Maftur Al Rafi - K011181069 - Kelas e

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

TUGAS PENDAHULUAN

PRAKTIKUM DASAR KESMAS (GIZI)

Antropometri dan Biokimia

NAMA : MAFTUR AL RAFI


NIM : K011181069
KELOMPOK 1
KELAS E

NAMA ASISTEN : HERMAN, S.Gz


NAMA KOOR. LAB : HERMAN, S.Gz

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
1. Jelaskan mengapa IMT tidak dapat diaplikasikan pada remaja dan
olahragawan?
Jawab:
Karena, usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode rentan gizi karena
berbagai sebab, yaitu pertama remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi
karena peningkatan pertumbuhan fisik. Kedua, adanya perubahan gaya hidup
dan kebiasaan makan. Ketiga, remaja mempunyai kebutuhan zat gizi khusus.
Sehingga, pengukuran status gizi umur < 18 tahun, juga harus dapat
menggunakan beberapa indikator, seperti Z-Score IMT/U, Z-Score BB/U, dan
Z-Score TB/U. Sedangkan, pada atlet postur tubuh yang ideal berbeda antara
setiap jenis cabang olah raga. Misalnya postur tubuh yang ideal bagi atlet
petinju atau binaraga, sangat berbeda pada atlet senam atau renang. Atlet tinju
dan binaraga membutuhkan massa tubuh yang besar, otot dan tulang yang kuat
untuk berlatih atau bertanding. Berbeda pada atlet senam atau renang, yang
membutuhkan massa tubuh yang tidak terlalu besar, tetapi tetap membutuhkan
otot dan tulang yang kuat dan lentur. Untuk kondisi ini diperlukan pengukuran
yang khusus,seperti pengukuran tebal lemak untuk menilai apakah massa
tubuh yang besar pada atlet tersebut terdiri dari otot atau lemak.
Sumber:
Kurdianti, W., dkk., 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
obesitas pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11 (4), hal. 179.

Sirajuddin, S., dkk., 2020. Penuntun praktikum dasar kesehatan masyarakat.


Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

Wibowo, A., 2015. Uji komparasi perhitungan indeks masa tubuh (IMT)
menggunakan type-1 fuzzy logic (T1FL) dan interval type-2 fuzzy logic
(I2FL) metode mamdani. Jurnal SWABUMI, 2 (1), hal. 1.

2. Sepasang kakek yang berusia 65 tahun dan nenek yang berusia 63 tahun
diantar oleh anaknya untuk berobat dirumah sakit, keduanya sulit berjalan dan
tidak dapat berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga tinggi
keduanya tidak dapat diukur menggunakan microtoice. Tentukan metode
pengukuran apa saja yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil tinggi
keduanya, lalu bila kakek dan nenek tersebut diukur dengan pengukuran tinggi
lutut dan didapatkan hasil tinggi lututnya 55 cm dan 42 cm, berapa prediksi
tinggi badannya?
Jawab:
Penilaian status gizi lansia dapat diukur dengan menggunakan Indeks Massa
Tubuh (IMT) yaitu perbandingan berat badan dan kuadrat tinggi badan. Tinggi
badan (TB) merupakan indikator status gizi sehingga pengukuran TB
seseorang secara akurat sangatlah penting untuk menentukan nilai IMT. Akan
tetapi untuk memperoleh pengukuran TB yang tepat pada lansia cukup sulit
karena masalah postur tubuh, kerusakan spinal, atau kelumpuhan yang
menyebabkan harus duduk di kursi roda atau di tempat tidur dan juga
imobilitas. Selain itu, tinggi badan juga dapat diperoleh melalui prediksi dari
rentang lengan (arm span), tinggi lutut (knee hight), dan panjang ulna. Tinggi
lutut dapat digunakan untuk melakukan estimasi tinggi badan lansia dan orang
cacat. Dimana, tinggi lutut diukur dari bawah maleolus lateral fibulake tumit.
Langkah ini digunakan untuk individu ≥ 60 tahun atau tidak dapat berdiri atau
memiliki kelainan bentuk tulang belakang. Tinggi lutut merupakan salah satu
pengukuran yang dapat memprediksi tinggi badan dengan diuji metode regresi
statistik yang menghasilkan nilai relasi yang tinggi, dan juga menunjukkan
korelasi yang sangat kuat dengan tinggi badan dengan tingkat eror yang
sedikit. Beberapa penelitian internasional menunjukkan bahwa estimasi
pengukuran tinggi badan berdasarkan tinggi lutut mudah dilakukan pada
lansia (60 tahun lebih). Prediktor tinggi lutut juga dapat diterapkan pada orang
yang diamputasi bagian kaki, mengalami pembengkokan tulang belakang, atau
yang tidak dapat bangun dari tempat tidur. Proses penuaan tidak
mempengaruhi panjang tulang di tangan, kaki (lutut), dan tinggi tulang
vertebral. Rentang lengan relatif kurang dipengaruhi oleh penambahan usia.
Pada kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai rentang lengan yang
lebih lambat dibandingkan dengan penurunan TB sehingga dapat disimpulkan
bahwa rentang lengan cenderung tidak banyak berubah sejalan penambahan
usia. Rentang lengan direkomendasikan sebagai parameter prediksi tinggi
badan, tetapi tidak seluruh populasi memiliki hubungan 1:1 antara rentang
lengan dan tinggi badan. Panjang ulna telah terbukti reliabel dalam
memprediksi tinggi badan seseorang pada penelitian yang dilakukan di
Amerika, Eropa, India dan Thailand. Penggunaan panjang tulang ulna dalam
memprediksi tinggi badan di Eropa dan Amerika telah banyak dilakukan
terutama dengan menggunakan tabel perhitungan baku. Penelitian tersebut
juga menunjukkan panjang tulang ulna di pengaruhi oleh jenis kelamin. Akan
tetapi dari penelitian tersebut terdapat perbedaan rumus estimasi panjang
tulang ulna terhadap tinggi badan karena perbedaan genetik, lingkungan,
asupan gizi, dan tempat pengambilan data. Adapun untuk memprediksi tinggi
badan berdasarkan tinggi lutut dapat digunakan persamaan penghitungan
tinggi badan diperoleh dengan menggunakan rumus regresi linier. Hasil
pengukuran dalam cm dikonversikan menjadi tinggi badan menggunakan
rumus Chumlea:
TB pria = 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut (cm) )
TB wanita = 84,88 – (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut (cm) )
atau
TB wanita = 84,88 – (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut (cm) –
75−Umur
x 1,2
5
Maka, diperoleh:
TB kakek = 64,19 – (0,04 x 65 tahun) + (2,02 x 55 cm)
= 64,19 – (2,6) + (111,1)
= 172,69 cm
Menggunakan Rumus 1:
TB nenek = 84,88 – (0,24 x 63 tahun) + (1,83 x 42 cm)
= 84,88 – (15,12) + (76,86)
= 146,62 cm
Menggunakan Rumus 2:
75−63 tahun
TB nenek = 84,88 – (0,24 x 63 tahun) + (1,83 x 42 cm) – x 1,2
5
12
= 84,88 – (15,12) + (76, 86) – x 1,2
5
12
= 84,88 – (15,12) + (76, 86) – x 1,2
5
= 84,88 – (15,12) + (76, 86) – 2,4 x 1,2
= 84,88 – (15,12) + (76, 86) – 2,88
= 69,76 + 73,98
= 143,74 cm
Sumber:
Astriana, K, Wiboworini, B., & Kusnandar., 2018. Hubungan rentang lengan,
tinggi lutut, panjang ulna dengan tinggi badan lansia perempuan di
Kecamatan Sewon. Jurnal Ilmu Gizi Indonesia, 1 (2), hal. 88.

