A. Data Ibu
1. Nama Ibu :
2. Umur : tahun
3. Pekerjaan :
Bekerja.
Tidak Bekerja.
4. Pendidikan Terakhir :
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
PT (Perguruan Tinggi)
B. Data Bayi
1. Nama Bayi :
2. Jenis Kelamin :
Laki – Laki
Perempuan
3. Umur Bayi : bulan
4. Anak ke : dari jumlah saudara
KATEGORI
NO PERTANYAAN YA TIDAK
PRINSIP I: PEMILIHAN BAHAN MAKANAN
Beras
1. a. Kondisi utuh dan tidak rusak.
b. Kondisi bersih dan tidak berkutu.
c. Tidak menggumpal
Tahu
a. Kondisi utuh, tidak berlendir dan tidak rusak.
2.
b. Berwarna putih kekuningan
c. Beraroma segar dan tidak busuk.
Bayam hijau
a. Kondisi tidak layu dan tidak rusak.
3.
b. Berwarna hijau tua bukan kekuningan.
c. Beraroma segar dan tidak busuk.
Kentang
a. Kondisi utuh dan tidak rusak.
4.
b. Kulit berwarna coklat bukan kehijauan.
c. Beraroma segar dan tidak busuk.
Wortel
a. Kondisi utuh dan tidak rusak
5. b. Berwarna orange cera bukan berwarna orange
kehitaman
c. Beraroma segar dan tidak busuk
Pisang
6.
a. Kondisi utuh dan tidak rusak
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
dan kerugian produktif masyarakat yang tidak perlu.
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan arahan umum dalam
Pembinaan dan Pengawasan yang selanjutnya perlu diatur dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) di masing-masing
Kabupaten/Kota.
iiiii
Universitas Sumatera Utara
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
iiiv
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
a. Gambaran Umum
Hygiene sanitasi makanan merupakan upaya kesehatan
untuk menyehatkan makanan. Makanan sehat adalah
makanan yang mengandung unsur gizi yang cukup, bebas
dari kuman pathogen dan aman dari bahan berbahaya atau
zat kimia beracun. Ketentuan ini berlaku bagi semua orang
baik penduduk di desa maupun di kota, baik bagi orang kaya
maupun orang yang miskin, baik bagi pengusaha maupun
rumah tangga. Namun pada kenyataannya bahwa kesehatan
ternyata belumlah dapat dinikmati oleh semua orang. Banyak
faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu,
keluarga maupun masyarakat. Salah satunya adalah kondisi
hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga yang belum memadai. Berbagai
program kesehatan telah dilaksanakan dengan tujuan untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Berbagai produk hukum telah pula ditetapkan untuk
melindungi masyarakat konsumen maupun produsen
makanan, minuman dan bahan makanan dari gangguan
kerusakan pangan. Berbagai bentuk intervensi tehnis dan
penyuluhan hygiene sanitasi makanan juga telah seringkali
disosialisasikan, namun peristiwa penyakit bawaan makanan
dan keracunan makanan masih saja belum dapat diatasi secara
bermakna. Upaya kesehatan adalah upaya bersama antara
Pemerintah dan warga masyarakat, sehingga sebanyak dan
sesering apapun upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, jika
tanpa dukungan partisipasi aktif dan bantuan masyarakat,
maka hal itu sangatlah sulit akan terwujud.
Oleh karena itu, dukungan partisipasi dari seluruh warga
masyarakat harus terus diwujudkan, dibina dan dikembangkan
1
Universitas Sumatera Utara
melalui sosialisasi oleh seluruh aparatur kesehatan, aparatur
pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan, agama
dan profesi untuk terselenggaranya upaya-upaya pengaturan,
pembinaan, pengawasan dan penyuluhan hygiene dan
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan
di rumah tangga.
b. Ruang lingkup
Upaya hygiene sanitasi makanan (termasuk minuman),
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
merupakan unsur kesehatan dasar yang sangat penting
untuk melindungi seluruh anggota keluarga di dalam rumah
tangga, dari gangguan penyakit bawaan makanan dan
Upaya hygiene sanitasi merupakan kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap orang sejak di dalam rumah tangga,
di lingkungan sekitarnya sampai kepada di tempat usaha
komersial yang menyelenggarakan kegiatan pengelolaan
makanan dan bahan makanan.
Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi makanan
dan bahan makanan pada tempat atau badan usaha komersial
makanan dan bahan makanan, telah dilakukan sejak lama,
melalui upaya penyuluhan dan penerapan ketentuan-
ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang telah
ada, baik ditingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota.
Sedangkan untuk lingkup rumah tangga, hal itu belum banyak
yang dijalankan, karena kebijakannya adalah lebih menitik
beratkan kepada upaya penyuluhan dan percontohan.
Walaupun hal itu sama pentingnya dengan pembinaan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan terhadap tempat
usaha komersil, maka pembinaan dan pengawasan hygiene
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan
di rumah tangga lebih kepada meningkatkan kesadaran dan
2
Universitas Sumatera Utara
kepatuhan anggota keluarga terutama ibu-ibu rumah tangga
yang berperanan aktif dalam menyediakan makanan siap saji
bagi keluarga, agar terjamin aman dan tidak menjadi sumber
penyakit atau keracunan makanan. Sehingga pemahaman
tentang hygiene dan sanitasi makanan, bahan makanan
dan keamanan makanan di rumah tangga, menjadi suatu
kebutuhan dasar bagi setiap ibu rumah tangga baik di desa
maupun di kota.
c. Keterkaitan dengan sanitasi dasar.
Sanitasi dasar merupakan unsur penting dalam upaya
pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.
Hygiene dan Sanitasi Makanan merupakan salah satu upaya
dari sekian banyak upaya dalam sanitasi dasar. Diantara upaya
sanitasi dasar, seperti penyediaan air bersih, pembuangan tinja,
perumahan sehat, dan pembuangan sampah domestik, maka
higiene sanitasi makanan, bertujuan untuk menghilangkan
atau menurunkan populasi jasad renik pathogen, dan zat
kimia beracun dalam makanan sehingga tidak berpotensi
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Dengan melaksanakan kaidah-kaidah hygiene dan sanitasi
dasar, termasuk upaya hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan kemanan makanan, diharapkan bahwa potensi
yang merugikan kesehatan tersebut dapat dicegah lebih
awal, untuk melindungi dan meningkatkan status kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat.
Makanan siap saji yang sudah terolah di rumah tangga
dan siap disajikan masih syarat dengan berbagai ancaman
dan gangguan kesehatan, sebagai akibat dari penanganan
makanan yang belum terjamin keamanannya. Berbagai
sumber ancaman keamanan makanan di rumah tangga
seperti pencemaran fisika, mikroba dan bahan kimia beracun,
3
Universitas Sumatera Utara
serangga penular penyakit, serta bahan makanan yang
mengandung racun secara alami dan atau zat-zat penyebab
keracunan makanan lainnya.
Upaya Hygiene sanitasi makanan lebih menitik beratkan
kepada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang
dalam menangani proses pengolahan makanan makanan,
sedangkan upaya keamanan makanan adalah menitik
beratkan kepada semua komposisi makanan yang terdapat
dalam makanan yang siap dikonsumsi, akan terjamin aman
dari berbagai gangguan penyakit dan keracunan makanan.
Sesuai dengan asas Pemerintahan Otonomi Daerah, maka
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga adalah sepenuhnya menjadi tugas pemerintah
Kabupaten/Kota. Sementara itu Peraturan Pemerintah
No.28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan,
menetapkan bahwa Pengawasan mutu pangan olahan
merupakan tugas Badan POM, dan pengawasan dan pembinaan
makanan olahan rumah tangga menjadi tugas Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Untuk terlaksananya sinkronisasi dalam pembinaan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan di daerah, perlu
ditetapkannya Peraturan Pelaksanaan dari pada Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2004 dimaksud dalam bentuk
Keputusan Menteri Kesehatan, sebagai Pedoman Persyaratan
Tehnis bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan
pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga,
sesuai dengan tugas yang ditetapkan di dalam PP dimaksud.
Sehingga dengan demikian, keterkaitan dalam Pembinaan
dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan
4
Universitas Sumatera Utara
dan keamanan makanan di rumah tangga antara Pusat
dan Daerah menjadi jelas, terukur dan akuntabilitas kinerja
aparatur pemerintah menjadi lebih baik.
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
a. Tersedianya payung hukum berupa Keputusan Menteri
Kesehatan tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan, dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
b. Tersedianya sumber hukum didalam penyelenggaraan
Pembinaan dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah
tangga dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Kabupaten/Kota.
c. Tersedianya Produk hukum untuk pengaturan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan
dan keamanan makanan di rumah tangga pada tingkat
Kabupaten/Kota sebagai penyelengara pemerintahan
otonomi daerah dibidang hygiene sanitasi, gizi dan
keamanan makanan.
d. Tersedianya sumber daya, metoda dan pendekatan untuk
penerapan pembinaan dan pengawasan Hygine Sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga sesuai dengan kemampuan daerah masing-
masing.
2. Tujuan Khusus :
a. Tersosialisasinya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah
tangga, dalam rangka melindungi masyarakat dari
5
Universitas Sumatera Utara
penyakit bawaan makanan, dan keracunan makanan.
b. Terlaksananya penyuluhan tentang Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di
rumah tangga pada tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Kelurahan/Desa.
c. Terlaksananya penerapan kaidah-kaidah tentang Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB) oleh ibu-ibu rumah
tangga dan para pengelola makanan siap saji lainnya.
d. Terlaksananya Pengawasan dan Pembinaan Hygiene
sanitasi Makanan, bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga.
e. Menurunnya jumlah peristiwa/episode/kejadian keracunan
makanan yang terjadi di rumah tangga.
III. PERMASALAHAN
Kejadian, peristiwa atau episode penyakit bawaan makanan
(PBM) keracunan makanan di Indonesia dewasa ini masih
sering terjadi dan banyak membawa korban sakit, bahkan
ada yang meninggal. Penderita harus mendapat pertolongan
di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
yang terdekat. Jumlah korban biasanya banyak dan terjadi
dalam waktu bersamaan, sehingga seringkali menimbulkan
kepanikan di masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
dan kenyamanan masyarakat.
Dampak dari kejadian atau perisriwa PBM terutama keracunan
makanan bersifat multi efek, yaitu selain terjadi kepada korban
yang menderita penyakit, yaitu selain menderita sakit, ia juga
akan kehilangan hari kerja dan produktivitas lainnya yang
berdampak kepada aspek sosial, budaya dan ekonomi keluarga
dan masyarakat.
6
Universitas Sumatera Utara
Namun berdasarkan data peristiwa keracunan makanan selama
tahun 2008 yang dimuat sejumlah media on line, terdapat
80 peristiwa atau episode keracunan makanan yang tersebar
diseluruh wilayah tanah air. Dilihat dari sumber makanan
penyebab keracunan makanan, sebagian besar (50 %) terjadi di
rumah tangga, disusul usaha katering 25%, makanan jajanan 20
% dan usaha komersial makanan lainnya 5%. Sedangkan data
keracunan makanan pada tahun 2009 sampai dengan bulan
Juli, tercatat 37 peristiwa keracunan dengan proporsi
roporsi terbesar
adalah makanan rumah tangga 40 %, katering 27 %, jajanan,
22 % dan usaha komersial makanan lainnya 11 %.
Data Badan POM tahun 2008 menyebutkan bahwa 41,62 %
keracunan makanan di rumah tangga, 25,89 karena jasaboga,
15,74 % makanan jajanan dan sisanya pangan olahan.
Walaupun menurut Guru Besar Pangan pada Universitas Gajah
Mada Prof.Umar Santoso, dikatakan bahwa proporsi keracunan
makanan karena katering berjumlah 65 %, industri kecil 19 %
dan sisanya makanan rumah tangga 16 %.
Dari gambaran data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
proporsi antara Keracunan makanan rumah tangga dan makanan
katering merupakan penyebab terbesar terjadinya keracunan
makanan di Indonesia. Perbedaannya adalah bahwa keracunan
makanan di rumah tangga jumlah penderitanya relatif kecil dan
tertutup walaupun dapat bersifat lebih fatal jika dibandingkan
dengan keracunan makanan katering (jasaboga) yang bersifat
massal dan menimbulkan efek media seperti mudah diketahui
atau menjadi perhatian masyarakat luas.
Kejadian keracunan makanan tidak dapat terlepas dari kondisi
sanitasi dasar penduduk dewasa ini. Jika dilihat dari cakupan
sanitasi penduduk rata-ratanya masih dibawah dari standar yang
ditetapkan dunia.
7
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data Profil DepKes tahun 2004, dikemukakan
bahwa cakupan sarana sanitasi dasar yang masih rendah seperti
penyediaan air bersih (32 % ledeng dan pompa), pembuangan
tinja (42,7 septik tank) dan kondisi perumahan penduduk
yang belum sepenuhnya memenuhi persyaratan kesehatan
(55,3%).
Demikian pula dengan kondisi sanitasi pasar terutama pasar
tradisional yang kurang terjaga kebersihannya dan minimnya
pengawasan hygiene sanitasi bahan makanan yang dijual dipasar,
serta ketiadaan fasilitas penyimpanan makanan dan bahan
makanan di rumah tangga yang dilengkapi dengan pengaturan
suhu secara layak.
Semuanya itu akan mempengaruhi kepada kondisi kesehatan dan
keamanan makanan dan bahan makanan di rumah tangga.
8
Universitas Sumatera Utara
maupun lintas sektoral sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing.
3) Pemerintah Propinsi dan Pusat melakukan pembinaan
dan pengawasan sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku, dan terus memantau
perkembangan penerapan pembinaan dan pengawasan
hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
di rumah tangga yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota.
4) Dalam penyelenggaraan upaya hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga dilakukan secara sinergi dan simultan dengan
program kesehatan atau program non kesehatan lainnya
yang sejenis seperti program adipura, kali bersih, pasar
sehat, rumah sehat dsb.
5) Peran serta individu, keluarga dan masyarakat terus
diwujudkan, dibina dan ditingkatkan dalam penerapan
pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota.
b. Strategi.
1) Pelaksanaan Pedoman ini dilakukan secara bertahap
dengan menetapkan sejumlah lokasi percontohan untuk
mengidentifikasi hambatan dan kekurangan yang ada
guna diperbaiki sebagaimana mestinya.
2) Kondisi dan perilaku hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
diwujudkan sebagai suatu kebutuhan masyarakat sendiri
melalui pendekatan partisipatori sehingga menjadi
kebutuhan masyarakat atas kesadaran, keinginan
dan dampak manfaatnya yang menguntungkan bagi
kesehatan anggota keluarganya di rumah tangga.
9
Universitas Sumatera Utara
3) Dikembangkannya pembelajaran kedepan dari pengalam-
an negatif masa lalu, sebagai suatu titik awal dimulainya
pemahaman baru dan perbaikan perilaku tentang
pentingya upaya hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga yang
baik dan benar.
4) Azas manfaat keluarga dengan terhindarnya dari
gangguan penyakit bawaan makanan dan keracunan
makanan diarahkan untuk meningkatkan status.
Kesehatan dan sosial ekonomi keluarga yang lebih baik.
10
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga, makanan untuk konsumsi umum maupun
di tempat pengelolaan makanan komersial lainnya.
4) Tehnik sosialisasi melalui pendekatan partisipatori menjadi
pilihan populer sehingga masyarakat tidak merasa ditekan
atau dipaksa tetapi merasa memiliki identitas masalahnya
sendiri dan mampu memecahkan masalahnya dengan cara
dan selera masyarakat sendiri. Hal ini akan mendorong
kemandirian dan kedewasaan masyarakat, sehingga
pemerintah hanya bersifat membina, membimbing dan
mengarahkannya saja.
b. Promosi
1) Promosi diberikan sebagai bentuk penghargaan atas
partisipasi dan sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh
semua pihak.
2) Promosi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan
kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah masing-masing.
3) Promosi dapat juga dikaitkan dengan program nasional
yang lain yang telah lama berjalan sehubungan dengan
peningkatan kualitas hidup dan lingkungan seperti
promosi adipura, kota sehat, kali bersih, posyandu, STBM,
dasa wisma yang sudah berjalan selama ini.
4) Saluran promosi lain yang telah ada dan berjalan, dapat
menjadi pelengkap dalam kegiatan promosi melalui desa
siaga atau santri raksa desa, sehingga pencapaian sasaran
kesehatan menjadi lebih utuh dan komprihensif.
11
Universitas Sumatera Utara
VI. HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN
a. MENGENAL PENYAKIT BAWAAN MAKANAN (PBM)
1. PENGERTIAN :
1) Penyakit Bawaan Makanan (PBM) adalah penyakit
dengan gejala umum diare, mulas, sakit kepala,
sakit perut, kadang disertai muntah, dan kejang
yang disebabkan karena memakan makanan yang
tercemar.
2) Infeksi adalah masuknya kuman penyakit kedalam
tubuh dan menimbulkan penyakit.
3) Masa inkubasi adalah waktu antara infeksi dan
timbulnya gejala sakit.
4) Kontaminasi adalah masuknya zat pencemar mikroba
kedalam makanan dan atau berkembang biak sehingga
berpotensi menimbulkan infeksi.
5) Polusi adalah masuknya zat pencemar non mikroba
baik kimia maupun fisik kedalam makanan dalam
jumlah yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan.
6) Carrier adalah orang sehat atau baru sembuh dari
sakit yang di dalam tubuhnya mengandung kuman
penyakit yang dapat menularkan kepada orang lain.
7) Dosis adalah takaran yang menunjukkan jumlah
tertentu dari bahan pencemar yang berpengaruh atau
tidak berpengaruh terhadap tubuh manusia.
2. Konsep dasar terjadinya PBM
a. PBM terjadi karena dosis infeksi kuman atau bakteri
yang telah melampaui ambang batas ketahanan tubuh
12
Universitas Sumatera Utara
manusia. Dosis infeksi pada setiap orang dan jenis
kuman berbeda-beda. Berdasarkan literatur (Betty C
Hobb) jumlah minimal kuman antara 102 sampai 106.
b. Manifestasi PBM dapat terjadi mulai dari skala ringan
sampai skala berat tergantung ketahanan tubuh,
keganasan kuman penyakit atau racun dalam makanan
tersebut, yaitu :
1) Skala ringan sehingga hampir tidak diketahui oleh
yang bersangkutan,
2) skala sedang karena sudah mulai terasa keluhan,
3) skala berat dengan gejala sakit yang tampak,
4) Skala sangat berat dengan gejala dahsyat, pingsan
sampai dengan kematian.
3. PBM dikelompokkan kedalam 7 (tujuh) golongan, yaitu :
a. PBM karena infeksi bakteri, akibat jumlah bakteri
yang melebihi daya tahan tubuh, misalnya Salmonella,
Shigella, Cholera dsb.
b. PBM karena toksin bakteri, akibat bakteri menghasilkan
toksin bakteri dan menimbukan penyakit walaupun
bakterinya sudah mati, seperti Staphylococcus, Vibrio
dan Clostridium.
c. PBM karena virus seperti rotavirus, virus hepatitis dsb.
d. PBM karena racun alam pada hewan dan tumbuhan
seperti ikan buntel, ikan karang dan kerang (hewan);
bayam, kentang beracun, gadung, ubi kayu, dan jamur
beracun (tumbuhan).
e. PBM karena parasit, seperti cacing pita, cacing gelang,
cacing kremi, dsb.
13
Universitas Sumatera Utara
f. PBM karena allergi seperti allergi ikan laut, ikan
tongkol, udang , penyedap masakan, dsb.
g. PBM karena bahan kimia buatan seperti pestisida,
pupuk, racun tikus dsb.
4. Jenis, gejala, penyebab, habitat atau sumber, cara
penularan dan pencegahan PBM
PBM yang disebabkan jasad renik :
a. Demam tifus
1) Gejala :
Demam tinggi terus menerus selama lebih kurang 2
(dua) minggu, sakit kepala, tidak enak badan, tidak
nafsu makan, timbul bercak kemerahan dikulit,
diare atau susah buang air besar, kadang sedikit
batuk-batuk, perut sakit, sehingga harus ditekuk.
2) Penyebab :
Salmonella typhi dan S. parathypi
3) Habitat atau sumber penular :
Manusia carrier (pembawa kuman)
4) Cara penularan :
Pencemaran makanan karena tinja dan air kencing
(urin).
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
14
Universitas Sumatera Utara
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah
makanan untuk orang lain,
b. Disentri basiler
1) Gejala :
Diare mendadak disertai demam dan sakit perut
(mules), tinja bercampur lendir darah.
2) Penyebab :
Shygella disentri
3) Habitat atau sumber penular :
Manusia carrier (pembawa kuman) dan penderita
4) Cara penularan :
Pencemaran terhadap makanan dan peralatan
makan minum,
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah
makanan untuk orang lain,
c. Cholera :
1) Gejala :
Diare mendadak dan terus menerus tanpa terasa
15
Universitas Sumatera Utara
sakit, cairan tinja seperti cucian beras yang berbau
amis (hanyir), tubuh kehilangan cairan (dehidrasi),
gejala yang berat dapat menyebabkan pingsan. Jika
penderita tidak segera ditolong dapat meninggal
karena dehidrasinya.
2) Penyebab :
bakteri Vibrio Cholera Eltor.
3) Habitat atau sumber penular :
Penderita dan carrier (pembawa kuman),
4) Cara penularan :
Pencemaran melalui air dan makanan.
5) Masa inkubasi :
beberapa jam – beberapa hari,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah
makanan untuk orang lain,
d. Salmonellosis
1) Gejala :
Demam tinggi, kepala pusing, mual muntah dan
diare
2) Penyebab :
bakteri Salmonella sp.
16
Universitas Sumatera Utara
3 Habitat atau sumber penular :
Penderita dan carrier (pembawa kuman)
Pencemaran makanan karena tinja dan air kencing
(urin).
5) Masa inkubasi : 1-3 jam
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak menjamah
makanan untuk orang lain,
d) Menyimpan makanan pada suhu dingin
dibawah 120 C.
e. Keracunan Staphylococcus
1) Gejala :
Diare, mual, muntah, sakit perut, kadang disertai
kejang otot.
2) Penyebab :
toksin bakteri Staphylococcus yang tahan panas,
3) Habitat atau sumber penular :
Makanan tercemar yang mengandung toksin,
4) Cara penularan :
Makanan karena dimasak tidak sempurna atau
5) Masa Inkubasi : 1-2 jam
17
Universitas Sumatera Utara
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Memasak makanan sampai masak sempurna,
d) Menyimpan makanan dalam suhu dibawah 10o C,
f. Keracunan Clostridium botulinum
1) Gejala :
akit kepala, pandangan kabur, lemas, diare dan
muntah.
2) Penyebab :
toksin bakteri Clostridium botulinum.
3) Habitat atau Sumber penular :
Makanan kaleng yang tercemar,
4) Cara penularan :
Mengkonsumsi makanan kaleng yang sudah
rusak,
5) Masa inkubasi :
beberapa menit sampai 1 jam.
6) Pencegahan :
a) Memilih makanan kaleng yang masih baik,
tidak rusak, penyok, bocor atau
b) Memasak makanan kaleng sebelum digunakan,
c) Menghabiskan makanan kaleng untuk sekali
pemakaian.
18
Universitas Sumatera Utara
g. Keracunan Vibrio parahaemolyticus
1) Gejala :
Diare hebat, perut kram dan sakit, mual, muntah
dan demam.
2) Penyebab :
toksin bakteri Vibrio parahaemotyticus
3) Habitat atau Sumber penular :
4) Cara penularan :
Mengkonsumi makanan laut yang tercemar dan
dimasak tidak sempurna.
5) Masa inkubasi : 1-7 hari
6) Pencegahan :
a) Memilih makanan laut yang masih segar dan
baru,
b) Memasak makanan laut sampai masak
sempurna,
c) Memisahkan makanan masak dengan bahan
mentah,
d) Menyimpan bahan mentah pada suhu beku
atau dingin di bawah 10o C,
e) Segera memakan makanan laut yang sudah
masak ketika masih panas,
h. Keracunan Baccilus cereus.
1) Gejala :
Mual dan muntah mendadak kadang dengan
disertai sakit perut dan diare.
19
Universitas Sumatera Utara
2) Penyebab :
toksin bakteri Baccilus cereus tahan panas yang
menyebabkan muntah dan toksin yang rusak
dengan panas menyebabkan diare. Bakteri ini juga
menghasilkan spora yang tahan panas.
3) Habitat atau Sumber penular :
Makanan yang tercemar bakteri ini yang berasal
dari tanah dan debu yang hinggap ke makanan.
