Buku Ekosistem Mangrove Coastal Blue Carbon
Buku Ekosistem Mangrove Coastal Blue Carbon
Buku Ekosistem Mangrove Coastal Blue Carbon
UNIVERSITAS DIPONEGORO
BUKU AJAR
EKOSISTEM MANGROVE
COASTAL BLUE CARBON
Disusun oleh:
Sigit Febrianto, S.Kel, M.Si
ISBN 978-979-097-670-2 Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc
Diterbitkan oleh : Dr. Ir. Suryan�, M.Pi
Undip Press
Semarang
9 789790 976702
UNDIP Press Semarang
BUKU AJAR
BUKU AJAR
EKOSISTEM MANGROVE
EKOSISTEM
COASTAL MANGROVE
BLUE CARBON
COASTAL BLUE CARBON
Mata Kuliah : Ekosistem Mangrove
Mata Kuliah : Ekosistem Mangrove
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Disusun oleh:
Disusun oleh:
Sigit Febrianto, S.Kel, M.Si
Prof. Sigit Febrianto,
Dr. Ir. S.Kel, M.Sc
Agus Hartoko, M.Si
Prof.
Dr.Dr.
Ir.Ir. Agus Hartoko,
Suryanti, M.Si M.Sc
Dr. Ir. Suryanti, M.Si
Ekosistem Mangrove
Coastal Blue Carbon
Disusun oleh:
Sigit Febrianto, S.Kel, M.Si
Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc
Dr. Ir. Suryanti, M.Pi
Diterbitkan oleh:
UNDIP PRESS
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Jl. Prof. Sudarto, SH – Kampus Tembalang, Semarang
Diizinkan menyitir dan menggandakan isi buku ini dengan memberikan apresiasi sebagaimana
kaidah yang berlaku.
Buku ini kami dedikasikan untuk mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro
Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan kesempatan yang diberikan akhirnya Buku Ajar Ekosistem Mangrove (Coastal
Blue Carbon) berisi informasi tentang tata cara monitoring mangrove serta pengukuran karbon
dari above ground dan below ground.
Semoga buku ajar ini dapat menjadi bacaan untuk mahasiswa manajemen sumberdaya
perairan dan mahasiswa lain yang membutuhkan. Penulis menyadari banyak kekurangan
didalam penyusunan buku ini kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan buku ini
kedepannya, terimakasih
Penulis
Sigit Febrianto,S.Kel,M.Si
Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc
Dr. Ir. Suryanti, M.Pi
Email: [email protected]
3. Indikator ......................................................................................................................... 3
1. Pendahuluan ................................................................................................................... 4
2. Penyajian ........................................................................................................................ 5
3. Penutup ........................................................................................................................ 16
1. Pendahuluan ................................................................................................................. 19
2. Penyajian ...................................................................................................................... 20
3. Penutup ........................................................................................................................ 28
1. Pendahuluan ................................................................................................................. 31
2. Penyajian ...................................................................................................................... 32
3. Penutup ........................................................................................................................ 39
I. Deskripsi Singkat
Mata kuliah ekosistem mangrove membekali mahasiswa tentang fungsi dan peranan
mangrove terhadap sumberdaya perikanan, pelindung pantai dan kehidupan manusia. Kawasan
pesisir merupakan wilayah yang terdiri dari beberapa ekosistem dan habitat yang masing-
masing memiliki aliran jasa atau layanan ekosistem yang bermanfaat besar dalam hal
kesejahteraan masyarakat. Ekosistem lamun dan mangrove adalah ekosistem utama di pesisir,
yaitu ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Tiga ekosistem penting pesisir ini
saling memiliki keterkaitan fungsional yang terdiri atas lima macam interaksi yang saling
berhubungan yaitu interaksi fisik, bahan organik terlarut, bahan organik partikel, migrasi fauna
dan dampak manusia, sehingga gangguan yang terjadi pada salah satu ekosistem akan
mempengaruhi ekosistem.
Bentuk keterkaitan fungsional dan interaksi dari ketiga ekosistem tersebut yaitu:
ekosistem mangrove sebagai pencegah erosi pantai, daerah asuhan dan penghasil zat hara;
ekosistem lamun sebagai produsen primer, pengikat sedimen, daerah asuhan, mencari makan
dan perkembangbiakkan serta penghasil zat hara atau nutrien; sedangkan ekosistem terumbu
karang berfungsi habitat untuk biota laut dalam mencari makan dan perkembangbiakkan, dan
memanfaatkan nutrien yang didapat dalam membentuk terumbu karang.