Azkiyah, W, Handayani, D., & Holipah., 2016. Validitas estimasi tinggi


badan berdasarkan tinggi lutut pada lansia di Kota Malang. Indonesian
Journal of Human Nutrition, 3 (2), hal. 94.

Murbawani, E, Puruhita, N., & Yudomurti., 2012. Tinggi badan yang diukur
dan berdasarkan tinggi lutut menggunakan rumus chumlea pada lansia. Jurnal
Media Medika Indonesiana, 46 (1), hal. 3.

Sirajuddin, S., dkk., 2020. Penuntun Praktikum Dasar Kesehatan


Masyarakat. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin.

3. Nilai Waist to Hip Ratio dapat dipengaruhi oleh faktor umur. Jelaskan
keterkaitannya!
Jawab:
Lemak tubuh merupakan akumulasi lemak yang terdistribusi pada bagian
tubuh tertentu, penilaiannya dapat dengan pengukuran waist hip ratio yang
merupakan cara mudah dan sederhana dalam penentuan obesitas yang ditandai
dengan distribusi lemak pada daerah-daerah tertentu di tubuh yang
terlokalisasi pada bagian pinggang dan panggul (Ahmad et al 2012).
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam
lemak bebeas, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam
lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan
tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan
penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran
yang umum digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul atau Waist to
Hip Ratio. Umur memiliki hubungan yang signifikan dengan lingkar pinggang
serta memiliki korelasi yang sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin
bertambahnya umur seseorang, semakin meningkat pula ukuran lingkar
pinggangnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jafar, Bahar, dan
Lusiana (2009), Ford et al. (2003), Nurviati (2012), dan Pascot et al. (1999).
Selain itu, sesuai dengan teori yang disebutkan Wardlaw (1999) bahwa
dengan bertambahnya umur individu, tubuh akan semakin banyak menimbun
lemak.
Sumber:
Ellenora, I, Marisa, D., & Asnawati., 2019. Hubungan indeks massa tubuh dan
waist hip ratio terhadap daya tahan otot pada penari modern. Jurnal
Homeostatis, 2 (3), hal. 426.

Prasasti, H, Utari, D., 2013. Jenis kelamin dan umur sebagai faktor
predominan lingkar pinggang pada guru sekolah dasar di Kecamatan Cilandak
Jakarta Selatan. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, hal. 12.

Sirajuddin, S., dkk., 2020. Penuntun praktikum dasar kesehatan masyarakat.


Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

4. Sebutkan nama tulang yang berada pada titik tulang rusuk terkahir dan titik
ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dalam menentukan mid point
pengukuran lingkar perut! Dan jelaskan interpretasi hasil pengukuran LP laki-
laki di Indonesia jika diatas 90 cm.
Jawab:
Lingkar perut diukur dari titik tengah batas/margin tulang rusuk bawah dan
batas tulang Krista iliaka kanan dan kiri kemudian diukur secara horizontal
dengan dengan menggunakan pita pengukur. Pengukuran dilakukan dengan
cara subjek diminta dengan cara yang santun untuk membuka pakaian bagian
atas untuk menentukan titik pengukuran namun jika keberatan maka
responden boleh memakai pakaian yang tipis tidak terlalu tebal. Pengukuran
lingkar perut lebih memberi arti dibandingkan dibandingkan IMT dalam
menentukan timbunan lemak didalam rongga perut (obesitas sentral) karena
peningkatan timbunan lemak diperut tercermin dari meningkatnya lingkar
perut. Kelebihan simpanan lemak pada bagian perut/obesitas sentral dapat
dinilai salah satunya dengan mengukur lingkar perut 90 cm pada laki-laki dan
80 cm pada wanita (ras asia) yang berhubungan dengan pe-ningkatan risiko
obesitas dan sindrom meta-bolik (LeMone, et al., 2014). Lingkar perut dapat
menggambarkan adanya timbunan lemak di dalam rongga perut. Semakin
panjang lingkar perut menunjukkan bahwa semakin banyak timbunan lemak
di dalam rongga perut yang dapat memicu timbulnya antara lain penyakit
jantung dan diebetes mellitus. Artinya, untuk laki-laki dengan lingkar perut
diatas 90 cm dikategorikan obesitas.
Sumber:
Martiningsih, H, Abdul., 2019. Risiko penyakit kardiovaskuler pada peserta
program pengelolaan penyakit kronis (prolanis) di puskesmas kota bima:
korelasinya dengan ankle brachial index dan obesitas. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 22 (3), hal. 205.

