PDF Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Trauma Abdomen - Compress

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 24

Asuhan keperawatan gawat darurat trauma abdomen

a bdomen

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut pada bagian ventral
dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan
dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau
rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga
 panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi d engan membran serosa yang dikenal
dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juha membungkus organ yang ada di
abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ
sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen:
komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai
cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu,
dan pankreas; Organ saluran kemih seperti:
sepe rti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria);
Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma
trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan
dirongga abdomen yang biasanya timbultimbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering beru tindakan beda, misalnya misalnya pada
obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dap at
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna
sehingga terjadilah peritonitis.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak
 jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau
trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan
den gan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan
Sedan gkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel.
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk te rkena injury yang bisa saja
merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin han ya mengenal luka robek atau luka
sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada
daerah abdomen.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada
trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak
dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan
tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang
ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi
untuk dapat menetapkan diagnosis.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum:
Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan luka yang dimungkinkan karena trauma, luka insisi
 bedah, kerusakan integritas jaringan.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen.
 b. Mengetahui Etiologi Trauma Abdomen.
c. Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen.
d. Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen.
e. Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen.
f. Mengetahui Komplikasi Trauma Abdomen.
g. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
1) Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
2) Mengetahui masalah yangyang mungkin timbul pada pasien dengan trauma abdomen
3) Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah dalam program S1 Keperawatan
Keperawatan

C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran
masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang ada, baik di
 perpustakaan maupun di internet.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I: Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II: Membahas tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan yang terdiri dari: pengertian
Trauma Abdomen, penyebab Trauma Abdomen, patofisiologi Trauma Abdomen, manifestasi
klinis Trauma Abdomen, penatalaksanaan Trauma Abdomen, pengkajian, diagnosa keperawatan
dan intervensi keperawatan pada pasien dengan Trauma Abdomen
BAB III: asuhan keperawatan pada pasien trauma abdomen kasus
BAB IV: Terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya
dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).

B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Luka akibat terkena tembakan
 b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
 b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah
olah ragaØ

C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas,
 penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktor 
 – faktor
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
jaringan
tubuh. Berat trauma yang
yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari
 jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
 permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi po sisi tubuh relatif
terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan tekan dari luar
seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan
terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
organ dan pedikel vaskuler.
Patoflow:
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen →  Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik
(Sumber : Mansjoer, 2001)

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
 b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
a. Kehilangan darah.
 b. Memar/jejas pada dinding perut.
c. Kerusakan organ-organ.
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri
nyeri lepas dan kekakuan (rigidity)
(rigidity) dinding perut.
e. Iritasi cairan usus.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bi la terjadi perdarahan terus menerus. Demikian
 pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
 perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro perineal dekat
duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
 belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat
amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi
(gold standard).
a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan
gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis
spinalis (sumsum tulang belakang)
6) Patah tulang pelvis
 b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya
trauma pada hepar dan retro peritoneum.
Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan
dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000
dari100.00 0 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari
rongga peritoneum setelah dimasukkan 100 – 200
200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji
dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
 bersihkan jalan napas.

a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunak an teknik „head tilt chin lift‟
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
 b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara „lihat – 
dengar – rasakan‟ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya
 pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat,
maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
 jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :
a. Stop makanan dan minuman
 b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut
kecuali dengan adanya tim medis.
 b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada
daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan
kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau
 bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit.
2. Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
 berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
 b. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks
atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur
(supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
d. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :
1) Fraktur pelvis
2) Traumanon –  penetrasi
3. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga
untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah len gkap, potasium, glukosa,
amilase.
 b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang
harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya
memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan
dubur.
Sumber : (Hudak & Gallo, 2001).

G. KOMPLIKASI
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2. Lambat : infeksi
3. Trombosis Vena
4. Emboli Pulmonar
5. Stress Ulserasi dan perdarahan
6. Pneumonia
7. Tekanan ulserasi
8. Atelektasis
9. Sepsis

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik „head to toe‟ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari
 bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :
a. Aktifitas / istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
 b. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).

c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan statusmental, kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
 b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka pen etrasi abdomen.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi,
kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi /
terkontrol.