4) Cara penularan :
Mengkonsumi makanan biji-bijian yang sudah
tercemar,
5) Masa inkubasi :
beberapa jam sampai 1 hari,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan yang segar.
b) Menyimpan bahan makanan pada suhu dingin
dibawah 10o C.
c) Memanaskan kembali makanan yang sudah
disimpan lama.
PBM yang disebabkan virus :
a. Hepatitis Infektiosa.
1) Gejala :
Demam mendadak, terasa tidak enak badan,
kemudian beberapa hari timbul warna kekuningan
2) Penyebab : Virus Hepatitis A
3) Sumber penular :
manusia penderita,
4) Cara penularan :
Melalui tinja penderita atau keringat yang
20
Universitas Sumatera Utara
mencemari makanan dan air minum.
5) Masa inkubasi:
1 – 2 minggu,
6) Pencegahan :
a) Penyuluhan kesehatan untuk memelihara
kebersihan dapur pengolahan makanan dan
lingkungannya.
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Mengolah makanan dengan cara memasak
sempurna.
d) Vaksinasi Hepatitis A.
b. Gasteroenteritis akibat virus
1) Gejala :
Diare, muntah, sakit perut dan demam. Dapat
mengenai banyak orang sekaligus sehingga menjadi
epidemi. Ada yang sporadis dan biasanya sembuh
dengan sendirinya, kecuali gejala diare berat pada
anak-anak dapat menyebabkan dehidrasi.
2) Penyebab :
virus rotavirus dan virus calcivirus,
3) Sumber penular :
Virus pada penderita yang mencemari makanan.
4) Cara penularan :
Makanan yang tercemar oleh virus dari penjamah
yang sakit dan masih menangani makanan, air dan
atau peralatan yang dipakai menangani makanan
21
Universitas Sumatera Utara
dan minuman yang tidak bersih.
5) Masa inkubasi:
1 – 3 hari.
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
PBM yang disebabkan bahan kimia :
a. Keracunan logam berat.
1) Gejala :
Gangguan fungsi syaraf, otak dan peredaran darah,
dan dapat menimbulkan kanker.
2) Penyebab :
Logam berat seperti Mercury (Hg), Timah Hitam
(Pb), Cadmium (Cd).
3) Habitat dan Sumber penular :
Limbah Industri,
4) Cara penularan :
Makanan yang tercemar logam berat masuk
dalam makanan dalam jumlah yang kumulatif
(menumpuk)
5) Masa inkubas i:
1 – 10 tahun,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan peralatan pengolahan
makanan.
22
Universitas Sumatera Utara
b) Memilih peralatan yang tidak mengandung
logam berat beracun.
c) Tidak mengkonsumsi makanan tertentu secara
b. Keracunan pestisida.
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai
diare, kejang, pingsan sampai kematian.
2) Penyebab :
Pestisida golongan Organochlorat dan Organoposfat.
3) Habitat dan Sumber penula r:
Cara Penanganan Pestisida yang ceroboh
4) Cara penularan :
Pencemaran pestisida kedalam makanan dan tidak
dicuci sampai bersih.
5) Masa inkubasi :
beberapa detik sampai menit.
6) Pencegahan :
a) Memasang label pestisida yang jelas dan mudah
dilihat agar tidak keliru dalam penggunaannya.
b) Menyimpan pestisida ditempat yang jauh dari
makanan dan jangkauan anak-anak.
c) Menyemprot tanaman dengan pestisida harus
jauh waktunya sebelum panen.
d) Menyediakan obat-obatan antidote keracunan
pestisida.
23
Universitas Sumatera Utara
PBM yang disebabkan toksin/racun alam
a. Keracunan makanan asal hewani
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai
diare, kejang, pingsan sampai kematian.
2) Penyebab :
Racun Ciguatera pada ikan buntel dan scromboid
pada ikan karang.
3) Sumber penular :
Hewan beracun (ikan).
4) Cara penularan :
Mengolah makanan yang secara alam mengandung
racun dan sebenarnya tidak untuk dimakan,
biasanya karena ketiadaan bahan pangan.
5) Masa inkubasi :
beberapa detik sampai menit.
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan yang terbukti aman,
b) Menyediakan obat antidote untuk menangkal
jika terjadi keracunan.
b. Keracunan makanan asal tanaman
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang diserta
diare dan kejang, dan sampai pingsan.
2) Penyebab :
Bayam rubhar, kentang solanin, asam jengkol,
asam gadung,
24
Universitas Sumatera Utara
3) Sumber penular:
Makanan tumbuhan yang secara alam beracun,
4) Cara penularan:
Makanan tumbuhan beracun yang dimasak karena
kekurangan makanan atau karena ketidak tahuan.
5) Masa inkubasi:
beberapa detik sampai menit,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan asal tumbuhan yang
terbukti aman.
b) Menyediakan obat antidote untuk mencegah
keracunan makanan,
c) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis
makanan asal tumbuhan beracun.
PBM yang disebabkan Allergi.
a. Allergi histamin
1) Gejala:
Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar dan
gatal-gatal dan bibir terasa bengkak.
2) Penyebab:
zat allergen Histamin
3) Habitat dan Sumber penular:
Ikan laut yang tercemar bakteri Proteus sp.
4) Cara penularan:
Ikan laut hasil tangkapan yang sudah lama
diperjalanan dan tercemar bakteri Proteus sp.
menyebabkan perubahan asam amino essential
25
Universitas Sumatera Utara
Hisditine dirubah menjadi histamin yang bersifat
zat allergen.
5) Masa inkubasi:
beberapa menit sampai jam,
6) Pencegahan:
a) Memilih bahan makanan ikan laut yang masih
segar dan baru.
b) Mengolah ikan laut sedemikian rupa, sehingga
dapat menghilangkan zat allergen didalamnya
seperti misalnya memasukkan arang atau sereh
kedalam makanan.
C) Menyediakan obat antidote untuk mencegah
dampak buruk jika terjadi keracunan makanan.
d) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis ikan
yang mengandung zat allergen.
b. Allergi penyedap makanan
1) Gejala:
Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar dan
2) Penyebab:
Penyedap makanan China (Chinese Food
syndrome)
3) Habitat dan Sumber penular:
Penyedap makanan MSG dan vetsin
4) Cara penularan:
Pengolahan makanan China yang menggunakan
penyedap makanan dalam dosis berlebihan
sehingga menimbulkan reaksi allergen pada tubuh
yang sensitif
26
Universitas Sumatera Utara
5) Masa inkubasi :
beberapa menit sampai jam,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan olahan komersial yang
masih segar dan baru.
b) Mengolah masakan sedemikian rupa, sehingga
tidak menambahkan bahan penyedap yang
berlebihan seperti misalnya metchin atau MSG.
c) Menyediakan obat antidote untuk mencegah.
d) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis
makanan yang mengandung zat allergen.
PBM karena parasit
a. Disentri amoeba.
1) Gejala :
Diare mendadak disertai demam dan sakit perut
2) Penyebab :
Entamoeba histolitica
3) Habitat dan Sumber penular :
Manusia carrier (pembawa kuman) dan penderita.
4) Cara penularan :
Pencemaran terhadap makanan dan peralatan
makan minum
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
pengolahan makanan,
27
Universitas Sumatera Utara
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan
c) Penjamah yang sakit dan carrier dilarang
menjamah makanan,
b. Penyakit kecacingan
1) Gejala :
Perut buncit, nafsu makan hilang, mata pucat,
2) Penyebab :
Berbagai jenis cacing seperti: cacing pita, cacing
gelang, cacing tambang, cacing kremi dan cacing
spiral.
3) Habitat dan Sumber penular :
Manusia carrier (pembawa cacing)
4) Cara penularan :
Penularan telur cacing yang keluar dari tubuh
penderita terbawa tinja dan mencemari makanan
melalui air, tanah, tangan dan peralatan dapur.
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
tempat pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan,
c) Membuang tinja ke septik tank yang saniter.
d) Menggunakan air minum yang telah dimasak
sampai mendidih.
e) Menggunakan pakaian, sepatu dan sarung
tangan jika bekerja di kebun.
28
Universitas Sumatera Utara
b. PRINSIP-PRINSIP HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN
1. PENGERTIAN :
a. Prinsip adalah asas keutamaan atau kebenaran yang
menjadi pokok dasar dalam berpikir, bertindak dan
berperilaku.
b. Kaidah adalah perumusan asas-asas yang menjadi
hukum atau aturan tertentu yang memberikan
kepastian hasil atau tujuan.
c. Hygiene adalah usaha kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan status kesehatan bagi individu
dari subyeknya.
d. Sanitasi adalah usaha kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan bagi lingkungan dari
subyeknya.
e, Bahan makanan adalah bahan makanan segar dan
atau bahan makanan olahan yang akan diproses lebih
lanjut untuk menjadi makanan yang siap saji.
f. Makanan siap saji adalah makanan yang telah diolah
di rumah tangga atau di tempat usaha penyajian
makanan komersil yang siap langsung dikonsumsi.
g. Makanan olahan kemasan adalah makanan siap saji
yang dikemas secara tehnolgi vakum sehingga lebih
tahan lama disimpan.
h. Makanan olahan jajanan pasar adalah makanan siap
saji yang dijual untuk umum tanpa kemasan vakum
sehingga tidak untuk dikonsumsi dalam jangka waktu
yang lama.
i. Organoleptik adalah kondisi atau pengujian kondisi
29
Universitas Sumatera Utara
makanan dengan melalui lima indra penglihatan,
perabaan, penciuman,pendengaran dan pengecapan.
30
Universitas Sumatera Utara
c) kambing
Warna merah jambu, serat halus,lemak putih dan
keras, bau aroma prengus yan khas.
d) babi
Warna merah jambu, serat halus,lemak putih dan
lembut.
e) Ayam
Broiler (pedaging) Daging montok, lembek, warna
putih, jengger kecil ukuran sedang,
Ras (Petelur) Daging montok agak keras, warna
putih, jengger besar, ukuran besar.
Kampung Daging sekel warna kekuningan, jengger
kecil dan sisik kaki kehitaman.
Tiren (mati kemaren) Daging pucat, warna agak
kehitaman, atau kuning menyolok karena diberi
pewarna, luka sembelihan rata.
b. Ikan segar, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1) warna kulit terang, cerah dan tidak suram.
2) sisik masih melekat dengan kuat dan tidak mudah
rontok.
3) mata melotot, jernih dan tidak suram.
4) daging elastis, bila ditekan tidak berbekas.
5) insang berwarna merah segar dan tidak bau
6) t i d a k t e r d a p a t l e n d i r b e r l e b i h a n p a d a
permukaannya.
7) tidak berbau busuk, asam atau bau asing yang lain
8) ikan akan tenggelam dalam air.
31
Universitas Sumatera Utara
c. Ikan asin, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1) cukup kering dan tidak busuk.
2) daging utuh dan bersih, bebas serangga.
3) bebas bahan racun seperti pestisida.
4) tidak menjadi daya tarik bagi lalat
5) warna kulit terang, cerah dan tidak suram
Cara mengolah ikan asin seperti menjadi ikan segar:
1) Ikan asin direbus sampai airnya mendidih sampai
garamnya larut.
2) Ikan dicuci dengan air bersih agar rasanya tawar.
32
Universitas Sumatera Utara
4) Permukaan kulit kering dan tidak basah akibat
dicuci.
5) Bila dikocok telur tidak kopyor (koclak), atau
disebut telur dingin (kuning telur telah pecah),
6) Bila diteropong (candling), terlihat tembus cahaya.
d. Susu segar
Susu segar adalah susu yang langsung diambil dari
pemerahan susu sapi, kerbau, kuda atau kambing.
Ciri-ciri susu segar yang baik adalah:
1) Penampakkan cairan bersih, warna putih susu dan
homogen.
2) Cairan tidak menggumpal atau berlendir,
3) Jika menempel pada dinding botol atau gelas,
terlihat sisa yang melekat pekat.
4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam, atau
bau amis (hanyir)
5) Bebas dari kotoran fisik atau serangga,
6) Sebaiknya telah memiliki sertifikat uji pasteurisasi
dan atau uji mutu lainnya.
e. Susu bubuk
Susu bubuk adalah susu segar yang telah mengalami
proses penguapan sehingga membentuk bubuk susu
yang siap digunakan dengan malarutkan dengan air
panas. Susu bubuk lebih tahan lama karena kadar
airnya sangat kecil pengeringan dan penambahan zat
gizi tertentu untuk peningkatan gizi dan pengawetan.
Ada dua jenis susu bubuk yaitu wholemilk yaitu susu
dengan kandungan lemak, dan susu skimmilk yaitu
33
Universitas Sumatera Utara
susu tanpa kandungan lemak. Ciri susu bubuk yang
baik adalah :
1) Tepung kering dan bersih
2) Tidak bernoda atau menggumpal
3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya
4) Aroma khas susu, tidak berbau tengik, asam, atau
bau amis (hanyir)
f. Susu kental manis.
Susu kental manis adalah susu segar yang diproses
dengan cara penambahan gula sebagai bahan
pengawet. Susu ini digunakan dengan cara
menambahkan air panas sesuai dengan takaran yang
dikehendaki. Karena kadar gulanya tinggi, susu ini
tahan lama disimpan, dan banyak dipakai sebagai
bahan tambahan untuk penyajian makanan dan
minuman. Ciri-cirinya yang baik adalah :
1) Cairan kental, bersih berwarna putih susu
2) Tidak bernoda, menggumpal atau berlendir
3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya
4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam, atau
bau amis (hanyir)
Makanan nabati :
a. Buah-buahan, dengan ciri-cirinya adalah :
1) keadaan fisiknya baik, isinya penuh, kulit utuh, tidak
rusak atau kotor dan bagian isi masih terbungkus
dengan baik.
2) warna sesuai dengan bawaannya, tidak ada warna
34
Universitas Sumatera Utara
tambahan, warna buatan (karbitan), dan warna
lain selain warna buah.
3) aroma tidak berbau busuk, bau asam/ basi atau
bau yang tidak segar lainnya.
4) tidak ada cairan lain selain getah aslinya.
b. Sayuran :
1) Daun, buah atau umbi dalam keadaan segar, utuh
dan tidak layu.
2) Kulit buah atau umbi tidak rusak/pecah, dan tidak
ada bekas gigitan hewan, serangga atau manusia.
3) Tidak ada bagian tubuh yang rusak, berubah
warnanya kotor atau berdebu.
4) Isi bagian dalam masih terasa kuat dan utuh.
c. Sayuran berlapis :
Sayuran jenis bawang, kol, sawi, jagung muda,
bunga tebu memiliki lapisan kulit luar pelindung yang
berfungsi melindungi bagian dalam makanan. Lapisan
ini berfungsi melindungi makanan selama dalam
waktu pemanenan, pengangkutan dan penyimpanan,
karena akan mencegah kerusakan pada bagian dalam
makanan. Ciri-cirinya yang baik adalah :
1) Lapisan pelindung luar masih menempel dengan
baik.
2) Keadaan fisik sayuran bersih,
3) Bebas gigitan hewan, serangga dan manusia,
4) Jika akan digunakan lapisan paling luar dikupas
terlebih dahulu dan tidak digunakan,
35
Universitas Sumatera Utara
d. Biji-bijian :
1) Keadaan biji baik, kering, isi penuh, tidak keriput
dan warnanya mengkilap.
2) Permukaannya kulit utuh, tidak ada noda karena
rusak, jamur atau kotoran selain warna asli
bawaanya.
3) Tidak ada bekas gigitan serangga atau hewan
pengerat,
4) Tidak tercium aroma selain bau khas biji yang
bersangkutan.
5) Tidak tumbuh kecambah/tunas kecuali dikehendaki
(toge).
6) Biji akan tenggelam bila dimasukkan kedalam air.
Perhatikan : Biji yang telah berubah warna, bernoda
atau berjamur dan terasa pahit, jangan dimakan
karena sangat berbahaya yaitu alfatoksin yang dapat
mematikan.
f. Jenis tepung, dengan ciri-ciri berikut :
1) Cukup kering, tidak lembab/basah atau
menggumpal.
2) warna aslinya tidak berubah karena jamur atau
kapang.
3) tidak mengandung kutu atau serangga.
4) masih dalam kemasan untuk sekali penggunaan.
g. Bumbu kering, dengan ciri-cirinya berikut :
1) Keadaan teksturnya kering,
36
Universitas Sumatera Utara
2) tidak dimakan serangga atau bekas gigitannya.
3) warna mengkilap dan berisi penuh,
4) Fisiknya bersih yaitu bebas dari kotoran dan debu.
h. Makanan fermentasi
Makanan fermentasi adalah makanan yang diolah
dengan cara metabolisme mikroorganisme sehingga
diperoleh jenis makanan baru yang tahan lama. Ciri-
cirinya adalah :
1) Tercium aroma khas makanan fermentasi,
2) tidak ada perubahan warna, aroma dan rasa.
3) Bebas dari cemaran serangga (ulat) atau hewan
lainnya.
4) Tidak terdapat noda-noda pertumbuhan benda
asing seperti spot-spot berawarna hitam, atau
jamur gundul pada tempe atau oncom.
i. Makanan kemasan pabrik
- Kemasannya masih baik, utuh, tidak rusak, bocor
atau kembung.
- Minuman dalam botol tidak berubah warna atau
menjadi keruh yang lain dari biasanya
- Makanan cair homogen dan tidak terdapat
gumpalan atau berlendir.
- Makanan padat yang kering dan tidak lembab atau
layu.
- Bebas dari serangga (ulat) dan kotoran lainnya,
- Belum habis masa pakainya (belum kadaluwarsa).
37
Universitas Sumatera Utara
- Segel penutup masih terpasang dengan baik.
- Mempunyai merk, label dan kompisisi makanan
yang jelas
- Mempunyai nama, alamat pabrik atau distributornya
yang jelas.
- Terdaftar di Departemen Kesehatan atau Badan
POM dengan tanda kode nomor:
ML : Untuk makanan luar negeri (import)
MD: Untuk makanan dalam negeri (lokal)
SP : Untuk makanan pengrajin bukan pabrikan.
38
Universitas Sumatera Utara
akan segera disajikan kembali dengan suhu antara
0o - 10oC.
c) Penyimpanan dingin (freezing), yaitu suhu
penyimpanan untuk bahan yang mudah rusak untuk
jangka waktu tertentu sebelum dipergunakan,
dengan suhu antara 0o sampai -10oC.
d) P e n y i m p a n a n b e k u ( f r o z e n ) , y a i t u s u h u
penyimpanan untuk makanan siap saji/santap
atau bahan makanan yang disimpan untuk jangka
waktu lama dengan suhu minimal - 10oc sampai
- 50oC atau lebih rendah dari itu.
2) Manajemen Suhu dan waktu penyimpanan bahan
makanan.
a) Suhu adalah suhu lingkungan dimana bahan
makanan berada. Makin tinggi suhu penyimpanan
akan makin cepat kerja enzym dan membuat buah-
buahan lebih cepat masak dan membusuk.
b) Waktu adalah lamanya bahan makanan disimpan
pada suhu kamar. Makin lama makanan disimpan
pada suhu kamar maka risiko kerusakan akan
semakin besar.
c) Pilihan terbaik adalah secepat mungkin makanan
dikonsumsi, dan atau disimpan pada suhu dingin,
dan tidak dikeluarkan jika tidak akan digunakan.
3) Suhu Penyimpanan yang baik untuk setiap jenis
bahan makanan
a) Daging, ayam, ikan, hewan laut dan hasil olahannya:
(1) Selama 3 hari. -5o sampai 0oC
39
Universitas Sumatera Utara
(2) Selama 1 minggu. -10o sampai -5oC
(3) Selama lebih 1 minggu. Dibawah – 10oC
b) Telor, susu dan hasil olahannya :
(1) Selama 3 hari 5o sampai 7oC
(2) Selama 1 minggu -5o sampai 0oC
(3) Selama lebih 1 minggu dibawah –5oC
c) Sayuran, buah, umbi dan hasil olahannya
Paling lama untuk waktu 1 minggu 7o sampai 10oC
d) Tepung, biji dan bumbu kering
Paling lama untuk waktu 6 bulan suhu kamar
(25oC)
4) Penataan penyimpanan bahan pada suhu dingin
a) Ketebalan bahan makanan yang disimpan tidak
lebih dari 10 cm. agar suhu dapat merata keseluruh
bagian makanan.
b) Setiap jenis bahan makanan ditempatkan secara
terpisah dalam wadah (container) masing-masing.
c) Penempatan bahan makanan sedemikian rupa agar
terjadi sirkulasi udara dengan baik. Penempatan
yang terlalu padat dapat meningkatkan suhu
penyimpanan.
d) Penempatan makanan siap santap harus diatas
daripada rak bahan makanan, untuk mencegah
kontaminasi silang.
e) Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam
kantong plastik yang rapat sehingga tidak merusak
aroma makanan lainnya.
40
Universitas Sumatera Utara
f) Makanan siap santap yang lebih dari 3 hari harus
dikeluarkan untuk dimusnahkan atau dibuang.
g) Pintu lemari harus menutup rapat dan tidak boleh
terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk
keperluan sehari-hari dipisah dengan lemari untuk
keperluan penyimpanan bahan makanan.
5) Penataan penyimpanan suhu kamar.
a) Bahan makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak
menempel pada lantai, dinding dan langit-langit.
Untuk memudahkan pembersihan lantai, dan stock
opname.
b) Untuk makanan kering dan makanan kemasan
yang disimpan dalam suhu kamar, maka kamar
penyimpanan harus diatur sebagai berikut :
(1) Terjadi sirkulasi udara segar yang dapat masuk
keseluruh ruangan.
(2) mencegah kemungkinan jamahan dan tempat
persembunyian serangga dan tikus.
(3) Setiap makanan ditempatkan berkelompok
sesuai jenis makanan masing-masing.
(4) Untuk bahan makanan curah seperti gula pasir,
tepung, beras,harus ditempatkan dalam wadah
bersih dan ditutup.
41
Universitas Sumatera Utara
3)) PENGOLAHAN MAKANAN
Dalam pengolahan makanan dikenal dengan prinsip atau
kaidah Cara Pengolahan Makanan yang Baik (CPMB).
CPMB meliputi tahapan berikut ini;
a) Persiapan tempat pengolahan
b) Pencegahan masuknya lalat, tikus dan hewan lainnya
c) Persiapan rancangan menu
d) Persiapan peralatan dan perlengkapannya
e) Pencucian bahan dan sortir bahan
f) Pengaturan suhu, waktu dan tenaga.
g) Pewadahan Makanan yang masak
42
Universitas Sumatera Utara
(a) Memasang kawat kassa pada jendela, lubang
angin dan lubang terbuka lainnya
(b) Menjaga kebersihan dapur agar tidak menarik
lalat, tikus dan hewan lainnya masuk ke dapur.
(c) Memasang lampu perangkap lalat (insect killer
lamp) tegangan tinggi
(d) Memasang kertas rekat lalat (reppelent)
(e) Mamasang aliran udara dingin yang tidak
disukai lalat
(f) Memasang umpan lalat dikebun sehingga lalat
tidak jadi masuk ke dapur.
4) Lantai, dinding dan langit-langit dibuat secara utuh
dan menutup seluruh bagian dengan sempurna.
5) Bahan untuk lantai yang digunakan adalah bahan
yang mudah dibersihkan dan tidak menyerap
debu, seperti plesteran semen, keramik, porselin
atau bahan sejenis lainnya.
6) Tempat pengolahan makanan harus ditata sedemikian
rupa, sehingga alur makanan teratur dan tidak
simpang siur, atau dengan cara kerja ban berjalan.
b. Pencegahan masuknya lalat, tikus dan hewan
lainnya.
Lalat,tikus dan hewan lainnya adalah sumber penular
utama terhadap pencemaran makanan yang dapat
menyebabkan penyakit bawaan makanan, dan cara
menghindarinya antara lain :
1) Tidak ada dinding rangkap yang dapat digunakan
tikus bersarang
43
Universitas Sumatera Utara
2) Tidak ada bahan bangunan berlubang yang
terbuka
3) Tidak ada celah diantara kayu bangunan atau
perabotan yang jaraknya kurang dari 5 cm.
4) Daun pintu bagian bawah dilapisi lembaran logam
untuk mencegah tikus membuat lubang di daun
pintu.
5) Pintu-pintu dibuat dapat menutup sendiri agar
dapat menahan masuknya lalat, tikus dan hewan
lainnya.
c. Persiapan rancangan menu.