Septyaningrum, N, Martini, S., 2014. Lingkar perut mempunyai hubungan


paling kuat dengan kadar gula darah. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2 (1), hal.
51.

Sirajuddin, S., dkk., 2020. Penuntun praktikum dasar kesehatan masyarakat.


Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

Thamaria, N, Par’i, H, Wiyono, S., & Harjatmo, T., 2017. Buku bahan ajar
penilaian status gizi. 2017. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

5. Mengapa dalam menentukan status KEK digunakan LILA? Dan apakah


pengukuran LILA juga dapat diterapkan pada laki-laki, jelaskan!
Jawab:
Lingkar lengan atas (LILA) merupakan gambaran keadaan jaringan otot dan
lapisan lemak bawah kulit. LILA mencerminkan tumbuh kembang jaringan
lemak dan otot yang tidak berpengaruh oleh cairan tubuh. Ambang batas
LILA WUS dengan risiko KEK adalah 23.5 cm. Cara ukur pita LILA untuk
mengukur lingkar lengan atas dilakukan pada lengan kiri atau lengan yang
tidak aktif. Pengukuran LILA dilakukan pada pertengahan antara pangkal
lengan atas dan ujung siku dalam ukuran cm (centi meter). Kelebihannya
mudah dilakukan dan waktunya cepat, alat sederhana, murah dan mudah
dibawa. KEK dapat dialami wanita usia subur (WUS) usia 15– 45 tahun sejak
remaja kemudian berlanjut pada masa kehamilan dan menyusui akibat
cadangan energi dan zat gizi yang rendah. Salah satu dampak jangka panjang
masalah gizi makro pada WUS dan ibu hamil dengan KEK adalah melahirkan
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Ibu yang mengalami KEK
berisiko melahirkan bayi BBLR 4,8 kali lebih besar daripada ibu yang tidak
mengalami KEK. Pengukuran status gizi pada WUS dapat dilakukan dengan
menggunakan LiLA. LiLA bermanfaat dalam mengetahui risiko KEK pada
awal kehamilan karena berat badan prahamil tidak diketahui. KEK merupakan
prediktor penting prognosis ibu hamil. Di Indonesia, para ibu tidak biasa
menimbang berat badan sebelum hamil sehingga penggunaan LiLA sebagai
indikator risiko KEK menjadi sangat penting. LiLA dapat lebih mudah
mendeteksi KEK daripada IMT sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat
awam. Pada laki-laki pengukuran LILA tidak dapat dilakukan dalam
menentukan KEK karena, dilihat dari segi jenis kelamin, malnutrisi lebih
banyak didapatkan pada laki-laki. Pada penelitian Syaiful H, dkk pada tahun
2014 sebanyak 21 orang laki-laki dan 12 orang perempuan (1,75 : 1)
menderita malnutrisi dengan pengukuran gizi berdasarkan LILA dan dengan
skinfold didapatkan 22 orang laki-laki dan 10 orang perempuan (2.2 : 1)
menderita malnutrisi. Hal yang sama juga dilaporkan oleh WirhanA, dkk pada
tahun 2006 dimana laki-laki lebihb anyak menderita malnutrisi dibanding
perempuan yaitu 1,7 : 1, Rahiman M, dkk pada tahun 2006 sebesar 1,4:1 dan
Kemala M, dkk pada tahun 2008 melaporkan 2:1. Dapat disimpulkan bahwa
laki-laki lebih banyak menderita malnutrisi dibanding perempuan.
Sumber:
Ariyani, D, Achadi E., & Irawati, A., 2012. Validitas lingkar lengan atas
mendeteksi risiko kekurangan energi kronis pada wanita Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, 7 (2), hal. 83-84.
Syaiful, H, Oenzil, F., & Afriant, R., 2014. Hubungan umur dan lamanya
hemodialisis dengan status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RS. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 3 (3), hal. 3.

Thamaria, N, Par’i, H, Wiyono, S., & Harjatmo, T., 2017. Buku bahan ajar
penilaian status gizi. 2017. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

