Tahap Perkembangan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rosalia Trimawardani

NIM : 170811641115
Offering : C/2017
Tugas Psikologi Klinis 1

A. Tahap Perkembangan Psikososial Erik Erikson


Erikson membagi tahapan perkembangan psikososial dibagi ke dalam delapan tahap.
Erikson berpendapat bahwa perubahan perkembangan tidak hanya terjadi di lima tahun,
namun terjadi sepanjang hayat. Erikson menekankan bahwa motivasi utama manusia adalah
bersifat sosial, di mana manusia mencerminkan hasrat untuk bergabung dengan manusia lain.
Dalam setiap tahap perkembangan, individu akan mendapatkan krisis berupa tahap
perkembangan. Apabila individu dapat melewatinya, maka akan semakin meningkatkan
potensi individu. berikut delapan tahap perkembangan yang dikembangkan oleh Erikson.
1. Trust versus Mistrust (Masa bayi 1 tahun pertama)
Pada tahap ini, bayi belajar untuk percaya bahwa dunia merupakan tempat yang aman
bagi mereka. kepercayaan dasar terbentuk oleh bayi terhadap pengasuh atau ibu yang dapat
ditunjukkan dengan kenyamanan saat pengasuhan. Kepercayaan ini nantinya dapat
membentuk sebuah ekspektasi seumur hidup bahwa dunia merupakan tempat yang baik dan
menyenangkan. Kegagalan dalam mengembangkan atau melewati krisis dalam tahap ini,
dapat mengembangkan rasa takut bahwa lingkungan di sekitarnya tidak aman dan tidak
nyaman, sehingga bayi mengembangkan ketidakpercayaan pada orang lain.
2. Autonomy versuus Shame and Doubt (Masa bayi 1-3 tahun)
Pada tahap selanjutnya, anak mulai belajar bahwa perilaku mereka merupakan hasil
dari keputusan mereka sendiri. Mereka akan mulai mengembangkan kemandirian dengan
dorongan yang di dapat dari lingkungan sekitarnya. Ketika mereka merasa mampu
mengendalikan diri akan membuat anak memiliki kemauan yang baik serta rasa bangga dan
percaya diri. Namun, apabila anak terlalu dibatasi ruang geraknya dapat menyebabkan
mereka mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.
3. Initiative versus Guilt (Masa kanak-kanak awal 3-5 tahun)
Pada tahapan ini, anak-anak mulai memasuki kehidupan sosial di mana mereka
dituntun untuk mengembangkan perilaku yang aktif dan bertujuan sehingga dapat
memperluas penguasaan dan tanggung jawab. Anak akan berkembang baik secara fisik
maupun psikologis dan memunculkan rasa ingin tahu yang tinggi. Apabila anak berkembang
di lingkungan yang menekan dan dalam pola asuh yang salah, mereka akan mengembangkan
perasaan bersalah karena dianggap tidak bertanggung jawab. Hal tersebut dapat menimbulkan
rasa cemas yang membuat anak hanya berdiam diri.
4. Industry versus Inferiority (Masa kanak-kanak pertengahan dan akhir 6 tahun-pubertas)
Tahap keempat berkembang di masa sekolah dasar, pada tahap ini anak belajar untuk
menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual. Anak akan menjadi lebih semangat
untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan baik dari orang tua ataupun guru
yang mendorongnya untuk menjadi lebih kompeten dan produktif. Namun, apabila anak tidak
mendapatkan dukungan yang kuat atau tidak dapat mengembangkan produktivitasnya, anak
akan mengembangan perasaan rendah diri karena merasa bahwa dirinya tidak kompeten dan
tidak produktif.
5. Identity versus Identity Confusion (Masa remaja 10-20 tahun)
Pada masa remaja, anak dihadapkan pada suatu tantangan untuk mencari tahu idetitas
dirinya, akan menjadi apa mereka nantinya, tujuan hidupnya dan ke arah mana yang hendak
ia tempuh. Individu dihadapkan pada berbagai peran di masyarakat yang apabila dapat dilalui
dengan cara yang sehat, maka dapat mengembangkan identitas diri yang positif. Namun,
apabila dalam proses mengembangkan identitas individu berada dalam lingkungan yang
kurang mendukung maka ia akan mengalami kebingungan identitas.
6. Intimacy versus Isolation (Masa dewasa awal 20 an-30 an)
Dalam tahap ini, individu berada di masa dewasa awal. Pada tahap ini, individu
dihadapkan pada tugas perkembangan berupa pembentukan relasi akrab dengan orang lain.
Apabila individu dapat membentuk sebuah relasi yang baik dan sehat, maka keakraban akan
tercapai. Namun, apabila individu tidak dapat membentuk relasi yang baik, ia akan
merasakan keterkucilan atau dikucilkan oleh orang lain.
7. Generativity versus Stagnation (Masa dewasa menengah 40 an-50 an)
Generativitas akan tercapai, apabila individu telah merasa membantu generasi muda
untuk mengembangkan dan mengarahkan ke arah yang lebih berguna. Individu melakukan
atau menciptakan sesuatu guna untuk kebaikan kelangsungan hidup generasi mendatang.
Individu menaruh perhatian terhadap apa yang dihasilkan, keturunan, produk, ide-ide untuk
mengembangkan generasi mendatang. Apabila tingkat generativitas individu itu lemah, maka
ia akan mengalami stagnasi.
8. Integrity versus Despair (Masa dewasa akhir 60 tahun ke atas)
Individu yang berada pada tahapan ini, memiliki tugas perkembangan yaitu untuk
merefleksikan kehidupannya di masa lalu. Integritas akan tercapai, apabila individu dapat
mengembangkan pandangan yang positif terhadap sebagian besar atau seluruh tahapan
perkembangan sebelumnya, sehingga timbul perasaan bahwa ia telah menjalani hidup dengan
baik dan merasakan kepuasan. Namun, apabila pandangan yang dimiliki individu cenderung
ke arah negatif maka akan menghasilkan rasa bersalah atau kemuraman yang berujung pada
keputusasaan.
B. Tahap Perkembangan Psikoseksual Freud
Freud mengembangkan lima tahap perkembangan yang disebut sebagai tahap
perkembangan psikoseksual yaitu tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan fungsi
seksual yang dapat mempengaruhi perkembangan psikologis individu tersebut. Apabila
individu tersebut gagal melewati suatu masa yang harus dilaluinya sesuai dengan tahap
perkembangannya maka akan terjadi gangguan pada diri orang tersebut. Berikut tahap-tahap
perkembangan psikoseksual.
1. Tahap Oral (0-18 bulan)
Pada tahap ini, bayi merasa bahwa mulut merupakan tempat pemuasan utama.
Sumber utama interaksi bayi dipusatkan di mulut, bibir, lidah dan organ lain yang
berhubungan dengan daerah mulut. Kebutuhan-kebutuhan primer bayi terpenuhui dengan
menghisap puting susu ibunya. Rasa lapar dan haus terpenuhi dengan menghisap puting susu
ibunya. Pada masa ini, sangat penting bagi ibu untuk segera memenuhi kebutuhan bayi
karena pada masa ini sepenuhnya tergantung pada pengasuh. Bayi juga mengembangkan rasa
kepercayaan dan kenyamanan dari kegiatan memuaskan melalui stimulasi oral. Apabila pada
masa ini, anak kurag mendapatkan pemenuhan kebutuhan atau menjadi tidak terlalu
bergantung pada pengasuhnya, maka dapat terjadi fiksasi. Fiksasi akan berpengaruh pada
perkembangannya di masa yang akan datang. Individu akan memiliki masalah dengan
ketergantungan.
2. Tahap Anal (1 ½-3 tahun)
Pada tahap ini kepuasan dan kenikmatan anak terletak pada anus. Freud percaya
bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar.
Pada tahap ini anak akan belajar bagaimana cara mengendalikan kebutuhannya untuk
membuang kandung kemih dan buang air besar. Apabila pada tahap ini orang tua banyak
memberikan pujian setelah anak dapat mengendalikan kebutuhannya, anak dapat
mengembangkan rasa percaya diri dan kemandirian pada anak. Namun, apabila anak tidak
mendapatkan dukungan yang dibutuhkan dari orang tua dan justru mendapatkan ejekan,
ancaman atau celaan dan tidak melatih anak untuk penggunaan toilet yang benar dan
mengatakan bahwa hal yang dilakukan itu kotor atau jika orang tua terlalu ketat atau memulai
toilet training terlalu dini, maka anak dapat mengembangkan sifat ketat, tertib, kaku, obsesif,
tidak konsisten, kerapian, keras kepala, kesengajaan, kekikiran yang merupakan karakter anal
yang berasal dari sisa-sisa fungsi anal. Jika pertahanan terhadap sifat-sifat anal kurang efektif,
karakter anal menjadi ambivalensi (ragu-ragu) berlebihan, kurang rapi, suka menentang,
kasar dan cenderung sadomsokistik (dorongan untuk menyakiti dan disakiti).
3. Tahap Falik (3-6 tahun)
Pada tahap ini, pusat kepuasan anak berada pada alat kelamin. Anak akan mulai
menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Pada tahap ini akan timbul kompleks oedipus
pada anak laki-laki yang menggambarkan perasaa ingin memiliki ibu dan keinginan untuk
menggantikan ayah. Namun, anak juga memiliki kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh
ayah untuk perasaan ini. Kompleks oedipus biasanya diikuti dengan rasa takut bahwa
penisnya akan dikebiri atau dipotong. Apabila ketakutan yang dimiliki terlalu berlebihan
dapat menjadi dasar penyebab individu menjadi homoseksual. Sedangkan, pada perempuan
akan muncul perasaan iri terhadap penis atau kompleks elektra biasanya disertai rasa rendah
diri karena tidak mempunyai kelamin seperti anak laki-laki dan merasa takut jika terjadi
kerusakan pada alat kelaminnya. Apabila kompleks oedipus atau kompleks elektra tidak
diselesaikan dengan baik, maka dapat menyebabkan gangguan emosi di kemudian hari.
4. Tahap Laten (6 tahun-pubertas)
Pada tahap ini, anak akan mengalihkan semua aktifitas dan fantasi seksualnya ke hal-
hal seperti minat belajar atau pengembangan keterampilan. Anak akan mempelajari mengenai
seksualitas dari teman-teman sejenisnya yang sering menyesatkan. Namun, apabila orang tua
mau terus memantau dan saling terbuka dengan anak, maka orang tua dapat meluruskan
informasi yang salah atau menyesatkan tersebut. Apabila individu gagal menyalurkan
libidonya ke minat belajar atau pengembangan keterampilan atau pada hal positif lainnya,
individu dapat memiliki kontrol diri yang kurang sehingga gagal mengallihkan energinya
secara efisien.
5. Tahap Genital (pubertas-seterusnya)
Pada tahap akhir perkembangan, individu akan mengalami perubahan secara fisik dan
psikis, hal ini dikarenakan organ-organ seksual mulai aktif dan berkembang sesuai dengan
berfungsinya hormon-hormon seksual. Seiring dengan perkembangan fisik tersebut, anak akan
mulai mengembangkan rasa ketertarikan secara seksual kepada lawan jenis. Kegagalan pada
fase ini dapat menyebabkan kekacauan identitas.

Anda mungkin juga menyukai