Pokok bahasan selanjutnya adalah mengenai teknik monitoring dan survei mangrove
secara manual serta persiapan dan peralatan apasaja yang diperlukan agar survei berjalan
efisien dan sesuai dengan kaidah coremap-CTI. Selain fungsi ekologi diatas keberadaan
ekosistem lamun dan mangrove memiliki peranan penting dalam upaya mitigasi perubahan
iklim yaitu berperan sebagai penyerap karbon dioksida (CO2 ) atau lebih dikenal dengan istilah
coastal blue carbon selain rawa pasut (salt marsh). Peranan ini sangat penting terkait isu
perubahan iklim sehingga diharapkan setiap luasan mangrove dan lamun dapat diketahui
potensi serapan karbonnya dan bagaimana cara mengukurnya.
Bahasan monitoring dan pengukuran karbon mangrove dijelaskan bahwa kegiatan
pemantauan, merupakan kegiatan pengamatan/pengukuran yang dilakukan dalam rentang
waktu tertentu secara berkelanjutan untuk mengetahui perkembangan dan perubahan dari objek
yang diamati dari waktu ke waktu. Pada komunitas mangrove, pemantauan bertujuan untuk
II. Relevansi
Ekosistem pesisir merupakan vegetasi perairan laut dan intertidal yang memiliki
peranan ekologis, dan ekonomis yang tinggi antara lain sebagai tempat spawning grounds,
nursery grounds, feeding grounds bagi biota laut serta mampu berperan sebagai proteksi
terhadap abrasi dan mampu menyerap CO2 baik di atmosfer maupun di perairan antara lain
ekosistem mangrove dan padang lamun serta rawa pasut (tidal salt mars). Istilah blue carbon
di keluarkan oleh IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change) panel antar
pemerintah tentang perubahan iklim.
Pada umumnya ekosistem tersebut memiliki kerentanan yang tinggi untuk
terdegradasi/ kerusakan akibat aktivitas manusia sehingga akan berdampak pada jasa
ekosistem dan biota serta fauna yang hidup diwilayah ini (Nybakken, 1992; Bangen, 2002;
Dahuri, 2003; Duarte et al., 2013).
4. Petunjuk Belajar
Dalam mengikuti pembelajaran mata kuliah Ekosistem Mangrove diharapkan mahasiswa dapat
menjadikan Buku Ajar ini sebagai salah satu pedoman disamping buku-buku lainnya tentang
juga disarankan terutama artikel-artikel yang telah diterbitkan pada Jurnal Nasional terindeks
SINTA maupun jurnal Internasional yang bereputasi (Terindeks SCOPUS, THOMSON, dan
lain-lain).
1.2. Relevansi
Pengantar coastal blue carbon ini diharapkan memberikan gambaran secara singkat
bagaimana peranan ekosistem perairan dapat berkontribusi dalam menghadapi perubahan
iklim. Buku ini akan membahas mengenai metode sampling, peranan ekologi dari ekosistem
lamun dan bagaimana menganalisis sampel serta formula apa yang diperlukan untuk membuat
estimasi serapan.
2. Penyajian
2.1. Uraian
Pengukuran ekosistem lamun dilakukan untuk mengetahui pola distribusi lamun ,
komposisi dari species lamun serta kelimpahannya (Short, et al., 2006). Panduan pengukuran
lamun sudah dikeluarkan oleh COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Mangement
Program )-LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) juga mengeluarkan buku panduan
monitoring padang lamun yang merupakan bagian dari seri buku panduan Reef Health
Monitoring dalam program COREMAP-CTI (Coral Triangle Initiative) metode ini adalah
Gambar 1. Hubungan dan dampak tiga ekosistem pesisir utama dan laut lepas akibat
Aktivitasmanusia(sumber:modifikasihttp://americas.iweb.bsu.edu/america
s/Americas_vds10.html)
Keterkaitan fungsional dan interaksi dari ketiga ekosistem tersebut yaitu: ekosistem
mangrove sebagai pencegah erosi pantai, daerah asuhan dan penghasil zat hara; ekosistem
lamun sebagai produsen primer, pengikat sedimen, daerah asuhan, mencari makan dan
perkembangbiakkan serta penghasil zat hara atau nutrien; sedangkan ekosistem terumbu
karang berfungsi habitat untuk biota laut dalam mencari makan dan perkembangbiakkan, dan
memanfaatkan nutrient.
