Makalah Sejarah Peradaban Islam
Makalah Sejarah Peradaban Islam
Makalah Sejarah Peradaban Islam
Disusun oleh
FAKULTAS TARBIYAH
METRO LAMPUNG
TAHUN 2022
1
KATA PENGANTAR
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama Islam.
Kemudian dari pada itu, kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini banyak
yang membantu terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala hormat kami
sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Dosen pengampu yang
telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini Bapak Dr. M. Agus
Mushodiq,M.Hum Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat
berdo' a dan memohon kepada Allah SWT semoga jerih payah beliau menjadi amal soleh
di mata Allah SWT. Amin.
Dan dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan
dan kekeliruan, maka dari itu kami mengharapkan keritikan positif, sehingga bisa
diperbaiki seperlunya.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir amalan yang
bermanfaat khususnya bagi kami dan seluruh pembaca. Amin Yaa Robbal 'Alamin.
12 November 2022
Kelompok 7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................... 1
2
KATAPENGANTAR................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 4
A. Latar Belakang................................................................................................................. 4
B. Rumusan............................................................................................................................4
C. Tujuan................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
A.Dinasti Aghlabiyah...............................................................................................................
B. Dinasti Fathimiyah............................................................................................................
C. Dinasti Ayubiyah..................................................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................................................
B.Saran..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
3
A.LATAR BELAKANG
politik telah menyebabkan keruntuhan Dinasti Bani Abbasiyah dikemudian hari. Dengan
adanya perselisihan tersebut, disintegrasi tidak dapat dielakkan lagi. Banyak DinastiDinasti yang
Diantara Dinasti itu adalah Dinasti Aghlabiyah yang berbangsa Arab. Dinasti ini tidak
sepenuhnya merdeka dari Baghdad, tetapi hanya setengah merdeka. Dinasti selanjutnya
adalah Ayyubiyah yang berbangsa Kurdi. Sedangkan yang mengaku sebagai khilafah
adalah Dinasti Fatimiyah di Mesir. Kekuasaan ketiga Dinasti ini meliputi Afrika Utara dan
Mesir. Ketiganya secara berurutan adalah Dinasti Aghlabiyah, Fathimiyah dan Ayyubiyah.
Kehadiran ketiga Dinasti ini telah membawa pencerahan bagi Islam, terutama Kairo
yang dijadikan sebagai ibu kota pemerintahan. Dengan demikian Mesir telah menjadi
suatu kota peradaban Islam yang menjadi pusat segala kegiatan pada masa itu. Untuk
mengetahui lebih lanjut, akan dicoba dipaparkan tentang masing-masing Dinasti, mulai
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
C. TUJUAN MAKALAH
Sejalan dengan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
4
3.Mengetahui peradaban islam pada masa Dinasti Ayubiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.Dinasti Aghlabiyah
5
A. Latar Belakang Berdirinya Diansti Aghlabiyah
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih 100
tahun (800-900 M). Di luar wilayah yang dinamakan Ifriqiyah (Afrika Kecil, terutama Tunisia), sempalan
dari “Afrika” Latin, Harun al-Rasyid pada 800 M. telah mengangkat Ibrahim bin al-Aghlab sebagai
gubernur. Ibrahim bin al-Aghlab (800-811 M.) memerintah sebagai penguasa yang berdiri sendiri, dan
setahun setelah pengangkatannya, tak satupun Khalifah Abbasiyah yang menjalankan kekuasaan di luar
perbatasan barat Mesir. Aghlabiyah merasa puas dengan gelar Amir, tetapi tidak merasa perlu
mencatumkan nama Khalifah di mata uang mereka, sekalipun sebagai bukti kekuasaan spiritualnya. Dari
ibukotanya, Qayruwan, sampai ke Qartago, mereka menguasai Mediterania tengah selama abad-abad
kejayaan mereka.
Nama Dinasti Aghlabiyah ini diambil dari nama ayah, Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-Aghlab.
Beliau adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer Abasiyah. Ibrahim bin al-Aghlab, seorang yang
dikenal mahir di bidang administrasi. Dengan kemampuan ilmu administrasinya, Ibrahim bin al-Aghlab
mampu mengatur roda pemerintahan dengan baik. Dinasti Aghlabiyah merupakan tonggak terpenting
dalam sejarah peradaban Islam atau konflik berkepanjangan antara Asia dan Eropa, di bawah pimpinan
Ziyadatullah I. Pada tahun 800 M, Ibrahim I diangkat sebagai Gubernur (Amir) di Tunisia oleh Khalifah
Harun ar-Rasyid. Karena ia sangat pandai menjaga hubungan dengan Khalifah Abasiyah seperti
membayar pajak tahunan yang besar, maka Ibrahim I diberi kekuasaan oleh Khalifah, meliputi hak-hak
otonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinya tanpa campur
tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauh antara Afrika Utara dengan
Baghdad. Sehingga Aghlabiyah tidak terusik oleh pemerintahan Abbasiyah.
Menurut Ali Mufrodi, Dinasti Aghlabiyah berdiri di Aljazair dan Sicilia pada tahun 184-296/800-909 M.
Dinasti ini didirikan oleh Ibrahim bin al-Aghlab yang diberi otonomi wilayah yang sekarang disebut
Tunisia oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Disamping itu, Dinasti ini juga di kenal dengan armada angkatan
laut yang di miliki, sehingga di waktu masa kejayaannya, sangat tangguh dan perkasa di medan
pertempuran lebih khususnya di lautan. Dan banyak para sejarawan yang mengakui kekuatan armada
angkatan laut Dinasti Aghlabiyah.
