Hiskia Puteri BR Sitinjak - M1B120018 - Tugas Metodologi Penelitian

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 36

AKTIVASI KARBON AKTIF DARI SERAT SAWIT DAN

PEMANFAATAN SEBAGAI ADSORBEN LARUTAN NIKEL

PADA VARIASI KONSENTRASI DAN KETEBALAN DENGAN

WAKTU ADSORBSI 48 JAM

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Teknik Kimia di Universitas Jambi

Oleh :

Hiskia Puteri Br Sitinjak M1B120018

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................ 3
1.4. Hipotesis ............................................................................................ 4
1.5. Manfaat Penelitian.............................................................................. 4
1.6. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

2.1. Serat Sawit ........................................................................................ 7


2.2.Logam Nikel (Ni) ............................................................................... 7
2.3. Adsorpsi ............................................................................................ 8
2.3.1. Isoterm Adsorpsi .................................................................. 8
2.4. Karbon Aktif ..................................................................................... 10
2.4.1. Pembuatan Karbon Aktif ..................................................... 12
2.5 Natrium Hidroksida (NaOH) ............................................................. 13
2.5.1. Sifat Fisika Natrium Hidroksida NaOH ............................... 13
2.5.2. Sifat Kimia Natrium Hidroksida NaOH............................... 14
2.6. Proses Karbonisasi ............................................................................. 14
2.7. Aktivasi Karbon ................................................................................. 15
2.8. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) ............................................ 16

ii
2.9. Scanning Electron Microscopy (SEM) ............................................... 17
2.10 Review Jurnal .................................................................................... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 21

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 21


3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 21
3.2.1. Alat ......................................................................................... 21
3.2.2. Bahan ..................................................................................... 22
3.3. Variabel Penelitian ............................................................................. 22
3.4. Metode Penelitian............................................................................... 22
3.4.1. Perisapan Bahan Baku ............................................................ 23
3.4.2. Karbonisasi Serat Sawit ......................................................... 23
3.4.3. Aktivasi Arang Serat Sawit .................................................... 24
3.4.4. Adsorbsi Logam Ni dengan Berbagai Variasi ........................ 25
3.5 Analisis Data ...................................................................................... 25
3.5.1. Uji Karakterisasi Karbon Aktif .............................................. 25
3.5.2. Uji Karakteristik Penyerapan Logam Nikel ........................... 26
3.6. Matriks Penelitian .............................................................................. 26

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Serat Kelapa Sawit ..................................................


Tabel 2.2. Syarat Mutu Arang Aktif SNI 06 – 3730 – 1995 .................................
Tabel 2.3. Sifat Fisika NaOH ................................................................................
Tabel 2.4. Review Jurnal ......................................................................................
Tabel 2.4. Matriks Penelitian ..............................................................................

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Karbon Aktif ...................................................................................


Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ....................................................................
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Karboniisasi ....................................................
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Aktivasi ..........................................................
Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Penyerapan Larutan Ni ....................................

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri Pengolahan Kelapa Sawit hampir tersebar di seluruh wilayah

Indonesia. Kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan penghasil minyak sawit

CPO (crude palm oil) yang menjanjikan. Pada tahun 2020 jumlah produksi

perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebesar 48.296,90 ton, dan mengalami

peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya dimana pada tahun 2019 jumlah

produksi perkebunan kelapa sawit sebesar 47.120,20 ton, dan tahun 2018 sebesar

42883.50 ton (Badan Pusat Statistik (Dirjen Perkebunan, 2020). Provinsi Jambi

termasuk daerah yang komoditas utama dalam sektor perkebunan yakni tanaman

kelapa sawit, hal ini dibuktikan dengan produksi pada perkebunan kelapa sawit

sebesar 3.022,60 ton di tahun 2020. Setiap satu ton tandan buah segar kelapa sawit

yang diolah (Ali, 2015)

Seiring meningkatnya produksi kelapa sawit secara nasional maka limbah

sawit juga mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya limbah dari kelapa

sawit maka akan menimbulkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan

bagi masyarakat di sekitar permukiman pabrik. limbah yang tak di tangani dapat

menyebabkan bau busuk dan dapat menimbulkan jamur yang dapat merusak

lingkungan di sekitarnya. Untuk mengurangi limbah yang dihasilkan dari produksi

minyak kelapa sawit perlu adanya inovasi dalam pemanfaatan limbah. Salah satu

limbah yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit yang dimanfaatkan yaitu serat

sawit.

1
2

Serat sawit memiliki kandungan senyawa berupa selulosa, lignin,

hemiselulosa, dan holoselulosa. Holoselulosa dan hemiselulosa memiliki struktur

kimia yang sama dengan selulosa tetapi memiliki sifat yang sama dengan lignin.

Senyawa lignin dapat dimanfaatkan sebagai proses absopsi. (Ariyani, 2019).

Lignin adalah komplek polimer hidrokarbon dengan komponen senyawa alifatik

dan aromatik. Lignin terdiri dari monomer-monomer yang berasal dari beberapa

macam cincin substitusi phenil propana. Brown (1979) mengatakan bahwa lignin

merupakan polimer aromatik kompleks dengan bobot molekul kira-kira 11.000

yang dibentuk oleh tiga dimensi polimerisas

Beberapa penelitian telah mengembangkan adsorben untuk mengadsorpsi

logam berat dengan memanfaatkan selulosa dan lignin. Selulosa dan lignin

memiliki gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam.

Gugus fungsi dari selulosa dan lignin tersebut adalah gugus karboksil dan

hidroksil (Herwanto & Santoso, 2006). Gugus-gugus polar ini diduga dapat

berinteraksi dengan logam berat. Logam berat dinyatakan sebagai polutan yang

sangat toksik dan berbahaya karena sifatnya yang sukar terurai. Sifat inilah yang

menyebabkan logam berat dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh makhluk

hidup sehingga dapat menyebabkan keracunan secara akut dan kronis bahkan

dapat menyebabkan kematian. Nikel (Ni) termasuk logam berat yang berbahaya.

