingin
membentuk satu jenis ilmu pengetahuan maka sebenarnya dia harus atau telah
melakukan uji aksiologis. Contohnya apa gunanya ilmu Manajemen Pendidikan
Islam yaitu kajian-kajian aksiologi yang membahas itu. Jadi pada intinya kajian
aksiologi itu membahas tentang layak atau tidaknya sebuah ilmu pengetahuan,
pantas atau tidaknya ilmu pengetahuan itu dikembangkan. Kemudian aksiologi
ini juga yang melakukan pengereman jika ada ilmu pengetahuan tertentu yang
memang tingkat perkembangannya begitu cepat, sehingga pada akhirnya nanti
akan mendehumanisasi atau membuang nilai-nilai yang dipegang kuat oleh umat
manusia.
Dalam teori Islam klasik, wilayah etis tentang baik dan buruk ada dua
pilihan, yaitu the theistic-subjectivism dan rationalistic-objectivism. Dalam hal ini, the theistic-
subjectivism menekankan pada pemahaman bahwa baik dan buruk hanya ditentukan oleh
Tuhan. Sedangkan rationalistic-objectivism lebih menekankan pada peran akal dalam
menentukan baik dan buruknya sesuatu. Dalam pandangan Islam, ditinjau dari sisi
manfaat (dimensi aksiologi) atas penerapan dan orientasinya, maka ilmu dibedakan
menjadi dua, yaitu: Pertama, ilmu yang diterapkan dan bermanfaat langsung untuk
kehidupan manusia di dunia. Dalam kelompok ilmu ini adalah yang jelas-jelas
langsung dirasakan dan dibutuhkan oleh manusia di dunia atau dibutuhkan dalam
masa hidupnya, seperti ilmu sains yang mencakup politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan kejiwaan (psikologi). Kedua, ilmu yang bermanfaat secara tidak
langsung untuk kehidupan manusia di dunia, tetapi untuk kehidupan akhirat. Dimensi
spiritual dalam kelompok ini dikategorikan dengan ilmu-ilmu yang bersifat non-
materi dan hasil yang dirasakan tidak langsung untuk kehidupan manusia di
dunia atau semasa hidupnya. Ilmu ini lebih banyak berkaitan dengan agama dan
keimanan seseorang.
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam
kehidupan manusia yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan simbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan
oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam
kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan
ilmu.
Para ilmuwan barat berpandangan bahwa pemikiran keilmuan dalam
bidang apapun harus bersifat bebas nilai (free value) karena ilmu pengetahuan
disandarkan pada nilai-nilai tertentu akan mengandung bias dan bersifat tidak netral.
Di sisi lain, sebagian dari ilmuwan barat terutama kaum pragmatisme dan
penganut filsafat etika mengatakan bahwa setiap rumusan baru dalam ilmu
pengetahuan akan diakui kebenarannya ketika ilmu tersebut bersifat pragmatis atau
bernilai guna bagi kehidupan sosial.

Berpijak pada landasan aksiologi, suatu pernyataan ilmiah dapat dianggap


benar bila pernyataan ilmiah tersebut mengandung unsur aksiologi di dalamnya yaitu
adanya nilai manfaat bagi kehidupan manusia. Ilmusehingga pada akhirnya nanti
akan mendehumanisasi atau membuang nilai-nilai yang dipegang kuat oleh umat
manusia.
Dalam teori Islam klasik, wilayah etis tentang baik dan buruk ada dua
pilihan, yaitu the theistic-subjectivism dan rationalistic-objectivism. Dalam hal ini, the theistic-
subjectivism menekankan pada pemahaman bahwa baik dan buruk hanya ditentukan oleh
Tuhan. Sedangkan rationalistic-objectivism lebih menekankan pada peran akal dalam
menentukan baik dan buruknya sesuatu. Dalam pandangan Islam, ditinjau dari sisi
manfaat (dimensi aksiologi) atas penerapan dan orientasinya, maka ilmu dibedakan
menjadi dua, yaitu: Pertama, ilmu yang diterapkan dan bermanfaat langsung untuk
kehidupan manusia di dunia. Dalam kelompok ilmu ini adalah yang jelas-jelas
langsung dirasakan dan dibutuhkan oleh manusia di dunia atau dibutuhkan dalam
masa hidupnya, seperti ilmu sains yang mencakup politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan kejiwaan (psikologi). Kedua, ilmu yang bermanfaat secara tidak
langsung untuk kehidupan manusia di dunia, tetapi untuk kehidupan akhirat. Dimensi
spiritual dalam kelompok ini dikategorikan dengan ilmu-ilmu yang bersifat non-materi
dan hasil yang dirasakan tidak langsung untuk kehidupan manusia di dunia atau
semasa hidupnya. Ilmu ini lebih banyak berkaitan dengan agama dan keimanan
seseorang.
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam
kehidupan manusia yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan simbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan
oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam
kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan
ilmu.
Para ilmuwan barat berpandangan bahwa pemikiran keilmuan dalam
bidang apapun harus bersifat bebas nilai (free value) karena ilmu pengetahuan
disandarkan pada nilai-nilai tertentu akan mengandung bias dan bersifat tidak netral.
Di sisi lain, sebagian dari ilmuwan barat terutama kaum pragmatisme dan
penganut filsafat etika mengatakan bahwa setiap rumusan baru dalam ilmu
pengetahuan akan diakui kebenarannya ketika ilmu tersebut bersifat pragmatis atau
bernilai guna bagi kehidupan sosial.

Berpijak pada landasan aksiologi, suatu pernyataan ilmiah dapat dianggap


benar bila pernyataan ilmiah tersebut mengandung unsur aksiologi di dalamnya yaitu
adanya nilai manfaat bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan memiliki ruh
yang menginginkan adanya nilai manfaat dari ilmu pengetahuan tersebut, sehingga
pengamalan terhadap ilmu tersebut juga harus berlandas pada tata nilai yang ada di
masyarakat. Menghilangkan unsur aksiologis dari ilmu pengetahuan berarti telah
memperlemah posisi dari ilmu tersebut dari sudut pandang filsafat ilmu
pengetahuan.
Aksiologi juga dapat dikatakan analisis terhadap nilai-nilai. Maksud dari
analisis yaitu membatasi arti, ciri, tipe, kriteria, dan status dari nilai-nilai.
Sedangkan nilai yang dimaksud di sini yaitu menyangkut segala yang bernilai. Nilai
berarti harkat yaitu kualitas suatu hal yang menjadikan hal tersebut berguna. Nilai
dapat bermakna bernilai guna sebagai suatu kebaikan. Apalagi dalam aksiologi
dimana aksiologi merupakan bidang menyelidiki atau menganalisis nilai-nilai maka
dalam implikasinya aksiologi mencoba untuk menguji dan mengintegrasikan semua
nilai kehidupan dalam kehidupan manusia dan membinanya dalam kepribadian
seseorang.
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan
kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan tetap berjalan pada
jalur kemanusiaan. Daya kerja dari aksiologi diantaranya yaitu: Pertama, menjaga dan
memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka
perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi
pada kepentingan langsung. Kedua, dalam pemilihan objek penelaahan dapat
dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan
martabat manusia, tidak mencampuri masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai
yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik. Ketiga,
pengembangan pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian
alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan- temuan universal.

Anda mungkin juga menyukai