Pada umumnya ketiga ekosistem tersebut rentan terhadap aktivitas manusia yang
mengakibatkan jasa atau layanan ekosistem tersebut berkurang atau bahkan hilang. Jasa
ekosistem dapat diartikan sebagai seluruh manfaat yang diperoleh dari ekosistem. Ekosistem
yang berkondisi baik akan memberikan jasa atau layanan yang baik dalam menopang
kehidupan biota lainnya baik di dalam maupun di luar ekosistem. Fungsi atau jasa ekosistem
lamun terbagi atas lima fungsi (Nybakken, 1992; Bengen, 2002; Dahuri, 2003; Duarte et al.,
2013.
Dalam ekosistemnya, padang lamun memiliki berbagai macam fungsi, antara lain:
1. Sebagai media untuk fi ltrasi atau menjernihkan perairan laut dangkal.
2. Sebagai tempat tinggal berbagai biota laut, termasuk biota laut yang bernilai
ekonomis, seperti ikan baronang/lingkis, berbagai macam kerang, rajungan atau
kepiting, teripang dll. Keberadaan biota tersebut bermanfaat bagi manusia sebagai
sumber bahan makanan.
3. Sebagai tempat pemeliharaan anakan berbagai jenis biota laut. Pada saat dewasa,
anakan tersebut akan bermigrasi, misalnya ke daerah karang.
Persiapan survei menggunakan peta dasar, penentuan lokasi dan stasiun monitoring
ditentukan tim survei lapangan bekerjasama dengan tim Sistem Informasi Geografis (SIG)
yang menyiapkan peta dasar. Lokasi monitoring berada di sekitar desa yang telah ditentukan
dan berada dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) dan/atau Kawasan
Konservasi Perairan Nasional (KKPN). Penentuan stasiun transek permanen monitoring
padang lamun diusahakan memenuhi beberapa persyaratan yang diadaptasi dari metode
monitoring SeagrassNet (Short et al., 2004), yaitu
a.) Lokasi mempunyai komunitas padang lamun dengan persentase penutupan yang
homogen atau hampir sama, yaitu komunitas dengan penutupan lamun yang relatif
merata. Penutupan lamun adalah persentase daun-daun lamun menutupi dasar perairan
(substrat) dalam batasan kuadrat berukuran 50 x 50 cm 2, dengan posisi pengamat tegak
lurus kuadrat.
b.) Jauh dari gangguan manusia atau sumber perusak seperti pelabuhan.
c.) Lokasi mudah dicapai dan aman bagi pelaksanaan kegiatan monitoring.
Metode transek antara Seagrass Net, SeagrassWatch, dan kombinasi metode 3 kali
pengulangan transek di dalam satu lokasi pengamatan, sedangkan dalam English et al . (1997)
panjang transek garis tergantung dari ukuran padang lamun dan harus sampai ke luar batas
padang lamun dimana tidak lagi ditemukan vegetasi lamun. Jarak antar transek dapat
disesuaikan baik 50 m maupun 100 m, dan paling tidak pada tiap stasiun sampling dilakukan
4 kali ulangan kuadrat 50cm x 50cm. Metode transek kuadrat terdiri dari transek dan frame
berbentuk kuadrat. Transek adalah garis lurus yang ditarik di atas padang lamun, sedangkan
kuadrat adalah frame/ bingkai berbentuk segi empat sama sisi yang diletakan pada garis
tersebut. Teknis pelaksanaan di lapangan akan diuraikan lebih rinci.
Panduan pelaksanaan dan hal yang perlu diperhatikan antara lain:
8. Pada setiap kotak kecil, catat komposisi jenis lamun dengan bantuan “panduan
identifikasi lamun” dan nilai penutupan setiap jenis lamun. Penilai penutupan
lamun per jenis dapat dilihat pada Tabel 2.
3. Penutup
3.1. Rangkuman
Untuk mendapat data tutupan lamun dan mengetahui kerapatan serta jenis lamun,
membuat tanda permanen, melihat komposisi jenis lamun dan menghitung dominansinya,
mendeskripsikan tipe substrat yang ada pada suatu perairan maka diperlukan metode sampling
yang baku. Metode sampling lamun yang telah dibakukan dan banyak digunakan bersumber
dari seagrass watch dan coremap LIPI. Terdapat beberapa persiapan yang dilakukan sebelum
melakukan sampling antara lain dengan menetukan stasiun dan wilayah yang akan dikaji
dengan mempersiapkan peta dasar dan analisis padang lamun.