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Kriteria hasil: Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
3) Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
5) Kolaborasi Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar.

 b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka pen etrasi abdomen.
Tujuan : Nyeriteratasi
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien.
2) Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
3) Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media Aesculapius

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

 Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005 -2006,
Editor: Budi Sentosa. Jakarta: Prima Medika

Scheets, Lynda J. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
Jakarta: EGC.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Testa,A.Paul. 2008. Abdominal Trauma. Internet:


(http://emedicine.medscape.com/article/overview). Diakses pada tanggal 28 Juli 2008
Training. 2009. Primary trauma care. Internet: (http://primarytraumacare.org/ptcman/training).
Diakses pada tanggal 12 September 2011

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


TRAUMA ABDOMEN DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA
JAKARTA TIMUR
KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah Keperawatan Gawat Darurat yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Trauma
Abdomen”. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang tinjauan teoritis klien dengan trauma
Abdomen. Makalah ini bisa terbentuk karena dibimbing oleh Ibu Ns. Demak Agustina, S.Kep
sebagai dosen Mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, harap dimaklumi
karena kami juga seorang mahasiswa yang sedang belajar. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
 bagi pembaca.

Jakarta, 18 November 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG……………………………………………………1
B. TUJUAN PENULISAN………………………………………………….3
C. METODE PENULISAN…………………………………………………3
D. SISTEMATIKA PENULISAN…………………………………………..4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI……………………………………………………………….. 5
B. ETIOLOGI……………………………………………………………… 6
D. PATOFISIOLOGI……………………………………………………….6
E. MANIFESTASI KLINIS………………………………………………. 8
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK……………………………………..10
H. PENATALAKSANAAN………………………………………………11
I. KOMPLIKASI…………………………………………………………15
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI …..……………………………15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN…………………………………………………………24
B. ANALISA DATA……………………………………………………...27
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN ……………………………………..29
D. INTERVENSI DAN RASIONAL …………………………………... 29
E. CATATAN PERAWATAN DAN PERKEMBANGAN……………..32
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………………...35
B. SARAN…………………………………………………………………35
DAFTAR PUSTAKA

Keperawatan Gawat Darurat


 by : Ikrima Rahmasari

 Beranda
 trauma thorax
 cedera kepala
 trauma abdomen
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul
lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada
abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan
 bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
 pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan
intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang
disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-
tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi
nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi
 peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu
tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada
fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
 bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).
MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri

 Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. N yeri dapat timbul di bagian yang
luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

2. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma

 Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien

dalam posisi rekumben.


4. Mual dan muntah

5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)

Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan diagnostik

1. Foto thoraks

Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2. Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang
melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan
cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus.
Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal
dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin

Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
 jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
1. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :

o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

o Trauma pada bagian bawah dari dada

o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

o Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)

o Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)

o Patah tulang pelvis

2. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :

o Hamil

o Pernah operasi abdominal

o Operator tidak berpengalaman

o Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

7. Ultrasonografi dan CT Scan


3. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan.
 b. Riwayat Penyakit Sekarang
  2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang mengendarai sepeda motor,
klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien
terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal. Setelah kejadian, klien masih bisa
 pulang sendiri dengan mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien
merasa perut sebelah kanan ampeg sampai punggung dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di
antar ke IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.
4. Primary Survay
a. Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
 b. Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menit
R : 26x/menit, pernafasan reguler 
c. Circulasi
TD : 120/80 mmHg
 N : 88x/menit
Capillary reffil : < 2 detik 
d. Disability
GCS : E4M5V6
Kesadaran : Compos Mentis
e. Exposure
Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
5. Secondary Survay
a. AMPLE
o Alergi :
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun obat-obatan.
o Medicasi :
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat apapun.
o Pastillnes :
Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Moewardi Surakarta dengan penyakit paru-paru.
o Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
o Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.
 b. Pemeriksaan Head To Toe
o Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala
arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada
secret.
o Leher
Tidak ada kaku kuduk 
o Paru
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor 
Auskultasi : vesikuler 
o Abdomen
Inspeksi : terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
Auskultasi : peristaltik usus 7x/menit
Palpasi : tidak ada pembesaran hati
Perkusi : pekak 
o Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan
 bawah dalam batas normal.
6. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 15 -10-2009
Hemoglobin : 14,5 g/dl (n : 14-17,5 g/dl)
6 6
Eritrosit : 5,05 10 /ul (n : 4,5-5,9 10 /ul)
3 3
Leukosit : 12,1 10 /ul (n : 4,0-11,3 10 /ul)
Hematokrit : 43,8% (n : 40-52%)
Trombosit : 204
Gol darah :O
HBSAG :-

