Stase Aneste
Stase Aneste
Stase Aneste
ANESTESI UMUM
Disusun oleh :
Made Rannia Celia Watumbara
11-2018-149
Dokter Pembimbing :
dr. Ucu Nurahdiyat Sp.An
INDUKSI ANESTESIA
Induksi anestesia adalah membuat pasien sadar menjadi tidak sadar, sehingga
dimungkinkan untuk memulai anestesi dan pembedahan. Induksi anetesia dapat dikerjakan
secara intravena, inhalasi, atau intramuskular.1
1. Induksi intravena.
● Tiopental: dalam ampul 500mg atau 1000mg, dilarutkan dalam akuades steril sampai
kepekatan 2,5%, hanya boleh digunakan dengan dosis 3-7 mg/kgbb iv.
● Propofol: kepekatan 1% (1ml = 10mg), dosis bolus untuk induksi 2-2,5mg/kgbb iv.
● Ketamin: kurang digemari untuk induksi anestesi karena menimbulkan takikardi,
hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, dosis bolus induksi intravena 1mg/kgbb iv &
intramuskular 3-10mg/kgbb iv
● Opioid; diberikan dosis tinggi, tidak menganggu kardiovaskular sehingga banyak
digunakan pada pasien kelainan jantung, fentanil dosis induksi 1-3ug/kgbb iv
2. Induksi inhalasi.
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang
dilakukan dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang
mudah menguap melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi, hanya dikerjakan
dengan halotan atau sevofluran. Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien
jarang batuk, walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol%.
Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan. Induksi dengan
enfluran, isofluran atau desfluran jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu
induksi menjadi lama. Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran
N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2>4 liter/menit ata campuran N2O:O2=3:1
aliran 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol sampai konsentrasi yang dibutuhkan.
kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang
dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.1
3. Induksi Intramuskular.
Hanya ketamin yang dapat diberikan intramuskular dengan dosis 5-7mg/kgbb iv.
Sebelum memulai induksi anestesi perlu dipersiapkan peralatan yang diperlukan,
mengingat kata STATICS.1
● S = Scope, stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung Laringo-scope,
pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan lampu harus terang.
● T = Tubes, pipa trakea dipilih sesuai ukuran pasien. <5 tahun tanpa cuffed dan >5
tahun dengan cuffed.
● A = Airway Guedel, orotracheal airway/nasotracheal airway. Alat ini berfungsi
untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan nafas.
● T = Tape, plester untuk fiksasi pipa.
● I = Introducer, mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus plastik yang mudah
dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
● C = Connector, penyambung antara pipa dengan alat anestesia.
● S = Suction, penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
PERSIAPAN PRE-ANESTESI1
1. Anamnesis.
● Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan pekerjaan.
● Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru
kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.
● Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat
menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.
● Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang
waktunya, serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.
● Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya anestesi
misalnya merokok, alkohol, obat-obat penenang atau narkotik.
2. Pemeriksaan fisik.
● Tinggi dan berat badan untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.
● Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi,
pola dan frekuensi pernafasan.
● Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-tanda
sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian
temporomandibular.
● Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dyspnea atau ortopnea,
sianosis, hipertensi.
● Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat
tekanan intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.
3. Pemeriksaan laboratorium.
● Darah : Hb, leukosit, golongan darah, hematokrit, masa pembekuan, masa
perdarahan, hitung jenis leukosit.
● Urine : protein, reduksi, sedimen.
● Foto thorax.
● EKG : terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan adanya iskemia
miokard.
● Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.
● Fungsi hati pada pasien ikterus.
● Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.
● Analisa gas darah, elektrolit pada ileus obstruktif.
PASCA BEDAH
Pasien yang sejak prabedah sudah direncanakan menjalani perawatan di ICU/PACU,
setelah operasi akan segera dibawa menuju ruang tersebut. Semua pasien yang tidak memerlukan
perawatan intensif harus segera diobservasi di ruang pemulihan. Pemantauan standar dilakukan
sesuai kriteria Aldrete.
Post Anesthesia Score
Aldrete Score
Anestesi umum adalah suatu tindakan meniadakan nyeri secara sentral, disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible yang terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi. Sebelum
dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada pasien yang mencakup beberapa hal
yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta menentukan
klasifikasi status fisik menurut The American Society Of Anesthesiology (ASA). Selama
proses anestesi, dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran,
tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat
kesulitan selama melaksanakan anestesi umum, seperti jalan nafas
dan intubasi, harus ditangani dengan benar. Proses induksi anestesi
dapat dilakukan dengan cara induksi intravena, intramuskular,
inhalasi. Apabila pembiusan sudah dimulai dan pasien tidak sadar,
perlu dilakukan monitoring serta manajemen jalan nafas yang baik
agar pernafasan tetap adekuat. Selesainya proses pembedahan maka
pasien akan dipindahkan ke ruang recovery room dan dievaluasi
sesuai kriteria Aldrete yang dimodifikasi. Dibutuhkan skor ≥ 9 untuk
dapat keluar dari recovery room.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan M. Petunjuk Klinis Anestesiologi. Jakarta : Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universits Indonesia. Ed 2.
2007;29-96.
2. Fadhli c, syafrudin, sayuti arman et al. Perbadingan onset dan sedasi ketamin- xilazin dan
profopol. Banda aceh: fakultas kedokteran hewan universitas syiah kuala. Vol 10
no2;2016.
3. Istiqoma DK, Ikawati zullies, Inayati. Evaluasi Efektivitas dan Keamanan penggunaan
obat anestesi umum. Yogjakarta:RS PKU Muhammadiyah Yogjakarta
4. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI
5. Lucky TK, Anjte AW, Magdelena FS. Keamanan dalam tindakan anestesi. Manado:
Fakultas kedokteran universitas sam manado. Vol4. 2016;200-202.