Adapun susunan para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang memerintah adalah sebagai berikut :
6
7. Ziyadatullah II(863 M).
Aghlabiyah merupakan Dinasti kecil pada masa pemerintahan Abasiyah, yang para penguasanya adalah
berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehinggga Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah. Awal mula
terbentuknya Dinasti kecil tersebut yaitu ketika Baghdad di bawah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Di
bagian Barat Afrika Utara terdapat dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya, diantaranya
adalah sebagai berikut:
Dengan adanya dua ancaman tersebut, terdoronglah Harun ar-Rasyid untuk menempatkan bala
tentaranya di Ifriqiyah di bawah pimpinan Ibrahim bin al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan wilayah
tersebut, Ibrahim bin al-Aghlab mengusulkan kepada Harun ar-Rasyid supaya wilayah tersebut di
hadiahkan kepadanya dan anak keturunannya secara permanen. Karena jika hal itu terjadi, maka ia tidak
hanya mengamankan dan memerintah wilayah tersebut, akan tetapi juga mengirim upeti ke Baghdad
setiap tahunnya sebesar 40.000 dinar. Harun al-Rasyid menyetujui usulannya, sehingga berdirilah Dinasti
kecil (Aghlabiyah) yang berpusat di Ifriqiyah yang mempunyai hak otonomi penuh. Meskipun demikian
masih tetap mengakui akan kekhalifahan Baghdad. Pendiri Dinasti Aghlabiyah adalah Ibrahim bin al-
Aghlab pada tahun 800 M. Pada tahun itu Ibrahim diberi provinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun
ar-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom
yang besar. Untuk menaklukan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan
yang besar, namun tidak seperti Ifriqiyah yang sifatnya adalah pemberian. Salah satu kinerja pertama
atau kesuksesan pertama yang diraih oleh pemerintahan Aghlabiyah adalah keberhasilan memadamkan
gejolak yang muncul dari Kharijiyah Barbar di wilayah mereka.
Banyak penerus Ibrahim bin al-Aghlab terbukti sama bersemangatnya dengan Ibrahim sendiri. Dinasti
Aghlabiyah menjadi salah satu titik penting dalam sejarah konflik berkepanjangan antara Asia dan Eropa.
Dengan armada perang yang lengkap, mereka memorak-porandakan kawasan pesisir Italia, Prancis,
Korsika, dan Sardinia. Salah satu dari mereka adalah Ziyadatullah I (817-838 M.), pada tahun 827 M.
Ziyadatullah mengirim ekspedisi ke Sisilia Bizantium, yang didahului oleh operasi bajak laut. Ekspedisi ini,
juga ekspedisi-ekspedisi berikutnya, berhasil ditaklukan. Sisilia menjadi basis menguntungkan bagi
7
operasi-operasi melawan wilayah daratan, terutama Italia. Selain Sisilia, Malta, dan Sardinia juga
berhasil direbut oleh para bajak laut yang operasinya meluas jauh sampai ke Roma. Pada saat yang
sama, para bajak laut muslim dari Kreta terus-menerus menyerbu pulau-pulau kecil di Laut Aegea, dan
pada pertengahan abad ke-10, mereka menyerang kawasan pesisir Yunani. Tiga prasasti Kufik yang
ditemukan di Athena mengungkapkan adanya pemukiman Arab di sana, ayng diduga bertahan sampai
awal abad ke-10.
Selain itu Dinasti Aghlabiyah berhasil menaklukan kota-kota di sepanjang pantai Italia, yaitu sebagai
berikut:
4. Toronto (840 M)
Penaklukan umat Islam atas kepulauan Sisilia (dalam literatur bahasa Arab disebut Siqilliyah) merupakan
buih terakhir dari gelombang serbuan yang dibawa bangsa Arab ke Afrika Utara dan Spanyol. Para
pemimpin ekspansi ke kepulauan itu, dan ke daratan Eropa Tengah adalah panglima-panglima perang
Dinasti Aghlabiyah dari Qayruwan yang menyerang wilayah itu pada abad ke-9 M. Meski demikian,
upaya-upaya sporadis yang dilakukan oleh para pengembara muslim, tentara-tentara bayaran, dan para
perompak telah dilakukan jauh sebelum itu. Faktanya, ketika pada 652 M. angkatan laut Bizantium di
Alexandria mendapat serangan dan kekuatan maritim beralih ke tangan orang Arab, pada saat yang
sama terjadi serangan atas kekuatan Bizantium di Sisilia yang dilakukan oleh panglima perang Khalifah
Mu’awiyah. Kejayaan Siracuse (dalam literatur bahasa Arab disebut Saraqusah, Saraqushshah)
tenggelam dalam serangan pertama ini. Rampasan perang muslim, termasuk para wanita, kekayaan
gereja, dan benda-benda berharga lainnya, mengundang para pengembara muslim untuk kembali ke
daerah itu pada paruh kedua abad ke-7. Pada abad ke-8, kaum Barbar dan para pejuang Arab di Afrika
Utara, serta umat Islam Spanyol mulai merambah pulau-pulau di bagian utara dan timur serta
menebarkan kekuatan di antara penduduk Sisilia, Corsica, dan Sardinia. Mesti diingat bahwa pada saat
itu, perompakan dan penjarahan dianggap sebagai alat-alat sah untuk hidup, baik oleh penduduk
muslim maupun penduduk Kristen. Tetapi tidak ada kebijakan politis yang terencana dalam gerakan-
gerakan ekspansi pertama ini.