Nikel umumnya digunakan dalam pelapisan logam. Konsentrasinya dalam air

limbah industry bervariasi antara 6-12 mg/L, sedangkan batas aman konsentrasi

Nikel dalam air ialah 1 mg/L (Adiningtyas, A, 2016)

Penggunaan serat kelapa sawit sebagai penyerap memiliki banyak

keunggulan seperti bahan baku mudah untuk diperoleh, biaya produksi yang
3

rendah, dan merupakan salah satu upaya terbarukan dalam pengembangan

biomassa. Oleh karena itu, studi tentang penggunaan serat kelapa sawit ingin

dikembangkan. Studi-studi ini dilakukan dengan pembuatan karbon aktif sebagai

penyerap larutan Nikel dan juga uji daya serap karbon aktif dalam menyeram

larutan Nikel. Berdasarkan adanya kajian diatas, maka penulis mengambil judul

“Aktivasi Karbon Aktif Dari Serat Sawit Dan Pemanfaatan Sebagai

Adsorben Larutan Nikel Dengan Variasi Konsentrasi Dan Ketebalan Dengan

Waktu Adsorbsi 48 Jam ”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik serat sawit setelah dilakukan proses aktivasi

dengan variasi ketebalan 0,5 cm3, 1 cm3 dan 1,5 cm3 ?

2. Bagaimanakah efektivitas penyerapan logam Nikel pada konsentrasi 0,5%,

1% dan 1,5% ?

3. Bagaimanakah kinetika adsorpsi penggunaan karbon aktif serat sawit

terhadap penyerapan logam Nikel ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik serat sawit setelah dilakukan proses aktivasi

dengan variasi ketebalan 0,5 cm3, 1 cm3 dan 1,5 cm3 ?

2. Mengetahui efektivitas penyerapan logam Nikel pada konsentrasi 0,5%,

1% dan 1,5% ?
4

3. Mengetahui kinetika adsorpsi penggunaan karbon aktif serat sawit

terhadap penyerapan logam Nikel ?

1.4 Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini meliputi :

1. Menurut Arifuddin, W. (2017). Semakin tinggi konsentrasi ion Cr(VI)

maka semakin tinggi pula daya adsorpsi karbon aktif tongkol jagung.

Berdasarkan hal tersebut maka diduga pada penelitian ini dengan

konsentrasi 0,5 %, 1 %, 1,5 % dimana konsentrasi 1,5% memiliki daya

adsorpsi paling tinggi, hal ini dikarenakan Semakin besar konsentrasi

adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah substansi yang

terkumpul pada permukaan adsorben.

2. Menurut Kusumaningrum, W (2016) semakin tebal media adsorpsi maka

semakin tinggi efisiensi penurunan kadar logam. Berdasarkan penelitian

terdahulu yang telah di lakukan, penelitian tentang karbon aktif sebagai

media absorben untuk menyerap Nikel dengan ukuran ketebalan yang

berbeda yaitu 1 mm3, 2 mm3 dan 3 mm3. Maka diduga ketebalan 3 mm3

memiliki daya serap yang lebih bagus dikarenakan semakin tebal media

semakin banyak logam Nikel yang terserap.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan

inovasi dalam pemanfaatan limbah kelapa sawit yakni serat kelapa sawit menjadi

adsorben yang dapat menyerap larutan logam Nikel, serta dapat mengurangi

limbah padat dari industri kelapa sawit


5

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan dengan skala laboratorium di Laboratorium Pusat

Studi Energi dan Nano Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi.

Bahan baku karbon aktif berupa serat sawit di dapatkan dari limbah industry yang

terdapat di provinsi Jambi. Penelitian ini dilakukan sampai pada proses

karbonisasi serat kelapa sawit dengan menggunakan reaktor vertikal pada suhu

300°C selama 2 jam dan dilanjutkan dengan aktvasi karbon menggunakan NaOH

dengan memvariasikan rasio aktivator dengan serat sawit yang telah di lakukan

perlakuan sebelumnya, Serat sawit sebelum dan sesudah di aktivasi dilakukan

pengujian dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy),

selanjutnya yaitu dengan melakukan proses penyerapan larutan Ni menggunakan

adsoren dari serat sawit dan dilanjutkan dengan analisa menggunaakan atomic

absorption spectroscopy (AAS)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Sawit

Serat sawit merupakan salah satu biomassa yang dihasilkan dari kelapa

sawit. Biomassa kelapa sawit terutama terdiri dari lignin, selulosa (selulosa α) dan

hemiselulosa, dan komposisinya bervariasi sesuai dengan itu. Lignin adalah

heteropolimer amorf dengan struktur yang kompleks. Serat sawit atau serabut

kelapa sawit merupakan salah satu bentuk limbah padat yang dihasikan dari hasil

pengolahan industri minyak kelapa sawit. Sebagian besar tumbuh di negara-

negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia dan beberapa bagian benua

Eropa. Serat minyak sawit adalah diproduksi dari sekam minyak sawit yang

dihancurkan dan buah-buahan setelah ekstraksi minyak selesai.

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Serat Kelapa Sawit

Unsur Nilai
Selulosa (%) 42.7 – 65
Lignin(%) 13.2 – 25.31
Hemiselulosa (%) 17.1 – 33.5
Holoselulosa (%) 68.3 – 86.3
Kadar abu (%) 1.3 – 6.04
Ekstraktif dalam air panas (100°C) (%) 2.8 – 14.79
Kelarutan dalam air dingin (30°C) (%) 8 – 11.46
Alkali larut (%) 14.5 – 31.17
Alfa selulosa (%) 41.9 – 60.6
Kelarutan alcohol – benzene (%) 2.7 – 12
Pentosan (%) 17.8 – 20.3
Glukosa (%) 66.4
Silika (%) 1.8
Cu (g/g) 0.8
Kalsium (g/g) 2.8

6
7

Mn (g/g) 7.4
Fe (g/g) 10.0
Sodium (g/g) 11.0
Sumber : (S. P. S. Shinoj, 2011)

Menurut Chieng, B (2017), serat kelapa sawit terdiri dari 39,5 % berat

selulosa, 32,8 % berat lignin, 9,8 % berat hemiselulosa, 9,3 % berat abu dan 8,6 %

berat ekstraktif. Kandungan selulosa dan lignin yang terdapat pada serat sawit ini

dapat diaplikasikan terutama untuk dijadikan adsorben.