6. Seorang mahasiswi semester 4 melakukan pengukuran tebal lipat kulit


menggunakan alat Skinfold Caliper, dari hasil pengukuran didapatkan TLK
pada Tricep 6 mm dan TLK Subscapular 8 mm. Mahasiswi tersebut berusia
1,5 tahun di bawah temannya Rudi yang saat ini berusia 21 tahun. Hitunglah
berapa % Body Fat nya dan interpretasikan hasil pengukuran kedalam kategori
%BF.
Jawab:
Persen lemak tubuh berkaitan dengan obesitas karena merupakan komponen
penyusun komposisi tubuh selain massa tulang, massa otot, dan kadar air
tubuh. Persen lemak tubuh menggambarkan kondisi berat atau massa lemak
yang ada di tubuh seseorang secara umum, baik lemak subkutan maupun
lemak viseral (lemak yang terdapat pada organ). Orang yang memiliki persen
lemak tubuh normal akan memiliki daya tahan kardiorespirasi yang tinggi dan
sebaliknya orang yang memiliki persentase lemak tubuh tinggi atau obesitas
akan memiliki daya tahan kardiorespirasi yang rendah. Menurut Chatterjee et
al persen lemak tubuh yang berlebihan akan berdampak pada menurunnya
curah jantung saat melakukan aktivitas. Jumlah jaringan lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penyempitan arteri dan terjadi resistensi
perifer. Akibatnya darah yang dipompakan menjadi lebih sedikit sehingga
kapasitas oksigen maksimal juga ikut menurun dan menyebabkan penurunan
kemampuan kardiovaskuler. Menurut Mary E. Barasi (2010) pengukuran
antropometri dapat dilakukan melalui pengukuran indeks masa tubuh (IMT),
lingkar bagian tubuh, dan ketebalan lipatan kulit. Melalui pengukuran tebal
lemak tubuh kita dapat memperkirakan jumlah total lemak dalam tubuh
seseorang yaitu dengan mengukur pada 4 bagian tubuh diantaranya bagian
bisep, trisep, supskapular, dan suprailiaka (Muchtadi: 2009). Tabel dibawah
menunjukkan Klasfikasi Persen Body Fat berdasarkan umur dan jenis
kelamin:
Tabel 1
Klasifikasi Persen Body Fat berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Healthy
Sex Under fat Overweight Obese
Range
Women (years)
20-40 < 21% 21 - 33% 33 - 39% > 39%
41-60 < 23 % 23 - 35% 35 - 40% > 40%
61-79 < 24% 24 - 36% 36 - 42% > 42%
Men (years)
20-40 < 8% 8 - 9% 19 - 25% > 25%
41-60 < 11% 11 - 22% 22 - 27% > 27%
61-79 < 13% 13 - 25% 25 - 30% > 30%
Sumber: Gallagher, et al. dalam Sirajuddin, S., dkk., 2020.
Pengukuran lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara
relatif(%) terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi
ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Rumus perhitungan Persen Body Fat
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 2
Rumus Perhitungan Persen Body Fat
Laki-laki (18 – 27 tahun)
Db = 1,0913 – 0,00116 (∑tricep+ scapula )
%Body Fat = [(4,97/Db) – 4,52] x 100
Wanita (18 – 23 Tahun)
Db = 1,0897 – 0,00133 (∑tricep+ scapula )
%Body Fat = [(4,76/Db) – 4,28] x 100
Sumber: Sirajuddin, S., dkk., 2020.
Sehingga, pada kasus tersebut %Body Fat dari mahasiswi tersebut dapat
dihitung dengan menngunakan rumus diatas.
Db = 1,0897 - 0,00133 (∑tricep+ scapula )
= 1,0897 - 0,00133 (∑ 6 mm+8 mm)
= 1,0897 - 0,00133 (14 mm)
= 1,0897 - 0,01862
= 1, 07108
Sehingga,
%Body Fat = [(4,76/Db) - 4,28] x 100
= [(4,76/1,07108) - 4,28] x 100
= [(3,68) – 4,28] x 100
= [(- 0,6)] x 100
= 0,6 x 100
= 60%
Maka, % Body Fat dari mahasiswi tersebut dapat diinterpretasikan kedalam
tabel kategori %BF yaitu dikategorikan sebagai Obesitas
Sumber:
Jayanti, R, Huldiani., & Asnawati., 2019. Hubungan persen lemak tubuh
dengan kapasitas oksigen maksimal pada calon jemaah haji. Jurnal
Homeostatis, 2 (1), hal. 88-90.

Munjidah, A., 2016. Hubungan tebal lemak tubuh dengan panjang siklus
menstruasi. Jurnal Ners dan Kebidanan, 3 (1), hal. 9.

Sirajuddin, S., dkk., 2020. Penuntun praktikum dasar kesehatan masyarakat.


Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

7. Jelaskan perbedaan antara pemeriksaan GDS, GDP, TTGO, Glukosa 2 jam


PP, dan HbA1c. Sertas sebutkan masing-masing kadar gula darah normal dari
ke 5 jenis pemeriksaan tersebut dan identifikasi yang lebih akurat.
Jawab:
a. Gula Darah Sewaktu Kadar glukosa darah sewaktu adalah nilai dari hasil
glukosa yang di ukur pada saat 2 jam setelah makan. Nilai tersebut yang
akan menentukan apakah penderita menginap diabetes melitus atau tidak,
jika kadar glukosa darah sewaktunya lebih dari 200 mg/dl maka penderita
di diagnosa sebagai penderita diabetes melitus. Menurut pendapat peneliti,
tidak ada perbedaan antara kadar glukosa darah sewaktu penderita tipe I
dan tipe II.
b. Gula Darah Puasa Kadar glukosa darah puasa adalah nilai dari hasil
glukosa yang di ukur pada saat pasien berpuasa selama 8 jam. Nilai
tersebut yang akan menentukan apakah penderita mengidap diabetes
melitus atau tidak. Artinya bahwa jika kadar glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dl, maka di diagnosa sebagai penderita diabetes melitus.
c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) merupakan tes yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis DM saat level glukosa darah kurang tegas, saat
kehamilan, atau untuk skrining DM maupun TGT. Subyek yang akan
melakukan pemeriksaan TTGO tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa tiga hari sebelum
pemeriksaan. Subyek yang diperiksa harus berpuasa setidaknya selama 8
jam yang dapat dimulai pada malam hari, namun tetap diperbolehkan
minum air putih tanpa gula. Batas normal dalam pemeriksaan ini tidak
lebih dari 200 mg/dL.
d. Pengertian glukosa darah 2 jam pp adalah tes gula darah setelah makan
yang di lakukan oleh pasien Diabetes Melitus. Pemeriksaan glukosa 2 jam
pp untuk mengetahui kadar glukosa agar yang lebih akurat (Anonim c,
1999). pemeriksaan glukosa darah 2 jam pp ini bertujuan untuk
membandingan kadar glukosa dengan kadar glukosa darah setelah puasa 8-
10 jam apakah kadarnya berada dalam rentang sehat atau tidak. Adapun
batas normal kadar glukosa menurut metode ini yaitu tidak lebih dari 200
mg/dL. Sehingga, pemeriksaan ini dikatakan lebih akurat dari pemeriksaan
lain.
e. Pemeriksaan HbA1C merukapan pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui kadar glukosa darah pada seseorang selama 3 bulan (120 hari)
yang telah lalu. Kadar glukosa darah normal pada pemeriksaan ini yaitu
6,3%, jika kadar glukosanya lebih dari 6,3% hal tersebut menunjuk bahwa
kadar glukosa seseorang tersebut meningkat atau tidak terkontrol.
Sumber:
Abdumutalib, A, Syahrir, H., & Askar, M., 2014. Analisis perbandingan kadar
glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa pada pasien diabetes
melitus. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 4 (4), hal. 454-455.

Tunjung, E., 2017. Perbedaan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam PP
dengan menggunakan glukometer dan analyzer pada penderita diabetes
melitus. The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist, 1
(2), hal. 17-20.

Wijaya, I., 2018. Hubungan usia dengan nilai tes toleransi glukosa oral
(TTGO) pada generasi pertama penderita diabetes melitus (DM) tipe 2.
Skripsi Sarjana. Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung, Bandar
Lampung.