Bagaimanapun, berkembangnya kekuatan Dinasti Aghlabiyah di Qayruwan, pada tahun pertama abad
ke-9 M. telah mengubah situasi politik di wilayah itu. Suatu upaya dari para pemberontak Siracuse untuk
melawan Gubernur Bizantium pada tahun 827 M. memberikan peluang kepada umat Islam untuk
melakukan invasi. Ziyadatullah I (817-838 M.), Khalifah Aghlabiyah ketiga, langsung mengirim 70 armada
membawa sekitar 10.000 tentara dan 700 ekor kuda di bawah pimpinan Qadhi Wazir berusia 70 tahun
8
dan As’ad bin al-Furath. Ketika itulah penaklukan yang sebenarnya baru dimulai. Pasukan Afrika
berlabuh di Masara kemudian bergerak ke Siracuse. Suatu wabah yang menyebar di perkemahan orang
Arab membunuh As’ad dan banyak prajuritnya. Pasukan itu kemudian mendapat suntikan kekuatan baru
dari Spanyol, sehingga mereka berhasil menguasai kota Palermo (bahasa Arab, balarm, asalnya
merupakan koloni Phoenix) pada tahun 831 M. dan serta dan mendapatkan titik tolak penting untuk
penaklukan berikutnya serta menempatkan gubernur baru di sana. Sekitar tahun 845 M. kota Messina
jatuh. Pada tahun 878 M. benteng Siracuse yang cukup kuat menyerah setelah 9 bulan pengepungan.
Benteng itu dihancurkan pada masa kekuasaan Khalifah Aghlabiyah, Ibrahim II (874-902 M.) yang
bergelimang darah. Saat rezimnya berada di ambang kehancuran, Ibrahim II datang sendiri ke Sisilia. Di
sisni ia memangkas distrik-distrik di sekitar Gunung Etna, dan pada tahun 902 M. menghancurkan
Taormina.
Ibrahim II meninggal dan dikuburkan di Sisilia. Penaklukan kepulauan itu, yang dimulai tahun 827 M.
mencapai kesempurnannya. Unutk masa 180 tahun berikutnya, sebagian atau seluruh Sisilia, yang
berada di bawah pergolakan para pemimpin Arab, menjadi salah satu provinsi dari dunia Arab. Layaknya
Spanyol yang menjadi batu loncatan (point d’appoi) untuk peperangan dan penaklukan lebih jauh ke
utara, Sisilia juga menjadi batu loncatan untuk pergerakan berikutnya menuju Italia. Sebelum
kematiannya pada 902 M. Ibrahim II membawa pasukannya untuk melakukan perang suci menuju
pinggiran Italia, Calarbia, tetapi ia bukanlah orang Arab pertama yang menjejakkan kaki di tanah Italia.
Tak lama setelah Palermo jatuh, jenderal-jenderal Aghlabiyah ikut campur dan memperuncing konflik di
antara para Lombardo di Italia Selatan, yang kekuasannya masih dipegang oleh Kaisar Bizantium, dan
ketika Naples pada 837 M. meminta bantuan penguasa Arab, teriakan perang umat Islam bergema dan
memenuhi dataran Vesurius sebagaimana yang telah terjadi sebelumnya di bagian utara yang disebut
“Pegunungan Api”. Sekitar 4 tahun kemudian, Bari, yang terletak di wilayah Adriatik, yang kelak menjadi
markas utama untuk masa 30 tahun berikutnya, ditaklukan. Pada saat yang bersamaan, para pejuang
muslim sampai di gerbang Venezia. Pada tahun 846 M. bahkan Romawi merasa terancam oleh pasukan
Arab yang berlabuh di Ostia. Karena tidak mampu merobohkan benteng pertahanan Kota Keabadian,
mereka merusak Katedral St. Paulus di luar gerbang kota, dan melecehkan kuburan-kuburan pontiffs.
Tiga tahun kemudian, pasukan muslim yang lain mencapai Ostia tetapi dipukul mundur oleh keganasan
laut dan angkata laut Italia. Sebuah lukisan dari sketsa-sketsa Raphael mengingatkan kita akan
pertempuran laut itu, serta penyelamatan Romawi yang menakjubkan. Tetapi cengkrama umat Islam
atas Italia masih begitu kuat, sehingga Paus Yohanes VIII (872-882 M.) dengan hati-hati
mempertimbangkan untuk membayar pajak selama dua tahun.
Pasukan kerajaan Aghlabiyah tidak menghentikan operasi mereka sebatas di pantai-pantai Italia. Pada
869 M. mereka menaklukan Maeta. Dari Italia dan Spanyol, gerakan penyerbuan pada abad ke-10 ini
terus meluas melalui pegunungan Alpen terdapat sejumlah kastil dan benteng yang banyak memiliki
petunjuk untuk para turis tentang alur serbuan bangsa Saracen ini. Beberapa nama tempat di Swiss,
seperti Gaby dan Algaby (al-Jaby, pengumoul pajak) yang diungkapkan dalam karya Baedeker dengan
judul Switzerland, bisa jadi berasal dari bahasa Arab.