2.2 Logam Nikel (Ni)

Nikel adalah logam putih seperti perak yang bersifat keras dan anti karat.

Logam ini membantu dalam proses pengubahan beberapa logam olahan dalam

bentuk larutan yang menghasilkan energi panas. Selain itu Ni juga berperan

penting dalam beberapa proses pengendapan logam keras dalam bentuk paduan

logam (alloy) seperti Stainlestel yang mengandung 18% Ni dan 8% Cr dan

Nikhrome yang mengandung 80% Ni dan 20% Cr disarankan oleh Roberts

(Rusmini, 2010).

Nikel terletak dalam tabel periodik yang memiliki symbol Ni dengan

nomor atom 28 merupakan unsur logam transisi dengan nomor massa 58,71 yang

terletak dalam golongan VIII periode 4 dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d8 4s2 .

Pada umumnya tingkat oksidasi dari Ni adalah +2. Ni pada tingkat oksidasi +3

hanya sedikit dikenal. Hidrat ion Ni2+ berwarna hijau dan garam-garam Ni2+

umumnya berwarna hijau dan biru (Heslop dan Robinson, 1960).

Menurut (Miaratiska dan Azizah (2015), Nikel (Ni) termasuk logam berat

yang berbahaya. Nikel umumnya digunakan dalam pelapisan logam.

Konsentrasinya dalam air limbah industri bervariasi antara 6-12 mg/L, sedangkan
8

batas aman konsentrasi Nikel dalam air ialah 1 mg/L. Hal ini berarti bahwa

konsentrasi Nikel dalam air limbah di atas batas aman dan dapat menyebabkan

masalah pencemaran air yang sangat serius bagi lingkungan.

2.3 Adsorpsi

Adsorpsi atau penyerapan adalah proses pemisahan komponen tertentu dari

suatu fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben).

Adsorpsi (serapan) merupakan terakumulasinya partikel pada permukaan suatu zat

lain. Partikel yang terakumulasi disebut adsorbat dan material terjadinya adsorpsi

disebut adsorben (Atkins, 1999). Biasanya partikel-partikel kecil adsorben

ditempatkan dalam suatu hamparan tetap dan fluida dialirkan melalui hamparan

itu sampai adsorben mendekati jenuh dan pemisahan yang dikehendaki tidak

dapat berlangsung lagi.

Menurut Adiningtyas, A., & Mulyono, P. (2016) peristiwa adsorpsi banyak

digunakan pada industri kimia, misalnya pada pemisahan gas, mengurangi

kelembaban udara, penghilangan bau, dan penyerapan gas yang tidak diinginkan

dari suatu hasil proses.

2.3.1 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi merupakan hubungan keseimbangan antara kosentrasi

dalam fase fluida dan konsentrasi didalam partikel adsorben pada suhu tertentu.

Untuk gas, konsentrasi itu biasanya dinyatakan dalam dalam persen mol atau

tekanan-bagian. Untuk zat cair, konsentrasi itu biasanya dinyatakan dalam satuan

massa, seperti bagian per sejuta (parts per million, ppm). Konsentrasi adsorbat

pada zat padat dinyatakan sebagai massa yang teradsorpsi per satuan massa
9

adsorben semula (McCabe dkk, 1999). Adsorpsi memiliki dua jenis isoterm, yakni

isoterm Langmuir dan Freudlich (Ozacar dan Sengil, 2003).

a. Metode Freundlich

Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan

hal yang penting. Pendekatan isoterm adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan

oleh H. Freundlich. Menurut Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram

adsorben dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan. Dari konsep tersebut

dapat diturunkan persamaan 2.1

(2.1)

persamaan linear dari isoterm adsorpsi Freudlich terlihat dalam persamaan 2.2.

( (2.2)

dimana:

Xm = berat zat yang diadsorpsi

m = berat adsorben (zeolit)

C = konsentrasi zat

Kemudian k dan n adalah konstanta asdsorbsi yang nilainya bergantung

pada jenis adsorben dan suhu adsorpsi. Bila dibuat kurva log (Xm /m) terhadap

log C akan diperoleh persamaan linear dengan intersep log k dan kemiringan 1/n,

sehingga nilai k dan n dapat dihitung.

b. Metode Langmuir

Menurut Sembodo, B. S. (2005) odel Isoterm Langmuir menggunakan

pendekatan kinetika, yaitu kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorpsi sama

dengan kecepatan desorpsi. Ada empat asumsi dalam isoterm jenis ini, yaitu

(Ruthven, 1984):
10

a. Molekul diadsorpsi oleh site (tempat terjadinya reaksi di permukaan

adsorben) yang tetap.

b. Setiap site dapat “memegang” satu molekul adsorbat.

c. Semua site mempunyai energi yang sama.

d. Tidak ada interaksi antara molekul yang teradsorpsi dengan site sekitarnya.

Persamaan untuk model Langmuir ini terlihat pada persamaan 2.3.

sedangkan bentuk linearnya telihat dalam persamaan 2.4.

Nilai Qe adalah jumlah adsorbat yang teradsorp per berat adsorben (mg/g).

Ce adalah konsentrasi kesetimbangan dari adsorbat (mg/L). Konstanta Qm dan K

adalah konstanta Langmuir yang nilainya signifikan terhadap kapasitas adsorpsi

(mg/g) dan energi adsorpsi (l/mg). Nilai dari Qm dan b dapat dihitung dari

intersep dan slop dari plot 1/Qe ⁄ dan 1/Ce.