ANALISA DATA
 No Data (Sign & Symptom) Etiologi Problem
1. DS : Penurunan Pola nafas tidak
Klien mengatakan sesak nafas ekspansi paru efektif 
Klien mengatakan perut sebelah kanan
terasa ampeg
DO :
Klien gelisah
R : 26x/menit
2. DS : Trauma  Nyeri akut
Klien mengatakan perut sebelah kanan abdomen
sakit
P : bila bergerak dan bernafas
Q : seperti tertusuk-tusuk 
R : perut sebelah kanan
S :7
T : hilang timbul
DO :
Klien tampak mengerang-erang menahan
sakit.
Terdapat luka lecet dan jejas pada
abdomen sebelah kanan
3. DS : - Luka non- Resiko infeksi
DO :  penetrasi
 Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)

(Catherino, 2003 : 251-253)

1. 8. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DAN TERAPI


PENGOBATAN

- Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air ,
evisceration ) harus segera dilakukan pembedahan
- Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
- Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
- Pemberian O2 sesuai indikasi
- Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
- Trauma penetrasi :
ü Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas
ü Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
ü Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
ü Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
ü Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan
(Catherino, 2003 : 251)

1. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. 1. PENGKAJIAN

1) Data subyektif

1. Riwayat penyakit sekarang :

a) Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik ( cedera pada hati)


b) Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ), tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri atas yang
menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
c) Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik kecuali
terdapat peritonitis, tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada
cedera pancreas
d) Nyeri pada abdomen ,mual dan muntah pada cedera usus
e) Mekanisme cedera trauma tumpul atau tajam

1. Riwayat medis :

- Kecenderungan terjadi pendarahan


- Alergi
- Penyakit liver / hepatomegali pada cedera hati
2) Data objektif
Data Primer
 A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas
B : Breathing (pernapasan)   : Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan
napas cuping hidung.
C : Circulation (sirkulasi) : Hipotensi, perdarahan , adanya tanda “Bruit” (bunyi
abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), tanda Cullen,
tanda Grey-Turner, tanda Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaforesis
D : Disability (ketidakmampuan )  : Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr
Data sekunder
E : Exposure : Terdapat jejas ( trauma tumpul atu trauma tajam) pada daerah
abdomen tergantung dari tempat trauma
F : Five intervension / vital sign  : Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang monitor
 jantung, pulse oksimetri, catat hasil lab abnormal
Hasil lab :

 Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
 Penurunan hematokrit/hemoglobin
 Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
 Koagulasi : PT,PTT
 MRI
  Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik 
 CT Scan
 Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
 Scan limfa
 Ultrasonogram
 Peningkatan serum atau amylase urine
 Peningkatan glucose serum
 Peningkatan lipase serum
 DPL (+) untuk amylase
 Penigkatan WBC
 Peningkatan amylase serum
 Elektrolit serum
  AGD

G : Give comfort (PQRST)  :


a) Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik( cedera pada hati),
b) Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ) ,Tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri atas yang
menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
c) Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik kecuali
terdapat peritonitis,tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada
cedera pancreas
d) Nyeri pada abdomen
Nyeri yang dirasakan sifatnya akut dan terjadi secara mendadak bisa diakibatkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam.
H : Head to toe  :
Inspeksi :
- Adanya ekimosis
- Adanya hematom
 Auskultasi :
- Menurun/tidak adanya suara bising usus
Palpasi :
- Pembengkakan pada abdomen
- Adanya spasme pada abdomen
- Adanya masa pada abdomen
- Nyeri tekan
Perkusi :
- Suara dullness
I : Inspeksi posterior surface  : Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada bagian
punggung (spinal)

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. PK Perdarahan
2. PK: Syok Hipovolemik 
3. Nyeri akut b/d agen cedera fisik( Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan
keluhan nyeri, diaphoresis, dispnea, takikardia
4. Cemas b/d prosedur pembedahan ditandai dengan pasien gelisah, takut, gugup,
gemetar, wajah tegang
5. Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cupung hidung
6. Kerusakan integritas kulit b/d trauma tajam/tumpul ditandai dengan adanya
hematoma, ekimosis, luka terbuka, jejas pada daerah abdomen
7. Risiko infeksi b/d invasi bakteri