9
Karena tidak tahan terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan Aghlabiyah pada Bandar-bandar
Italia, termasuk kota Roma, maka Paus Yohanes VIII (840-872 M) terpaksa minta perdamaian dan
bersedia membayar upeti sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada Aghlabiyah. Pasukan
Aghlabiyah juga berhasil menguasai kota Regusa di Pantai Yugoslavia (890 M.), Pulau Malta (869 M.),
menyerang Pulau Corsika dan Mayorka, bahkan pasukan Aghlabiyah berhasil menguasai Kota Portofino
di Pantai Barat Italia (890 M.), dan Kota Athena di Yunani pun berhasil berada dalam jangkauan
penyerangan mereka.
Dengan keberhasilan penaklukan-penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti Aghlabiyah kaya raya, para
penguasa bersemangat dalam membangun Tunisia dan Sicilia. Ziyadatullah I membangun Masjid Agung
Qayruwan, sedangkan Amir Ahmad membangun Masjid Agung Tunis dan juga membangun hampir
10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara. Tidak cukup itu, jalan-jalan, pos-pos, armada angkutan,
irigasi untuk pertanian (khususnya di Tunisia Selatan, yang tanahnya kurang subur). Demikian pula
dengan perkembangan di bidang arsitektur, bidang ilmu, bidang seni, dan kehidupan keberagaman.
Selain sebagai Ibu Kota Dinasti Aghlabiyah, Qayruwan juga sebagai pusat penting munculnya Mazhab
Maliki, tempat berkumpulnya ulama’-ulama’ terkemuka, seperti Sahnun yang wafat (854 M) pengarang
Mudawwat, Kitab Fiqh Maliki, Yusuf bin Yahya, yang wafat (901 M), Abu Zakariyah al-Kinani, yang wafat
(902 M), dan Isa bin Muslim, wafat (908 M). Karya-karya dari ulama’ pada masa Dinasti Aghlabiyah
tersimpan dengan rapih dan utuh di Masjid Agung Qayruwan.
Masjid besar Qayruwan, yang masih berdiri sebagai sebagai saingan bagi masjid-masjid termasyhur di
Timur, mulai dibangun di bawah kekuasaan Ziyadatullah I dan disempurnakan oleh Ibrahim II (874-902
M.). tempat berdirinya masjid itu juga merupakan lokasi berdirinya bangunan suci ‘Uqbah pendiri
Qayruwan. Masjid ‘Uqbah oleh para penerusnya telah dihiasi dengan pilar-pilar marmer yang didapat
dari puing-puing Qartago, yang kemudian dimanfaatkan lagi oleh penguasa Aghlabiyah. Menara-persegi
yang melengakapi bangunan masjid ini, yang juga merupakan peninggalan bangsa Umayyah terdahulu,
dan termasuk yang paling lama bertahan di Afrika, memperkenalkan bentuk menara ala Suriah kepada
masyarakat Afrika barat-laut. Model menara itu bahkan tidak pernah tergantikan oleh bentuk-bentuk
lain yang lebih ramping dan tinggi seperti yang ada dalam peninggalan Persia dan bangunan ala Mesir.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh pemimpin Aghlabiyah adalah sebagai berikut:
1. Penguasa Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak Kharijiyah Barbar di wilayah mereka.
2. Dilanjutkan dengan dimulainya proyek besar merebut Sicilia dari tangan Bizantium pada tahun 827 M,
dibawah Ziadatullah I yang amat cakap dan energik, dengan meredakan oposisi internal di Ifriqiyyah
yang dilakukan Fuqaha’ (pemimpin-pemimpin religius) dan Maliki di Qayruwan.
Pada zaman keemasan Dinasti Aghlabiyah terdapat banyak peninggalan-peninggalan bersejarah berupa
tempat-tempat yang bernuansa religius khususnya bagi umat Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:
10
3) Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya di Ifriqiyah selatan yang
kurang subur.
Di bawah kekuasaan Aghlabiyah inilah tejadinya perubahan penting di tengah kawasan Afrika kecil. Dari
kawasan yang tadinya dihuni oleh para penganut Kristen yang berbicara dengan bahasa Latin menjadi
kawasan para penganut agama Islam yang berbicara dengan bahasa Arab. Bagaikan rumah judi,
Akhir abad ke-9, posisi Dinasti Aghlabiyah di Ifriqiyah mengalami kemunduran, karena amir (Gubernur)
yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan (berfoya-foya) dan dengan masuknya propaganda
Syi’ah yang dilancarkan oleh Abu Abdullah as-Syi’ah atas isyarat Ubaidillah al-Mahdi dan telah
menanamkan pengaruh atau doktrin-doktrin yang sangat kuat dikalangan orang-orang Barbar. Dan
menimbulkan kesenjangan sosial antar penguasa Aghlabiyah di satu pihak dan orang-orang Barbar di
pihak lain, telah menambah kuatnya pengaruh itu dan pada akhirnya membuahkan kekuatan
militer.Puncak kemunduran atau kehancuran dari Dinasti Aghlabiyah terjadi pada tahun 909 M.
Kekuatan militer yang dibangun Ubaidillah al-Mahdi berhasil mengalahkan kekuatan militer yang dimiliki
oleh Dinasti Aghlabiyah yang dulunya dikenal dan ditakuti karena ketangguhan di medan pertempuran.
Sehingga dengan mudahnya pemerintahan Dinasti Aghlabiyah digulingkan dari kedudukan tertinggi dan
berhasil mengusir Ziyadatullah ke Mesir, setelah usahanya gagal untuk mendapatkan bantuan dari
pemerintahan pusat di Baghdad.
2.Dinasti Fathimiyah
Dinasti Fathimiyah berkuasa tahun 297-567 H/ 909-1171 M di Afrika Utara tepatnya di Mesir dan Syiria.