8. Penanganan diperlukan untuk mengendalikan kadar kolesterol darah sebagai


upaya mencegah terjadinya dampak lebih lanjut dan hiperkolesterol, salah
satunya dengan Therapeutic Lifestyle Changes (TLC), jelaskan bagaimana
metode TLC digunakan untuk mengendalikan kolesterol.
Jawab:
Pemanfatan terapi diet bagi orang yang hiperkolestrolemia tetap dilakukan
karena banyak penelitian yang membuktikan sangat bermanfaat untuk
menurunkan kadar kolesterol. Sebagai contoh wanita dan laki-laki yang
hiperkolesterolemia umur diatas 40 tahun dengan diet Average American Diet
(AAD) dan Therapeutic Lifestyle Changes (TLC) dapat menurunkan total
kolesterol sebesar 19 % untuk AAD dan 21% untuk TLC 21. Menurunkan
LDL untuk diet AAD 12 % dan TLC 15% serta rasio total kolesterol dengan
HDL. Penatalaksanan hiperkolesterolemia di Indonesia menurut Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) mencakup terapi non – farmakologis
yang disebut perubahan gaya hidup teraupetik Therapeutic Lifestyle Changes
(TLC) (Aurora et al., 2012). Selama ini terapi yang dilakukan untuk mengurangi
kadar kolesterol adalah memberikan pengobatan menggunakan obat-obatan sintetik
seperti golongan statin. Kelemahan golongan statin adalah memiliki efek samping
miopati dan rhabdomiolisis (Azhari, dkk., 2017). Therapeutic Lifestyle Changes
(TLC) mencakup penurunan asupan lemak jenuh dan kolesterol, pemilihan
bahan makanan yang dapat menurunkan kadar LDL, penurunan berat badan,
dan peningkatan aktivitas fisik yang teratur. Dalam pelaksanaannya, metode
Therapeutic Lifestyle Changes (TLC) menekankan pada perubahan gaya hidup
masyarakat dari yang sebelumnya tidak teratur menjadi teratur. Salahsatunya
pada pola makan. Perubahan pola makan pada masyarakat yang menggemari
makanan cepat saji (fast food) menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Gaya hidup
yang salah dan kebiasaan buruk yang menjadi rutinitas sehari-hari akan
mengakibatkan faktor pendorong meningkatnya kadar kolesterol dalam darah.
Sehingga, dengan penggunaan metode ini dapat mengendalikan kolesterol.
Penatalaksanaan secara non farmakologi melalui metode Therapeutic Lifestyle
Changes (TLC) ini dapat dilakukan dengan inovasi pemberian susu kedelai dan
jahe adalah suatu inovasi minuman dengan kasiat untuk menurunkan kolesterol
penderita penyakit jantung koroner. Kedelai mengandung isoflavon berupa
genistein, daidzein, glicitein, protein kedelai bisa menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler dengan mengikat profil lemak darah. Khusunya protein kedelai
dapat menurunkan kolesterol total. Salah satu olahan kedelai adalah susu kedelai
(Marthandaru, 2016)
Sumber:
Anggraini, D, Kusuma, E., 2019. Uji potensi fraksi etil asetat kulit buah apel
hijau (Pyrus malus L.) terhadap penurunan kadar kolesterol secara in vitro.
Jurnal Ilmiah Cendikia Eksakta, 4 (1), hal. 7.

Lestari, I., 2019. Aplikasi pemberian susu kedelai dan jahe terhadap
penurunan kadar kolesterol pada penderita penyakit jantung koroner. Skripsi
Sarjana. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Magelang,
Magelang.

Renityas, N., 2020. Pendidikan kesehatan tentang kolesterol efektif


meningkatkan pengetahuan lansia dalam pencegahan kolesterol. Jurnal
Penelitian Kesehatan, 7 (2), hal. 87.

Saragih, B., 2011. Kolesterol dan usaha-usaha penurunanya. Yogyakarta:


Bimotry.

9. HDL erat kaitannya dengan penyakit Aterosklerosis, jelaskan efek HDL


terhadap Aterosklerosis!
Jawab:
Aterosklerosis adalah penyakit pembuluh darah dimana sebagian besar
permukaan bagian dalam arteri besar membentuk plaque/raise plague yang
terdiri dari peninggian sel-sel urat daging licin, serat, lipid dan puing-puing
dengan tingkat nekrose, kalsifikasi dan hemoragi. Penyumbat/plaque tersebut
adalah suatu penebalan lapisan medial dari dinding arteri, yang menonjol
kearah lumen dan menyebabkan pengurangan aliran darah dan elastisitas
pembuluh darah. Sedangkan HDL (high density lipoprotein) akan berfungsi
untuk mengambil LDL yang menempel pada dinding pembuluh arteri dan
mengangkutnya ke hati untuk disalurkan setelah terlebih dahulu dinetralisir
kedalam kantung empedu yang nantinya dibuang sebagian ke feses. Terdapat
hubungan antara nilai rasio kolesterol/HDL dapat menujukkan risiko
terjadinya aterosklerosis (Dipiro, 2008). Penumpukan plak (aterosklerosis) ini
mempersempit dinding arteri sehingga mempersulit darah untuk mengalir dan
dapat menghentikan aliran darah. Hal ini dapat menyebabkan serangan
jantung dan stroke (AHA, 2015). Menurut Pereira (2012) pengukuran rasio
lipid merupakan prediktor yang akurat, salah satunya adalah rasio kolesterol
total/HDL yang merupakan prediktor tunggal terbaik untuk melihat risiko
penyakit kardiovakular. Menurut Arisman (2011), rasio kolesterol total/HDL
tinggi menunjukan risiko terkena serangan jantung bagi wanita maupun laki-
laki. Semakin kecil nilai rasio kolesterol total/HDL, maka semakin rendah
risiko penyakit kardiovaskular (Milan, et al., 2009). Adanya hubungan yang
bermakna antara asupan energi dan asupan lemak dengan rasio kolesterol
total/HDL dan menunjukan bahwa semakin tinggi asupan lemak, maka rasio
kolesterol total/HDL juga semakin meningkat. Tingginya rasio
kolesterol/HDL dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular,
hal ini disebabkan karena jumlah lipid yang meningkat dalam darah yang
mengakibatkan terbentuknya plak di pembuluh darah jantung hingga terjadi
aterosklerosis (McPhee dan Ganong, 2011). Hal ini sesuai dengan teori
terjadinya aterosklerosis. Dimana Hiperkolesterolemia menjadi faktor resiko
terjadinya hipertensi yang diawali dengan proses aterosklerosis pada
pembuluh darah akibat terbentuknya gel busa. Kemudian membentuk bercak
perlemakan yang akan menyebabkan terjadinya disrubsi endothelium.
Akhirnya faktor pertumbuhan akan menyebabkan gel menjadi aterosklerosis
lanjut
Sumber:
Feryadi, R, Sulastri, D., & Kadri, H., 2014. Hubungan kadar profil lipid
dengan kejadian hipertensi pada masyarakat etnik minangkabau di Kota
Padang tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 3 (2), hal. 209.
Saragih, B., 2011. Kolesterol dan usaha-usaha penurunanya. Yogyakarta:
Bimotry.
Sunu, U, Permadi, G., & Fenty., 2014. Hubungan antara aktivitas fisik dan
angka kecukupan gizi makronutrien terhadap rasio kolesterol total/HDL pada
masyarakat pedesaan. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 14 (1), hal. 16-
20.