2.4 Karbon Aktif

Karbon aktif atau arang aktif merupakan karbon yang mempunyai rumus

kimia C dan berbentuk amorf, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang

mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk

mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar

antara 300 – 2000 m2/gram dan ini berhubungan dengan struktur pori internal

yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif

dapat mengadsorbsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat

adsorbsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori- pori dan luas
11

permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap berat

arang aktif (Salamah, 2008).

Karbon aktif diatur oleh atom karbon kovalen tertentu selama kisi sudut

heksagonal. Fleksibilitas karbon aktif untuk menyerap ditentukan oleh struktur

kimia atom C, H, dan O yang terikat secara kimia membentuk gugus fungsional.

Karbon aktif terdiri dari 87-97% karbon dan sisanya adalah hidrogen, oksigen,

sulfur dan N dan senyawa lain yang dibentuk dari proses produksinya. Jumlah

pori-pori karbon aktif biasanya lebih besar dari 0,2 cm3 / gram. Sedangkan luas

permukaan internal karbon aktif yang telah diteliti umumnya lebih besar dari 400

m2 /gr dan bahkan bisa mencapai di atas 1000 m2 /gr (M.Sudibandriyo, 2003).

Gambar 2.1. Karbon Aktif


Aryani, F (2019).

2.4.1 Pembuatan Arang Aktif

Proses pembuatan arang aktif dapat dilakukan dalam dua tahap. Tahap

pertama adalah proses karbonisasi bahan baku untuk menghasilkan arang. Tahap

kedua adalah proses aktivasi arang untuk menghilangkan hidrokarbon. Pada kedua

proses tersebut terjadi tahap-tahap sebagai berikut:

a. Dehidrasi yaitu merupakan proses penghilangan kadar air dengan cara

memanaskan bahan baku


12

b. Karbonisasi yaitu merupakan proses penguraian selulosa organik menjadi

unsur karbon.

c. Aktivasi yaitu proses penghilangan senyawa pengotor sehingga pori pori

menjadi lebih besar (Lempang, 2014).

Syarat mutu arang aktif dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Arang Aktif SNI 06 – 3730 – 1995

Persyaratan
NO Uraian Satuan
Butiran Serbuk
1. Kadar Air % Maks 4,5 Maks 15
2. Kadar Abu % Maks 2,5 Maks 10
3. Zat mudah Menguap % Maks 15 Maks 25
4. Daya Serap I2 Mg/g Min 750 Maks 750
Sumber: SNI 06-3730-1995

Berdasarkan fungsinya, arang aktif dibedakan menjadi dua, yaitu

1. Karbon penyerap gas (gas adsorben carbon). Jenis karbon ini biasanya

digunakan pada penyerap kotoran berupa gas. Karbon jenis ini memiliki

pori-pori berjenis mikropori sehingga menyebabkan molekul gas akan

mampu melewatinya, tetapi molekul dari cairan tidak bi`sa melewatinya.

Karbon jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa.

2. Karbon fasa cair (liquid-phase carbon). Karbon jenis ini digunakan untuk

menyerap kotoran atau zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan.

Jenis pori-pori dari karbon ini adalah makropori yang memungkinkan

molekul besar untuk masuk. Karbon jenis ini biasanya berasal dari

batubara dan selulosa (Setyaningsih, 2008).


13

2.5 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau

sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida

terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium

hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air.

Fungsi umum penggunaan dalam proses pembuatan kertas NaOH ada pada proses

pendegradasian lignin (Wiratmaja, 2011).

2.5.1 Sifat Fisika NaOH

NaOH (Natrium Hidroksida) anhidrat berbentuk kristal berwarna putih

NaOH bersifat sangat korosif terhadap kulit. Istilah yang paling sering digunakan

dalam industry yaitu soda kaustik. Soda kaustik apabila dilarutkan dalam air akan

menimbulkan reaksi eksotermis

Tabel 2.3 Sifat Fisika NaOH

NaOH Berat molekul


Berat Molekul 40.0 gr/mol
Titik leleh 318.4
Titik didih 1390
Kelarutan pada 20 gr/100 gr
347
air
Spesific grafity 2.130 gr/
(Perry,1967)

2.5.2 Sifat Kimia NaOH

Larutan NaOH bersifat basa dan biasanya dapat bereaksi dengan asam

lemah, dimana asam lemah seperti natrium karbonat tidak efektif. NaOH tidak

bisa terbakar meskipun reaksinya dengan metal amfoter seperti aluminium, timah,

seng menghasilkan gas nitrogen yang bisa menimbulkan ledakan NaOH biasanya
14

digunakan untuk memproduksi garam natrium. NaOH juga digunakan untuk

mengendapkan logam – logam berat seperti hidroksinya dan dalam mengontrol

keasaman air. (Riana, Glory. 2012)

2.6 Proses Karbonisasi

Proses karbonisasi (proses pengarangan), adalah proses mengubah bahan

baku asal menjadi karbon bewarna hitam melalui pembakaran dalam ruang

tertutup dengan udara terbatas atau seminimal mungkin. Proses karboniasi atau

pengarangan dilakukan dengan memasukkan bahan organik kedalam ruangan

yang dindingnya tertutup seperti didalam tanah atau tangki yang terbuat dari plat

baja dan nyala api dikontrol. Bahan organic yang sudah menjadi arang tersbut

akan mengeluarkan sedikit asap dibandingkan dibakar langsung menjadi abu.

Lamanya proses pengarangan ditentukan oleh jumlah atau volume bahan organic,

ukuran parsial bahan, kerapatan bahan, tingkat kekeringan bahan, jumlah oksigen

yang masuk dan asap yang keluar dari ruang pembakaran.

Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran

berupa abu berwarna keputihan dan seluruh energi di dalam bahan organik

dibebaskan. Namun dalam pengarangan, energi pada bahan akan dibebaskan

secara perlahan. Apabila proses pembakaran dihentikan secara tiba - tiba ketika

bahan masih membara, bahan tersebut akan menjadi arang yang berwarna

kehitaman. Pada bahan masih terdapat sisa energi yang dapat dimanfaatkan untuk

berbagai keperluan, seperti memasak, memanggang dan mengeringkan. Bahan

organik yang sudah menjadi arang tersebut akan mengeluarkan sedikit asap

dibandingkan dibakar langsung menjadi abu (Kurniawan dkk, 2008).


15

Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya

kehadiran oksigen. Sehingga yang terlepas hanya bagian volatile matter,

sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya. Temperatur karbonisasi akan

sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan

temperatur yang tepat akan menentukan kualitas arang. (Junaedi, 2013)

2.7 Aktivasi Karbon

Aktivasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon

meningkat dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar dan

senyawa sisa-sisa pengkarbonan. Daya serap karbon aktif semakin kuat Aktivasi

adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon meningkat

dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar dan senyawa sisa-

sisa pengkarbonan. Daya serap karbon aktif semakin kuat bersamaan dengan

meningkatnya konsentrasi dari aktivator yang ditambahkan. Hal ini memberikan

pengaruh yang kuat untuk mengikat senyawa-senyawa tar keluar melewati mikro

pori-pori dari karbon aktif sehingga permukaan dari karbon aktif tersebut semakin

lebar atau luas yang mengakibatkan semakin besar pula daya serap karbon aktif

tersebut. (Tutik M dan Faizah H, 2001)

Menurut Adiningtyas, A., & Mulyono, P. (2016) aktivasi karbon

merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara

memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan sehingga

arang mengalami perubahan sifat, baik fisika atau kimia, yaitu luas permukaannya

bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi disebut aktivasi karbon.

Aktivasi dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Aktivasi secara fisika dapat

didefinisikan sebagai proses memperluas pori dari arang aktif dengan bantuan
16

panas, uap dan gas CO2, sedangkan aktivasi secara kimia merupakan aktivasi

dengan pemakaian bahan kimia yang disebut aktivator. Aktivator yang sering

digunakan antara lain hidroksida logam alkali, klorida, sulfat, fosfat dari logam

alkali tanah dan khususnya ZnCl2, serta senyawa asam seperti H2SO4 dan

H3PO4.

2.8 Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

Menurut Haswell, S (1991) atomic absorption spectroscopy (AAS)

berprinsip pada adsorpsi cahaya oleh aton. Atom-atom menyerap cahaya tersebut

pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. atomic

absorption spectroscopy (AAS) pertama kali dikembangkan oleh Sir Alan Walsh

pada tahun 1950. Jika seberkas cahaya tepat mengenai suatu medium yang

mengandung atom dalam keadaan dasar dari suatu unsur, maka sebagian cahaya

ini akan di adsorpsi. Banyaknya cahaya yang diadsorpsi sebanding dengan

banyaknya atom-atom dalam keadaan dasar.

Atom yang dapat mengadsorpsi cahaya adalah atom-atom yang dalam

keadaan bebas. Yang dimaksud atom bebas di sini adalah atom yang tidak atom

Natrium dalam air laut bergabung dengan atom Klor menjadi molekul Natrium

Klorida (NaCl). Agar atom Na yang terikat dalam molekul ini dapat menjadi atom

Na yang bebas maka molekul NaCl harus diputuskan ikatannya, proses ini disebut

atomisasi. Cara yang paling umum digunakan untuk mengatomisasi ialah dengan

energi panas, panas pada temperatur yang tinggi dapat memutuskan ikatan antar

atom sehingga terbentuk atom yang bebas. Ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk atomisasi yaitu, dengan nyala (flame) dari pembakaran gas,
17

tanpa nyala (flameless) yaitu dengan cara mereduksi dan panas dari pijarnya

batang grafit energi listrik (grafit furnace).

Metode analisis ini bersifat cepat, selektif, dan sensitif dan mempunyai

akurasi yang tinggi serta dapat digunakan secara rutin. Di dalam AAS dijumpai

adanya beberapa gangguan yang dapat memengaruhi keakuratan atau kesalahan

pengukuran. Pada dasarnya terdapat 3 tipe gangguan, yaitu:

1. Gangguan Kimia

2. Gangguan Fisika

3. Gangguan Spektral

Gangguan fisika dan kimia dalam nyala akan mempengaruhi pengukuran

yang sebenarnya dari serapan atom. Pengaruh gangguan ini dapat dikurangi atau

dihilangkan dengan cara menyeleksi kondisi percobaan atau dengan memberikan

perlakuan kimiawi pada sampel dengan permasalahannya. Demikian pula untuk

mengatasi gangguan spektral yaitu dengan cara memisahkan unsur-unsur yang

mengganggu.

2.9 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Menurut Zhou, W (2006) scanning electron microscopy (SEM) adalah

instrumen yang digunakan untuk mengetahui morfologi unsur mikro dan

karakteristik komposisi kimia. Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan

menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas electron

yang dipantulkan dengan energy tinggi. Permukaan material yang disinari atau

terkena berkar electron akan memantulkan kembali berkas electron atau

dinamakan berkas electron sekunder ke segala arah.