Dinamakan dinasti Fathimiyah karena dinisbatkan nasabnya kepada keturunan Ali Fathimiyah, puteri
Rasululloh SAW, istri Ali bin Abi Thalib dan Fatimiyah dari Ismail anak Ja’far Sidiq keturunan keenam dari
Ali. Awalnya kelompok ini dibangun dan dibentuk menjadi sistem agama dan politik oleh Abdullah Ibn
Maimun. Setelah itu berubah menjadi gerakan kekuatan, dengan tokohnya Said ibn Husein. Kemudian
sekte ini menyebar dan menjadi landasan munculnya dinasti Fathimiyah.
Awal munculnya dinsti Fathimiyah dimulai dari seorang pendukung dari Yaman bernama Abu Abdullah
Al-Husein yang berhasil mengibarkan pidato dan mendapatkan kekuatan di Afrika Utara. Kemudian ia
mengangkat Said Ibn Husein sebagai pemimpin atau imam pertana dengan gelar Ubaidullah Al Mahdi.
Said berhasil mengusir Zidatullah, seorang penguasa Aglabiyah terakhir dari negerinya yang merupakan
kekuatan islam di sunni diwilayah Afrika. Pada mulanya dinasti Fatimiyah berbasis di Ifrikiyah. Kemudian
berpusat di Maroko, dengan alasan keamanan, pemerintahannya dipindahkan ke Mesir setelah dapat
menaklukan dinasti Ikhsyidiyah dan kemudian mendirikn ibukota bari di Qahorah (Qairo).
11
B. Kemajuan Yang di Capai Dinasti Fathimiyah
1. Bidang Politik
Bila dicermati ada sejumlah hal penting yang ditempuh oleh para penguasa awal khilafah Fathimiyah ini
untuk memperlancarkan stabilitas politik, yaitu antara lain Al-Mahdi, Khalifah pertama, melakukan
pembersihan figur-figur yang dicurigai atau dianggap sebagai penghalang programnya, termasuk tokoh-
tokoh penting awal yang juga sama-sama sangat besar jasanya dalam pembentukan Khilafah
Fathimiyah. Selain itu juga dilakukan pengembangan militer sebagai tulang punggung pemerinthan.
Pengembangan kekuatan militer ini dapat di lihat dari tindakan al-Mahdi dalam membangun kota
Mahdiyah, sebelah selatan kota Qairawan.
Langkah lain yang dilakukan juga adalah pengembangan wilayah kekuasaan. Pengembangan wilayah
kekuasaan ini berkaitan erat dengan kemiliteran. Perluasan wilayah kekuasaan diarahkan untuk
meguasai daerah-daerah strategis, dan upaya antisipasi terhadap gerakan-gerakan yang membahayakan
posisi Khilafah Fathimiyah. Dengan begitu stabilitas politik Fathimiyah tetap terjaga.
2. Bidang Administrasi
Pemerintah dinasti Fathimiyah dipimpin oleh seorang Khalifah. Kemudian untuk menjalankan
pemerintahan, seorang khalifah dibantu oleh seorang wazir.[2] Secara Administratif posisi wazir dalam
kekhalifahan ini menjadi sangat penting karena membantu khalifah dalam penyelesaian urusan-urusan
srategis. Ada wazir yang membawahi urusan militer dan birokrasi, lembaga keuangan dan lembaga
peradilan.
3. Bidang Ekonomi
Perekonomian pemerintah Fathimiyah dapat dibilang cukup bagus. Kemajuan ini tidak bisa dilepaskan
dari luasnya wilayah yang dikuasai dan stabilitas politik yang mapan. Kondisi ini berdampak majunya
bidang ekonomi, termasuk didalamnya kemajuan bidang perdagangan dan sektor industri. Tentu faktor
ekonomi ini juga menopang lamanya eksistensi dinasti ini bertahan hingga dua setengah abad.
Salah satu khalifah yang sangat menaruh perhatian terhadap peningkatan perekonomian rakyat adalah
Khalifah al-Mu’iz. Pada masa kekuasaan khalifah al-Mu’iz melakukan usaha-usaha peningkatan bidang
pertanian, ia melakukan pembangunan saluran irigasi baru dalam meningkatkan hasil pertanian. Ia juga
membangun pabrik-pabrik dan industri, sehingga terjadi meningkatkan volume kegiatan perdagangan di
beberapa kota. Demikian juga hubungan perdagangan dengan negara-negara lain, seperti Eropa dan
India juga mengalami peningkatan.
Selain itu penguasa Fathimiyah juga berhasil mengembangkan pelabuhan, seperti Iskandariyah.
Pelabuhan Iskandariyah sangat penting artinya dalam pertumbuhan perekonomian Fathimiyah. Karena
itu, tingkat kemakmuran yang dicapai oleh khalifah Fathimiyah cukup bagus.
4. Bidang Pendidikan
12
Di antara contoh perhatian pemerintah Fathimiyah dalam bidang pendidikan adalah lahirnya Universitas
al-Azhar kairo. Universitas ini berawal dari pembangunan sebuah masjid yang selanjutnya dikembangkan
fungsinya sebagai lembaga pendidikan tinggi. Nama Al-Azhar, dimaksudkan sebagai penghargaan
terhadap Fathimiyah al-Zahra, puteri Nabi Muhammad SAW. Lembaga lain yang lahir pada zaman
Fathimiyah adalah darul Hikmah, lembaga ini merupakan sebuah perpustakaan terkenal yang di dirikan
oleh khalifah al-Hakim sekitar tahun 1004 M.