1. RENCANA KEPERAWATAN /EMERGENCY INTERVENSION

Dx 1 : PK Perdarahan
Tujuan :  Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 4 jam diharapkan
perdarahan dapat dihentikan/teratasi
Kriteria hasil :

 Tanda-tanda perdarahan (-)


 TTV normal ( Nadi = 60-100 x/menit ; TD = 110-140/70-90 mmHg ; Suhu = 36,
5 – 37, 50 C ; dan RR = 16-24 x/menit)
 CRT < 2 detik 
  Akral hangat

Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau TTV
Mengidentifikasi kondisi pasien.
2) Pantau tanda-tanda perdarahan.
Mengidentifikasi adanya perdarahan, membantu dalam pemberian intervensi yang
tepat.
3) Pantau tanda-tanda perubahan sirkulasi ke jaringan perifer (CRT dan sianosis).
Mengetahui keadekuatan aliran darah.
Kolaborasi :
1) Pantau hasil laboratorium (trombosit).
Trombosit sebagai indicator pembekuan darah.
2) Kolaborasi pemberian cairan IV (cairan kristaloid NS/RL) sesuai indikasi.
Membantu pemenuhan cairan dalam tubuh.
3) Berikan obat antikoagulan, ex : LMWH ( Low Molecul With Heparin).
Mencegah perdarahan lebih lanjut.
4) Berikan transfusi darah.
Membantu memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh.
5) Lakukan tindakan pembedahan jika diperlukan sesuai indikasi
Membantu untuk menghentikan perdarahan dengan menutup area luka
Dx 2 : Nyeri akut b/d agen cedera fisik ( Trauma tumpul / tajam) ditandai
dengan keluhan nyeri, diaporesis, dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan
nyeri yang dialami pasien terkontrol
Kriteria hasil :

 Pasien melaporkan nyeri berkurang


 Pasien tampak rileks
 TTV dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg, nadi 60-100 x/menit, RR :
16-24 x/menit, suhu 36, 5  – 37, 5 0 C)
 Pasien dapat menggunakan teknik non-analgetik untuk menangani nyeri.

Intervensi :
Mandiri :

1. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


qualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.

Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi.


1. Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda-tanda
vital.

Petunjuk non-verbal dari nyeri atau ketidaknyaman memerlukan intervensi.

1. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya perubahan posisi, masase.

Tindakan alternative untuk mengontrol nyeri 

1.  Ajarkan menggunakan teknik non-analgetik (relaksasi progresif, latihan napas


dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik, akupresure)

Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan


kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping.

1. Berikan lingkungan yang nyaman

Menurunkan stimulus nyeri.


Kolaborasi :

1. Berikan obat sesuai indikasi : relaksan otot, misalnya : dantren; analgesik 

Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot.


Dx 3 : Cemas b/d prosedur pembedahan ditandai dengan pasien gelisah,
takut, gugup, gemetar, wajah tegang
Tujuan :  Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan
cemas pasien berkurang
Kriteria hasil :

 Gelisah pasien berkurang


 Mengatakan takut dan gugup berkurang
 Tidak nampak gemetar

Intervensi :
Mandiri :

1. Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta
rasa kekhawatirannya.
2. Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan
pembedahan yang akan dilakukan.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4. Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu
mengungkapkan perasaannya.
5. Observasi tanda  – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6. Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan
prosedur.
7. Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8. Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang
pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta
keluarga.

Dx 4 : Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak,


dispnea, penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 10 menit diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif 
Kriteria hasil :

 Pasien melaporkan sesak berkurang


 Dispnea (-)
 Penggunaan otot bantu pernapasan (-)
 Napas cuping hidung (-)

Intervensi :
Mandiri :

1. Pantau adanya sesak atau dispnea

Untuk mengetahui keadaan breathing pasien 

1. Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan, napas


cuping dan penggunaan otot bantu pernapasan

Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan intervensi yang
tepat 

1. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi

Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada 

1.  Ajarkan klien napas dalam

Untuk meningkatkan kenyamanan 


Kolaborasi

1. Berikan O2 sesuai indikasi

Untuk memenuhi kebutuhan O 2 


1. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan
ventilator sesuai indikasi

Untuk membantu pernapasan adekuat


4. EVALUASI
Dx 1 : Perdarahan dapat dihentikan/teratasi
Dx 2 : Nyeri pasien terkontrol
Dx 3 : Cemas pasien berkurang
Dx 4 : Pola napas pasien kembali efektif 

Anda mungkin juga menyukai