Menu disusun sesuai dengan kebutuhan kalori harian
untuk kecukupan gizi sehat yaitu sekitar 2.100 –
2.300 kalori untuk dewasa dan remaja, dan 500 – 750
kalori untuk anak-anak. Menyusun menu dengan
memperhatikan beberapa faktor antara lain :
1) Ketersediaan bahan, jenis bahan dan jumlahnya
2) Keragaman variasi dari setiap menu
3) Proses dan lamanya pengolahan
4) Keahlian dalam mengolah makanan
d. Persiapan Peralatan dan perlengkapan.
Peralatan adalah semua alat yang berhubungan
langsung dengan makanan yang diperlukan dalam
pengolahan makanan, pewadahan dan penyimpanan
makanan baik untuk makanan mentah dan yang telah
masak.
Perlengkapan adalah semua alat yang tidak
berhubungan langsung dengan makanan tetapi
44
Universitas Sumatera Utara
diperlukan dalam pengolahan makanan, pewadahan
dan penyimpanan makanan. Persyaratannya yaitu :
1) Meja peracikan
a) Meja peracikan harus bersih, kuat dan tahan
karat. Bahan dapat berupa bambu atau kayu
yang kuat dan dilapisi dengan plastik, stainless
stell atau keramik,
b) Talenan untuk meracik makanan harus kuat
dan tidak melepaskan bahan beracun.
2) Peralatan untuk meracik makanan seperti pisau,
garpu, panci, sendok dan sejenisnya.
a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Peralatan untuk meracik bahan mentah harus
dibedakan dengan peralatan untuk meracik
makanan yang sudah dimasak.
c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada
tempatnya setiap kali akan digunakan.
d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena
dapat menyebabkan kontaminasi silang.
3) Peralatan untuk mengolah makanan.
a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Peralatan untuk mengolah bahan mentah harus
dibedakan dengan peralatan untuk mengolah
makanan yang sudah dimasak.
c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada
tempatnya setiap kali akan digunakan.
45
Universitas Sumatera Utara
d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena
dapat menyebabkan kontaminasi silang,
4) Peralatan wadah makanan masak
a) Harus Bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Setiap wadah digunakan untuk menempatkan
jenis makanan yang berbeda sesuai dengan
peruntukkannya.
c) Wadah dilengkapi dengan tutup yang dapat
mengeluarkan udara panas dari makanan,
untuk mencegah pengembunan (kondensasi)
yang dapat meningkatkan kadar air bebas
sebagai media pertumbuhan bakteri.
5) Bahan peralatan untuk meracik, mengolah dan
wadah makanan tidak boleh melarutkan zat
beracun kedalam makanan. Contoh Kuningan,
tembaga, timah dan melamin.
6) Perlengkapan pengolahan.
Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung
gas,lampu, kipas angin dsb, harus memenuhi
persyaratan :
a) Bersih, kuat dan berfungsi dengan baik.
b) Tidak menjadi sumber pencemaran.
c) Tidak menjad sumber bencana atau kecelakaan,
e. Penyortiran dan pencucian bahan
1) Setiap bahan yang akan dimasak harus dilakukan
penyortiran untuk memisahkan atau membuang
bagian bahan yang rusak (afkir)
46
Universitas Sumatera Utara
2) Bahan afkir harus dibuang dan tidak boleh diolah
lebih lanjut.
3) Pencucian dengan air mengalir bisa menggunakan
larutan peka (KMNO4/Kalium Permanganat) atau
kaporit atau pemutih, untuk desinfeksi bakteri.
f. Pengaturan suhu, waktu dan tenaga
1) Suhu pengolahan minimal 90o C, agar kuman
pathogen mati.
2) Waktu memasak tidak boleh terlalu lama/terlalu
matang sehingga zat gizi dalam makanan tidak
hilang akibat penguapan. Setiap Jenis bahan
makanan mempunyai waktu kematangan yang
berbeda.
3) Tenaga pengolah makanan harus sehat, bukan
pembawa kuman penyakit, berperilaku hidup
bersih dan sehat, dan selalu mencuci tangan
dengan sabun setiap kali melakukan pengolahan
makanan.
4) Makanan yang telah siap disajikan sesegera
mungkin dihidangkan untuk disantap, sehingga
lebih segar, nikmat dan aman,
g. Pewadahan makanan
1) Setiap jenis makanan dimasukan kedalam wadah
yang berbeda.
2) Isi wadah untuk makanan berkuah tidak boleh
terlalu penuh untuk mencegah tumpah.
47
Universitas Sumatera Utara
4. PENYIMPANAN MAKANAN MASAK
Bahan makanan yang sudah diolah di rumah tangga
menjadi makanan yang siap saji. Makanan siap saji
merupakan campuran dari zat-zat gizi yang terdiri dari
karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin diperlukan
manusia untuk hidup, tumbuh dan berkembang biak.
Namun ternyata zat-zat gizi tersebut merupakan makanan
kesukaan jasad renik pathogen seperti bakteri dan jamur.
Bakteri sangat menyukai protein, sedangkan jamur
sangat menyukai karbohidrat dan lemak. Jika jumlahnya
mencapai dosis infeksi, maka makanan tersebut menjadi
sumber penyakit bawaan makanan. Oleh karena itu
penyimpanan makanan masak menjadi sangat penting
untuk diperhatikan bersama.
Ruang lingkup kaidah penyimpanan makanan masak:
1) Konsep Pertumbuhan bakteri
2) Tahapan pertumbuhan bakteri
3) Lingkungan penghambat pertumbuhan bakteri
4) Lingkungan pemacu pertumbuhan bakteri
5) Suhu penyimpanan yang aman
6) Waktu penyimpanan yang aman.
Penyimpanan makanan harus lebih cermat dan waspada
daripada penyimpanan bahan makanan, karena makanan
adalah langsung untuk dikonsumsi, sedangkan bahan
makanan perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
1) Konsep pertumbuhan bakteri
a) Bakteri akan berkembang biak di dalam makanan
siap saji secara membelah diri satu menjadi dua,
48
Universitas Sumatera Utara
dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan
seterusnya, setiap 20 menit sekali.
b) Dalam suasana dan kondisi lingkungan makanan
yang cocok bagi pertumbuhan jasad renik, maka
setiap satu sel bakteri akan tumbuh menjadi 300
ribu sel selama 6 jam atau menjadi 2 juta sel dalam
tempo tujuh jam. Oleh karena itu makanan siap
saji yang dibiarkan begitu saja lebih dari enam jam
sebaiknya tidak dikonsumsi lagi.
2) Tahap pertumbuhan bakteri pathogen
a) Pertumbuhan normal pada suhu 15 – 350 C dan
40 -600 C
b) Pertumbuhan cepat antara suhu 36 – 390 C
c) Pertumbuhan lambat antara 7 – 150 C dan 60 – 700 C
d) Pertumbuhan berhenti tetapi tidak mati pada <00 C
e) Pertumbuhan berhenti dan mati pada ?700 C.
3) Lingkungan penghambat pertumbuhan bakteri
a) Kondisi makanan yang kering
b) pH asam atau basa
c) suhu < 100C atau > 600 C
d) mengandung gula, garam atau cuka
4) Lingkungan pemacu pertumbuhan bakteri
a) Kondisi makanan yang basah atau lembab
b) pH normal (6,8-7,5)
c) suhu optimum yaitu 10 - 60o C
d) tersedia cukup makanan protein
49
Universitas Sumatera Utara
e) mengandung air bebas (air yang digunakan untuk
tumbuhnya bakteri)
5) Suhu penyimpanan yang aman
a) Makanan kering, goreng gorengan : 25 – 300 C
b) Makanan basah berkuah sop gulai, soto: > 600 C
c) Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam
tetapi kurang dari satu hari : 100 C
6) Waktu penyimpanan yang aman
a) Makanan yang baru dimasak suhunya sekitar ±
>800 C, kondisi ini masih aman
b) Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam,
suhunya dapat diabaikan karena masih > 600 C
c) Makanan yang suhunya sudah < 600 C harus segera
dimakan
d) Makanan panas harus disajikan dalam keadaan
panas
f) Makanan dingin yang suhunya < 100 C selama
disimpan maksimum 24 jam, aman dikonsumsi.
5. PENGANGKUTAN MAKANAN
Pengangkutan makanan meliputi pengangkutan bahan
makanan, makanan siap saji dan membawa makanan
siap saji untuk dihidangkan atau disediakan di tempat
makan.
a) Pengangkutan bahan makanan
1) Terjamin aman dari pencemaran
2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun
50
Universitas Sumatera Utara
3) Bahan makanan yang telah diracik harus diangkut
dalam wadah yang bersih dan tertutup
b) Pengangkutan makanan siap saji
1) Terjamin aman dari pencemaran
2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun
3) Wadah makanan terpisah untuk setiap jenis
makanan
4) Isi wadah tidak terlalu penuh untuk mencegah
makanan tumpah atau tercecer.
c) Membawa makanan siap saji
1) Orang yang membawa makanan harus sehat dan
bebas dari penyakit menular seperti batuk, flu atau
demam
2) Makanan ditutup agar terhindar dari percikan
ludah dan debu
3) Letak makanan berada diatas bahu, sehingga
terhindar dari percikan waktu bicara.
4) Wadah makanan dipegang pada bagian bawahnya
dan tidak memegang pinggir wadah atau piring.
6. PENYAJIAN MAKANAN
Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari
perjalanan pengolahan makanan di rumah tangga.
Makanan yang telah selesai diolah dan dimasukan
kedalam wadah masing-masing siap disajikan untuk di
santap oleh anggota keluarga atau tamunya. Tentu saja
harapannya bahwa makanan yang telah susah payah
diolah, membawa berkah buat seluruh anggota keluarga
atau siapapun yang menyantapnya. Oleh karena itu
51
Universitas Sumatera Utara
sebelum makanan disajikan ada baiknya dilakukan test
terlebih dahulu dari segi penampilan, rasa, selera dan
n
keamanannya.
Untuk keamanan makanan keluarga, maka penyajian
makanan dilakukan dengan beberapa kaidah, yaitu :
1) Kaidah wadah makanan
2) Kaidah kadar air
3) Kaidah edible
4) Kaidah segera
5) Kaidah selera
6) Kaidah bersih
7) Kaidah aman
8) Kaidah etika
9) Kaidah tepat
10)Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan
masak
Kaidah dalam penyajian makanan merupakan dasar
perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga, yang
meliputi :
1) Kaidah wadah makanan
a) Setiap jenis makanan ditempatkan pada wadah
masing-masing sehingga tidak saling bercampur
yang dapat menyebabkan kontaminasi silang
b) Dengan pemisahan makanan dapat mencegah
kerusakan makanan secara massal
c) Dapat memperpanjang waktu pakai makanan
52
Universitas Sumatera Utara
terutama jenis makanan kering yang terpisah dari
kelembaban makanan berkuah.
2) Kaidah kadar air
a) Mencampurkan kuah kedalam makanan pada saat
akan dikonsumsi sehingga makanan terasa segar
b) Makanan yang belum dicampur kuah akan lebih
tahan lama daripada yang sudah dicampur
c) Suhu kuah yang belum dicampurkan dengan
makanannya akan lebih tahan panas.
3) Kaidah edible
a) setiap bahan yang disajikan adalah merupakan
bahan makanan yang dapat dimakan,
b) Dilarang menggunakan stekker besi, tusuk gigi,
bunga plastic, contoh bentuk makanan dalam
penyajian makanan
4) Kaidah segera
a) setiap makanan yang telah dimasak harus segera
disajikan dan segera dikonsumsi.
b) Setiap makanan yang tidak akan disajikan segera,
harus segera disimpan di lemari pendingin pada
suhu, 10? C atau dipanaskan lagi sampai waktu
penyajian.
5) Kaidah selera
a) Setiap masakan harus mengundang selera karena
rasa, aroma dan penampilannya
b) Hindari penggunaan bahan penyedap kimia yang
dapat menyebabkan allergi dan ketagihan
53
Universitas Sumatera Utara
c) Tersedia bumbu meja untuk memenuhi selera
setiap orang.
6) Kaidah bersih
a) Setiap peralatan makan dan minum harus bersih,
utuh, dan tidak berbau amis.
b) Bagian permukaan peralatan yang kontak dengan
makanan tidak boleh tersentuh dengan tangan,
bibir atau makanan
c) Peralatan makan minum yang gompel atau retak
jangan digunakan karena tidak dijamin bersih dan
dapat menimbulkan kecelakaan.
7) Kaidah aman
a) Menyajikan makanan yang diolah dari bahan
makanan yang sudah diketahui dan diyakini
aman.
b) Menyajikan makanan tidak bersamaan tempatnya
dengan bahan beracun atau menggunakan wadah
bekas tempat bahan beracun seperti pestisida atau
bahan kimia beracun lainnya
8) Kaidah etika
a) Tata penyajian makanan secara layak dengan
peralatan makan minum yang biasa digunakan.
b) Tidak menyajikan wadah makanan dari bahan
kuningan, tembaga, timah dan melamin atau
bahan lain yang melarutkan zat beracun kedalam
makanan.
c) Tidak menggunakan wadah lain yang bukan untuk
wadah makanan
54
Universitas Sumatera Utara
9) Kaidah tepat
a) penyajian makanan harus tepat volume dan kalori
sesuai dengan kebutuhan konsumsi keluarga
sehingga makanan tidak berlebihan
b) Penyajian makanan tepat waktu sehingga dapat
mengundang selera makan yang tinggi
c) Penyajian makanan tepat menu sehingga tidak
membosankan.
10) Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan
masak.
a) Langkah dalam proses pencucian peralatan.
(1) Membersihkan peralatan dari sisa-sisa makanan
yang tertinggal (scraping)
(2) Merendam peralatan atau mengguyur dengan
air yang mengalir (flushing)
(3) Menggosok dengan bahan/larutan pembersih
(washing)
(4) Membilas dengan air bersih (rinsing)
(5) Mendesinfeksi hama (sanitizing)
(6) Mengeringkan (drying)
(7) Menyimpan ditempat yang terlindung
(keeping).
b) Bahan pencuci peralatan dapat berupa
(1) Sabun cair, sabun bubuk atau sabun colek
(2) Bubuk pembersih atau abu gosok
(3) Tapes, sabut atau sikat
55
Universitas Sumatera Utara
(4) Air panas mendidih
(5) Larutan kaporit
(6) Detergen khusus untuk mencuci peralatan
c) Proses sanitasi sinar matahari
(1) Peralatan yang selesai dicuci dijemur panas
matahari sampai kering
(2) Disimpan ditempat penyimpanan yang bersih
dan kering serta tertutup dari serangga,tikus
dan hewan lain.
c. MENCEGAH KERACUNAN BAHAN MAKANAN ALAMI
Keracunan makanan yang terjadi di rumah tangga,
khusunya di perdesaan disebabkan karena faktor ketidak
tahuan (ignorance), faktor kemiskinan (poverty) dan faktor
penyuluhan gizi dan kesehatan (heatlh education) tentang
bahan makanan yang dapat dimakan (edible stuffs). Kesulitan
akses untuk mendapatkan bahan makanan melalui jalur
distribusi pangan, dapat terjadi karena berbagai penyebab
antara lain : komunikasi transportasi yang sulit dijangkau,
daerah luas dan terpencil, kerusakan sarana akibat bencana
atau daya beli masyarakat yang rendah. Karenanya penduduk
menggunakan bahan makanan liar yang ditemukan di
hutan dan kebun yang belum diketahui keamanannya,
Hal ini terpaksa dilakukan karena ketiadaan persediaan
pangan keluarga atau karena ingin berhemat dengan cara
memanfaatkan sumber pangan liar, seperti jamur, umbi,
singkong beracun dan bahan pangan lainnya yang belum
terbukti aman dimakan.
Cara mengenal bahan pangan yang aman atau tidak aman
dimakan adalah :
56
Universitas Sumatera Utara
1. Jenis jamur untuk dikonsumsi.
a. Jamur merang (vovariella volvacea)
1) Bentuk :
Ketika kecil berbentuk bulat kecil berselaput, ketika
sudah besar berbentuk sungkup berbatang pendek
lurus dengan permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih keabu-abuan
3) Ukuran :
sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi batang 3-5 cm
4) Habitat :
Tumbuh dibawah tumpukan jerami lembab di
sawah yang tidak terkena sinar matahari, sekarang
sudah banyak dibudidayakan.
b. Jamur tiram (Pleurotus ostreotus)
1) Bentuk :
Seperti cangkang tiram atau kerang berlapis-lapis,
berbatang pendek dengan permukaan halus dan
bersih.
2) Warna :
Putih bersih
3) Ukuran :
Sedang
edang dengan diameter 3-4 cm, tinggi tiang 3
cm
4) Habitat :
Dibatang pohon mati yang lapuk di hutan atau di
kebun yang tidak terkena sinar matahari, sekarang
sudah banyak dibudidayakan.
57
Universitas Sumatera Utara
c. Jamur kuping (Auricularia polytricha (hitam);dan
A. judae (merah))
1) Bentuk :
seperti daun kuping, tidak berbatang, permukaannya
2) Warna :
Coklat, hitam dan merah yang tembus pandang.
3) Ukuran :
sedang dengan panjang/lebar 2-3 cm,
4) Habitat :
Tumbuh pada pohon mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
d. Jamur Payung tanah (Pholiota nameko)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang tinggi dengan
permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih kecoklatan, atau coklat muda kemerahan
3) Ukuran :
Besar dengan diameter 5-10 cm, tinggi tiang
10-20 cm
4) Habitat :
Tumbuh ditanah kebun yang banyak rumah
rayapnya, sekarang sudah banyak dibudidayakan.
d. Jamur Payung kayu atau Shiitake (lentinus
edodes)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang sedang dengan
permukaan halus dan bersih.
58
Universitas Sumatera Utara
2) Warna :
Coklat kemerahan
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 4-6 cm, tinggi tiang 3-5
cm
4) Habitat :
Tumbuh di batang kayu mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan, terutama
di Jepang.
e. Jamur kantarel (Cantharellus cibarius )
1) Bentuk :
seperti payung bersungkup keatas, berbatang
pendek dengan permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih pad bagian spora dan kehitaman pada bagian
payung luarnya
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi tiang 2-3
cm
4) Habitat :
Tumbuh dibatang pohon mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
f. Jamur champignon (Agaricus bisporus)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang sedang dan bercincin,
permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih bersih
59
Universitas Sumatera Utara
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 3-4 cm, tinggi tiang 3
cm
4) Habitat :
Dibatang pohon mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
g. Jamur melinjo
1) Bentuk :
Seperti batu, tidak berpayung, permukaan kasar
dan kotor, mempunyai lapisan kulit luar.
2) Warna :
Abu-abu tua kehitaman.
3) Ukuran :
kecil sampai sedang diameter 1-4 cm, tinggi 2-3
cm
4) Habitat :
Tumbuh dibawah dan sekitar batang pohon melinjo
di hutan atau kebun, masih banyak yang belum
dikenal.
2. Jenis jamur beracun.
1) Tempat tumbuhnya ditempat kotor atau sumber
kotoran,
2) Jika disinari akan mengeluarkan cahaya karena
permukaannya mengandung fosfor,
3) Permukaan jamur bersisik, tidak halus dan Warna
berbintik-bintik atau bernoda,
4) Berwarna biru atau warna terang lainnya yang
menyolok,
60
Universitas Sumatera Utara
5) Aroma jamur mengeluarkan bau yang tidak
sedap,
6) Permukaanya mengeluarkan serpihan dan kotoran
semacam debu.
b. Contoh jamur beracun
1) Jamur tanah (Amanita muscuria), yang permukaan
payungnya berbintik-bintik hitam tidak rata.
2) Jamur Amanita palloides, yang bentuknya seperti
jamur merang, tetapi permukaannya kasar dan
mempunyai cincin berwarna pada batangnya.
3) Jamur kayu Cordyceps sp. yang warna payungnya
berbintik-bintik seperti bunga.
4) Jamur kayu Formes appiana yang seperti jamur
kuping tetapi bertekstur keras dengan warna putih
atau hitam.
5) Jamur papan Gonoderma sp yang bentuknya
seperti kulit kerang berwarna putih dan hitam,
dapat dijadikan ramuan obat herbal.
6) Jamur Morchella esculenta yang warna
permukaan payungnya belang bergaris-garis sepert
sisik ular, berbatang putih pendek.
7) Jamur lainnya yang tidak dikenal janganlah dimasak
untuk dikonsumsi.
c. Jenis-jenis racun pada jamur
Gyromitrin, Amatoxin, Muscarin, Ergotamin, Aflatoxin
luteokirin.dan Faloidin
d. Obat dan antidote keracunan jamur
1) sirup ipeka dapat digunakan untuk merangsang
61
Universitas Sumatera Utara
muntah dan obat pencahar digunakan untuk
mengosongkan usus.
2) Antropin dapat diberikan untuk keracunan
muskarin.
3) Pada keracunan faloidin, diberikan makanan yang
mengandung dekstrosa dan natrium klorida,
yang akan membantu memperbaiki kadar gula
yang rendah dalam darah (hipoglikemia) yang
disebabkan oleh kerusakan hati.
4) Manitol, yang diberikan melalui infus, kadang-
kadang digunakan untuk mengatasi keracunan
siguatera yang berat
5) Pil norit atau arang untuk menyerap gas beracun
dalam usus
6) Air kelapa atau susu bersifat basa yang banyak
mengandung bahan penvahar untuk muntah.
7) Pada keracunan jamur yang tidak dikenal, harus
segera memuntahkan makanan dan membawa
muntahannya ke laboratorium untuk diselidiki.
3. Jenis ubi kayu (singkong) beracun
Singkong (manihot utilissima) merupakan bahan
makanan yang dapat dijadikan pengganti beras. Singkong
mengandung linamarin, yaitu glikosida cyanogenik yang
mengikat racun asam sianida (HCN). Sianida dalam
linamarin akan terbebas karena enzym lynase, atau karena
kerusakan fisik dari singkong. Kandungan HCN dalam
singkong dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan :
Singkong tidak beracun, yaitu singkong dengan kadar
HCN dibawah 100 mg / kg berat singkong segar.
62
Universitas Sumatera Utara
Singkong beracun, yaitu jenis singkong dengan kadar
HCN lebih dari 100 mg / kg berat singkong segar.
Dosis lethal HCN singkong pada manusia adalah 0,06
gram atau 60 mg / kg BB. Tetapi ada yang bisa bertahan
sampai tiga kalinya, sesuai daya tahan tubuh seseorang.
a) Tanda-tanda singkong beracun :
1) Warna daun hijau tua, bentuk daun tipis dan
panjang
2) Jika dicium tercium aroma pengar atau menyengat
yang tajam
3) Jika dicicip dengan lidah terasa pahit.
4) Kulit batang berwarna hijau tua kehitaman
5) Bentuk ubi biasanya panjang-panjang dengan
warna kulit ari merah tua.
6) Singkong yang tidak utuh, cacad atau sudah
terpotong menyebabkan peningkatan kadar HCN.
b) Cara mengolah singkong agar tidak keracunan:
1) Memilih parietas singkong yang mengandung
sedikit HCN.
2) Pilih bentuk singkong yang utuh dan tidak
terpotong, luka atau patah
3) Mengiris-iris lebih dahulu kemudian direndam
dalam air mengalir selama 12 jam
4) Merebus sampai matang sempurna dalam air
yang banyak. Cara ini akan menghilangkan HCN
pada umbi sebanyak 67 % dan HCN pada daun
sebanyak 95 %.
63
Universitas Sumatera Utara
c) Antidote keracunan singkong
1) Natrium nitrat
2) Natrium tiosulfat
4. Jenis umbi gadung (Dioscorea hispida Daenst)
a) Nama local
1) Manado : Bitule, Bunga meraya
2) Sumatera Barat : Gadung, Gadung ribo
3) Sunda : Gadung
4) Jawa : Gadung
5) Madura : Ghadhung
6) BeIitung : Sikapa atau Skapa
7) Sumbawa : Iwi
8) Minahasa : Ondot in lawanan, Pitur
9) Bugis : Siapa
10)Makasar : Sikapa
11)P. Roti : Boti
12)P. Seram : Uhulibita, Ulubita
13)P. Ambon : Hayule, Hayuru
b) Sumber asal :
Berasal dari India Barat dan menyebar ke negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia.
c) Gejala Keracunan
1) Gejala keracunan bagi orang awam, gadung yang
direbus saat dimakan sangat gurih dan lejat
64
Universitas Sumatera Utara
sehingga kerap orang lupa diri dan melahapnya
tanpa perhitungan
2) Dampaknya pun luar biasa, orang tersebut akan
didera pusing kepala, vertigo biasa disebut mabuk
gadung.