Diantara bidang keilmuan yang berkembang pada masa khilafah Fathimiyah diantaranya adalah
matematika, astronomi, fisika, optika, kedokteran, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan ini berkembang pula bidang-bidang lain seperti seni arsitektur, seni sastra, seni musik dan
sebagainya.
Setelah kekuasaan berjalan sekitar dua setengah abad, kemudian khilafah Fathimiyah mengalami
kehancurannya. Kehancuran khalifah ini terjadi pada masa kekhalifahan al-Adhid.[5]
Diantara faktor yang menyebabkan dinasti Fathimiyah mengalami kehancuran, antara Lain :
2. Kebijakan mengimpor tentara dari Turki dan Negro yang tidak patut aturan dan pertikaian dengan
pasukan suku Berber.
3. Munculnya perang salib yang disebabkan oleh dirusaknya gereja masa pemerintahan Al-Manshur.
5. Perlawanan masyarakat Mesir yang semakin meluas terhadap ajaran Syiah yang di bawa oleh
Daulah Fathimiyyah
3.Dinasti Ayyubiyah
Ayyubiyah adalah sebuah Dinasti Sunni yang berkuasa di Dyar Bakir hingga tahun1429 M. Dinasti ini
didirikan oleh Salahuddin al Ayyubi, wafat tahun 1193 M (Glasse) 1996:143). Ia berasal dari suku Kurdi
Hadzbani, putra Najawddin Ayyub, yang menjadi abdi dari putra Zangi bernama
Nuruddin.Keberhasilannya dalam perang Salib, membuat para tentara mengakuinya sebagai pengganti
dari pamannya, Syirkuh yang telah meninggal setelah menguasai Mesir tahun 1169 M. Ia tetap
mempertahankan lembaga–lembaga ilmiah yang didirikan oleh Dinasti Fathimiyah tetapi mengubah
orientasi keagamaannya dari Syiah menjadi Sunni (Yatim,2003:283).
13
Penaklukan atas Mesir oleh Salahuddin pada 1171 M, membuka jalan bagi pembentukan madzhab-
madzhab hukum sunni di Mesir. Madzhab Syafi’i tetap bertahan di bawah pemerintahan Fathimiyah,
sebaliknya Salahuddin memberlakukan madzhabmadzhab Hanafi (Lapidus, 1999:545). Keberhasilannya
di Mesir tersebut mendorongnya untuk menjadi penguasa otonom di Mesir.
Najmudin Ayub adalah seorang yang berasal dari suku Kurdi Hadzbani dan menjadi panglima Turki 1138
M, di Mosul dan Aleppo, dibawa pemerintahan Zangi Ibnu Aq-Songur.Demikian juga adiknya Syirkuh,
mengabdi pada Nuruddin, putra Zangi 1169 M. Syirkuh berhasil mengusir raja Almaric beserta pasukan
salibnya dari Mesir.Kedatangan Syirkuh ke Mesir karena undangan Khalifah Fatimiyah untuk menggusir
Almaric yang menduduki Kairo. Setelah Syirkuh meninggal 1169 M digantikan Shalahuddin
(kaponakannya) sebagai pemimpin pasukan. Pertama-tama ia masih menghormati simbol-simbol Syi’ah
pada pemerintahan Al-Adil Lidinillah, setelah ia diangkat menjadi Wazir (Gubernur). Tetapi setelah al-
Adil meninggal 1171 M, Shalahuddin menyatakan loyalitasnya kepada Khalifah Abbasiyah (al-Mustadi) di
Bagdad dan secara formal menandai berakhirnya rezim Fatimiyah di Kairo.Keberhasilan Shalahuddin di
Mesir mendorongnya menjadi penguasa otonom. Dalam mengkosolidasikan kekuatannya, ia banyak
memanfaatkan keluarganya untuk ekspansi ke wilayah lain, seperti Turansyah. Saudaranya dikirim untuk
menguasai Yaman 1173 M.
Taqiyuddin, keponakannya disetting untuk melawan tentara Salib yang menduduki Dimyat.Sedang
Syihabuddin, pamannya, untuk menduduki Mesir Hulu (Nubia). Kematian Nuruddin 1174 M menjadikan
posisi Shalahuddin semakin kuat, yang akhirnya memudahkan penaklukan Siria, termasuk Damaskus,
Aleppo dan Mosul. Akhirnya pada 1175 M, ia diakui sebagai sultan atas Mesir, Yaman dan Siria oleh
Khalifah Abbasiyah.
Di masa pemerintahan Shalahuddin, ia membina kekuatan militer yang tangguh dan perekonomian yang
bekerja sama dengan penguasa Muslim di kawasan lain. Ia juga mambangun tembok kota sebagai
benteng pertahanan di Kairo dan bukit Muqattam. Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan barbar,
Turqi dan Afrika. Disamping digalakkan perdagangan dengan kota-kota dilaut tengah, lautan Hindia dan
menyempurnakan sistem perpajakan. Atas dasar inilah, ia melancarkan gerakan ofensif guna merebut
al-Quds (Jerusalem) dari tangan tentara Salib yang dipimpin oleh Guy de Lusignan di Hittin, dan
menguasai Jerusalem tahun 1187 M. Inipun tetap tak merubah kedudukan Shalahuddin, sampai
akhirnya raja inggris Richard membuat perjanjian genjatan senjata yang dimanfaatkannya untuk
menguasai kota Acre.Sampai ia meninggal (1193 M), Shalahuddin mewariskan pemerintahan yang stabil
dan kokoh,kepada keturunan-keturunannya dan saudaranya yang memerintah diberbagai kota. Yang
paling menonjol ialah al-Malik al-Adil (saudaranya), dan keponakannya al-Kamil, mereka berhasil
menyatukan para penguasa Ayubi lokal dengan memusatkan pemerintahan mereka di Mesir. Namun
pada masa pemerintahan al-Kamil Dinasti Ayubiyah bertempat di Diyarbakr dan al-Jazirah, mendapat
tekanan dari Dinasti Seljuk Rum dan Dinasti Khiwarazim Syah, kemudian al-Kamil mengembalikan
Jerusalem kepada kaisar Frederick II yang membawa damai dan keberuntungan ekonomi besar bagi
Mesir dan Siria. Hiduplah kembali perdagangan dengan kekuatan KRISTEN Mediterrania.
Setelah al-Kamil meninggal (1238 M) Dinasti Ayubiyah terkoyak oleh pertentangan-pertentangan intern.
Pada pemerintahan Ash-Shalih serangan Salib 6 dapat diatasi, yang pemimpinya raja Prencis St.Louis
ditangkap, tetapi kemudian pasukan budak (Mamluk) dari Turki merebut kekuasaan di Mesir. Ini secara
14
otomatis mengakhiri pemerintahan Ayubiyah keseluruhan.
A. Langkah-Langkah Yang Dilakukan Salahuddin
Perjuangan Shalahuddin dalam merealisasikan tujuan-tujuan utamanya yaitu mengeluarkan kaum Salib
dari Baitul Maqdis dan mengembalikan pada persatuan umat Islam, telah menghabiskan kekuatannya
dan mengganggu kesehatannya. Ia meninggal dan dimakamkan di Damaskus pada tahun 1193 M,
setelah 25 tahun memerintah. Sebelum meninggal, ia membagikan kekaisaran Ayyubiyah kepada para
anggota keluarga. Karena itu pengendalian dari pusat tetap berada di bawah kekuasaan Al-‘Adl dan Al-
kamil, sampai Al-Kamil meninggal. Di bawah kedua sultan ini, kebijaksanaan aktivis Shalahuddin
memberikan tempat sebagai hubungan detente dan damai dengan orangorang Frank.Setelah kematian
Shalahuddin, Ayyubiyah melanjutkan pemerintahan Mesir dan pemerintahan Syiria (sampai tahun 1260
M). Keluarga Ayyubiyah membagi imperiumnya menjadi sejumlah kerajaan kecil Mesir, Damaskus,
Alleppo, dan kerajaan Mosul sesuai dengan gagasan Saljuk bahwa negara merupakan warisan keluarga
raja. Meskipun demikian, Ayyubiyah tidak mengalami perpecahan, karena dengan loyalitas kekeluargaan
Mesir diintegrasikan berbagai imperium. Mereka menata pemerintahan dengan sistem birokrasi masa
lampau yang telah berkembang di negara-negara Mesir dan Syiria melalui distribusi iqta’ kepada
pejabat-pejabat militer yang berpengaruh. Ayyubiyah secara khusus enggan melanjutkan pertempuran
melawan sisa-sisa kekuatan pasukan Salib. Mereka lebih memprioritaskan untuk mempertahankan
Mesir karena kesatuan mulai melemah. Pada tahun 1229 M Ayyubiyah menegosiasikan sebuah
perjanjian dengan Fedrick II. Ini adalah puncak kebijaksanaan baru, dan pada periodendamai inilah
membawa keuntungan ekonomi yang besar bagi Mesir dan Syiria, termasuk hidupnya kembali
perdagangan dengan kekuatan-kekuatan KRISTEN Mediterania (Bosworth.
15
a. Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan.Ini ditandai dengan
dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran empat madzhab hukum
dalam sebuah lembaga Madrasah.
Dibangunnya Dar al Hadist al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum
yang secara umum terdapat diberbagai madzhab hukum sunni.Sedangkan dalam bidang arsitek dapat
dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja, serta istana-istana
yang dibangun menyerupai gereja.
b. Bidang Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan, karya-karya orang Arab tentang
astronomi dan geometri, penerjemahan bidang kedokteran. Di bidang kedokteran ini telah didirikan
sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
c. Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih canggih
dibanding buatan orang Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
d. Bidang Perdagangan
Bidang ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negara–negara yang dikuasai Ayyubiyah. Di Eropa
terdapat perdagangan agriculture dan industri. Hal ini menimbulkan perdagangan internasional melalui
jalur laut, sejak saat itu Dunia ekonomi dan perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank,
termasuk Letter of Credit (LC), bahkan ketika itu sudah ada uang yang terbuat dari emas.
e. Bidang Militer
Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan sebagainya, ia juga memiliki burung
elang sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Disamping itu, adanya perang Salib telah
membawa dampak positif, keuntungan dibidang industri, perdagangan, dan intelektual, misalnya
dengan adanya irigasi.
Sepeninggal Al-Kamil tahu 1238 M, Dinasti Ayyubiyah terkoyak oleh pertentanganpertentangan intern.