10. Mengapa peningkatan kadar LDL dalam darah dapat menyebabkan PJK?
Jawab:
Keterlibatan kolesterol dalam menyebabkan terjadinya penyakit jantung
koroner umumnya karena resistensi reseptor LDL, oksidasi pada LDL (Low
Density Lipoprotein) dan kerusakan endotelial. Dalam proses transport
kolesterol , agar kolesterol dapat di angkut kedalam aliran darah kolesterol
terlebih dahulu terikat dengan protein yang disebut apoprotein. Gabungan
lipid dengan protein itulah yang disebut lipoprotein, komponen lipoprotein
inilah yang akan membawa kolesterol serta trigliserida kedalam
darah/mengalir keseluruh jaringan tubuh. Proses aterosklerosis dimulai dengan
kerusakan atau disfungsi endotel pada dinding arteri. Kemungkinan penyebab
dari kerusakan endotel ini dapat deisebabkan oleh meningkatnya level low-
density liporotein (LDL). Bila kadar LDL tinggi, maka kolesterol yang
diangkut oleh LDL dapat mengendap pada lapisan subendotelial, oleh sebab
itu LDL bersifat aterogenik, yaitu bahan yang dapat menyebabkan terjadinya
aterosklerosis. Ruang subendotelial ini mempunyai proteksi oleh antioksidan
yang rendah, sehingga LDL mudah memasuki ruangan ini. Setelah LDL
masuk ke dalam sel endotel, LDL kemudian dioksidasi dan akhirnya terbentuk
LDL yang teroksidasi. Bukti terbaru menjelaskan bahwa LDL yang
teroksidasi ini berkontribusi dalam kerusakan endotel, migrasi monosit dan
limfosit ke tunika intima, merubah monosit menjadi makrofag, dan kejadian-
kejadian lainnya yang terjadi dalam kemajuan proses aterosklerosis. Selain itu,
dalam penelitian Prasetya, M, dkk pada tahun 2015 menemukan bahwa
adanya hubungan yang significant antara LP dengan kadar LDL pada
Penderita Jantung Koroner. Yaitu LP yang tidak normal akan meningkatkan
resiko 2,64 kali meningkatkan kadar LDL dalam darah, yang beresiko
terjadinya jantung Koroner. Kolesterol LDL lebih popular dikenal sebagai
kolesterol jahat/bad cholesterol. Berbagai penelitian, baik pada hewan, uji
klinis dan penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa hiperkolesterol LDL
merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Kolesterol LDL
menyebabkan pengapuran pembuluh koroner dan menimbun kolesterol di
pembuluh koroner. Terlalu banyak kolesterol di dalam darah dapat
mengakibatkan terjadinya penyempitan dan tersumbatnya pembuluh-
pembuluh arteri. PJK biasanya terjadi karena ada kelainan sehingga arteri
yang mengalirkan darah ke otot jantung menyempit, yaitu arteri koroner.
Penyempitan pada arteri koroner mengakibatkan aliran darah ke otot jantung
berkurang atau berhenti sama sekali sehingga terjadilah PJK. Sumbatan seperti
ini juga dapat melemahkan arteri utama tubuh, yaitu aorta, yang disebut
aneurisma (aneurysm). Jika aneurysm ini pecah, akan berakibat fatal.
Sebagaimana telah dikemukakan, LDL kolesterol merupakan penyebab
langsung terjadinya aterosklerosis. Oleh karena itu, peningkatan kadar LDL
kolesterol akan meningkatkan resiko aterosklerosis sehingga akan
meningkatkan pula resiko PJK.
Sumber:
Ma’rufi, R, Rosita, L., 2014. Hubungan dislipidemia dan kejadian penyakit
jantung koroner. Jurnal JKKI, 6 (1), hal. 52.

Saragih, B., 2011. Kolesterol dan usaha-usaha penurunanya. Yogyakarta:


Bimotry.

Susilowati, D., 2017. Gambaran kadar kolesterol total pada wanita menopause
di Desa Pamijen Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes. Jurnal Publikasi
Ilmiah Civitas Akademika Politeknik Mitra Karya Mandiri Brebes, 2 (2), hal.
9.

Syaiful, H, Oenzil, F., & Afriant, R., 2014. Hubungan umur dan lamanya
hemodialisis dengan status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis di RS. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 3 (3), hal. 742.