18

2.10 Review Jurnal

Jurnal terdahulu dapat menjadi acuan untuk para peneliti dengan

membandingkan penelitian yang sudah ada dengan hasil yang di dapat. Adapun

jurnal terdahulu

Tabel 2.4 Review Jurnal

Judul Metode
Peneliti Variabel Produk
Penelitian
Yanti, R. N., Karakteristik Konsentrasi Impregnasi Perlakuan arang aktif dengan
Hambali, E., Arang Aktif dan aktifator asam fosfat yang
Pari, G., & Tandan Kosong karbonisasi memenuhi SNI adalah arang aktif
Suryani, A. Kelapa Sawit TKKS dengan konsentrasi asam
(2020) Yang fosfat 10% dengan daya serap iod
Dimpregnasi 756 mg/g dan daya serap metilen
Logam Nikel biru 90 mg/g. Impregnasi logam
Sebagai Katalis Nikel ke dalam arang aktif mampu
meningkatkan luas permukaan yang
optimal pada konsentrasi 3%,yaitu
218,38 m2/g dan meningkatkan
nilai kristalinitas yang optimal pada
konsentrasi 2%..
Atminingtyas, Pengaruh Konsentrasi Aktivasi, Hasil analisis variasi pada proses
S., Oktiawan, Konsentrasi aktivator dan batch menunjukkan konsentrasi
W., & Aktivator NaOH dan variasi adsorpsi aktivator terbaik adalah NaOH 1 M
Wardhana, I. dan Tinggi tinggi dengan dipengaruhi semakin
W. (2016). Kolom pada media tingginya konsentrasi awal limbah
Arang Aktif dari kolom maka semakin besar daya serap
Kulit Pisang adsorben dan waktu kesetimbangan
Terhadap dicapai pada menit ke 120. laju
Efektivitas adsorpsi logam berat Cu
Penurunan dipengaruhi juga oleh model
Logam Berat kinetika Intraparticle Diffusion
Tembaga (Cu) karena nilai konstanta laju
dan Seng (Zn) adosrpsinya semakin besar seiring
Limbah Cair semakin kecilnya konsentrasi awal
19

Industri logam berat Cu. Hasil analisis


variasi pada proses kontinyu
menunjukkan tinggi media kolom
terbaik adalah 65 cm. Berdasarkan
uji isoterm Thomas kapasitas
adsorpsi tinggi media kolom 65 cm
untuk logam berat Cu dan Zn
adalah 20,775 mg/g dan 2,384 mg/g
Ariyani, S. B. Pemanfaatan Warktu Proses Hasil bioadsorben yang diperoleh,
(2019 Limbah Kelapa tinggal adsorpsi hasil uji kadar air sebesar 2,2395%
Sawit Menjadi dan kadar abu sebesar 14,076%.
Bioadsorben Hasil uji morfologi bioadsorben
Logam Berat dengan SEM diperoleh kisaran
Mangan (Mn) ukuran pori yang diperoleh antara
1,486 – 11,75 µm. Untuk
persentase penyerapan logam
mangan oleh bioadsorben dari
limbah serat kelapa sawit yang
tertinggi yakni sebesar 58,855%
dengan variabel waktu tinggal 240
menit.
Kusmaningrum, Penggunaan Konsentrasi Proses Efektivitas dua media filter yakni
W & Nurhayati, Karbon Aktif dan waktu adsorpsi ketebalan media karbon aktif dari
I. (2016) Dari Ampas tinggal, ampas tebu setebal 10 cm dan
Tebu Sebagai Ketebalan karbon aktif dari ampas tebu setebal
Media Adsorbsi Filter 20 cm. Waktu operasi selama 90
Untuk menit dan pengambilan sampel
Menurunkan setiap 30 menit. Dari penelitian ini
Kadar Fe (Besi) dapat disimpulkan bahwa
Dan Mn konsentrasi yang digunakan dalam
(Mangan) Pada aktivasi karbon aktif dari ampas
Air Sumur Gali tebu adalah dengan konsentrasi
Di Desa Gelam Ca(OH)2 0,00562 M yang telah
Candi memenuhi SII 0258-88. Filter yang
terbuat dari PVC dengan dengan
lebar 4 dim dan ketinggian 100 cm
dengan susunan media karbon aktif
20 cm dapat menurunkan
20

kandungan Fe dari 5,99 mg/l


menjadi 0,36 mg/l dan penurunan
kandungan Mn dari 1 mg/l menjadi
0,36 mg/l sehingga menghasilkan
air bersih yang memenuhi baku
mutu sesuai keputusan menteri
Kesehatan RI nomor Permenkes RI
No 416/Menkes/Per/IX/90. Filtrasi
dengan media karbon aktif dari
ampas tebu dengan ketebalan 20 cm
mempunyai efisiensi penurunan Fe
yaitusebesar 93% dan Mn sebesar
76%, dengan waktu operasi 90
menit.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Pusat Studi Energi dan

Nanometerial Universitas Jambi, yang dilaksanakan pada November 2022 sampai

dengan Desember 2022.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

a. Oven

b. Cawan

c. Timbangan

d. Erlenmeyer

e. Gelas beaker

f. Sendok/Sudip

g. Stirrer

h. Magnetic Stirrer

i. Reaktor vertikal

j. Furnace silinder

k. Kertas Saring

l. Corong Bunchner

m. Manual Press

n. Hot Plate

21
22

o. Atomic Adsorbsion Spetroscopy (AAS)

p. Scanning Electron Microscopy (SEM)

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Serat Sawit

b. NaOH

c. Larutaan Ni 0,5 %, 1%, dan 1,5%

3.3. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan 3 variabel penelitian antara lain, yaitu:

a. Variabel Terkontrol

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terkontrol adalah kualitas

adsorben yang dihasilkan.

b. Variabel Bebas

Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah konsentrasi

Larutan Ni 0,5%, 1,0% , 1,5% dan variasi ketebalan (1 mm3, 2 mm3, 3mm3).

c. Variabel Tetap

Dalam penelitian ini variabel tetap yang digunakan adalah rasio aktivator

dengan serat sawit yang digunakan (1:10), waktu tinggal (48 jam), waktu

karbonisasi 1 jam 300 .


23

3.4 Metode Penelitian

Persiapan Bahan
Proses Karbonisasi Aktivasi Karbon
Baku

Proses Penyerapan
Analisa Adsorben
Larutan Ni

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.4.1 Persiapan Bahan Baku

Persiapan bahan baku mula-mula disiapkan serat sawit yang di dapatkan

dari limbah industri kelapa sawit di provinsi Jambi. Selanjutnya dilakukan proses

pembersihan serat sawit dari cangkang dan sisa-sisa kotoran yang menempel pada

serat sawit.