Serangan Salib keenam dapat diatasi, dan pimpinannya, Raja Perancis St. Louis ditangkap. Namun pada
tahun 1250 M keluarga Ayyubiyah diruntuhkan oleh sebuah pemberontakan oleh salah satu resimen
budak (Mamluk)nya, yang membunuh penguasa terakhir Ayyubiyah, dan mengangkat salah seorang
pejabat Aybeng menjadi sultan baru. Keruntuhan ini terjadi di dua tempat, di wilayah Barat Ayyubiyah
berakhir oleh serangan Mamluk, sedangkan di Syiria dihancurkan oleh pasukan Mongol
(Glasse,1996:552). Dengan demikian berakhirlah riwayat Ayyubiyah oleh Dinasti Mamluk. Dinasti yang
16
mampu mempertahankan pusat kekuasaan dari serangan bangsa Mongol.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dinasti Aghlabiyah adalah Dinasti yang berkuasa di Ifriqiyyah sejak tahun 800–909 M dan didirikan
oleh al-Aghlaby putra Ibrahim. Selama pemerintahan itu Islam berkembang pesat di Tunisia dan Al Jazair
dengan pusat kotanya di Kairowan.Kejayaan Aghlabiyah terjadi pada masa Ziyadatullah I sebelum
akhirnya keadaan Aghlabiyah merosot menjelang akhir abad sembilan. Propaganda Syi’i Abu Abdullah
salah seorang perintis Fatimiyah memiliki pengaruh yang kuat sehingga Ziyadatullah III terusir dari Mesir
dan berakhirlah riwayat Aghlabiyah pada tahun 909 M.
2. Setelah Dinasti Aghlabiyah berhasil diruntuhkan, kini yang berkuasa di Mesir adalah Dinasti
Fathimiyah sebuah Dinasti yang dinisbatkan pada Fatimah Az Zahra putri Nabi SAW dan istri Ali Bin Abi
Thalib. Dinasti ini didirikan oleh al–Mahdi pada tahun 909 M dengan perjalanan pemerintahan melalui
dua fase, yakni konsolidasi dan parlementer. Pada fase kedua inilah terjadi perang Salib yang
berlangsung sampai Dinasti selanjutnya. Kejayaan Dinasti ini mencapai puncaknya pada masa Khalifah
alMuiz, al-Aziz, dan al-Hakim. Pada masa itu pula telah dibangun sebuah masjid alAzhar yang sekarang
telah menjadi Univesitas, selain itu Dar al Hikmah sebagai pusat kajian berbagai ilmu dan tempat
bertemunya para pujangga. Adapun aliran yang dianut masyarakat Fatimiyyah adalah Syi’ah Ismailiyah.
Setelah Khalifah al-Aziz berkuasa, pamor Dinasti Fatimiyah mulai turun, maka berakhirlah riwayat Dinasti
ini pada tahun 1171 M pada masa Khalifah Al–‘Adhid. Kekuasaannya telah berhasil ditumbangkan oleh
Dinasti Ayyubiyah yang berkuasa selanjutnya.
3. Dinasti Ayyubiyah akhirnya berhasil merebut Mesir dari tangan Fathimiyyah. Dinasti ini didirikan oleh
Salah Al Din Al-Ayyubi, seorang Kurdi yang beraliran Sunni. Ketika Ayyubiyah dibawah kekuasaannya
perkembagangan yang dialami cukup pesat. Baik dibidang industri, pertanian, perdagangan, pendidikan,
arsitektur, militer, dan filsafat serta keilmuan. Sedangkan peninggalan yang terpenting adalah Dar al
Hadits Al Kamiliyah yang dibangun pada tahun 1222 M untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang
secara umum terdapat diberbagai madzhab hukum sunni.Keberhasilannya yang gemilang adalah dapat
menumpas tentara-tentara Salib dan mempersatukan kembali umat Islam di jalan yang sama. Kondisi ini
tidak berlangsung lama, sepeninggal Salahuddin karena demam yang dideritanya tahun 1193 M.
Ayyubiyah mulai menampakkan kemunduran. Dinasti ini mulai terkoyak oleh perselisihan intern
keluarga sepeninggal Al-Kamil. Pada saat itu pemberontakan yang dilakukan oleh budak (Mamaliknya).
Resimen inilah yang akhirnya dapat menaklukkan Ayyubiyah di bagian Barat pada tahun 1250 M.
Sedangkan Ayyubiyah diSyiria ditaklukan oleh Mongol.
17
B. SARAN
Setelah menuliskan makalah singkat yang berjudul"Sejarah Peradaban Islam Dinasti Aghlabiyah,
Dinasti Fathimiyah dan Dinasti Ayyubiyah" Saya menyarankan bagi para pembaca budiman
baik teman teman ataupun siapa saja yang berkenan membaca makalah kami agar sebagai
berikut:
1.agar lebih mengetahui sejarah peradaban islam pada masa Dinasti Aghlabiyah.
2.agar lebih mengetahui sejarah peradaban islam pada masa Dinasti Fathimiyah.
3.agar lebih mengetahui sejarah peradaban islam pada masa Dinasti Ayyubiyah.
18
DAFTAR PUSTAKA
Philip K. Hitti, History of The Arabs; From The Earliest Times to The Present, diterjemahkan oleh R. Cecep
Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi dengan judul History of The Arabs; Rujukan Induk dan Paling
Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. IkraMandiriabadi,2006
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudyaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Husna Dzikra, 1999
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiayah II, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000
Laily Mansur, Ajaran dan Teladan Para Sufi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Pesada, 1996
Marodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1997
Fudi, Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Yogyakarta : Teras.
Khoiriyah. 2012. Reoritasi wawasan Sejarah Islam Dari Abad Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam,
Yogyakarta : Teras.
19