3.2. Test Formatif
1. Sebutkan metode survei lapangan padang lamun?
a) Metode transek kuadran
b) Metode deskriptif
c) Metode eksperimental desain
d) Metode molekuler
2. Mengapa padang lamun perlu dilakukan monitoring?
a) Karena merupakan sumberdaya
b) Sebagai upaya pengelolaan untuk mendapatkan informasi mengenai status dan
kondisi serta luasan padang lamun
c) Merupakan ekosistem pesisir pelengkap
d) Tumbuhan laut yang tidak terlalu bermanfaat
3.3. Umpan Balik
Setelah mempelajari sub pokok bahasan materi ini, mahasiswa diharapkan dapat
memahami cara dan persiapan apa saja yang diperlukan untuk melakukan survei dan
monitoring padang lamun. Memahami fungsi dan nilai pening dari kegiatan monitoring padang
lamun. Mahaiswa mampu menjelaskan tahapan apa saja diperlukan dalam survei padang
lamun.
Daftar Pustaka
Alongi, D.M. 2009. The Energetics of Mangrove Forests. Springer. Dordrecht, 216 pp.
Ashton, E.C. & D.J. Macintosh. 2002. Preliminary assessment of the plant diversity and
community ecology of the Sematan mangrove forest, Sarawak, Malaysia. Forest Ecology and
Management 166: 111-129.
Chianucci, F., U. Chiavetta & A. Cutini. 2014. The estimation of canopy attributes from digital
cover photography by two different image analysis methods. iForest 7: 255-259 [online
2014-03-26] URL: http://www.sisef.it/iforest/contents/?id=ifor0939-007
Cristin, B., S. Popescu & I.C. El Mahdy. 2014. Marine Species Identifi cation by Underwater
Photography. ProEnvironment, 7: 59 – 63.
English S, Wilkinson C, Baker V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. 2nd
edition.
Australian Institute of Marine Science. Townsville.
FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980-2005. FAO Publisher. Rome. Italy
Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren & L. Scholten. 2006. Mangrove Guidebook for Southeast
Asia.
FAO and Wetlands International. Bangkok.
Giri, C., E. Ochieng, L. L. Tieszen, Z. Zhu, A. Singh, T. Loveland, J. Masek & N. Duke. 2011.
Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation
satellite data.
Global Ecology and Biogeography. 20: 154–159.
Ishida, M. 2004. Automatic thresholding for digital hemispherical photography. Canadian
Journal of Forest Research 34: 2208–2216.
Jenning, S.B., N.D. Brown & D. Sheil. 1999. Assessing forest canopies and understorey
2. Penyajian
2.1. Uraian
Monitoring merupakan bagian penting dari pengamatan terhadap perubahan suatu obyek
selama kurun waktu tertentu, dalam hal ini adalah pengamatan luasan mangrove. Indonesia
memiliki luas mangrove yang paling tinggi, yaitu 3,112,989 ha atau 22.6% total luas mangrove
dunia bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Australia (7.1%) dan Brazil (7.0%) (Giri
et al., 2011). Namun sangat disayangkan yang lebih dari 30% luasan mangrove di Indonesia
telah hilang dalam kurun waktu tahun 1980 – 2005 (FAO, 2007). Penurunan luasan dan
kerapatan mangrove akan mempengaruhi secara langsung terhadap ekonomi masyarakat
pesisir terutama dalam hal hasil tangkapan biota ikan, kerang dan udang yang hidup di
mangrove. Berdasarkan kemampuan ekologis mangrove yang mampu melindungi daratan dari
kejadian badai serta erosi pantai, selain itu mangrove memiliki peranan yang sangat penting
Persiapan Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan pemantauan kondisi mangrove:
1. Perahu atau alat transportasi darat untuk menjangkau wilayah stasiun pengamatan.
2. Perlengkapan pengamat yang terdiri dari topi, baju lengan panjang, celana panjang,
kaos kaki, booties (sepatu selam).
3. Peta tematik stasiun penelitian: pada saat survei awal membawa peta tematik area
mangrove dan penentuan stasiun permanen.
4. Rol meter untuk membuat transek pengamatan mangrove
5. Buku identifikasi mangrove digunakan untuk mengetahui identitas/nama jenis
mangrove yang kita temui dalam area penelitian. Kegiatan baseline/survey awal (t0)
yang dilaksanakan mutlak membutuhkan buku identifikasi.
6. GPS untuk menyimpan titik koordinat pada stasiun survei dan gunakan GPS yang
memiliki receiver yang kuat untuk mendapatkan sinyal.
7. Cat Semprot tahan air untuk penanda batas plot/transek lokasi pengambilan data
8. Kamera DSLR/Handphone yang memiliki fasilitas Fisheye di gunakan untuk
mengambil foto menghadap keatas.
9. Meteran jahit untuk mengukur keliling batang mangrove.
Gambar 10. Ilustrasi penentuan plot permanen kotak kuning dan biru untuk
pemantauan komunitas mangrove. A) mangrove dengan tiga stratifikasi /zona yang
berbeda. B) vegetasi mangrove dengan stratifikasi dan tanpa stratifikasi yang jelas. C)
vegetasi mangrove dengan ketebalan 50-100 meter. Plot yang berwarna kuning
merupakan minimal jumlah plot yang harus dibuat. Plot yang berwarna biru tua sebagai
plot tambahan
Gambar 13. Ilustrasi pengambilan foto dan hasil foto lensa fish eye
Gambar 14. Titik pengambilan foto dalam plot 10x10 m terdapat 4 foto
analisis ini adalah pemisahan pixel langit dan tutupan vegetasi, sehingga persentase jumlah
pixel tutupan vegetasi mangrove dapat dihitung dalam analisis gambar biner. Foto hasil
pemotretan, dilakukan analisis dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ.
Gambar 15. Tampilan Image J dan foto fisheye serta informasi di dalamnya.
Tabel 4. Standar baku kerapatan hutan mangrove Kepmen-LH No201 tahun 2004
2.2. Latihan
1. Bagaimana teknik pengukuran biomassa mangrove?
a) Mengukur DBH
b) mengukur sedimen
c) tipe akar
3. Penutup
3.1. Rangkuman
Monitoring merupakan bagian penting dari pengamatan terhadap perubahan suatu
obyek selama kurun waktu tertentu, dalam hal ini adalah pengamatan luasan mangrove.
Indonesia memiliki luas mangrove yang paling tinggi, yaitu 3,112,989 ha atau 22.6% total luas
Mangrove dunia.
Daftar Pustaka
Rich, P.M. 1990. Characterizing plant canopies with hemispherical photographs. Remote
Sensing Reviews 5:13-29.
Schwalbe, E. H.G. Maas, M. Kenter & S. Wagner. 2009. Hemispheric Image Modeling and
analysis techniques for Solar radiation determination in forest Ecosystems.
Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 75 (4): 375–384.
Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of mangroves. Cambridge University Press, Cambridge,
U.K. 413 pp.
2. Penyajian
2.1. Uraian
Informasi mengenai kemampuan hutan mangrove dalam menyerap karbon dan
sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Hutan mangrove memiliki potensi kandungan
biomassa total sebanyak 364,9 ton per hektarnya. Namun sekarang banyak hutan mangrove
yang dikonversi lahannya menjadi tambah, pemukiman dan lain sebagainya sehingga karbon
dioksida di udara masih banyak yang tidak terserap. Mekanisme kemampuan mangrove dalam
menyerap dan mereduksi CO2 dengan mekanisme “ sekuestrasi” yang mana hal ini merupakan
proses penyerapan karbon dari atmosfer dan penyimpanannya dalam beberapa kompartemen
seperti tumbuhan, serasah dan materi organik tanah. Karbon yang diserap oleh mangrove untuk
proses fotosintesis yang menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan dan disimpan dalam
bentuk biomassa sehingga salah satu input dalam mengukur karbon tumbuhan adalah
perhitungan biomassa.
di mana :
ΔC = perubahan stok karbon tahunan pada setiap pool (tC/tahun)
Ct1 = stok karbon setiap pool di awal (tC)
Ct2 = stok karbon setiap pool di akhir (tC)
Gambar 18. Perbandingan Metode Stock-Difference dan Gain-Loss (Murdiyarso et al, 2008)
2.2. Latihan
Buatlah tugas kelompok mengenai peranan mangrove dalam menyerap CO2 serta
suklus karbon mangrove dengan syarat tidak boleh ada judul yang sama antar kelompok.
3. Penutup
3.1. Rangkuman
Metode stock-difference merupakan metode untuk menghitung estimasi stok karbon
pada setiap pool karbon dengan mengukur stok aktual biomassa pada periode awal dan akhir
penghitungan. Metode Gain-Loss digunakan untuk menghitung perubahan stok karbon
tahunan pada setiap pool karbon yang berdasarkan pada process-based approach, yaitu estimasi
dengan mendasarkan pada angka penambahan dan pengurangan stok karbon. Metode ini dapat
diaplikasikan untuk semua penambahan dan pengurangan stok karbon.