11. Trigliserida merupakan salah satu tipe lemak dalam darah.


Sebutkan:
a. Kadar normalnya
b. Fungsi dalam tubuh
c. Dampak bila berlebih dan cara mengatasinya
d. Dampak bila kurang dan cara mengatasinya
Jawab:
a. Kadar trigliserida normal dalam darah adalah <150 mg/dL. Kriteria garis
batas tinggi jika kadarnya 150 - 199 mg/dL, kriteria tinggi jika kadarnya
200 - 499 mg/dL dan kriteria sangat tinggi jika kadarnya >500mg/dL
(Munawwarah, 2011).
b. Trigliserida menyediakan energi bagi proses metabolik tubuh. Trigliserida
memiliki fungsi yang hampir sama dengan fungsi karbohidrat (Wowor,
Ticoalu, & Wongkar, 2013). Setiap jumlah lemak dan karbohidrat makanan
yang berlebihan dan tidak langsung digunakan akan disimpan di jaringan
adiposa dalam bentuk trigliserida. Bila diperlukan, trigliserida akan
dihidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas ini
yang kemudian alami oksidasi untuk menghasilkan energi.
c. Kadar trigliserida di atas batas normal dan dapat menyebabkan gangguan
metabolisme glukosa sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya
hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas batas normal). Selain itu,
meningkatkatnya kadar trigliserida dalam tubuh dan bisa menyebabkan
beberapa kondisi medis seperti Diabetes Mellitus, Hipotiroid dan gangguan
ginjal. Beberapa studi menunjukan hubungan trigliserida dengan penyakit
jantung. Kenaikan kadar trigliserida ini akan mempengaruhi vikositas dari
sel darah merah dan kondisi ini akan berakibat terjadinya penyakit jantung
koroner. Rasio antara Trigliserida dan HDL merupakan parameter yang
lebih baik untuk mengetahui kemungkinan serangan penyakit jantung
daripada perbandingan antara LDLdengan HDL. Simpanan trigliserida
yang berlebihan juga sewaktu-waktu potensial sebagai bahan pembentukan
VLDL dan LDL di hepar, hal ini jelas beresiko pula terhadap semakin
meningkatnya kadar LDL darah yang merupakan faktor resiko terjadinya
aterosklerosis. Salahsatu cara potensial dalam menurunkan kadar
trigligserida adalah mengonsumsi produk probiotik. Salahsatu jenis
probiotik yaitu kefir susu sapi. Kefir susu sapi mengandung CLA
(Conjugated Linoleic Acid) yang berperan dalam menurunkan triligserida
dengan cara meningkatkan lipolisis dan beta oksidasi asam lemak. Selain
itu, Ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan kunyit (Curcuma
domestica) menunjukkan kemampuan menurunkan kadar Trigliserida.
Dalam percobaan uji kolesterol pada darah hewan, dosis 6 ml, 8 ml, dan 10
ml, rimpang temulawak dapat menurunkan kadar kolesterol total dan
trigliserida darah kelinci yang mengalami hiperlipidemia. Pada dosis 10
mg, 15 mg, dan 20 mg kurkuminoid temulawak menurunkan kadar
kolesterol total dan trigliserida. Hasil penelitian Jacobs et al. (2004) dalam
Saragih, B., 2011, dengan mengkonsumsi makanan yang kaya akan MUFA
dan PUFA dapat menurunkan konsentrasi trigliserida 34%.
d. Kekurangan Trigliserida akan menjadi partikel ikatan dengan reseptor LDL,
kemudian tingkat ekspresi reseptor LDL meningkat pada sel-sel yang
kehabisan kolesterol dan terjadi penurunan ekspresi terhadap sel-sel yang telah
dipenuhi oleh kolesterol sehingga pengantaran kolesterol tepat sasaran. Baik
itu kembalinya kolesterol di dalam hati atau penyerapan kolesterol pada
jaringan-jaringan ekstrahepatik (Murray K, dkk, 2006). Cara mengatasinya
yaitu dengan melakukan diet lemak dan karbohidrat. Hal ini sejalan dengan
Stephen (2003), dalam penelitian terhadap pengaruh pemberian diet tinggi
karbohidrat dan lemak jenuh ternyata dapat meningkatkan kadar
trigliserida. Hasil penelitian diatas menunjukan baik diet tinggi lemak
maupun diet tinggi karbohidrat sama-sama meningkatkan kadar trigliserida
darah pada kedua kelompok diet ini. Hanya saja peningkatan pada kadar
Trigliserida terlihat lebih tinggi pada kelompok diet tinggi lemak
dibandingkan kelompok diet tinggi karbohidrat. Terjadinya peningkatan
kadar Trigliserida yang lebih tinggi pada kelompok diet tinggi Lemak bila
dibandingkan diet tinggi Karbohidrat, dikarenakan beberapa faktor. Selain
itu, daun bawang prei (Allium porrum L., A. fistulosum L.) telah diteliti
kemampuannya dalam menurunkan hiperkolesterolemia. Dalam penelitian
itu, digunakan tikus yang diberi ekstrak daun bawang prei yang jumlahnya
setara dengan 10 g bawang daun/kg BB (berat badan)/hari selama 60 hari.
Hasilnya ternyata meningkatkan kadar trigliserida dan kolesterol darah
tikus.
Sumber:
Saragih, B., 2011. Kolesterol dan usaha-usaha penurunanya. Yogyakarta:
Bimotry.

Sari, F., 2012. Pengaruh pemberian kefir susu sapi terhadap kadar
trigliserida tikus jantan sprague dawley. Skripsi Sarjana. Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sinaga, D, Welkriana, P., & Farizal, J., 2019. Perbedaan kadar trigliserida
wanita sebelum dan sesudah terapi bekam. Jurnal Media Kesehatan, 12 (2)
hal. 46.

Tsalissavrina, I, Wahono, D., & Handayani, D., 2013. Pengaruh pemberian


diet tinggi karbohidrat dibandingkan diet tinggi lemak terhadap kadar
trigliserida dan HDL darah pada rattus novergicus galur wistar. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, 22 (2), hal. 80-89.