3.4.2 Karbonisasi Serat Sawit

Karbonisasi Serat Sawit dilakukan dengan menimbang 1 kg serat sawit,

kemudian dipanaskan di dalam furnace pada suhu 300 selama 1 jam, suhu

terseebut diplih untuk mendapatkan titik bakar dari serat sawit. Proses penguraian

hemiselulosa pada suhu 280-300 Sebelum dimasukan ke dalam furnace, serat

Sawit dimasukan kedalam oven. Setelah proses furnace dilakukan penggerusan

untuk mengecilkan ukuran dan dilanjutkan poses pengayakan 300 mesh untuk

mendapatkan ukuran yang sama. Selanjutnya dilakukan pengujian gugus fungi,

dan morfologi arang dari serat sawit menggunakan SEM (Scanning Electron

Microscopy)
24

Proses Karbonisasi
Serat
T = 300 C
Sawit
t = 1 jam

Pendinginan

Penghancuran

Pengayakan
350 mesh

Arang Serat
Analisa SEM
Sawit

Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Karboniisasi

3.4.3 Aktivasi Arang Serat Sawit

Arang Serat Sawit yang telah dikarbonisasi, diayak menggunakan ayakan

300 mesh . Perbandingan campuran antara larutan aktivator dan berat adsorben

atau Serat Sawit adalah 1 :10. Disiapkan larutan NaOH 1 M. Sebanyak 2 gram

kemudian ditambahkan aquades hingga 100 ml. NaOH sebagai aktivator dipilih

untuk membersihkan pori-pori dan memperbesar pori serta menghomogenkan

pori-pori dari adsorben. Sebanyak 20 gram arang serat sawit dimasukkan kedalam

beaker glass selanjutnya ditambahkan larutan aktivator (NaOH). Proses aktivasi

dilakukan dengan pemanasan pada suhu 30°C selama 1 jam, proses selanjutnya

difiltrasi dan dicuci dengan aquadest beberapa kali untuk menghilangkan sisa

garam, kemudian arang tersebut dikeringkan pada suhu 105°C selama 4 jam dan

ditimbang berat arang yang telah teraktivasi tersebut. Setelah aktivasi karbon

dilakukan proses pencetakan dengan variasi ketebalan 1 mm3, 2 mm3, 3 mm3.

Selanjutnya kalsinasi dengan suhu 500°C selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan


25

pengujian gugus fungi, dan morfologi arang aktif dari serat sawit menggunakan

SEM (Scanning Electron Microscopy)

Arang Serat Larutan


Pencampuran
Sawit NaOH

Penyaringan

Pencucian Aquades

Pengujian pH

Pengeringan
T = 105 C
t = 24 jam

Arang Aktif
Analisa SEM
Serat Sawit

Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Aktivasi

3.4.4 Adsorbsi Logam Ni dengan Berbagai Variasi

Setelah dilakukan proses aktivasi dilanjutkan dengan proses penyerapan

logam Nikel dengan variasi konsentrasi yakni 0,5%, 1 %, 1,5%. Proses adsorpsi

dilakukan dengan mencampurkan larutan nikel dengan adsorben dengan rasio 5:1

dengan waktu kontak selama 48 jam.

Arang Aktif Larutan


Pencampuran
Serat Sawit Nikel

Proses Adsorpsi
t = 24 jam

Penyaringan

Filtrat Analisa AAS

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Penyerapan Larutan Ni


26

3.5 Analisis Data

Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan tahapan

tahapan analisis sebagai berikut :

3.5.1 Uji Karakteristik Karbon Aktif

Uji karakteristik karbon aktif dilakukan dengan menggunakan SEM. Uji ini

dilakukan dengan penyiapan sampel karbon aktif sebanyak 1 gram. Lensa

magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel.

Selanjutnya sinar yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan

diarahkan oleh koil pemindai. Ketika elekton mengenai sampel, maka akan terjadi

hamburan elektron dari permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan

dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT.

3.5.2 Uji Karakteristik Penyerapan Logam Nikel

Uji karakteristik adsorben dilakukan dengan menggunakan AAS. Uji ini

dilakukan dengan kondisi cahaya pada panjang gelombang tertentu dilewatkan

pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas, maka sebagian cahaya

tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan

banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel

3.5.3 Analisis Data Adsorpsi

Metode yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan rumus dari

hasil perhitungan pada saat pengujian berupa penentuan kapasitas adsorpsi,

pengujian awal Nikel sebelum ditambahkan karbon aktif dengan rasio karbon

aktif dan larutan nikel 1:10 serta pengujian akhir Nikel setelah ditambahkan

dengan karbon aktif adalah sebagai berikut:


27

Penentuan efisiensi penjerapan Nikel menggunakan karbon aktif digunakan rumus

sebagai berikut:

(3.1)

Keterangan :

Co = Konsentrasi awal

Ce = Konsentrasi akhir

Penentuan kapasitas adsorpsi dianalisa melalui variasi konsentrasi dengan

waktu kontak optimum dan massa optimum yang sudah didapat antara karbon

aktif. Kapasitas adsorpsi dianalisa dari karbon aktif yang mampu mengadsorpsi

Nikel secara efektif.

Penentuan kapasitas adsorpsi menggunakan karbon aktif digunakan rumus

perhitungan kapasitas adsorpsi (Qe) dengan persamaan 3.2:

(3.2)

Penentuan kinetika adsorpsi dapat dilakukan dengan menggunakan metode

regresi linier terhadap persamaan orde nol, orde satu, orde dua, dan orde tiga.

Model kinetika orde ke nol dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ce = -k0t + Co (3.3)

Model kinetika orde satu dirumuskan:

In Ce = -k1t + In Co (3.4)

Persamaan orde dua, dirumuskan:


28

1/Ce - 1/Co = k2t (3.5)

Sedangkan untuk persamaan orde ke tiga dapat dirumuskan sebagai berikut:

1/Ce2 = 1/Co2 + 2k3t (3.6)

Melalui pengaluran data Ce, In Ce, 1/Ce, 1/Ce 2 terhadap t dapat diketahui

kesesuaian data terhadap model kinetika, yaitu dari nilai korelasi (R 2 ) sedangkan

nilai konstanta reaksi orde 0 (k0), orde 1 (k1), orde 2 (k2) dan orde 3 (k3),

diperoleh dari kemiringan (slope) dan perpotongan (intercept) (Singh dkk., 2008).

Penentuan bentuk isoterm adsorpsi ditentukan dengan menggunakan data

hasil dari penentuan kapasitas adsorpsi dengan isoterm Langmuir dan Freundlich.

Penentuan persamaan linier isoterm Langmuir dan Freundlich didapat dengan

memplot berturut–turut sumbu Y = Ce/Qe versus sumbu X = Ce dan sumbu Y=

Log Qe versus sumbu X = Log Ce . Penentuan bentuk isoterm adsorpsi Langmuir

dengan menggunakan data kapasitas adsorpsi menggunakan persamaan :

Keterangan:

Qe = jumlah adsorbat yang teradsorpsi per unit bobot adsorben pada

kesetimbangan (mg/g),

Qm = kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g),

Ce = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/L),

Kʟ = konstanta yang berhubungan dengan energi bebas adsorpsi (L/mg).


29

Penentuan bentuk isoterm adsorpsi Freundlich dengan menggunakan data

kapasitas adsorpsi menggunakan persamaan :

Qe = KfCe1/n

Keterangan :

Kf = konstanta atau kapasitas adsorpsi relatif dari adsorben ((mg/g)(mg/l) n ),

Ce = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan (mg/L),

n = konstanta yang menggambarkan intensitas adsorpsi.

3.6 Matriks Penelitian

Tabel 3.1. Matriks penelitian

Rasio Rasio
Percobaan Waktu Serat Adsorben :
Logam Ketebalan Percobaan
ke- Tinggal Sawit : Larutan
Aktivator Nikel
1 0,5 cm3
Larutan Ni
2 1 cm3
0,5 %
3 1,5 cm3
4 0,5 cm3
5 48 jam 1:10 1:10 1 cm3
6 1,5 cm3
7 0,5 cm3
8 1 cm3
9 1,5 cm3
30

DAFTAR PUSTAKA

Adiningtyas, A., & Mulyono, P. (2016). Kinetika Adsorpsi Nikel (II) dalam

Larutan Aqueous dengan Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa. Jurnal

Rekayasa Proses, 10(2), 36-42.

Aryani, F. (2019). Aplikasi Metode Aktivasi Fisika dan Aktivasi Kimia Pada

Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Kelapa (Cocos nucifera

L). Indonesian Journal of Laboratory, 1(2), 5.

Haswell, S. J. (1991). Atomic absorption spectrometry.

Lempang, M. (2014). Pembuatan dan kegunaan arang aktif. Buletin Eboni, 11(2),

65-80.

Miaratiska, N., & Azizah, R. (2015). Hubungan paparan Nikel dengan gangguan

kesehatan kulit pada pekerja industri rumah tangga pelapisan logam di

Kabupaten Sidoarjo. Universitas Airlangga.

Ozacar, M dan Sengil, I. A. 2003. Adsorption of reactive dyes on calcined

alunite from aqueous solutions. Journal Hazard. Mater, 98(3): 211–224.

Riama, Glory, dkk. 2012. Pengaruh H2O2 Konsentrasi Naoh Dan Waktu

Terhadap Derajat Putih Pulp Dari Mahkota Nanas. Palembang: Universitas

Sriwijaya Press.

Salamah, S. (2008). Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Buah Mahoni dengan

Perlakuan Perendaman dalam Larutan KOH. In Prosiding Seminar

Nasional Teknoin.

Setyaningsih, H. (2007). Pengolahan limbah batik dengan proses kimia dan

adsorpsi karbon aktif. Naskah Thesis S, 2.


31

Sembodo, B. S. (2005). Isoterm Kesetimbangan Adsorpsi Timbal pada Abu

Sekam Padi. Ekuilibrium, 4(2), 100-105.

SNI 06 – 3730 – 1995: Syarat Mutu Arang Aktif

Wiratmaja, I. G., Kusuma, I. G. B. W., & Winaya, I. N. S. (2011). Pembuatan

etanol generasi kedua dengan memanfaatkan limbah rumput laut

Eucheuma Cottonii sebagai bahan baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin

Cakra, 5(1), 75-84.

Chieng, B. W., Lee, S. H., Ibrahim, N. A., Then, Y. Y., & Loo, Y. Y. (2017).

Isolation and characterization of cellulose nanocrystals from oil palm

mesocarp fiber. Polymers, 9(8), 355.

Kusmaningrum, W., & Nurhayati, I. (2016). Penggunaan Karbon Aktif Dari

Ampas Tebu Sebagai Media Adsorbsi Untuk Menurunkan Kadar Fe (Besi)

dan Mn (Mangan) Pada Air Sumur Gali di desa Gelam Candi. WAKTU:

Jurnal Teknik UNIPA, 14(1), 1-7.

Kusmaningrum, W., & Nurhayati, I. (2016). Penggunaan Karbon Aktif Dari

Ampas Tebu Sebagai Media Adsorbsi Untuk Menurunkan Kadar Fe (Besi)

dan Mn (Mangan) Pada Air Sumur Gali di desa Gelam Candi. WAKTU:

Jurnal Teknik UNIPA, 14(1), 1-7.

Zhou, W., Apkarian, R., Wang, Z. L., & Joy, D. (2006). Fundamentals of

scanning electron microscopy (SEM). In Scanning microscopy for

nanotechnology (pp. 1-40). Springer, New York, NY.

Anda mungkin juga menyukai