3) Gejala lain berupa :radang kerongkongan, pusing
muntah darah, sukar bernafas, mengantuk dan
rasa letih.
4) Jika tidak segera diobati dapat menimbulkan
Kematian biasanya setelah 6 jam selepas memakan
ubi gadung ini.
d) Jenis Racun
1) racun dioscorine,
2) alkaloid dioscorin
e) Obat dan antidote :
1) Natrium nitrat
2) Natrium tiosulfat
f) Cara Pengolahan 1: Umbi gadung dicampur abu gosok
dan direndam
1) Umbi tua yang kulitnya berwarna coklat
kekuningan dikupas kulitnya sampai kelihatan
dagingnya (kupas tebal) yang berwarna kuning
keputihan
2) Umbi kemudian di potong tipis-tipis setebal kira-
kira 3 milimeter dan dicuci sampai bersih.
3) Dimasukkan abu dapur atau abu gosok sehingga
seluruh permukaan terselimuti abu. (Abu berfungsi
65
Universitas Sumatera Utara
sebagai penetralisir racun). Bahan lain sebagai
pengganti abu adalah soda kue (NaHCO3), soda
api (NaOH), kapur tohor (Ca(OH)2).
4) Remas-remas potongan gadung yang dilapisi abu,
sampai merata,kemudian dijemur sampai kering.
5) Kemudian di rendam di dalam air mengalir selama
2-3 hari. Atau dalam air tidak mengalir namun
harus diganti setiap 6 jam sekali selama 3 hari
6) Di cuci kembali sampai bersih kemudian dijemur di
panas matahari sampai kering
7) Gadung siap untuk diolah sebagai makanan yang
aman untuk dikonsumsi
g) Cara Pengolahan 2: Umbi gadung diperam dengan
campuran garam
1) Setelah gadung diiris dan dicuci, maka dilakukan
penaburan garam secara berlapis-lapis
2) Lamanya pengeraman adalah satu minggu
3) Setelah pengeraman, gadung dicuci dengan air
bersih dan dijemur sampai kering
4) Gadung siap untuk diolah sebagai makanan yang
aman untuk dikonsumsi
5. Jenis ubi jalar liar (Ipomoea batatas)
a) Nama lokal
1) ubi hura
2) ubi hewa
b) Gejala : Beberapa jam setelah mengkonsumsi ubi jalar
beracun, dengan gejala sbb.
66
Universitas Sumatera Utara
1) pusing
2) mual
3) muntah
c) Cara pengolahan
1) Dicuci, dipotong dan direndam dalam air mengalir
(sungai) selama semalam
2) Di tiriskan sampai kering, kemudian direndam
kembali sebelum dimasak.
6. Ikan buntal (Tetraodontidae ) atau fugu
a) Jenis ikan buntal beracun yang terdapat di Indonesia
1) Buntal Duren (Diodon hytrix)
bergigi lempeng dan kuat
2) Buntal Landak (Diodon holacanthus)
bersirip 14, berduri lemah pada punggung, dada,
pada sirip dubur terdapat 23 duri lemah
3) Buntal Kotak (Rhynchostricion nasus)
berduri di kepalanya
4) Buntal Tanduk (Tetronomus gibbosus)
berduri di kepalanya
5) Buntal Kelapa (Arothron reticularis)
berciri duri lemah antara 10 - 11 pada sirip
punggung, 9 - 10 pada sirip dubur dan 18 pada
sirip dada
6) Buntal Pasir (Arthron immaculatus)
7) Buntal Tutul (A. aerostaticus)
67
Universitas Sumatera Utara
8) Buntal Pisang (Gastrophysus lunaris).
b) Nama lain
1) Ikan fugu
2) Fuffer fish
3) Ikan babi laut
b) Bentuk fisik ikan
1) Tubuh bulat seperti bola dengan sisik kecil
2) berbadan gemuk, bulat, mata besar dan lubang
pada celah insangnya besar
3) Mulut kecil bergigi banyak
4) Seringkali mengapung seperti ikan mati
5) Ukuran mencapai 285 mm.
c) Jenis toksin
Tetrodotoxin (Puffer Toxin)
d) Sumber racun
1) Empedu ikan, kalau sampai racunnya menyebar ke
seluruh daging dan tidak hilang walaupun dimasak
pada suhu tinggi.
2) kandung telur/ovarium (tertinggi), sebagai alat
perlindungan diri dari pemangsa
3) hati sangat beracun
4) mata, dan kulit
5) saluran pencernaan dan jeroan lainnya
e) Gejala Keracunan
1) kepala pusing, perut mual, dan tubuh lemas,
68
Universitas Sumatera Utara
muntah-muntah beberapa jam setelah makan.
2) mati rasa dalam rongga mulut
3) Jika berlanjut dapat menyebabkan tidak sadarkan
diri
4) gangguan fungsi syaraf seperti kelumpuhan dan
kematian akibat sulit bernapas dan serangan
jantung.
5) Gejala tersebut timbul selama 10 menit hingga 3
jam setelah mengkonsumsinya.
f) Jenis menu masakan (oleh Koki ahli khusus)
1) Fugu sashi : irisan tipis-tipis daging ikan fugu,
disajikan dengan saus ponzu (campuran air jeruk
nipis dan kecap asin).
2) Fugu chiri : sayuran dan daging ikan fugu di rebus
dalam kuah konbu dashi (kaldu ikan dan rumput
laut) dalam wadah besar. Disajikan juga dengan
saus ponzu.
3) Fugu kara age : potongan daging ikan ini dibumbui,
dibalut tepung dan digoreng.
4) Fugu hire zake : potongan sirip ikan fugu yang
dipanggang dan direndam dalam sake panas.
g) Pencegahan :
Tidak mengkonsumsi ikan buntel jika tidak ahli dalam
memasaknya
7. Kerang beracun
a) Jenis Kerang beracun
1) kerang kelep (bivalve mollusca).
69
Universitas Sumatera Utara
2) kepah dan remis (scallop).
3) remis(”mussel”).
4) tiram(”kijing”).
b) Jenis toksin
Saxitoksin, okadaic acid, pectenotoxin, yessotoxin,
Domoic acid dan Brevitoxin.
c) Nama Penyakit keracunan kerang
1) Diarrhetic shellfish poison (DSP)
2) Paralytic shellfish poison (PSP),
3) Amnestic shellfish poison (ASP),
4) Neurotoxic shellfish poison (NSP).
d) Gejala keracunan Paralystic Shellfish Poison (PSP)
1) Jenis kerang kelep (bivalve mollusca). .
2) Jenis racun: Saxitoksin yang diproduksi Alexandrium
dan dinoflagellata.
3) gejala seperti rasa terbakar pada lidah, bibir dan
mulut yang merambat ke leher, lengan dan kaki.
4) Mati rasa di sekujur tubuh sehingga gerakan
menjadi sulit.
5) Perasaan melayang-layang, mengeluarkan air liur,
pusing dan muntah
6) gejala ataksia, dysphonia, dysphagia dan paralysis
otot total
7) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan pada
sistem pernapasan.
70
Universitas Sumatera Utara
e) Gejala Keracunan Diarrhetic Shellfish Poison (DSP)
1) Jenis kerang kepah dan remis (scallop).
2) Jenis racun: okadaic acid, pectenotoxin dan
yessotoxin yang diproduksi oleh alga laut Dinophysis
fortii.
3) Gejala:diare akut, mual, muntah, sakit perut, kram
dan kedinginan.
4) Okadaic acid mempunyai efek sebagai promotor
tumor
f) Gejala Keracunan Amnesic Shellfish Poison (ASP)
1) Jenis kerang remis(”mussel”).
2) Jenis racun: Domoic acid merupakan asam amino
neurotoksik yang dibuat oleh Jenis plankton
Alexandrium catenella dan A. tamarensis,
Pyrodinium bahamense
3) Gejala: sakit perut, sakit kepala, hilangnya
keseimbangan sampai dengan kerusakan sistem
syaraf pusat termasuk hilangnya ingatan.
4) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan sistem
pernafasan.
g) Gejala Keracunan Neurotoxic Shellfish Poison (NSP)
1) Jenis kerang tiram(”kijing”).
2) Jenis racun: Brevitoxin yang diproduksi oleh alga
laut Ptychdiscus brevis,
3) Gejala: rasa gatal pada muka yang menyebar ke
bagian tubuh lain, rasa panas-dingin yang bergantian,
pembesaran pupil dan perasaan mabuk
71
Universitas Sumatera Utara
4) Kematian jarang terjadi.
h) Pencegahan :
1) Tidak mengkonsumsi kerang beracun atau belum
dikenal aman
2) Tidak mengkonsumsi kerang pada musim red tide
(pasang air laut berwarna merah).
D. KEAMANAN MAKANAN DI RUMAH TANGGA
Keamanan makanan di rumah tangga dikaitkan dengan
penggunaan makanan siap saji, makanan kemasan olehan
pabrik maupun makanan olahan industri rumah tangga, dan
bahan makanan yang akan diolah di rumah tangga, dengan
memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Makanan siap saji
a. Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
berasal dari tempat-tempat pengelolaan makanan
yang telah diawasi oleh instansi kesehatan yang
berwenang.
b. Terjamin kebersihan dan hygiene sanitasinya
c. Menggunakan wadah atau bungkus yang tidak
melarutkan zat kimia berbahaya kedalam makanan.
d. Tidak menggunakan bahan kimia pewarna atau
bahan kimia lainnya yang dilarang digunakan untuk
makanan.
e. Makanan dalam keadaan segar, tidak basi, tidak rusak
dan tidak tercium bau asing selain bau makanan yang
bersangkutan.
f. Segera dikonsumsi dan tidak untuk disimpan dalam
waktu lama.
72
Universitas Sumatera Utara
2. Makanan kemasan olahan pabrik
a. Kemasan dalam keadaan tidak rusak, tidak penyok, tidak
bocor, tidak menggelembung atau tidak berkarat.
b. Mempunyai segel asli yang masih baik.
c. Belum habis masa kedaluwarsa atau masa pakai
makanan
d. Mempunyai merk, komposisi, dan cara penggunaan
makanan dalam tulisan latin, bahasa Indonesia atau
Inggris.
e. Mempunyai nama dan alamat pabrik atau
distributornya di Indonesia.
f. Segera digunakan untuk sekali pakai sampai habis dan
tidak untuk disimpan dalam waktu lama.
g. Jika disimpan harus masih dalam kemasan utuh pada
suhu yang sesuai.
h. Mempunyai nomor tanda pendaftaran : BPOM MD
(dalam negeri) atau BPOM ML(luar negeri).
i. Isi makanan masih dalam keadaan baik.
3. Makanan olahan industri rumah tangga
a. Kemasan/wadah atau bungkusan dalam keadaan
tidak rusak, tidak sobek, tidak bocor, dan tidak kotor.
b. Mempunyai bungkus asli yang masih baik.
c. Mempunyai nama dan alamat yang jelas.
d. Segera digunakan untuk sekali pakai sampai habis dan
tidak untuk disimpan dalam waktu lama.
e. Mempunyai nomor tanda penyuluhan : SP(Sertifikat
Penyuluhan Industri Rumah Tangga) atau nomor IRTP.
73
Universitas Sumatera Utara
f. Isi makanan masih dalam keadaan baik.
g. Aroma khas makanan tersebut dan tidak ada aroma
lainnya.
4. Bahan makanan
a. Keadaan fisik bersih dan segar
b. Tekstur baik dan tidak layu atau kering, kecuali bumbu
kering.
c. Segera digunakan dan tidak untuk disimpan dalam
waktu yang lama.
d. Jika akan di simpan, maka simpanlah pada suhu yang
sesuai dengan jenis dan waktunya.
5. Bahan tambahan
a. Sejauh mungkin gunakanlah bahan tambahan
makanan alami yang telah diketahui dan telah terbukti
aman digunakan.
b. Gunakan bahan tambahan kimia yang telah diizinkan
oleh Pemerintah dengan dosis yang sesuai.
c. Jangan menggunakan bahan tambahan kimia yang
dilarang karena berbahaya bagi kesehatan.
6. Bahan berbahaya dan beracun
a. Jauhkan semua jenis bahan berbahaya dan beracun
dari tempat pengolahan makanan.
b. Jika telah meracik bahan berbahaya dan beracun,
segerakan mencuci tangan dengan air bersih yang
mengalir dengan menggunakan sabun sampai terasa
bersih dan tidak tercium lagi bau racunnya.
c. Gunakan selalu alat pelindung jika menggunakan
74
Universitas Sumatera Utara
bahan pestisida pertanian, dan hindari kontak dengan
tubuh atau bahan makanan.
d. Jangan menggunakan wadah kemasan bekas racun
atau pestisida untuk wadah atau alat memasak
makanan.
7. Bahan pencahar di rumah tangga
a. Gunakan air kelapa muda sebanyak mungkin jika ada
dugaan terjadinya keracunan makanan akibat bahan
kimia yang asam
b. Gunakan air jeruk atau asam jawa sebanyak mungkin
jika ada dugaan terjadinya keracunan akibat bahan
kimia yang basa.
c. Usahakan memuntahkan makanan dengan cara
memasukkan jari tangan kedalam rongga mulut paling
dalam sehingga makanan yang beracun akan keluar
melalui muntahan.
d. Gunakan tablet norit atau arang batok kelapa untuk
dimakan agar dapat menyerap gas racun dari dalam
usus.
75
Universitas Sumatera Utara
yang memadai, semua itu akan sia-sia saja bila manusia
yang menggunakannya berperilaku yang tidak mendukung.
Seperti misalnya pakaian yang dibiarkan kotor, tangan yang
dibiarkan tidak bersih, meludah di sembarang tempat. Karena
itu semua akan kembali pada faktor manusianya. Dapat
dimengerti kiranya bahwa perilaku penjamah makanan
dan kebiasaan-kebiasaan yang hygienis bagi setiap orang
penting dan perlu diperhatikan untuk menciptakan keadaan
lingkungan di rumah tangga yang baik.
Tanggung jawab kebersihan dari perorangan akan
berkembang secara berantai secara kumulatif dari satu
orang kepada orang lain, dan di dalam kelompok-kelompok
masyarakat karena setiap orang memiliki dorongan mengikuti
sikap perilaku yang baik. Patut yang terjadi selama ini
dilakukan orang secara turun temurun yang telah dilakukan
sejak nenek moyang dan tidak terjadi perubahan tetapi juga
tidak diketahui mengapa demikian. Tetapi sudah mendarah
daging kebiasaan itu sulit berubah. Kalau perilaku tersebut
menguntungkan akan sangat membantu dalam motivasi
sikap penjamah, tetapi kalau perilaku yang bertentangan
akan sangat sulit merubahnya. Kalaupun bisa dirubah
dengan persuasi terus menerus akan memakan waktu yang
cukup lama.
B. PRINSIP HYGIENE PERORANGAN
Prinsip hygiene perorangan atau yang disebut juga dengan
kebersihan diri, dalam penerapannya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sumber cemaran dari tubuh
Tubuh manusia selain sebagai alat kerja yang merupakan
sumber cemaran bagi manusia lain dan lingkungannya
termasuk kepada makanan dan minuman.
76
Universitas Sumatera Utara
Sumber cemaran yang penting untuk diketahui adalah :
o Hidung
o Mulut
o Telinga
o Isi perut
o Kulit
Semua yang menjadi sumber cemaran dari tubuh harus
selalu dijaga kebersihannya agar tidak menambah potensi
pencemarannya.
Cara-cara menjaga kebersihan sebagaimana lazimnya
adalah sebagai berikut :
a. Mandi secara teratur dengan sabun dan air bersih
dengan cara yang baik dan benar. Mandi yang benar
akan ditandai dengan rasa segar sehabis mandi karena
pori-pori kulit telah dibersihkan dari debu dan kotoran
lain sehingga terbuka dan memasukkan udara bersih
sehingga tubuh terasa segar.
b. Menyikat gigi dengan pasta dan sikat gigi. Sikat gigi
yang baik dan teratur akan menjaga kebersihan gigi.
Idealnya setiap habis makan harus menyikat gigi,
demikian pula sehabis tidur dan sebelum tidur.
c. Berpakaian yang bersih. Pakaian yang bersih akan
terasa segar karena masih belum terkena kotoran.
Sebaliknya pakaian yang telah kotor yang banyak
mengadung kotoran bila bersentuhan dengan kulit
akan terasa tidak enak di badan. Sebelum dikenakan,
pakaian bersih sebaiknya diseteria terlebih dahulu
untuk mematikan kuman atau bakteri.
77
Universitas Sumatera Utara
d. Membiasakan membersihkan lubang hidung, lubang
telinga, sela kuku secara rutin dan teratur sehingga
bagian tersebut bersih. Kuku dicuci bersih dan tidak
panjang agar mudah dibersihkan.
e. Membuang kotoran di tempat yang baik sesuai
dengan syarat kesehatan. Setelah buang air, baik
besar maupun kecil harus mencuci tangan dengan air
bersih dan sabun. Demikian pula dengan tangan yang
telah dipergunakan harus dicuci dengan sabun. Itu
sebabnya di sekitar tempat buang air harus selalu ada
wastafel.
f. Kulit harus dijaga kebersihannya terutama dari bahan-
bahan kosmetik yang tidak perlu. Pemakaian kosmetik
yang tidak cocok dapat membahayakan kulit, terutama
kosmetik yang mengandung mercury (untuk sejenis
obat pemutih kulit).
Kulit dalam keadaan normal mengandung banyak bakteri
penyakit. Sekali kulit terkelupas akibat luka atau teriris,
maka bakteri akan masuk ke bagian dalam kulit dan
terjadilah infeksi.
Infeksi adalah masuknya bakteri ke dalam tubuh dan
menimbulkan gejala penyakit. Gelaja penyakit yang paling
umum adalah demam, sakit, perih dan sebagainya. Luka
yang terjadi harus segera ditutup dengan plester tahan
air dan mengandung obat anti infeksi. Obat anti infeksi
yang banyak digunakan adalah mercurochroom, jodium
tintuur (obat merah) atau betadin.
Perlu diperhatikan dalam upaya pengamanan makanan
yaitu :
a. Luka teriris segera ditutup dengan plester tahan air.
78
Universitas Sumatera Utara
b. Koreng dan bisul tahap dini ditutup dengan plester
tahan air.
c. Rambut ditutup dengan penutup rambut yang
menutup bagian depan sehingga tidak terurai.
Adanya luka koreng atau luka bernanah mempunyai
resiko yang besar dalam menularkan penyakit kepada
makanan, oleh karena itu dianjurkan segera berobat.
Demikian pula rambut harus dibiasakan (keramas) secara
teratur agar tidak terjadi ketombe.
Selain akibat tubuh dapat pula sumber cemaran karena
perilaku pengelola makanan yang dapat menularkan
penyakit kepada makanan karena perilaku antara lain :
a. Tangan yang kotor
b. Batuk, bersin atau percikan ludah
c. Manyisir rambut dekat makanan
d. Perhiasan yang dipakai.
a. Tangan yang kotor
Kebersihan tangan sangat penting bagi setiap orang
terutama bagi Penjamah makanan. Kebiasaan
mencuci tangan yang setiap saat harus dibiasakan.
Pada umumnya ada keengganan untuk mencuci
tangan karena dirasakan memakan waktu sebelum
mengerjakan sesuatu, apalagi letaknya cukup jauh.
Dengan kebiasaan mencuci tangan yang sangat
membantu dalam mencegah penularan bakteri
dari tangan kepada makanan.
b. Batuk bersin atau percikan ludah
Bersin biasanya datang tanpa disadari. Tetapi
79
Universitas Sumatera Utara
pada saat menjelang bersin sudah dapat diketahui
sehingga bisa dilakukan langkah-langkah
pencegahan sebagai berikut :
o Segera menjauhi makanan.
o Segera menutup hidung dengan
saputangan atau tissu
o Segera keluar ruangan.
80
Universitas Sumatera Utara
itu menjadi kebiasaan yang tidak meludah melalui program
rekayasa “don’t spit”.
c. Menyisir rambut
Rambut adalah bagian atas tubuh yang melindungi
kepala dari sengatan panas matahari atau debu.
Karena itu rambut akan cepat sekali kotor karena
debu-debu akan mengendap dipermukaan rambut,
akibatnya rambut penuh kotoran. Rambut yang
menggunakan pomode lebih cepat kotor karena
debu akan menempel dan membentuk kotoran
rambut yang disebut ketombe. Bila rambut disisir
kotoran akan pindah ke sisir dan sebagian akan
jatuh ke bawah. Bila menyisir di dapur maka
kotoran rambut akan jatuh ke dalam makanan.
Oleh karena itu menyisir juga akan menyebabkan
pencemaran kepada makanan.
81
Universitas Sumatera Utara
2. Sumber karena ketidak tahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor dari serangkaian
perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP).
Ketidaktahuan dapat terjadi karena :
a. Dari asalnya tidak tahu
b. Belum dipahami dalam penggunaannya
c. Tidak disadari bahayanya.
C. PENCEGAHAN PENCEMARAN
1. Tangan
Tangan harus selalu dijaga kebersihannya, yaitu :
a. Kuku dipotong pendek, sebab dalam kuku akan
terkumpul kotoran yang menjadi sumber kuman
penyakit yang akan mencemari makanan. Dengan
kuku panjang sulit untuk dibersihkan dengan sempurna
walaupun tangan dicuci dengan baik, karena pada
sela-sela kuku yang panjang kotoran masih tertinggal
di dalamnya.
82
Universitas Sumatera Utara
b. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab-sebab
kulit tempat beradanya kuman yang secara normal
hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih
akan menimbulkan pencemaran kepada makanan.
Membersihkan kulit dengan cara mandi yang baik,
mencuci tangan setiap saat dan mengganti pakaian
yang telah kotor karena dipakai bekerja atau tidur
akan memberikan kebersihan akan kulit. Terutama
kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang langsung
dengan makanan sangat penting untuk selalu dijaga
kebersihannya.
c. Bebas dari kosmetik (kutek), sebab kosmetik
merupakan obat kecantikan yang sesungguhnya
mengandung racun yang berbahaya yang bila masuk
ke dalam makanan dapat mencemari makanan seperti
zat warna, air raksa, arsen dan sebagainya.
d. Kulit harus bersih dan bebas luka, sebab kulit yang luka
akan memudahkan berkembangnya kuman di kulit
dan menimbulkan pencemaran, kulit perlu dipelihara
jangan sampai luka sehingga waktu mencuci tangan
mudah bersih. Bila kulit luka atau koreng maka sulit
dibersihkannya karena akan terjadi pencemaran
berulang-ulang.
e. Membersihkan tangan, dapat dilakukan dengan
air bersih yang mengalir, sabun dan sikat kuku. Bila
tersedia akan lebih baik dengan menggunakan air
panas atau air jeruk nipis. Air panas yang digunakan
untuk mencuci tangan cukup pada suhu 40 – 50oC
saja sebab kalau lebih panas akan melepuh (air suam-
suam kuku). Air jeruk nipis untuk menghilangkan
bau.
83
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan mencuci tangan harus dilakukan pada waktu
berikut ini :
a. Sebelum menjamah makanan
b. Sebelum memegang peralatan makan
c. Sebelum makan
d. Setelah keluar WC atau kamar kecil
e. Setelah meracik bahan mentah seperti daging, ikan,
sayuran dan lain-lain.
f. Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti bersalaman,
menyetir kendaraan, memperbaiki peralatan dan
pekerjaan lainnya.
2. Merokok
Merokok adalah dilarang diwaktu mengolah makanan
atau berada di dalam ruang pengolahan makanan.
Kebiasaan merokok di lingkungan pengolahan makanan
mengandung risiko sebagai berikut :
a. Bakteri atau kuman dari mulut dan bibir dapat
dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi
semakin kotor dan seterusnya akan mengotori
makanan.
b. Abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan secara
tidak disadari dan sulit dicegah.
c. Menimbulkan bau asap rokok yang dapat mengotori
udara sehingga terjadi sesak yang mengganggu
pekerja lain dan bau rokok dapat meresap ke dalam
makanan.
84
Universitas Sumatera Utara
3. Kebiasaan bersih
Harus dijaga selalu kebersihan, kerapihan dan keapikan
penampilan dengan menjauhkan sifat perilaku buruk
seperti berikut ini :
a. Menggaruk-garuk kulit, rambut, lubang hidung,
telinga atau sela-sela gigi dan kuku. Kalaupun itu akan
dilakukan, lakukanlah di luar tempat pengolahan
makanan atau ke kamar toilet untuk membersihkan
semua itu.
b. Mencicipi makanan dengan jari atau menjilat pada
sendok yang langsung dipakai untuk mengaduk
makanan.
c. Meludah, usahakan tidak membuang ludah dengan
cara sembarangan pada saat keinginan membuang
ludah yang sudah terbiasa. Untuk keadaan mendesak
ingin membuang ludah, buanglah ludah di luar
tempat pengolahan makanan dan pada tempat yang
telah disediakan.
d. Batuk atau bersin, kalaupun terpaksa dilakukan
tutuplah dengan saputangan atau tissue.
e. Memegang-megang rambut dengan tangan atau
menggaruk-garuk karena kotoran (ketombe) atau
kutu. Bersihkanlah selalu rambut dengan pembersih
rambut dan gunakan obat hama kutu agar kulit
kepala bersih dan sehat.
f. Tidak menyisir rambut di tempat pengolahan
makanan.
4. Pakaian
Dipakai hanya di tempat kerja dan tidak dipakai di
jalanan. Dianjurkan dibuat seragam untuk memudahkan
85
Universitas Sumatera Utara
pengawasan. Pakaian dari rumah akan sangat kotor
sewaktu di jalanan, sehingga bisa menjadi sumber
pengotoran. Pekerja yang menempati asrama tersendiri
dapat menggunakan pakaian rumah asal pengawasan
kesehatan di asrama juga terjamin. Penampilan pakaian
selalu bersih, apik dan rapih.
5. Perhiasan
Perhiasan yang boleh dipakai sebatas perhiasan tidak
berukir, seperti cincin kawin. Perhiasan lain termasuk
arloji dianjurkan tidak dipakai dan disimpan di tempat
penyimpanan pribadi (locker).
Perhiasan dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kulit di bawah tempat perhiasan menjadi tempat
berkumpulnya kuman atau bakteri.
b. Perhiasan berukir dapat menjadi tempat kumpulnya
kotoran sebagai sumber kuman sewaktu bekerja,
karena sulit dibersihkan pada waktu mencuci tangan
atau barang kali tidak dicuci karena takut rusak
(arloji) atau takut luntur (cincin/gelang)
c. Perhiasan seperti anting-anting dan perhiasan lain
dapat masuk atau jauh ke dalam makanan tanpa
dapat dicegah atau tanpa disadari, hal mana karena
merugikan dirinya sendiri dan mengotori makanan.
86
Universitas Sumatera Utara
b. Menempatkan makanan dengan wadah tertutup dan
dihindari cara penempatan dengan tumpang tindih yang
terbuka, karena bagian luar pada wadah di atasnya akan
mengotori makanan dalam wadah di bawahnya, demikian
seterusnya.
87
Universitas Sumatera Utara
e. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja negara dan sumber pembiayaan lainnya secara
nasional.
f. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk
tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya Program
untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan volume
dan beban kerja.
g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah lokasi
percontohan untuk dikembangkan secara bertahap dan
berkelanjutan di tingkat Nasional.
h. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab program
dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat Propinsi.
i. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama
lintas program dan lintas sektoral dalam rangka
meningkatkan sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk
mencapai hasil yang maksimal.
j. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kriteria
nasional untuk evaluasi keberhasilan secara kualitatif
maupun kuantitatif yang terukur, transparan dan
akuntabel.
k. Penanggung jawab program secara nasional adalah Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan cq. Direktur Penyehatan
Lingkungan.
2. Propinsi :
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Propinsi berdasarkan Kebijakan Nasional dan
Kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi.
88
Universitas Sumatera Utara
b. Mengamankan dan mengawasi metoda penyelenggaraan
pembinaan dan pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah
tangga termasuk penyuluhan dan pelatihan partisipatori
yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota, Kecamatan/
Puskesmas, Kelurahan/Desa dan RT/RW.
c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan
dan materi penyuluhan dan pelatihan dengan metode
partisipatori secara nasional untuk kebutuhan di tingkat
Propinsi.
d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja Propinsi dan sumber pembiayaan lainnya di
wilayah/daerah Propinsi.
e. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk
tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya Program
di Kabupaten/Kota sesuai dengan volume, beban kerja
dan prioritas kegiatan dan prioritas daerah.
f. Merencanakan, menyusun dan mengajukan usulan
penetapan daerah lokasi percontohan tingkat Propinsi,
untuk dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan
di wilayah Propinsi.
g. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab program
dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat Kabupaten/
Kota
h. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama
lintas program dan lintas sektoral tingkat Propinsi dalam
rangka menjalin keterpaduan, dan meningkatkan sinergi
dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang
maksimal.
89
Universitas Sumatera Utara
i. Mengamankan, mengawasi dan melaksanakan kriteria
evaluasi nasional dalam menilai keberhasilan secara
kualitatif maupun kuantitaitif yang terukur, transparan
dan akuntabel dalam lingkup Propinsi.
j. Penanggung Jawab program di Propinsi adalah Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi cq Kepala Sub Dinas yang
membidangi Kesehatan Lingkungan Propinsi.
3. Kabupaten/Kota.
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan Kebijakan Nasional,
Propinsi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Kabupaten/
Kota.
b. Membina dan mengawasi penyelenggaraan Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga termasuk sosialisasi,
penyuluhan dan pelatihan partisipatori yang dilakukan
oleh petugas Kecamatan/ Puskesmas, Kelurahan/Desa
dan RW/RT.
c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan dan
materi penyuluhan dan pelatihan secara nasional atau
sesuai dengan lokal spesifik untuk kebutuhan di wilayah
Kabupaten/Kota.
d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja Kabupaten/Kota dan sumber pembiayaan lainnya
untuk daerah Kabupaten/Kota.
e. Melakukan pelatihan fasilitator partisipatori petugas
Kecamatan/Puskesmas dan lintas sektoral/program dan
LSM tingkat Kabupaten/Kota.
90
Universitas Sumatera Utara
f. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah
kecamatan lokasi percontohan, untuk dikembangkan
secara bertahap dan berkelanjutan di seluruh
wilayahnya.
g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama
lintas program dan lintas sektoral di tingkat Kabupaten/
Kota dalam rangka meningkatkan dukungan,
keterpaduan, sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk
mencapai hasil yang maksimal.
h. Membina dan mengawasi pelaksanaan program dan
melaksanakan evaluasi kiteria keberhasilan secara kualitatif
maupun kuantitatif yang terukur, transparan dan akuntabel
di Kabupaten/Kota.
i. Melakukan sosialisasi kriteria keberhasilan program untuk
ditindaklanjuti oleh Kecamatan/Puskesmas.
j. Mengimplementasikan alokasi anggaran yang bersumber
dari Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk pelaksanaan
Pogram Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan Rumah tangga di wilayah Kecamatan/
Puskesmas.
k. Penanggung Jawab program di Kabupaten/Kota adalah
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cq. Pejabat yang
membidangi Kesehatan Lingkungan.
4. Kecamatan/Puskesmas
a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kebijakan teknis
pelaksanaan program di tingkat Kecamatan/Puskesmas.
b. Menyelenggarakan pelaksanaan sosialisasi dan penyuluhan
lintas program dan lintas sektoral di tingkat kecamatan/
puskesmas.
91
Universitas Sumatera Utara
c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan dan
pelatihan partisipatori untuk kebutuhan di tingkat
Kecamatan/ Puskesmas.
d. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan realisasi
rencana anggaran belanja yang telah dialokasikan oleh
sumber pembiayaan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/
Kota.
e. Melakukan pelatihan partisipatori petugas Desa/Kelurahan
dan Pengurus RW/RT, Kader dan Tokoh Masyarakat
Desa.
f. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan desa lokasi
percontohan kegiatan yang akan dikembangkan secara
bertahap dan berkelanjutan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
g. Melaksanakan kerjasama lintas program maupun lintas
sektoral di tingkat Kecamatan/Puskesmas dalam rangka
meningkatkan dukungan, kerjasama, sinergi dan
sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang
maksimal.
h. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program
secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur, transparan
dan akuntabel di tingkat Kecamatan/Puskesmas.
i. Penanggung jawab program di tingkat Kecamatan/
Puskesmas adalah Camat dan wakil penanggung Jawab
Program adalah Kepala Puskesmas Kecamatan.
5. Kelurahan/Desa
a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kegiatan di
tingkat Kelurahan/Desa.
92
Universitas Sumatera Utara
b. Menyelenggarakan sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan
partisipatori bagi petugas kesehatan, tokoh masyarakat,
Pengurus RW/RT, kader kesehatan dan Posyandu.
c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan untuk kebutuhan ibu-ibu di tingkat RW, RT, dan
Dasa Wisma.
d. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan anggaran
belanja yang telah dialokasikan oleh sumber pembiayaan
di tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan/
Puskesmas.
e. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan lokasi
percontohan kegiatan di wilayah RW/RT yang akan
dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan kepada
wilayah lainnya.
f. Melaksanakan koordinasi kegiatan dengan menggerakkan
semua unsur di tingkat Kelurahan dan Desa dalam
rangka meningkatkan dukungan, keterpaduan, sinergi
dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang
maksimal.
g. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program
dan mengumpulkan data kunjungan rumah tentang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Cara Pembuatan
Makanan yang Baik (CPMB) di rumah tangga dan kasus
Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di
rumah tangga secara terukur, transparan dan akuntabel.
h. Penanggung jawab program di Kelurahan/Desa adalah
Lurah/Kepala Desa/Kuwu dan wakil penanggung jawab
program adalah Petugas kesehatan di Desa/Kelurahan
93
Universitas Sumatera Utara
IX LANGKAH KEGIATAN
A. Tingkat Pusat
1. Menetapkan Kebijakan Nasional berupa Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Pedoman Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di
Rumah Tangga, sebagai sumber acuan teknis dan acuan
hukum untuk ditindaklanjuti dengan Penetapan Peraturan
Daerah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota.
2. Membentuk Tim Pembina di tingkat Pusat yang dipimpin
oleh Dirjen PP dan PL atau Pejabat lain yang ditunjuk
olehnya yang melibatkan unsur-unsur terkait di sektor
Pemerintah dan swasta, serta Organisasi dan Lembaga
Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi, Profesi, Pemuda,
Wanita dan pihak terkait lainnya.
3. Menyusun rencana kerja Program hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan
di rumah tangga yang terintegrasi dengan berbagai
program dan sektor terkait baik dalam rangka program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, program Millennium
Development Goals maupun program-program kesehatan
lainnya.
4. Membentuk tim pelatih tingkat Nasional yang bertugas
menyelenggarakan pelatihan petugas Propinsi dan
Kabupaten/Kota dalam rangka mempers iapkan
penyelenggaraan praktek hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga.
5. Mengembangkan, menggandakan dan menyebarluaskan
bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi
tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan
94
Universitas Sumatera Utara
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
kepada aparatur pemerintahan daerah, swasta dan
masyarakat.
6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral
di tingkat Pusat serta Persiapan Daerah Kabupaten/Kota
percontohan.
7. Melakukan evaluasi input dengan mengukur seberapa
jauh respon Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap
Penerbitan Kepmenkes dengan dilaksanakannya
aktifitas rencana kerja Hygiene Sanitasi Makanan Bahan
Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga dan
pengajuan Rencana Kerja dan Anggarannya
rannya oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Pemda dan DPRD.
8. Melakukan evaluasi proses dengan mengukur kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi
dalam menindaklanjuti Kepmenkes dengan membuat
edaran, supervisi atau forum diskusi pemecahkan masalah
Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di
Kabupaten/Kota wilayah kerjanya.
9. Melakukan evaluasi output dengan mengukur banyaknya
kegiatan, penyusunan perda, pelatihan dan penyuluhan
yang telah dijalankan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan
atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka
penyelenggaraan Hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga.
10 Melakukan evaluasi outcome dengan mengukur
banyaknya keluarga yang telah menerapkan praktek
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam menerapkan
Cara Produksi Makanan yang Baik di rumah tangga dan
menurunnya kejadian Penyakit Bawaan Makanan dan
Keracunan Makanan di rumah tangga.
95
Universitas Sumatera Utara
B. Tingkat Propinsi
1. Mengamankan dan mensosialisasikan Kebijakan Nasional
berupa Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di Rumah Tangga, kepada pihak-
pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun
Organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperti
Organisasi Profesi, Wanita, Pemuda dan Keagamaan yang
berlokasi di Propinsi, agar sejalan dengan program lain di
tingkat Propinsi, dalam rangka mengurangi atau
mencegah kejadian Penyakit Bawaan Makanan dan
Keracunan Makanan di rumah tangga,
2. Membentuk Tim Pengawas di tingkat Propinsi yang
dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau
pejabat lain yang ditunjuk olehnya yang melibatkan unsur-
unsur Pemerintah, swasta, dan Organisasi atau Lembaga
Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi, Profesi, Pemuda,
Tokoh Masyarakat, Wanita dan pihak terkait lainnya.
3. Menyusun program dan rencana kerja tingkat Propinsi
yang terintegrasi dengan berbagai program dan sektor
terkait di Propinsi, dalam rangka program unggulan
Propinsi, STBM Propinsi, program MDG’s Propinsi maupun
program-program di tingkat Propinsi lainnya.
4. Membentuk tim pelatih tingkat Propinsi yang dipimpin
oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau Pejabat yang
ditunjuk olehnya yang bertugas menyelenggarakan
pelatihan petugas Kabupaten/Kota dalam rangka
penyelenggaraan pelatihan Petugas Puskesmas dan
Kecamatan.
96
Universitas Sumatera Utara
5. Mengembangkan, menggandakan dan menyebarluaskan
bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi
tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
dengan metode partisipatori dalam lingkup Propinsi baik
dalam gaya atau bahasa lokal, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral
di tingkat Propinsi serta membantu Pusat dalam Persiapan
Daerah Kabupaten/Kota Percontohan.
7. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi input
dengan mengukur jumlah Kabupaten/Kota yang
telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
tentang hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan
keamanan makanan di rumah tangga.
8. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi proses
dengan mengukur jumlah program dan kegiatan yang
telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota dalam rangka menindaklanjuti Kepmenkes, Edaran
Propinsi, supervisi atau forum diskusi masalah PBM dan
KM di wilayahnya.
9. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi output
dengan mengukur banyaknya kegiatan, penyusunan
perda, pelatihan dan penyuluhan yang telah dilaksanakan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka
penerapan Peraturan Daerah tentang Hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan rumah
tangga dalam lingkup Propinsi yang bersangkutan.
10.Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi outcome
dengan mengukur banyaknya jumlah keluarga yang
97
Universitas Sumatera Utara
melakukan penerapan PHBS dan CPMB dan penurunan
jumlah kejadian PBM dan KM di rumah tangga, dalam
lingkup Propinsi yang bersangkutan.
C. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Menyusun dan Menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/
Kota tentang Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan
dan Keamanan Makanan di rumah tangga, dengan
melibatkan semua pihak terkait baik pemerintah, swasta,
organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan.
2. Membentuk Tim Pelaksana Pelatihan di Kabupaten/
Kota yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau Pejabat lain yang ditunjuk
untuk menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh
Puskesmas Kecamatan.
3. Menyusun Rencana Kerja dan kegiatan PHBS dan
CPMB HSMBMKMRT di Tingkat Kabupaten/Kota untuk
menyelenggarakan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam rangka menurunkan kasus PBM dan KM di Rumah
Tangga.
4. Menyelenggarakan Sosialisasi Lintas Sektoral tentang
Program HSMBMKMRT di tingkat Kabupaten/Kota, dalam
rangka mempersiapkan Pelatihan Petugas Puskesmas,
Kecamatan dan pihak terkait di tingkat Kecamatan
untuk melakukan sosialisasi dan penyuluhan partisipatori
Praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
5. Menyelenggarakan sosialisasi dan Pelatihan fasilitator
dengan metode partisipatori tentang Praktek Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga.
98
Universitas Sumatera Utara
6. Menggandakan dan menyebarluaskan bahan dan
materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi tentang
praktek hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan
keamanan makanan di rumah tangga dalam lingkup
Kabupaten/Kota baik dalam gaya atau bahasa lokal.
7. Melakukan pendataan awal kejadian PBM dan KM, di
wilayah Kabupaten/Kota disertai keterangan tentang
kejadian, episode, waktu, lokasi dan jenis bahan yang
dimakan, penyebab dan alasannya mengapa hal itu bisa
terjadi.
8. Melakukan pemilihan dan penetapan pengusulan lokasi
Daerah Kecamatan percontohan HSMBMKMRT yang
akan diajukan ke Propinsi dan Pusat.
9. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan tahapan
input, proses, output dan outcome yang dilakukan oleh
Kecamatan lokasi percontohan.
D. Tingkat Kecamatan/Puskesmas
1. Menyusun Rencana Kerja Puskesmas Kecamatan
dan mengkoordinasikan seluruh jajarannya dalam
melaksanakan pelatihan/penyuluhan Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di
rumah tangga.
2. Membentuk Tim Pelatihan Tingkat Kecamatan Puskesmas
untuk melatih Petugas Posyandu, Dasa Wisma, PKK dan
tokoh masyarakat sebagai agen perubahan dalam rangka
praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga, dipimpin Kepala
Puskesmas atau Pejabat lain yang ditunjuk.
3. Menyusun rencana kerja tingkat Kecamatan, dengan
melibatkan petugas Medis, Sanitarian, Bidan, Perawat,
99
Universitas Sumatera Utara
Gizi dan petugas lainnya untuk melakukan program
kerja Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
4. Menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh jajaran
Puskesmas dan Petugas Kelurahan/Desa, untuk melakukan
penyuluhan dan sosialisasi tentang partisipatory Praktek
Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
5. Melakukan pendataan kejadian PBM dan KM di wilayah
Puskesmas dengan mengidentifikasi kasus, waktu, lokasi
disertai keterangan tentang jenis bahan yang dimakan,
penyebab dan alasannya mengapa hal itu bisa terjadi.
6. Menyebarluaskan bahan dan materi pelatihan, penyuluhan
dan sosialisasi tentang praktek hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga kepada masyarakat umum.
7. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan
tahapan input, proses, output dan outcome yang
dilakukan oleh desa/kelurahan lokasi percontohan.
X. EVALUASI
Untuk melakukan evaluasi dilakukan dengan 4 (empat) jenis
evaluasi yang diukur dalam kurun waktu satu tahun yaitu :
1. Evaluasi input :
a. Adanya kegiatan pembinaan dan pengawasan yang telah
dianggarkan pembiayaannya oleh Departemen Kesehatan
untuk dilaksanakan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/
Kota.
Indikatornya : adanya alokasi anggaran sektor Kesehatan
di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
100
Universitas Sumatera Utara
b. Adanya rencana kegiatan HSMBMKM di RT yang telah
disiapkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Indikatornya : adanya TOR kegiatan di Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota
c. Adanya rencana persiapan tenaga, sarana dan prasarana
yang akan digunakan dalam kegiatan HSMBMKM di RT
oleh Pusat, Kabupaten/Kota yang dapat digunakan dalam
pelaksanaan program.
Indikatornya : tercantumnya dalam TOR, rencana persiapan
tenaga, sarana & prasarana yang akan digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan.
d. Jumlah Kit penyuluhan yang telah digandakan dan
disalurkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
kepada semua pihak terkait.
Indikatornya: prosentase kit penyuluhan yang telah
digandakan dan disalurkan oleh sektor Kesehatan di
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
e. Jumlah pembentukan atau revitalisai Dasa Wisma dan
PKK yang telah dilaksanakan Kelurahan, RW dan RT.
Indikatornya : prosentase Kelurahan yang telah melakukan
pembentukan atau revitalisasi Posyandu dan Dasa
Wisma
2. Evaluasi proses :
a. Adanya surat, edaran, SK, komunikasi lainnya oleh Pusat
ke Propinsi dan Kabupaten/Kota atau sebaliknya.
Indikatornya : adanya surat menyurat dan komunikasi
lainnya antara Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota yang
telah dikirim.
b. Adanya bimbingan teknis dan atau supervisi Pusat ke
Propinsi dan Kabupaten/Kota.
101
Universitas Sumatera Utara
Indikatornya : adanya kegiatan bimbingan teknis dan atau
supervisi yang telah dilakukan.
c. Adanya Rancangan Perda tentang HSMBMKM di RT yang
telah disusun dan didiskusikan.
Indikatornya : adanya dokumen rancangan Perda yang
diajukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
d. Jumlah Kabupaten/Kota yang telah mempunyai kegiatan
HSMBMKM di RT.
Indikatornya : prosentase Kab/Kota yang mempunyai
kegiatan HSMBMKM di RT.
e. Adanya sosialisasi tingkat Pusat, Propinsi, Kab/Kota yang
telah dilaksanakan.
Indikator : adanya laporan sosialisasi yang telah
dilaksanakan.
f. Jumlah pelatihan pelatih fasilitator (TOT) yang telah
dilaksanakan oleh Pusat, Propinsi dan Kab/Kota.
Indikator : jumlah pelatihan fasilitator yang telah
dilaksanakan.
g. Jumlah pelatihan fasilitator yang telah dilaksanakan
Kabupaten/Kota dan Kecamatan.
Indikator : jumlah pelatihan fasilitator yang telah
dilaksanakan.
h. Jumlah pelatihan partisipatori kegiatan HSMBMKM di RT
yang telah dilaksanakan di Kecamatan, Desa, RW/RT dan
Dasa Wisma.
Indikator : jumlah pelatihan partisipatori yang telah
dilaksanakan.
3. Evaluasi output :
a. Jumlah peraturan daerah yang telah diterbitkan oleh
102
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten/Kota.
Indikator : prosentase Kab/Kota yang telah memiliki Perda
HSMBMKM di RT.
d. Jumlah pelatih fasilitator (TOT) yang terlatih di Pusat,
Propinsi dan Kab/Kota.
Indikator : jumlah pelatih fasilitator yang terlatih.
c. Jumlah fasilitator yang terlatih di Kabupaten/Kota dan
Kecamatan.
Indikator : jumlah fasilitator yang terlatih.
d. Jumlah masyarakat yang telah mengikuti pelatihan
partisipatori kegiatan HSMBMKM di RT di Kecamatan dan
Desa.
Indikator : jumlah masyarakat yang telah mengikuti
pelatihan partisipatori.
4. Evaluasi outcome :
a. Jumlah rumah tangga yang telah melaksanakan PHBS
dan CPMB di rumah tangga meningkat.
Parameter penilaian : mencuci tangan pakai sabun sebelum
memasak, kuku pendek dan bersih, pakai celemek waktu
memasak, makanan disajikan tertutup, makanan segera
dikonsumsi.
Indikator : Persentase keluarga yang telah melaksanakan
PHBS dan CPMB
b. Jumlah kejadian PBM dan KM yang terjadi di rumah
tangga setelah penyuluhan cenderung menurun.
Indikatornya : jumlah kejadian kasus keracunan makanan
di rumah tangga.
103
Universitas Sumatera Utara
X PENUTUP
Dengan ditetapkannya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga ini,
maka diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menindak
lanjutinya dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
sehingga semua rumah tangga dapat menyelenggarakan
perilaku hidup sehat dan bersih dalam menyediakan makanan
siap saji di rumah tangga, sehingga semua anggota keluarganya
dapat terhindar dari gangguan penyakit bawaan makanan (PBM)
dan keracunan makanan (KM)
MENTERI KESEHATAN RI
ttd.
104
Universitas Sumatera Utara
OUTPUT ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 18 - 20 Tahun 3 5.5 5.5 5.5
21 - 30 Tahun 44 80.0 80.0 85.5
31 - 40 Tahun 8 14.5 14.5 100.0
Total 55 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 26 47.3 47.3 47.3
Tidak Bekerja 29 52.7 52.7 100.0
Total 55 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perguruan Tinggi 8 14.5 14.5 14.5
Tamat SMA 40 72.7 72.7 87.3
Tamat SMP 6 10.9 10.9 98.2
Tamat SD 1 1.8 1.8 100.0
Total 55 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3 Bulan 8 14.5 14.5 14.5
4 Bulan 8 14.5 14.5 29.1
5 Bulan 27 49.1 49.1 78.2
6 Bulan 12 21.8 21.8 100.0
Total 55 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 20 36.4 36.4 36.4
Perempuan 35 63.6 63.6 100.0
Total 55 100.0 100.0
Count
Kejadian Diare Bayi Total
Ya Tidak Ya
Kebersihan Payudara Baik 0 11 11
Responden TIDAK BAIK 12 32 44
Total 12 43 55
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 12 21.8 21.8 21.8
Tidak 43 78.2 78.2 100.0
Total 55 100.0 100.0
2. ANALISIS BIVARIAT
Crosstab
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Upper Lower
Odds Ratio for
Pemilihan Bahan
Makanan Responden 2.533 .509 12.613
(Tidak Baik / Baik )
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya 1.958 .672 5.711
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .773 .444 1.346
N of Valid Cases 55
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Upper Lower
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .586 .432 .796
N of Valid Cases 55
Crosstab
Risk Estimate
Upper Lower
Odds Ratio for
Penyimpanan Makanan
Jadi oleh Responden 10.357 1.996 53.754
(Tidak Baik / Baik )
For cohort Kejadian Diare
Bayi = Ya 6.458 1.559 26.761
For cohort Kejadian Diare
Bayi = Tidak .624 .439 .885
N of Valid Cases 55
Crosstab
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Upper Lower
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .769 .663 .893
N of Valid Cases 55
Crosstab
Risk Estimate
Upper Lower
Odds Ratio for
Penyajian Makanan
Jadi oleh Responden .230 .045 1.176
(Tidak Baik / Baik)
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya .300 .073 1.240
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak 1.304 1.005 1.693
N of Valid Cases 55
Chi-Square Tests
Risk Estimate
Upper Lower
Odds Ratio for
Kebersihan Tangan
Responden (Tidak 1.515 .284 8.089
Baik / Baik)
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya 1.395 .352 5.528
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .921 .681 1.245
N of Valid Cases 55
Crosstab
Chi-Square Test
Upper Lower
Odds Ratio for
Kebersihan Kuku
Responden (Tidak 3.673 .902 14.964
Baik / Baik )
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Ya 2.560 .987 6.636
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .697 .424 1.144
N of Valid Cases 55
Risk Estimate
Upper Lower
For cohort Kejadian
Diare Bayi = Tidak .727 .607 .872
N of Valid Cases 55
DOKUMENTASI PENELITIAN
110
Devania, 2010. Hubungan Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Diare pada Balita di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Info
Kesehatan Masyarakat.
Dinkes Provinsi Sumatera Barat. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
2013. Padang
Febriana, 2012. Hubungan Hygiene dan Sanitasi Makanan dengan Kejadian Diare
pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Kabupaten Sujoharjo
tahun 2012. Skripsi. UNDIP
Gupte,Suraj. 2004. Speaking of: Child Care Everything you wanted to Know.
Penerbit Jakarta.
Harrison. 2010. Gatroenterologi & Hepatologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Hidayat,Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta.
Irianto, Kus. 2007.Gizi & Pola Hidup Sehat. CV Yrama Widya. Bandung
James, Chin. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: C.V Info
Medika.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Trans Info Media.
Jakarta
Melina,N. 2014. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan
kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir Kota
Palembang tahun 2014. Repository.usu.ac.id
Ningsih, 2014. Pengaruh Pola Makan, Status Gizi, Hygiene dan Sanitasi Makanan
terhadap Kejadian Diare pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur
Darat Kecamatan Medan Timur. Thesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU. Medan
111
Nutrisiana,F. 2010. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP
ASI) pada Anak 0-2 Bulan Dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja
Puskesmas Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan
Tahun 2010. Skripsi FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Prabu. 2008. Higiene dan Sanitasi Makanan. http//gmpg.org. Jakarta. Diakses tanggal
31 September 2015.
Rachmanti, R.N., 2006. Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman dengan
Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Adimulyo
Kabupaten Kebumen. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Safira,S. 2015. Hubungan Kepadatan Lalat, Personal Hygine dan Sanitasi Dasar
dengan Kejadian Diare Pada Balita di Lingkungan I Kelurahan Paya
Pasir Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2015.
Repository.usu.ac.id
Susanna, Dewi dkk. 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-Gado
di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis.
Makara Seri Kesehatan 7(1) : 21-29.
Slamet, Juli. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press: Jogjakarta
Stassi. 2005. Basic Nurse Assisting. Printed in the United States of America
Suharyono. 2008. Diare akut: klinik dan laboratorik Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka
Cipta
Sumantri. 2010. Kesehatan Lingkungan & Perspektif Islam. Kharisma Putra Utama:
Jakarta
Sunyoto. 2013. Statistik Kessehatan. Nuha Medika : Yogyakarta
112
Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Kawan Pustaka. Jakarta
Zaenab, 2008. Keracunan Makanan. http://keslingmks.wordpress.com/2008/12/26.
(diakses tanggal 17 Mei 2016)
Zebua, Ade Paramitha, 2014. Hubungan Personal Hygiene Dengan Keluhan Kulit
dan Fasilitas Sanitasi di TPA Terjun Kelurahan Terjun Kecamatan Medan
Marelan Tahun 2014. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Medan
Zein, U. 2010. Ilmu Kesehatan Umum. USU Press. Medan.
113
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko dengan faktor
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali
saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan .
Pauh Kota Padang tahun 2016 dengan pertimbangan merupakan Kelurahan yang
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 3-6
bulan yang bertempat tinggal di Kelurahan Limau Manis Wilayah Kerja Puskesmas
42
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi usia 3-6 bulan di
Kelurahan Limau Manis Wilayah Kerja Puskesmas Pauh dimana teknik pengambilan
oleh peneliti kepada responden (ibu) mengenai kejadian diare pada bayi dan personal
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Pauh mengenai kejadian diare pada
bayi serta literature-literatur yang mendukung penelitian yang terkait dengan kejadian
diare.
usia 3-6 bulan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pauh mengenai
mengenai hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang
makanan jadi.
usia 3-6 bulan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pauh mengenai
2. Alat tulis
3. Kamera digital
kuesioner.
3.6.1 Variabel
1. Variabel Independen
2. Variabel Dependen
Variable Dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada bayi usia
3-6 bulan.
1. Diare adalah suatu keadaan dimana bayi berusia 3-6 bulan mengalami buang
air besar lembek dan cair atau berupa air saja yang frekuensinya lebih sering
dari biasanya atau > 3 kali sehari. Kondisi ini ditanyakan dalam satu bulan
terakhir.
2. Karakteristik ibu adalah gambaran keadaan atau ciri khas ibu yang terdiri dari
3. Usia ibu adalah lama hidup ibu bayi yang diukur berdasarkan ulang tahun
terakhir yang telah dilalui dalam satuan tahun pada waktu dilakukan
penelitian.
4. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang diperoleh ibu dari instansi
5. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh ibu untuk menghasilkan uang
orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan
kondisi segar, masih utuh dan diperoleh dari sumber yang resmi untuk
penganggu lainnya.
yang dilakukan ibu dari bahan mentah menjadi makanan yang siap
berpakaian bersih.
dan bersih.
wadah atau peralatan makan yang bersih dan telah dicuci menggunakan
sabun.
7. Personal hygiene adalah cara merawat diri untuk memelihara kesehatan fisik
tangan seperti cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah melakukan
sesuatu.
memberikan ASI dengan menggunakan air hangat dan kain yang telah
dibersihkan.
1. Karakteristik Ibu
a. Umur
b. Pendidikan
c. Pekerjaan
1. Bekerja
2. Tidak Bekerja
(skor) ≥ 16 atau memilih jawaban yang memiliki nilai (skor) ≥ 75% dari
nilai < 16 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor =1, jawaban Tidak, skor = 0.
2 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh
pertanyaan.
nilai < 2 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
c. Pengolahan Makanan
19 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
nilai < 19 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor =1, jawaban Tidak, skor = 0.
1 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh
pertanyaan.
nilai < 1 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
e. Pengangkutan Makanan
memiliki dua pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor = 1, jawaban Tidak,
yaitu:
1 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh
pertanyaan.
nilai < 1 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
f. Penyajian Makanan
2 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh
pertanyaan.
nilai < 2 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
a. Kebersihan Tangan
dan kuku memiliki dua pilihan jawaban yaitu jawaban Ya, skor = 1 ,
3 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh
pertanyaan.
nilai < 3 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
b. Kebersihan Kuku
1 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh
pertanyaan.
nilai < 1 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
c. Kebersihan Payudara
2 atau memilih jawaban yang memiliki nilai ≥ 75% dari total skor seluruh
pertanyaan.
nilai < 2 atau memiliki nilai yang memiliki nilai < 75% dari total skor
seluruh pertanyaan.
1. Analisis Univariat
2. Analisis Bivariat
pendamping ASI dan personal hygiene responden) dengan uji statistic chi
tingkat signifikan (nilai α) sebesar 95%. Jika nilai p > α (0,05), maka hipotesis
penelitian (Ha) ditolak dan jika nilai p < α (0,05), maka hipotesis penelitian
(Ha) diterima.
pusat Kota Padang. Terdiri dari 9 kelurahan, yaitu Kelurahan Pisang, Kelurahan
Kelurahan Limau Manis Selatan dan Kelurahan Limau Manis. Luas wilayah ± 146,2
km2 terdiri dari 60% dataran rendah dan 40% dataran tinggi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Padang tahun 2014 (edisi
November, 2015), jumlah penduduk Kecamatan Pauh adalah sebanyak 66.661 jiwa
yang terdiri dari 33.637 orang laki-laki dan 33.024 orang perempuan. Sedangkan
jumlah rumah tangga di Kecamatan Pauh tercatat sebanyak 15.283 rumah tangga
56
Gambaran karakteristik bayi berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Bayi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang
tahun 2016
Karakteristik Bayi n %
1. Umur
3 bulan 7 12,7
4 bulan 10 18,2
5 bulan 25 45,5
6 bulan 13 23,6
Jumlah 55 100
2. Jenis Kelamin
Perempuan 34 61,82
Laki-laki 21 38,18
Jumlah 55 100
berdasarkan umur, persentase paling besar adalah bayi berusia 5 bulan, yaitu
sebanyak 25 bayi atau 45,5% dari jumlah sampel dan mayoritas bayi berjenis kelamin
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui sebagian besar responden berusia 21-30
SLTA yaitu sebanyak 40 responden (72,7%) dan mayoritas sebagai ibu rumah tangga
Gambaran makanan pendamping air susu ibu yang diberikan responden (ibu)
kepada bayi berdasarkan jenis dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut
Tabel 4.3 Distribusi Makanan Pendamping Air Susu Ibu Berdasarkan Jenis
dan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang Tahun
2016
Umur Bayi
Jenis Total
MP-ASI 3 bulan 4 bulan 5 bulan 6 bulan
n % n % n % n % n %
Air tajin 0 0 1 1,8 0 0 0 0 1 1,8
Bubur instan 3 5,4 2 3,6 5 9,1 0 0 10 18,1
Bubur tepung 2 3,6 5 9,1 4 7,3 2 3,6 13 23,6
beras
Pisang saring 2 3,6 1 1,8 2 3,6 2 3,6 7 12,7
Nasi tim 0 0 7 12,7 8 14,5 9 16,4 24 43,6
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui sebagian besar jenis MP-ASI yang
Gambaran frekuensi pemberian MP-ASI per hari dapat dilihat pada Tabel 4.4
sebagai berikut :
Kejadian diare pada bayi adalah penyakit diare yang dialami oleh bayi dalam
satu bulan terakhir. Gambaran mengenai kejadian diare dapat dilihat pada Tabel 4.5
sebagai berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Kejadian Diare pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Pauh Kecamatan Pauh tahun 2016
Kejadian Diare n %
Ya 12 21,8
Tidak 43 78,2
Jumlah 55 100
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa lebih banyak bayi yang tidak
mengalami diare dalam satu bulan terakhir yaitu sebanyak 43 bayi (78,2).
4.2.6 Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Olahan
Rumah Tangga
pendamping ASI yang diolah oleh responden. Poin-poin pada lembar observasi
mengenai hygiene sanitasi makanan pendamping ASI terdiri dari 6 poin yang terdiri
diolah oleh responden berdasarkan lembar observasi dapat dilihat sebagai berikut:
Ya % Tidak %
1. Beras
a. Kondisi utuh dan tidak rusak 38 100 0 0
b. Kondisi bersih dan tidak berkutu 38 100 0 0
c. Tidak menggumpal 38 100 0 0
2. Tahu
a. Kondisi utuh, tidak berlendir dan tidak 8 100 0 0
rusak
b. Berwarna putih kekuningan 8 100 0 0
c. Beraroma segar dan tidak busuk 8 100 0 0
3. Kentang
a. Kondisi utuh dan tidak rusak 28 100 0 0
b. Kulit berwarna coklat bukan kehijauan 28 100 0 0
c. Beraroma segar dan tidak busuk 28 100 0 0
4. Wortel
a. Kondisi utuh dan tidak rusak 24 85,7 4 14,3
b. Berwarna orange cerah bukan orange 24 85,7 4 14,3
kehitaman
c. Beraroma segar dan tidak busuk 28 100 0 0
5. Pisang
a. Kondisi utuh dan tidak rusak 6 100 0 0
b.Berwarna kuning cerah bukan kecoklatan 6 100 0 0
c. Beraroma segar dan tidak busuk 6 100 0 0
6. Telur
a. Kondisi utuh dan tidak rusak atau retak 0 0 4 100
b. Tidak terdapat kotoran atau noda pada 0 0 4 100
kulit
7. Bahan dalam kemasan terdaftar 10 100 0 0
di Depkes, tidak kadaluarsa dan tidak
cacat atau tidak rusak.
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa seluruh responden baik untuk
pemilihan bahan makanan seperti beras, tahu, kentang dan pisang dalam keadaan
utuh dan tidak rusak serta beraroma segar dan tidak busuk tetapi seluruh responden
yang menggunakan telur sebagai bahan makanan untuk MP-ASI memilih bahan
makanan tidak baik seperti telur tidak utuh dan rusak serta terdapat kotoran di kulit
telur. Untuk pemilihan bahan makanan jenis wortel sebanyak 24 responden (85,7%)
memilih dalam keadaan utuh dan tidak rusak dan seluruh responden memilih wortel
yang beraroma segar dan tidak busuk. Untuk pemilihan bahan makanan dalam
kemasan, seluruh responden baik dalam pemilihan bahan makanan yaitu bahan
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik
Gambaran penyimpanan bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 4.8 sebagai
berikut :
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik
kuat, kedap air dan tertutup sebanyak 38 responden (69,1%) , wadah penyimpanan
tidak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus sebanyak 34 responden (61,8%),
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik
1. Tempat Pengolahan
(41,8%) tidak memiliki dapur yang bersih dan sebanyak 35 responden (63,6%)
memiliki permukaan lantai dapur yang rata, sedangkan 20 responden tidak memiliki
rata sedangkan 5 responden (9,9%) memiliki dinding yang tidak rata. Sebanyak 46
memiliki ventilasi 10% dari luas lantai, sedangkan 47 responden (46,5%) memiliki
ventilasi kurang dari 10% luas lantai. Sebanyak 9 responden (16,4%) memiliki
tempat mencuci bahan makanan dan peralatan dengan air bersih yang cukup,
sedangkan 46 responden (83,6%) tidak memiliki tempat mencuci bahan makanan dan
pembuangan air limbah yang berjarak 10 meter dengan sumber air bersih, sedangkan
23 responden (41,8%) tidak memiliki saluran pembuangan air limbah yang berjarak
10 meter dengan sumber air bersih. Sebanyak 25 responden (45,5%) memiliki toilet
yang bersih, sedangkan 30 responden (54,5%) memiliki toilet yang tidak bersih.
2. Tenaga Penjamah
responden (47,3%) responden tidak menjaga kebersihan tangan, rambut dan kuku.
mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan dengan air dan sabun
sedangkan 32 responden (58,2%) tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani
3. Cara Pengolahan
Ya % Tidak %
1 Mencuci bahan makanan dengan air 21 38,2 34 61,8
yang bersih dan mengalir
2 Tidak terjadi pengotoran dan kontaminasi 48 87,3 7 12,7
makanan
3 Tidak menambahkan BTM yang dilarang 55 100 0 0
Saat mengolah makanan
kontaminasi makanan.
4. Peralatan Pengolahan
Ya % Tidak %
1 Peralatan yang akan digunakan dalam 55 100 0 0
keadaan bersih
2 Meja peracikan bersih 20 36,4 35 63,6
3 Peralatan yang sudah dipakai dicuci 55 100 0 0
dengan sabun menggunakan air bersih
4 Peralatan untuk mengolah bahan 14 25,4 41 74,6
mentah dibedakan dengan peralatan
untuk mengolah makanan yang sudah
masak.
mengolah bahan mentah dengan makanan yang sudah masak sedangkan 41 responden
Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden tidak
Gambaran penyimpanan MP-ASI jadi dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut
Ya % Tidak %
1 Makanan Pendamping ASI yang 32 58,2 23 41,8
telah jadi disimpan dalam keadaan
tertutup
2 Penutup yang digunakan harus dalam 31 56,4 24 43,6
keadaan bersih dan tidak tercemar
menyimpan MP-ASI seperti nasi tim dalam keadaan tertutup dan sebanyak 23
makanan tersebut akan segera disajikan. Penutup yang digunakan responden dalam
keadaan bersih dan tidak tercemar sebanyak 31 responden (56,4%) dan sebanyak 24
responden (43,6) tidak menutup MP-ASI dengan penutup yang bersih seperti tudung
saji.
Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik
sebagai berikut :
Ya % Tidak %
1 Tersedia pengangkut khusus (baki) 7 12,7 48 87,3
2 Makanan ditutup agar terhindar dari 21 38,2 34 61,8
Percikan ludah dan debu
meja penyajian. Dari hasil observasi terdapat 34 responden (61,8%) yang tidak
Berdasarkan Tabel 4.18 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden tidak
berikut :
Ya % Ya %
1 Penyaji makanan berpakaian rapi 47 85,5 8 14,5
dan bersih
2 Peralatan dan penutup untuk menyajikan 2 3,6 53 96,4
makanan dalam keadaan bersih
3 Ketika melakukan penyajian, penyaji 52 94,5 3 5,5
tidak kontak langsung dengan MP-ASI
menyajikan makanan menggunakan pakaian yang rapi dan bersih yaitu sebanyak 47
pakaian bersih ketika menyajikan makanan. Peralatan dan penutup untuk menyajikan
makanan hanya sebanyak 2 responden (3,6%) dalam keadaan bersih dan sebanyak 53
Berdasarkan Tabel 4.20 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik
Personal hygiene adalah kebersihan diri yang dimiliki oleh responden (ibu).
Poin-poin pada lembar wawancara mengenai personal hygiene terdiri dari 3 variabel
Gambaran kebersihan tangan responden dapat dilihat pada tabel 4.21 sebagai
berikut :
memiliki kebiasaan tidak baik untuk kebersihan tangan seperti terdapat 37 responden
(67,3%) yang tidak mencuci tangan dengan sabun setelah mengganti popok bayi,
terdapat 48 responden (87,3%) yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum dan
setelah makan, dan terdapat 23 responden (41,8%) yang mencuci tangan pakai sabun
Berdasarkan Tabel 4.22 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden tidak
Gambaran kebersihan kuku responden dapat dilihat pada tabel 4.23 sebagai
berikut :
Ya % Tidak %
1 Memotong kuku sekali seminggu 51 92,7 4 7,3
2 Membersihkan kuku yang kotor 47 85,5 8 14,5
dengan sabun saat mandi
sebagian besar responden telah memotong kuku sekali seminggu yaitu sebanyak 51
Kebersihan Kuku n %
Tidak Baik 11 21,8
Baik 44 78,2
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 4.24 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden baik
berikut :
Ya % Tidak %
1 Membersihkan payudara dengan 6 10,9 49 89,1
air hangat atau air bersih sebelum
memberikan ASI
2 Membersihkan payudara dengan 16 29,1 39 70,9
kain bersih sebelum memberikan ASI
3 Mencuci tangan dengan bersih 11 20 44 80
ketika memegang payudara sebelum
memberikan ASI
dimiliki responden tidak baik seperti terdapat 49 responden (89,1%) yang tidak
membersihkan payudara dengan air hangat atau air bersih sebelum memberikan ASI,
bersih sebelum memberikan ASI dan terdapat 44 responden (80%) yang tidak
mencuci tangan dengan bersih ketika memegang payudara sebelum memberikan ASI.
Berdasarkan Tabel 4.26 dapat diketahui bahwa lebih banyak responden tidak
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Data disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi dan narasi dengan analisis statistic Chi square dan Uji Fishers’s. Adanya
4.3.1 Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI) Olahan Rumah Tangga dengan kejadian Diare pada Bayi usia 3-6
bulan.
Analisis hubungan antara hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu
(MP-ASI) dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pauh Kota Padang tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 4.27 berikut :
bahan makanan dari 8 responden yang tidak baik dalam pemilihan bahan makanan
terdapat 3 bayi (37,5%) yang menderita diare dan hanya 9 bayi (19,1%) yang
menderita diare dari 47 responden yang baik dalam pemilihan bahan makanan.
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p = 0,245. Jika dibandingkan dengan
derajat kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pemilihan bahan makanan dengan dengan kejadian diare pada
bayi.
responden (40,9%) yang menderita diare dan terdapat 3 responden (9,1%) yang
menderita diare pada responden yang baik dalam penyimpanan bahan makanan.
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,005. Jika dibandingkan dengan
derajat kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara penyimpanan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi
responden dengan penyimpanan bahan makanan yang tidak baik memiliki peluang
kejadian diare pada bayinya 4,5 kali lebih besar dibandingkan responden dengan
responden (41,3%) yang menderita diare dan terdapat 0 responden (0%) yang
menderita diare pada responden yang baik dalam pengolahan bahan makanan.
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,001. Jika dibandingkan dengan
derajat kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara penyimpanan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi.
responden (41,6%) yang menderita diare dan terdapat 2 responden (6,4%) yang
menderita diare pada responden yang baik dalam penyimpanan makanan jadi.
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,002. Jika dibandingkan dengan
derajat kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara penyimpanan makanan jadi dengan kejadian diare pada bayi dengan
dengan penyimpanan makanan jadi yang tidak baik memiliki peluang kejadian diare
pada bayinya 6,458 kali lebih besar dibandingkan responden dengan penyimpanan
(23,1%) yang menderita diare dan terdapat 0 responden (0%) yang menderita diare
pada responden yang baik dalam pengangkutan makanan. Berdasarkan hasil uji exact
fisher karena terdapat lebih dari 25% expected count yang nilai nya kurang dari 5
(p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
responden yang tidak baik dalam penyajian makanan, terdapat 2 responden (9,1%)
yang menderita diare dan terdapat 10 responden (30,3%) yang menderita diare pada
responden yang baik dalam penyajian makanan. Berdasarkan hasil uji chi square
maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
4.3.2 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi
Analisis hubungan antara Personal Hygiene dengan kejadian diare pada bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel
4.28 berikut :
Tabel 4.28 Analisis Hubungan antara Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian
Diare pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang
tahun 2016
Kejadian Diare
Ya Tidak Total RP
Personal Hygiene p
(CI=95%)
n % n % n %
1.Kebersihan Tangan
Tidak Baik 10 23,2 33 76,7 43 100 0,625 1,395
Baik 2 16,6 10 83,3 12 100 (5,528-0,352)
tangan dari 43 responden dengan kebersihan tangan yang tidak baik , terdapat 10
responden (28,2%) yang menderita diare dan terdapat 2 responden (16,6%) yang
menderita diare pada responden dengan kebersihan tangan yang baik. Berdasarkan
hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,625. Jika dibandingkan dengan derajat
kemaknaan (p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara kebersihan tangan ibu dengan kejadian diare pada bayi.
responden dengan kebersihan kuku yang tidak baik, terdapat 5 responden (41,6%)
yang menderita diare dan terdapat 2 responden (16,2%) yang menderita diare pada
responden dengan kebersihan kuku yang baik. Berdasarkan hasil uji chi square
maka dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
(27,2%) yang menderita diare dan terdapat 0 responden (0%) yang menderita diare
pada responden dengan kebersihan payudara yang baik. Berdasarkan hasil uji chi
(p<0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
umur 21 sampai 30 tahun, mayoritas sebagai ibu rumah tangga dan pendidikan
terakhir adalah SMA. Responden adalah ibu yang memiliki bayi umur 3-6 bulan yang
bayi paling banyak berusia 5 bulan dengan jenis kelamin perempuan paling banyak.
susu ibu (MP-ASI) mayoritas baik yaitu sebanyak 47 responden (85,4%). Hal ini
dikarenakan sebagian besar responden memilih bahan makanan dalam kedaan utuh,
tidak rusak dan masih segar seperti wortel dan kentang yang merupakan bahan
makanan untuk jenis MP-ASI nasi tim yang merupakan MP-ASI mayoritas yang
untuk MP-ASI jenis bubur beras yaitu beras merah dan beras putih dipilih ibu
berdasarkan kualitas yang baik seperti tidak berkutu dan tidak berbau. Seluruh bahan
Bahan makanan yang tidak bersih dapat menimbulkan penyakit pada bayi
akibat terkontaminasi oleh bakteri, virus maupun parasit penyebab penyakit termasuk
diantaranya diare. Pemilihan bahan makanan yang menyehatkan penting bagi bayi,
81
dengan bahan makanan yang menyehatkan daya tahan tubuh bayi akan meningkat
responden baik yaitu sebanyak 33 responden (60%). Hal ini dikarenakan sebagian
besar ibu menyimpan bahan makanan pada wadah yang tertutup dan kedap air untuk
jenis MP-ASI dengan bahan tepung beras merah atau beras putih yang sudah digiling.
Penempatan tepung beras merah atau beras putih di dalam kotak makanan yang
ditutup kuat dan penyimpanan dilakukan untuk kebutuhan selama satu bulan. Kotak
makanan disusun di lemari kayu atau bagi responden yang memiliki lemari pendingin
maka bahan makanan disimpan untuk jangka waktu satu bulan. Untuk bahan
makanan yang cepat membusuk seperti kentang dan wortel sebagian responden yang
penyimpanan bahan makanan dan langsung diolah ketika akan disajikan untuk bayi.
responden tidak baik yaitu sebanyak 29 responden (52,8%). Hal ini disebabkan
memiliki tempat untuk mencuci bahan makanan dan peralatan dengan air bersih yang
untuk buang air besar/buang air kecil dan mandi. Berdasarkan tenaga penjamah,
sebagian besar responden tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani
yang tersedia. Berdasarkan cara pengolahan, sebagian besar responden tidak mencuci
bahan makanan dengan air bersih dan mengalir. Untuk bahan makanan yang dikupas
seperti wortel dan kentang, sebagian responden tidak mencuci bahan makanan
makanan mentah dengan makanan yang telah jadi seperti menggunakan talenan untuk
berserakan dibelakang rumah dan tidak dibuang dalam waktu 24 jam. Sampah yang
tidak di kelola dengan baik dapat menjadi sumber pencemaran tanah, air, permukaan
peralatan makanan setelah pengolahan tetapi ibu tidak menyimpan peralatan makanan
Kebersihan peralatan yang digunakan dalam pengolahan juga sangat penting. Begitu
juga status kesehatan pengolah makanan serta cara kerjanya, yang tentunya
makanan tidak boleh sakit kulit, tenggorokan dan bukan carrier penyakit tertentu
(Soemirat, 2009).
responden baik yaitu sebanyak 31 responden (56,4%). Hal ini disebabkan sebagian
besar responden menyimpan makanan yang telah jadi dalam keadaan tertutup
sebelum diberikan kepada bayi dan penutup makanan dalam kedaan bersih dan tidak
tercemar.
debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya. Makanan yang telah
diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi seperti dalam lemari,
baik yaitu sebanyak 52 responden (94,5%). Hal ini disebabkan sebagian besar
responden tidak menutup makanan ketika mengangkut makanan dari dapur menuju
sepanjang pengangkutan bila cara pengangkutannya kurang tepat dan alat angkutnya
kurang baik dari segi kualitasnya. Oleh karena itu perlu memperhatikan kondisi alat
pengangkut serta kondisi tenaga pengangkut apakah tidak berpenyakit menular dan
dan cara pengangkutan makanan harus dilakukan dengan mengambil jalan yang
misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki tutup aga makanan tidak tercemar
Hasil penelitian diketahui bahwa penyajian makanan jadi mayoritas baik yaitu
menggunakan pakaian rapi dan bersih ketika menyajikan makanan untuk bayi dan
kontaminasi, bersih dan tertutup. Semua kegiatan pengolahan makanan juga harus
baik yaitu sebanyak 40 responden (72,7%). Hal ini disebabkan sebagian besar
responden tidak mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan popok bayi
dan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah makan.
Menurut Zein (2010), tangan adalah bagian tubuh manusia yang paling sering
berhubungan dengan mulut dan hidung secara langsung. Sehingga tangan merupakan
salah satu penghantar utama masuknya kuman penyebab penyakit ke dalam tubuh
manusia. Apabila tangan manusia menyentuh tinja akan terkontaminasi lebih dari 10
Menurut Depkes (2009), cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan
sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun
oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci
tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit.
Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu
kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan
yaitu sebanyak 44 responden (78,2%). Hal ini disebabkan sebagian besar responden
telah memotong kuku sekali seminggu dan membersihkan kuku yang kotor dengan
Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa kuku ibu tidak panjang dan juga
bersih. Ibu sebagai seseorang yang paling dekat dengan bayi sangat mempedulikan
kebersihan kuku dikarenakan interaksi 24 jam dengan bayinya sehingga ibu memiliki
batas-batas kulit ditepi kuku dalam keadaan normal serta mencegah terjadinya
perkembangan kuman penyakit maka dari itu perlu perawatan kuku dengan cara
(Stevens, 2000).
tidak baik yaitu sebanyak 44 responden (80%). Hal ini disebabkan sebagian besar
responden tidak membersihkan payudara dengan air hangat atau dengan air bersih
ketika akan memberikan ASI kepada bayi dan sebagian besar responden tidak
mencuci tangan dengan bersih ketika memegang payudara sebelum memberikan ASI.
penyebab penyakit yang terdapat pada payudara yang tidak dibersihkan dapat
ditularkan melalui mulut bayi ketika bayi menyusui sehingga dapat menyebabkan
bayi diare. Kebersihan payudara sangatlah penting agar tidak mudah terkena infeksi,
bakteri biasanya masuk melalui putting susu yang lecet atau terluka. Dengan
Hasil penelitian diketahui bahwa kejadian diare pada bayi dalam satu bulan
terakhir adalah sebanyak 12 bayi (21,8%). Bayi yang terkena diare lebih sedikit
dibandingkan dengan bayi yang tidak terkena diare yaitu sebanyak 43 bayi (78,2%).
Hal ini dikarenakan dari data yang diperoleh berdasarkan pemilihan bahan
makanan untuk MP-ASI yang mayoritas adalah jenis nasi tim (24,1%), seluruh ibu
memilih bahan makanan yang masih segar seperti kentang dan wortel dan untuk MP-
ASI jenis beras giling, ibu memilih beras dengan kualitas yang baik dan masih baru.
responden yang menjawab mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air
besar atau buang air kecil sebanyak 58,2% dan responden yang menjawab mencuci
tangan setiap kali tangan kotor yaitu sebanyak 96,4% dan untuk kebersihan kuku
responden yang menjawab memotong kuku sekali seminggu sebanyak 92,7% dan
yang membersihkan kuku yang kotor dengan sabun saat mandi sebanyak 85,5%.
Kemungkinan besar bayi untuk terkena diare berkurang karena kontaminasi terputus
dikarenakan ibu memilih bahan makanan yang baik dan masih segar serta memiliki
kebiasaan baik mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar atau
buang air kecil dan memiliki kebiasaan untuk membersihkan kuku yang kotor dengan
Berdasarkan hasil wawancara, kejadian diare pada bayi < 6 bulan mayoritas
disebabkan oleh pemberian makanan yang tidak sesuai dengan makanan yang biasa
dikonsumsi bayi seperti ibu memberikan makanan dengan tekstur lebih padat dari
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 hari perhari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah dan lendir
(Suraatmaja, 2007) dan penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral terutama
karena menelan makanan atau kontak dengan tangan yang terkontaminasi, tidak
air, penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya, untuk mencegah
menghindari penyakit, makanan harus tertutup dan bersih, penyediaan makanan yang
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 Insiden diare pada anak < 1 tahun di
Indonesia adalah 5,5 persen. Jika dibandingkan dengan kejadian diare di Wilayah
Kerja Puskesmas Pauh dengan jumlah bayi yang menderita diare pada satu bulan
terakhir, yaitu 12 bayi, serta jumlah populasi bayi yang beresiko yaitu 55 bayi,
didapatkan angka insiden rate sebanyak 21,8 %. Angka ini sangat tinggi dari insiden
diare pada anak < 1 tahun di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara, kejadian diare
pada bayi < 6 bulan mayoritas disebabkan oleh pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan makanan yang biasa dikonsumsi bayi seperti ibu memberikan makanan
dengan tekstur lebih padat dari yang biasanya dikonsumsi bayi sehari-hari dan
personal hygiene ibu yang tidak baik seperti tidak membersihkan payudara dengan air
berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat berisiko bagi bayi untuk terkena diare
karena alasan sebagai berikut; pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan
selain ASI, bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang
hanya dapat diperoleh dari ASI serta adanya kemungkinan makanan yang diberikan
bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk
memberikan makanan dan minuman kepada bayi tidak steril. Berbeda dengan
makanan padat ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan makanan paling
Pencegahan penyakit diare yang berasal dari makanan dapat dilakukan dengan
agar dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain
yang salah satunya adalah tingkat pengetahuan karena pengetahuan yang baik dapat
kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas orang tersebut
oleh karena itu pengetahuan penting dalam meningkatkan status kesehatan individu
(Wartonah, 2006).
5.5 Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu Olahan
5.5.1 Hubungan Pemilihan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan
Hasil analisis hubungan pemilihan bahan makanan dengan kejadian diare pada
bayi menggunakan Uji Fisher’s, tidak ada hubungan pemilihan bahan makanan
Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, bahan makanan yang sering
diolah ibu untuk di jadikan makanan pendamping air susu ibu seperti beras, bayam,
wortel, tahu dan kentang. Semua ibu telah menggunakan bahan dengan kondisi utuh
dan tidak rusak serta beraroma segar dan tidak busuk. Bahan makanan seperti tahu
dibeli dalam keadaan tidak rusak dan tidak berlendir, bayam yang masih dalam
keadaan segar dan tidak berwarna kekuningan, kentang dengan kondisi yang masih
utuh. Beras yang merupakan bahan untuk membuat bubur saring dalam keadaan
Hasil wawancara yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu yang
memiliki bayi merupakan ibu rumah tangga sehingga ibu memiliki waktu untuk
berbelanja di pagi hari dan memilih bahan makanan yang masih segar seperti tahu,
sayuran dan buah-buahan. Bagi ibu yang tidak sempat untuk berbelanja di pasar
alternatif untuk berbelanja. Bahan makanan dalam kemasan seperti bubur instant dan
susu formula juga dibeli ibu di pasar tradisional sesuai dengan kebutuhan bayi untuk
sehari.
menimbulkan penyakit pada bayi akibat terkontaminasi oleh bakteri, virus maupun
yang menyehatkan penting bagi bayi, dengan bahan makanan yang menyehatkan
daya tahan tubuh bayi akan meningkat sehingga bayi tidak gampang sakit.
Pemilihan bahan makanan yang masih segar dan tidak busuk merupakan
pilihan utama untuk dikonsumsi. Pemilihan bahan makanan yang tidak baik dapat
mengakibatkan berbagai penyakit salah satunya diare yang berasal dari kontaminasi
bakteri seperti Staphlococcus aureus yang terdapat pada bahan makanan. Bakteri ini
sering ditemukan pada bahan makanan yang berprotein tinggi seperti produk-produk
telur dan daging. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Devania (2010), yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemilihan bahan makanan dengan
pada bayi menggunakan Uji Chi Square, terdapat hubungan penyimpanan bahan
Perilaku menyimpan bahan makanan dengan benar merupakan salah satu cara
pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian,
sebagian besar responden membeli keperluan bahan makanan hanya untuk kebutuhan
makan dalam satu hari dikarenakan sebagian besar ibu tidak memiliki lemari
pendingin. Bahan makanan yang mudah membusuk dan mudah layu seperti tahu dan
bayam tidak disimpan di dalam lemari melainkan ditutup menggunakan tudung saji.
Bahan makanan yang tidak cepat busuk seperti telur disimpan di dalam lemari kayu
yang ditutup kuat tetapi masih terdapat lubang di pinggir lemari sehingga bisa
menimbulkan kontaminasi secara fisik dari tanah atau lantai, kelembaban dan
pencemaran karena vektor atau hewan penganggu seperti binatang pengerat. Bahan
makanan seperti beras disimpan di dalam karung berwarna putih dan diletakkan di
sudut dapur sehingga besar kemungkinan dimakan oleh binatang pengerat dan juga
serangga.
Makanan yang akan diolah langsung oleh ibu tidak disimpan di dalam lemari
untuk pengolahan makanan. Bahan makanan dalam kemasan seperti bubur instant
disimpan di dalam toples dan bercampur dengan makanan kemasan lain seperti gula,
kopi dan garam. Untuk bahan makanan seperti pisang hanya diletakkan di lantai
seperti lalat, kecoa, dan tikus datang menghinggapi makanan sehingga makanan akan
terkontaminasi tinja maupun organisme pathogen yang ada ditubuh hewan tersebut
maupun melalui sampah yang tidak dikelola dengan baik. Hal ini yang akan membuat
pada bayi menggunakan uji Chi Square, terdapat hubungan pengolahan makanan
pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, masih
banyak ibu yang salah dalam mencuci bahan makanan yaitu tidak mencuci bahan
makanan menggunakan air mengalir langsung dari kran air, mereka hanya
Hal ini sangat beresiko karena kotoran pada bahan makanan tersebut akan dapat
Buah dan sayur serta bahan makanan lain yang dikonsumsi oleh bayi dapat
manusia. Sebelum diolah bahan makanan seperti daging, ikan, sayur dan buah harus
dicuci terlebih dahulu. Lebih-lebih pada makanan yang langsung dikonsumsi atau
buah dan sayur seringkali mengandung pestisida atau pupuk (James, 2006).
makanan jika dikaitkan dengan kejadian diare didapatkan bahwa ibu yang cara
mencuci bahan makanan yang benar sebesar 11,4% bayinya mengalami kejadian
diare, sedangkan ibu yang cara mencuci bahan makanan yang salah sebesar 24,2%
Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu tidak
sebagian ibu hanya membersihkan tangan menggunakan kain lap yang diletakkan di
dapur. Untuk pengolahan MP-ASI jenis bubur saring, sebelum merebus bahan
makanan sebagian besar ibu tidak mencuci tangan melainkan hanya membersihkan
dipakai. Untuk pengolahan MP-ASI jenis pisang, sebagian besar ibu tidak mencuci
mereka sudah bersih dan sebagian besar ibu hanya mencuci tangan ketika tangan
sudah terlihat kotor. Cuci tangan pakai sabun dapat dilakukan di 5 penting yaitu
sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah
Cuci tangan pakai sabun (CTPS) akan dapat mengurangi hingga 47% angka
kesakitan karena diare. Beberapa fakta tentang mencuci tangan pakai sabun adalah
tangan salah satu pengantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh. CPTS dapat
tangan manusia yang kotor karena menyentuh feses mengandung kurang lebih 10 juta
virus dan 1 juta bakteri, kuman penyakit seperti virus dan bakteri tidak dapat terlihat
secara kasat mata sehingga sering diabaikan dan mudah masuk ke dalam tubuh
manusia, hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun
tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar pada saat yang penting.
Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Susanna (2003), yang menyatakan ada
rumah tangga tidak diangkut dalam 24 jam melainkan mereka meletakkan sampah di
dapur hanya di dalam kantong plastik dan tidak selalu membuangnya ke tempat
dikarenakan mereka memiliki lahan dibelakang rumah yang cukup luas. Hal ini
memungkinkan serangga seperti lalat, kecoa dan tikus datang dan mengkontaminasi
makanan yang akan diolah. Kontaminasi oleh serangga seperti lalat, kecoa dan tikus
Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu tidak
mengolah makanan yang telah jadi. Talenan yang digunakan untuk mengiris bahan
makanan seperti wortel, kentang dan tahu juga digunakan kembali untuk meniriskan
makanan yang telah direbus. Talenan hanya dicuci sedikit menggunakan air di dalam
baskom tanpa dicuci menggunakan sabun. Hal ini dapat mengkontaminasi makanan
yang telah jadi yang berasal dari bahan makanan mentah yang bisa saja telah
terkontaminasi oleh bakteri penyebab diare . Hal ini dapat menyebabkan diare pada
bayi.
Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu mencuci
bersih peralatan makanan setelah pengolahan tetapi ibu tidak menyimpan peralatan
patogen yang dapat menyebabkan diare pada bayi. Hasil penelitian yang sama
yang bermakna secara statistic antara kebiasaan mencuci peralatan makanan dengan
Setiap peralatan makanan harus dicuci dengan air yang mengalir dan
menggunakan detergen atau bila menggunakan ember harus sering diganti airnya,
peralatan yang sudah bersih harus disimpan ditempat yang tertutup dan tidak
memungkinkan terjadinya pencemaran, dan demikian pula lap harus sering diganti
agar tidak terjadi pencemaran ulang lap yang kotor pada peralatan yang sudah bersih
dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Kabupaten
Bayi
menggunakan Uji Chi Square, terdapat hubungan penyimpanan makanan jadi dengan
Perilaku penyimpanan makanan jadi yang benar merupakan salah satu cara
pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian,
sebagian besar ibu masih menyimpan makanan MP-ASI tidak dalam wadah tertutup,
ibu tidak menutup makanan dikarenakan ibu akan segera menyajikan makanan
setelah makanan dingin. Pada umumnya ibu tidak membuat makanan yang baru bagi
bayi setiap mereka akan makan, makanan yang telah direbus dipisahkan terlebih
dahulu dan ketika akan makan baru dilumatkan menggunakan sendok dan saringan
dikaitkan dengan kejadian diare didapatkan bahwa ibu yang benar menyimpan
makanan pada wadah yang mempunyai tutup dan berventilasi untuk mengeluarkan
uap air sebesar 6,9% bayinya mengalami kejadian diare, sedangkan yang tidak
menyimpan makanan pada wadah yang mempunyai tutup dan berventilasi untuk
makanan jadi dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gagak
Bayi
menggunakan Uji Fisher’s, tidak ada hubungan pengangkutan makanan jadi dengan
merupakan penutup makanan yang sesuai dengan ukuran mangkuk dan jarak antara
agar debu tidak masuk ke dalam makanan. Makanan yang tidak ditutup dapat
makanan akan terkontaminasi tinja maupun organisme pathogen yang ada ditubuh
tenaga pengangkut.
Hasil analisis hubungan penyajian makanan dengan kejadian diare pada bayi
menggunakan Uji Chi Square, tidak ada hubungan penyajian makanan dengan
menggunakan pakaian yang rapi dan bersih ketika akan menyajikan makanan dan
tidak kontak langsung dengan makanan melainkan menggunakan sendok kecil untuk
menyuapi bayi agar tangan ibu tidak bersentuhan dengan makanan. Penyajian
makanan di rumah merupakan tempat penyajian yang relatif berdekatan dengan dapur
sedikit.
Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian dan
tenaga penyajian. Makanan yang disajikan di tempat yang bersih, peralatan yang
digunakan bersih dan orang yang menyajikan harus menggunakan penjepit makanan,
5.6 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi
5.6.1 Hubungan Kebersihan Tangan Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi
Hasil analisis hubungan kebersihan tangan ibu dengan kejadian diare pada
bayi menggunakan Uji Chi Square tidak ada hubungan kebersihan tangan ibu dengan
dimiliki ibu sudah baik dikarenakan seluruh ibu telah mencuci tangan menggunakan
air bersih sebab ibu sadar akan pentingnya mencuci tangan menggunakan air bersih.
Sumber air bersih warga berasal dari PDAM Kota Padang dan ibu juga menampung
air hujan di ember besar untuk cadangan ketika air PDAM mati.
Cuci tangan pakai sabun dapat dilakukan di 5 penting yaitu sebelum makan,
sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi,sesudah menceboki anak, dan
sebelum menyiapkan makanan. CTPS akan dapat mengurangi hingga 47% angka
kesakitan karena diare. Beberapa fakta tentang mencuci tangan pakai sabun adalah
Dirjen PPM dan PLP dalam bukunya materi program P2 diare pada pelatihan
P2ML terpadu bagi dokter Puskesmas bahwa Personal Hygiene adalah langkah
pertama untuk hidup sehat. Dasar kebersihan adalah pengetahuan. Banyak masalah
kesehatan yang timbul akibat kelalaian kita, tetapi standar hygiene dapat mengontrol
kondisi ini. Personal hygiene mencakup praktek kesehatan seperti mandi, keramas,
menggosok gigi, dan mencuci pakaian. Memelihara personal hygiene yang baik
membantu mencegah infeksi dengan membuang kuman atau bakteri yang hinggap di
permukaan kulit. Faktor perilaku mempunyai peranan yang sangat penting terhadap
mempunyai resiko 1,88 lebih besar akan menderita diare dibandingkan yang mencuci
tangan. Mencuci tangan dapat menurunkan risiko terkena diare sebesar 47%.
(Depkes, 2002)
5.6.2 Hubungan Kebersihan Kuku Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi
Hasil analisis hubungan kebersihan kuku ibu dengan kejadian diare pada bayi
menggunakan Uji Chi Square tidak ada hubungan kebersihan kuku ibu dengan
Hasil wawancara yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu memotong
kuku sekali seminggu dikarenakan ibu berinteraksi banyak dengan bayi sehingga ibu
merasa kuku yang kotor tidak baik dibiarkan apalagi ibu merupakan orang terdekat
dengan bayi yang mengurus segala keperluan bayi. Ibu juga membersihkan kuku
Menurut Steven (2000) dalam penelitian Zebua (2014), tujuan perawatan kuku
serta mencegah terjadinya perkembangan kuman penyakit, maka dari itu perlu
perawatan kuku dengan cara menggunting kuku sekali seminggu dan menyikat kuku
menggunakan sabun.
jari.
5.6.3 Hubungan Kebersihan Payudara Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi
Hasil analisis hubungan kebersihan payudara ibu dengan kejadian diare pada
bayi menggunakan Uji Chi Square terdapat hubungan kebersihan payudara ibu
bagi ibu maupun bayi, agar aktivitas menyusui dapat berjalan lancar dan terhindar
dari infeksi, maka lakukan perawatan payudara dengan cara membersihkan payudara
secara teratur paling tidak dua kali sehari, pagi dan sore, basuhlah dengan air hangat
setelah itu keringkan dengan handuk yang lembut, jangan gunakan sabun untuk
mencuci putting susu dan daerah sekitarnya, karena sabun akan mengakibatkan
Hasil wawancara yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu tidak
membersihkan payudara dengan air hangat maupun dengan air bersih ketika akan
memberikan ASI kepada bayi, ibu hanya membersihkan payudara jika selesai
bepergian dari luar atau sehabis bekerja seharian di luar rumah. Hasil wawancara
sebagian besar ibu tidak mencuci tangan ketika memegang payudara sebelum
memberikan ASI kepada bayi, sebagian besar ibu berada di dalam rumah sehingga
ibu beranggapan tangan mereka sudah bersih dan tidak perlu dicuci.
kuman penyebab penyakit seperti Staphloccous Aureus yang terdapat pada payudara
yang tidak dibersihkan dapat ditularkan melalui mulut bayi ketika bayi menyusui
agartidak mudah terkena infeksi, bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang
lecet atau terluka. Dengan melakukan perawatan payudara secara benar dan teratur
akan berhasil bila ibu mempunyai pengetahuan tentang manfaat perawatan payudara
dalam meningkatkan produksi ASI yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas
bayi dan upaya menurunkan morbilitas dan mortalitas bayi. Dalam masa nifas,
pengetahuan tentang perawatan payudara sangat penting untuk diketahui ibu, hal ini
6.1 Kesimpulan
1. Karakteristik ibu untuk umur yang paling banyak berusia 21-30 tahun, ibu
2. Hygiene Sanitasi MP-ASI masuk kategori tidak baik untuk pengolahan bahan
3. Personal hygine ibu masuk kategori tidak baik untuk kebersihan tangan dan
kebersihan payudara.
4. Kejadian diare pada bayi dalam satu bulan terakhir adalah sebanyak 12 bayi.
air susu ibu (penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan dan
payudara) ibu dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
6.2 Saran
1. Responden
bahan makanan dengan makanan jadi agar makanan jadi tidak tercemar oleh
107
bersih dan tidak tercemar agar mikroorganisme patogen tidak dapat mencemari
mengolah makanan yang masih mentah dengan makanan yang telah jadi
makanan jadi maka makanan jadi juga ikut tercemar sehingga dapat
hygine khususnya dalam hal membersihkan payudara dengan air hangat atau air
2. Instansi kesehatan
3. Pemerintah
2.1 Diare
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari
dan pada neonates lebih dari 4 kali/hari. Diare sering didefenisikan sebagai buang air
encer tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare sering terjadi pada anak terutama antara
usia 6 bulan sampai 2 tahun atau pada bayi berusia dibawah 6 bulan yang minum
1. Diare akut : diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat.
2. Diare kronik : diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
diantaranya :
1. Faktor infeksi
anak. Berikut ini nama-nama bakteri, virus dan parasit penyebab diare :
Yersenia enterocolitica)
ensefalitis. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak yang berusia
dibawah 2 tahun.
Seperti gangguan absorbsi karbohidrat (pada bayi dan anak yang tersering
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis
lapangan maupun secara klinis adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan
keracunan
2.1.4 Patogenesis
misalnya diare yang disebabkan oleh bakteri, patogenesisnya adalah sebagai berikut :
dalam sel ke lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peninggian
sehingga cairan dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar. Bila
Dari patogenesis diatas, maka pada prinsipnya terdapat mekanisme dasar yang
pada dinding usus akan terjadi peningkatan peningkatan sekresi air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
2. Gangguan osmotik: akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
diare.
2.1.5 Patofisiologi
1. Kehilangan air (dehidrasi) dapat terjadi karena kehilangan air (output) lebih
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada
anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP. Hal ini terjadi
karena :
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai
sampai koma.
tiba-tiba tanpa adanya panas atau penyakit lain yang disertai kejang,atau
4. Gangguan Gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini
disebabkan :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau
muntahnya akan bertambah hebat. Orang tua sering hanya memberikan air
teh saja
c. Makanan yang diberikan sering tidak dicerna dan diabsorpsi dengan baik
5. Gangguan sirkulasi
Kejadian diare pada bayi dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Pemberian ASI
Pemberian ASI pada bayi sampai berusia 4-6 bulan, akan memberikan
kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah
cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari
berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu,
dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi yang diberi ASI dapat
2. Status Gizi.
3. Laktosa Intoleran.
menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga pencernaan laktosa terganggu
dan laktosapun tidak dapat dicerna. Laktosa yang tidak dapat dicerna tersebut
akan masuk ke usus besar, dan di dalam usus besar ini akan di fermentasi oleh
mikro flora usus sehingga dihasilkan asam laktat dan beberapa macam gas.
oral, antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan/atau
diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4 atau 6 bulan pada
pada suhu kamar, mengkonsumsi air minum yang tercemar, tidak mencuci
tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan atau menyuapi anak dan tidak membuang tinja
dengan benar.
faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya
diare, yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak,
golongan balita.
3. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat
pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian
diare.
Menurut Depkes (2011), cara mencegah diare pada bayi yang benar dan efektif
1. Memberikan ASI sebagai makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen
zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan
diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan bayi sampai umur 4-6 bulan. ASI steril berbeda dengan sumber
susu lain, susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan
yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. ASI
diare.
3. Memberikan air minum yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang
cukup.
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air
besar.
mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu
oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang
digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam makanan karena merupakan
elemen yang vital bagi kehidupan manusia. Terdapat tiga fungsi makanan. Pertama,
makanan sebagai sumber energy karena panas dapat dihasilkan dari makanan seperti
juga energy. Kedua, makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk
membangun jaringan tubuh yang sudah tua. Fungsi ketiga, makanan sebagai zat
pengatur karena makanan turut serta mengatur proses alami, kimia, dan proses faal
dalam tubuh.
kesehatan (Notoatmodjo,2003).
ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya
keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari
Didalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus
sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat dan
Menurut Depkes RI (2004), tujuan higiene dan sanitasi makanan dan minuman
adalah:
konsumen.
melalui makanan.
3. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan
di institusi.
tersebut dikendalikan melalui enam (6) prinsip hygiene sanitasi makanan yaitu :
Pemilihan bahan baku haruslah bahan baku yang masih segar, masih utuh,
tidak retak atau pecah. Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat
kotoran dan tidak berulat. Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian
secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang sudah
membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang
baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak
yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh
Menurut Depkes RI (2004) ada 2 jenis bahan makanan, yaitu bahan makanan
1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum
dihidangkan, seperti: Daging, susu, telur, ikan/udang, buah, dan sayuran harus
dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan
2. Jenis tepung dan biji-bijian dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak
seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tecium aroma
fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak
berjamur.
4. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi
b. Makanan tidak dikemas harus berbau dan segar, tidak basi, tidak busuk,
5. Bahan makanan siap santap yaitu bahan makanan yang dapat langsung
sumber bahan makanan yang baik pula. Sumber bahan makanan yang baik sering kali
tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang begitu panjang
1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan
memenuhi syarat.
2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga mudah untuk
tikus, tidak mudah membusuk dan rusak, dan untuk bahan-bahan yang mudah
3. Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk
riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).
Ada empat (4) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya
makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali. Untuk bahan
makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.
menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti
makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.
4. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan
saji adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan upaya penyehatan makanan
yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan
sanitasi, misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup.
Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke
tempat penyimpanan, agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra,
2006).
Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara hygiene akan menjadi
Adapun syarat penyajian makanan yang baik adalah sebagai berikut (Depkes
RI, 2009) :
kebersihannya.
3. Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan
yang bersih.
b. Meja dimana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik
berwarna menarik kecuali bila meja terbuat dari formica, taplak tidak mutlak
ada.
d. Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat
dibersihkan.
e. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai, paling lambat lima menit
adalah masuknya zat asing kedalam makanan yang tidak dikehendaki atau
2. Pencemaran fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga, dan kotoran lainnya.
cyanida.
4. Pencemaran radio aktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gama, radio aktif,
sinar cosmis.
yang masuk kedalam makanan secara langsung karena ketidak tahuan atau
rambut masuk kedalam nasi, penggunaan zat pewarna kain pada makanan, dan
sebagainya.
bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah).
makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh nasi yang tercemar dengan
makanan dapat dikelompokkan menjadi (i) keracunan makanan, dan (ii) penyakit
bawaan makanan.
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari
tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan
akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat
berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor. Apabila racun tadi tidak dapat
diuraikan, dapat terjadi bioakumulasi di dalam tubuh makluk hidup melalui rantai
makanan.
nyata dari penyakit bawaan air. Penyakit bawaan makanan adalah penyakit yang
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan
kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI
keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik
bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat
bayi yang dikarenakan oleh pertambahan umur bayi yang diiringi pertumbuhan dan
aktifitasnya yang bertambah. Selain itu ketika bayi berumur lebih dari 6 bulan, timbul
perbedaan antara jumlah makanan yang diperlukan dan makanan yang dapat
disediakan oleh ASI. Maka kekurangan tersebut dapat dilengkapi dari MP-ASI.
Menurut Depkes RI (2007), jenis makanan pendamping ASI yang baik adalah
terbuat dari bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacang-kacangan, telur ayam,
Jenis-jenis makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan usia
1. Makanan lumat
dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat
ini diberikan saat anak berusia enam sampai sembilan bulan. Contoh dari
makanan lumat itu sendiri antara lain berupa bubur susu, bubur sumsum,
pisang saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.
2. Makanan lunak
Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air atau teksturnya
agak kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini diberikan ketika anak usia
sembilan sampai 12 bulan. Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi
3. Makanan padat
Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya
disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada anak saat
berusia 12-24 bulan. Contoh makanan padat antara lain berupa lontong, nasi,
1. Kaya energy, protein dan zat besi, vitamin A, vitamin C, kalsium dan folat.
2. Bersih dan sehat, yaitu tidak mengandung kuman penyakit atau bahan
berbahaya lain. Tidak keras sehingga tidak menyebabkan bayi tersedak, mudah
dimakan oleh bayi, tidak terlalu asin atau terlalu pedas serta disukai bayi.
3. Merupakan makanan lokal yang mudah didapat dengan harga terjangkau serta
mudah disiapkan.
1. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi atau
anak, terutama bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah dan sebelum
memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan bayi
atau anak.
2. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air
mengalir sebelum diolah menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi
atau anak.
4. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus
6. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah
yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri.
ASI yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak
untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, serta makanan tersebut sehat,
diantaranya :
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari
makanan pendamping ASI pada anak, apakah pemberian makanan pendamping yang
makanan prelaktal (makanan sebelum ASI keluar). Hal ini sangat berbahaya bagi
bayi dari penyakit dan mengandung zat gizi yang tinggi. Oleh karena itu kolostrum
jangan dibuang.
Pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja di daerah kota dan semi
terlalu dini pada ibu-ibu yang bekerja karena kurangnya pemahaman tentang
manajemen laktasi pada ibu bekerja. Ibu kurang menjaga kebersihan terutama pada
saat menyediakan dan memberikan makanan pada anak. Masih banyak ibu yang
anaknya. Hal ini memungkinkan timbulnya infeksi seperti diare (mencret) dan lain-
lain.
Higiene diartikan sebagai ilmu tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk
(2010), personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa personal hygiene merupakan kegiatan atau
Menurut Maharani dan Yusiana (2013), salah satu faktor penyebab diare pada
bayi adalah makanan yang terkontaminasi dan umumnya karena higiene perorangan
yang buruk dalam pengolahan makanan yang dilakukan oleh pengasuh bayi
khususnya ibu.
kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain seperti kebiasaan mencuci tangan
dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan.
1. Perawatan tangan
2. Perawatan kuku
3. Perawatan genitalia
6. Menciptakan keindahan
hygiene seperti:
1. Citra tubuh
terhadap kebersihannya.
2. Praktik sosial
Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam hal kebersihan diri, maka
3. Status sosioekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, samphoo dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
memperolehnya.
4. Pengetahuan
5. Budaya
6. Kebiasaan seseorang
7. Kondisi fisik
Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
hygiene yang kurang, maka dirinya akan dengan mudah terkena penyakit. Penyakit
dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene menurut Wartonah
(2003):
1. Dampak fisik
infeksi pada mata dan telinga, serta gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
1. Cuci Tangan
dari tubuh manusia yang sangat sering menyebarkan infeksi. Tangan terkena
kuman sewaktu kita bersentuhan dengan bagian tubuh sendiri, tubuh orang
lain, hewan, atau permukaan yang tercemar. Walaupun kulit yang utuh akan
melindungi tubuh dari infeksi langsung, kuman tersebut dapat masuk ke tubuh
ketika tangan menyentuh mata, hidung, atau mulut. Oleh karena itu sangat
penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun
mengasuh anak. Setiap tangan yang kontak dengan feses, urin atau dubur
sesudah buang air besar (BAB) maka harus dicuci dengan sabun dan kalau
bisa disikat.
Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus
patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karenanya
Mencuci tangan yang baik dan benar dapat menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%.
tangan hanya dengan air sebelum makan, cuci tangan dengan sabun justru
dilakukan setelah makan. Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan
pencegahan yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke
19. Tangan yang kotor dapat memindahkan virus dan bakteri pathogen dari
tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu kebersihan tangan
dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi walaupun hal
with Soap (2007) telah menunjukkan mencuci tangan pakai sabun dengan
benar pada 5 waktu penting yaitu sebelum makan,sesudah buang air besar,
makanan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai 40%. Cuci tangan
pakai sabun dengan benar juga dapat mencegah penyakit menular lainnya
Langkah yang tepat cuci tangan pakai sabun adalah seperti berikut (National
a) Basuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan tangan
dengan sabun secara merata, dan jangan lupakan sela sela jari.
c) Keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering
Karakteristik Ibu
1. Kebersihan Tangan
2. Kebersihan Kuku
3. Kebersihan Payudara
berikut :
Ha : Ada hubungan hygine sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI)
dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan di
Ho : Tidak ada hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu
(MP-ASI) dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan di wilayah kerja
sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas anak di
dunia. Penyakit diare merupakan penyebab kedua kematian bayi dan balita di seluruh
dunia setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Setiap tahun terjadi 1,7 miliar
kejadian diare pada bayi dan balita, dimana setiap tahun 760.000 balita meninggal
Di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, penyakit diare tidak saja merupakan
penyebab utama morbiditas pada anak dengan perkiraan 1 milyar kasus per tahun
penyebab 4-6 juta kematian per tahun, atau 12.600 kematian per hari. Di beberapa
daerah, > 50% kematian anak berkaitan langsung dengan penyakit diare. Selain itu,
infeksi, penyakit pencernaan dapat menjadi faktor tak-langsung dalam beban atau
(Harrison, 2010)
Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian bayi dan balita di Indonesia. Penyebab utama kematian
akibat diare adalah tata laksana yang kurang tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat
dan tepat.
umur. Anak-anak adalah kelompok usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi
pada anak kelompok usia dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya
usia anak. Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap
tahun. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun.
Insiden diare tertinggi tercatat pada anak umur < 1 tahun yaitu 5,5%.
Sedangkan pada umur 1-4 tahun angka insiden tercatat sebanyak 5,1%. Hal ini
merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare yang umumnya
diderita oleh bayi dan balita dapat menjadi penyumbang kematian terbesar
(Riskesdas, 2013).
masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan
diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita. Insiden
penyakit diare pada bayi dan balita adalah 10,2% , CFR Kejadian Luar Biasa (KLB)
diare di Indonesia pada tahun 2011 adalah 0,29% meningkat menjadi 2,06% di tahun
diare sebesar (5,6%) setelah Aceh, Papua, dan Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat
(Riskesdas 2013). Di Kota Padang diare merupakan termasuk dalam sepuluh penyakit
terbanyak yaitu sebesar 3,1%. Penyakit diare yang banyak ditemukan adalah
gastroenteritis yang disebabkan oleh kuman. Perkiraan kasus diare pada tahun 2013
adalah 18.746 dari 876.000 penduduk Kota Padang. Untuk capaian kasus diare adalah
8.472 kasus dan untuk kelompok umur balita kasus diare terdapat sebanyak 2601
penderita. Dari 22 Puskesmas di Kota Padang angka kejadian diare tertinggi pada
bayi dan balita tercatat di puskesmas Pauh, dengan angka kejadian 300 kasus pada
balita dan 60 kasus diare pada bayi (Dinas Kesehatan Kota [DKK] Padang, 2013).
berdekatan dengan aliran sungai sehingga masyarakat terutama ibu lebih sering
memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian
dan mencuci peralatan makan. Sungai yang digunakan masyarakat juga merupakan
sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai pengeruk
sedang melakukan aktifitas sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian dan mencuci
faktor yang meningkatkan risiko diare antara lain kurangnya air bersih untuk
kebersihan perorangan dan kebersihan rumah tangga, air yang tercemar tinja,
pembuangan tinja yang tidak benar, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
yang diberikan kepada bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat makan
yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril.
Bakteri dalam jumlah besar yang normalnya menghuni usus berfungsi sebagai
pertahanan pejamu yang penting dengan mencegah kolonisasi oleh pathogen enterik
potensial. Orang yang bakteri ususnya sedikit, misalnya bayi yang belum mengalami
kolonisasi enterik oleh mikroba normal atau pasien yang mendapat antibiotik,
berisiko lebih besar mengalami infeksi oleh pathogen enterik (Harrison, 2010).
mempengaruhi kejadian diare. Makanan yang tercemar, basi dan beracun, serta
terlalu banyak lemak, mentah dan kurang matang biasanya memicu terjadinya diare
pada bayi dan anak-anak. Selain beberapa faktor tersebut, penularan diare biasanya
terjadi melalui gelas, piring, atau sendok yang tidak bersih atau tercemar oleh kuman.
Ketidakpedulian sedikit saja mengenai air dan kebersihan makanan akan membuat
banyak masalah infeksi dikemudian hari ---yang paling sering terjadi adalah
gastroenteritis yang dikenal sebagai penyebab utama kematian anak dan kesakitan
food) dan MP-ASI yang diolah di rumah tangga (home made baby food) (Depkes,
2006)
Masalah yang timbul dari kebiasaan makan kelompok umur 0-18 bulan adalah
kolik, regurgitasi, diare, konstipasi, dan ruam merupakan masalah umum yang
berhubungan dengan pemberian makanan pada bayi. Orang tua berperan besar dalam
menentukan penyebab anak terkena diare. Bayi dan balita yang masih menyusui
dengan ASI ekslusif umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar.
Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat terkontaminasi bakteri
Beberapa faktor perilaku juga mempengaruhi kejadian diare pada bayi dan
anak-anak, misalnya perilaku tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum dan
sesudah makan, tidak memasak air yang akan diminum sampai mendidih, serta
makanan yang habis masa kadaluarsanya dan terkontaminasi parasit. Penyakit diare
biasanya mudah menular pada bayi dan anak-anak karena adanya penerapan pola
hidup yang tidak benar dan pemberian makanan yang tidak sehat pada bayi dan anak-
Perilaku ibu juga berkontribusi meningkatkan kasus diare pada bayi. Ibu
merupakan orang terdekat dengan bayi yang mengurus segala keperluan bayi seperti
higienis antara lain seperti tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak, tidak
mencuci bersih peralatan masak dan makan, tidak mencuci tangan setelah buang air
besar (BAB) dan sebelum memasak. Hal tersebut dapat menyebabkan bayi terkena
yang signifikan antara personal hygiene yang buruk dengan kejadian diare pada bayi.
Diperoleh data mengenai kejadian diare yang lebih banyak terjadi pada personal
hygiene yang buruk dibandingkan dengan kejadian diare pada personal hygine yang
baik.
Puskesmas Pauh, salah satu yang menyebabkan tingginya jumlah bayi penderita diare
di wilayah kerja Puskesmas Pauh adalah ibu kurang memperhatikan personal hygine
ketika berinteraksi dengan bayi seperti tidak mencuci tangan yang kotor dengan
sabun setelah melakukan pekerjaan diluar rumah dan cara pengolahan makanan yang
tidak baik khusunya untuk perlengkapan memasak seperti menggunakan air sungai
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih
jauh tentang hubungan hygiene sanitasi pemberian makanan pendamping ASI (MP-
ASI) olahan rumah tangga pada bayi usia 3-6 bulan dan personal hygiene ibu dengan
Dari latar belakang diketahui masih tingginya angka kejadian diare pada bayi
di wilayah kerja Puskesmas Pauh, hygiene sanitasi makanan pendamping ASI dan
personal hygiene ibu yang belum diketahui kategori baik atau buruk. Oleh karena itu
peneliti ingin meneliti apakah ada hubungan hygiene sanitasi makanan pendamping
ASI olahan rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi
olahan rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia
2. Untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu (MP-
4. Untuk mengetahui kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
tahun 2016
bayi.
tangan, kebersihan kuku dan kebersihan payudara dengan kejadian diare pada
bayi.
makanan pendamping ASI rumah tangga dan personal hygiene ibu dengan
hygiene sanitasi makanan pendamping ASI olahan rumah tangga dan personal
hygiene ibu dengan kejadian diare pada bayi usia 3-6 bulan
ekslusif
selanjutnya.
Kata kunci : Diare, makanan pendamping air susu ibu, personal hygiene.
iii
Diarrhea is one of public health’s problem with high mortality and morbidity
rate especially among children under one years old in Indonesia. At the global level,
diarrhea causing 14% of deaths in children under five in Indonesia based on
Riskesdas 2013. The incidence of diarrhea infants in Indonesia was 5,5 percent.
There were 57 cases of the incidence of diarrhea in the working areas of Pauh
Puskesmas Padang city in 2015.
The aim of this study was to analyze the relationship between hygiene
sanitation complementary breastfeeding and personal hygiene with the incidence of
diarrhea in children aged 3-6 months. This study method is analytical survey with
cross sectional design. Samples were chosen using total sampling technique, that
there were 55 children aged 3-6 months and the mother as a respondent. The data of
hygiene sanitation complementary breasfeeding is collected through direct
observation using hygiene sanitation of food in household observation sheets and
personal hygiene were obtained through interview using questionnaires. The data
was analiyzed by Chi Square with confidence interval was 95%.
The study found that there were found 12 children aged 3-6 months got
diarrhea. In chi square test obtained the value of p=0,005 for the storage of raw
materials, p=0,001 for the food processing, p=0,002 for the stored of the cooked food
and p=0,050 for the cleanliness of breast. The conclusion is there are a correlation
between the storage of raw materials, food processing, stored of the cooked food, and
cleanliness of breast to diarrhea in children aged 3-6 months.
It is advisable to the respondent (mother of children aged 3-6 months) to be
more concerned about hygiene sanitation complementary breasfeeding and their own
personal hygiene. It’s suggested the public participation and the active role of the
government and health officer’s assignment to increase the services and knowledges
to prevent diarrhea incidence the children under one years old disease by prevention
through counseling and community empowerment.
iv
SKRIPSI
OLEH :
BLEDINA GENTINI HENDRA
NIM. 121000202
Oleh:
BLEDINA GENTINI HENDRA
NIM. 121000202
Olahan Rumah Tangga dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare
pada Bayi Usia 3-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang
Tahun 2016” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan
ini saya siap apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika
keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.
Disahkan Oleh:
Komisi Pembimbing
NIP. 197002191998022001
Oktober 2016
{/.,;'.?
.> ") /':
fo- FAKUL'-{$
r.-nftnrau $82
NrP. 195803201993082001
Kata kunci : Diare, makanan pendamping air susu ibu, personal hygiene.
iii
Diarrhea is one of public health’s problem with high mortality and morbidity
rate especially among children under one years old in Indonesia. At the global level,
diarrhea causing 14% of deaths in children under five in Indonesia based on
Riskesdas 2013. The incidence of diarrhea infants in Indonesia was 5,5 percent.
There were 57 cases of the incidence of diarrhea in the working areas of Pauh
Puskesmas Padang city in 2015.
The aim of this study was to analyze the relationship between hygiene
sanitation complementary breastfeeding and personal hygiene with the incidence of
diarrhea in children aged 3-6 months. This study method is analytical survey with
cross sectional design. Samples were chosen using total sampling technique, that
there were 55 children aged 3-6 months and the mother as a respondent. The data of
hygiene sanitation complementary breasfeeding is collected through direct
observation using hygiene sanitation of food in household observation sheets and
personal hygiene were obtained through interview using questionnaires. The data
was analiyzed by Chi Square with confidence interval was 95%.
The study found that there were found 12 children aged 3-6 months got
diarrhea. In chi square test obtained the value of p=0,005 for the storage of raw
materials, p=0,001 for the food processing, p=0,002 for the stored of the cooked food
and p=0,050 for the cleanliness of breast. The conclusion is there are a correlation
between the storage of raw materials, food processing, stored of the cooked food, and
cleanliness of breast to diarrhea in children aged 3-6 months.
It is advisable to the respondent (mother of children aged 3-6 months) to be
more concerned about hygiene sanitation complementary breasfeeding and their own
personal hygiene. It’s suggested the public participation and the active role of the
government and health officer’s assignment to increase the services and knowledges
to prevent diarrhea incidence the children under one years old disease by prevention
through counseling and community empowerment.
iv
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkah dan
Olahan Rumah Tangga dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare
pada Bayi Usia 3-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang
tahun 2016”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk dapat
mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan ini
Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
FKM USU.
5. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah
terselesaikan.
terselesaikan.
7. Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah memberi
8. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Dosen Penguji II yang telah
USU.
11. Kepala Puskesmas Pauh, dr. Ratna Sari dan pemegang program diare
12. Orangtua penulis, Hendra, B.E dan Gusti Wardini , adik tersayang
kepada penulis.
13. Sahabat terbaik, Tryani Walnizam, SKM, Festiana Effendi, Nur Aliya
Pratuesci, AMd Keb, Rila Ekasetia, Tiara Maharani, Nur Ulfa Oktavia,
vi
Nidi, Dian, Drizka, Tasya, Kak Anina, Vio, Jojo, Icak, Bro Renta,
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan untuk
menyempurnakan dan memperkaya kajian skripsi ini. Akhir kata penulis berharap
Bledina Gentini
vii
Halaman
viii
ix
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Lembar Kuesioner
LAMPIRAN 2 Output Analisis Univariat dan Bivariat
LAMPIRAN 3 Surat Permohonan Izin Penelitian
LAMPIRAN 4 Surat Balasan Izin Penelitian
LAMPIRAN 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian
LAMPIRAN 6 Dokumentasi Penelitian
xi
xv
Pendidikan Formal
1. SD/ Tamatan Tahun : SDN 51 Kuranji/ 2006
2. SMP/ Tamatan Tahun : SMPN 1 Padang/ 2009
3. SMA/ Tamatan Tahun : SMA N 10 Padang/ 2012
xvi