12. Selain dengan menggunakan metode Kecap Smith, uji apa yang dapat
dilakukan untuk menganalisis status Seng pada manusia? Jelaskan!
Jawab:
Yaitu menggunakan pengukuran kadar seng pada rambut. Pengukuran kadar
seng rambut dilakukan melalui 2 tahap yaitu proses destruksi basah dan
pembacaan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) yang dilakukan 3
kali. Pengambilan sampel rambut yaitu sampel rambut dipotong 4-5 cm dari
kulit kepala atau jika rambut kurang dari 4 cm maka diambil dari ujung
sampai pangkal rambut. Rambut diambil secara acak di daerah occipital
kepala menggunakan gunting stainless steel. Sampel rambut yang diambil
kira-kira 50-80 mg dan disimpan di plastik polyethelene. Sampel rambut yang
telah terkumpul dikeringkan dan dicuci dengan air kemudian dimasukkan ke
dalam elemeyer dan ditambahkan 10 mL aquaregia yang terdiri dari HCl
(chloric acid) dan HNO3 (nitric acid) pekat dengan perbandingan 3:1. Sampel
rambut tersebut didiamkan 1 malam, kemudian dipanaskan sampai mendidih
menggunakan hotplane sampai sampel rambut tercampur, kemudian
didinginkan. Sampel rambut yang sudah tercampur menjadi larutan tersebut
diencerkan menggunakan aquadest sampai volume 25 mL. Larutan tersebut
merupakan larutan hasil destruksi sampel rambut untuk dianalisis dengan
pembacaan AAS. Hasil pembacaan AAS kadar seng rambut dinyatakan dalam
parts per million (ppm). Kadar seng rambut menunjukkan hasil yang stabil,
tidak mudah mengalami fluktuasi, sebagian besar trace element memiliki
konsentrasi tinggi pada rambut daripada bagian tubuh lainnya. Rendahnya
kadar seng rambut pada anak menjadi indikator rendahnya status seng dalam
tubuh. Seng rambut menggambarkan status seng dalam jangka lama dan tidak
cepat mengalami fluktuasi yang berhubungan dengan asupan makanan dan
variasi diurnal. Rambut kepala dapat digunakan sebagai bahan biopsi untuk
skrining populasi yang berisiko mengalami defisiensi trace element seperti
seng. Rambut kepala menggambarkan status trace element secara kronis.
Kadar seng rambut merupakan biomarker untuk mengetahui adanya defisiensi
seng, dimana seng rambut akan diambil sebagai seng endogen untuk
mencukupi kebutuhan seng. Selain itu, Kadar zinc tubuh dapat diketahui
dengan mengunakan biomarker kadar zinc rambut. Analisis rambut sangat
penting karena menunjukkan status aktual organisme, status gizi aktual,
jumlah disimpan dan akumulasi racun, yang semuanya dapat ditentukan hanya
oleh analisis mineral rambut. Analisis rambut memberikan hasil yang tidak
bervariasi setiap hari dan tidak mengalami beberapa perubahan seperti darah
hitungan, tes darah atau urin (Mutap, 2016). Analisis kadar zinc rambut lebih
tepat menggambarkan kadar zinc kronis pada masa lampau sehingga tepat
untuk mengukur kadar zinc pada kondisi stunting yang merupakan kondisi
malnutrisi yang sudah berlangsung lama. Penelitian yang dilakukan pada anak
stunting dan non stunting di kelurahan Tambak Wedi Kenjeran Surabaya
melaporkan bahwa rata-rata kadar zinc rambut pada balita stunting lebih
rendah (Oktiva and Adriani, 2017). Rahmawati (2012) juga menyatakan
terdapat perbedaan antara kadar zinc rambut berdasarkan derajat stunting dan
terdapat korelasi positif antara kadar zinc rambut dengan z-score TB/U. Kadar
zinc rambut meningkat dengan meningkatnya z-score TB/U.
Sumber:
Noftalina, E, Mayetti., & Afriwardi., 2019. Hubungan kadar zinc dan pola
asuh ibu dengan kejadian stunting pada anak usia 2 – 5 tahun di Kecamatan
Panti Kabupaten Pasaman. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19
(3), hal. 566.

Rahmawati, A., 2012. Perbedaan kadar seng (Zn) rambut berdasarkan


derajat stunting pada anak usia 6–9 tahun. Skripsi Sarjana. Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro, Semarang.

13. Gambarkan alat dan bahan dan prosedur kerja dari pemeriksaan hemoglobin
sesuai pada buku Penuntun Praktikum. Dan mengapa pria memiliki nilai
normal Hb lebih tinggi daripada Wanita?
Jawab:
Alat dan bahan:

Hemoglobinmeter Blood Lancet


Lancing device/Softclick Alkohol Pads

Microcuvet

Prosedur Kerja:
1. Persiapkan alat dan bahan:

2. Bersihkan jari yang akan


diambil darahnya terlebih
dahulu dengan kapas yang
mengandung alkohol:
3. Gunakan auto lancet untuk
mengambil darah pada jari
yang telah diolesi alkohol:

4. Buanglah darah pertama


yang menetes, selanjutnya
tetesan darah kedua diambil
dengan menggunakan
microcuvet:

5. Lakukan pemeriksaan pada


alat hemocue:

Dalam keadaan normal, laki-laki memiliki kadar hemoglobin lebih tinggi


daripada perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi fisiologis dan
metabolisme laki-laki yang lebih aktif daripada perempuan. Kadar hemoglobin
perempuan lebih mudah turun, karena mengalami siklus menstruasi yang rutin
setiap bulannya. Ketika perempuan mengalami menstruasi banyak terjadi
kehilangan zat besi, oleh karena itu kebutuhan zat besi pada perempuan lebih
banyak daripada laki-lak. Menurut penelitian yang dilakuakan oleh Sihombing
(2009:122), jenis kelamin berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian
kekurangan hemoglobin. Berdasarkan penelitian tersebut perempuan menderita
anemia 7,9 kali dibanding laki-laki.
Sumber:
Qomariyah, N, Sujoso, A., & Ma’rufi., 2016. Kadar formaldehid di udara dan
kadar hemoglobin (Hb) pada pekerja sortasi sheet karet (studi pada PT.
Perkebunan Nusantara XII Kebun Glantangan Kabupaten Jember). Jurnal
Repository Universitas Jember, hal. 4.

Sirajuddin, S., dkk., 2020. Penuntun praktikum dasar kesehatan masyarakat.


Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai